BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Hasil Belajar Matematika tentang Bangun Datar di Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Siswa kelas lima sekolah dasar merupakan siswa yang memiliki usia antara 10—11 tahun. Mereka memiliki perkembangan dalam beberapa aspek baik fisik maupun mental. Hal ini seperti tugas anak usia sekolah dasar menurut Havighurst (Susanto, 2014: 72) yang meliputi: (1) belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari, (2) membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh dan berkembang, (3) belajar bergaul dengan teman sebaya, (3) belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita, (4) mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari, (5) mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai, (6) mencapai kebebasan pribadi, (7) mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial. Tahap perkembangan kognitif anak menurut Jean Piaget (Budiman, 2006: 42) terdiri dari empat tahap yaitu periode sensori motorik, periode praoperasional, periode operasional konkret, dan periode operasional formal. Usia anak kelas V berada pada operasional konkret, namun karakteristik periode operasional formal mulai tampak. Perilaku yang tampak pada tahap ini adalah sebagai berikut. (1)Mampu mengaperasikan kaidah logika matematika berupa tambah, kurang, kali, bagi, serta kombinasi dari keempat logika matematika tersebut; (2)Mampu mengkritisi sesuatu kemungkinan dalam bentuk sederhana; (3)Mampu memprediksi sesuatu berdasarkan fakta dan data yang ada; (4)Mampu berpikir analisis dan sintetis (Budiman, 2006: 52).
7
8 Dalam rangka memfasilitasi perkembangan kognitif anak, pembelajaran berorientasi pada model eksplorasi, serta mencari dan menemukan (inquirydiscovery). Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak usia kelas lima sekolah dasar memiliki pertumbuhan fisik dan mental yang khas, mulai belajar untuk bersosialisasi dan perkembangan kognisi yang berpikir pada eksplorasi lingkungan sekitar, rasa ingin tahu yang tinggi dan suka dalam belajar untuk menemukan. Hal ini sesuai dengan penerapan discovery learning dengan media benda konkret yang mampu memberikan kesempatan siswa untuk dapat menemukan konsep matematika berdasarkan benda nyata. Melalui kegiatan menemukan, belajar siswa akan lebih mantap. Siswa akan banyak menemukan hal-hal baru dalam konsep matematika. b. Hakikat Hasil Belajar 1) Pengertian Belajar Setiap individu baik secara sadar atau tidak, mereka mengalami proses yang dinamakan belajar. Uno & Mohamad (2012: 139) mengartikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan pengalaman individu akibat interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari hasil perbuatan belajar seseorang dapat berupa kebiasaan-kebiasaan, kecakapan atau dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kegiatan belajar merupakan pengalaman siswa secara nyata. Selain arti belajar di atas, belajar didefinisikan sebagai kegiatan berkelanjutan dalam rangka perubahan tingkah laku siswa secara konstruktif yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Saefuddin & Berdiati, 2014: 8). Proses belajar menjadi sangat kompleks karena banyak komponen yang memerlukan keterlibatan langsung
siswa.
Sejalan
dengan
pendapat
di
atas,
Bruner
mengugkapkan konsepnya mengenai belajar yakni belajar dengan menemukan (discovery learning) siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai
9 dengan tingkat kemajuan berpikir anak (Suyono & Hariyanto, 2012: 88). Siswa mengkonstruk pemahaman melaului proses menemukan sehingga pengalaman dan pemahaman yang dimiliki anak akan lebih kuat. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku siswa untuk memperoleh pengetahuan sebagai hasil dari pengalaman yang diperoleh.
Pengalaman
dilakukan
dengan
menemukan
dan
mengorganisasikan. Dengan menemukan dan mengorganiasikan bahan pelajaran, hasil dari belajar menjadi relatif menetap dalam diri individu yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 2) Hasil Belajar Hasil belajar akan tercapai apabila melalui proses pembelajaran. Kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, hal ini dikemukakan oleh Abdurrahman (Jihad & Haris, 2008: 14) sebagai definisi hasil belajar. Juliah, dalam buku yang sama, berpendapat bahwa hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan. Pendapat senada dikemukakan oleh Sudjana (2012: 22) yang secara umum mengutarakan bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan yang dimiliki siswa berasal dari proses belajar. Proses belajar akan memberikan pengalaman nyata bagi siswa. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah semua kemampuan yang telah dialami siswa melalui proses belajar. Dengan hasil belajar, pengalaman siswa dapat diukur untuk mengetahui sejauh mana siswa mengikuti proses belajar. Hasil belajar diukur dari beberapa aspek. Benyamin S. Bloom mengukur hasil belajar melalui tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (Jihad & Haris, 2008:14).
