BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Matematika Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD Di dalam suatu pembelajaran terdapat komponen komponen yang menyusun terjadinya suatu pembelajaran salah satunya yaitu siswa. Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik utama siswa sekolah dasar (SD) pada umumnya adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan
individual
dalam
banyak
segi
dan
bidang,
diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik siswa. Setiap siswa sekolah dasar berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Perubahan fisik maupun mental siswa sekolah dasar terjadi beberapa tahap perkembangan. Piaget (Sumantri & Syaodih, 2007: 1.14) mendeskripsikan perkembangan kognitif anak kedalam empat periode perkembangan sebagai berikut: umur 0-2 berada pada fase sensorimotor, 2-7 tahun berada pada fase praoperasional, 7-11 tahun berada pada fase operasional konkret, dan umur 11-15 tahun berada pada fase operasional formal. 1) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun) Kegiatan intelektual pada tahap ini hampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indra. Pada saat anak mencapai kematangan dan mulai memperoleh ketrampilan berbahasa mereka mengaplikasikannya dengan menerapkan pada objek-objek yang nyata. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda tersebut. 2) Tahap Praoperasional (2-7 tahun) Pada tahap ini perkembangan sangat pesat. Lambang-lambang Bahasa yang dipergunakan untuk menunjukan benda-benda nyata bertambah 8
9 dengan pesatnya. Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi, bukannya berdasarkan analisis rasional. Anak biasanya mengambil kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Menurut pendapat mereka pesawat terbang adalah benda yang kecil yang berukuran 30 cm; hanya itulah yang nampak pada mereka saat mereka menengadah dan melihatnya terbang di angkasa. 3) Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun) Kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret. Pada tahap ini anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk mencari suatu yang tersembunyi. Misalnya, anak seringkali menjadi frustasi bila disuruh mencari arti tersembunyi dari suatu kata dalam tulisan tertentu. Mereka menyukai soal-soal yang tersedia jawabannya. 4) Tahap Operasional Formal ( 11-15 tahun) Tahap ini ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara berpikir terhadap permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun yang konkret. Pada tahap ini anak sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ide-ide, berpikir tentang masa depan secara realisitis. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan anak yang dikemukakan Piaget, siswa kelas IV SD biasanya berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk dalam fase operasional konkret. Dalam fase ini anak-anak dapat mengembangkan pola-pola berpikir formal seutuhnya. Pada masa ini anak merasa lebih tahu dari orang tua dan anak lebih percaya pada teman-teman sebaya atau pada guru. Anak aktif dan mempunyai perhatian yang besar pada lingkungan. Havighurst (Susanto 2013: 72) berpendapat bahwa tugas anak usia sekolah dasar meliputi: (1) belajar keterampilan fisik untuk
10 pertandingan biasa sehari-hari, (2) membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh kembang, (3) belajar bergaul dengan teman sebaya, (4) belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita, (5) mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari, (6) mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu
skala
nilai-nilai,
(7)
mencapai
kebebasan
pribadi.
(8)
mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusiinstitusi sosial. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada usia tersebut anak mulai belajar mengembangkan ketrampilan fisik, belajar bersosialisasi dengan orang lain, dan membentuk serta mengembangkan sikap-sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dalam kehidupan sosial. Pada tahap ini juga anak telah mampu berpikir secara logis dan sistematis serta mulai melihat sesuatu berdasarkan persepsinya tetapi hanya melalui pengertian konkret, anak belum mampu berpikir secara abstrak. Karakteristik kelas IV SD yang telah dipaparkan di atas sangat sesuai jika dalam pembelajaran diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan media konkret. Melalui penerapan model pembelajaran PBL dengan media konkret dapat memaksimalkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan karena siswa akan mengkontruksi pemikirannya sendiri untuk menemukan konsep dari materi pembelajaran yang didasarkan pada permasalahan sehari-hari. Selain itu, siswa juga akan mendapatkan pengalaman secara langsung/konkret karena guru menggunakan media konkret atau nyata sebagai media dalam menyampaikan materi.
11 b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Pembelajaran Pada dasarnya pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar dengan tujuan terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik (Isjoni, 2010: 11). Hamalik (2010: 57) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Unsur manusiawi terdiri dari manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran, yaitu guru, siswa, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Unsur material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, dan sebagainya. Menurut Susanto (2013: 19) pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Sementara Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses belajar antara guru dan siswa dimana di dalamya terdapat interaksi baik antara guru sebagai pendidik, siswa sebagai peserta didik, dan sumber belajar guna tercapainya tujuan pembelajaran. 2) Prinsip-Prinsip Pembelajaran Pendapat Sanjaya (2008: 31-32) mengenai prinsip–prinsip pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut:
12 a) Berpusat Kepada Siswa Pada kegiatan pembelajaran, siswa bertindak sebagai subjek belajar, dan keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa menguasai materi pelajaran, akan tetapi dari sejauh mana siswa telah beraktivitas dan menemukan materi pelajaran sendiri. b) Belajar dengan Melakukan Belajar bukan sekedar mendengarkan dan mencatat, akan tetapi belajar merupakan proses beraktivitas, berbuat, mencari informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan. c) Mengembangkan Kemampuan Sosial Kegiatan pembelajaran bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan bersosial. Hal itu, sesuai dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial. d) Mengembangkan Kreativitas Siswa Proses pembelajaran yang mendorong siswa agar menguasai pengetahuan, maka akan dapat mengembangkan daya kreativitas siswa. e) Mengembangkan Keterampilan Pemecahan Masalah Adanya
kegiatan
pembelajaran
diharapkan
dapat
mengembangkan pengetahuan siswa yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya
Sejalan dengan itu, Susanto (2013: 87-88) mengemukakan bahwa ada sepuluh prinsip pembelajaran yaitu (1) prinsip motivasi, (2) prinsip latar belakang, (3) prinsip pemusatan perhatian, (4) prinsip keterpaduan, (5) prinsip pemecahan masalah, (6) prinsip menemukan, (7) prinsip belajar sambil bekerja, (8) prinsip belajar sambil bermain, (9) prinsip perbedaan individu, dan (10) prinsip hubungan sosial.
