BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Pada bab ini terdapat tiga subbab yang meliputi: kajian pustaka, kerangka berpikir, dan hipotesis. Dalam subbab Kajian Pustaka dikemukakan teori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti untuk mendukung penelitian ini. Kajian pustaka dalam penelitian ini berisi teori-teori dan hasil penelitian yang relevan mengenai persepsi siswa tentang kompetensi guru, fasilitas belajar, motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Sedangkan subbab Kerangka Berpikir berisi hasil integrasi teori-teori dan hasil penelitian yang relevan yang mengarah pada penemuan jawaban sementara (hipotesis) yang disampaikan dalam bentuk uraian (naratif) dan gambar (bagan). Sub bab terakhir yaitu Hipotesis, yang memaparkan jawaban sementara atas masalah yang diteliti dalam kalimat pernyataan.
A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan tentang Kompetensi Guru a. Kompetensi Guru Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kompetensi (competence) diartikan dengan cakap atau kemampuan (Janawi, 2011: 29). Kompetensi dibutuhkan dalam suatu pekerjaan yang bersifat profesional. Hal ini sama artinya dengan suatu profesi memerlukan kompetensi atau keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Guru merupakan salah satu profesi yang membutuhkan kompetensi dalam melaksanakan profesinya. Menurut Broke and Stone (2005) yang dikutip oleh Mulyasa (2013: 62) mengartikan kompetensi guru sebagai “discriptive of qualitive nature of teacher bahaviour appears to be entirely meaningful”, kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti. Sedangkan menurut Johnson (2004), mengemukakan “competency as rational
11
12 performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition”, kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan (Mulyasa, 2013: 63). Kompetensi Guru juga dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya (Usman, 2005: 14). Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 10, dijelaskan “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”. Pengertian kompetensi juga dijelaskan oleh Wahyudi (2012) sebagai kemampuan yang harus dimiliki seorang guru baik pengetahuan (seperti
penguasaan
bahan),
keterampilan
(seperti
keterampilan
mengelola kelas dan menilai hasil belajar), dan sikap (seperti mencintai profesinya) untuk menjalankan pekerjaan sebagai guru yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain yang tidak memiliki kemampuan tersebut. Pengertian
kompetensi
guru
yang
hampir
sama,
juga
dikemukakan oleh Sagala (2013: 23) sebagai berikut: Kompetensi merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi, dan harapan yang mendasari karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata. Jadi Kompetensi Guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa pengertian
kompetensi
guru
adalah
seperangkat
kemampuan,
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru secara profesional. Seorang guru yang berkompeten tinggi dapat mengerti bagaimana merencanakan dan melaksanakan program pengajaran dengan
13 baik dan memiliki banyak pengetahuan untuk disampaikan kepada siswanya. Kompetensi guru dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal tersebut, didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufida Ratnasari dan Ani Widayati (2013), yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi siswa tentang profesionalisme guru terhadap prestasi belajar Akuntansi Keuangan siswa kelas XI program keahlian Akuntansi SMK Negeri 1 Depok Tahun Ajaran 2011/2012, dimana pada penelitian tersebut profesionalisme guru dijabarkan menjadi 4 indikator, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Pengaruh kompetensi guru terhadap hasil belajar siswa juga telah dibuktikan melalui hasil penelitian dari Adnan Hakim (2015), dan Adhetya Kurniawan Johani (2015) yang menjelaskan bahwa kompetensi yang dimiliki guru yaitu kompetensi pedagogik, pribadi, profesional, dan sosial secara signifikan memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa. b.
Kompetesi yang Harus Dimiliki oleh Guru Profesional Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 pasal 8 menyatakan
bahwa
guru
wajib
memiliki
kualifikasi
akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional. Dilanjutkan dalam Pasal 10 ayat 1 menyatakan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi yang harus dimiliki guru juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 28, Ayat 3 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Pasal 10, Ayat 1, yang menyatakan “kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi kepribadian, 3) kompetensi profesional, dan 4) kompetensi Sosial”. Hal tersebut juga sesuai dengan
14 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru menyebut macam-macam kompetensi yang harus dilimiliki guru mencakup 4 hal, antara lain: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang kesemuanya itu terintegrasi dalam kinerja guru. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disintesiskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru profesional yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. 1) Kompetensi Pedagogik Kompetensi Pedagogik diartikan oleh Wahyudi (2012) sebagai kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran dan bagaimana guru tersebut membantu, membimbing, dan memimpin peserta didik. Dalam bukunya, Sagala (2013: 32) menjelaskan bahwa “kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik”, meliputi: a) Pemahaman wawasan
guru akan landasan
dan filsafat
pendidikan b) Pemahaman guru mengenai potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik c) Guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk
dokumen
maupun
implementasi
dalam
bentuk
pengalaman belajar d) Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar e) Mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif, sehingga pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
15 f)
Mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan
g) Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan
intrakurikuler
dan
ekstrakurikuler
untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Feralys Novauli (2012), menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan peserta didik. Hasil penelitian dalam Jurnal tersebut menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik guru-guru pada SMP Negeri di Kota Banda Aceh pada pengelolaan peserta didik yaitu: a) Dengan memahami potensi dan keragaman peserta didik b) Pemahaman guru akan landasan dan filsafat pendidikan c) Mampu
menyusun
rencana
dan
strategi
pembelajaran
berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar d) Menggunakan hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat (3) butir (a), yang dimaksud
dengan
kompetensi
pedagogik
adalah
kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik diperlukan agar guru dapat mengenal dan memahami siswa sehingga guru dapat menyampaikan materi dengan cara yang tepat sesuai karakteristik siswa di Sekolah. Kompetensi pedagogik guru dapat mempengaruhi hasil belajar siswa salah satunya adalah hasil belajar pada ranah kognitif. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Dhika Pratama Kusuma Hati (2012) yang menyebutkan bahwa ada pengaruh kompetensi guru terhadap
16 kemampuan kognitif siswa atau dengan kata lain kemampuan kognitif siswa dapat meningkat atau menurun untuk setiap peningkatan atau penurunan satu unit kompetensi pedagogik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria Liakopoulou (2011) juga menjelaskan bahwa efektivitas guru merupakan perpaduan
antara
perlengkapan,
keterampilan
pedagogis
dan
pengetahuan. Penelitian ini juga membahas mengenai pentingnya kemampuan
pedagogis.
Guru
harus
selalu
mengembangkan
kemampuan pedagogis untuk dapat meningkatkan pengetahuan siswa, untuk lebih melihat materi yang dibutuhkan siswa, pemilihan metodologi pelajaran yang sesuai, dan untuk menguasai administrasi yang dibutuhkan oleh guru. Selain kemampuan pedagogis, Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui persepsi siswa tentang kompetensi guru sehingga sub indikator yang diambil adalah sub indikator yang dapat diukur melalui pesepsi siswa. Adapun sub indikator dalam kompetensi Pedagogik adalah sebagai berikut: a) Guru Mampu memahami siswa dan membantu mengembangkan bakat siswa. b) Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan
kompetensi
inti
dan
kompetensi
dasar
dan
melaksanakan evaluasi hasil belajar sesuai dengan landasan pendidikan yang berlaku. c) Guru mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif. 2) Kompetensi Kepribadian Keprofesionalan seorang guru tidak hanya dilihat dari proses penyampaian materi kepada siswanya tetapi juga dilihat dari kepribadian seorang guru. Kepribadian guru juga selalu dikaitkan dengan baik atau tidaknya seorang guru. Guru memiliki karakteristik kepribadian yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya
manusia.
