BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar Matematika tentang Geometri pada Siswa Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD Setiap anak akan mengalami perkembangan secara bertahap dalam hidupnya, baik itu perkembangan fisik maupun perkembangan kognitif. Sebagai seorang guru, maka sudah seharusnya dapat memahami karakteristik siswa berdasarkan tahap perkembangannya. Hal itu ditujukan agar siswa dapat berkembang secara maksimal. Seorang ahli Psikologi Jean Piaget telah melaksanakan penelitian terkait perkembangan kognitif yang dialami oleh anak-anak. Piaget mengembangkan teori mengenai bagaimana kemampuan anak untuk berpikir dan mempertimbangkan hidup mereka secara logis dan berlangsung melalui satu rangkaian tahapan yang berbeda sewaktu mereka berkembang. Piaget (Djiwandono, 2008: 73) mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak sebagai berikut: Tabel: 2.1 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget Tahap-tahap Umur Sensori-motorik 0-2 tahun Praoperasional 2-7 tahun Operasional Konkret 7-11 tahun Operasional Formal 11 tahun – dewasa Berdasarkan tabel 2.1 nampak bahwa siswa kelas IV SD berusia antara 9-11 tahun yang menurut teori Piaget termasuk ke dalam tahap operasional konkret, pada tahap ini anak sudah mulai melakukan operasi, mampu berpikir logis, mulai dapat berpikir rasional, namun belum bisa berpikir abstrak. Selanjutnya, Piaget (Suharjo, 2006: 37) menjelaskan bahwa karakteristik siswa sekolah dasar berada pada tahap ketiga yaitu tahap 9
10 opersional konkret berkisar 6/7-11/12 tahun. Pada periode ini, anak sudah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum bisa menghadapi hal-hal yang sifatnya abstrak, cara belajar mereka masih terikat pada pengalaman fisik, anak-anak usia kelas tinggi di SD mulai ingin merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya, mereka berusaha bersaing untuk meraih prestasi sebaik-baiknya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV SD berada pada usia 9 sampai 11 tahun, dan berada pada tahap operasional konkret, yaitu anak sudah mulai dapat melakukan operasi, mampu berpikir logis, mulai dapat berpikir rasional, namun belum bisa berpikir abstrak. Selain itu, siswa sudah mulai bisa mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan ciri tertentu. Siswa juga sudah mulai bisa menyelesaikan tugasnya sendiri secara mandiri, siswa berusaha bersaing untuk meraih prestasi sebaik-baiknya. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, perkembangan siswa kelas IV SD Negeri 7 Kutosari secara umum berada pada tahap operasional konkret, mereka memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi pada hal tertentu, masih dalam operasi-operasi pengalaman yang bersifat konkret, mulai dapat mengambil keputusan secara rasional, dan seperti anak-anak pada umumnya mereka masih senang bermain. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru menggunakan model dan media pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Dengan hal tersebut, maka model Quantum Teaching dengan media model merupakan model dan media yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran siswa kelas IV. b. Pengertian Belajar Geoch (Suprijono, 2013: 2) menjelaskan, “Learning is change in performance as a result of practice. (Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan.” Morgan (Suprijono, 2013: 3) menjelaskan “Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience.
11 (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman)”. Warsono dan Hariyanto (2012: 7) menjelaskan, “Belajar pada hakikatnya merupakan hasil dari proses interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau pengalaman individu tersebut untuk menghasilkan perubahan yang baru pada diri seseorang. c. Hasil Belajar Sudjana (Padmono, 2009: 26) menyatakan, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa atau mahasiswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Selanjutnya, Bloom menjelaskan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Suprijono, 2013: 6). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada individu dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai akibat dari proses belajar yang dialami. Penggunaan model Quantum Teaching dengan media model diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar berupa perubahan pada diri individu (siswa) dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sesuai dengan fokus penelitian yaitu pada hasil belajar siswa, maka aspek yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu pemantapan aspek kognitif. Padmono (2009: 26-27) menjelaskan bahwa ada enam tingkatan berpikir dan bernalar manusia, yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan menilai. Keenam aspek ini dapat dirincikan menjadi kata kerja operasional sesuai dengan jenjang kognitifnya. Dalam mengajarkan materi tertentu guru mengharapkan adanya perubahan yang dialami siswa sebagai akibat dari proses belajar. Perubahan ini dapat terlihat dari perubahan pengetahuan siswa yang dapat
12 diukur dengan evaluasi sehingga diperoleh data hasil belajar siswa yang menunjukkan keberhasilan guru dalam mengajar. Hasil belajar ini dapat menjadi tolak ukur bagi guru dalam menentukan tindakan selanjutnya. d. Tinjauan Pembelajaran Matematika 1) Pengertian Matematika Matematika
merupakan
ilmu
universal
yang
mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (BSNP, 2006: 147). Ruseffendi (Heruman, 2008: 1) mendefinisikan matematika sebagai bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan stuktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Soedjadi (Heruman, 2008: 1) menjelaskan “Hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif”. Wahyudi (2008: 3) juga mendefinisikan matematika sebagai berikut: Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, pola pikir pemecahan masalah yang teratur dan pembuktian yang logis.
13 2) Tujuan Pembelajaran Matematika Wahyudi (2008: 3) menjelaskan, “Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten”. Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa dapat memiliki kemampuan sebagai berikut: (BSNP, 2006: 148) a) Memahami konsep, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam memecahkan masalah; b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi dan membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan pernyataan Matematika; c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaiakn model dan menafsirkan yang diperoleh; d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; e) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan
uraian
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
mempelajari matematika dapat mempertajam cara berpikir logis anak. Penguasaan matematika yang baik akan membuat cara berpikir anak lebih sistematis. Pada tingkat sekolah dasar, mata pelajaran matematika mempunyai tujuan agar murid mampu memahami konsep-konsep matematika dan saling keterkaitannya dengan pengalaman hidup seharihari serta agar para peserta didik mampu menerapkan berbagai model ilmiah sederhana dan bersikap ilmiah di dalam memecahkan masalah yang dihadapinya sehari-hari.