13 Berdasarkan
dua
pendapat
mengenai
prinsip–prinsip
pembelajaran, dapat disimpulkan prinsip–prinsip pembelajaran yang sesuai dengan penelitian ini yaitu: (a) berpusat kepada siswa, (b) belajar dengan melakukan, (c) merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna, (d) mengidentifikasi kompetensi dan karakter sesuai dengan
kebutuhan
dan
masalah
yang
dirasakan
siswa,
(e)
mengintegrasikan pembelajaran dengan kehidupan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah, (f) mengembangkan indikator setiap kompetensi dan karakter agar relevan dengan perkembangan dan kebutuhan siswa, (g) serta mengembangkan kemampuan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa yang merupakan tiga aspek utama yang terkandung dalam konsep kompetensi.
3) Karakteristik Pembelajaran Menurut karakteristik
Puskur
(Majid,
pembelajaran
yaitu
2011:
24)
mengemukakan
berpusat
pada
siswa,
mengembangkan kreativitas siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan, bermuatan nilai, serta menyediakan pengalaman yang beragam. Sanjaya
(2008:
79)
menjelaskan
tentang
karakteristik
pembelajaran yaitu: a) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa Di dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, akan tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. b) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja Kelas bukanlah tempat satu-satunya tempat untuk belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran yang dipelajari.
14 c)
Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Penguasaan materi hanya sebagai tujuan untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri. Menurut
Darsono
(Hamdani,
2011:
47)
karakteristik
pembelajaran adalah sebagai berikut: (a) pembelajaran dilakukan dengan sadar dan direncanakan secara sistematis, (b) pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar, (c) pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan menantang siswa (d) pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik, (e) pembelajaran menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa, (f) pembelajaran mampu membuat siswa siap menerima pelajaran,
baik
siswa
maupun
psikologi,
(g)
pembelajaran
menekankan keaktifan siswa, (h) pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja. Berdasarkan pembelajaran,
beberapa
maka
dapat
pendapat
mengenai
disimpulkan
bahwa
karakteristik karakteristik
pembelajaran yaitu: (1) berpusat pada siswa, (2) menyediakan pengalaman yang beragam bagi siswa, (3) sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, (4) menggunakan media dan sumber belajar yang tepat, (5) menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan dan bermakna, (6) serta bermuatan nilai dan karakter, (7) serta berorientasi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
4) Tujuan Pembelajaran Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu guru harus menetapkan tujuan pembelajaran yang dingin dicapai.
15 Tujuan pembelajaran ini sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran karena merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pembelajaran. Hosnan (2014:298) menyebutkan bahwa
tujuan
pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan mengubah tingkah laku siswa, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Sedangkan Hamalik (2010: 76) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sejalan dengan pendapat di atas, Mager (Hamalik, 2010: 77) menyatakan bahwa konsep tujuan pembelajaran yang menitik beratkan pada tingkah laku siswa atau perbuatan sebagai output pada diri siswa, yang dapat diamati. Output tersebut menjadi petunjuk bahwa siswa telah melakukan kegiatan belajar. Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
c. Pembelajaran Matematika di SD 1) Pengertian Matematika Mengenai
pengertian
Matematika,
Wahyudi
(2008:
3)
menyatakan bahwa: Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Sedangkan Abdurahman mengemukakan bahwa Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan tentang menghitung dan
16 yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan (Kurniawan, 2012: 16). Pendapat lain mengenai Matematika dikemukakan oleh Soedjadi (Uno & Umar, 2009: 108) menyatakan bahwa “Matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dibangun dengan pola pemikiran deduktif dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya melalui pemecahan masalah, sehingga berlaku secara umum. 2) Fungsi Matematika Wahyudi (2008: 3) menyatakan bahwa fungsi dari Matematika yaitu mengembangkan kemampuan
bernalar melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Selanjutnya, Uno & Umar (2009: 108) mengutip pendapat Cockroft menyatakan bahwa fungsi Matematika yaitu menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigu, serta sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi suatu hasil atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa penjelasan tentang fungsi Matematika, dapat disimpulkan bahwa fungsi Matematika yaitu sebagai alat komunikasi, alat pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan mendiskripsikan, dan memprediksi dengan pemikiran atau logika dari materi yang sederhana sampai pada tingkat lebih kompleks. 3) Tujuan Pembelajaran Matematika di SD Susanto (2013:189) tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan
17 matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Menurut kurikulum satuan pendidikan sekolah dasar 2006, mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Memahami
konsep
matematika,
menjelaskan
keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah untuk melatih dan menumbuhkan cara berpikir siswa secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan terampil melalui suatu latihan. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri menyelesaikan masalah Matematika dalam kehidupan sehari-hari.
4) Ruang Lingkup Matematika Kelas IV SD Menurut Standar Kompetensi mata pelajaran Matematika untuk sekolah dasar, bahwa ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek bilangan, geometri
18 dan pengukuran serta pengolahan data. Bilangan membahas tentang kaidah konsep simbolisasi lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana yang banyak melibatkan media konkret dan media manipulatif
lainnya.