Pengaruh
kepribadian
guru
terhadap
17 keberhasilan belajar siswa juga dijelaskan oleh Shoimin (2014: 20) sebagai berikut: Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat, ucapan, perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Selain itu Shoimin (2014: 25) juga berpendapat, “Pribadi guru yang santun, respek terhadap siswa, jujur, ikhlas, dan dapat diteladani,
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
keberhasilan dalam pembelajaran apapun jenis mata pelajarannya”. Kompetensi kepribadian guru seperti pribadi yang santun, respek terhadap siswa, jujur, ikhlas, dan dapat diteladani dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria Liakopoulou (2011) yang memaparkan bahwa kepribadian seorang guru juga dianggap penting untuk menyokong efektivitas pembelajaran. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat (3) butir (b), yang dimaksud dengan kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Mulyasa (2013: 69) mengemukakan, kompetensi kepribadian guru terdiri dari: a) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat, baik sosial, maupun agama; b) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi; c) Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi; d) Memiliki pengetahuan tentang estetika; e) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial; f) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan;
18 g) Setia terhadap harkat dan martabat manusia Menurut Mulyasa (2013: 69) dan Shoimin (2014: 21) Kompetensi kepribadian guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap simpati, empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab, dan mampu menilai dirinya sendiri. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dirangkum bahwa kompetensi kepribadian yang harus dimiliki guru terdiri dari: a) Bertakwa dan memiliki kepribadian yang terpuji b) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial c) Menampilkan kewibawaan sebagai seorang guru dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru. 3) Kompetensi Sosial Dalam melakukan tugasnya guru tidak hanya berhubungan dengan siswa-siswa tetapi seorang guru juga harus mampu menyesuaikan diri di lingkungan rekan seprofesi, orang tua siswa, dan masyarakat secara luas oleh sebab itu guru juga harus memiliki kompetensi sosial. “Kompetensi sosial merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik atau tenaga kependidikan lain, orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar” (Wahyudi. 2012: 36). Selain itu Sagala (2013: 38) menyatakan, “Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain”. Seorang guru harus mampu berkomunikasi, berinteraksi dan berperilaku santun dengan lingkungan secara efektif dan dapat berempati dengan orang lain. Guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan menarik dengan siswa, sesama guru dan tenaga kependidikan lainnya, orang tua atau wali siswa, masyarakat baik di sekitar lingkungan sekolah maupun lingkungan dengannya.
tempat
tinggal
dan
pihak-pihak
berkepentingan
19 Slamet PH (2006) yang dikutip oleh (Sagala, 2013: 38) mengemukakan kompetensi Sosial terdiri dari Sub-Kompetensi, yaitu: a) memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan; b) melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya; c) membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah; d) melaksanakan komunikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orang tua, peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masingmasing memiliki peran dan tanggung jawab terhadap kemajuan pembelajaran; e) memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya; f) memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya; g) melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, transparasi, akuntabilitas, penegakan hukum dan profesionalisme). Sedangkan menurut Mulyasa (2013: 71) menjelaskan bahwa kompetensi sosial merupakan satu daya atau kemampuan dalam mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Wahyudi (2012: 36) menjelaskan bahwa dalam kompetensi sosial seorang guru harus mampu: a) Bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak deskriminatif, karena pertimbangan jenis kelamin, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial.
20 b) Berkomunikasi secara efektif, simpatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. c) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia. d) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat (3) butir (d), yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disintesiskan bahwa kompetensi sosial berhubungan dengan kemampuan guru dalam berinteraksi dengan siswa, guru, tenaga kependidikan lainnya maupun dengan orang tua atau wali siswa. Kompetensi sosial guru dapat ditunjukkan dengan kemampuan guru dalam berinteraksi dengan siswa di luar pembelajaran. Guru yang mampu berkomunikasi dengan baik akan mudah disukai siswa dan dekat dengan siswa sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk mempelajari mata pelajaran yang diampu guru tersebut. Hal tersebut akan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini kompetensi sosial guru yang digunakan agar dapat diukur dengan persepsi siswa adalah kompetensi sosial guru di sekolah. Sub indikator dari kompetensi sosial dalam penelitian ini adalah kemampuan guru dalam berinteraksi dengan siswa dan sesama pendidik. 4) Kompetensi Profesional Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
21 mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan pengertian Kompetensi Profesional dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 10 ayat (1), yaitu “kemampuan
penguasaan
materi
pelajaran
secara
luas
dan
mendalam”. Wahyudi (2012: 34) mengemukakan, “Kompetensi profesional guru merupakan kompetensi yang menggambarkan kemampuan khusus yang sadar dan terarah kepada tujuan-tujuan tertentu”. Wahyudi (2012: 34) yang sependapat dengan Firdausi dan Barnawi (2012: 41-42) juga mengemukakan bahwa dalam kompetensi profesional hendaknya seorang guru mampu untuk: a) Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang ditempuh b) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran atau bidang pengembangan yang ditempuh c) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif d) Mengembangkan keprofesionalan serta berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat (3) butir (c), yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi profesional dapat dilihat dari penguasaan materi guru. Guru yang menguasai materi akan mudah membimbing siswa untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran.
Untuk
meningkatkan
kemampuan profesionalnya guru tidak hanya dituntut untuk mampu
22 menguasai materi yang harus disampaikannya tetapi guru juga harus terus menambah wawasan dan mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pengetahuan guru yang luas dan kemampuannya mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswanya. Sedangkan menurut Slamet PH yang dikutip Sagala (2013: 39-40), kompetensi profesional berkaitan dengan bidang studi yang terdiri dari Sub-Kompetensi: a) Memahami mata pelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar; b) Memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang tertera dalam Peraturan Menteri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum satu pendidikan (KTSP); c) Memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi materi ajar; d) Memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan e) Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan seharihari. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil sub indikator kompetensi profesional guru yang dapat diukur dengan persepsi siswa sebagai berikut: a) Penguasaan bahan pengajaran b) Mampu memilih dan mengembangkan bahan ajar c) Mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi c.
Indikator Kompetensi Guru Indikator dan sub indikator kompetensi guru berdasarkan persepsi siswa yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi: 1) Kompetensi Pedagogik a) Guru Mampu memahami siswa dan membantu mengembangkan bakat siswa
23 b) Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi dasar dan melaksanakan evaluasi hasil belajar sesuai dengan landasan pendidikan yang berlaku. c) Guru mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif. 2) Kompetensi Kepribadian a) Bertakwa dan memiliki kepribadian yang terpuji b) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial c) Menampilkan kewibawaan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru 3) Kompetensi Sosial: Kemampuan berinteraksi dengan siswa dan guru sejawat. 4) Kompetensi Profesional a) Penguasaan bahan pengajaran b) Mampu memilih dan mengembangkan bahan ajar c) Mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi
2. Tinjauan tentang Fasilitas Belajar a.
Pengertian Fasilitas Belajar Keberhasilan kegiatan belajar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Fasilitas belajar merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar. Fasilitas yang memadai dapat menunjang kegiatan belajar seseorang, sedangkan kurangnya fasilitas dapat menghambat kegiatan belajar seseorang. Menurut Muhroji dkk (2004: 49), “fasilitas belajar adalah semua yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik bergerak maupun tidak bergerak agar tujuan pendidikan dapat berjalan lancar, teratur, efektif, dan efisien”.
