BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN PUSTAKA 1. Penilaian Autentik a. Pengertian Penilaian Autentik Terdapat sejumlah pendapat mengenai penilaian autentik. Tiga diantaranya adalah Muri Yusuf, Jon Mueller, dan Djemari Mardapi. Yusuf (2015: 292) berpendapat bahwa penilaian autentik merupakan suatu penilaian dari hasil pembelajaran yang merujuk pada kondisi “dunia nyata”. Penilaian ini berorientasi untuk mengukur dan memonitor kemampuan siswa dalam berbagai macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi pada situasi atau konteks dunia nyata. Mueller (2014) berpendapat bahwa “Assesment Authentic: A form of assessment in which students are asked to perform realworld tasks that demonstrate meaningfull application of essential knowledge and skill.” Penilaian autentik adalah bentuk penilaian dimana peserta didik diminta untuk menampilkan tugas-tugas pada situasi
sesungguhnya
yang
mendemonstrasikan
penerapan
keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna. Mardapi (2012 : 166) berpendapat autentik asesmen adalah bentuk penilaian yang meminta peserta didik untuk dapat menerapkan konsep atau teori pada dunia nyata. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik adalah suatu proses pengumpulan informasi mengenai kemampuan peserta didik yang meminta siswa untuk menunjukkan kinerja secara nyata. Kinerja yang ditunjukkan tersebut
merupakan penerapan pengetahuan
yang dikuasainya secara teoretis.
6
7
Kunandar (2013: 38) menyatakan bahwa penilaian autentik memiliki beberapa ciri-ciri tertentu, diantaranya 1) Penilaian autentik menilai semua aspek pembelajaran yakni kinerja dan hasil. 2) Penilaian autentik dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. 3) Penilaian autentik menggunakan berbagai teknik penilaian yang
disesuaikan
dengan
tuntutan
kompetensi
dan
menggunakan berbagai sumber informasi. 4) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian. 5) Tugas-tugas yang diberikan oleh guru merupakan cerminan kehidupan nyata peserta didik. 6) Penilaian autentik menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian peserta didik secara objektif. Nurhadi dan beberapa sumber lain (Basuki dan Hariyanto, 2014: 171) menyatakan sejumlah karakteristik penilaian autentik dalam pelaksanaan pembelajaran, yaitu 1) melibatkan pengalaman nyata (involves real-world xperience); 2) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; 3) mencakup penilaian pribadi (self assessment) dan refleksi; 4) yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta; 5) berkesinambungan; 6) terintegrasi; 7) dapat digunakan sebagai umpan balik; 8) kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas; 9) menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar; 10) bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran.
8
b. Manfaat Penilaian Autentik Penilaian hasil belajar oleh pendidik dalam kurikulum 2013 mengacu pada Permendikbud No. 53 Tahun 2013. Penilaian yang diterapkan menurut peraturan tersebut mengacu pada penilian autentik. Penilaian ini sangat bermanfaat dalam pembelajaran. Penilaian autentik mampu menilai kompetensi siswa yang diukur dari tiga aspek yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pencapaian kompetensi siswa yang dinilai dengan penilaian autentik benar-benar terukur dan empiris karena terdapat rumusan yang jelas mengenai kriteria kompetensi yang harus dicapai. Setiap aspek dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar dan indikator-indikator sehingga peserta didik dapat memahami tujuan pembelajaran dengan baik sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Pantiwati (2013) dalam penelitian yang dilakukannya menyatakan : Authentic assessment, directly and indirectly, improve students’ achievement. Authentic assessment is continuous, thus enables students to monitor their progress. Monitoring skill is a part of meta-cognitive awareness, as metacognitive awareness includes thinking how to think (in this case the ability to control the mind). Authentic assessment improves meta-cognitive awareness and thinking skill. Penilan autentik dapat meningkatkan prestasi siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian ini bersifat berkelanjutan, sehingga dapat memantau kemajuan belajar peserta didik. Penggunaan penilaian autentik menunjukkan hasil yang lebih signifikan dalam menilai hasil belajar peserta didik. Menurut Mueller (2014), penilaian ini memiliki beberapa manfaat diantaranya 1) Penilaian autentik memungkinkan pengukuran secara langsung. Penilaian autentik menuntut peserta didik untuk