10 a) Ranah Kognitif Ranah kognitif dalam pembelajaran berkenaan dengan hasil belajar intelektual siswa atau yang berhubungan dengan kecerdasan siswa, kemampuan berpikir, dan bernalar siswa. Menurut Bloom (Sudjana, 2012: 22) hasil belajar intelektual yang meliputi enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun, Anderson dan Krathwohl (Widoyoko, 2014: 30) kognitif dibagi menjadi enam jenjang, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. b) Ranah Afektif Pada ranah afektif, kemampuan siswa diukur berkenaan dengan sikap dan nilai. Widoyoko (2014) menyebutkan, ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Krathwohl, Bloom dan Maisa mengkategorikan ranah afektif sebagai hasil belajar dengan kategori: kepekaan menerima/memperhatikan (reciving/attending), jawaban (responding), penilaian (valuing), organisasi, dan internalisasi nilai. Kategori ini merupakan kategori yang berjenjang dari jenjang dasar atau sederhana sampai jenjang yang kompleks. Jenjang pada penilaian akan bergantung pada proses belajar dan kemampuan individu untuk mengalami sejauh mana ia dapat mencapai jenjang afektif. c) Ranah Psikomotorik Ranah psikomotorik mengukur kemampuan siswa dalam keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah ini berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya mengukur, menggunakan media, mencari dan mengumpulkan informasi, serta keterampilan menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat.
11 Dari ketiga ranah hasil belajar di atas, ranah kognitif dilihat berdasarkan hasil belajar siswa pada kemampuan berpikir dan bernalar. Ranah afektif dan psikomotor dilihat berdasarkan sikap dan keterampilan siswa. Dari ketiga ranah ini akan saling berhubungan. Sudjana (2012: 32-34) mengungkapkan bahwa hasil belajar psikomotorik sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang akan tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku. Hasil afektif dan psikomotorik pun ada yang tampak pada saat proses belajar mengajar atau pun akan tampak kemudian
(setelah
pembelajaran
diberikan)
dalam
praktik
kehidupan siswa dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hasil belajar dapat diukur melalui proses tes maupun nontes. Hasil belajar kognitif diukur melalui tes tertulis. Hasil belajar ranah afektif diukur melalui observasi dan penilaian diri. Adapun, hasil belajar ranah psikomotorik diukur melalui penilaian kinerja. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dilihat dari tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, pada penelitian ini hanya akan menyakup hasil belajar ranah kognitif. Proses penilaian hasil belajar akan dilakukan selama proses
pembelajaran
berlangsung
atau
dievaluasi
setelah
pembelajaran selesai. c. Hakikat Matematika 1) Pengertian Matematika Matematika merupakan suatu bidang studi yang terdapat pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Menurut Wahyudi (2008: 3) Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
12 Ruseffendi (Heruman, 2010: 1) menyatakan, matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya dalil. Tahapan matematika tersebut yang membentuk konsep dalam matematika menjadi lebih jelas. Matematika menurut Soedjadi (Uno & Umar, 2014; 108) yaitu hal yang memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Pendapat ini menjadi penguat bahwa matematika sebagi kesatuan matematika yang utuh dalam bentuk konsep. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan bidang studi dasar yang memiliki kajian objek abstrak dengan penyampaiannya akan menemukan berbagai konsep yang jelas. Dengan belajar matematika melalui proses yang berurut: observasi, menebak,
menguji
hipotesis,
mencari
analogi
dan
akhirnya
merumuskan teorema, maka akan menghasilkan konsep-konsep yang tepat. 2) Tujuan Pembelajaran Matematika SD Suatu mata pelajaran memiliki tujuan tertentu dalam melaksanakan proses pembelajaran. Tujuan ini dicapai agar materi yang diajarkan dapat berguna untuk jenjang yang lebih tinggi. Adapun tujuan pembelajaran matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, fisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
13 menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (BSNP, 2006) Jadi, tujuan pembelajaran matematika dicapai untuk menjadikan siswa lebih terampil dan memiliki sikap yang baik setelah belajar matematika. Penelitian ini mengambil tujuan matematika keseluruhan berdasarkan peraturan pemerintah. 3) Ruang Lingkup Matematika Kelas V SD Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dituliskan, matematika sekolah dasar meliputi: a) bilangan, b) geometri dan pengukuran, dan c) pengolahan data. Bilangan membahas tentang konsep-konsep lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana yang banyak melibatkan media konkret dan media manipulatif. Geometri dan pengukuran fokus pada konsep bangun datar dan ruang melalui penerapan media konkret dan manipulatif. Pada pengolaha data, siswa diajarkan tentang hakikat data, cara membaca dan mengolah data berdasarkan kaidah yang rasional dan ilmiah menggunakan data-data konkret atau manipulasi. Ruang lingkup matematika, khususnya kelas V SD, mencakup bilangan, geometri dan pengukuran. Geometri membahas tentang konsep dasar bangun datar dan ruang yang meliputi: macam bangun, sifat, dan perhitungan sederhana dalam konsep bangun datar dan ruang. Penelitian ini mengambil lingkup materi bangun datar dengan cakupan materi sifat-sifat bangun datar. Pada materi sifat-sifat bangun datar dibatasi pada hal sisi dan sudut bangun datar. Adapun, bangun datar yang akan diteliti meliputi: segitiga, persegi panjang, persegi, belah ketupat, jajar genjang, trapesium, layang-layang, dan lingkaran.