Subini (2013) juga mengemukakan bahwa
ketersediaan fasilitas yang lengkap dapat menunjang proses belajar seseorang tetapi apabila ada beberapa fasilitas yang tidak terpenuhi dapat
24 menjadi kesulitan belajar seseorang. Instrumen atau fasilitas di sekolah yang tidak lengkap juga dapat menjadi faktor kesulitan belajar siswa. Pentingnya fasilitas belajar dalam mencapai keberhasilan belajar siswa juga dikemukakan oleh Daryanto (2013: 261), yang menyatakan: fasilitas dan perlengkapan belajar ikut menentukan keberhasilan seseorang. Semua fasilitas dan perangkat belajar sangat membantu pelajar atau peserta didik dalam belajar. Paling tidak akan memperkecil kesulitan belajar. Fasilitas dan perangkat belajar yang dimaksud berhubungan dengan masalah material berupa kertas, pensil, buku catatan, meja, dan kursi belajar, komputer (untuk peserta didik), dan sebagainya. Fasilitas sering disamaartikan dengan sarana dan prasarana. Daryanto dan Farid (2013) mengartikan sarana pendidikan sebagai semua fasilitas yang diperlukan dalam proses pembelajaran baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar dapat mencapai tujuan pendidikan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien. Dari beberapa pengertian di atas dapat di atas dapat dikatakan bahwa Fasilitas merupakan sarana dan prasarana. Sanjaya (2014: 55) mengatakan, bahwa: sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasaran di sekolah memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar dan dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Sedangkan pengertian mengenai sarana dan prasarana juga dikemukakan oleh Soetjipto dan Raflis Kosasi (2009: 170) “sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak maupun yang tidak
25 bergerak, yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar-mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung”. Dalyono (2001: 241) mengemukakan bahwa, “kelengkapan fasilitas belajar akan membantu siswa dalam belajar, dan kurangnya alatalat atau fasilitas belajar akan menghambat kemajuan belajarnya”. Kelengkapan belajar itu seperti buku pelajaran dan buku sumber lainnya, buku tugas, komputer, dan alat bantu bagi siswa yang membutuhkan. Kelengkapan fasilitas belajar di sekolah akan menjadikan siswa lebih nyaman dalam proses belajar sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah. Kelengkapan fasilitas belajar di rumah juga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang akan memiliki efek baik terhadap hasil belajarnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darwin Bangun (2008) yang memaparkan bahwa kelengkapan fasilitas belajar di rumah memiliki hubungan dengan prestasi belajar siswa atau pencapaian pengetahuan dan keterampilan siswa. Untuk itu orang tua juga harus berusaha untuk menyediakan fasilitas bagi siswa di rumah. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disintesiskan bahwa fasilitas belajar memiliki arti yang sama dengan sarana dan prasarana belajar, yaitu segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar proses belajar baik secara langsung maupun secara tidak langsung. fasilitas belajar yang dimaksud di sini tidak hanya fasilitas di sekolah tetapi juga fasilitas di rumah. Fasilitas belajar dapat mempengaruhi hasil belajar. Hal tersebut sesuai dengan jurnal yang dikemukakan oleh oleh Cyinthia Uline dan Megan Tschannen-Moran (2008) dalam jurnal yang berjudul “The Walls Speak: The Interplay of Quality Facilities, School Climate and Student Achievement”, yang menjelaskan bahwa fasilitas belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar.
26 b.
Macam-macam Fasilitas Belajar Fasilitas belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fasilitas belajar di sekolah dan fasilitas belajar di rumah. 1) Fasilitas Belajar di Sekolah Menurut Bafadal (2003: 2), fasilitas di sekolah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sarana pendidikan dan prasarana pendidikan. a) Sarana pendidikan Bafadal
(2003:
2)
mengartikan
bahwa
“sarana
pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah”. Nawawi (1987) yag dikutip Bafadal (2003) dan Daryanto dan Farid (2013) mengklasifikasikan sarana pendidikan ditinjau dari beberapa sudut, yaitu: (1) Ditinjau dari habis tidaknya dipakai (a) Sarana pendidikan yang habis pakai Sarana pendidikan yang hasbis pakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Misalnya, kapur tulis, kertas, tinta spidol, pita mesin tulis, dan lain sebagainya. (b) Sarana pendidikan yang tahan lama Sarana pendidikan yang tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terusmenerus dalam waktu yang relatif lama. Contohnya, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan lain sebagainya. (2) Ditinjau dari bergerak atau tidaknya (a) Sarana pendidikan yang bergerak Sarana
pendidikan
yang
bergerak
adalah
sarana
pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai
27 dengan kebutuhan pemakaiannya. Contohnya: lemari arsip sekolah, bangku sekolah. (b) Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak Sarana pensdidikan yang tidak bisa bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan. Misalnya, sekolah yang telah memiliki saluran dari PDAM, pipanya relatif tidak mudah untuk dipindahkan ke tempat-tempat tertentu. (3) Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar (a) Sarana pendidikan yang langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Contohnya kapur tulis, atlas, dan sarana pendidikan lainnya. (b) Sarana
pendidikan
berhubungan
yang
dengan
secara
proses
tidak
belajar
langsung mengajar.
Contohnya: lemari arsip di kantor sekolah. Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum bahwa sarana belajar merupakan semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot
yang
secara
langsung
digunakan
dalam
proses
pembelajaran. Contoh sarana dalam pembelajaran Administrasi Kepegawaian adalah spidol, papan tulis, bangku, meja, komputer, lemari, dan LCD. b) Prasarana Pendidikan Bafadal (2003: 2) mengemukakan bahwa “prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Prasarana pendidikan di sekolah ada dua macam, yaitu: (1) Prasarana pendidikan yang langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium.
28 (2) Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Contohnya: ruang kantor, kantin sekolah, tanah, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab VII, Pasal 42 telah dijelaskan bahwa standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lainnya, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Tim
Dosen
Administrasi
Pendidikan
Universitas
Pendidikan Indonesia (2014) memaparkan bahwa sarana dan prasarana pendidikan mencakup alat-alat bantu yang berbentuk perangkat keras yang dibutuhkan untuk kelancaran proses pembelajaran. Alat-alat tersebut meliputi papan tulis dan perlengkapannya, meja, kursi baik untuk siswa maupun guru, besar ruangan belajar, lampu penerangan, media pelajaran (Radio, TV, OHP, LCD). Berdasarkan penjelasan di atas maka fasilitas atau sarana dan prasarana belajar di sekolah meliputi ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, tempat ibadah, kamar mandi, ruang usaha kesehatan sekolah, tempat parkir kendaraan, sumber belajar, dan media pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai fasilitas belajar di sekolah: a) Ruang kelas Ruang kelas merupakan ruangan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran di sekolah, baik ruang teori
29 maupun praktik (Bafadal, 2003). Syaifurahman dan Ujiati (2013)
mengemukakan
bahwa
ruang
kelas
dapat
memengaruhi proses belajar siswa dalam menerima suatu pelajaran dan memengaruhi guru dalam menyampaikan pelajaran.
