BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar Ekonomi a. Pengertian Belajar Sugiyono dan Hariyanto (2011: 9) menjelaskan belajar sebagai sebuah
aktivitas
untuk
memperoleh
pengetahuan,
meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengukuhkan kepribadian. Pengertian tersebut senada dengan pendapat Cronbach, Morgan dan Reber yang dikutip oleh Browne dan Keeley (2012: 2-3) bahwa: “learning is the process of aqquiring knowledge. Learning is shown by a any relatively permanent change in behavior as a result of experience.” Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi dan pengolahan informasi, artinya proses belajar berada di dalam internal siswa terutama otak yang mencakup ingatan dan pemrosesan informasi sebagai sebuah pengetahuan. Berdasarkan pengertian ini dapat diketahui bahwa belajar merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dan rumit (Asri dikutip oleh Irham & Wiyani, 2013: 117). Syah (2008: 71) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar selalu terdapat dukungan dari ranah fungsi psikomotorik yang meliputi mendengar, melihat dan mengucapkan, sehingga proses belajar akan sangat dipengaruhi oleh keberfungsian alat-alat indera sebagai pintu gerbang masuk utama segala informasi yang ada di lingkungan menuju otak untuk diolah, diinterpretasi, dan disimpan untuk kemudian dimunculkan kembali pada saat dibutuhkan dalam proses pemecahan masalah. Belajar ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengentahuan, pemahaman, tingkah laku, sikap, keterampilan, kecakapan
12
13 dan kemampuan, daya reaksi, daya penerimaan dan aspek lain yang ada pada individu (Sudjana, 2005: 28). Slameto (2010); Gagne dalam Dahar (2011); Suryabrata (2011); Irham dan Wiyani (2013); dan Suprijono (2013) mengatakan bahwa definisi belajar mencakup beberapa hal, yaitu: 1) proses yang dilakukan individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru; 2) diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang relatif permanen dan menetap; 3) perubahan disebabkan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajarnya bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah; 4) melibatkan proses kognitif; dan 5) sebagai sebuah proses, belajar membutuhkan waktu. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dikemukakan bahwa belajar merupakan proses internalisasi pengetahuan, penyimpanan informasi yang didukung faktor-faktor psikomotor dan sistem indera yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sumber belajar.
b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Belajar Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan oleh beberapa faktor yang memengaruhi pencapaian hasil belajar (Dalyono, 2005: 55). Menurut Syah (2003: 132-139), secara umum faktor yang memengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Faktor internal a) Aspek fisiologis, baik
yang bersifat bawaan maupun
yang
diperolehnya melalui suatu proses tertentu, misalnya penglihatan, struktur tubuh, pendengaran dan lain sebagainya. b) Aspek psikologis (1) Intelegensi dan bakat siswa Intelegensi
adalah
suatu
tingkat
kemampuan
dan
kecepatan otak mengolah suatu bentuk tugas atau keterampilan
14 tertentu, sedangkan bakat (aptitude) adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Dalyono (2005: 56) mengatakan bahwa kedua aspek kejiwaan tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. (2) Minat dan motivasi siswa Dalyono (2005: 56-57) mengatakan bahwa sebagaimana halnya dengan intelegensi dan bakat, minat dan motivasi adalah dua aspek psikis yang besar pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar. Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Minat yang besar terhadap sesuatu
merupakan
modal
yang
besar
artinya
untuk
mencapai/memperoleh tujuan yang diminati tersebut. Motivasi berbeda dengan minat. Motivasi merupakan daya penggerak atau pendorong untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam (intrinsik) dan dari luar (ekstrinsik) diri seseorang. Motivasi intrinsik yaitu dorongan yang datang dari hati sanubari, umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu atau kesesuaian dengan bidang yang dipelajari, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang datang dari luar diri (lingkungan), misalnya dari orang tua, guru, teman-teman dan masyarakat. (Dalyono, 2005: 56). (3) Sikap dan cara belajar siswa Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap, baik secara positif maupun negatif. Dalyono (2005: 58) mengatakan bahwa belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis dan kesehatan akam memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
15 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal siswa terdiri dari dua faktor lingkungan, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Secara lebih terperinci, Dalyono (2005: 59-60)
membagi faktor
eksternal
yang
dapat
memengaruhi hasil belajar siswa sebagai berikut: a) Keluarga, yaitu ayah, ibu dan anak-anak serta famili yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi-rendahnya tingkat pendidikan orang tua, tingkat penghasilan, tingkat kecukuan perhatian yang diberikan
kepada
anak,
tingkat
kerukunan
keluarga,
tingkat
ketenangan dan kondusivitas kondisi dan situasi rumah juga memengaruhi pencapaian hasil belajar anak. b) Sekolah. Keadaan sekolah tempat belajar berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, keksesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas di sekolah jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib dan sebagainya memengaruhi keberhasilan belajar anak. c) Masyarakat. Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan dan bermoral baik maka hal ini dapat mendorong anak lebih giat belajar, namun sebaliknya, apabila tinggal di lingkungan yang dapat dikatakan tidak menunjang, maka hal tersebut dapat mengurangi semangat belajar. d) Lingkungan Sekitar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim dan sebagainya yang tidak kondusif akan mengganggu proses belajar seseorang, sebaliknya keadaan lingkungan yang nyaman dapat menunjang proses belajar.
3) Faktor pendekatan belajar Faktor pendekatan belajar merupakan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang kefektivan dan efisiensi proses
16 pembelajaran. Faktor ini dapat memengaruhi taraf keberhasilan pembelajaran siswa.
c. Definisi Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Senada dengan hal tersebut, Djaali dan Muljono (2008) dan Lindgren dalam Suprijono (2013: 6) mengungkapkan bahwa hasil merupa kan perubahan akibat belajar yang terjadi pada individu yang meliputi kemampuan kognitif (pengetahuan, informasi), sensorik-motorik (kecakapan) dan dinamik-afektif (sikap). Hasil belajar merupakan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono, 2013: 6). Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang diperlihatkan setelah peserta didik menempuh pengalaman belajarnya melalui proses pembelajaran. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan tingkah laku meliputi perubahan yang terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan atau terarah, mencakup seluruh aspek tingkah laku, perubahan tingkah laku berdasarkan perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil belajar. Berdasarkan pengertian hasil belajar menurut beberapa ahli di atas, dapat dikemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan yang dihasilkan setelah menempuh pengalaman belajar melalui proses belajar mengajar. Hasil belajar juga dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah afektif (sikap), psikomotor (proses) dan kognitif (produk). Ketiga ranah hasil belajar tidak dapat dipisahkan karena merupakan unsur penyusun sains. Pernyataan tersebut mendasari bahwa pengambilan penilaian hasil belajar tidak boleh hanya diambil satu ranah saja seperti hanya kognitif, melainkan diambil tiga ranah secara menyeluruh baik kognitif, afektif maupun psikomotor.