14 4) Materi Bangun Datar Kelas V SD Materi bangun datar didasarkan pada standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Cakupan materi disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. Batasan materi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Standar Isi Matematika Kelas V Semester 2 tentang Bangun Datar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Geometri dan Pengukuran 6. Memahami sifat-sifat bangun 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat dan hubungan antar bangun bangun datar (Sumber: Standar Isi KTSP, 2006)
Berdasarkan Tabel 2.1., materi bangun datar kelas lima antara lain mengetahui sifat-sifat dari bangun datar, seperti: segitiga, persegi panjang, persegi, belah ketupat, jajar genjang, trapesium, layanglayang, dan lingkaran. Adapun materi sifat-sifat bangun datar sebagai berikut (Sumanto, Kusumawati, Aksin, 2008: 71-75). a) Segitiga Berikut ini beberapa bentuk segitiga, berdasarkan sisinya terdapat segitiga sama sisi, sama kaki, dan segitiga sembarang. C
A
B
Segitiga Sama Sisi Segitiga Sama Kaki
Segitiga Sembarang
Berdasarkan sudutnya, segitiga terdiri dari segitiga siku-siku, segitiga lancip dan segitiga tumpul.
15 G
C
E
A
F
B
Segitiga Siku-siku Segitiga Lancip
Segitiga Tumpul
b) Persegi Panjang D
C
A
B
Contoh bentuk persegi panjang yang dekat misalnya papan tulis, permukaan buku tulis, dan permukaan meja. c) Persegi
Contoh benda berbentuk persegi adalah sapu tangan, keramik lantai/ubin. d) Belah Ketupat
AB = BC = CD = AD Contoh benda berbentuk belah ketupat adalah tanda gerakan Pramuka pada baju Pramuka, makanan wajik yang diiris berbentuk belah ketupat.
16 e) Jajargenjang Jajargenjang merupakan bangun datar segi empat. Adapun bentuknya seperti gambar di bawah ini.
AB = CD EF = GH
AD = BC EH = FG
Contoh benda berbentuk jajar genjang adalah tanda barung Pramuka Siaga, makanan kue lapis yang diiris berbentuk jajar genjang. f) Trapesium
g) Layang-Layang
h) Lingkaran
Lingkaran yang berpusat di titik P biasanya dinamakan lingkaran P. PA disebut jari-jari. AE disebut diameter.
17 d. Peningkatan Hasil Belajar Matematika tentang Bangun Datar di Kelas V SD Peningkatan sebagai proses yang menyatakan kemajuan baik secara kuantitas dan kualitas suatu hal yang memunculkan sebuah perubahan perilaku maupun sifat dapat diukur melalui berbagai aspek. Pengukuran peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar berdasarkan pada hasil belajar ranah kognitif. Lebih jelasnya, perhatikan indikator pada tabel berikut.
Tabel 2.2. KD dan Indikator Matematika tentang Bangun Datar Kelas V SD Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
Indikator Segitiga 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Persegi Panjang 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Persegi 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Belah Ketupat 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Jajar Genjang 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Trapesium 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya
18 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
Layang-Layang 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya Lingkaran 1) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sisinya 2) Menentukan sifat-sifat bangun datar ditinjau dari sudutnya (Silabus dapat dilihat pada Lampiran 3) 2. Discovery Learning dengan Media Benda Konkret di Kelas V SD a. Pengertian Model Pembelajaran Hal
yang
berkaitan
dengan
pembelajaran
adalah
model
pembelajaran. Model pembelajaran menurut Dahlan (Sutikno, 2014: 57) merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau pun setting lainnya. Rencana disusun sesuai kondisi siswa di kelas. Setting yang digunakan adalah sesuai kelas yang dihadapi. Pendapat lain tentang model adalah pendapat Komalasari (2013: 57) yang mengemukakan definisi model pembelajaran sebagai bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir dan disajikan secara khas oleh guru. Hal ini menjadikan suatu model pembelajaran memiliki langkah yang pasti. Langkah akan memberikan gambaran pembelajaran yang dilakukan dari awal sampai akhir. Langkah-langkah dalam model pembelajaran dijalankan sesuai apa yang ada dan disesuaikan dengan kondisi siswa yang dihadapi. Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Saefuddin & Berdiati, 2014: 48). Pendapat ini sebagai pelengkap pendapat sebelumnya bahwa model