Syaifurahman
dan
Ujiati
(2013:105)
juga
menjelaskan “ruangan kelas yang baik adalah ruangan yang dapat digunakan siswa untuk mempelajari segala sesuatu dengan nyaman”. Ruang kelas yang nyaman dapat diciptakan dengan berbagai penyesuaian kondisi di dalam ruang kelas tersebut. Salah satu ciri ruang kelas yang baik adalah ruang kelas yang nyaman untuk belajar dan tidak menghambat pergerakan siswa dan guru dapat mengamati seluruh aktivitas siswa secara mudah. Syaifurahman dan Ujiati (2013) mengemukakan empat prinsip dasar dalam menata kelas agar kelas terasa nyaman, yaitu: (1) Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang. Memperhatikan keleluasaan daerah yang sering dilewati. (2) Pastikan bahwa guru dapat dengan mudah melihat semua siswa (3) Materi pelajaran dan perlengkapan siswa harus mudah diakses untuk meminimalkan gangguan kelambatan dan kegiatan pembelajaran (4) Pastikan semua siswa dapat melihat semua presentasi kelas. Pencahayaan ruang kelas juga harus diperhatikan dalam menciptakan kenyamanan beljaar di kelas. Cahaya dapat mempengaruhi prestasi akademik dan kesehatan siswa (Syaifurahman dan Ujiati, 2013). Untuk itu setiap sekolah diharapkan
menyediakan
kelas
pencahayaan yang cukup untuk siswa.
yang
nyaman
dan
30 Suhu juga dapat mempengaruhi kenyamanan belajar di ruang kelas. Hawa panas menyengat mengakibatkan siswa tidak
dapat
belajar
dengan
baik
dan
tidak
dapat
berkonsentrasi optimal. Ventilasi udara yang cukup dapat menjadikan suhu ruang kelas lebih optimal. b) Perpustakaan Bafadal “perpustakaan pendidikan
(2003: sekolah
dalam
14)
menjelaskan
merupakan
salah
mengembangkan
satu
bahwa sarana
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap murid”. Perpustakaan membutuhkan tempat khusus yang juga ditunjang dengan sarananya. Ruang dan sarana yang tersedia harus ditata dan dirawat dengan baik, sehingga dapat menunjang penyelenggaraan sekolah secara efektif dan efisien. Bafadal juga mengemukakan bahwa
“semakin lengkap perlengkapannya, semakin baik
pula penyelenggaraan perpustakaan sekolah” (2003: 14). Luas ruang perpustakaan, penataan perpustakaan dan kelengkapan sarana perpustakaan akan membuat siswa menjadi nyaman untuk berkunjung dan membaca buku di perpustakaan. c) Laboratorium Ruang
Laboratorium
adalah
ruang
untuk
pembelajaran secara praktek yang memerlukan peralatan khusus. Laboratorium yang dimaksud dalam penelitian ini adalah laboratorium komputer yang digunakan untuk praktek mata pelajaran Administrasi Kepegawaian. Kenyamanan belajar di laboratorium dapat dipengaruhi oleh luas laboratorium dan sarana yang ada dalam laboratorium tersebut.
31 d) Tempat ibadah Tempat
beribadah
adalah
tempat
warga
sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama
masing-masing
pada
waktu
sekolah.
Tempat
beribadah dibutuhkan oleh para siswa untuk menjalankan perintah
agamanya.
Tersedianya
tempat
ibadah
akan
membuat siswa lebih tenang dan tidak kesulitan mencari tempat menjalankan perintah Tuhannya dan berdoa. Tempat ibadah yang baik dilengkapi sarana seperti perlengkapan ibadah, rak dan jam dinding. e) Kamar mandi Ketersediaan kamar mandi yang memadai dan kebersihan kamar mandi di sekolah dapat memengaruhi kesehatan dan kenyamanan siswa dalam belajar di sekolah. f) Ruang usaha kesehatan sekolah Ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah ruang untuk menangani siswa yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di sekolah. g) Tempat parkir kendaraan Tempat parkir kendaraan merupakan tempat yang digunakan siswa untuk menempatkan alat transportasi pribadi yang digunakannya. Tempat parkir dibutuhkan agar siswa merasa tenang dan tidak khawatir memikirkan keamanan alat trasportasi pribadinya sehingga siswa dapat belajar dengan tenang dan baik. h) Sumber belajar Sumber belajar adalah sumber informasi dalam bentuk buku, jurnal, majalah, surat kabar, poster, situs (website), dan compact disk. Sumber belajar dibutuhkan siswa untuk mendapatkan informasi mengenai mata pelajaran tertentu maupun pengetahuan umum. Djamarah (2010: 122)
32 menjelaskan bahwa “sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal belajar seseorang”. Sekolah harus memperhatikan ketersediaan sumber belajar siswany khususnya sumber belajar yang berbentuk buku. Buku-buku yang lengkap dan berkualitas akan menambah pengetahuan siswa. i) Perabot dan Media pembelajaran Bafadal (2003: 13) menyebutkan dua macam sarana pembelajaran yang harus tersedia, yaitu perabot kelas dan media Pembelajaran. Perabot kelas dapat berupa papan tulis, meja dan kursi guru, meja dan kursi siswa, lemari kelas, papan daftar hadir siswa, papan daftar piket, papan pemajangan karya siswa. Djamarah (2010: 121) menjelaskan bahwa media adalah alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Bafadal (2003) mengelompokkan
media
pembelajaran
menjadi
empat
macam, yaitu: (1) Media
pandang
diproyeksikan,
seperti
Overhead
projector, projector apaque, dan LCD projector. (2) Media pandang tidak diproyeksikan seperti gambar diam, grafis, model, dan benda asli. (3) Media dengar seperti piringan hitam, open real tape, dan pita kaset. (4) Media pandang dengar, seperti televisi dan film. 2) Fasilitas belajar di rumah Ketersediaan faslitas belajar perlu diperhatikan oleh orang tua. Tersedianya falitas belajar yang memadai dapat membuat siswa lebih nyaman dalam belajar. Gie (1985:30), menjelaskan macammacam fasilitas belajar sebagai berikut:
33 a) Tempat belajar yang baik Tempat belajar yang baik di rumah dapat menjadikan proses belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Tempat belajar yang baik memiliki syarat-syarat sebagai berikut: (1) Tersedianya tempat belajar Syarat untuk dapat belajar dengan sebaik-baiknya ialah tersedianya
tempat
belajar.
Orang
tua
sebaiknya
memperhatikan tempat belajar anak dengan baik. Penyediaan tempat belajar yang baik, seperti tempat belajar sendiri hendaknya diupayakan agar dapat membantu kelancaran belajar. Apabila tidak terdapat ruang khusus yang dapat digunakan untuk belajar maka dapat menggunakan kamar tidur tetapi kelayakan kamar tidur untuk dijadikan tempat belajar juga harus diperhatikan oleh orang tua agar anak dapat nyaman dalam belajar. (2) Penerangan cahaya yang cukup Penerangan yang baik ialah penerangan yang diberikan oleh cahaya matahari karena warnanya yang putih sangat intensif. Penggunaan lampu juga diperlukan untuk belajar di malam hari. Apapun jenis penerangannya, penerangan yang baik adalah penerangan yang tidak berlebihan dan tidak kurang, melainkan memadai untuk belajar. (3) Sirkulasi udara Tempat belajar hendaknya diusahakan agar memiliki sirkulasi udara yang lancar. Suhu di dalam ruangan tersebut hendaknya tidak terlalu panas atau tidak terlalu dingin. Membuka jendela maupun memastikan adanya fentilasi untuk mendapatkan udara yang sejuk. Ruangan tanpa sirkulasi udara yang baik akan membuat siswa mengantuk sehingga dia tidak dapat belajar dengan baik. sebaliknya, sirkulasi udara yang lancar menjamin tersedianya zat asam
34 yang cukup dalam kamar belajar. Dan zat ini merupakan makanan otak yang utama. b) Alat perlengkapan belajar Perlengkapan belajar dapat berupa buku-buku pegangan yang dapat menunjang pemahaman siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru. Selain buku juga terdapat beberapa perbekalan belajar lainnya yang terdiri dari peralatan tulis dan perabot untuk kamar, sebagai berikut: (1) Perabot belajar yang memadai Perabot belajar yang memadai dapat memperlancar kegiatan belajar siswa. Perabot belajar dapat berupa kursi dan meja belajar, lemari atau rak buku. (2) Peralatan tulis Semakin lengkap peralatan belajar, maka seseorang dapat belajar tanpa gangguan.peralatan belajar dapat berupa bukubuku pelajaran, vulpen, tinta, alat penghapus, alat penajam pensil, perekat, kertas tulis, dan buku notes. c.