Geometri
dan
pengukuran
lebih
fokus
membelajarkan siswa tentang konsep ruang dan ukurannya dengan perhitungan dasar yang sederhana menggunakan media konkret dan media manipulatif lainnya. Sedangkan Pengolahan data lebih banyak membahas tentang hakikat data, cara mengolah dan membaca data berdasarkan kaidah rasional dan ilmiah menggunakan data-data konkret dan data manipulatif. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas IV semester 2 SD sesuai Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Standar
Kompetensi
pada
penelitian
ini
yaitu,
6.
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar yang digunakan yaitu, KD 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya, KD 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan, dan KD 6.3 menjumlahkan pecahan. Berikut Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan penelitian dapat disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika tentang Pecahan Kelas IV SD Semester 2
Standar kompetensi 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah
Kompetensi dasar 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya. 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan. 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan
19 5) Materi Pembelajaran a) Arti Pecahan dan Urutannya Mengenal pecahan Pecahan merupakan bagian dari keseluruhan. Pecahan dapat dan b ≠ 0, bilangan a merupakan
dituliskan dengan lambang
pembilang dan b merupakan penyebut. 1 lembar kertas lipat utuh dipotong menjadi 4 bagian yang sama besar
a.
1 bagian dari 4
c. 3 Bagian dari 4 adalah
bagian adalah ¼
b.
2 bagian dari 4
d. 4 bagian dari 4 adalah
bagian adalah
=1
Menyatakan letak pecahan pada garis bilangan Untuk
mempermudah
mempelajari
pecahan,
menggunakan garis bilangan. Buatlah garis bilangan dengan panjang 8 cm 0
1 2
2 =1 2
kita
bisa
20 a. Jika garis bilangan dibagi menjadi 2 bagian yang sama, maka tiap bagian nilainya ½
0
1 2 3 4 =1 4 4 4 4 b. Jika garis bilangan dibagi menjadi 4 bagian yang sama, maka tiap bagian nilainya ¼ bagian. Membandingkan dua pecahan Untuk membandingkan dua pecahan, kamu dapat menggunakan perbandingan luas daerah atau garis bilangan. Perhatikan uraian berikut! a.
Membandingkan Pecahan dengan Menggunakan Luas Daerah
Perhatikan gambar berikut. Bandingkan, pecahan mana yang lebih besar.
Dari gambar di atas tampak bahwa
lebih besar dari , ditulis >
. Jika kita menjumpai 2 pecahan yang penyebutnya tidak sama, maka langkah untuk membandingkannya adalah a) Menyamakan penyebutnya terlebih dahulu menggunakan KPK b) Membandingkan pembilangnya, jila pembilangnya lebih besar, maka nilainya juga lebih besar Mengurutakan pecahan berpenyebut sama Untuk
mengurutkan
pecahan-pecahan
berpenyebut
pengurutan dapat dengan melihat pembilangnya saja.
sama,
21 Contoh : Urutkan pecahan-pecahan
mulai dari yang
terkecil! Jawab : Pecahan tersebut berpenyebut sama, maka perhatikan pembilang-pembilang dari pecahan tersebut. Karena 2 < 4 < 8 maka
, jadi urutan pecahan dari
yang terkecil adalah
Mengurutkan pecahan berpenyebut tidak sama Untuk mengurutkan pecahan yang berpenyebut tidak sama, kamu harus menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. Perhatikan contoh berikut Contoh Urutkanlah pecahan-pecahan
dari yang terkecil
Jawab Ayo samakan dulu penyebutnya
x =
(dikalikan )
x =
(dikalikan ) (tetap karena penyebutnya sudah 8)
Sekarang, ayo kita tulis kembali , , jadi urutan dari yang terkecil adalah ,
22 b) Menyederhanakan Berbagai Bentuk Pecahan Menentukan pecahan-pecahan yang senilai dari suati pecahan Untuk membandingkan dua pecahan atau lebih yang penyebutnya sama, kita tinggal membandingkan pembilang pecahan-pecahan tersebut. Pecahan yang pembilangnya lebih besar, berarti nilainya lebih besar (Yuniarto dan Hidayati, 2008: 134). Perhatikan gambar berikut!
Gambar di atas menunjukkan tiga persegi yang masing-masing dibagi menjadi 2 bagian, 4 bagian, dan 8 bagian yang sama besar. Luas daerah yang diarsir pada setiap persegi di atas adalah sama besar. Ini berarti
. Ketiga pecahan di atas disebut
dengan pecahan senilai.
Menjelaskan pecahan sebagai pembagian
Pecahan
diperoleh dengan membagi 1 benda untuk menjadi
4 bagian yang sama besar.
Pecahan sama artinya dengan 1 : 4.
Pecahan sama nilainya dengan pecahan
Jadi, pecahan sama artinya dengan 2 : 8 (Kusnandar dan Supriatin, 2008: 179)
23 Menjelaskan cara menyederhanakan pecahan Langkah-langkah menyederhanakan pecahan menggunakan FPB menurut Kusnandar dan Supriatin (2008: 188) adalah (1) mencari FPB dari pembilang dan penyebut pecahan dan (2) bagilah pembilang dan penyebut pecahan dengan FPB-nya, maka akan diperoleh pecahan yang sederhana.
.
Tentukan pecahan paling sederhana dari
Faktor dari 12 (pembilang) adalah 1, 2, 3, 4, 6, 12 Faktor dari 16 (penyebut) adalah 1, 2, 4, 8, 16 FPB dari 12 dan 16 adalah 4. Maka kedua bilangan baik 12 maupun 16 dibagi dengan 4
Jadi, bentuk paling sederhana dari c)
adalah .