17 d. Dimensi Hasil Belajar Anderson dan Krathwohl, et al., dikutip oleh Khasanah (2014: 3940) menjabarkan dimensi hasil belajar menjadi empat kategori dimensi pengetahuan
dan
diklasifikasikan
enam
dalam
kategori taksonomi
dimensi
proses
pendidikan.
kognitif
Kategori
yang
dimensi
pengetahuan menurut Anderson dan Krathwohl, et al., dikutip oleh Khasanah (2014: 39-40) meliputi pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan
prosedural
dan
pengetahuan
metakognitif.Pengertian keempat dimensi pengetahuan merupakan suatu rangkaian, jika pengetahuan faktual dan pengetahuan konseptual mewakili pertanyaan “apa” maka pengetahuan prosedural mewakili pertanyaan “bagaimana”(Anderson & Krathwohl, et. al.,dalam Khasanah (2014: 40). Enam kategori dimensi proses kognitif dikenal juga dengan taksonomi Bloom yang meliputi mengingat (remember), memahami (understand),
mengaplikasikan
(apply),
menganalisis
(analyze),
mengevaluasi (evaluate) dan mencipta (create). Taksonomi Bloom dilakukan untuk menempatkan hierarki dari proses berpikir yang paling mudah ke proses penciptaan yang lebih rumit dan sulit (Yulaelawati, 2004).
e. Hakikat Mata Pelajaran Ekonomi Setiap bidang studi memiliki tujuan masing-masing yang sangat ditentukan oleh karakteristik dari masing-masing bidang studi tersebut. Salah satu bidang studi yang diajarkan di tingkat sekolah menengah adalah ekonomi, baik Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang terintegrasi dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu maupun di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi, dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi, dan/atau distribusi. Fungsi pembelajaran ekonomi di sekolah menengah adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk
18 melakukan kegiatan ekonomi dengan cara mengenal berbagai kenyataan dan peristiwa yang ada di masyarakat serta memahami konsep dan teori serta berlatih memecahkan berbagai permasalahan ekonomi yang ada di masyarakat. Tujuan dari pembelajaran ekonomi adalah memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa diharapkan mampu mengidentifikasi permasalahan ekonomi, serta alternatif untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi (Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), 2003). Luasnya ilmu ekonomi dan terbatasnya waktu yang tersedia membuat standar kompetensi dan kompetensi dasar pada pembelajaran ekonomi, khususnya di tingkat SMA, dibatasi dan difokuskan kepada fenomena empirik ekonomi yang ada di sekitar peserta didik, sehingga peserta didik dapat merekam peristiwa ekonomi yang terjadi di sekitar lingkungannya dan mengambil manfaat untuk kehidupannya yang lebih baik. Bidang studi ekonomi, menurut Depdiknas (2003), memiliki beberapa karakteristik yaituberangkat dari fakta atau gejala ekonomi yang nyata;mengembangkan teori-teori untuk menjelaskan fakta secara rasional; umumnya, analisis yang digunakan adalah metode pemecahan masalah (problem solving); dan inti dari ilmu ekonomi adalah memilih alternatif yang terbaik untuk memecahkan permasalahan yang tersaji atau dijumpai. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa mata pelajaran ekonomi adalah mata pelajaran yang menkaji tentang perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan yang bermacam-macam yang bertujuan untuk melatih peserta didik memecahkan berbagai masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat.
f. Hasil Belajar Ekonomi Susanto mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Suprijono juga mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola
19 perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan (Kariani, Putra & Ardana, 2014). Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa hasil belajar ekomoni adalah perubahan-perubahan serta kemampuan yang diperoleh seseorang setelah mengalami proses belajar khususnya proses belajar ekonomi. Siswa yang dikatakan memperoleh hasil belajar ekonomi adalah siswa yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran ekonomi yang telah ditetapkan guru. Hasil belajar ekonomi siswa dapat diketahui melalui evaluasi yang dilakukan guru.
g. Penilaian Hasil Belajar 1) Pengertian Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan data tentang capaian pembelajaran siswa dalam aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar. Penilaian
hasil
belajar
oleh
satuan
pendidikan
adalah
proses
pengumpulan data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek pengetahuan dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis dalam bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 53 Tahun 2015 Pasal 1 ayat (1) dan (2)). Berdasarkan ruang lingkup penelitian yang dilakukan, maka penilaian asil belajar yang digunakan adalah penilaian hasil belajar oleh pendidik. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian tersebut dilaksanakan untuk memenuhi fungsi formatif (memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta didik pada setiap kegiatan penilaian selama proses pembelajaran) dan sumatif (menentukan keberhasilan
20 belajar peserta didik pada suatu masa pendidikan). Penilaian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, menetapkan ketuntasan penguasaan kompetens, menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi dan memperbaiki proses pembelajaran (Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 Pasal 3).
2) Lingkup Penilaian Hasil Belajar Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik mencakup aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan (Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 Pasal 5 Ayat(1)). Pada setiap aspek yang dinilai terdapat kriteria ketuntasan belajar yang harus dicapai. Ketuntasan Belajar terdiri atas ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar. Ketuntasan penguasaan substansi yaitu ketuntasan belajar Kompetensi Dasar (KD) yang merupakan tingkat penguasaan peserta didik atas KD tertentu pada tingkat penguasaan minimal atau di atasnya, sedangkan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar terdiri atas ketuntasan dalam setiap semester, setiap tahun ajaran, dan tingkat satuan pendidikan. Berdasarkan ruang lingkup penelitian yang dilakukan, maka ketuntasan belajar yang diukur adalah ketuntasan penguasaan substansi. Ketuntasan belajar siswa dinyatakan dalam nilai ketuntasan. Nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan dalam bentuk predikat, yakni Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K). Ketuntasan belajar untuk sikap ditetapkan dengan predikat Baik (B). Nilai ketuntasan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dituangkan dalam bentuk angka dan huruf, yaknidalam skala 1-100.Ketuntasan Belajar untuk pengetahuan ditetapkan dengan skor rerata 66,75(B-) untuk keterampilan ditetapkan dengan capaian optimum 66,75 (B-).
21 3) Instrumen Penilaian Hasil Belajar Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik menggunakan berbagai instrumen penilaian berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik (Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 Pasal 7). Instrumen yang digunakan disesuaikan dengan aspek yang akan dinilai oleh guru. a) Penilaian Kompetensi Sikap Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta didik, antara lain melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, dan penilaian jurnal. Instrumen yang digunakan antara lain daftar cek atau skala penilaian (ratingscale) yang disertai rubrik, yang hasil akhirnya dihitung berdasarkan modus. b) Penilaian Kompetensi Pengetahuan Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai pengetahuan peserta didik, antara lain melalui tes tertulis, observasi terhadap diskusi, tanya jawab dan percakapan, serta penugasan. Soal tes tertulis yang menjadi penilaian autentik adalah soalsoal yang menghendaki peserta didik merumuskan jawabannya sendiri, seperti soal-soal uraian. Soal-soal uraian menghendaki peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri, misalnya mengemukakan
pendapat,
berpikir
logis,
dan
menyimpulkan.
Kelemahan tes tertulis bentuk uraian antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas dan membutuhkan waktu lebih banyak dalam mengoreksi jawaban. Penilaian terhadap pengetahuan peserta didik dapat dilakukan melalui observasi terhadap diskusi, tanya jawab, dan percakapan. Teknik ini adalah cerminan dari penilaian autentik.
22 Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas. c) Penilaian Kompetensi Keterampilan Kompetensi keterampilan terdiri atas keterampilan abstrak dan keterampilan kongkret. penilaian kompetensi keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan unjuk kerja/kinerja/praktik, projek, penilaian produk dan portofolio
2. Keefektifan Pembelajaran a. Definisi Kefektifan Kefektifan dapat dimaknai melalui kata dasar yang membangun istilah tersebut yakni efektif. Efektif merupakan akibat, pengaruh, atau kesan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Kefektifan dalam pengertian secara umum adalah kemampuan berdaya guna dalam mselaksanakan sesuatu pekerjaan sehingga menghasilkan hasil guna (efisien) yang maksimal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efektif berarti sesuai dan efeknya (akibatnya, pengaruhya dan kesannya) manjur atau mujarab, dapat membawa hasil. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa kefektifan adalah adanya keseuaian antara orang yang melakukan tugas, dengan sasaran yang dituju. Kefektifan juga dapat diartikan sebagai serangkaian tugas-tugas yang dilakukan orang-orang untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu organisasi.