19 pembelajaran tidak saja menjalankan langkah, akan tetapi memperhatikan juga pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pengajar akan berhasil jika langkah model pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola guru dalam membuat langkah pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran untuk dijadikan pedoman dalam mengajar. Model pembelajaran memiliki langkah pasti yang akan dilaksanakan selama proses belajar mengajar. Ada beberapa model pembelajaran yang dikembangkan. Adapun, menurut Hosnan (2014) yang termasuk dalam model pembelajaran adalah student centered learning, active learning, cooperarive learning, contextual teaching and learning, discovery learning, problem-based learning, collaborative learning, dan project based learning. Dari beberapa model tersebut, setiap model pembelajaran memiliki keunikan sendiri. Di dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran discovery learning. b. Hakikat Discovery Learning 1) Pengertian Discovery Learning Pembelajaran bermakna dilakukan melalui proses pencarian dan penemuan sesuatu informasi yang melibatkan seluruh sistem organ dari sejumlah komponen pembelajaran. Proses pencarian dan penemuan inilah yang disebut discovery learning. Discovery berarti penemuan. Hosnan (2014: 282) mendefinisikan discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Russefendi mengemukakan bahwa discovery learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan langsung; sebagian atau seluruhnya ditemukan
20 sendiri (Supriyanto, 2014). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Yang, dkk. (2010) menyatakan, "Discovery learning is one of the pedagogic strategies which reduce teachers’ direct instruction and have students construct knowledge on their own". Artinya, discovery learning adalah salah satu strategi pembelajaran yang mengurangi perintah langsung dari guru dan siswa mengkonstruk pengetahuan secara sendiri. Hal ini menjadikan bahwa siswa benar-benar membangun pengetahuannya sendiri. Guru berperan sebagai pendamping, sesaat juga dapat mengarahkan. Guru tidak akan merajai dalam pembelajaran. Discovery learning yakni proses pembelajaran yang berfokus pada penemuan masalah (sumber pembelajaran) yang berasal dari pengalaman-pengalaman nyata siswa (Anam, 2015: 110). Hal ini memperkuat definisi discovery learning. Tujuan utama discovery adalah membangun pengetahuan secara induktif dari pengalaman-pengalaman siswa dan pengalaman tersebut sebagai sumber informasi materi yang dapat dieksplorasi dalam proses pembelajaran. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah model pembelajaran penemuan yang mengutamakan keaktifan siswa untuk menemukan konsep pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata siswa sehingga pengetahuan tidak mudah dilupakan oleh siswa. Siswa akan membangun pengetahuannya secara mandiri. Siswa terlibat lebih banyakk dalam aktifitas pembelajaran. Guru akan memfasilitasi keperluan untuk membangun pengetahuan siswanya. 2) Langkah-langkah
Discovery
Learning
dalam
Pembelajaran
Matematika Kelas V SD Discovery learning sebagai model pembelajaran dengan keaktifan siswa menemukan konsep, memiliki langkah-langkah khas yang dikemukakan oleh Hosnan (2014: 289) dengan prosedur: stimulation (stimulasi/pemberian
rangsangan),
problem
statement
(pernyataan/
identifikasi masalah), data collection (pengumpulan data), data pro-
21 cesssing
(pengolahan
data),
verification
(pembuktian),
dan
generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Langkah discovery learning yang serupa juga dikemukakan oleh Aisyah (2008: 1.14) sebagai berikut. 1) Stimulus (pemberian perangsang/stimulasi) Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Pertanyaan atau permasalahan diberikan agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. 2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah) Guru
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut). 3) Data collection ( pengumpulan data) Guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis tersebut. 4) Data Processing (pengolahan data) Langkah pengolahan data yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi, dan lainlain. Kemudian, data tersebut ditafsirkan. 5) Verification (Verifikasi) Guru
mengadakan
pemeriksaan
secara
cermat
untuk
membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan data processing. 6) Generalization (Generalisasi) Langkah ini adalah mengadakan penarikan simpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
22 Jadi, pada penelitian ini langkah discovery learning pada mata pelajaran matematika sekolah dasar adalah sebagai berikut. 1) Stimulation Guru memberikan rangsangangan ketika menyampaikan materi, hal tersebut dapat didukung dengan media nyata yang sesuai dengan pembelajaran matematika.
