BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN PUSTAKA 1.
Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif tipe Course Review Horay (CRH) a. Pengertian Model Pembelajaran Anitah (2009: 25) menyatakan bahwa model merupakan suatu tiruan dari benda yang sebenarnya sehingga ukurannya bisa lebih kecil atau lebih besar dari yang sebenarnya. Semua benda yang ada di alam semesta hampir bisa dibuat modelnya sesuai dengan keperluan guru atau pun siswa. Model juga bisa dibuat secara lebih rinci atau lebih sederhana sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Menurut Sagala (2010: 176), “Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang sebenarnya.” Model merupakan rancangan yang mewakili benda yang sesungguhnya meskipun model itu sendiri bukanlah sesuatu yang benar-benar nyata dari kehidupan yang sesungguhnya. Sedangkan Majid (2014: 13) menyatakan bahwa model merupakan suatu kerangka konseptual yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa model adalah suatu kerangka konseptual yang dijadikan desain untuk mendeskripsikan suatu benda nyata. Pembelajaran merupakan suatu proses belajar mengajar. Daryanto dan Rahardjo (2012: 30) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan perpaduan antara konsep mengajar dan belajar yang dipandang sebagai suatu sistem. Sedangkan menurut Rosdiani (2013: 73): Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakam bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi 8
9 proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan. Aqib (2014: 66) menyatakan bahwa proses belajar mengajar (pembelajaran) adalah upaya yang dilakukan guru secara sistematis untuk menciptakan suatu kegiatan belajar yang efektif dan efisien dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem yang dilakukan oleh guru dengan cara menciptakan pola interaksi antar komponen pembelajaran di dalam kelas dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran akan berjalan dengan lancar ketika ada kerjasama yang baik antara guru dan siswa. Di dalamnya tentu juga tidak terlepas dari adanya unsur pembelajaran yang digunakan seperti halnya model pembelajaran. Model pembelajaran digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, pembelajaran juga akan lebih terstruktur ketika guru berhasil menerapkan suatu model pembelajaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing mata pelajaran. Sugiyanto (2009: 3) mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka pembelajaran yang disusun secara konseptual untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang tercapai ditentukan oleh seberapa tepat model pembelajaran itu dipilih dan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan pendapat Suprijono (2010: 45-46) mengenai model pembelajaran yaitu bahwa model pembelajaran merupakan suatu turunan dari teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dijadikan sebagai landasan praktik dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran dirancang berdasarkan analisis kurikulum yang ada dan bukti nyata implementasinya
pada
pembelajaran
sehingga
implikasinya
pada
operasional kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola
10 untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi pembelajaran dan petunjuk bagi guru untuk operasional kegiatan pembelajaran. Rosdiani (2013: 116) berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan suatu rancangan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan intruksional pembelajaran. Prastowo (2013: 68) berpendapat, “Model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu.” Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa model pembelajaran adalah rancangan konseptual yang sistematis digunakan oleh guru sebagai petunjuk dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Seorang
guru
yang
profesional
akan
menyiapkan
model
pembelajaran sebelum mengajar. Pembelajaran yang dirancang dengan model pembelajaran tertentu akan membuat materi pembelajaran tersebut jauh lebih bermakna untuk siswa. Guru pun juga akan lebih mantap dalam menyampaikan materi pelajaran karena telah dipersiapkan sejak awal secara matang. Akhirnya tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai apa yang dirancang oleh guru di awal. Saat ini banyak model pembelajaran inovatif yang sedang berkembang. Salah satu diantara model pembelajaran inovatif itu adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada kinerja secara kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas. Dengan bekerja secara kelompok diharapkan siswa akan lebih berkembang bukan hanya kognitifnya saja, melainkan dari sisi afektif ia akan bisa bekerjasama dalam kelompok dan dari
sisi
psikomotoriknya
ia
akan
terstimulus
untuk
terampil
11 mengungkapkan pendapatnya baik di dalam kelompok maupun di hadapan kelas. Sugiyanto (2009: 36) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang fokus pada pembagian kelompok siswa dalam ukuran kecil untuk saling bekerjasama dalam
menyelesaikan tugas untuk
mencapai tujuan
pembelajaran dengan cara memaksimalkan kondisi belajar siswa di dalam kelas. Sedangkan menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 161) mengutip simpulan Woolfolk (2001) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pengaturan yang membuat siswa bekerja secara kelompok heterogen dan jika kelompoknya berhasil maka akan mendapatkan reward. Menurut Isjoni (2014: 15) mengutip simpulan Slavin (1995), “In cooperative learning methods, students work together in four number teams to master material initially presented by the teacher.” Penyataan tersebut berarti pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan pada siswa bekerja secara kelompok sebanyak empat orang dalam satu kelompok untuk menyelesaikan materi yang diberikan oleh guru. Sedangkan Sumantri (2015: 49) menyatakan, “Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.” Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus terhadap kelompok kecil heterogen untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dan adanya reward bagi kelompok yang berhasil.