b. Pengertian Pembelajaran Istilah pembelajaran hampir sama dengan istilah teaching dan instruction. Istilah pembelajaran dikaitkan dengan proses dan usaha yang dilakukan oleh guru atau pendidik untuk melakukan proses penyampaian materi kepada siswa melalui proses pengorganisasian materi, siswa dan
23 lingkungan yang umumnya terjadi di dalam kelas. Sugihartono, dkk., dalam Irham dan Wiyani (2012: 130-131) mendefinisikan pembelajaran secara lebih operasional, yakni sebagai suatu upaya yang dilakukan pendidik secara sengaja dengan tujuan menyampaikan ilmu pengetahuan dengan cara mengornasisasikan dan menciptakan suatu sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara lebih optimal. Konsep pengertian pembelajaran tersebut menitikberatkan pada proses pembelajaran sebagai sebuah aktivitas yang direncanakan, dilakukan dan dievaluasi oleh guru. Pembelajaran menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011: 183) merupakan sebuah kegiatan guru mengajar atau membimbing siswa menuju proses pendewasaan diri. Pengertian tersebut menekankan pada proses mendewasakan, artinya mengajar dalam bentuk penyampaian materi tidak serta merta menyampaikan materi, tetapi pada bagaimana menyampaikan dan mengambil nilai-nilai dari materi yang diajarkan agar dapat bermanfaat untuk mendewasakan siswa. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses dan usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk melakukan proses penyampaian materi kepada siswa melalui proses pengorganisasian materi, siswa dan lingkungan yang umumnya terjadi di dalam kelas yang didasarkan pada tujuan-tujuan tertentu. Menurut Joyce dan Well dalam Airasian, Cruikshank, Mayer, Pintrich, Raths dan Wittrock (2010: 12), jenis-jenis tujuan pembelajaran yang berbeda membutuhkan strategi dan pendekatan-pendekatan yang berbeda pula, yakni aktivitas belajar yang berbeda, materi pelajaran yang berbeda dan peran guru dan siswa yang berbeda pula.Salah satu tujuan pendidikan yang dapat dikembangkan, yaitu mencetak peserta didik yang cakap, masih terkendala oleh pola pembelajaran dan sistem evaluasi yang hanya menekankan pada kognitif sementara penguasaan keilmuan secara riil di lapangan kurang mendapat perhatian (Mulyasana, 2012: 9).
24 h. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum 2013 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 Ayat (19) menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai rencana pendidikan yang penting untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam undang-undang yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya baik Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan pendidikann (KTSP) tahun 2006. Melalui Kurikulum 2013 ini pemerintah berupaya untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan generasi muda dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum 2013 memadukan 3 konsep yang menyeimbangkan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Melalui konsep inilah terjadi keseimbangan antara softskill dan hardskill (Permendikbud Nomor 18A Tahun 2013). Kurikulum
2013
menekankan
pengembangan
kompetensi
pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik secara holistik (seimbang). Berikut ini merupakan karakteristik khusus yang terdapat dalam pembelajaran berbasis kurikulum 2013: 1) Pembelajaran Berpusat pada Siswa (Student Centered Learning) Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada
peserta
didik
untuk
mengembangkan
perbedaan
dalam
kemampuan dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan kemampuan individual peserta didik, kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memiliki tingkat penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan). Oleh karena itu, beragam program dan pengalaman belajar disediakan sesuai dengan minat dan kemampuan awal peserta didik. Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip
25 bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar, sehingga kegiatan pembelajaran didesain untuk berpusat pada siswa (student centered learning).
2) Pendekatan Pembelajaran Saintifik (Scientific Learning Aprroach) Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik (Scientific Approach) yang dipadankan dengan suatu proses ilmiah atau pendekatan ilmiah yang dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik. Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam pembelajaran, sehingga guru sebisa mungkin menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi selain itu mengajak peserta didik untuk berperilaku
ilmiah
sesuai
dengan
pembelajaran
saintifik
yaitu
mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. a) Mengamati Permendikbud Nomor 81A tentang implementasi kurikulum bagian pedoman umum pembelajaran mengatakan bahwa dalam kegiatan mengamati guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda. Proses pengamatan ini dapat dilakukan melalui kegiatan observasi lingkungan, menonton video, mengamati gambar, membaca tabel dan grafik, menyimak cerita dan berselancar mencari informasi yang ada di media massa atau jejaring internet.
26 b) Menanya Kegiatan
menanya
dalam
pembelajaran,
berdasarkan
permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, adalah kegiatan yang dilakukan setelah mengamati, yaitu guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Pertanyaan yang diajukan bersifat faktual sampai pada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. c) Mengumpulkan Informasi/Mencoba/Mengeksperimen Tindak
lanjut
dari
bertanya
adalah
menggali
dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Melalui kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. d) Menalar/Mengasosiasi/Mengolah Informasi Kegiatan
“mengasosiasikan/mengolah
informasi/menalar”
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 adalah memproses informasi yang
sudah
dikumpulkan
baik
terbatas
dari
hasil
kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
kegiatan
kegiatan
mengumpulkan
informasi.
Kegiatan
mengasosiasi ini dapat berupa membuat ketegori, menentukan
27 hubungan antar data/kategori dan menyimpulkan dari hasil analisis data. Aktivitas mengasosiasi ini bisa juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berpikir logis dan sistematis atas faktakata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiasi yaitu kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori. e) Mengomunikasikan/Membuat Jaringan Mengomunikasikan hasil adalah menuliskan atau menceritakan apa
yang
ditemukan
dalam
kegiatan
mencari
informasi,
mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan di nilai oleh guru sebaagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif dan efektif
Secara lebih jelas, langkah pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik dapat dilihat dalam Tabel 2.1. berikut: Tabel 2.1. Tabel Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Saintifik Langkahpembe AktivitasPembelajaran lajaran Mengamati Melihat, mengamati, membaca, mendengar, (Observasing) menyimak (tanpadandenganalat)
28 Menanya (Questioning)
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) Mengumpulkani - Melakukaneksperimen nformasi/eksperi - Membacasumber lain selainbukuteks men - Mengamatiobjek/kejadian/aktivitas - Wawancaradengannarasumber Mengasosiasikan/Mengolahin formasi (Associating)
Mengomunikasikan(Communicating)
- Mengolahinformasi yang sudahdikumpulkanbaikterbatasdarihasilkegiatan mengumpulkan/eksperimenmaupunhasildarikeg iatanmengamatidankegaitanmengumpulkaninfo rmasi - Pengolahaninformasi yang dikumpulkandari yang bersifatmenambahkeluasandankedalamansampa ikepadapengolahaninformasi yang bersifatmencarisolusidariberbagaisumber yang memilikipendapat yang berbedasampaikepada yang bertentangan. Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
(Sumber : Pemendikbud Nono 81A Tahun 2013 tentang Impelmentasi Kurikulum Bagian Pedoman Umum Pembelajaran) 3) Penilaian Otentik (Authentic Assessment) Penilaian merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Penilaian merupakan kegiatan mengumpulkan informasi sebagai bukti untuk dijadikan dasar menetapkan terjadinya perubahan dan derajat perubahan yang telah dicapai sebagai hasil belajar siswa. Penilaian otentik merupakan penilaian kinerja (performansi) yang meminta pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya. Asesmen otentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan siswa yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat
29 kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon siswa atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada. Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikemukakan bahwa penilaian otentik adalah suatu penilaian secara nyata yang berupa penilaian kinerja atau perfomansi siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi yang dimilikinya dan diukur langsung dari segi sikap, keterampilan dan pengetahuan.
c. Kefektifan Pembelajaran Pembelajaran efektif menurut Miarso (Hamzah dan Nurdin 2012: 173) adalah pembelajaran yang dapat memberikan hasil belajar yang bermanfaat dan terfokus pada peserta didik (student centered) melalui penggunaan prosedur yang tepat. Dick dan Reiser dalam Mansur (2015: 5-6) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang membuat peserta didik senang. Menurut Reigeluth (Hamzah dan Nurdin, 2012: 173) bahwa pembelajaran dianggap efektif apabila skor yang dicapai peserta didik memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan. Pencapaian skor ini dianggap pembelajaran efektif. Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran efektif di atas, maka dapat dikemukakan bahwa pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
d. Kriteria Kefektifan Pembelajaran
30 Wotruba dan Wright dalam Hamzah dan Nurdin (2012: 174), mengemukakan bahwa ada tujuh indikator pembelajaran yang efektif. Tujuh indikator pembelajaran yang efektif tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pengorganisasian materi yang baik. Pengorganisasian adalah bagaimana cara mengurutkan materi yang akan disampaikan secara logis dan teratur, sehingga dapat terlihat kaitan yang jelas antara topik satu dengan topik lainnya selama pertemuan berlangsung. Pengorganisasian materi terdiri dari: a) perincian materi; b) urutan materi dari yang mudah ke yang sukar; c) kaitannya dengan tujuan. 2) Komunikasi yang efektif. Kecakapan dalam penyajian materi termasuk pemakaian media dan alat bantu atau teknik lain untuk menarik perhatian peserta didik, merupakan
salah
satu
karakteristik
pembelajaran
yang
baik.