14 3) Ruang Lingkup Pelajaran Matematika Kelas IV SD Ruang lingkup yang membatasi materi matematika sekolah dasar dikelompokkan ke dalam aspek bilangan, geometri, pengukuran dan pengolahan data (BSNP, 2006: 26). Wahyudi (2008: 3) menjelaskan bahwa standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibakukan dan harus dicapai oleh siswa pada akhir periode pembelajaran. Standar ini dikelompokkan ke dalam kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri, dan kalkulus. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pelajaran matematika di sekolah dasar meliputi bilangan, pengukuran, geometri, pengolahan data, aljabar, peluang, trigonometri, dan kalkulus. Pada penelitian ini, ruang lingkup yang akan dipelajari adalah tentang geometri. Adapun Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang berkaitan dengan penelitian ini, disajikan dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Geometri Kelas IV Semester 2 pada Penelitian Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 8. Memahami sifat bangun 8.1 Menentukan sifat-sifat ruang sederhana dan bangun ruang sederhana hubungan antar bangun datar 8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus 8.3 Mengidentifikasi bendabenda dan bangun datar simetris 8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006: 154)
15 Adapun indikator pencapaian kompetensi yang hendak dicapai dalam penelitian ini dijabarkan dalam tabel 2.3 sebagai berikut:
Table 2.3 Pemetaan Kompetensi Dasar dan Indikator Kompetensi Indikator Dasar 8.1 Menentukan 8.1.1 Menyebutkan sifat-sifat bangun Kubus sifat-sifat 8.1.2 Menyebutkan sifat-sifat bangun Balok bangun ruang 8.1.3 Menyebutkan sifat-sifat bangun Tabung sederhana 8.1.4 Menyebutkan sifat-sifat bangun Kerucut 8.1.5 Menyebutkan sifat-sifat bangun Bola 8.2 Menentukan 8.2.1 Menyebutkan contoh benda bangun jaring-jaring Kubus Balok dan 8.2.2 Menjelaskan pengertian jaring-jaring Kubus Kubus. 8.2.3 Menunjukkan jaring-jaring Kubus dan bukan jaring-jaring Kubus. 8.2.4 Menyebutkan contoh benda bangun Balok 8.2.5 Menjelaskan pengertian jaring-jaring Balok. 8.2.6 Menunjukkan jaring-jaring Balok dan bukan jaring-jaring Balok. 8.3 Mengidentifi- 8.3.1 Menentukan ciri-ciri bangun datar yang kasi bendasimetris benda dan 8.3.2 Menentukan sumbu simetri suatu bangun bangun datar datar simetris 8.3.3 Mengelompokkan contoh bangun datar yang simetris dan tidak simetris 8.4 Menentukan 8.4.1 Menjelaskan pengertian pencerminan hasil pencer8.4.2 Menyebutkan sifat-sifat pencerminan minan suatu 8.4.3 Menggambar hasil pencerminan bangun bangun datar datar sederhana Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006: 154)
4) Materi Geometri Kelas IV SD Berdasarkan tabel 2.2 di atas, terlihat bahwa materi geometri kelas IV SD pada semester II terdiri dari empat kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Kompetensi dasar tersebut antara lain menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana, menentukan jaringjaring balok dan kubus, mengidentifikasi benda dan bangun datar
16 simetris serta menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar. Materi tersebut akan diajarkan dalam tiga siklus yang terdiri dari dua kali pertemuan. Van de Walle (2008: 150) Standar geometri memiliki sekumpulan tujuan untuk semua tingkatan. Tujuan dalam geometri dapat diringkas sebagai barikut: a) Bentuk dan Sifat, mencakup pembelajaran sifat-sifat dari bentukbentuk baik dua maupun tiga dimensi, juga pembelajaran tentang hubungan yang terbangun dari sifat-sifat tersebut. b) Transformasi, mencakup pembelajaran translasi, refleksi, rotasi (pergeseran, pembalikan, dan perputaran), pembelajaran simetri, dan konsep kesebangunan. c) Lokasi, mengacu terutama kepada Geometri koordinat atau cara lain dalam menentukan bagaimana benda-benda terletak pada bidang ataupun ruang. d) Visualisasi, mencakup pengenalan bentuk-bentuk di lingkungan sekitar, pengembangan hubungan antara benda-benda dua dimensi dengan tiga dimensi, serta kemampuan untuk menggambar dan mengenal bentuk dari berbagai sudut pandang. Heruman (2008: 110-130) menjelaskan bahwa bangun ruang kubus mempunyai ciri khas, yaitu memiliki sisi yang sama. Kubus mempunyai 6 sisi yang berbentuk persegi dan mempunyai 12 rusuk. Bangun ruang balok mempunyai 6 sisi yang berbentuk persegi panjang dan mempunyai 12 rusuk. Tabung mempunyai 3 sisi, dan 2 rusuk. Kerucut mempunyai 2 sisi, 1 rusuk, dan mempunyai 1 titik puncak. Lebih lanjut, Astuty dan Mustaqim (2008: 206-221) merincikan materi geometri sebagai berikut: a) Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana (1) Sifat-sifat Kubus Kubus adalah sebuah benda ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi yang berukuran sama
17
Gambar 2.1. Bangun Ruang Kubus (a) Sisi-sisi pada kubus ABCD.EFGH adalah: - sisi ABCD
- sisi EFGH
- sisi ABFE
- sisi DCGH
- sisi ADHE
- sisi BCGF
Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang kubus. Sisi-sisi kubus tersebut berbentuk persegi (bujur sangkar) yang berukuran sama. (b) Rusuk-rusuk pada kubus ABCD.EFGH adalah: - rusuk AB
- rusuk BC
- rusuk AE
- rusuk EF
- rusuk FG
- rusuk BF
- rusuk HG
- rusuk EH
- rusuk CG
- rusuk DC
- rusuk AD
- rusuk DH
Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus. Rusuk-rusuk kubus tersebut mempunyai panjang yang sama. (c) Titik-titik sudut pada kubus ABCD.EFGH adalah: - Titik sudut A
- Titik sudut E
- Titik sudut B
- Titik sudut F
- Titik sudut C
- Titik sudut G
- Titik sudut D
- Titik sudut H
Jadi, ada 8 titik sudut pada bangun ruang kubus. (2) Sifat-sifat Balok Balok adalah sebuah benda ruang yang dibatasi oleh tiga pasang (enam buah) persegi panjang dimana setiap pasang persegi panjang saling sejajar (berhadapan) dan berukuran sama.