9
melakukan unjuk kerja secara langsung yang terkait dengan situasi dunia
nyata sehingga secara otomatis
juga
mencerminkan penguasaan ilmu dan keterampilan yang dimilikinya. 2) Penilaian autentik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengontruksi hasil pembelajaran yang telah dilakukannya. Peserta didik tidak sekadar mengulang apa yang telah dipelajari melainkan mengontruksi hasil belajarnya pada situasi konkret sehingga pembelajaran lebih bermakna. 3) Penilaian
autentik
mengintegrasikan
semua
aktivitas
pembelajaran menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Aktivitas pembelajaran tersebut meliputi aktivitas guru membelajarkan, aktivitas belajar siswa, dan aktivitas guru menilai hasil belajar. 4) Penilaian autentik memberi kesempatan peserta didik untuk berkreatifitas
menampilkan
hasil
belajar
dan unjuk
kerjanya. c. Ruang Lingkup Penilaian Autentik Ruang lingkup penilaian autentik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 menyatakan bahwa cakupan penilaian meliputi ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses. Kompetensi peserta didik yang akan dicapai dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti dan dijabarkan dalam bentuk Kompetensi Dasar. Kompetensi Inti terdiri atas kompetensi sikap spiritual (KI-1), kompetensi sikap sosial (KI-2), kompetensi pengetahuan (KI-3), dan kompetensi keterampilan (KI-4). Kompetensi Dasar (KD) dikembangkan dengan prinsip
10
akumulatif, artinya saling memperkuat dan memperkaya antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan. Teknik dan instrumen yang digunakan sebagai pengukur kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan adalah sebagai berikut: 1) Penilaian Kompetensi Sikap Ruang lingkup penilaian kompetensi sikap meliputi lima jenjang proses berpikir yaitu menerima atau memerhatikan (receiving atau
attending),
merespon atau menanggapi
(responding),
menilai atau menghargai
mengorganisasi atau mengelola
(valuing),
(organization),
dan
berkarakter (characterization). Objek penilaian sikap dalam proses pembelajaran meliputi sikap terhadap materi pelajaran, sikap terhadap guru/pengajar, sikap terhadap proses pembelajaran, sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma tertentu yang berkaitan dengan materi pelajaran, serta sikap yang berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum. Terdapat dua teknik yang digunakan dalam penilaian aspek sikap peserta didik yaitu teknik utama dan teknik penunjang. Teknik utama yang dimaksud yaitu observasi yang kemudian dituliskan di buku jurnal. Sedangkan teknik penunjang meliputi penilaian diri dan penilaian antarteman. a) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan dengan menggunakan indra secara berkesinambungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. b) Jurnal merupakan catatan mengenai sikap peserta didik yang dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang berisi informasi mengenai hasil pengamatan
11
tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. c) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri. Kelebihan
dan
kekurangan
yang
dikemukanan
berhubungan dengan pencapaian kompetensi yang akan dicapai. Instrumen yang digunakan dalam penilaian diri adalah lembar penilaian diri. d) Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan
cara
meminta
peserta
didik
untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembaran penilaian antarteman. 2) Penilaian Kompetensi Pengetahuan Ruang lingkup penilaian kompetensi pengetahuan meliputi enam jenjang proses berpikir yaitu kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 menjelaskan bahwa penilaian kompetensi pengetahuan yang dilakukan oleh pendidik dapat dilakukan dengan teknik tes tulis, tes lisan, dan penugasan. a) Instrumen teknik tes tulis meliputi soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar salah, menjodohkan, dan tes uraian yang dilengkapi pedoman penskoran. b) Instrumen teknik test lisan dapat berupa daftar pertanyaan. c) Instrumen teknik penugasan dapat berupa pekerjaan rumah dan/atau proyek yang dikerjakan secara individu
12
atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas yang diberikan oleh guru. 3) Penilaian Kompetensi Keterampilan Ruang lingkup penilaian kompetensi keterampilan meliputi lima jenjang proses berpikir yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 menjelaskan bahwa penilaian kompetensi keterampilan yang dilakukan oleh pendidik dapat Penilaian
dilakukan melalui penilaian kinerja.