Komunikasi yang efektif dalam pembelajaran mencakup penyajian yang jelas, kelancaran berbicara, interpretasi gagasan abstrak dengan contoh-contoh, kemampuan wicara yang baik (nada, intonasi, ekspresi), dan kemampuan untuk mendengar. 3) Penguasaan dan antusiasme terhadap materi pelajaran. Seorang peserta didik dituntut untuk menguasai materi pelajaran dengan benar, jika materi telah dikuasainya maka materi dapat diorganisasikan secara sistematis dan logis. Seorang pendidik harus mampu menghubungkan materi yang diajarkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki para peserta didiknya, mampu mengaitkan materi dengan perkembangan
yang sedang terjadi
sehingga kegiatan
pembelajaran menjadi hidup. 4) Sikap positif terhadap peserta didik. Sager mengemukakan sikap positif terhadap peserta didik, meliputi a) menerima respon peserta didik, baik yang benar maupun yang salah sebagai usaha untuk belajar; b) memberi ganjaran atau penguatan terhadap respon yang tepat; c) memberi tugas yang
31 memberikan peluang memperoleh keberhasilan; d) menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta didik, sehingga sejak awal mereka sudah memahaminya; e) mendeteksi apa yang telah diketahui peserta didik, sehingga peserta didik tidak merasa bosan; f) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat terlibat secara aktif; g) mengendalikan perilaku peserta didik selama kegiatan pembelajaran. 5) Pemberian nilai yang adil. Keadilan dalam pemberian nilai tercermin pada: a) kesesuaian soal tes dengan materi yang diajarkan; b) sikap konsisten terhadap pencapaian tujuan pembelajaran; c) usaha yang dilakukan peserta didik untuk mencapai tujuan; d) kejujuran peserta didik dalam memperoleh nilai; dan e) pemberian umpan balik terhadap hasil pekerjaan peserta didik. 6) Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran. Pendekatan yang luwes dalam pembelajaran dapat tercermin dengan adanya kesempatan waktu yang berbeda diberikan kepada peserta didik yang memang mempunyai kemampuan yang berbeda. Kepada peserta didik yang mempunyai kemampuan yang rendah diberikan kesempatan untuk memperoleh tambahan waktu dalam kegiatan remedial. Sebaliknya, kepada peserta didik yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata diberikan kegiatan pengayaan. Dengan demikian, peserta didik memperoleh pelayanan yang sesuai dengan kemampuan mereka. 7) Hasil belajar peserta didik yang baik. Evaluasi adalah satu-satunya cara untuk menentukan ketepatan dan keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa indikator pembelajaran efektif dapat diketahui dari hasil belajar peserta didik yang baik. Petunjuk keberhasilan belajar peserta didik dapat dilihat bahwa peserta didik tersebut menguasai materi pelajaran yang diberikan. Namun karena kemampuan peserta didik bervariasi menyebabkan tidak semua peserta didik dapat menguasai materi secara
32 tuntas. Untuk menciptakan pembelajaran efektif, maka seorang pendidik harus memahami dan mampu menerapkan azas-azas didaktik (ilmu mendidik) dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Azas didaktik yang dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh Sukarman (2003:11) meliputi azas apersepsi, azas peragaan, azas motivasi, azas belajar aktif, azas kerjasama, azas penyesuaian dengan individu peserta didik, azas korelasi, dan azas evaluasi yang teratur. Dalam tulisan ini secara kuhusus
diuraikan
azas
apersepsi
dalam
mengelola
kegiatan
pembelajaran yang efektif.
3. Model PembelajaranCreative Problem Solving (CPS) a. Pengertian Model Pembelajaran Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Model-model yang dipilih dan dikembangkan oleh guru hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan mendayagunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. (Anurrahman, 2012: 140-141). Menurut Anurrahman (2012: 146), model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk mmerencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di
33 kelas atau ditempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Brady dikutip oleh Anurrahman (2012: 146) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing
guru
di
dalam
mempersiapkan
dan
melaksanakan
pembelajaran. Brady juga mengungkapkan empat premis tentang model pembelajaran, yaitu: 1) model memberikan arah untuk persiapan dan implementasi kegiatan pembelajaran, karena itu, model pembelajaran lebih bermuatan paktis implementatif daripada bermuatan teori; 2) meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun pemisanan antara satu model dengan model yang lain tidak bersifat deskrit, karena pada dasarnya model-model tersebut memiliki keterkaitan; 3) tidak ada satu pun model pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih penting dan lebih baik dari yang lain. Tidak ada satu pun model pembelajaran yang dapat merealisasikan berbagai jenis dan tingkatan tujuan pembelajaran yang berbeda; dan 4) pengetahuan guru tentang berbagai model pembelajaran memiliki arti penting di dalam mewujudkan efisiensi dan efktivitas pembelajaran. Keunggulan model pembelajaran dapat dihasilkan jika guru mampu mengadaptasikan atau mengkombinasikan beberpa model sehingga menjadi lebih serasi dalam mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik. i. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Problem solving biasanya didefinisikan sebagai memformulasikan jawaban baru yang lebih dari sekedar penerapan sederhana dari aturanaturan yang sudah dipelajari sebelumnya untuk mencapai suatu tujuan. Problem solving adalah apa yang terjadi bila tidak ada solusi yang jelas (Mayer & Wittrock dalam Woolfolk, 2009: 74). Mitchell dan Kowalikmengatakan bahwa creative problem solving berasal dari kata creative, problem, dan solving. Creative artinya banyak ide baru dan unik dalam mengkreasi solusi serta mempunyai nilai dan relevan; problem artinya suatu situasi yang memberikan tantangan, kesempatan, yang saling berkaitan; sementara solving, artinya merencanakan suatu cara untuk menjawab atau menemukan jawaban dari suatu problem. Secara
34 harfiah, creative problem solving dapat diartikan sebagai kemampuan dalam merencanakan suatu cara/ide yang baru dan unik guna menjawab sebuah problem yang sedang dihadapi (Isrok’atun, 2012: 440-441). Woods mendefinisikan pemecahan masalah sebagai “the process of obtaining a satisfactory solution to a novel problem, or at least a problem which the problem solver has not seen before”. Dalam memilih pemecahan masalah, diharapkan mempunyai berbagai strategi yang dapat dipilih yang sesuai dengan jenis permasaiahan yang akan dipecahkan. Sebuah strategi adalah bagian dari langkah yang saling terkait yang dipakai oleh pemecah masalah mencari solusi (Rosalin, 2008). Menurut Newell dalam McFadzean (2000: 62-63), problem solving dikatakan kreatif jika memenuhi satu atau lebih dari kondisi yaitu: 1) produk berpikir memiliki nilai; 2) berpikir secara tidak konvensional, yang berarti dalam bepikir membutuhkan modifikasi atau penolakan terhadap ide-ide; 3) membutuhkan motivasi tinggi dalam brpikir; dan 4) permasalahan yang diajukan bersifat samar atau ambigu sehingga penyelesaian yang dibutuhkan memerlukan formulasi khusus yang dibuat sendiri atau bersifat baru. Langfield-Smith;
Larson
dan
Christensen;
dan
McFadzean
(McFadzean, 1998: 309) menambahkan bahwa sesi problem solving dapat mengembangkan kesempatan untuk bereksplorasi dan belajar. Selain itu, sesi problem solving juga dapat membangun ide baru dan inovatif yang dapat dimodifikasi atau dibangun kembali menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai (Couger; McFadzean; Nagasundaram and Bostrom; dan VanGundy dalam McFadzean, 1998: 309). Model
pembelajaran
CPS
dikembangkan
oleh
pencipta
Brainstorming yaituAlex Osborn dan Dr. Sidney Parnes. Menurut Nurcahyo dalam
Rosalin (2008) model Creative Problem Solving (selanjutnya
disingkat CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti
dengan penguatan
kreativitas. CPS adalah proses kerja dalam memecahkan masalah, yang
35 mengikutsertakan teknik dalam berpikir kritis dan kreatif dengan tujuan untuk mendesain dan membangun hasil baru yang berguna (Isaken dalam Cancer & Mulej, 2013: 67). Melalui praktik dan penerapan proses tersebut secara berkelanjutan, siswa dapat memperkuat teknik-teknik kreatif mereka dan belajar menerapkannya dalam situasi-situasi baru (Huda, 2014: 147; Pepkin, 2004: 1; dan Erfawan, 2014: 14).