Indikator Fasilitas Belajar Dalam penelitian ini, indikator dan sub indikator dari variabel fasilitas belajar meliputi: 1) Fasilitas belajar di sekolah Berdasarkan teori di atas fasilitas belajar di sekolah dapat berupa: a) Ruang kelas b) Perpustakaan c) Sumber belajar d) Laboratorium e) Terdapat sarana prasarana lain sebagai penunjang belajar, seperti Ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), tempat parkir kendaraan, tempat ibadah, tempat olahraga kamar mandi dan lain sebagainya. f) Perabot dan Media pembelajaran
35
2) Fasilitas belajar di Rumah Berdasarkan teori di atas fasilitas belajar di rumah terdiri dari: a) Ruang belajar b) Alat perlengkapan belajar
3. Tinjauan tentang Motivasi Belajar Siswa a. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2005). Motivasi juga diartikan sebagai keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu (Syah, 2009). Sedangkan dalam pengertian lain, “Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar” (Hamdani, 2010; 142). Penjelasan mengenai motivasi juga dikemukakan oleh Sardiman (2014: 75) sebagai berikut: Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Uno (2014: 23) mengemukakan, “Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang
36 belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung”. Dari beberapa teori di atas maka dapat diambil suatu makna bahwa motivasi belajar adalah keadaan yang mendorong atau keinginan seseorang untuk belajar dalam mencapai tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar tersebut. Motivasi sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Zahroh (2015: 242) menyatakan: adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula. Dengan kata lain, dengan adanya usaha yang tekun, semangat, dan terutama didasari dengan adanya motivasi, peserta didik yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. intensitas motivasi dari seorang peserta didik akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya. Semakin tinggi persentase dari motivasi, maka akan semakin baik pula prestasinya. Begitu pula sebaliknya, semakin kurang persentase dari motivasi , maka akan semakin berkurang pula prestasinya. Keinginan yang muncul dari diri sendiri untuk belajar akan lebih berpengaruh terhadap hasil belajar siswa tetapi faktor eksternal juga memiliki peran dalam membangkitkan motivasi seseorang dalam belajar. Arden N. Frandsen yang dikutip oleh Sardiman (2014: 46), menyatakan ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk belajar, yakni: 1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas; 2) Adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan adanya keinginan untuk selalu maju; 3) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-temannya. 4) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun dengan kompetisi; 5) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran; 6) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.
37 Seseorang yang belajar karena memiliki motivasi akan berbeda dengan seseorang yang terpaksa melaksanakan proses belajar. Motivasi seseorang dapat terlihat dari usaha seseorang untuk mencapai tujuan yang direncanakannya. Selain itu, menurut Sardiman (2014; 83) siswa yang memiliki motivasi dalam dirinya dapat dilihat melalui ciri-ciri sebagai berikut: 1) Tekun menghadapi tugas Tekun di sini artinya siswa tidak pernah berhenti untuk mengerjakan sebelum tugas-tugasnya selesai dan mereka selalu mempunyai semangat mengerjakan tugas dan bekerja terus menerus dalam waktu yang lama. 2) Ulet menghadapi kesulitan Siswa yang memiliki motivasi belajar, tidak pernah merasa putus asa dalam belajar walaupun dalam mengerjakan tugas selalu menghadapi kesulitan. Selain itu, siswa juga tidak mudah merasa puas dengan hasil prestasi yang telah dicapainya, dan siswa yang tidak memerlukan dorongan dari luar untuk selalu berprestasi tinggi karena mereka telah memiliki keuletan dalam belajar. 3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah Siswa tertarik untuk menerapkan ilmu yang diperolehnya dalam menghadapi masalah-masalah dalam bidang tertentu. 4) Lebih senang bekerja mandiri Siswa memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan yang dimilikinya sehingga siswa akan mampu mengerjakan tugas secara mandiri. 5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin Biasanya siswa akan cepat bosan dengan pekerjaan yang berulangulang dilakukan karena tidak dapat mengembangkan kreatifitas yang dimiki.
38 6) Dapat mempertahankan pendapatnya Orang yang memiliki motivasi biasanya mempunyai pendapat yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. 7) Tidak mudah melepaskan hal-hal yang diyakini Siswa yang dimaksud di sini adalah siswa yang teguh pada pendirian dan memiliki prinsipnya sendiri. 8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal Siswa yang selalu berusaha mencari ilmu atau pengalaman yang baru dengan senang hati, dan selalu senang apabila dihadapkan dengan pemecahan masalah. b.
Macam-Macam Motivasi Belajar Macam-macam motivasi belajar menurut Hamdani (2010) dan Syah (2009) dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Motivasi Intrinsik; Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, antara lain: perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan. 2) motivasi ekstrinsik motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, antara lain: Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru. Sani (2013) juga mengatakan hal yang sama dengan Syah (2009) terkait dengan jenis-jenis motivasi belajar. menurut Sani (2013) dan Syah (2009) motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Motivasi intrinsik, yakni motivasi internal dari dalam diri untuk melakukan sesuatu, misalnya siswa mempelajari ilmu karena dia menyenangi pelejaran tersebut. 2) Motivasi ekstrinsik, yakni motivasi melakukan sesuatu karena pengaruh eksternal. motivasi eksternal muncul akibat insentif eksternal atau pengaruh dari luar siswa, seperti tuntutan, imbalan,
39 atau hukuman. Motivasi eksternal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut terdiri dari: a) karakteristik tugas; b) insentif; c) perilaku guru; dan d) pengaturan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, motivasi dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kompetensi guru merupakan salah satu motivasi ekstrinsik. Kompetensi guru dapat mempengaruhi motivasi belajar. Guru yang berkompeten akan manyadari pentingnya menjadi sosok guru yang dapat dihargai, diteladani, tidak hanya mengajar tetapi juga harus mendidik siswa, dan menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran, serta dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek penting untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Seperti yang dikemukakan Zahroh (2015) yang menjelaskan bahwa seorang guru yang berkompeten dapat membangkitkan motivasi belajar sehingga dapat mencapai prestasi yang memuaskan. Pendapat tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andaru Werdayanti (2008) yang mamaparkan bahwa terdapat pengaruh antara kompetensi guru dalam proses belajar mengajar di kelas terhadap motivasi belajar siswa kelas X SMAN 1 Sukorejo Kendal. Fasilitas juga merupakan salah satu motivasi ekstrinsik. Fasilitas dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Akomolafe, C.O. & Adesua, V.O. (2016), dalam jurnal yang berjudul “The Impact of Physical Facilities on Students’ Level of Motivation and Academic Performance in Senior Secondary Schools in South West Nigeria”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa fasilitas mempengaruhi motivasi siswa. c.