ini
mendemonstrasikan
meminta
peserta
kompetensi
didik
tertentu
untuk dengan
menggunaka tes praktik, proyek, dan penilaian portofolio. Instrument yang digunakan dalam menilai kompetensi ini adalah dengan menggunakan daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. a) Tes praktik adalah teknik penilaian yang meminta peserta didik menggunakan keterampilannya dalam melakukan aktivitas sesuai dengan tuntutan kompetensi. b) Proyek adalah teknik penilaian berupa tugas-tugas belajar
yang
meliputi
kegiatan
perancangan,
pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. c) Penilaian portofolio adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan mengumpulkan seluruh karya yang telah dibuat peserta didik dalam bidang tertentu. Teknik ini digunakan untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam waktu tertentu. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pendidik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
13
a) Kompetensi yang akan dinilai harus dipresentasikan pada substansi penilaian; b) Bentuk instrument yang digunakan harus sesuai dengan kontruksi yang memenuhi persyaratan teknis; c) Instrumen harus menggunakan bahasa yang baik, benar, dan komunikatif yang disesuiakan dengan tingkat perkembangan peserta didik. d. Prosedur Penilaian Autentik Prosedur penilaian oleh Pendidik dalam melaksanakan penilaian
autentik
ada
4
tahapan
yaitu
tahap
persiapan/perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan/tindak lanjut, dan pelaporan. Masing-masing tahapan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Kemendikbud, 2015: 13–14): 1) Tahap persiapan/perencanaan dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut a) Guru mengkaji kompetensi dan silabus sebagai patokan dalam membuat rancangan dan kriteria penilaian. b) Guru membuat rancangan dan kriteria penilaian. c) Guru mengembangkan indikator. d) Guru memilih teknik penilian sesuai dengan indikator. e) Guru
mengembangkan
instrumen
dan
pedoman
penskoran. 2) Tahap pelaksanaan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut a) Guru
mengawali
penilaian
dengan
penelusuran menggunakan teknik
melakukan
bertanya
untuk
mengeksplorasi pengalaman belajar siswa sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik. b) Guru melaksanakan tes dan/atau nontes. 3) Tahap analisis/pengolahan dan tindak lanjut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut
14
a) Guru menganalisis hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar peserta didik. b) Guru mengembalikan hasil penilaian kepada peserta didik disertai balikan (feedback) berupa komentar yang mendidik. c) Guru
menindaklanjuti
hasil
penilaian
dengan
memberikan layanan remedial atau pengayaan guna perbaikan pembelajaran. d) Guru melakukan penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial antarmata pelajaran selama satu semester, dan hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kompetensi sikap oleh wali kelas 4) Tahap analisis/pengolahan dan tindak lanjut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut a) Laporan hasil belajar peserta didik pada aspek pengetahuan dan keterampilan berbentuk nilai disertai diskripsi pencapaian kompetensi. b) Laporan hasil belajar peserta didik pada aspek sikap spiritual dan sosial berbentuk diskripsi berdasarkan kumpulan informasi dari guru-guru mata pelajaran. c) Laporan hasil belajar peserta didik disampaikan kepada kepala sekolah dan pihak yang terkait yang meliputi wali kelas, Guru Bimbingan dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang ditentukan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Tujuan dari dilakukannya penilaian secara berkesinambungan yaitu agar dapat memantau proses pembelajaran secara keseluruhan, mengetahui kemajuan belajar peserta didik, serta meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran.
15
2. Pembelajaran Akuntansi a. Pengertian Pembelajaran Akuntansi Untuk mengetahui pengertian pembelajaran akuntansi, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari pembelajaran dan pengertian dari akuntansi. Terdapat beberapa pendapat mengenai arti pembelajaran. Pendapat tersebut diantaranya menurut Oemar Hamalik, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013, dan UndangUndang No. 20 tahun 2003. Hamalik (2013: 25) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu proses penyampaian pengetahuan dengan menggunakan metode tertentu kepada siswa.
Sedangkan belajar merupakan suatu
kegiatan atau suatu proses dan bukan hasil akhir. Kegiatan belajar akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku
yang
dimaksud
mencakup
perubahan
yang
bersifat
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi yang dilakukan antarpeserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pengertian peserta didik yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang dilakukan peserta didik dengan pendidik dan juga sumber belajarnya pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha disengaja yang dilakukan oleh peserta didik di suatu lingkungan
belajar
untuk
mengembangkan
potensi
dimilikinya dan menimbulkan perubahan tingkah laku.
yang
16
Pembelajaran dalam dunia pendidikan terbagi menjadi bermacam-macam bidang ilmu pengetahuan, antara lain bidang ilmu fisika, biologi, matematika, statistik, astronomi, geologi, geografi, geofisika, sosiologi, akuntansi dan lain sebagainya. Akuntansi merupakan salah satu bidang ilmu dalam rumpun ilmu ekonomi. American Accounting Associaton (AAA) mendefinisikan akuntansi sebagai suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, dan pengomunikasian informasi ekonomi yang dimungkinkan untuk membuat pertimbangan-pertimbangan dan keputusan-keputusan oleh para pemakai informasi tersebut (Soemantri, 2011: 19). Suwardjono (2008 : 9–11) mendefinisikan pengertian akuntansi dalam dua aspek, yaitu seperangkat pengetahuan dan secara praktik. Sebagai seperangkat pengetahuan, akuntansi dapat dimaknai sebagai pengetahuan yang mempelajari perekayasaan informasi keuangan kuantitatif serta cara pelaporannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomik. Sedangkan dalam artian praktik, akuntansi dimaknai sebagai proses dalam mengidentifikasi, mengesahkan, mengukur, mengklasifikasikan, menggabungkan, meringkas, dan menyajikan data keuangan atas kejadian-kejadian atau transaksitransaksi suatu organisasi dengan cara tertentu sehingga dihasilkan informasi yang relevan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Berdasarkan definisi tersebut, maka akuntansi dapat diartikan sebagai suatu rangkaikan proses yang meliputi kegiatan mencatat, menggolongkan,
mengikhtisarkan
kejadian
ekonomi
suatu
perusahaan hingga dapat dihasilkan laporan keuangan yang memuat
informasi
yang
berguna
bagi
pihak-pihak
yang
berkepentingan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pihak-pihak tersebut ada dua, yaitu pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal meliputi pemilik perusahaan, pimpinan perusahaan, dan
17
karyawan perusahaan. Sedangkan pihak ekternal meliputi investor, kreditor, akuntan publik, dan pemerintah. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran akuntansi adalah usaha disengaja yang dilakukan oleh
peserta
didik
di
suatu
lingkungan
belajar
untuk
mengembangkan dan meningkatkan kompetensi akuntansi yang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku dari segi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. b. Tujuan Pembelajaran Akuntansi Setiap pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai. Pada kurikulum 2013, tujuan pembelajaran dirumuskan dalam indikatorindikator yang disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik. Capaian kompetensi pada tiap akhir jenjang kelas tersebut dikenal dengan istilah Komeptensi Inti. Kompetensi Inti ini menggambarkan kelompok yang tidak kategorial mengenai aspek sikap, pengetahuan, dan ketarampilan. Kompetensi Inti dibuat dengan tujuan untuk dibentuk melalui proses pembelajaran. Artinya, Kompetensi Inti tidak diajarkan kepada peserta didik melainkan hasil dari proses pembelajaran nantinya harus dapat membentuk peserta didik untuk dapat memiliki Kompetensi Inti tersebut. Kompetensi Inti bebas dari mata pelajaran karena kompetensi ini menyatakan kebutuhan kompetensi peserta didik yang harus dicapai dan tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi Inti yang harus dicapai oleh peserta didik diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran.