Dengan media nyata dan
menarik, siswa akan lebih tertarik untuk mengamati penjelasan guru dan menimbulkan rasa ingin tahu pada siswa. 2) Problem Statement Tahapan merumuskan masalah dan mengajukan hipotesis ini, guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi masalah yang muncul terkait dengan materi yang telah disampaikan. Dari pemberian stimulus melalui media nyata, siswa akan memunculkan berbagai permasalah atau guru dapat memberikan petunjuk untuk menyatakan masalah. Kemudian, siswa mengajukan hipotesis. Pada tahap ini, siswa dapat dikelompokan untuk melakukan diskusi. 3) Data collection Pada langkah mengumpulkan data, guru mengarahkan siswa untuk mencari data atau informasi dari berbagai sumber yang dapat mendukung hipotesis yang telah dikemukakan siswa. Siswa dapat mencari data dengan membaca buku atau sumber lain yang relevan. 4) Data Processing Guru membimbing siswa untuk mengolah data berdasarkan data yang telah diperoleh saat mengumpulkan data. Siswa mengolah data pendukung hipotesis, hal ini merupakan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 5) Verification Siswa melakukan pemeriksaan, dapat pula percobaan atau pengukuran, untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis. Selama
23 kegiatan pengukuran, guru dapat membimbing dan mengawasi siswa. 6) Generalization Siswa membahas hasil pengukuran atau pemeriksaan untuk mendapatkan simpulan. Simpulan ini dijadikan sebagai hasil diskusi dan dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua masalah yang sama. 3) Keunggulan dan Kelemahan Discovery Learning Sebagai model pembelajaran, discovery learning memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan Discovery learning menurut Hosnan (2014) antara lain: (a) membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses kognitif, (b) pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi sangat kuat (c) mendorong siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akal dan motivasi diri (d) siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik (e) menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. Kunggulan-keunggulan discovery learning menurut Sujarwo (2011: 79) diantaranya: (a) menambah penguasaan keterampilan dan kognitif siswa; (b) penemuan membangkitkan gairah belajar siswa; (c)
memberikan kesempatan
siswa untuk bergerak maju sesuai kemampuan dirinya; (d) membantu perkembangan siswa menuju skeptisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak. Selain keunggulan tersebut, Marlina (2014) menambahkan keunggulan discovery learing sebagai berikut: (a) meningkatkan semangat belajar siswa, (b) membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan dan kreatifitas belajar, (c) mendorong siswa untuk berpikir kritis, (d) dapat membentuk dan mengembangkan diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide, dan (e) mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan bekerja dalam kelompok atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur, dan terbuka.
24 Dapat disimpulkan keunggulan discovery learning untuk pembelajaran matematika adalah: (a) meningkatkan semangat siswa untuk belajar, (b) memberi kesempatan siswa untuk berekspolrasi (c) pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi lebih matang, tidak mudah dilupakan, (d) mengasah kemampuan kognitif dan keterampilan (e) menimbulkan perasaan senang atas penemuan dan keberhasilan siswa. Selain kelebihan tersebut, beberapa kelemahan discovery learning menurut Hosnan (2014: 288) antara lain: (a) tidak berlaku untuk semua topik pada mata pelajaran, (b) menyita banyak waktu, (c) tidak semua siswa mampu melakukan penemuan, (d) menyita waktu guru, karena guru dituntut untuk mengubah kebiasaan mengajar menjadi fasilitator dan pembimbing siswa. Berbeda dengan pendapat Sujarwo (2011: 80), kelemahan discovery learning sebagai berikut: (a) dipersyaratkan adanya persiapan mental untuk cara belajar discovery learning; (b) kurang berhasil untuk mengajar kelas besar; (c) kurang memperhatikan sikap dan keterampilan; (d) menjadi hal yang tidak biasakarena seringnya kelas menggunakan pembelajaran tradisional. Sejalan
dengan
pendapat
Sujarwo
tersebut,
Marlina
(2014)
menyimpulkan beberapa kelemahan dari discovery learning yaitu: (a) kurang berhasil untuk menajar kelas besar, (b) sulit mengkontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, (c) para siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, (d) bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa pada pembelajaran tradisional maka akan sulit diterapkan, (e) memerlukan waktu pembelajaran yang lama. Dari paparan kelemahan discovery learning dapat disimpulkan beberapa kelemahan dalam pembelajaran matematika. Kelemahan tersebut antara lain: (a) kesiapan mental siswa harus kuat,
(b)
memerlukan waktu yang cukup lama (c) tidak semua siswa dapat menemukan konsep secara tepat, (d) hanya topik tertentu yang dapat dipraktikan dalam pembelajaran (e) belum terbiasanya guru dengan keaktifan siswa untuk memeroleh pengetahuan sendiri. Dari beberapa
25 kelemahan di atas, peneliti berusaha meminimalisasi kelemahankelemahan dalam pembelajaran. c. Hakikat Media Benda Konkret 1) Definisi Media Pembelajaran Pembelajaran di kelas akan terasa hampa tanpa adanya media yang mendukung. Media menurut Asyhar (2012: 5) yaitu "suatu sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran dalam suatu proses komunikasi antara komunikator dan komunikan." Hal ini menunjukan bahwa media diperlukan dalam suatu komunikasi. Criticos (Daryanto, 2013: 4) menyatakan definisi media merupakan suatu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Pendapat serupa tentang media menurut Sukiman (2012: 29) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses komunikasi dapat efektif. Pendapat di atas memiliki kata kunci komunikasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai proses belajar atau pembelajaran. Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat di atas bahwa media pembelajaran adalah semua alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar sebagai penyalur pesan sehingga merangsang minat belajar siswa. Media dapat disajikan sebagai perangsang siswa untuk aktif dalam belajar sehingga pembelajaran akan menjadi hidup. Media yang dipilih juga harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2) Media Benda Konkret Terdapat beberapa jenis media pembelajaran, salah satunya adalah benda konkret. Makna kata konkret memiliki persamaan dengan kata nyata; benar-benar ada (berwujud, dapat dilihat, diraba), sehingga batasan kata konkret dapat disamakan dengan persamaan katanya. Menurut Setyono (2007: 46) “benda konkret atau benda nyata adalah