12 c.
Unsur-unsur dalam Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada adanya diskusi kelompok dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Tidak semua kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara kelompok adalah pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi sehingga suatu model pembelajaran dapat dikatakan sebagai model pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur model pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2010: 58) mengutip simpulan adalah: 1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif) Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua tanggung jawab yang harus ditunjukkan, yaitu bahan yang ditugaskan oleh guru kepada kelompok dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok mempelajari bahan yang ditugaskna oleh guru. Ada beberapa cara membangun saling ketergantungan positif dalam kelompok: a) Menumbuhkan pada siswa bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok sehingga ia harus bekerja sama untuk mencapai tujuan. b) Mengusahakan
setiap
anggota
kelompok
mendapatkan
penghargaan yang sama atas keberhasilan kelompok. c) Mengorganisir sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok mendapatkan tugas secara indovidu atas tugas kelompok yang diberikan. d) Setiap siswa mendapat tugas dan peran yang saling mendukung, saling terkait dan saling terhubung dengan siswa lain dalam kelompok. 2) Personal responsibility (tanggung jawab perorangan) Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk siswa terutama anggota kelompok itu menjadi pribadi yang lebih kuat. Tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing siswa adalah kunci
13 utama keberhasilan kelompok. Oleh karena itu ada beberapa cara untuk menumbuhkan tanggung jawab perorangan, diantaranya: a) Kelompok belajar jangan terlalu besar. b) Melakukan assesmen terhadap setiap siswa. c) Memberi kesempatan kepada siswa secara random untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. d) Mengamati setiap kelompok dan frekuensi kinerja individu dalam kelompok. e) Menugasi seorang peserta didik sebagai pemeriksa dalam kelompoknya. f) Menugasi peserta didik untuk mengajari temannya. 3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif) Unsur interaksi promotif sangat penting untuk membangun ketergantungan dalam kelompok. Ada beberapa cara membangun interaksi promotif, diantaranya: a) Saling membantu secara efektif dan efisien. b) Saling memberi informasi dan saran yang diperlukan. c) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien. d) Saling mengingatkan. e) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi. f) Saling percaya. g) Saling memotivasi. 4) Interpersonal skill (komunikasi antar angggota) Dalam mencapai komunikasi antar anggota, siswa harus: a) Saling mengenal dan mempercayai. b) Berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius. c) Saling menerima dan mendukung. d) Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
14 5) Group processing (pemrosesan kelompok) Unsur pemrosesan kelompok ini berarti menilai setiap anggota kelompok siapa yang membantu dan tidak membantu kerja kelompok. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efektifitas kontribusi dalam diskusi kelompok. Menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 166-167) mengutip simpulan Felder dan Brent (2007) mengemukakan beberapa unsur dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) Saling ketergantungan positif, yaitu anggota tim terikat untuk bekerjasama satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran. Jika ada anggota tim yang gagal mengerjakan bagiannya, setiap orang anggota tim lainnya akan memperoleh konsekuensinya (berenang atau tenggelam bersama, swim or sink together). 2) Tanggung jawab individu, yaitu siswa dalam tim bertanggung jawab untuk mengerjakan bagian tugasnya sendiri serta wajib menguasai seluruh materi pembelajaran. 3) Interaksi tatap muka, walaupun setiap anggota tim secara perorangan mengerjakan tugas bagiannya sendiri, sejumlah tugas harus dikerjakan secara interaktif, masing-masing memberikan masukan, penalaran, dan kesimpulan, dan lebih penting lagi mereka saling mengajari dan memberikan dorongan satu sama lain. 4) Penerapan keterampilan kolaboratif, di mana siswa didorong dan dibantu untuk mengembangkan rasa saling percaya, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, dan keterampilan mengelola konflik. 5) Proses kelompok, di mana anggota tim menetapkan tujuan kelompok, secara periodik menilai hal-hal yang tercapai dengan baik dalam tim, serta mengidentifikasi perubahan yang harus dilakukan agar ke depan tim dapat berfungsi lebih efektif.