j. Langkah-langkah Creative Problem Solving (CPS) Menurut Oech dan Osborn dalam Isrok’atun (2012) dan Huda (2014), terdapat beberapa hal yang merepresentasikan prosedur sistematis dalam model ini, yaitu mengidentifikasi masalah atau tantangan, menciptakan
gagasan,
mengevaluasi
dan
memilih
gagasan,
serta
menerapkan solusi-solusi inovatif. Proses CPS dilakukan melalui enam langkah. Keenam langkah tersebut dapat dilihat dalam gambar 2.1.berikut: Creative Problem Solving Process : Osborn-Parnes
1
2
3
Fact Finding
Idea Finding
Solution Finding
Problem Definition
Picking Out & Pointing Up
Preparation
Gather & Analyze Pertinent Data
Idea Production
Thinking Up Ideas & Possible Leads
Idea Development
Select, Add & Reprocess Ideas
Evaluation
VerifyimgTentative Solutions
Adoption
Deciding & Implementing Final Solution
Gambar 2.1 Creative Problem Solving Process Osborn-Parnes
36 Proses CPS dalam Gambar 2.2. di atas merupakan proses CPS menurut Mitchell dan Kowalik dalam Isrok’atun (2012), Proctor dalam Isrok’atun (2012), serta Osborn dan Parnes dalam Huda (2014: 148). Secara lebih rinci, terdapat enam kriteria yang dijadikan landasan utama dalam CPS yaitu objective finding, fact finding, problem finding, idea finding, solution finding dan acceptance finding. Enam kriteria tersebut sering disingkat OFPISA. Menurut Osborn yang dikuti oleh Huda (2014: 297-230) hampir semua upaya pemecahan masalah selalu melibatkan keenam karakteristik tersebut. CPS juga melibatkan keenam tahap tersebut dalam konteks pembelajaran untuk dapat dilakukan oleh siswa. Guru dalam CPS bertugas mengarahkan upaya pemecahan masalah secara kreatif dengan cara menyediakan materi pelajaran atau topik diskusi yang dapat merangsang siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah. Sintaks proses CPS berdasarkan kriteria OFPISA model Osborn-Parnes dapat dilihat sebagai berikut: 1) Langkah 1 : Objective Finding Siswa
dibagi
ke
dalam
kelompok-kelompok.
Siswa
mendiskusikan situasi permasalahan yang diajukan guru dan membrainstorming sejumlah tujuan atau sasaran yang bisa digunakan untuk kerja kreatif mereka. Sepanjang proses ini, siswa diharapkan bisa membuat suatu konsensus tentang sasaran yang hendak dicapai oleh kelompoknya. 2) Langkah 2 : Fact Finding Siswa mem-brainstorming semua fakta yang mungkin berkaitan dengan sasaran tersebut. Guru mendaftar setiap perspektif yang dihasilkan oleh siswa. Guru memberi waktu kepada siswa untuk berefleksi tentang fakta-fakta apa saja yang menurut mereka paling relevan dangan sasaran dan solusi permasalahan. 3) Langkah 3 : Problem Finding Salah satu aspek terpenting dari kreativitas adalah mendefinisikan kembali perihal permasalahan agar siswa bisa lebih dekat dengan
37 masalah sehingga memungkinkan untuk menemukan solusi yang lebih jelas. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah mem-brainstorming beragam cara yang mungkin dilakukan untuk semakin memperjelas sebuah masalah. 4) Langkah4 : Idea Finding Pada langkah ini, gagasan-gagasan siswa didaftar agar bisa melihat kemungkinan menjadi solusi atas situasi permasalahan. Ini merupakan langkah brainstorming yang sangat penting. Setiap usaha siswa harus diapresiasi sedemikian rupa dengan penulisan setiap gagsan, tidak peduli seberapa relevan gagasan tersebut akan menjadi solusi. Setalah gagasan-gagasan terkumpul, cobalah meluangkan beberapa saat untuk menyortir gagasan yang potensial dan yang tidak potensial sebagai solusi. Tekniknya adalah evaluasi cepat atas gagasan-gagasan tersebut untuk menghasilkan gagasan yang sekiranya bisa menjadi pertimbangan solusi lebih lanjut. 5) Langkah 5 : Solution Finding Pada tahap ini, gagasan-gagasan yang memiliki potensi terbesar dievaluasi
bersama.
Salah
satu
caranya
adalah
dengan
mem-
brainstorming kriteria-kriteria yang dapat menentukan sepertia apa solusi yang terbaik yang seharusnya. Kriteria ini dievaluasi hingga ia menghasilkan penilaian yang final atas gagasan yang pantas menjadi solusi atas situasi permasalahan. 6) Langkah 6 : Acceptance Finding Pada tahap ini, siswa mulai mempertimbangkan isu-isu nyata dengan cara berpikir yang sudah mulai berubah. Siswa diharapkan sudah memiliki cara baru untuk menyelesaikan berbagai masalah secara kreatif. Gagasan-gagasan mereka diharapkan sudah bisa digunakan tidak hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga untuk mencapai kesuksesan. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini digunakan sintaks
langkah-langkah
pembelajaran
dikembangkan oleh Osborn-Parnes.