26 benda-benda yang dapat dipegang, dilihat, dan dirasakan oleh anakanak.” Pendapat ini sesuai dengan makna kata ‘konkret’. Media benda konkret menrut Susilana & Riyana (2009: 23) media objek yaitu media tiga dimensi yang menyampaikann informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan melalui fisiknya sendiri seperti ukuran, bentuk, berat, susunan, warna, fungsi dan sebagianya. Media objek dapat dipegang dan dirasakan. Dalam penyajiannya, media objek berarti sama seperti benda konkret atau nyata, yaitu benar-benar ada. Concrete materials are regarded as a way of increasing mathematical understanding. They are typically real-life objects that are used to represent mathematical concepts (Mutodi & Ngirande, 2014). Maksudnya, media konkret berkenaan dengan peningkatan pemahaman matematika. Media tersebut merupakan objek yang ada pada kehidupan nyata yang digunakan untuk menunjukan konsep matematika. Hal ini menunjukkan media yang digunakan dalam pembelajaran matematika. Media konkret akan ditemukan di lingkungan sekitar karena sesuai dengan media benda matematika yang ada di sekitar. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan media benda konkret adalah benda-benda yang dapat dilihat dan dirasakan yang ada di lingkungan sekitar. Benda konkret pada penelitian ini adalah semua benda yang berkaitan dengan matematika bangun datar segitiga, persegi panjang, persegi, belah ketupat, jajar genjang, trapesium, layang-layang, dan lingkaran, yaitu: tahu segitiga, penggaris segitiga, hasduk Pramuka, sapu tangan, keramik lantai/ubin, kertas gambar, tanda Gerakan Pramuka, kue yang dipotong berbentuk jajar genjang, sayap pesawat terbang mainan, maket atap rumah, laying-layang mainan, piring, biskuit bayi. 3) Manfaat Media Benda Konkret di Kelas V SD Penggunaan media benda konkret memiliki beberapa manfaat. Manfaat media dapat ditinjau dari keunggulan atau kelebihan dari media benda konkret. Kelebihan dari media benda konkret adalah memberikan
27 pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran lebih konkret (Asyhar, 2012: 55). Sanaky (2013: 129) menyatakan bahwa belajar dengan bendabenda nyata, pembelajaran tidak terkesan monoton. Tidak hanya mendengar penelasan guru dan melihat gambar saja, namun siswa lebih aktif. Hal ini menjadikan pembelajaran yang diperoleh siswa dapat benar-benar nyata. Manfaat media benda konkret menurut konsep Bruner (Mutodi & Ngirande, 2014) dapat mengembangkan pemahaman konsep matematika secara mendalam sehingga, guru dapat mengklarifikasi konsep abstrak matematika. Dengan memegang, melihat dan melakukan terhadap suatu benda, siswa dapat mengikat secara mendalam dan memahami pemahaman akhir terhadap matematika. Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan manfaat media benda konkret bagi kelas V SD yakni dapat memberikan pengalaman belajar karena siswa aktif dengan media. Khususnya dalam pembelajaran matematika, siswa dapat mendalami pemahaman konsep matematika secara lebih jelas. d. Penerapan Discovery Learning dengan Media Benda Konkret dalam Pembelajaran Matematika Kelas V SD Discovery
learning
merupakan
model
pembelajaran
yang
mengarahkan siswa untuk belajar dengan menemukan suatu konsep agar konsep tersebut dapat menjadi pengetahuan yang mudah dipahami oleh siswa yang dikolaborasikan dengan media benda konkret agar penerapan dalam pembelajaran semakin jelas. Langkah-langkah penerapan discovery learning dengan media benda konkret pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Stimulation dengan media benda konkret Stimulus adalah langkah untuk memberikan rangsangan kepada siswa melalui media. Siswa akan diarahkan untuk mengamati media benda konkret yang disajikan sehingga siswa
28 merasa tertantang untuk menggali rasa ingin tahu. Pada langkah ini, guru akan mengeksplorasi pengetahuan tentang benda konkret bangun datar, kemudian menghadirkan benda konkret bangun datar sesungguhnya. 2) Problem Statement Pada tahap mengidentifikasi masalah, siswa diarahkan kepada persoalan yang penuh pertanyaan yang berasal dari pengamatan benda konkret. Hal ini akan menantang siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Guru dapat memberikan kesempatan untuk memberikan jawaban sementara (hipotesis). 3) Data collection dengan media benda konkret Pengumpulan
data,
sebagai
aktivitas
mengumpulkan
informasi, siswa menjaring informasi untuk dapat mencari kebenaran dari jawaban sementara. Pengumpulan data dapat dengan membaca buku, wawancara atau pengamatan terhadap benda konkret yang ada. Siswa membentuk kelompok 3-5 anggota. Siswa mengumpulkan informasi melalui membaca atau mengamati benda konkret yang ada. Hal ini sebagai persiapan proses identifikasi dan mengumpulkan bukti dari hipotesis. Pada langkah ini, guru akan memberikan media benda konkret bangun datar berupa kertas bangun datar pada setiap kelompok. Media konkret ini sebagai media yang tetap apabila sebagai media penemuan dapat dijdaikan standar dalam pembelajaran. 4) Data Processing Siswa mengolah informasi yang telah diperoleh untuk mendapatkan
alternatif
jawaban
dari
jawaban
sementara.