Rumusan
kompetensi
dasar
ini
dibuat
dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, dan ciri-ciri mata pelajarannya yang meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
18
Berikut ini adalah Kompetensi Inti yang harus dimiliki oleh peserta didik : 1) KI-1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2) KI-2 : Menghayati dan Mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktifdan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3) KI-3 : Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam wawasan kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah. 4) KI-4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di
sekolah
secara
mandiri,
dan
mampu
melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung. Kompetensi Inti dalam pembelajaran dijadikan dasar untuk mengembangkan kompetensi dasar. Menurut Depdiknas (2003) kompetensi dasar adalah kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh peserta didik dan harus direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dasar dijadikan konsep untuk membuat indikator pembelajaran. Indikator adalah kompetensi dasar lebih spesifik yang dapat dijadikan ukuran atau patokan untuk menilai ketercapaian hasil belajar peserta didik.
19
c. Proses Pembelajaran Akuntansi Pembelajaran merupakan suatu sistem dan penilaian adalah salah satu kegiatannya. Sebagai suatu sistem, terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan dan berpengaruh antara satu dengan yang lain. Komponen-komponen dalam pembelajaran menurut Arikunto (2012: 9–14) diantaranya 1) Pesertadidik (raw input); Peserta didik dalam pembelajaran adalah komponen masukan yang bersifat mentah. Penilai ingin mengetahui apakah peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan sungguhsungguh sehingga mampu berubah menjadi keluaran yang memiliki kompetensi lebih baik sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2) Input instrumen (instrumental input), yang meliputi pendidik, materi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, serta pengelolaan; Imput instrument merupakan instrument
masukan yang
mendukung proses pembelajaran. Penilai ingin mengetahui apakah komponen input instrumen telah berfungsi dengan baik sebagaimana yang seharusnya. Penilaian dalam komponen ini dilakukan terhadap masing-masing faktor yang didasarkan pada kondisi yang diharapkan. 3) Input
lingkungan (environmental input),
yang meliputi
lingkungan di dalam keluarga, lingkungan di sekolah, serta lingkungan bermain dan bergaul di masyarakat; Penilai ingin mengetahui apakah unsur lingkungan telah berfungsi dengan baik dalam proses pembelajaran. Lingkungan di dalam keluarga meliputi tempat belajar yang nyaman, penerangan dan ventilasi yang cukup, waktu belajar yang sesuai, dan tersedianya buku-buku yang lengkap. Lingkungan di sekolah meliputi ruangan kelas yang nyaman, suasana
20
belajar yang menyenangkan, dan adanya bantuan dari sekolah apabila peserta didik yang mengalami kesulitan. Lingkungan bermain
dan
bergaul
di
masyarakat
meliputi
kondisi
lingkungan peserta didik di masyarakat yang mendukung proses pembelajaran seperti benda-benda alam, kelompok belajar siswa, dan lain-lain. Proses pembelajaran melibatkan tiga komponen penting yaitu masukan mentah (raw input), input instrumen, dan input lingkungan. Ketiganya berpengaruh dalam proses pembelajaran dan
ikut
berperan dalam
keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran. Apabila terdapat masukan mentah yang baik, input instrumen dan input lingkungan yang mendukung, maka proses pembelajaran
juga
dapat
pembelajaran
yang
baik
berjalan dan
dengan
kondusif
baik.
selanjutnya
Proses dapat
menghasilkan lulusan yang kompeten. Lulusan tersebut dapat menjadi sumber daya yang potensial untuk memajukan negara.