18
Gambar 2.2. Bangun Ruang Balok
(a) Sisi-sisi pada balok ABCD.EFGH adalah: - sisi ABCD
- sisi EFGH
- sisi ABFE
- sisi DCGH
- sisi ADHE
- sisi BCGF
Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang balok. Sisi ABCD = sisi EFGH Sisi BCFG = sisi ADHE Sisi ABFE = sisi EFGH (b) Rusuk-rusuk pada balok ABCD.EFGH adalah: - rusuk AB
- rusuk BC
- rusuk AE
- rusuk EF
- rusuk FG
- rusuk BF
- rusuk HG
- rusuk EH
- rusuk CG
- rusuk DC
- rusuk AD
- rusuk DH
Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus. Rusuk AB = rusuk EF = rusuk HG = rusuk DC Rusuk BC = rusuk FG = rusuk EH = rusuk AD Rusuk AE = rusuk BF = rusuk CG = rusuk DH (c) Titik-titik sudut pada balok ABCD.EFGH adalah: - Titik sudut A
- Titik sudut E
- Titik sudut B
- Titik sudut F
- Titik sudut C
- Titik sudut G
- Titik sudut D
- Titik sudut H
19 (3) Sifat-sifat Tabung, Kerucut dan Bola
Gambar 2.3. Bangun Ruang Tabung, Kerucut dan Bola
Bangun ruang tabung mempunyai 3 sisi, yaitu sisi lengkung, sisi atas, dan sisi bawah. Tabung mempunyai 2 rusuk, tetapi tidak mempunyai titik sudut. Bangun ruang kerucut mempunyai dua sisi, yaitu sisi alas dan sisi lengkung. Kerucut hanya mempunyai satu rusuk dan satu titik sudut yang biasa disebut titik puncak. Yang terakhir, bangun ruang bola hanya memiliki satu sisi lengkung yang menutupi seluruh bagian ruangnya. b) Menentukan jaring-jaring balok dan kubus (1) Jaring-jaring Kubus Bangun ruang kubus dan balok terbentuk dari bangun datar persegi dan persegi panjang. Gabungan dari beberapa persegi yang membentuk kubus disebut jaring-jaring kubus.
Gambar 2.4. Jaring-jaring Kubus
20 (2) Jaring-jaring Balok Sedangkan jaring-jaring balok adalah gabungan dari beberapa persegi panjang yang membentuk balok.
Gambar 2.5. Jaring-jaring Balok
c) Mengidentifikasi benda-benda dan bangun datar simetris Bangun simetris adalah bangun yang dapat dilipat (dibagi) menjadi dua bagian yang sama persis baik bentuk maupun besarnya. Sedangkan bangun tidak simetris disebut bangun asimetris. Garis lipat yang menentukan benda simetris disebut garis simetri atau sumbu simetri. Persegi panjang merupakan benda simetris karena mempunyai garis lipatan yang dapat mempertemukan sisi-sisi luarnya dengan tepat.
Gambar 2.6. Bangun Simetris Sedangkan jajargenjang bukan merupakan benda simetris karena tidak ada garis lipatan yang dapat mempertemukan sisi-sisi luarnya dengan tepat.
Gambar 2.7. Bangun Asimetris
21 d) Menentukan Hasil Pencerminan Suatu Bangun Datar Pencerminan merupakan peristiwa pemantulan bayangan benda oleh bidang datar berupa cermin sehingga diperoleh bayangan dari benda yang dicerminkan. Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin sebagai berikut: (1) Bentuk dan ukuran bayangan sama persis dengan benda. (2) Jarak bayangan dari cermin sama dengan jarak benda dari cermin. (3) Bayangan dan benda saling berkebalikan sisi (kanan kiri atau depan belakang), sehingga dikatakan bayangan simetris dengan benda (cermin sebagai sumbu simetri).