Pengolahan data dapat berfungsi sebagai pembentukan konsep. Pada tahap ini, terjadi proses mengasosiasikan terhadap pengetahuan yang diperoleh dengan pengetahuan baru siswa. siswa dipastikan dapat berdiskusi mengenai semua data yang telah diperoleh selama data collection.
29 5) Verification dengan media benda konkret Dengan verifikasi, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat. Melalui kegiatan mengumpulkan informasi baru, siswa dapat melakukan percobaan dengan media benda konkret melalui kegiatan mengukur, menimbang, menghitung dan menandai untuk menguji kebenaran hipotesis dan hasil alternatif jawaban. 6) Generalization (Generalisasi) Generalisasi adalah membuat simpulan untuk seluruh hasil verifikasi. Siswa dapat mengkomunikasikan melalui kegiatan diskusi
dalam
kelompok
atau
antarkelompok.
Kegiatan
mengkomunikasikan dapat berupa kegiatan lisan atau pun tulis. Dari keseluruhan langkah pembelajaran, siswa dibantu melalui pemberian lembar kerja siswa yang telah disediakan oleh guru. Lembar kerja pada penelitian ini sebagi pendukung pembelajaran, siswa dapat menuangkan ide dan hasil penemuan melalui lembar kerja yang diberikan guru. 3. Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut. Penelitian sebelumnya tentang discovery learning diteliti oleh Yang, Liao, Ching, Chang dan Chan (2010) dengan judul The Effectiveness of Inductive Discovery Learning in 1:1 Mathematics Classroom. Hasil penelitian ini adalah pembelajaran matematika berjalan dengan sangat baik dengan meningkatnya ingatan siswa dan utamanya prestasi siswa meningkat. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah menggunakan discovery learning pada proses pembelajaran dan mata pelajaran matematika. Perbedaan penelitian terletak pada tujuan penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui keefektifan penggunaan discovery learning pada matematika berbasis komputer, sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Selain itu, subjek penelitian ini adalah siswa kelas V
30 di SD N Ampih, sedangkan penelitian terdahulu menggunakan siswa kelas III sekolah dasar. Penelitian oleh Mutodi dan Ngirande (2014) berjudul Perception of Secondary School Teachers towards the Use of Concrete Materials in Constructing Mathematical Meaning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media benda konkret dapat meningkatkan pemahaman matematika dalam pembelajaran bagi guru dan siswa. Persamaan penelitian tersebut adalah penggunaan media yang sama yakni media benda konkret dan dalam mata pelajaran matematika. Perbedaan penelitian terletak pada subjek, yakni guru sekolah menengah pada penelitian terdahulu dan siswa kelas V SD pada penelitian ini. Penelitian oleh Supriyanto (2014) berjudul "Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran Di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember" dengan hasil penelitian meningkatnya aktivitas dan hasil belajar matematika. Persamaan penelitian terdahulu adalah menggunakan discovery learning dan matematika sebagai mata pelajarannya serta hasil belajar sebagi variabel. Perbedaan penelitian terdahulu
dengan
penelitian
ini
adalah
subjek
penelitian
terdahulu
menggunakan siswa kelas VI sedangkan penelitian ini menggunakan siswa kelas V. Penelitian yang dilakukan oleh Tama (2015) berjudul "Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan pada Siswa Kelas V SD N Srusuhjurutengah Tahun Ajaran 2014/2015". Hasil penelitian tersebut adalah penerapan pendekatan saintifik dengan media konkret yang dilaksanakan sesuai langkah yang tepat dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan pada siswa kelas V SD N Srusuhjurutengah. Persamaan penelitian terdapat pada media konkret yang digunakan dan subjek siswa kelas V. Perbedaan penelitian terdapat pada tujuan dan materi matematika. Tujuan
31 penelitian terdahulu adalah untuk meningkatkan pembelajaran sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar. Materi yang digunakan oleh peneliti sebeumnya adalah pecahan sedangkan penelitian ini mengambil materi bangun datar. Dari keempat penelitian yang terdahulu, dapat disimpulkan bahwa penerapan
discovery
learning
dengan
media
benda
konkret