Menurut Isjoni (2014: 13-14) mengutip simpulan Lungdren (1994) ada beberapa unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
15 2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. 3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. 4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok. 5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. 6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. 7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa unsur-unsur dalam pembelajaran aktif yaitu (1) ketergantungan positif yang berarti antar anggota kelompok harus saling bekerjasama dalam menyelesaikan setiap tugas; (2) tanggung jawab individu artinya selain bekerja dalam kelompok masing-masing siswa juga harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri; (3) interaktif tatap muka artinya saat berdiskusi dengan kelompoknya harus ada umpan balik dari anggota kelompok yang lainnya sehingga interaksi berlangsung dua arah; (4) adanya rasa saling percaya dengan sesama anggota; (5) pemrosesan kelompok untuk menilai kinerja masing-masing anggota kelompok; dan (6) adanya evaluasi atau penghargaan yang dijadikan evaluasi kelompok.
d.
Tujuan Model pembelajaran Kooperatif Tujuan merupakan sesuatu yang ingin diraih atau dicapai atas tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Penerapan suatu model pembelajaran juga tidak terlepas dari adanya tujuan yang ingin dicapai. Begitu pula dalam penerapan model pembelajaran kooperatif, guru melaksanakannya juga bukan tanpa maksud dan tujuan. Trianto (2011: 44) mengemukakan bahwa ada beberapa tujuan model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
16 akademik yang diberikan oleh guru dengan baik; (2) dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit dalam kegiatan pembelajaran; dan (3) dapat membantu siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan mengemukakan pendapat. Tujuan model pembelajaran kooperatif menurut Majid (2014: 175) yaitu: 1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. 2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang. 3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok. Sedangkan menurut Isjoni (2014: 21) juga berpendapat bahwa tujuan pembelajaran kooperatif: Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Secara lebih rinci, tujuan pembelajaran kooperatif dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar sehingga nilai hasil belajarnya dapat meningkat. 2) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir maupun keterampilan sosial. 3) Memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan secara penuh dalam situasi belajar yang mendukung.
17 4) Dalam pembelajaran siswa tidak lagi berperan sebagai objek pembelajaran saja, melainkan ia bisa berperan sebagai tutor untuk temannya. 5) Menumbuhkan motivasi dalam diri masing-maisng siswa karena mereka memperoleh dukungan dari teman sebaya mereka. 6) Merangsang siswa untuk berpikir kritis. 7) Menumbuhkan rasa kerjasama dan persahabatan dalam diri siswa saat bekerjasama dalam kelompok.
e.
Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif Manfaat merupakan sesuatu yang diperoleh atas suatu tindakan yang dilakukan. Model pembelajaran kooperatif memberikan banyak manfaat baik untuk guru, siswa maupun kegiatan pembelajaran itu sendiri. Menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 164-165) ada beberapa manfaat dari diterapkannya model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) 2) 3) 4)
Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik. Meningkatkan kemampuan mengingat para siswa. Meningkatkan kepuasan siswa terhadap pengalaman belajarnya. Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi oral. 5) Mengembangkan keterampilan sosial siswa. 6) Meningkatkan rasa percaya diri siswa. 7) Membantu meningkatkan hubungan positif antar suku/ras. Menurut Eggen dan Kauchak (2012: 130) menyatakan bahwa ada beberapa manfaat dari penerapan pembelajaran kooperatif, diantaranya: 1) Saat siswa bekerjasama dapat mendorong mereka untuk memperoleh pengalaman keterampilan sosial. 2) Menambah variasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya sehingga dapat meningkatkan minat siswa terhadap kegiatan pembelajaran tersebut.