e. Peningkatan Hasil Belajar Matematika tentang Geometri Siswa Kelas IV SD Pembelajaran matematika adalah kegiatan yang berupa proses interaksi belajar antara guru, siswa, dan sumber belajar dalam rangka mempelajari materi pelajaran matematika tentang geometri melalui model, dan media yang tepat sehingga memperoleh hasi belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pembelajaran matematika tentang geometri pada siswa kelas IV SD adalah suatu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran matematika tentang geometri yang meliputi sifat bangun ruang sederhana (Kubus, Balok, Tabung, Kerucut, dan Bola), jaring-jaring Kubus dan Balok, simetri lipat, dan pencerminan bangun datar pada siswa kelas IV SD yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, berpikir konkret dalam pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching yang dikombinasikan dengan media model sehingga memperoleh hasi belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
22 2. Model Quantum Teaching dengan Media Model a. Tinjauan Model Pembelajaran 1) Pengertian Model Suprijono (2013: 45) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologis pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional kelas. Arends (Suprijono, 2013: 46) menyatakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Anitah (2009: 45) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur
sistematis
yang
digunakan
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk merencanakan aktivitas belajar mengajar agar mencapai tujuan belajar. 2) Macam-macam Model Suprijono (2013: 45-46) menyebutkan macam-macam model pembelajaran
yaitu
model
pembelajaran
langsung,
model
pembelajaran kooperatif, dan model pembelajaran berbasis masalah. Huda (2013: 192) menyebutkan macam-macam model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif, model bermain peran, Quantum, Teams-Games-Tournament (TGT). Shoimin (2014: 138) menyebutkan macam-macam model pembelajaran yaitu cooperative learning, demonstration, inkuiri,
23 model pembelajaran berbasis masalah, model role playing, model Quantum Teaching, model Think Pairs Share (TPS), dan lain-lain. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa macam-macam
model
pembelajaran
antara
lain,
(a)
model
pembelajaran langsung, (b) model pembelajaran kooperatif, (c) model pembelajaran berbasis masalah, (d) demonstration, (e) inkuiri, (f) model role playing, (g) model Quantum Teaching, (h) model Think Pairs Share (TPS), (i) model TGT, dan lain-lain. Adapun jenis model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Quantum Teaching. 3) Model Quantum Teaching a) Pengertian Model Quantum Teaching DePorter,
Reardon
dan
Singer-Nourie
(2014:
32)
menjelaskan bahwa Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Mereka juga mendefinisikan Quantum Teaching sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Teaching merupakan orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan sekitar momen belajar. Interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksiinteraksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain (DePorter, Reardon dan Singer-Nourie, 2014: 34). Model pembelajaran ini berusaha mengubah suasana belajar yang monoton dan membosankan ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis dan emosi siswa menjadi satu kesatuan kekuatan-kekuatan yang integral. Model pembelajaran ini menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam
24 lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka belajar (DePorter, Reardon dan Singer-Nourie, 2014: 32). Shoimin
(2014:
138) menjelaskan
bahwa
Quantum
Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan antara interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis pada lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model Quantum Teaching adalah usaha maksimal yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk meningkatkan hasil belajar dengan menciptakan
suasana
belajar
di
kelas
yang
meriah
dan
menyenangkan serta menyertakan segala potensi yang ada pada diri dan lingkungan. b) Prinsip-prinsip Quantum Teaching DePorter (Shoimin, 2014: 141) mengemukakan bahwa Quantum Teaching memiliki lima prinsip. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: (1) segalanya berbicara maksudnya adalah segala dari lingkungan kelas, rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. (2) Segalanya bertujuan maksudnya adalah semua upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengubah kelas mempunyai tujuan, yaitu agar siswa dapat belajar secara optimal untuk mencapai prestasi yang tertinggi. (3) Pengalaman sebelum pemberian nama yaitu proses belajar paling efektif terjadi ketika siswa telah mengalami sebelum mereka memperoleh nama untuk apa mereka pelajari. (4) Akui setiap usaha yaitu setiap mengambil langkah, siswa perlu mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. (5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan maksudnya yaitu perayaan memberikan umpan balik
25 mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. DePorter,
Reardon,
Singer-Nourie
(2014:
36-37)
mengemukakan bahwa Quantum Teaching memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap, yaitu: (1) segalanya berbicara maksudnya adalah segala dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, kertas yang dibagikan guru, rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. (2) Segalanya bertujuan yaitu segala yang terjadi dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan tertentu.(3) Pengalaman sebelum pemberian nama maksudnya yaitu otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan menggerakan rasa ingin tahu. Oleh karena itu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. (4) Akui setiap usaha maksudnya yaitu belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah ke luar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. (5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Quantum Teaching memiliki lima prinsip, yaitu (1) segalanya berbicara, maksudnya yaitu segala yang dilakukan semua mengirim pesan tentang belajar, (2) segalanya bertujuan, maksudnya yaitu semua yang dilakukan oleh guru mempunyai tujuan agar siswa dapat belajar secara optimal untuk mencapai prestasi yang tertinggi, (3) penglaman sebelum pemberian nama, maksudnya yaitu proses belajar paling efektif terjafi ketika siswa telah mengalami sebelum siswa memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari, (4) akui setiap usaha, maksudnya yaitu dalam
26 setiap pembelajaran tidak dikenal istilah gagal yang ada hanyalah hasil dan umpan balik, menerima pengakuan membuat siswa merasa bangga, percaya diri dan bahagia, (5) jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, maksudnya yaitu perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar, berbagai bentuk perayaan menyenangkan yang bisa digunakan adalah tepuk tangan, teriakan Hore!, pengakuan kekuatan dan kejutan atau hadiah. c) Langkah-langkah Model Quantum Teaching DePorter (Shoimin, 2013: 139-141) menyatakan bahwa Quantum Teaching mempunyai kerangka rancangan belajar yang dikenal
dengan
TANDUR:
Tumbuhkan,
Alami,
Namai,
Demonstrasi, Ulangi, dan Rayakan. Kerangka rancangan ini terdiri atas unsur-unsur yang menjadi langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan Quantum Teaching. Langkahlangkah tersebut adalah: (1) Tumbuhkan Pada tahap ini, guru berusaha mengikutsertakan siswa dalam proses belajar. Tahap tumbuhkan dapat dilakukan untuk menggali permasalahan terkait dengan materi yang akan dipelajari, menampilkan suatu gambaran atau benda nyata, cerita pendek atau video. (2) Alami Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan awal yang dimiliki. Selain itu, tahap ini juga untuk mengembangkan keingintahuan siswa. Tahap alami bisa dilakukan dengan mengadakan pengamatan. (3) Namai Tahap namai merupakan tahap memberikan kata kunci, konsep, model, rumus, atau strategi atas pengalaman yang telah diperoleh siswa. Dalam tahap ini siswa dengan bantuan
27 guru berusaha menemukan konsep atas pengalaman yang telah dilewati. Untuk membantu penamaan dapat digunakan susunan gambar, warna alat bantu, kertas tulis, dan poster dinding. (4) Demonstrasikan Tahap ini menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui. Tahap demonstrasi bisa dilakukan dengan penyajian di depan kelas, permainan, menjawab pertanyaan, dan menunjukkan hasil pekerjaan. (5) Ulangi Pengulangan akan memperkuat koneksi saraf sehingga menguatkan struktur kognitif siswa. Semakin sering dilakukan pengulangan, pengetahuan akan semakin mendalam. Bisa dilakukan
dengan
menegaskan
kembali
pokok
materi
pelajaran, memberi kesempatan siswa untuk mengulang pelajaran dengan teman lain atau melalui latihan soal. (6) Rayakan Rayakan merupakan wujud pengakuan untuk menyelesaikan partisipasi
dan
memperoleh
keterampilan
dalam
ilmu
pengetahuan. Bisa dilakukan dengan pujian, tepuk tangan dan bernyanyi bersama. DePorter, menjelaskan
Reardon,
Singer-Nourie
langkah-langkah
model
(2014:
Quantum
39-40) Teaching
berdasarkan kerangka rancangan belajar Quantum Teaching yang dikenal dengan TANDUR, yaitu: (1) Tumbuhkan Tumbukan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya BAgiKu” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan siswa. (2) Alami Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua siswa.