Menjumlahkan Pecahan Penjumlahan pecahan berpenyebut sama Penjumlahan
berpenyebut
menjumlahkan
sama
dilakukan
pembilang-pembilangnya.
dengan Sedangkan
penyebutnya tidak di jumlahkan (Suparti, dkk, 2008: 136). Contoh:
!
Tentukan hasil penjumlahan dari
=
+
=
+
=
24 Penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama Penjumlahan berpenyebut beda dilakukan dengan mengubah ke bentuk pecahan lain yang senilai menggunakan KPK sehingga penyebutnya menjadi sama (Kusnandar dan Supriatin, 2008: 195). Contoh: Tentukan hasil penjumlahan dari
!
Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 4 dengan KPK 4
= Jadi,
=
+
+
=
=
Pengurangan pecahan berpenyebut sama Pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan mengurangkan pembilang saja, sedangkan penyebut tidak dikurangkan (Suparti, dkk, 2008: 137). Contoh: Tentukan hasil pengurangan
= Jadi,
=
=
25 Pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama Pengurangan berpenyebut beda dilakukan dengan mengubah ke bentuk pecahan lain yang senilai menggunakan KPK sehingga penyebutnya menjadi sama (Kusnandar dan Supriatin, 2008: 205). Contoh: Tentukan hasil pengurangan
!
Penyebut kedua pecahan adalah 4 dan 2 dengan KPK 4
= Jadi,
=
= d. Peningkatan Pembelajaran Matematika Kelas IV SD Adi (Indriyani 2015: 32) berpendapat bahwa peningkatan berasal dari kata “tingkat”. Sedangkan peningkatan merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas maupun kuantitas. Peningkatan juga dapat berarti penambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik. Menurut KBBI, Peningkatan adalah proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan dan sebagainya). Alwi berpendapat bahwa peningkatan berasal dari kata dasar “tingkat” yang kemudian ditambah dengan imbuhan pe-an sehingga menjadi kata peningkatan. Peningkatan berarti proses, perbuatan, cara meningkatkan (Retnosari, 2012: 23). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Peningkatan ialah suatu proses perubahan meningkat yang lebih baik,
26 sehingga menghasilkan kualitas dan kuantitas terhadap kemampuan dan keterampilan. Pembelajaran adalah proses belajar antara guru dan siswa dimana di dalamya terdapat interaksi baik antara guru sebagai pendidik, siswa sebagai peserta didik, dan sumber belajar guna tercapainya tujuan pembelajaran. Matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dibangun dengan pola pemikiran deduktif dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya melalui pemecahan masalah, sehingga berlaku secara umum. Sedangkan menurut Muhsetyo (2008: 1.26) pembelajaran matematika adalah proses pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh
kompetensi
tentang
bahan matematika yang dipelajari.
Siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap perkembangan ini anak memiliki kekhasan antara lain dapat berpikir reversibel atau bolak balik, dapat melakukan pengelompokan dan menentukan urutan, mampu melakukan operasi logis tetapi pengalaman yang dimiliki masih terbatas, rasa ingin tahu mereka juga tinggi. Anak telah mampu berpikir secara logis dan sistematis serta mulai melihat sesuatu berdasarkan persepsinya tetapi hanya melalui pengertian konkret belum mampu berpikir secara abstrak. Maka dalam hal ini pembelajaran Matematika perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Guru yang berperan sebagai fasilitator siswa dalam kegiatan belajar mengajar harus dapat mengemas pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan pembelajaran Matematika pada siswa kelas IV SD adalah suatu perubahan dari keadaan awal menuju ke arah keadaan yang lebih baik atau ke arah yang positif melalui proses belajar antara guru dan siswa yang melibatkan sumber belajar, yang merupakan usaha sadar dan terarah yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh guru untuk meningkatkan pembelajaran matematika tentang bilangan pecahan dengan menggunakan asas
27 pendidikan maupun teori belajar yang memungkinkan siswa turut serta berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Penerapan Model Problem Based Learning dengan Media Konkret a. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) 1) Pengertian Model Problem Based Learning (PBL) Barrows & Kelson merumuskan pengertian model Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut. Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalahmasalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari - hari (Amir, 2009: 21). Sedangkan rumusan dari Dutch (Amir, 2009: 21) Problem Based Learning (PBL) adalah: PBL merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai Pendapat lain datang dari Arends (Hosnan, 2014:295) yang mengungkapkan bahwa Model Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
28 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pembelajaran berdasarkan masalah yang disajikan secara sistematis oleh guru yang berkaitan dengan kehidupan nyata, kemudian siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah tersebut dari berbagai perspektif, sehingga mereka dapat menyusun pengetahuannya sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan rasa percaya diri.
2) Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL) Karakteristik Problem Based Learning (PBL) menurut Tan (Amir, 2009: 22) antara lain, yaitu: (1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2) masalah yang digunakan merupakan masalah dalam dunia nyata yang disajikan mengambang, (3) masalah menuntut perspektif majemuk, (4) masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru, (5) sangat mengutamakan belajar mandiri, (6) memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, (7) pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif, siswa tidak belajar bekerja kelompok, berinteraksi,
saling
mengajarkan,
dan
melakukan
presentasi.
Sedangkan menurut Kurniawan (2015:18) karakteristik Problem Based Learning (PBL) antara lain, yaitu: (1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2) masalah yang disampaikan merupakan masalah dalam kehidupan nyata dan bermakna bagi siswa, (3) penyelesaian masalah dilihat dari berbagai perspektif, (4) penyelesaian masalah menggunakan berbagai sumber yang terintegrasi, (5) produk sebagai hasil investigasi dari siswa, (6) kolaborasi siswa dalam kelompok kecil untuk penyelidikan dan dialog bersama. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik Problem Based Learning (PBL) antara
lain
yaitu:
(1)
menggunakan
masalah
sebagai
awal
29 pembelajaran, (2) masalah yang digunakan merupakan masalah dalam kehidupan nyata, bermakna dan membuat siswa tertantang, (3) penyelesaian masalah dilihat dari berbagai perspektif majemuk, (4) penyelesaian masalah menggunakan berbagai sumber pengetahuan yang terintegrasi, (5) kolaborasi siswa dalam kelompok kecil untuk penyelidikan dan dialog bersama.