3. Keefektifan Penilaian Autentik Keefektifan suatu program pendidikan dapat diukur dengan menggunakan model evaluasi program CIPP yang meliputi 4 komponen utama yaitu komponen konteks (context), masukan (input), proses (process), dan produk (product). Pengukuran keefektifan penilaian autentik dapat dilakukan dengan model ini. Menurut Widoyoko (2013 : 182) model CIPP pertama kali dikembangkan oleh Stufflebeam pada 1965 yang memiliki pandangan bahwa tujuan evaluasi adalah bukan untuk membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. Model ini dapat diterapkan di bidang pendidikan dengan menggunakan 4 dimensi yaitu context, input, process, dan product. Sehingga model ini dinamakan CIPP yang diambil dari huruf depan empat buah kata tersebut dan merupakan proses sebuah program kegiatan.
21
a. Keefektifan Penilaian Autentik dari Segi Konteks (Context) Konteks dapat diartikan sebagai situasi atau latar belakang apa yang mempengaruhi tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan. Konteks menilai kebutuhan, permasalahan, asset, dan peluang untuk membantu pembuat keputusan dalam menetapkan tujuan dan prioritas. Konteks juga membantu stakeholder dalam menilai tujuan, prioritas, dan hasil. Madaus, Scriven, dan Stufflebeam (1985: 130) menyatakan “Finally, context record are an excellent means by which to defend the efficacy of one’s goals and priorities.” Pada akhirnya, konteks merekam cara yang paling baik dengan menetapkan suatu tujuan atau prioritas mana yang efektif. Evaluasi konteks merupakan penggambaran dan spesifikasi tentang lingkungan program yang dilaksanakan, kebutuhan yang belum terpenuhi, karakteristik populasi dan sampel dari individu yang diberi pelayananserta tujuan dari program. Evaluasi konteks menurut Suharsimi (Widoyoko, 2013 : 182) dilakukan untuk menjawab pertanyaan: 1) Apa saja kebutuhan yang belum dipenuhi oleh kegiatan program yang dilaksanakan; 2) Manakah tujuan pengembangan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan; serta 3) Manakah tujuan yang paling mudah dicapai. Komponen konteks dalam hubungannya dengan penilaian autentik dikaitkan dengan analisis kebutuhan dibuatnya suatu program. Analisis kebutuhan diberlakukannya penilaian autentik berhubungan
dengan
kompetensi
lulusan
peserta
didik
sebagaimana amanat yang tertulis di UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35 yang menyatakan bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
22
kemampuan lulusan yang mencakup tiga aspek penting yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kebutuhan-kebutuhan
yang
belum
terpenuhi
sebelum
diberlakukannya penilaian autentik diantaranya kompetensi yang diterapkan sebelumnya belum menggambarkan secara menyeluruh aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan, beberapa kompetensi yang dibutuhkan di setiap perkembangan kebutuhan belum terkaomodasi di dalam kurikulum. Kemendikbud (2015: 1–2) menyatakan bahwa pada kurikulum 2006 terdapat beberapa permasalahan diantaranya kompetensi yang menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan serta beberapa kompetensi lain yang dibutuhkan belum
terakomodasi di
dalam
kurikulum,
standar
proses
pembelajaran masih membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam, standar penilaian masih belum mengarah pada penilaian berbasis kompetensi, serta diperlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir. Berdasarkan uraian tersebut maka komponen konteks dalam mengukur keefektifan diarahkan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan yang belum terpenuhi di dalam KTSP. Penilaian autentik pada komponen konteks meliputi analisis kebutuhan penilaian pada pembelajaran, dan analisis belum terpenuhinya kebutuhan penilaian pada kurikulum KTSP. Penilaian autentik dapat dikatakan efektif apabila penilaian tersebut telah sesuai dengan tujuan penilaian dan mampu untuk mengukur kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik secara holistik. Penilaian autentik juga dapat dikatakan efektif apabila penilaian tersebut juga mampu untuk menutupi permasalahan-permasalahan penilaian pada KTSP. Pada subkomponen kebutuhan penilaian pada pembelajaran, terdapat dua indikator yaitu penilaian hasil belajar bertujuan untuk
23
mengukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan sekaligus mengukur keberhasilan peserta didik dalam penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, dan penilaian hasil belajar harus dapat menilai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik secara holistik. Dengan demikian, penilaian memang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Terdapat beberapa indikator pada subkomponen terpenuhinya
kebutuhan
penilaian
pada
kurikulum
belum KTSP,
diantaranya standar penilaian pada KTSP belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi, penilaian pada KTSP hanya mengarahkan pada penilaian aspek pengetahuan, penilaian tradisional belum bisa menilai aspek sikap dan keterampilan peserta didik, serta pelaporan penilaian hasil belajar pada kurikulum KTSP belum melaporkan kompetensi sikap dan keterampilan karena hanya melaporkan kemampuan kompetensi pengetahuan peserta didik.