dengan
model
CPS
yang
38
4. TeknikProbing-Prompting a. Pengertian Teknik Pembelajaran Teknik
pembelajaran
erat
hubungannya
dengan
strategi
pembelajaran. Teknik pembelajaran adalah implementasi dari metode pembelajaran yang secara nyata berlangsung di dalam kelas yang merupakan tempat terjadinya proses pembelajaran. Teknik pembelajaran merupakan sesuatu yang menyangkut pengertian yang lebih sempit. Hubungan antara metode dan teknik dapat diumpamakan sebagai hubungan antara strategi dan taktik. Teknik pembelajaran menerapkan berbagai kiat, atau taktik untuk memenuhi tujuan atau kompetensi yang diinginkan, bersifat lebih taktis dan merupakan penjabaran dari strategi (Suyono &Hariyanto, 2014:20). Colin
Marsh
dalam
Suyonodan
Hariyanto
(2014:
20-21)
membedakan strategi pembelajaran dengan teknik pembelajaran secara sederhana. Strategi pembelajaran adalah suatu cara untuk meningkatkan pembelajaran yang optimal bagi siswa termasuk bagaimana mengelola disiplin kelas dan organisasi pembelajaran, sedangkan teknik pembelajaran adalah upaya untuk menjamin agar seluruh siswa di dalam kelas diberikan berbagai peluang belajar sesuai kebutuhan dan minat mereka.. Perbedaan antara teknik pembelajaran dan istilah lain yang berhubungan dengan pembelajaran dapat dilihat dalamikhtisar sejumlah terminologi yang sering digunakan dalam pembelajaran seperti yang dinyatakan dalam tabel 2.2. berikut: Tabel 2.2. Ikhtisar Terminologi Pembelajaran dan Contohnya No. Terminologi Deskripsi 1 Pendekatan Latar paedagogis Pembelajaran dan psikologis yang dilandasi filosofi pendidikan tertentu yang dipilih agar tujuan
Contoh Pendekatan CBSA, Pendekatan SALINGTEMAS, pendekatan
Keterangan Filosofi yang digunakan adalah konstruktivisme dengan implementasi
39 pembelajaran saintifik. Student-Based dapat tercapai Learning secara optimal 2 Strategi Rangkaian kegiat- TeacherPembelajaran an terkait dengan centered dan pengelolaan siswa, Student-centered lingkungan (Colin Marsh) belajar, sumber belajar, dan penilaian untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3 Metode Langkah-langkah Metode diskusi, Colin Marsh Pembelajaran atau prosedur metode projek, menganggap pembelajaran, metode bahwa metode termasuk penilaian eksperimen. sama dengan dalam rencana strategi pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai 4 Model Model yang dipilih Model pembelaPembelajaran dalam rencana jaran Problempembelajaran Based Learning, untuk mencapai model pembelatujuan pembelajar- jaran Quantum an dan dilaksana- Learning. kan dengan suatu sintaks (langkahlangkah yang sistematis dan urut) tertentu. 5 Teknik Implementasi Teknik deduktif, Merupakan penPembelajaran metode pembela- teknik induktif. jabaran dari jaran yang secara strategi nyata ber-langsung pembelajaran. di dalam kelas, merupakan kiat atau taktik untuk mencapai tujuan pembelajaran Sampai saat ini memang tidak adal istilah yang baku dan dianut seluruh dunia sehingga penerapan istilah itu dalam sejumlah sumber sering dianggap sama atau dipertukarkan. (Sumber: Suyono & Hariyanto, 2014: 22-23)
40 Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa teknik pembelajaran merupakan penjabaran atau implementasi dari metode pembelajaran dalam proses pembelajaran di kelas yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
b. Teknik Pembelajaran Probing-Prompting Menciptakan pembelajaran berbasis masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah hal yang mudah, karena dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna bukan hanya model pembelajaran yang memiliki peran penting. Pemilihan serta penggunaan metode yang tepat juga akan memberikan pengaruh yang besar. Sebagai langkah dalam memudahkan siswa untuk memahami keterkaitan konsep pelajaran dengan masalah sehari-hari yang disajikan dalam pembelajaran, model pembelajaran dapat dikombinasikan dengan teknikProbing-Prompting(Kariani, Putra& Ardana, 2014). Secara bahasa, probing diartikan sebagai penyelidikan dan pemeriksaan, sedangkan prompting berarti mendorong atau menuntun. Marno dan Idris (2008: 145) dan Suherman dalam Kariani, Putra dan Ardana (2014) mengemukakan bahwa probing question adalah pertanyaan yang sifatnya menggali untuk mendapatkan jawaban lebih mendalam dengan maksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat, dan beralasan. Prompting question adalah pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada murid dalam proses berpikirnya (Marno & Idris, 2008: 145). Hasibuan dikutip oleh Kariani, Putra dan Ardana (2014)
mengartikan
prompting
questionsebagai
pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah siswa dalam proses berpikir. Pembelajaran
dengan
menggunakan
teknikProbing-Prompting
berkaitan erat dengan pertanyaan yang diberikan saat proses pembelajaran berlangsung. Mulyana (2001); Suyatno dalam Kariani, Putra dan Ardana (2014); serta Huda dalam Kusuma, Indrawati dan Harijanto (2015) mengemukakan bahwaprobing-prompting adalah pembelajaran dengan cara
41 guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.Suherman dalam Widyastuti, Ganing dan Ardana (2014) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran Probing-Promptingpeserta didik dapat mengoptimalkan aktivitas belajarnya, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi. Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa teknik Probing-Prompting adalah teknik pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan siswa ke pemahaman dan pendalaman konsep. Pada awalnya diajukan beberapa pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami konsep yang dimaksud, bila dirasa sudah paham, maka pertanyaan yang diberikan lebih menekankan pada penyelidikan, mendalami konsep yang dipahami.
c. Langkah-langkahTeknik Probing-Prompting Mutmainah, Ali dan Napitupulu (2013) mengatakan bahwa tahaptahap pembelajaran dengan teknik Probing-Promptingmeliputi tujuh tahap. Tujuh tahap teknik pembelajaranProbing-Promptingtersebut adalah: 1) mengahadapkan siswa pada situasi baru (berupa penyajian masalah); 2) menunggu beberapa saat (1-3 menit) untuk memberikan kesempatan kepada siswa memahami masalah; 3) mengajukan pertanyaan sesuai dengan indikator kepada seluruh siswa; 4) menunggu beberapa saat (1-3 menit) untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawabannnya; 5) meminta salah seorang siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut; 6) berdasarkan respon pertama siswa itu, apabila jawabannya relevan dan benar, maka mintalah tanggapan dari siswa lainnya, namun apabila jawabannya tidak relevan, maka ajukanlah beberapa pertanyaan susulan yang berhubungan dengan respon pertama tersebut. Pertanyaan yang diajukan pada langkah keenam sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar siswa telihat dalam satu kegiatan probing-prompting;
42 7) mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa langkah-langkah pelaksanaan teknik Probing-Promptingmeliputi beberapa tahap yang dimulai dari pengenalan situasi atau masalah baru kepada siswa, memberi pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memikirkan dan menyampaikan jawaban dari pertanyaan tersebut.
d. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan Teknik Probing-Prompting Model pembelajaran CPS dan teknik Probing-Prompting merupakan model dan teknik yang merupakan bagian dari pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan berpikir (Huda, 2014: 145). Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreativitas, sementara pembelajaran dengan menggunakan teknik ProbingPrompting berkaitan erat dengan pertanyaan yang diberikan saat proses pembelajaran berlangsung. Jenis-jenis teknik pembelajaran dapat diintegrasikan dalam berbagai model pembelajaran yang dipilih oleh guru, demikian pula dengan teknik Probing-Prompting. Teknik tersebut dapat diintegrasikan dalam berbagai model pembelajaran, terutama pada model berbasis masalah dan kemampuan berpikir, salah satunya adalah model CPS. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran model pembelajaran CPS dengan teknik Probing-prompting di sekolah yang menerapkan kurikulum 2013, sehingga langkah-langkah
model
pembelajaran
model
pembelajaran
tersebut
dimodifikasi sebagai berikut: Tabel 2.3. Sintaks Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan Teknik Probing-Prompting
43 Kegiatan Pendahuluan ∑ Apersepsi : Mengaitkan materi pembelajaran sekarang dengan pengalaman peserta didik atau pembelajaran sebelumnya ∑ Mengajukan pertanyaan menantang untuk memotivasi ∑ Menyampaikan manfaat materi ∑ Menyampaikan kemampuan yang akan dicapai peserta didik ∑ Menyampaikan rencana kegiatan misalnya, individual, kerja kelompok, dan melakukan observasi Kegiatan Inti Objective Finding ∑ Guru mendemonstrasikan atau menyajikan fenomena baru yang dapat mengundang keingintahuan siswa (menyajikan masalah) ∑ Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok ∑ Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang harus didiskusikan siswa ∑ Guru memberikan waktu kepada siswa untuk mendiskusikan situasi permasalahan yang diajukan Fact Finding ∑ Guru memberikan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya ∑ Guru memberi waktu kepada siswa untuk berefleksi tentang faktafakta apa saja yang menurut mereka paling relevan dangan sasaran dan solusi permasalahan Problem Finding ∑ Guru memberi pertanyaan kepada siswa secara acak mengenai permasalahan utama dan permasalahan pendukung yang terdapat dalam fenomena yang diajukan ∑ Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan permasalahan yang paling tepat Idea Finding ∑ Guru meminta siswa untuk mendaftar gagasan-gagasan agar bisa melihat kemungkinan menjadi solusi atas situasi permasalahan. ∑ Guru mengapresiasi setiap usaha siswa harus sedemikian rupa dengan penulisan setiap gagasan, tidak peduli seberapa relevan gagasan tersebut akan menjadi solusi ∑ Guru mengajukan pertanyaan yang mendorong siswa untuk menyortir gagasan yang potensial dan yang tidak potensial sebagai solusi ∑ Guru melakukan evaluasi cepat atas gagasan-gagasan tersebut untuk menghasilkan gagasan yang sekiranya bisa menjadi pertimbangan solusi lebih lanjut.