3) Tujuan Model Problem Based Learning (PBL) Menurut Ernawati (2013: 37) tujuan model Problem Based Learning (PBL) dapat digambarkan pada gambar 2.1 sebagai berikut: Keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah Perilaku-perilaku peran orang dewasa
Model Problem Based Learning
Keterampilan untuk pembelajaran mandiri Gambar 2.1 Hasil-hasil belajar siswa melalui Model Problem Based Learning (PBL) Berdasarkan gambar 2.1 menyebutkan bahwa tujuan model Problem Based Learning (PBL) yang pertama adalah siswa dapat menguasai keterampilan berpikir inkuiri dan pemecahan masalah dengan produk akhir penemuan. Tujuan yang kedua, model Problem Based Learning (PBL) dimaksudkan untuk membantu siswa bekerja atau belajar dalam situasi yang nyata dan dapat berperan penting layaknya orang dewasa. Tujuan akhir model Problem Based Learning (PBL) adalah siswa mampu mengatur dirinya sendiri dalam belajar. Trianto (2009: 94) menjelaskan tujuan model Problem Based Learning
(PBL)
adalah
“Membantu
siswa
mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa, dan menjadi pembelajar yang mandiri”.
30 Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan model Problem Based Learning (PBL) adalah membentuk pribadi anak sehingga siswa mampu belajar mandiri melalui proses pembelajaran berbasis masalah dengan cara berpikir inkuiri atau berpikir seperti orang dewasa dengan cara pemecahan masalah. Masalah disajikan oleh guru untuk diselesaikan oleh siswa dengan berbagai perspektif penyelesaian.
4) Langkah-langkah Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Tahap pelaksanaan model PBL menurut Amir (2009: 24) mengemukakan tujuh tahap yang dilakukan dalam Model Problem Based Learning (PBL) yaitu: (a) mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas, (b) merumuskan masalah, (c) menganalisis masalah, (d) menata gagasan secara sistematis dan menganalisisnya lebih dalam, (e) memformulasikan tujuan pembelajaran, (f) mencari informasi tambahan dari sumber yang lain, (g) mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk kelas. Sedangkan menurut Hosnan (2014: 31) penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel 2.2 berikut ini:
31 Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL) Menurut M. Hosnan Tahap Tahap 1 Mengorientasikan siswa terhadap masalah.
Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Sumber: Hosnan, 2014: 302)
Perilaku Guru/Kegiatan Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah Guru membantu siswa untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tahapan model Problem Based Learning (PBL) adalah penyajian masalah oleh guru yang berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata, membuat kelompok kecil atau kelompok belajar siswa untuk mengorganisasikan belajar siswa dalam menyelesaikan masalah, menyelidiki masalah dengan penyelesaian masalah dilihat dari berbagai perspektif, menyajikan penyelesaian masalah serta siswa mengumpulkan informasi penyelesaian masalah, dan evaluasi penyelesaian masalah serta proses penyelesaian masalah yang mereka gunakan dan dibantu oleh guru. Langkah-langkah model Problem Based Learning (PBL) yang diambil oleh peneliti adalah sebagai
32 berikut: (1) orientasi masalah, (2) pengorganisasian siswa untuk belajar, (3) pembimbingan siswa (individual maupun kelompok), (4) penyajian hasil kerja atau diskusi, (5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
5) Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL) Menurut Yazdani (Ernawati, 2013: 39) keunggulan model Problem Based Learning (PBL), yaitu: (1) menekankan pada makna bukan fakta, (2) meningkatkan pengarahan diri, (3) pemahaman yang lebih tinggi dan keterampilan yang lebih baik, (4) mengembangkan keterampilan interpersonal dan tim, (5) adanya sikap motivasi pada diri sendiri, (6) hubungan yang baik antara siswa dengan guru, dan (7) meningkatkan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2006 : 220) Problem Based Learning (PBL) memiliki keunggulan, diantaranya: (1) pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, (2) pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, (3) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa, (4) pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (5) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan serta mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya, (6) melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (Matematika, IPA, Sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja, (7) pemecahan masalah lebih menyenangkan dan disukai siswa,
33 (8) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, (9) pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, (10) pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Disamping keunggulan suatu model pembelajaran pasti memiliki kelemahan. Menurut Sanjaya (2006 : 221), model Problem Based Learning (PBL) memiliki kekurangan, di antaranya: (1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba, (2) keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, (3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Menurut Yazdani (Ernawati, 2013: 39) kelemahan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pembelajaran diantaranya: (1) hasil belajar akademik siswa, (2) jumlah waktu, (3) perubahan peran siswa, (4) perubahan peran guru, (5) perumusan masalah, dan (6) penilaian yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keunggulan penerapan model Problem Based Learning (PBL) adalah jika diterapkan dalam proses pembelajaran sebagai guru harus memahami karakteristik siswa dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL) sehingga tercapai tujuan penerapan model pembelajaran tersebut benar-benar terbukti. Sedangkan kelemahan yang ada dalam model Problem Based Learning (PBL) dapat
34 dijadikan tantangan oleh guru untuk mengatasi kelemahan proses belajar mengajar sehingga dalam pelaksanaannya diminati oleh siswa.