Fungsi Motivasi dalam belajar Menurut Sardiman (2014: 85) motivasi memiliki fungsi, sebagai berikut:
40 1) Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak Motivasi berfungsi sebagai pendorong atau sebagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan setiap kegiatan yang akan dilakukannya. 2) Menentukan arah perbuatan Motivasi mengarahkan perbuatan pada pencapaian cita-cita atau tujuan yang telah ditetapkan. 3) Menyeleksi perbuatan seseorang Motivasi dapat menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi guna mencapai tujuan dan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Motivasi juga bertujuan untuk menggerakkan seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah. Setiap tindakan motivasi memiliki tujuan. Semakin jelas tujuan yang akan dicapai, semakin jelas pula tindakan motivasi itu dilakukan. Motivasi akan lebih berhasil apabila memiliki tujuan yang jelas, kesesuaian kebutuhan dan kepribadian orang tersebut. Fungsi lain dari motivasi dalam belajar adalah sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi belajar. Motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil belajar yang baik pula (Sardiman, 2014). Motivasi belajar berhubungan dengan hasil belajar siswa. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Retno Palupi, Sri Anitah, Budiyono (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara motivasi belajar siswa dengan hasil belajar. Penelitian lain yang mendukung pendapat tersebut juga dilakukan oleh IChao Lee (2010) dalam jurnal yang berjudul “The Effect of Learning
41 Motivation, Total Quality Teaching and Peer-Assisted Learning on Study Achievement: Empirical Analysis from Vocational Universities or Colleges’ students in Taiwan”. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa motivasi belajar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar. d.
Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Motivasi belajar yang paling baik adalah motivasi yang muncul dari masing-masing individu. Namun belum semua siswa dapat menumbuhkan motivasi belajarnya karena dorongan internalnya. Untuk itu, peran dari faktor eksternal dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Peran guru sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan motivasi belajar siswa. Menurut Usman (1995: 29-30) ada beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu: 1) Kompetisi (persaingan) Guru harus berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya dan berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain. 2) Membuat tujuan sementara atau dekat (Pace making) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai di awal kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dapat berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. 3) Tujuan yang jelas Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan suatu perbuatan. 4) Kesempurnaan untuk sukses Kesuksesan
dapat
menimbulkan
rasa
puas,
kesenangan
dan
kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa
dampak
sebaliknya.
Guru
hendaknya
memberikan
42 kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha sendiri tetap dengan bimbingan guru. 5) Minat yang besar Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar. Guru hendaknya dapat membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menarik sehingga dapat menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran tersebut. 6) Mengadakan penilaian atau tes Pada umumnya, semua siswa belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang yang tidak belajar bila tidak ulangan. Nilai merupakan motivasi yang kuat bagi siswa. Sedangkan upaya membangkitkan gairah belajar siswa menurut Djamarah (1994) yang dikutip dari buku Djamarah dan Zain (2010; 148-149) ada enam hal yang dapat dikerjakan guru, antara lain: 1) Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar; 2) Menjelaskan secara konkret kepada anak didik apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran; 3) Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai anak didik sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari; 4) Membentuk kebiasaan belajar yang baik; 5) Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok; 6) Menggunakan metode yang bervariasi. Dalam menumbuhkan dan menjaga motivasi belajar siswa, seorang guru harus dapat memilih dengan tepat bentuk-bentuk motivasi. Pemilihan bentuk motivasi harus selektif agar mendapatkan efek yang efektif dari dalam diri anak didik.
43 Berikut bentuk-bentuk motivasi yang dapat guru gunakan untuk membangkitkan dan menjaga motivasi belajar siswa: 1) Memberi angka Angka yang dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar siswa.
Angka merupakan alat motivasi yang
cukup
rangsangan
memberikan
kepada
siswa
untuk
mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi belajar mereka. Jika angka yang diperoleh siswa tinggi, maka siswa akan termotivasi untuk mempertahankan dan meningkatkannya lagi. Guru harus berhati-hati dalam memberikan penilaian dan penilain harus obyektif agar tidak membuat kebencian dari anak didik terhadap guru tersebut. 2) Hadiah Guru dapat memberikan hadiah berupa apa saja kepada anak didik yang berprestasi. Hadiah dapat menambah semangat anak didik untuk berprestasi dan dapat menciptakan persaingan di dalam kelas, karena semua anak didik pasti juga ingin mendapatkan hadiah tersebut. 3) Pujian Pujian dapat digunakan untuk mendapatkan umpan balik dari setiap anak didik dalam proses belajar mengajar. Guru dapat memberikan pujian pada anak didik atas prestasinya. Pujian akan menyenangkan perasaan anak didik, sehingga dpaat mengerahkan anak didik pada hal-hal yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. 4) Gerakan tubuh Dengan gerakan tubuh, guru dapat membuat suasana kelas yang nyaman dan dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti pelajaran.
44 5) Memberi tugas Tugas dapat meningkatkan perhatian dan konsentrasi terhadap bahan pelajaran yang disampaikan. Siswa akan khawatir tidak mampu menyelesaikan tugas apabila tidak memperhatikan penjelasan guru. 6) Memberi ulangan Evaluasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengajaran yang dilakukan guru (evaluasi proses) dan tingkat penguasaan siswa (evaluasi produk). Selain itu biasanya siswa akan terdorong untuk giat belajar ketika mereka tahu akan dilaksanakan ulangan. 7) Mengetahui hasil Setiap anak didik ingin mengetahui hasil tugas maupun ulangannya. Hasil yang memuaskan akan meningkatkan motivasi belajar anak didik. Untuk hasil yang rendah, dibutuhkan bimbingan guru dalam memberikan pengarahan dan menunjukkan kesalahan agar anak didik tetap bersemangat untuk hasil yang lebih baik. 8) Hukuman Hukuman
yang
mendidik
dapat
digunakan
guru
untuk
meningkatkatkan kedisdiplinan anak didik dalam proses belajar mengajar. Gage & Berliner (1979) yang dikutip Slameto (2003: 176179) menyarankan sejumlah upaya yang dapat meningkatkan motivasi siswa, yaitu: 1) Pergunakan pujian verbal; 2) Pergunakan tes dan nilai secara bijaksana; 3) Bangkitkan rasa ingin tahu siswa dan keinginan untuk mengadakan eksplorasi; 4) Melakukan hal-hal yang luar biasa untuk mendapat perhatian siswa;
45 5) Merangsang hasrat siswa dengan jalan memberikan pada siswa sedikit contoh hadiah yang akan diterima bila siswa berusaha untuk belajar; 6) Menggunakan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh agar siswa lebih mudah memahami bahan pengajaran; 7) Terapakan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa, agar siswa jadi lebih terlibat; 8) Minat pada siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya 9) Pergunakan simulasi dan permainan; 10) Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan. 11) Perkecil konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan dari keterlibatan siswa. 12) Pengajar perlu memahami dan mengawasi suasana sosial di lingkungan sekolah, karena hal ini besar pengaruhnya atas diri siswa; 13) Pengajar perlu memahami hubungan kekuasaan antara guru dan siswa. e.
Indikator Motivasi Belajar Indikator motivasi belajar diklasifikasikan Uno (2014: 23), sebagai berikut: 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil 2) Adanya dorongan dan kebutuhan belajar 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan 4) Adanya penghargaan dalam belajar 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar 6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga seorang siswa dapat belajar dengan baik.