18 3) Bekerja secara kelompok dapat membangun pemahaman yang lebih kuat dibanding dengan bekerja secara sendirian karena pada hakikatnya
manusia adalah makhluk sosial
yang selalu
membutuhkan orang lain dan selalu melakukan interaksi sosial. Hosnan (2014: 143) berpendapat ada beberapa manfaat pembelajaran kooperatif (cooperative learning), diantaranya: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Meningkatkan harga diri tiap individu Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar Konflik antarpribadi berkurang Pemahaman yang lebih mendalam Retensi atau penyimpanan lebih lama Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi Cooperative learning dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetensi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif 8) Meningkatkan kemajuan belajar (pencapaian akademik) 9) Meningkatkan kehadiran siswa dan sikap yang lebih positif 10) Menambah motivasi dan percaya diri 11) Menambah rasa senang berada di sekolah serta menyenangi teman-teman sekelasnya. Mudah diterapkan dan tidak mahal. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat model pembelajaran kooperatif yaitu (1) meningkatkan hasil
belajar
siswa;
(2)
meningkatkan
pemahaman
siswa;
(3)
meningkatkan keterampilan sosial siswa; (4) meningkatkan keterampilan komunikasi siswa; (5) menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri siswa; (6) meningkatkan kehadiran dan sikap positif siswa; dan (7) menambahkan variasi dalam pembelajaran sehingga membuat siswa senang.
f.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Hosnan (2014: 146-148) kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) siswa tidak terlalu bergantung pada guru; (2) dapat mengembangkan kemampuan, ide, dan gagasan siswa; (3) melatih tanggung jawab siswa; (4) dapat meningkatkan prestasi akademik dan
19 kemampuan sosial siswa; (5) meningkatkan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil); (6) menumbuhkan rasa percaya diri siswa; (7) mengembangkan
kemampuan
siswa
untuk
menguji
ide
dan
pemahamannya sendiri; dan (8) menumbuhkan motivasi dan rangsangan untuk berpikir. Sedangkan kelemahannya, yaitu: (1) memerlukan periode waktu yang panjang; (2) tanpa peer teaching yang efektif maka tujuan tidak tercapai; dan (3) penilaian guru berdasarkan hasil kerja kelompok. Menurut Sumantri (2015: 55) kelemahan pembelajaran kooperatif ada bersumber dari faktor dalam maupun faktor dari luar, adapun yang bersumber dari faktor dalam yaitu: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai 3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bawah kelebihan dari model pembelajaran kooperatif yaitu (1) siswa tidak tergantung pada guru; (2) kemampuan, ide, dan gagasannya meningkat (3) meningkatkan prestasi akademik siswa; (4) meningkatkan tanggung jawab, percaya diri, dan motivasi siswa; dan (5) mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamnnya sendiri. Sedangkan kelemahannya yaitu (1) membutuhkan persiapan yang matang dan waktu yang lama dalam pelaksanaannya; (2) tanpa peer teaching yang efektif maka tujuan pembelajaran tidak tercapai; (3) membutuhkan fasilitas yang memadai
untuk
menunjang
kegiatan
pembelajaran;
(4)
adanya
20 kecenderungan topik pembahasan meluas jika kurang fokus pada bahasan utama; dan (5) adanya dominasi dari siswa tertentu.
g.
Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif memiliki beragam tipe, berikut tipetipe model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan komunikatif (Huda, 2013: 215) yaitu: (1) Reciprocal Learning; (2) Think-Talk-Write; (3) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC); (4) Talking Stick; (5) Snowball Throwing; (6) Student Facilitator and Explaining; (7) Course Review Horay; (8) Demonstrasi; (9) Example Non-Example; (10) Picture and Picture; (11) Time Token; dan (12) Take and Give. Menurut
Meiningdias
(2015)
ada
beberapa
macam
model
pembelajaran kooperatif, diantaranya: (1) jigsaw; (2) think pair share; (3) decision making; (4) group investigation; (5) dabate; (6) mind mapping; (7) examples non examples; (8) make a match; (9) picture and picture; (10) bertukar pasangan; (11) concept sentences; (12) cooperative script; (13) snowball throwing; (14) course review horay; (15) group to group exchange; (16) talking stick; (17) numbered head together; (18) role playing; (19) scramble; (20) student facilitator and explaining; (21) student team achievement division; (22) tahe and give; dan (23) word square. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Course Review Horay (CRH) merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Dalam pelaksanaannya model pembelajaran Course Review Horay (CRH) menerapkan interaksi dua arah antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Interaksi tersebut terlihat
ketika
guru
membacakan
soal
secara
klasikal
dan
mendiskusikannya bersama siswa maupun saat siswa berdiskusi dengan teman satu kelompoknya saat menyelesaikan setiap soal dari guru.