44 Solution Finding ∑ Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah ∑ Guru membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji ∑ Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa Acceptance Finding ∑ Guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa ∑ Guru memberikan permasalahan yang baru namun lebih kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh Kegiatan Penutup ∑ Menfasilitasi dan membimbing peserta didik untuk merangkum materi pelajaran ∑ Menfasilitasi dan membimbing peserta didik untuk merefleksi proses dan materi pelajaran ∑ Memberikan tes lisanatautulisan ∑ Mengumpulkan hasil kerja sebagai bahan portofolio ∑ Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan kegiatan berikutnya dan tugas pengayaan Sumber : Huda(2014: 297-230); Kurniasari & Susanah (2012) dan Pedoman PPL UNS 2015, dengan penyesuaian. Karena model CPS dan teknik Probing-Prompting akan diterapkan pada pembelajaran kurikulum 2013, maka perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu pemanfaatan sumber belajar/media dalam pembelajaran, pelaksanaan penilaian otentik, pelibatan peserta didik dalam pembelajaran, serta penggunaan bahasa yang tepat dan benar baik secaralisa€an maupun tulisan.
5. Hasil Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa penelitian dari dalam negeri maupun luar negeri yang relevan dengan penelitian dalam skripsi ini. Beberapa penelitian tersebut disajikan dalam Tabel 2.4. berikut:
Tabel 2.4. Hasil Penelitian yang Relevan N o.
Nama Peneliti
a. Isrok’atun (2012)
Judul Penelitian Creative Problem Solving (CPS) Matematis
Metode dan Variabel Penelitian Metode deskriptif mengenai kemampuan berpikir kritis matematis dan karakteristik berpikir kreatif dalam konteks pemecahan masalah.
Tujuan Penelitian Mendeskripsikan Creative Problem Solving (CPS) matematis dan karakteristik berpikir Creative Problem Solving (CPS) matematis
Hasil Penelitian Kemampuan CPS matematis adalah kemampuan berpikir secara divergen dan konvergen yang melalui tahapan berpikir objective finding dan fact finding dalam rangka memperoleh gambaran yang utuh dari suatu masalah sehingga dapat melakukan proses problem finding mendapat gambaran yang utuh tentang suatu masalah maka akan ditemukan beberapa ide melalui proses berpikir finding. Kesemua tahapan berpikir tersebut sangat diperlukan dalam rangka solution finding dan acceptance finding sehingga didapatkan jawaban permasalahan yang tepat.
b. Totiana, Susanti dan Redjeki (2012)
Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang dilengkapi Media Pembelajaran Laboratorium Virtual terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok Koloid Kelas XI IPA Semester Genap SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012
Metode eksperimental dengan Randomized Subject Posttest Only Control Group Design. Variabel: model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang dilengkapi media pembelajaran laboratorium virtual dan prestasi belajar siswa
Untuk Mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran creative problem solving dilengkapi media pembelajaran laboratorium virtual terhadap prestasi belajar siswa materi pokok koloid.
Penggunaan model pembelajaran CPS dilengkapi media pembelajaran laboratorium virtual efektif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa materi pokok koloid. Terlihat dari hasil uji t pihak kanan diperoleh harga nilai thitung yaitu 2,85 lebih tinggi dari harga ttabel yaitu 1,669 untuk prestasi belajar kognitif dan harga nilai thitung yaitu 2,61 lebih tinggi dari harga ttabel yaitu 1,669 untuk prestasi belajar afektif
c. Mutmainnah, Ali dan Napitupulu (2013)
Penerapan Teknik Pembelajaran Probing– Prompting untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri I Banawa Tengah
Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Untuk meningkatkan hasil belajar fisika pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri I Banawa Tengah.
Teknik pembelajaran probing prompting dapat meningkatkan hasil belajar fisika pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri I Banawa Tengah. Berdasarkan hasil analisis siklus I diperoleh nilai rata–rata untuk tuntas individu sebesar 65,83%, nilai rata-rata untuk ketuntasan
Variabel : teknik pembelajaran probing-prompting dan hasil belajar
belajar klasikalnya 62,50% serta rata-rata daya serap klasikal sebesar 66,75%. Siklus II menunjukkan peningkatan nilai rata-rata untuk tuntas individu sebesar 81,83%, nilai rata-rata untuk ketuntasan belajar klasikalnya 87,50% serta nilai rata-rata untuk daya serap klasikal sebesar 81,83%. d. Kusuma, Indrawati dan Harijanto (2015)
Model Discovery Learning disertai Teknik Probing Prompting dalam Pembelajaran Fisika di MA
Metode True Experimental dengan post-test only control design Variabel: Model discovery learning disertai teknik probingprompting dan hasil belajar
(1) Untuk mengkaji pengaruh model discovery learning disertai teknik probing prompting terhadap hasil belajar fisika siswa MA (2) Untuk mendeskripsikan keterampilan proses siswa selama pembelajaran menggunakan model discovery learning disertai teknik probing prompting.
Model discovery learning disertai teknik probingprompting berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar fisika siswa di MA dan ketrampilan proses siswa selama mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning disertai teknik probing-prompting secara rata-rata termasuk dalam kriteria sangat baik
e. Kariani, Putra dan Ardana (2014),
Model Problem Based Learning menggunakan Metode ProbingPrompting Berpengaruh terhadap Hasil Belajar IPA Siswa
Metode Eksperimen Semu (quasi experiment) dengan Nonequevalent Control Group Design.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model Problem Based Learning menggunakan Variabel: metode ProbingModel Problem Based Prompting dengan yang Learning dibelajarkan melalui menggunakan metode pembelajaran Probing-Prompting; konvensional pembelajaran konvensional; dan hasil belajar siswa.
Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model Problem Based Learning menggunakan metode Probing Prompting dengan yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 21 Pemecutan Tahun Ajaran 2013/2014
f. Widyastuti, Ganing, dan Ardana (2014)
Penerapan Model Pembelajaran Probing Prompting untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Antosari Kecamatan Selemadeg Barat.
Metode Penelitian Tindakan Kelas.
g. Erfawan (2014)
Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Buku Saku pada Hasil Belajar Kimia Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Siswa SMAN 1 Ambarawa
Metode penelitian eksperimen.
Variabel: Model pembelajaran Probing-Prompting dan prestasi belajar siswa.
Variabel: Model Pembelajaran Creative Problem Solving berbantuan Buku Saku dan Hasil Belajar Siswa
Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa kelas IV SD Negeri 2 Antosari Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan, setelah penerapan model pembelajaran Probing Prompting.
Penerapan model pembelajaran Probing Prompting dapat meningkatkan Prestasi belajar IPA siswa kelas IV di SD Negeri 2 Antosari Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan, yang diketahui dari persentase rata-rata prestasi belajar siswa dari nilai observasi awal meningkat sebesar 8% pada siklus I dan meningkat lagi pada siklus II sebesar 9%.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model Creative Problem Solving berbantuan Buku Saku dengan yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional
Nilai rata-rata kelompok eksperimen 80,48 mencapai ketuntasan belajar klasikal dan kelompok kontrol 76,18 belum mencapai ketuntasan belajar klasikal. Berdasarkan hasil uji ketuntasan belajar kedua kelompok mencapai ketuntasan belajar populasi. Pada uji perbedaan dua rata-rata satu pihak diperoleh thitung sebesar 4,125 lebih tinggi dari t sebesar 1,67 menunjukkan
rata-rata kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol h. Dwiningsih (2015)
Eksperimentasi Model Pembelajaran Creative Problem Solving, Think Aloud Pair Problem Solving dan Student Team Achievement Division dengan Pendekatan Saintifik pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Ditinjau dari Kecerdasan Logis Matematis Siswa SMP Negeri Se-Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/2015.
Untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar Variabel: lebih baik antara model Model Pembelajaran pembe-lajaran CPS, TAPPS atau STAD Creative Problem Solving, Think Aloud dengan pendekatan Pair Problem Solving saintifik; (2) manakah dan Student Team siswa yang memiliki Achievement Division prestasi yang lebih baik dengan Pendekatan antara siswa yang memiSaintifik dan prestasi liki kecerdasan logis belajar ditinjau dari matematis tinggi, sedang Kecerdasan Logis atau rendah; (3) pada Matematis siswa masing-masing model pembelajaran, manakah siswa yang mempunyai prestasi belajar lebih baik antara siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis; (4) pada masing-masing tingkat kecerdasan logis matematis manakah yang Metode eksperimen semu
Model pembelajaran CPS menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran TAPPS dan STAD, model pembelajaran TAPPS menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari pada model pembelajaran STAD; prestasi belajar siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi lebih baik daripada siswa dengan kecer dasan logis matematis sedang dan rendah, sedangkan prestasi belajar siswa dengan kecerdas an logis matematis sedang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah; pada model pembelajaran CPS dan STAD siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
memberikan prestasi belajar lebih baik pada model pembelajaran CPS dengan pendekatan saintifik, TAPPS dengan pendekatan saintifik atau STAD dengan pendekatan saintifik
daripada siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang kecerdasan logis matematis rendah, pada model pembelajaran TAPPS siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar yang sama, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah; dan siswa dengan kecerdasan matematika logis tinggi, sedang dan rendah dikenai model pembelajaran CPS, TAPPS dan STAD memiliki prestasi belajar yang sama, namun pada siswa dengan kecerdasan logis matematis
rendah yang dikenai model pembelajaran CPS memili prestasi belajar lebih baik daripada siswa yang dikenai model STAD i. Gillies, et. al. The Effects of Two (2012) Strategic and Meta-Cognitive Questioning Approaches on Children’s Explanatory Behaviour, Problem-Solving, and Learning during Cooperative, Inquiry-Based Science
Metode eksperimen dengan pendekatan studi komparasi.
Untuk mengetahui perbandingan perilaku eksplanatori siswa dalam dua periode Variabel: waktu dan interaksi pertanyaan verbal antarsiswa dalam treatment pertanyaan metakognisi; kognitif dan di dalam pendekatan inkuiri dalam kelompok; kelompok inkuiri perilaku verbal siswa mereka serta dalam (meliputi eksplanatori, kondisi perbandingan antara kedua treatment pemecahan masalah dan perilaku belajar siswa)
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku eksplanatori siswa dalam dua periode waktu dan terdapat perbedaan yang signifikan antara interaksi verbal antarsiswa dalam treatment pertanyaan kognitif dan di dalam kelompok inkuiri mereka serta dalam kondisi perbandingan antara kedua treatment
j. Sio dan Rudowicz (2007)
k. Gregory, et. al. (2013)
The Role of an Incubation Period in Creative Problem Solving
Metode studi eksperimen.
Building Creative Thinking in the Classroom: From Research to Practice
Metode studi literatur Untuk mendeskripsikan temuan yang berfokus pada hasil penemuan yang memberikan informasi secara jelas mengenai bagaimana berpikir kritis dapat diajarkan dengan baik
Variabel: Periode inkubasi dalam CPS
Penelitian ini dilakukan Penyebaran aktivasi hanya untuk menguji hipotesis disarankan bagi pemikiran yang mendalam saja.. penyebaran aktivasi di mana periode inkubasi membantu untuk membuat problem solver peka pada konsep yang relevan
Kesimpulan penelitian tersebut memberikan pedoman (guidelines) sederhana mengenai bagaimana seorang guru dapat membangun kebiasaan berpikir secara kreatif dan mengaplikasikan pengetahuan dengan cara yang kreatif.
B. Kerangka Berpikir Belajar merupakan proses interaksi antara guru dan siswa yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap sehingga dapat mengubah perilaku seseorang secara bertahap. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal,
eksternal, maupun
pendekatan belajar. Ekonomi adalah salah satu mata pelajaran sosial yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari serta banyak berkaitan dengan masyarakat. Dalam belajar ekonomi dan ilmu sosial lainnya siswa bukan hanya dituntut untuk memahami konsep pelajaran namun juga dituntut untuk dapat mengaitkan ilmu yang didapatkan dengan fenomena yang terjadi di masyarakat dengan harapan dapat menjadi bekal untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dibutuhkan suasana belajar yang bersifat student centered agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Namun sistem pembelajaran yang berjalan saat ini masih banyak yang bersifat teacher centered meskipun sekolah telah menerapkan kurikulum 2013, sehingga belum mendukung siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Siswa cenderung menerima materi tanpa mengonstruksikan pengetahuan mereka sehingga mengalami kesulitan untuk memahami materi dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, evaluasi yang dilakukan dalam pembelajaran ekonomi untuk mengukur hasil belajar cenderung mengandalkan kemampuan menghafal materi. Hal ini dimungkinkan menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal. Hasil belajar ekonomi siswa SMA Negeri 5 Surakarta sudah cukup baik namun belum optimal. Selain itu, masih terdapat sejumlah siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah pemilihan strategi dan teknik pembelajaran yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang direncanakan. Untuk mengatasi masalah tersebut guru sebaiknya menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang mampu memberdayakan kemampuan berpikir siswa.
54
55 Model pembelajaran Creative Provblem Solving (CPS) dan teknik Probing-Prompting menjadi salah satu alternatif untuk diterapkan di dalam kelas. Menggunakan kombinasi antara model dan teknik ini, siswa dapat dibimbing dengan sejumlah pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, terutama kemampuan berpikir kritis. Berpikir kreatif dalam mata pelajaran IPS, termasuk ekonomi, merupakan kemampuan berpikir kreatif
dalam
menyelesaikan
masalah-masalah
sosial
dalam
kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Setiap siswa memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah pembelajaran ekonomi yang dapat berpengaruh pula terhadap hasil belajarnya. Penerapan model CPS dan teknik Probing-Prompting yang dinilai mampu mengakomodasi berbagai tingkat keaktifan dan kemampuan berpikir siswa melalui pemilihan pertanyaan yang tepat diharapkan mampu berpengaruh terhadap aktivitas siswa di kelas. Berdasarkan uraian tersebut, diduga bahwa penerapan teknik Probing-Prompting yang diintegrasikan ke dalam model CPS akan efektif dalam peningkatan hasil belajar ekonomi siswa. Berdasarkan uraian di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut ini:
Model pembelajaran tidak inovatif
Sistem evaluasi hasil belajar siswa
INPUT
56
Siswa pasif dan kemampuan berpikir tidak diberdayakan secara optimal tercermin dari jawaban siswa yang cenderung textbook.
Pretes Kelas Eskperimen 1
Pretes Kelas Eskperimen 2
Pembelajaran Model Creative Problem Solving dengan Teknik Probing-Prompting
Posttest
Kelas Kontrol
Posttest
Kelas Kontrol 1
Kelas Kontrol 2
Pembelajaran Tanpa Menggunakan Perlakuan Khusus
Posttest
Posttest
Perbandingan Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Siswa
Gambar 2.2. Kerangka berpikir
OUTPUT
Kelas Eskperimen
PROSES (Kegiatan Pembelajaran)
Hasil belajar tidak optimal, ratarata ketuntasan belajar <75%
57 C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang dikemukakan di atas, dapat disampaikan hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat keterkaitan antara implementasi pembelajaran dalam kurikulum 2013 dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan teknik Probing-Prompting. 2. Pelaksanaan Model Creative Poblem Solving (CPS) dengan teknik ProbingPrompting untuk meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa di SMA Negeri 5 Surakarta pada tahun pelajaran 2015/2016 berjalan efektif. 3. Model Creative Poblem Solving (CPS) dengan teknik Probing-Prompting efektif untuk meningkatkan hasil belajar ekonomi siswa di SMA Negeri 5 Surakarta pada tahun pelajaran 2015/2016.