b. Keefektifan Penilaian Autentik dari Segi Masukan (Input) Evaluasi masukan membantu pihak yang berkepentingan untuk mengatur keputusan yang akan ditetapkan, menentukan sumbersumber yang ada untuk pelaksanaan program dan alternatif apa yang akan diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, serta bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi sumber daya manusia, sarana dan peralatan pendukung, dana/anggaran, dan berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Orientasi utama dari evaluasi masukan adalah membantu menentukan program yang mana untuk membawa perubahan yang dibutuhkan. Madaus, Scriven, dan Stufflebeam (1985: 130) menyatakan
24
The main orientation of an input evaluation is to help prescribe a program by which to bring about needed changes. This type of study should identity and rate relevant approaches (including any that are already in operation) and assist in explicating and “shaking down” the one that is chosen for installation or continuation. It should also search the client’s environment for barriers, constrains, and potentially available resources that need to be taken into account in the process of activating the program. Berdasarkan uraian tersebut maka komponen masukan dalam mengukur keefektifan penilaian autentik dihubungkan dengan pemilihan teknik, instrumen, dan prosedur yang digunakan dalam penilaian autentik, serta prinsip-prinsip penilaian hasil belajar. Penilaian autentik dikatakan efektif apabila penilaian autentik sudah memiliki teknik, instrument, dan prosedur untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada situasi yang nyata, serta penilaian autentik telah memenuhi prinsip-prinsip penilaian hasil belajar yang tercantum di dalam Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Terdapat beberapa indikator pada subkomponen penilaian autentik terdapat teknik, instrument, dan prosedur untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada situasi yang nyata. Indikator-indikator tersebut yaitu penilaian autentik dapat menempatkan peserta didik pada situasi yang nyata dalam pembelajaran akuntansi, terdapat teknik yang jelas, instrument yang lengkap, serta prosedur yang mudah untuk dilaksanakan pada penilaian autentik untuk mengukur aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Terdapat beberapa indikator pada subkomponen penilaian autentik telah memenuhi prinsip-prinsip penilaian hasil belajar yang tercantum di dalam Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian. Penilaian autentik dapat dikatakan
25
efektif apabila telah memenuhi prinsip-prinsip penilaian tersebut yaitu objektif, terpadu, ekonomis, transparan, akuntabel, dan edukatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Retnawati, Hadi, dan Nugraha (2015) menyatakan bahwa pelatihan dan sosialisasi kurikulum 2013
yang diberikan oleh guru
belum dapat
memberikan pemahaman yang baik dan menyeluruh, guru juga mengalami kesulitan dalam mengatur waktu pada perencanaan pembelajaran,
merencanakan
pembelajaran,
merencanakan
penilaian sikap, dan memilah pengetahuan dan keterampilan pada penyusunan
instrumen
penilaian.
Sistem
penilaian
dalam
kurikulum 2013 juga dianggap rumit dan perlu waktu yang lama untuk menyusun laporan. Guru yang merasa rumit dalam menggunakan instrumen penilaian autentik yang terlalu banyak dapat menjadi penyebab kurang efektifnya penilaian autentik. c. Keefektifan Penilaian Autentik dari Segi Proses (Process) Evaluasi proses digunakan untuk mendeteksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap pelaksanaan. Selain itu, evaluasi dalam tahap ini juga dapat menyediakan informasi untuk keperluan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses juga digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana diterapkan dan komponen apa saja yang perlu diperbaiki. Madaus, Scriven, dan Stufflebeam (1985: 132) menyatakan In essence, a process evaluation is an ongoing check on the implementation of a plan. One objective is to provide feedback to managers and staff about the extend to which the program activities are on schedule, are being carried out as planned, and are using the available resources in an efficient manner. Berdasarkan uraian tersebut maka komponen proses dalam mengukur keefektifan penilaian autentik dihubungkan dengan seluruh kegiatan dalam pelaksanaan penilaian autentik. Kegiatan
26
ini disesuaikan dengan prosedur pelaksanaan penilaian autentik serta pelaksanaan penilaian yang sesuai dengan panduannya. Penilaian autentik dapat dikatakan efektif apabila perencanaan, pelaksanaan, dan analisis/pelaporannya telah sesuai dengan prosedur penilaian. Kunandar (2014: 73) menyatakan bahwa standar perencanaan penilaian hasil belajar sebagai berikut 1) Guru membuat rencana penilaian secara terpadu dengan mengacu pada silabus dan rencana pembelajaran akuntansi. 2) Guru mengembangkan kriteria pencapaian kompetensi dasar sebagai dasar untuk penilaian. 3) Guru menentukan teknik dan instrumen penilaian sesuai indikator pencapaian kompetensi dasar. 4) Guru menginformasikan kepada peserta didik tentang aspek yang akan dinilai dan kriteria pencapainnya. 5) Guru membuat kisi-kisi penilaian berdasarkan komponen yang akan dinilai. 6) Guru membuat instrumen penilaian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat dan dilengkapi dengan pedoman penskoran. 7) Guru menganalisis kualitas instrumen penilaian dengan mengacu persyaratan instrumen serta menggunakan acuan kriteria. 8) Guru menetapkan bobot penilaian untk tiap teknik/jenis penilaian dan menetapkan rumus nilai akhir peserta didik. 9) Guru menetapkan acuan kriteria yang akan digunakan yaitu berupa nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Pelaksanaan penilaian autentik dikatakan efektif apabila sesuai dengan dengan prosedur penilaian hasil belajar. Kemendikbud (2015: 14) menyatakan prosedur pelaksanaan penilaian autentik yaitu 1) Pelaksanaaan penilaian diawali dengan penelusuran dengan menggunakan
teknik
bertanya
untuk
mengeksplorasi
27
pengalaman belajar siswa sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik. 2) Melaksanakan tes dan/atau nontes. Pelaksanaan penilaian autetik tersebut harus meliputi penilaian pada
kompetensi
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan.