28 (3) Namai Pada tahap ini, sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, atau strategi. (4) Demonstrasikan Sediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. (5) Ulangi Tunjukkan pada siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. (6) Rayakan Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Dari kedua pendapat di atas, peneliti menyimpulkan dan mengembangkan langkah-langkah model Quantum Teaching sebagai berikut: (1) Tumbuhkan Tahap menumbuhkan minat siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan. Tumbuhkan pada pembelajaran matematika tentang geometri dapat dilakukan dengan cara menyampaikan apersepsi terkait materi yang akan dipelajari, sehingga siswa akan
lebih
termotivasi
dalam
mengikuti
kegiatan
pembelajaran. (2) Alami Unsur ini memberi pengalaman kepada siswa. Pengalaman memungkinkan siswa mengalami sendiri di dalam menemukan atau memahami sebuah konsep. Langkah alami dalam pembelajaran matematika tentang geometri dapat dilakukan dengan mengajak siswa melakukan pengamatan, sehingga siswa memperoleh informasi terkait materi yang sedang ia pelajari dari pengalaman langsung.
29 (3) Namai Penamaan adalah saatnya mengajarkan konsep, keterampilan, dan strategi belajar, misalnya menggunakan gambar, warna, alat bantu, alat tulis dan poster dinding. Penerapan langkah namai pada pembelajaran matematika tentang geometri dapat diwujudkan dengan meminta siswa merumuskan suatu persoalan secara berkelompok dengan bantuan lembar diskusi. (4) Demonstrasikan Guru menyediakan kesempatan bagi siswa untuk “menunjukan bahwa mereka tahu”. Siswa diminta mendemonstrasikan kecakapan yang mereka kuasai. Demonstrasi memberi siswa peluang untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran yang lain, dan ke dalam kehidupan
mereka.
Langkah
demonstrasikan
pada
pembelajaran matematika tentang geometri dapat diwujudkan dengan memberi kesempatan pada siswa untuk ke depan kelas dan menunjukan hasil pekerjaannya sesuai dengan perintah guru. (5) Ulangi Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini!”. Langkah ulangi pada pembelajaran dapat diwujudkan dengan membuat kesimpulan terkait materi yang telah dipelajari dengan menggunakan kalimat mereka sendiri. Langkah ini juga memudahkan guru untuk memastikan bahwa seluruh siswa telah memahami materi yang baru saja disampaikan. (6) Rayakan Perayaan memberi keyakinan pada siswa bahwa ia telah menyelesaikan sebuah aktivitas dengan menghormati usaha, ketekunan, dan kesuksesan. Dalam hal ini strategi yang dapat dilakukan guru pada pembelajaran matematika adalah dengan
30 memberi pujian, mengajak siswa bernyanyi bersama atau tepuk-tepuk.
Penerapan
pembelajaran
menjadi
senantiasa
bersemangat
langkah lebih
ini
membuat
menyenangkan,
dalam
mengikuti
suasana sehingga kegiatan
pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. d) Kelebihan dan Kelemahan Quantum Teaching Shoimin (2013: 145-147) menguraikan kelebihan dan kelemahan model Quantum Teaching. Kelebihan model Quantum Teaching yaitu: (1) dapat membimbing peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama, (2) perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga
hal yang penting itu dapat diamati
secara teliti, (3) tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak,
(4)
pembelajaran
menjadi
lebih
nyaman
dan
menyenangkan, (5) siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, (6) dapat mencoba melakukannya sendiri, (7) secara tidak langsung guru terbiasa untuk berpikir kreatif setiap harinya, pelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dimengerti oleh siswa. Sedangkan kelemahan model Quantum Teaching yaitu: (1) model ini memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain, (2) fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik, (3) karena dalam model ini ada perayaan untuk menghormati usaha seorang siswa, baik berupa tepuk tangan, jentikan jari, nyanyian, sehingga dapat mengganggu kelas lain, (4) banyak memakan waktu dalam hal persiapan, (5) model ini memerlukan keterampilan guru secara khusus karena tanpa ditunjang hal itu, proses pembelajaran tidak akan efektif, diperlukan ketelitian dan kesabaran. Namun, kadang-kadang
31 ketelitian dan kesabaran ini diabaikan sehingga apa yang diharapkan tidak tercapai sebagaimana mestinya. Huda (2013: 196) juga menyatakan kelebihan dan kelemahan model Quantum Teaching. Kelebihan model Quantum Teaching yaitu: (1) dapat memadukan berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa, (2) menimbulkan motivasi pada diri siswa, (3) meningkatkan prestasi dan kreatifitas siswa, (4) menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri, (5) belajar terasa menyenangkan. Sedangkan kelemahan model Quantum Teaching yaitu: (1) memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan
guru
lebih
khusus,
(2)
memerlukan
proses
perancangan dan persiapan pembelajaran yang cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik, (3) tidak semua kelas memiliki sumber belajar, alat belajar, dan fasilitas yang memadai, (4) memerlukan situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model Quantum Teaching memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Quantum Teaching, yaitu: (1) selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa, (2) proses pembelajaran menjadi lebih nyaman dan menyenangkan, (3) siswa lebih aktif, kreatif, percaya diri, dan mau bekerjasama, (4) belajar menjadi menyenangkan, (5) meningkatkan prestasi belajar. Sedangkan kelemahan model Quantum Teaching, yaitu: (1) memerlukan persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan yang mendukung, (2) memerlukan fasilitas yang memadai, (3) banyak memakan
waktu
keterampilan
guru
dalam secara
hal
persiapan,
khusus.