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. B. Kerangka Berpikir Kondisi awal pembelajaran matematika di sekolah dasar masih konvensional. Guru masih menjadi pusat pembelajaran, belum adanya interaksi multiarah di dalam kelas. Proses belajar diberikan guru tanpa melibatkan siswa sehingga pembelajaran belum memberikan pengalaman langsung kepada siswa. belum maksimalnya penggunaan media yang ada di lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan belum optimalnya peningkatan pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Kondisi siswa di kelas belum menampakan keaktifan untuk mendalami materi. Siswa masih pasif untuk mengajukan pertanyaan ataupun pernyataan yang bersifat hipotetis. Hal ini juga tampak pada hasil belajar siswa yang masih rendah. Dari kondisi di atas, dengan penerapan discovery learning dengan media benda konkret, pembelajaran akan semakin hidup, interaksi multiarah dapat terjalin sehingga pembelajaran di dalam kelas menjadi aktif dan guru tidak hanya sebagai pusat pembelajaran, namun siswa dapat menggali lebih banyak pengetahuan melalui penemuan dengan benda konkret yang dilakukan oleh siswa. Melalui pembelajaran ini, siswa akan tertantang dan membuat siswa menemukan pengalaman baru. Siswa aktif dalam menemukan sendiri, membangun pengetahuannya sendiri, menekankan siswa dalam membentuk kerja sama yang efektif dan saling berbagi informasi dengan efektif. Dengan keaktifannya, siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan melakukan penemuan-penemuan yang telah diarahkan oleh guru. Siswa akan belajar berdasarkan pengalaman langsung melalui penemuan. Pembelajaran dilaksanakan melalui langkah-langkah: 1) Stimulation dengan
32 media benda konkret, siswa melakukan eksplorasi dengan menyebutkan benda di lingkungan sekitar yang berbentuk bangun datar. Siswa akan aktif mengeksplorasi pengetahuan tentang bangun datar. 2) Problem statement, guru memberikan pertanyaan untuk merangsang siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Siswa menyiapkan jawaban yang digunakan sebagai hipotesis atau jawaban sementara. Pada langkah ini, siswa dapat berpikir dan berani mengemukakan pendapat hipotesis dari suatu permaslahan. 3) Data collection dengan media benda konkret, siswa membentuk kelompok 3-5 anggota. Siswa mengumpulkan informasi melalui membaca atau mengamati benda konkret yang ada. Siswa diharapkan dapat benar-benar mencari informasi dan mengumpulkan informasi sebagai bahan dalam proses menemukan. 4) Data processing, siswa mengolah semua informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan data. Pada kesempatan ini, diharapkan siswa dapat bertukar pikiran berdasarkan informasi yang telah didapat. 5) Verification dengan media benda konkret, siswa melakukan penemuan melalui media benda konkret dengan cara mengamati, mengukur, menghitung dan menandai. Siswa akan aktif karena telah diberikan kesempatan untuk menemukan konsep baru.dan 6) Generalization, siswa membuat simpulan dari seluruh proses penemuan. Pada langkah ini, siswa dapat mengkomunikasikan hasil temuannya dan
dapat
bertukar
pendapat
dengan
kelompok
lain.
Siswa
mampu
mengemukakan pendapat secara aktif. Dari enam langkah discovery learning dengan media benda konkret di atas, hasil belajar matematika tentang bangun datar akan meningkat dan konsep tentang bangun datar dapat dimiliki siswa secara utuh. Pembelajaran materi bangun datar siswa kelas V dilaksanakan dalam tiga siklus dengang dua pertemuan pada masing-masing siklus. Siklus I, siswa akan belajar tentang sifat-sifat bangun segitiga, persegi panjang dan persegi. Siklus II siswa akan belajar tentang sifat-sifat bangun belah ketupat dan jajar genjang. Siklus III, siswa akan belajar tentang sifat-sifat bangun layang-layang, trapesium dan lingkaran. Jika hasil belajar siswa mencapai KKM yaitu 70 dan 85% siswa tuntas, maka penelitian dihentikan. Diduga penerapan discovery learning dengan media
33 benda konkret secara efektif, tepat dan sitematis dapat meningkatkan belajar matematika pada materi bangun datar. Adapun alur proses dapat dilihat pada gambar berikut.
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Siswa kurang aktif dalam pembelajar-an. Hasil Belajar bangun datar rendah.
Pembelajaran masih konvensional. Belum terjadi interaksi multiarah. Penggunaan media belum maksimal.
Penerapan Discovery Learning dengan media benda konkret melalui langkah: 1. Stimulation dengan media benda konkret 2. Problem Statement 3. Data Collection dengan media benda konkret 4. Data Processing 5. Verification dengan benda konkret 6. Generalization
Hasil belajar bangun datar siswa kelas V SD N Ampih meningkat dengan KKM 70. Siswa tuntas mencapai 85%.
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
Siklus I Pertemuan 1: Segitiga Pertemuan 2:Persegi Panjang dan Persegi Siklus II Pertemuan 1: Belah Ketupat Pertemuan 2: Jajar Genjang Siklus III Pertemuan 1: Layanglayang Pertemuan 2: Trapesium dan Lingkaran
Siswa belajar dengan antusias dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa dapat memahami materi dan menemukan konsep materi. Siswa dapat menggunakan media benda konkret.
34 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas bahwa, jika discovery learning dengan media benda konkret diterapkan dengan langkahlangkah yang runtut, maka dapat meningkatkan hasil belajar bangun datar pada siswa kelas V di SD N Ampih tahun ajaran 2015/2016.