Kemendikbud (2015: 17 – 44) menyatakan bahwa pelaksanaan penilaian pada ketiga kompetensi meliputi 1) Pelaksanaan teknik observasi selama satu semester oleh guru mata pelajaran (selama proses pembelajaran pada jam pelajaran), guru bimbingan konseling (BK), dan wali kelas (selama siswa di luar jam pelajaran) yang ditulis dalam buku jurnal, yang mencakup catatan anekdot (anecdotal record), catatan kejadian tertentu (incidental record), dan informasi lain yang diterima dari berbagai sumber. 2) Penilaian kompetensi sikap diperkuat dengan penilaian diri dan penilaian antarteman sebagai konfirmasi atas penilaian yang dilakukan oleh guru. 3) Wali kelas mengumpulkan data/informasi dari hasil penilaian sikap yang dilakukan oleh guru mata pelajaran, guru BK, dan/atau penilaian diri dan antarteman untuk dirangkum menjadi
deskripsi
(bukan
angka
atau
predikat)
yang
menggambarkan perilaku siswa. 4) Perilaku sangat baik atau kurang baik yang dicatat dalam jurnal sesuai perilaku yang ditunjukkan oleh siswa. 5) Penilaian pengetahuan menggunakan teknik tes tertulis, tes lisan, penugasan, atau portofolio. 6) Penilaian kompetensi keterampilan menggunakan teknik penilaian kinerja, proyek, atau portofolio yang disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. 7) Penilaian kompetensi keterampilan menggunakan instrumen daftar cek atau skala penilaian yang dilengkapi rubrik.
28
8) Guru melaksanakan penilaian sesuai prosedur pada rencana penilaian dan menjamin pelaksanaan yang bebas dari kecurangan. Penilaian autentik pada pelaksanaannya dikatakan efektif apabila analisis/pengolahan dan tindak lanjut penilaian autentik sesuai dengan prosedur penilaian autentik. Kemendikbud (2015: 14) menyatakan tahap analisis/pengolahan
dan tindak lanjut
penilaian hasil belajar yaitu 1) Guru menganalisis hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar peserta didik. 2) Hasil penilaian dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan
(feedback)
berupa
komentar
yang
mendidik
(penguatan). 3) Hasil analisis ditindaklanjuti dengan layanan remedial, pengayaan, dan pelayanan konseling. 4) Penilaian kompetensi sikap antarmata pelajaran dilakukan oleh semua
pendidik
selama
satu
semester
dan
hasilnya
diakumulasikan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2014) penilaian autentik pada saat pelaksanaan proses pembelajaran dirasa kurang optimal, terutama penilaian aspek sikap. Hal tersebut disebabkan Guru fokus pada proses mengajar dan penyampaian materi pembelajaran sehingga kurang melalukan pengamatan kepada siswa. Pelaksanaan penilaian autentik yang kurang optimal dapat mengakibatkan kurang efektifnya penilaian autentik. d. Keefektifan Penilaian Autentik dari Segi Hasil (Product) Menurut Tayibnapis (Widoyoko, 2013) evaluasi produk bertujuan membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah tercapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan. Madaus, Scriven, dan Stufflebeam (1985: 132) menyatakan
29
The purpose of a product evaluation is to measure, interpret, and judge the attainments of a program. Feedback about what is being achieved is important both should a program cycle and at its conclusion. Also, product evaluation often should be extended to assess long-term effects. The main objective of a product evaluation is to ascertain the extent to which the program has met theneeds of the group it is intended to serve. Berdasarkan uraian tersebut maka komponen hasil dalam mengukur keefektifan penilaian autentik dihubungkan dengan pelaporan dari hasil pelaksanaan penilaian autentik yang dilakukan. Pelaporan penilaian autentik harus sesuai dengan pedoman penilaian sehingga hasilnya dapat menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kemampuan
ini
menggambarkan
kebutuhan
pendidikan yang sesuai dengan standar kompetensi lulusan SMK. Terdapat dua subkomponen dalam komponen hasil pada penilaian autentik yaitu penilaian autentik mampu memenuhi kebutuhan penilaian pada pembelajaran, serta hasil penilaian autentik dan pelaporan sesuai dengan aturan yang ada di panduan penilaian SMK. Hasil penilaian autentik dikatakan efektif apabila sudah mampu memenuhi kebutuhan penilaian pada komponen konteks, yaitu 1) Hasil penilaian dapat mencapai tujuan penilaian yaitu mengukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan sekaligus mengukur keberhasilan peserta didik dalam penguasaan kompetensi yang telah ditentukan. 2) Hasil penilaian autentik sudah menggambarkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik secara holistik. 3) Hasil penilaian autentik sudah menggambarkan kompetensi peserta didik secara empiris (nyata).