(4)
Adanya
memerlukan
kelebihan
dan
kekurangan dalam model Quantum Teaching ini diharapkan mampu
memaksimalkan
dan
meningkatkan
hasil
belajar
32 matematika tentang geometri pada siswa kelas IV SD Negeri 7 Kutosari.
b. Tinjauan Media Pembelajaran 1) Pengertian Media Arsyad (2014: 2) menyatakan, “Media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.” Media berarti “alat bantu”, sehingga pengertian media pembelajaran adalah seperangkat alat bantu yang berfungsi untuk mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Wahyudi, 2014: 19). Sukiman (2012: 29) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta kemauan peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat mengefektifkan penyaluran pesan dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa) yang bertujuan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat serta kemauan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. 2) Jenis-jenis Media Padmono (2011: 17-18) menyatakan bahwa ada beberapa jenis media pengajaran yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar: a) Media grafis : gambar/foto, grafik, diagram, dsb. b) Media tiga dimensi : realita, model, spesiment
33 c) Media proyeksi: (1) Diam : OHT, slide, film strip (2) Gerak : film gelang d) Media audio : radio, rekaman, piringan hitam e) Media audiovisual : video, film, slide suara f) Penggunaan lingkungan sebagai media Briggs (Sukiman, 2012: 45-46) mengklasifikasikan media menjadi beberapa jenis berdasarkan kesesuaian rangsangan yang ditimbulkan media dengan karakteristik siswa. Ketiga belas jenis media tersebut adalah: objek/benda nyata, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, fil bingkai, film (16 mm), film rangkai, televisi, dan gambar (grafis). Wahyudi (2014: 20) secara garis besar mengelompokan jenis media menjadi 4, yaitu (1) media audio (radio, piringan hitam, tape cassete), (2) media visual (media proyeksi: slide, film strip, overhead projector, media non proyeksi: wallsheets, model, objek), (3) media audio visual (TV, radio vision, film bersuara, sound slide), (4) media grafis (bagan, grafik, poster, karikatur, gambar, komik, gambar seri). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media pembelajaran yang dapat digunakan yaitu: (a) audio, (b) grafis/visual, (c) audio-visual, (d) cetak, (e) proyeksi (visual diam, visual diam dengan audio, visual gerak, visual gerak dengan audio), (f) media tiga dimensi (benda nyata, model tiruan), (g) lingkungan, (h) papan tulis. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media model. Berdasarkan jenis dan klasifikasi media di atas, media model termasuk media tiga dimensi berbentuk benda tiruan yang tidak diproyeksikan.
34 3) Media Model a) Pengertian Media Model Media model merupakan media yang termasuk dalam kelompok media tiga dimensi. “Media tiga dimensi adalah media yang tampilannya dapat diamati dari arah pandang mana saja dan mempunyai dimensi panjang, lebar, tinggi/tebal” (Asyhar, 2011: 47). Asyhar (2011: 56) menjelaskan bahwa media model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Padmono (2011: 40) berpendapat bahwa model adalah media yang mewakili benda sebenarnya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media model adalah benda tiruan dalam bentuk tiga dimensi yang dibuat
menyerupai
benda
aslinya
yang
bertujuan
untuk
mempermudah proses pembelajaran. Media model menjadi alat bantu yang tepat untuk memberikan pengalaman nyata karena dapat dilihat dan diraba oleh siswa, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan hasil belajar menjadi lebih baik. b) Langkah-langkah Penggunaan Media Model Sadiman, Rahardjo, Haryono dan Rahardjito (Pangestika, 2015: 38) ada tiga langkah utama dalam penggunaan media model, yaitu: (1) persiapan sebelum menggunakan media, pada langkah ini guru mempelajari buku petunjuk atau bahan ajar yang sesuai terlebih dahulu, kemudian guru mempersiapkan media yang akan digunakan dan mengatur penempatan media agar seluruh siswa memperoleh kesempatan untuk menggunakan media, (2) kegiatan selama penggunaan media, pada langkah ini guru memperkenalkan media dalam menjelaskan materi, memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat menggunakan media, (3) kegiatan tindak lanjut,
35 pada langkah ini, guru memastikan tujuan pembelajaran sudah tercapai dengan melakukan evaluasi. Pangestika
(2015: 38) menjelaskan langkah-langkah
penggunaan media model yaitu: (1) memperkenalkan media model, (2) membentuk kelompok yang beragam, (3) memberikan kesempatan siswa untuk memanipulasi media model dalam diskusi kelompok, (4) membahasan hasil diskusi, (5) memberikan penghargaan dan evaluasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
penggunaan
media
model
adalah
(1)
mempersiapkan media yang akan digunakan dan mengatur penempatan media, (2) memperkenalkan media model geometri pada penjelasan materi, (3) membentuk kelompok yang beragam, (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanipulasi media model dalam diskusi kelompok, (5) pembahasan hasil diskusi, (6) memberikan penghargaan dan evaluasi. c) Kelebihan dan Kelemahan Media Model Asyhar
(2011:
56),
mengemukakan
kelebihan
dan
kelemahan media tiga dimensi (model). Kelebihan media model yaitu (1) dapat dibawa ke ruang kelas, (2) mampu menunjukkan bagian-bagian penting suatu objek atau proses seperti media realita. Sedangkan kelemahan media model yaitu (1) tidak semua orang mampu mengembangkan model, (2) media model tidak mampu memberikan pengalaman langsung, (3) sering tidak mampu menjangkau aspek psikologi peserta didik. Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) juga mengemukakan kelebihan dan kelemahan dari media visual tiga dimensi (model). Kelebihan media model yaitu (1) memberikan pengalaman secara langsung,
(2)
penyajian
secara
konkrit
dan
menghindari
verbalisme, (3) dapat menunjukkan objek secara utuh baik kontruksi maupun cara kerjanya, (4) dapat memperlihatkan struktur
36 organisasi secara jelas, (5) dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas. Sedangkan kelemahan media model yaitu (1) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah, (2) penyimpanannya memerlukan ruang yang besar dan perawatan yang rumit, (3) untuk membuat alat peraga ini membutuhkan biaya yang besar, (4) anak tuna netra sulit untuk membandingkannya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media tiga dimensi (model) memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan media model, yaitu: (1) memberi pengalaman secara langsung, (2) penyajian secara konkrit, sehingga siswa dapat memahami tentang sifat, bentuk serta pergerakan sesuatu benda itu dengan lebih baik, (3) menimbulkan ketertarikan siswa untuk berpikir dan menyelidikinya, (4) dapat menunjukkan alur suatu proses secara jelas, sehingga pembelajaran akan berjalan dengan lebih sempurna, (5) memberi lebih banyak peluang kepada murid berinteraksi di antara satu sama lain. Sedangkan kelemahan media model yaitu: (1) biaya pembuatannya mahal dan membutuhkan banyak waktu, (2) membutuhkan keterampilan dalam pembuatannya, (3) siswa tidak akan memahami jika bentuk media tiga dimensi (model) tidak sama dengan benda nyatanya, (4) terbentur alat untuk membuat media model, (5) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah, (6) memerlukan ruang penyimpanan yang besar dan perawatan yang rumit. Adanya kelebihan dan kelemahan dalam media model ini, diharapkan mampu memaksimalkan dan meningkatkan hasil belajar Matematika tentang Geometri pada siswa kelas IV SD Negeri 7 Kutosari.