21 h.
Tipe Course Review Horay (CRH) Model pembelajaran kooperatif memiliki jenis yang beragam. Salah satu diantara jenis model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Course Review Horay (CRH). Dalam jurnal internasional yang ditulis oleh Taggarshe, Phil, & Mittal (2011) menyatakan bahwa “Most program directors feel that that review courses helped the resident’s performance.” Artinya sebagian besar direktur program merasa bahwa program review membantu kinerja warga. Maksudnya yaitu bahwa adanya course review dapat meningkatkan kinerja warga dibanding sebelum diterapkan course review. Hal ini berbanding lurus dengan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) yang diterapkan dalam dunia pendidikan
bahwa dengan adanya model
pembelajaran inovatif Course Review Horay (CRH) dengan metode memberikan banyak pertanyaan kepada siswa diharapkan pemahaman konsep siswa dapat meningkat sehingga hasil belajarnya meningkat pula. Menurut Hamid (2013: 223), beliau berpendapat bahwa model pembelajaran
Course
Review
Horay
(CRH)
merupakan
strategi
pembelajaran yang menyenangkan karena siswa diajak untuk bermain sambil belajar dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Siswa secara implisit diajak untuk mempelajari suatu materi pembelajaran namun dengan cara bermain sehingga siswa tidak merasa tertekan untuk menghafal rentetan konsep yang harus dikuasainya. Huda (2013: 229-230) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang menciptakan kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena ketika siswa berhasil dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru mereka akan berteriak “horee!!” atau menyanyikan yel-yel yang telah mereka buat. Suasana kelas yang seperti ini akan meningkatkan minat siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan Shoimin (2016 :54) menyatakan
22 Pembelajaran course review horay merupakan salah satu pembelajaran kooperatif, yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran ini merupakan suatu pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui pembelajaran course review horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan pembentukan kelompok kecil. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa model pembelajaran Course Review Horay (CRH) merupakan suatu rancangan pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan kegiatan yang menyenangkan karena kelas didesain untuk bermain sambil belajar dengan cara guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada kelompok siswa dan untuk kelompok yang berhasil menjawab pertanyaan akan berteriak HORAY atau yel-yel kelompok mereka.
i.
Langkah-langkah Kegiatan Model Pembelajaran Course Review Horay (CRH) Menurut Suprijono (2010: 129) mengungkapkan langkah-langkah model pembelajaran Course Review Horay (CRH) sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
5)
6) 7) 8)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi. Guru memberikan kesempatan kepada siswa tanya jawab. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak sebanyak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-maisng siswa. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar, diisi tanda benar () dan salah diiisi tanda silang (x). Siswa yang sudah mendapat tanda vertikal atau horizontal, atau diagonal harus berteriak hore … atau yel-yel lainnya. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah hore yang diperoleh. Penutup.
23
Menurut Hamid (2013: 224) langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh guru untuk menjalankan strategi Course Review Horay (CRH) adalah: 1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. 2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi yang akan dibahas pada pengajaran kali ini. 3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab. 4) Untuk menguji pemahaman, siswa diminta untuk membuat kotak sebanyak 9, 16, atau 25 buah sesuai dengan kebutuhan. Kemudian, setiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masingmasing siswa. 5) Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan, lalu langsung didiskusikan. Jika benar, diisi tanda benar (), sedangkan bila salah diiisi tanda silang (x). 6) Siswa yang sudah mendapat tanda () harus berteriak “hore” atau yel-yel lainnya. 7) Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah “hore” yang diperoleh. 8) Penutup. Menurut Aqib (2014: 28-29) langkah-langkah kegiatan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
5)
6) 7) 8)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar () dan salah diiisi tanda silang (x). Siswa yang sudah mendapat tanda () vertikal atau horizontal, atau diagonal harus berteriak horay atau yel-yel lainnya. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh. Penutup.