b. Penggunaan Media Konkret 1) Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin; medium (bentuk jamak), yang berarti perantara atau pengantar. Jadi media berarti perantara pesan dari pengirim atau sumber pesan (sender/source) ke penerima pesan (receiver). Menurut Blake & Heralsen media adalah medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan. Hamalik menyatakan bahwa media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang dipergunakan dalam rangka mengaktifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran (Hosnan, 2014:111). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sarana atau bentuk komunikasi yang dapat digunakan untuk membawa informasi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa serta dapat menarik perhatian, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
2) Macam-macam Media Adapun macam-macam media seperti yang dikemukakan oleh Anitah (2009:128) bahwa media pembelajaran digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu media visual, audio, dan audiovisual. a) Media Visual Media visual adalah media yang hanya dapat digunakan melalui indera penglihatan. Terdiri dari media yang dapat diproyeksikan meliputi media proyeksi diam (gambar diam) serta media proyeksi gerak. media yang tidak dapat diproyeksikan meliputi gambar fotografik, grafis, dan media tiga dimensi.
35 b) Media Audio Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif atau hanya dapat didengar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Terdiri dari program kaset suara, CD audio, dan program radio. c) Media Audio-Visual Media audio-visual adalah kombinasi dari audio dan visual atau biasa disebut sebagai media pandang dengar. Contohnya yaitu program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, program slide suara, dan program CD interaktif. Suwarna (Kurniawan 2015:25) mengemukakan klasifikasi media pengajaran atau pembelajaran berdasarkan tujuan praktis yang akan dicapai ialah sebagai berikut: (a) media grafis, (b) media audio, (c) media proyeksi. Pendapat serupa dikemukakan oleh Hamalik (Hosnan, 2014 : 120), ada beberapa jenis media pendidikan yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar yaitu: (a) alat-alat visual yang dapat dilihat, (b) alat-alat yang bersifat auditif atau hanya bisa didengar, (c) alat-alat yang dapat dilihat dan didengar (d) dramatisasi, bermain peran, sosiodrama dan sebagainya. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum media dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu media audio, media visual, dan media audio-visual.
3) Kriteria Pemilihan Media Penggunaan
media
pada
proses
pembelajaran
akan
memberikan hasil yang optimal apabila digunakan secara tepat, dalam arti sesuai dengan materi pelajaran dan bersifat mendukung. Guru akan lebih mudah mempertimbangkan kriteria-kriteria media yang baik dengan mengetahui kriteria pemilihan media. Adapun kriteria
36 pemilihan media menurut Hosnan (2014:120), sebagai berikut : (a) media yang dipilih hendaknya selalu menunjang tercapainya tujuan pembelajaran, (b) media yang dipilih hendaknya selalu disesuaikan dengan kemampuan dan daya nalar siswa, (c) media yang digunakan hendaknya bisa digunakan sesuai fungsinya, (d) media yang dipilih hendaknya memang tersedia, artinya alat/bahannya memang tersedia, baik dilihat dari segi waktu untuk mempersiapkan maupun untuk mempergunakannya, (e) media yang dipilih hendaknya disenangi oleh guru dan siswa, (f) persiapan dan penggunaan media hendaknya disesuaikan dengan biaya yang tersedia, (g) kondisi fisik lingkungan kelas harus mendukung. Oleh karena itu, perlu diperhatikan baik-baik kondisi lingkungan pada saat merencanakan pengguna media, seperti bisa tidaknya kelas digelapkan jika memakai LCD, ada tidaknya aliran dan stop contact listrik, dan sebagainya.
4) Media Konkret Media konkret dapat juga diartikan sebagai media nyata, realita, atau realia. Asyhar (2011:54) mengemukakan bahwa benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau dialami oleh siswa sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Sejalan dengan pendapat Asyhar, Sanaky (2013:128) berpendapat, “Benda asli adalah benda dalam keadaan sebenarnya dan seutuhnya”. Berdasarkan
beberapa
pendapat
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan bahwa media konkret merupakan media benda asli yang masih dalam keadaan utuh, dalam ukuran yang sebenarnya, dan dikenali sebagai wujud alisnya untuk memudahkan konsep yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga siswa merasa tertarik. Media ini dapat berupa benda mati atau makhluk hidup.
37 5) Langkah-langkah Penggunaan Media Konkret Penggunaan media konkret akan memudahkan siswa dalam pembelajaran karena siswa akan memperoleh pengalaman nyata. Padmono (Setyaji 2015:32) mengungkapkan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret yaitu: (a) memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang menarik perhatian siswa, (b) menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekedar benda (misal benda batu cadas, cristal), (c) menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam berinteraksi dengan benda nyata), (d) melengkapi perbandingan, (d) unit akhir atau puncak. Pendapat lain dikemukakan oleh Sudjana dan Rivai (2013:197) tentang langkah-langkah penggunaan media konkret, yaitu: (a) memperkenalkan unit, perlu dipilih metode khusus yang akan memikat perhatian para siswa dalam menghadapi kegiatan-kegiatan baru, (b) menjelaskan proses, pengalaman nyata yang tidak dapat hanya menyampaikan informasi secara akurat terhadap penampilan benda-benda atau objek, (c) menjawab pertanyaan-pertanyaan, keterlibatan para siswa kepada unit bukan hanya sekedar memperoleh jawaban dari pertanyaan orisinil yang diajukan mereka, tetapi berbagai
pertanyaan
melengkapi
baru
perbandingan,
yang
bermunculan
sebagian
besar
dari
kemudian, studi
(d)
sosial
mengandung perbandingan tentang cara hidup kita dengan kehidupan masyarat yang berbeda tempat tinggal dan waktunya, (e) unit akhir atau puncak, merangkum seluruh materi yang pernah dipelajari siswa. Berdasarkan pendapat tentang langkah penggunaan media benda konkret yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret adalah sebagai berikut: (a) guru memperkenalkan unit baru untuk menarik perhatian siswa, (b) guru menjelaskan proses bahwa benda nyata tepat untuk pengajaran dan memberikan makna terbaik, (c) guru membimbing siswa
38 menjawab pertanyaan-pertanyaan, (d) guru melengkapi perbandingan, (e) guru membimbing siswa menuju unit akhir atau puncak.
6) Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret Asyhar (2011:55 ) berpendapat “kelebihan dari media nyata ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang”. Sudjana & Rivai (2013 : 196) menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan yang penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya media konkret memiliki kelebihan yaitu memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga
pembelajaran
bersifat
lebih
konkret
dalam
upaya
memperbaiki proses pembelajaran. Sanaky (2013: 129) berpendapat bahwa “Belajar menggunakan media konkret memerlukan biaya yang cukup besar”. Selanjutnya Dewi (2013:5) menjelaskan bahwa kekurangan media konkret yaitu: (1) ukurannya bisa terlalu besar
contohnya buaya, gajah, (2)
ukurannya terlalu kecil cotoh kuman, bakteri, (3) tidak bisa memberikan hasil belajar yang sama. Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan
kekurangan media konkret yaitu tidak semua bisa digunakan dalam pembelajaran di kelas, tidak praktis, biaya yang dibutuhkan tidak sedikit.
c.
Penerapan Model Problem Based Learning dengan Media Konkret Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai model Problem Based Learning dan konkret dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) dengan media konkret adalah suatu model pembelajaran berdasarkan masalah yang disajikan secara sistematis oleh guru yang berkaitan dengan kehidupan nyata, kemudian siswa diarahkan untuk
39 menyelesaikan masalah tersebut dilihat dari berbagai perspektif yang didalamnya melibatkan penggunaan media konkret sebagai suatu inovasi dalam pembelajaran yang dimaksudkan supaya siswa merasakan pengalaman nyata dalam pembelajaran. Adapun langkah-langkah penerapan model Problem Based Learning (PBL) dengan media konkret adalah: 1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih dengan bantuan media konkret. 2) Guru membimbing siswa untuk mengorganisasikan belajar yang berhubungan dengan masalah yang diberikan dengan bantuan media konkret. 3) Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi dan melaksanakan diskusi untuk mendapatkan penjelasan pemecahan masalah disertai penggunaan media konkret. 4) Guru membimbing siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil kerja atau diskusi serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya dengan memanfaatkan media konkret. 5) Guru membantu siswa untuk melakukan analisis dan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan dengan media konkret. Tabel 2.3 Siklus
Rincian Penggunanan Media Konkret Pertemuan 1
I 2 1 II III
2 1 2
Materi Arti Pecahan dan Urutannya Arti Pecahan dan Urutannya Pecahan Senilai Menyederhanakan Pecahan Penjumlahan Pecahan Pengurangan Pecahan
Media Buah Apel, Kertas Lipat Kertas Lipat Roti, Kertas Lipat Kertas Lipat Kertas Lipat Kertas Lipat
40 3.
Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan Ajay dkk (2013:131)
dengan
judul
”Comparison of The Learning Effectiveness of Problem Based Learning (PBL) and Conventional Method of Teaching Algebra.” Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat
meningkatkan kinerja siswa dalam akuisisi
keterampilan, kemampuan pemecahan dan pengembangan jenis hak masalah sikap terhadap matematika sebagai subjek. Penelitian ini memiliki persamaan dengan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sama-sama menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Perbedaannya subjek penelitian, subjek penelitian yang dilakukan Ajaii dkk yaitu siswa kelas sekolah dasar secara acak sedangkan penelitian ini subjeknya adalah siswa kelas IV sekolah dasar. Simpulan penelitian yang dilakukan Linda M. dan Swan P. (2008:332) dengan judul penelitian “Exploring the Use of Mathematics Manipulative Materials: It Is What We Think It Is?” yang memiliki arti “ Penelitian Tentang Penggunaan Benda Manipulatif Matematika : Apakah Yang Kita Pikirkan Itu Ada?. Penelitian ini dilakukan di Australia dan dinyatakan ada peningkatan kelas. Penelitian ini dilakukan oleh Linda M. dan Swan P. memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama sama menggunakan media konkret atau manipulatif. Sedangkan perbedaannya yaitu pada subjek penelitian, subjek penelitian yang dilakukan oleh Linda M. dan Swan P. siswa kelas sekolah dasar secara acak sedangkan penelitian ini subjeknya adalah siswa kelas IV sekolah dasar. Tempat penelitiannya juga berbeda, penelitian tersebut dilaksanakan di Australia sedangkan penelitian ini dilakukan di Indonesia. Penelitian Tindakan kelas yang dilakukan oleh Kurniawan (2015:13) berjudul “Penggunaan Model Problem Based Learning dengan Media Flashcard dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas IV SDN 01 Tambaksari Tahun Ajaran 2014/2015”. Hasil penelitian ini yang dilakukan dengan tiga siklus menunjukkan bahwa hasil belajar matematika
41 siswa kelas IV meningkat. Pada siklus I Nilai rata-rata kelas hasil belajar = 74,08, siklus II = 80,48, dan siklus III = 86,72; hal ini bisa dikategorikan sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan memiliki persamaan dengan yang dilakukan peneliti, yaitu sama sama menggunakan Model Problem Based Learning (PBL). Perbedaannya adalah penelitian Kurniawan menggunakan media flashcard, sedangkan peneliti menggunakan media konkret. Subjek penelitian yang dilakukan juga berbeda, subjek penelitian Kurniawan adalah siswa kelas IV SDN 1 Tambaksari sedangkan subjek peneliti adalah siswa kelas IV SDN 1 Bojongsari. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Tama (2015:394), dengan judul “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan pada Siswa Kelas V SD N Srusuhjurutengah Tahun Ajaran 2014/2015” Hasil penelitian yang dilakukan dalam tiga siklus ini menunjukkan bahwa hasil belajar tentang pecahan siswa kelas V meningkat. Pada siklus I, hasil belajar siswa memperoleh ketuntasan sebesar 86,96%. Sedangkan pada siklus II hasil belajar meningkat menjadi 91,30%, dan siklus III 9130% yang bisa dikategorikan sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Tama memiliki persamaan dengan yang dilakukan peneliti, yaitu sama sama menggunakan media benda konkret. Perbedaannya adalah penelitian Tama dilakukan menggunakan pendekatan saintifik, sedangkan peneliti menggunakan model Problem Based Learning (PBL), selain itu subjek penelitian yang dilakukan oleh Tama adalah siswa kelas V sekolah dasar sedangkan subjek peneliti adalah siswa kelas IV sekolah dasar. Berdasarkan beberapa penelitian di atas dijadikan tolok ukur dan pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu penerapan model Problem Based Learning dengan Media Konkret dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran.