c. Penggunaan Model Quantum Teaching dengan Media Model Penggunaan model Quantum Teaching dengan media model adalah program untuk mengajarkan geometri di kelas IV dengan cara belajar
37 berkelompok secara heterogen dan didukung dengan media model. Model Quantum Teaching dengan media model yang dapat dilaksanakan dengan enam langkah-langkah sebagai berikut. 1) Tanamkan yaitu penyampaian materi tentang geometri dengan media model, guru menyampaikan materi dan menyiapkan media serta penempatan media agar terlihat oleh semua siswa. 2) Alami yaitu dengan pengamatan media model, guru mengajak siswa untuk mengamati media model yang disediakan oleh guru 3) Namai yaitu dengan pembentukan kelompok dan diskusi, guru membentuk beberapa siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa, setiap kelompok mengerjakan lembar diskusi. 4) Demonstrasikan
yaitu
mendemonstrasikan
hasil
diskusi,
guru
memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mendemonstrasikan cara menggunakan media model dan menunjukkan hasil diskusinya. 5) Ulangi yaitu dengan pembahasan hasil diskusi dan kesimpulan, guru dan siswa membahas hasil diskusi dengan membuat kesimpulan terkait materi yang telah dipelajari dengan menggunakan kalimat mereka sendiri. 6) Rayakan yaitu dengan evaluasi dan penghargaan, guru membagikan soal evaluasi dan siswa mengerjakan secara individu selanjutnya guru memberikan penghargaan kepada siswa yang mendapatkan nilai tertinggi.
3. Penelitian yang Relevan Penelitian relevan yang peneliti gunakan pada penelitian ini ada empat penelitian yaitu sebagai berikut. Penelitian yang pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2010: 6) berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Quantum untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perkalian pada Siswa Kelas II SDN Kragilan 2 Tahun Pelajaran 2009/2010”. Dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Quantum
38 dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika pada materi perkalian dengan rata-rata peningkatan pada siklus I rata-rata siswa memperoleh nilai 68, siklus II=72,9 dan siklus III=81,8. Dengan bukti peningkatan nilai yang diperoleh tersebut maka terbukti bahwa penggunaan model Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama menggunakan model Quantum Teaching dalam pembelajaran Matematika untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu: (1) pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayat tidak menggunakan media, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan media model, (2) materi pelajaran matematika yang diajarkan oleh Hidayat adalah tentang perkalian, sedangkan materi yang akan diajarkan oleh peneliti adalah tentang geometri, (3) kelas yang diteliti oleh Hidayat yaitu kelas II SDN Kragilan 2, sedangkan kelas yang diteliti oleh peneliti yaitu kelas IV SD Negeri 7 Kutosari. Penelitian yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fajriyah dan Wiyanto (2010: 12) berjudul “Peningkatan Pemahaman Konsep Penjumlahan Pecahan Melalui Penerapan Quantum Teaching di SD Puro Pakualaman II Yogyakarta”. Dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerapan model Quantum Teaching dalam pembelajaran Matematika dapat meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan pecahan dengan rata-rata nilai pada siklus I sebesar 2,1 kemudian pada siklus II meningkat menjadi 3,1 dan pada siklus III menjadi 7,7. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dalam pelajaran matematika sekolah dasar. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti yaitu: (1) penelitian yang dilakukan oleh Fajriyah dan Wiyanto tidak menggunakan media, sedangkan peneliti menggunakan media model, (2) materi pelajaran yang diajarkan oleh Fajriyah dan Wiyanto tentang penjumlahan pecahan, sedangkan oleh peneliti tentang geometri, (3) penelitian oleh Fajriyah dan Wiyanto bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan pecahan,
39 sedangkan penelitian oleh peneliti bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika tentang gometri. Penelitian yang ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kusno dan Purwanto (2011: 1) yang berjudul “Effectiveness of Quantum Learning for Teaching Linear Program at the Muhammadiyah Senior High School of Purwokerto in Central Java, Indonesia”. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Quantum Learning dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang program linier. Dalam penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti. Persamaannya yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran Quantum, sedangkan perbedaannya yaitu: (1) materi yang diajarkan oleh Kusno dan Purwanto merupakan materi program linier, sedangkan materi yang akan diajarkan oleh peneliti merupakan materi geometri, (2) subjek penelitian yang dilakukan oleh
Kusno dan Purwanto merupakan siswa SMA, sedangkan
subjek penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan siswa SD, (3) penelitian yang dilakukan oleh Kusno dan Purwanto bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran matematika tentang program linier, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika tentang geometri. Penelitian yang keempat yaitu penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2013: 55) berjudul “Improvment of Students’ History Lerning Competence through Quantum Learning Model Senior in Karanganyar Regency, Solo, Central Java Province, Indonesia”. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran Quantum dapat meningkatkan pembelajaran IPS. Dalam penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan model Quantum. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Suryani dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti yaitu: (1) materi yang diajarkan oleh Suryani adalah pembelajaran IPS, sedangkan materi yang diteliti oleh peneliti adalah matematika tentang gometri, (2) subjek penelitian yang dilakukan oleh Suryani merupakan siswa SMA, sedangkan subjek yang akan dilakukan oleh peneliti adalah siswa SD, (3)
40 tujuan penelitian yang dilakukan oleh Suryani untuk meningkatkan pembelajaran IPS, sedangkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk meningkatkan hasil belajar matematika tentang geometri.