24 Adapun implementasi dari langkah-langkah model pembelajaran Course Review Horay (CRH) di atas dalam kegiatan pembelajaran energi panas dan energi bunyi untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa yaitu: 1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. Pada kegiatan awal yaitu tahap orientasi guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai yaitu memahami mengenai energi panas dan energi bunyi. Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa telah disampaikan oleh guru sejak kegiatan awal pembelajaran supaya siswa memahami arah kegiatan pembelajarannya. 2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi. Guru mendemonstrasikan atau menyajikan materi energi panas dan energi bunyi pada kegiatan inti yaitu tahap ekplorasi. Pada siklus I guru menyajikan materi menggunakan media power point
sebagai
bekal awal penanaman konsep dan teori untuk siswa. Pada siklus II guru menyajikan materi dengan video pembelajaran tentang energi panas dan energi bunyi, tujuannya yaitu untuk menarik perhatian siswa dan menghindari kejenuhan siswa. Pada siklus III guru menggunakan percobaan sederhana mengenai energi panas dan energi bunyi yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan secara berkelompok. 3) Memberikan kesempatan siswa tanya jawab. Setelah guru menyajikan materi, di akhir kegiatan inti pada tahap eksplorasi guru memberikan kesempatan kepada siswa tanya jawab. Kegiatan ini dilakukan untuk menegaskan kembali pengetahuan dan konsep yang telah dimiliki siswa dan meluruskan jika ada kekeliruan konsep tentang energi panas dan energi bunyi pada siswa. 4) Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa.
25 Pada kegiatan inti tahap elaborasi untuk memperdalam lagi pemahaman konsep siswa, siswa dibuat secara berkelompok. Namun pada siklus II dan III pengelompokkan siswa dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai karena sebagai perbaikan hasil dari refleksi siklus I. Kelas dibagi ke dalam tujuh kelompok dengan anggota masing-masing kelompok yaitu lima siswa. Masing-masing kelompok diminta untuk membuat kotak dengan pola tertentu. Ada perbedaan kotak pada masing-maisng siklus, pada siklus I siswa diminta untuk membuat kotak dengan pola 9, siklus II dengan pola 16, dan pada siklus III dengan pola 25. Setelah masing-masing kelompok membuat kotak dengan pola tertentu, guru meminta untuk memberikan nomor sejumlah kotak pada masing-masing kotak secara acak. 5) Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar () dan salah diiisi tanda silang (x). Guru lalu membacakan soal yang telah dipersiapkan sebelumnya secara acak. Setelah guru membacakan soal tentang energi panas dan energi bunyi, masing-masing kelompok berdiskusi untuk menentukan jawaban yang paling tepat. Ketika semua kelompok selesai menjawab kemudian guru membacakan jawabannya dengan pembahasan seperlunya. Bagi kelompok yang berhasil menjawab dengan benar maka harus memberi tanda benar () kotak tersebut dan jika salah diiisi tanda silang (x). 6) Siswa yang sudah mendapat tanda () vertikal, horizontal atau diagonal harus berteriak horay atau yel-yel lainnya. Setelah guru membacakan beberapa soal kemudian jawaban benar kelompok siswa telah membentuk pola vertikal, horizontal atau diagonal maka kelompok tersebut harus berteriak horay atau menyanyikan yel-yel kelompoknya. Dalam implementasinya di siklus I siswa teriak horay pada siklus II pertemuan satu dicoba untuk
26 menyanyikan yel-yel kelompoknya namun kurang berhasil sehingga selama tindakan berlangsung hampir semuanya menggunakan teriakan horay. 7) Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh. Nilai masing-masing kelompok dihitung dari berapa banyak kelompok tersebut berteriak horay yaitu dibuktikan dengan jumlah jawaban benar yang telah kelompok siswa beri garis secara vertikal, horizontal atau diagonal. Pada masing-masing pertemuan diperoleh dua kelompok terbaik yang memenangkan permainan Course Review Horay (CRH). 8) Penutup. Pada kegiatan penutup yaitu tahap akhir pembelajaran guru bersama siswa membuat rangkuman atas materi pelajaran energi panas dan energi bunyi yang telah dipelajari. Kemudian guru memberikan soal evaluasi kepada masing-masing siswa untuk menguji pemahaman konsep energi panas dan energi bunyi siswa secara individu dan setelah selesai soal dikumpulkan kembali kepada guru.