42 B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan masalah penelitian dan didasarkan pada kajian teori. Judul penelitian ini yaitu “Penerapan Model Problem Based Learning denan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran Pecahan pada Siswa Kelas IV SDN 01 Bojongsari Tahun Ajaran 2015/2016.” Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, pada kondisi awal guru sudah melaksanaan pembelajaran dengan model yang variatif tetapi kurang bermakna karena belum memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan fakta-fakta dan konsep sendiri. Selain itu, model yang digunakan belum menimbulkan interaksi dua arah secara menyeluruh, hanya beberapa siswa yang aktif. Guru belum sepenuhnya menggunakan media yang relevan dan inovatif untuk menunjang proses pembelajaran matematika tentang pecahan. Hal tersebut berdampak pada siswa yang kurang antusias, kurang terlibat aktif, dan kurang memaknai materi pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran matematika yaitu melalui penerapan model Problem Based Learning (PBL). Model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pembelajaran berdasarkan masalah yang disajikan secara sistematis oleh guru yang berkaitan dengan kehidupan nyata, kemudian siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah tersebut dilihat dari berbagai perspektif. Penggunaan media sebagai medium atau perantara untuk membantu mempermudah dalam menyampaikan materi pembelajaran juga tidak kalah penting. Dalam penelitian ini selain menerapkan model Problem Based Learning (PBL), peneliti juga menggunakan media konkret dalam melaksanakan tindakan penelitian. Kelebihan dari media konkret adalah memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran. Langkah-langkah model Problem Based Learning dengan media konkret pada penelitian ini yaitu: (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi
43 siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih dengan bantuan media konkret, (2) guru membimbing siswa untuk mengorganisasikan belajar yang berhubungan dengan masalah yang diberikan dengan bantuan media konkret, (3) guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi dan melaksanakan diskusi untuk mendapatkan penjelasan pemecahan masalah disertai penggunaan media konkret (4) guru membimbing siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil kerja atau diskusi serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya dengan memanfaatkan media konkret, (5) Guru membantu siswa untuk melakukan analisis dan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan dengan media konkret. Pada penelitian ini, penerapan model Problem Based Learning dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Pecahan akan dilakukan pada 3 siklus. Setiap siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan. Siklus I materi yang dibahas adalah pengertian pecahan dan urutannya. Siklus II materi yang dibahas adalah menyederhanakan pecahan. Siklus III materi yang akah dibahas adalah menjumlahkan pecahan. Pada siklus III hasil yang diperoleh sudah lebih baik dari siklus-siklus sebelumnya dan telah mencapai indikator kinerja penelitian yang ditargetkan yaitu 85% dengan KKM=70, sehingga siklus dihentikan. Bagan kerangka berpikir pelaksanaan pembelajaran menerapkan model Problem Based Learning (PBL) dengan media konkret dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut:
44
Kondisi Awal
Siswa Siswa kurang antusias, kurang
terlibat aktif, dan kurang memaknai materi pembelajaran
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru menerapkan model Problem Based Learning (PBL) dengan media konkret pada pembelajaran Matematika tentang materi pecahan melalui langkah-langkah: 1. Guru memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih dengan bantuan media konkret 2. Guru membimbing siswa untuk mengorganisasikan belajar 3. Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi disertai penggunaan media konkret 4. Guru membimbing siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil kerja dengan memanfaatkan media konkret 5. Guru membantu siswa untuk melakukan analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah dengan bantuan media konkret
Melalui penerapan model PBL dengan media konkret pada mata pelajaran Matematika tentang pecahan dapat meningkatkan pembelajaran matematika sesuai indakator kinerja penelitian, yaitu 85% dengan KKM=70
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
Guru Model yang digunakan sudah variatif tetapi kurang bermakna, belum menimbulkan interaksi dua arah, media yang digunakan belum relevan dan inovatif
Siklus I Pengertian pecahan dan urutannya Siklus II Menyederhanakan pecahan Siklus III Menjumlahkan pecahan
Siswa menguasi materi pecahan Siswa memiliki sikap kerja sama, tanggung jawab, aktif, dan berani Siswa mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pecahan
45 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian relevan, dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika penerapan model Problem Based Learning (PBL) dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang Pecahan pada siswa kelas IV SDN 01 Bojongsari Tahun Ajaran 2015/2016”.