46 Berdasarkan indikator dari Uno (2014) dan kajian tentang teori motivasi belajar yang telah dipaparan maka indikator motivasi belajar yang diambil dalam penelitian ini adalah 1) Memiliki tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai 2) Memiliki keinginan untuk belajar 3) Memiliki keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru 4) Merasa memiliki kebutuhan terhadap materi tersebut 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar 6) Adanya penghargaan dalam belajar 7) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga seorang siswa dapat belajar dengan baik.
4. Tinjauan tentang Hasil Belajar Siswa a. Pengertian Belajar Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya (Usman, 2005: 5). Belajar juga diartikan sebagai proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya (Purwanto, 2011: 39). Sedangkan definisi belajar menurut Sardiman (2014), yaitu Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya (hlm.20). Selain pengertian di atas masih ada beberapa definisi lain yang dikemukakan oleh para ahli yang dikutip oleh Syah (2003: 64-65), sebagai berikut: Skiner seperti yang dikuti Barlow (1985) berpendapat bahwa, “belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku)”; Chaplin (1972), membatasi belajar dengan dua rumusan. Rumusan pertama berbunyi: “... acquisition of any relatively permanent change in behaviour as a result of practice and experience”(belajar adalah
47 perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya, adalah “process of acquiring responses as a result of special practice” (belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus).; Menurut Hintzman (1978), “Learning is a change in organism sue to experience which can affect the organism’s behavior” (belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut).
Selanjutnya pengertian belajar menurut Slameto (2003), yaitu “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil
pengalamannya
sendiri
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya” (hlm. 131). Dari pengertian di atas dapat diambil suatu makna bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku dan kemampuan yang dimiliki seseorang sebagai hasil dari pengalamannya dan interaksi dengan lingkungannya. Dalam upaya pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Sistem lingkungan belajar tersebut dipengaruhi oleh beberapa komponen yang saling memngaruhi. Komponen-komponen tersebut misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia (sardiman, 2014). b.
Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima
pengalaman
pembelajaran.
Sejumlah
pengalaman
yang
diperoleh siswa mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar berguna untuk memberikan informasi kepada guru tentang
48 kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Hasil belajar juga digunakan untuk menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut baik untuk individu maupun kelompok belajar. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses
yang mengakibatkan
berubahnya
input
secara
fungsional
(Purwanto, 2011: 44). Belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam kegiatan belajar, siswa diharapkan memiliki perubahan perilaku setelah belajar. Perubahan tersebut menjadi hasil dari proses belajar. Hasil belajar mengacu pada tujuan pengajaran. Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui perolehan yang dapat dicapai setelah proses belajar. Hamalik (2005) yang dikutip oleh (Jihad dan Haris, 2013: 15) mengatakan, bahwa “tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa”. Selanjutnya Jihad dan Haris (2013), menjelaskan “hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu” (hlm. 14). Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku dan peningkatan kemampuan baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang diperolah setelah proses belajar yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
49 c.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Purwanto (2002) yang dikutip oleh Thobroni (2016), faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi: 1) Faktor Individual a) Faktor kematangan atau pertumbuhan Faktor ini berhubungan dengan kematangan atau tingkat pertumbuhan organ-organ tubuh manusia. Sesuatu dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkan, potensipotensi jasmani dan rohaninya telah matang. b) Faktor kecerdasan atau intelegensi Intelegensi memiliki pengaruh besar terhadap kemajuan belajar. Setiap orang memiliki kecerdasan atau intelegensi yang berbedabeda. c) Faktor latihan dan ulangan Sering berlatih dapat meningkatkan kecakapan dan pengetahuan. Tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dapat hilang atau berkurang. d) Faktor motivasi Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Seseorang tidak akan mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika orang tersebut tidak mengetahui pentingnya dan faedahnya dari hasil yang akan dicapai dari belajar. e) Faktor pribadi Faktor pribadi yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah sifat-sifat kepribadian, yang berupa faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.
50 2) Faktor yang ada di luar individu a) Faktor keluarga dan keadaan rumah tangga Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai dimana proses belajar anak. Salah satu faktor yang turut berperan adalah ada tidaknya atau ketersediaan fasilitas yang diperlukan dalam belajar. b) Faktor guru dan cara mengajarnya Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana cara guru mengajar menentukan hasil belajar yang akan dicapai. c) Faktor alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar. Ketersediaan alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar dan guru yang berkualitas akan mempermudah dan mempercepat belajar siswa. d) Faktor lingkungan dan kesempatan yang tersedia Tidak adanya kesempatan untuk belajar (karena sibuk bekerja) dan pengaruh lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi hasil belajarnya. e) Faktor motivasi sosial Motivasi sosial dapat berasal dari orang tua, keluarga besar, guru, teman-teman sekolah, dan teman sepermainan. Banyak sumber yang menyebutkan bahwa belajar atau hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor Internal dan faktor Eksternal. Hamdani (2010: 139) mengatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal terdiri dari: kecerdasan (intelegensi), faktor jasmaniah, sikap, minat, bakat, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari: keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sedangkan
menurut
Syah
(2009),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
51 1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa; 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; dan 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Usman (2005) mengemukakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya, yang dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam sebuah proses pembelajaran pasti ada tujuan yang hendak dicapai. Tercapai atau tidaknya suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Menurut Sanjaya (2014: 52) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran, antara lain: 1) Faktor guru Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Menurut Dunkin (1974) yang dikutip Sanjaya (2014), ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu: a) Teacher formative experiencei, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup yang menjadi latar belakang sosial mereka, seperti asal kelahiran (suku), latar belakang budaya, adat istiadat, dan keadaan keluarga. b) Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru,
misalnya
pengalaman
latihan
profesional,
tingkatan
pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagainya. c) Teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau
52 intelegensi guru, motivasi dan kemampuan-kemampuan lainnya yang dimiliki guru. 2) Faktor siswa Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari diri siswa itu sendiri, meliputi: 1) Aspek latar belakang Aspek latar belakang meliputi, jenis kelamin, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dan lain-lain. 2) Faktor sifat yang dimiliki siswa Meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Kemampuan yang dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi biasanya dapat dilihat dari tingginya motivasi belajar, pehatian, dan keseriusan dalam mengikuti pelajaran. dan siswa
yang
mempermudah
memiliki
pengetahuan
yang
memadai
menerima
materi
dalam
mereka
akan proses
pembelajaran. Sikap siswa, baik sikap aktif atau pendiam juga akan mempengaruhi proses belajar 3) Faktor sarana dan prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap
kelancaran
proses
pembelajaran,
misalnya
media
pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, seperti: jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Sarana dan prasarana akan membuat proses belajar mengajar menjadi lebih efektif dan efisien. Kelengkapan sarana dan prasarana juga kan memudahkan siswa dalam belajar. 4) Faktor lingkungan Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor
iklim
sosial-psikologis.