B. Kerangka Berpikir Pada kegiatan belajar mengajar, kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran sangat penting dan menentukan keberhasilan belajar siswa. Agar tujuan pembelajaran tercapai secara maksimal maka dalam proses pembelajaran seharusnya siswa bukan sebagai objek pembelajaran melainkan siswa sebagai subjek pembelajaran. Kondisi nyata yang terjadi ketika pembelajaran Matematika berlangsung di kelas IV SD Negeri 7 Kutosari terlihat bahwa, saat penyampaian materi, guru lebih dominan di dalam kelas dan menggunakan metode konvensional yaitu ceramah tanpa menggunakan media pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan siswa mudah jenuh, mengantuk, berbicara sendiri dengan temannya, dan tidak memperhatikan materi saat dijelaskan oleh guru. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakan kurang berhasil dan bermakna. Adapun karakteristik siswa kelas IV SD adalah berusia sekitar 9-11 tahun masih berada dalam tahapan perkembangan operasional konkret dan belum mampu berpikir secara abstrak. Pada usia ini anak tersebut juga mempunyai rasa ingin tahu sangat tinggi, dan mereka senang membentuk kelompok-kelompok sebaya. Mengingat anak usia 9-11 tahun memiliki sifat khas membentuk kelompok sebaya, dalam pembelajaran yang didukung dengan pengelompokkan siswa diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran. Pada uraian di atas juga disebutkan bahwa anak usia sekolah dasar tidak membedakan jenis dalam hal bergaul atau bekerjasama, sehingga dalam belajar dapat dimaksimalkan melalui belajar secara berkelompok dengan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga tercipta pembelajaran yang efektif. Pelaksanaan pembelajaran yang konvensional membuat peneliti ingin mengadakan perbaikan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika khususnya pada materi geometri dengan menggunakan model Quantum Teaching dengan media model. Hal tersebut diharapkan siswa dapat aktif, antusias,
41 bekerjasama dengan kelompok dan bersungguh-sungguh dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan pembelajaran matematika khususnya pada materi geometri. Adapun langkah-langkah dalam menggunakan model Quantum Teaching dengan media model yaitu: (1) tanamkan yaitu penyampaian materi dengan media model, (2) alami yaitu dengan pengamatan media model, (3) pembentukan kelompok dan diskusi, (4) demonstrasikan yaitu dengan mendemonstrasikan hasil diskusi kelompok dengan menggunakan media di depan kelas, (5) ulangi yaitu dengan pembahasan diskusi dan kesimpulan, (6) rayakan yaitu dengan melakukan evaluasi dan penghargaan. Pada pembelajaran matematika untuk siklus I, peneliti menerapkan pada materi bangun ruang sederhana seperti: kubus, balok, kerucut dan bola, pada siklus II peneliti menerapkan pada materi jaring-jaring Kubus dan Balok, dan pada siklus III peneliti menerapkan pada materi simetri lipat dan pencerminan. Dengan menggunakan model Quantum Teaching dengan media model ini diharapkan siswa mudah dalam memahami konsep pembelajaran matematika tentang geometri sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Oleh karena itu, peneliti menggunakan model Quantum Teaching dengan media model pada pembelajaran geometri pada siswa Kelas IV SD Negeri 7 Kutosari tahun ajaran 2015/2016 dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut.
42
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru menggunakan model konvensional tanpa menggunakan media pembelajaran, siswa pasif dalam pembelajaran
Guru menerapkan model Quantum Teaching dengan media model sesuai dengan langkahlangkah pada siklus I sampai dengan siklus III
Pembelajaran matematika terutama pada materi geometri kurang bermakna sehingga menyebabkan hasil belajar matematika tentang geometri rendah
Pembelajaran matematika di kelas IV menjadi menyenangkan dan bermakna, siswa aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran
Hasil belajar matematika tentang geometri pada siswa kelas IV meningkat
Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang dapat diambil dari penelitian tindakan kelas ini adalah “Jika penggunaan model Quantum Teaching dengan media model dapat dilaksanakan dengan tepat, maka dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang geometri pada siswa kelas IV SD Negeri 7 Kutosari tahun ajaran 2015/2016”.