j.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Course Review Horay (CRH) Setiap
model
pembelajaran pasti
memiliki
kelebihan
yang
membedakannya dengan model pembelajaran lain. Kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran Course Review Horay (CRH) juga merupakan salah satu alasan dipilihnya model pembelajaran tersebut untuk mengatasi masalah pembelajaran yang berkembang di dalam kelas karena memiliki kekhasan tertentu. Namun dibalik setiap kelebihan pasti ada kekurangan yang dimunculkan. Sebaik apapun suatu model pembelajaran pasti memiliki titik kelemahan, namun bukan berarti kelemahan ini yang ditonjolkan melainkan kelebihannya lah yang semestinya ditonjolkan. Kekurangan
27 suatu model pembelajaran cukup dijadikan bahan evaluasi atas pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran. Menurut Huda (2013: 231) ada beberapa kelebihan model pembelajaran Course Review Horay (CRH), diantaranya: (1) strukturnya yang menarik dan dapat mendorong siswa untuk dapat terjun ke dalamnya; (2) metode yang tidak monoton karena diselingi dengan hiburan, sehingga suasana tidak menegangkan; (3) semangat belajar yang meningkat karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan; dan (4) skill kerja sama antarsiswa yang semakin terlatih. Sedangkan kekurangannya yaitu: (1) penyamarataan nilai antara siswa pasif dan aktif; (2) adanya peluang untuk curang; dan (3) beresiko mengganggu suasana kelas lain. Sedangkan Shoimin (2016 :55) menyebutkan kelebihan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) adalah: (1) menarik sehingga mendorong siswa terlibat di dalamnya; (2) tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana kelas tidak menegangkan; (3) siswa lebih semangat belajar; dan (4) melatih kerjasama. Adapun kelemahannya yaitu: (1) adanya peluang untuk curang dan (2) siswa aktif dan pasif nilainya disamakan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) yaitu (1) struktur pembelajarannya menarik sehingga mendorong siswa untuk terlibat aktif di dalamnya; (2) metodenya tidak monoton karena ada hiburannya dan suasana kelas tidak menegangkan; (3) semangat belajar siswa meningkat karena suasana belajar yang menyenangkan; dan (4) melatih keterampilan kerjasama siswa. Sedangkan kelemahannya yaitu (1) siswa berpeluang untuk curang; (2) adanya persamaan nilai antara siswa yang aktif dan pasif; dan (3) beresiko menggangu kelas lain. Kelemahan dalam penerapan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) dapat diatasi dengan (1) sejak awal guru menyampaikan kepada siswa bahwa dalam pembelajaran ada penilaian kejujuran sehingga
28 siswa diminta untuk jujur dalam menjawab soal; (2) selama proses pembelajaran berlangsung guru melakukan pengamatan dan penilaian afektif siswa sehingga dapat melihat keaktifan siswa di dalam kelompok; dan (3) kelas dikondisikan untuk tidak terlalu gaduh.
2. Hakikat Pemahaman Konsep Energi Panas dan Energi Bunyi a. Pengertian Pemahaman Pemahaman merupakan suatu tingkatan kognitif seseorang. Winkel (2005: 114) “Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.” Sedangkan Mulyasa (2010: 39) mengungkapkan, “Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu.” Pemahaman yang dimiliki seseorang melambangkan kedalaman kogniti yang dimiliki oleh orang tersebut. Begitu pula pemahaman yang dimiliki oleh siswa berarti menunjukkan tingkat kognisi seorang siswa. Menurut Wuryandani & Fathurrohman (2012: 101), “Pemahaman yaitu kemampuan peserta didik untuk mengerti atau memahami sesuatu yang telah diketahui atau diingat.” Susanto (2013: 7) berpendapat, “Pemahaman
merupakan
kemampuan
untuk
menerangkan
dan
mengintepretasikan sesuatu.” Seseorang dikatakan paham jika orang tersebut telah mampu menerangkan apa yang diketahuinya dan mengintepretasikannnya dengan bahsanya sendiri. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa pemahaman adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk menangkap arti atau makna, menerangkan, dan mengintepretasikan hal yang dipelajarinya.