Faktor
organisasi
kelas
yang
53 didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran organisasi kelas yang terlalu luas besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jumlah anggota kelompok besar akan kurang menguntungkan dalam menciptakan iklim belajar mengajar yang baik. Faktor iklim sosial-psikologis dapat diartikan keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal. secara internal artinya hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, seperti siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, bahkan guru dengan pimpinan sekolah. sedangkan iklim eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya. Iklim belajar yang baik baik iklim internal maupun iklim esternal akan berdampak pada motivasi belajar siswa. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dirangkum bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi belajar atau hasil belajar seseorang, meliputi: 1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Meliputi: a) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat fisik) b) Kecerdasan (Intelegensi) c) Perhatian d) Minat e) Bakat f) Motif g) Kesepian h) Kelelahan 2) Faktor Eksternal, faktor dari luar yang mempengaruhi belajar atau hasil belajar siswa. Meliputi: a) Faktor keluarga b) Faktor masyarakat
54 c) Faktor sekolah, meliputi: (1) Kurikulum/bahan ajar (2) Guru/Pengajar (3) Fasilitas atau Sarana dan prasarana (4) Administrasi/Manajemen d.
Indikator Hasil Belajar Untuk mengetahui keberhasilan sebuah proses pengajaran terlebih dahulu harus menentukan kriteria keberhasilan pengajaran, baru kemudian ditetapkan alat untuk menaikkan keberhasilan belajar secara tepat. Berikut dua kriteria yang bersifat umum menurut Sudjana (2004): 1) Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya. Kriteria dari sudut prosesnya menekankan kepada pegajaran sebagai suatu proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai subjek mampu mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri. Keberhasilan dari sudut prosesnya dapat dikaji melalui beberapa persoalan di bawah ini: a) apakah pegajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh guru dengan melibatkan siswa secara sistematik? b) Apakah kegiatan siswa belajar dimotivasi oleh guru sehingga ia melakukan kegiatan belajar dengan penuh kesabaran, kesungguhan dan tanpa paksaan untuk memperoleh tingkat penguasaan, pengetahuan, kemampuan, serta sikap yang dikehendaki dari pengajaran itu? c) Apakah guru memakai multi media. d) Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan memilih sendiri hasil belajar yang dicapainya? e) Apakah proses pengajaran dapat melibatkan semua siswa dalam kelas? f) Apakah suasana pengajaran atau prosess belajar mengajar cukup menyenangkan dan merangsang siswa belajar?
55 g) Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi laboratorium belajar? 2) Kriteria ditinjau dari hasilnya. Disamping tinjauan dari segi proses, keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil. Berikut adalah beberapa persoalan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan keberhasilan pengajaran menurut Jihad dan Haris (2013: 20-21) ditinjau dari segi hasil atau produk yang dicapai siswa: a) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh? b) Apakah hasil belajar yang dicapai siswa dari proses pengajaran dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa? c) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa tahan lama diingat dan mengendap dalam pikirannya serta cukup mempengaruhi perilaku dirinya? d) Apakah yakin bahwa perubahan yang ditunjukkan oleh siswa merupakan akibat dari proses pengajaran? Data variabel hasil belajar dalam penelitian ini diperoleh dari data hasil belajar siswa pada mata pelajaran Administrasi Kepegawaian yang diambil dari nilai Ulangan Akhir Semester (UAS) Gasal siswa kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016. Nilau Ulangan Akhir Semester (UAS) Gasal yang diambil adalah nilai pengetahuan (kognitif) siswa.
56 B. Kerangka Berpikir Hasil
belajar
merupakan
perubahan
perilaku
dan
peningkatan
kemampuan baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang diperolah setelah proses belajar yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Hasil belajar yang paling sering diukur adalah pengetahuan siswa atau ranah kognitifnya. Hasil belajar ranah kognitif siswa dapat diambil dari tes pegetahuan. Salah satu tes pengetahuan yang digunakan untuk melihat hasil belajar siswa khususnya ranah kognitif adalah Ulangan Akhir Semester (UAS) Gasal. Tes tersebut digunakan untuk mengetahui hasil dari proses belajar siswa dalam satu semester. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Purwanto (2002) yang dikutip oleh Thobroni (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar terdiri dari (1) faktor individual atau dari dalam individu: faktor kematangan, kecerdasan, latihan dan ulangan, motivasi, dan faktor pribadi, dan (2) faktor dari luar: faktor keluarga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, serta motivasi sosial. Guru merupakan salah satu faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Kompetensi guru merupakan penentu apakah guru dapat menghantarkan siswa mencapai hasil yang optimal . Kompetensi guru dapat mempengaruhi hasil belajar. Kompetensi guru yang tinggi akan membantu siswa mencapai hasil belajar yang tinggi pula, seangkan kompetensi guru yang rendah juga akan berdampak pada rendahnya kompetensi guru. Pengaruh kompetensi guru terhadap hasil belajar siswa sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Zahroh (2015) yang menjelaskan bahwa seorang guru yang berkompeten dapat membangkitkan motivasi belajar sehingga dapat mencapai prestasi atau hasil belajar yang memuaskan. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Adnan Hakim (2015), Adhetya Kurniawan Johani (2015) dan Mufida Ratnasari dan Ani Widayati (2013), yang memaparkan bahwa kompetensi yang dimiliki guru yaitu kompetensi pedagogik, pribadi, profesional, dan sosial secara sigifikan memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa.
57 Fasilitas merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar proses belajar baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Fasilitas belajar dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. hal terssebut sesuai dengan pendapat Daryanto (2013: 261), yang mengatakan fasilitas dan perlengkapan belajar ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang. Hal tersebut juga didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Cyinthia Uline dan Megan Tschannen-Moran (2008) dalam jurnal yang berjudul “The Walls Speak: The Interplay of Quality Facilities, School Climate and Student Achievement”, yang menjelaskan bahwa fasilitas belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar. Motivasi belajar termasuk faktor dari dalam diri individu yang mempengaruhi hasil belajar. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Sardiman (2014), yang menjelaskan bahwa motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil belajar yang baik pula. Teori tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Retno Palupi, Sri Anitah, Budiyono (2014) dan I-Chao Lee (2010), yang menyatakan bahwa motivasi belajar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar. Motivasi belajar juga ditetapkan sebagai variabel intervening dalam penelitian ini. Motivasi belajar dapat digunakan sebagai variabel intervening untuk mengetahui pengaruh tidak langsung. penetapan motivasi belajar sebagai variabel intervening sesuai dengan penelitian yang dilakukan Inayah (2013), yang menetapkan motivasi sebagai variabel intervening untuk mengetahui pengaruh tidak langsung antara kompetensi guru dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar. Selain itu penetapan motivasi belajar sebagai variabel intervening juga dilakukan oleh Arif Nur Prasetyo dan Kusumantoro (2015), yang menetapkan variabel motivasi sebagai variabel intervening untuk mengetahui pengaruh tidak langsung kompetensi pedagogik dan disiplin belajar terhadap prestasi belajar. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Denise Perlitasari dan Rr. Dian Indriana T.L (2012) juga menetapkan variabel motivasi sebagai variabel intervening untuk mengetahui pengaruh tidak langsung faktor-faktor ketuntasan belajar.
58 Dari uraian tersebut, dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut: kompetensi guru
Motivasi belajar
Hasil belajar siswa
Fasilitas belajar
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah yang sedang diteliti dan disampaikan dalam kalimat pernyataan. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh langsung positif kompetensi guru terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Administrasi Kepegawaian Kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016. 2. Terdapat pengaruh langsung positif fasilitas belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Administrasi Kepegawaian Kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016. 3. Terdapat pengaruh langsung positif motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Administrasi Kepegawaian Kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016. 4. Terdapat pengaruh tidak langsung positif kompetensi guru terhadap hasil belajar melalui motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Administrasi Kepegawaian Kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016. 5. Terdapat pengaruh tidak langsung positif fasilitas belajar terhadap hasil belajar melalui motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Administrasi Kepegawaian Kelas XI Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016.