30
4) Penilaian autentik dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil penilaian dan pelaporan penilaian autentik dikatakan efektif apabila telah sesuai dengan prosedur penilaian hasil belajar. Menurut Kemendikbud (2015: 65 – 68) menyatakan bahwa 1) Hasil penilaian autentik sudah menunjukkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki peserta didik. 2) Pelaporan
penilaian
autentik
meliputi
aspek
sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara menyeluruh. 3) Pelaporan peserta didik jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak.
B. Kerangka Berpikir Keefektifan dalam penilaian autentik menunjukkan ketercapaian tujuan penilaian autentik yaitu mampu untuk menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya secara menyeluruh meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keefektifan ini dapat dinilai dari empat komponen yang saling terkait. Komponen tersebut terdiri atas komponen konteks (context), masukan (input), proses (process), dan hasil (product). Komponen konteks dalam penilaian autentik berhubungan dengan analisis kebutuhan atau needs assessment. Kebutuhan penilaian hasil belajar berkaitan dengan kompetensi lulusan peserta didik. Berdasarkan amanat yang tertulis di UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35 dinyatakan bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup tiga aspek penting yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian hasil belajar harus diarahkan untuk menilai ketiga aspek tersebut secara menyeluruh. Namun, fenomena menunjukkan bahwa penilaian yang selama ini dilakukan hanya dari segi pengetahuan saja. Guru menggunakan tes tertulis untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik atau berbasis paper-and-pencil test.
31
Penilaian yang seperti ini tentu belum dapat menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Oleh sebab itu, penilaian autentik diperlukan untuk menilai kemampuan siswa yang sebenarnya karena dapat menilai siswa secara keseluruhan mulai dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Komponen konteks dalam penilaian autentik yang sesuai dengan kebutuhan, akan mempengaruhi komponen masukan yang tepat. Komponen masukan dalam penilaian autentik berhubungan dengan teknik, instrumen, prosedur, serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam penilaian autentik. Pada pelaksanannya, guru merasa rumit dalam memilih teknik penilaian autentik yang sesuai untuk mengukur kompetensi siswa. Guru juga merasa instrumen penilaian autentik terlalu banyak. Hal ini akan mempengaruhi komponen proses penilaian autentik. Komponen proses dalam penilaian autentik berhubungan dengan pelaksanaan penilaian autentik yang sesuai dengan standarnya. Apabila komponen proses berjalan dengan baik, hasil penilaian autentik akan dapat menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada kenyataannya, penilaian autentik pada saat pelaksanaan proses pembelajaran dirasa kurang optimal. Pelaksanaan yang kurang optimal akan mempengaruhi komponen hasil penilaian autentik. Komponen hasil penilaian autentik berhubungan dengan pelaporan hasil penilaian belajar. Penilaian ini diharapkan dapat menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Kemampuan tersebut bersifat menyeluruh mulai dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Apabila pelaksanaan penilaian autentik pada komponen proses kurang optimal, maka hasil dari penilaian juga kurang mampu untuk menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Hasil dari penelitian evaluasi mengenai penilaian autentik di sekolah diarahkan untuk memberikan informasi bagi pihak yang berkepentingan mengenai keefektifan pelaksanaanya. Melalui model CIPP hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam membuat keputusan pihakpihak yang berkepentingan untuk perbaikan penilaian autentik.
32
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut Keefektifan Penilaian Autentik
Keefektifan dari segi Konteks (Context)
Keefektifan dari segi Masukan (Input)
Keefektifan dari segi Proses (Process)
Keefektifan dari segi Hasil (Product)
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Keefektifan Penilaian Autentik
C. Hipotesis Penelitian ini tidak berhipotesis. Arikunto (2010: 117) menyatakan bahwa terdapat pendapat yang mengatakan hipotesis akan dibuat apabila permasalahan dalam penelitian menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Sedangkan penelitian yang hanya memiliki satu variabel yang sifatnya deskriptif tidak perlu untuk dihipotesiskan. Penelitian ini memiliki satu variabel tunggal yaitu keefektifan penilaian autentik dan bersifat deskriptif sehingga tidak memiliki hipotesis dalam penelitiannya.