29 b. Pengertian Konsep Menurut Winkel (2005: 75), “Pengertian atau konsep adalah suatu satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang bercirikan sama; dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan.” Sedangkan Sagala (2006: 71) mengungkapkan pengertian konsep sebagai berikut: Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Ruminiati (2007: 28) berpendapat, “Konsep adalah suatu pernyataan yang masih bersifat abstrak/pemikiran untuk mengelompokkan ide-ide atau peristiwa yang masih dalam angan-angan seseorang.” Sedangkan Walgito (2010: 197) mengungkapkan “Pengertian atau konsep merupakan konstruksi simbolik yang menggambarkan ciri atau beberapa ciri umum sesuatu objek atau kejadian.” Susanto (2013: 8) berpendapat, “Konsep merupakan sesuatu yang telah melekat dalam hati seseorang dan tergambar dalam pikiran, gagasan, atau suatu pengertian.” Santrock (2014: 2) mengutip simpulan Quinn (2009, 2011) menyatakan bahwa konsep merupakan kelompok objekobjek, peristiwa, dan karakteristik suatu hal yang digunakan untuk menyederhanakan, meringkas, dan mengatur informasi yang kita peroleh. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa konsep adalah kata-kata abstrak yang mewakili makna atau arti suatu hal yang menggambarkan ciri-cirinya atau definisinya secara rinci.
30 c. Pengertian Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa untuk dapat menguasai setiap konsep yang dipelajarinya. Heruman (2008: 3) mengungkapkan definisi pemahaman konsep sebagai berikut: Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. Dalam jurnal internasional yang ditulis oleh Moore (2013) menyatakan: Conceptual understanding is something more than just factual knowledge or procedural knowledge. It complements factual and procedural knowledge that is often the focus of classroom assessments. Conceptual knowledge allows the learner to understand why a fact or procedure is important, why the fact or procedure is relevant, and why the procedure is applicable in some contexts but not in others. Artinya pemahaman konsep adalah sesuatu yang lebih dari sekedar fakta pengetahuan atau prosedur pengetahuan. Fakta dan prosedur pengetahuan menjadi fokus dari penilaian kelas. Konsep membantu pembelajar untuk memahami mengapa suatu fakta atau prosedur itu penting, relevan, dan dapat diaplikasikan pada beberapa konteks namun tidak semuanya bisa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan upaya seorang siswa bukan sekedar untuk mengetahui suatu fakta namun juga mengapa suatu fakta itu dapat terjadi. Sedangkan Al Tabany (2014) menyatakan bahwa pemahaman konsep sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara siswa dalam
31 menyelesaikan masalah saat kegiatan belajar mengajar. Sehingga supaya kegiatan pembelajaran menjadi bermakna guru harus mampu menanamkan konsep dalam diri peserta didik bukan hanya sekedar meyampaikan wawasan yang dimilikinya kepada peserta didik. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa pemahaman konsep merupakan kegiatan pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang dapat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara siswa dalam menyelesaikan setiap masalah yang diberikan oleh guru berdasarkan hasil intepretasinya. Berkaitan dengan pemahaman konsep Suyono dan Hariyanto (2014: 83-85) menyatakan bahwa ada empat tahapan perkembangan Kognitif Jean Piaget, yaitu: 1) Tahap sensori motor (berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2 tahun) Pada tahap ini seorang bayi yang sedang berada di dua tahun pertama kehidupannya mulai menggunakan kemampuan sensorik dan motorik untuk memahami lingkungan sekitarnya. Kemampuan kognitif juga mulai muncul pada tahap ini yaitu anak mulai memahami bahwa perilaku tertentu akan menimbulkan akibat tertentu pula pada dirinya. Adapun kemampuan yang dimiliki oleh anak pada tahap ini yaitu: a) Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek yang ia lihat di lingkungan sekitarnya. b) Suka memperhatikan apa yang ia lihat dalam waktu yang lama. c) Menggunakan cara manipulasi untuk mendefinisikan sesuatu. 2) Tahap pra-operasional (sekitar usia 2-7 tahun) Perkembangan bahasa dan ingatan anak mulai mengalami peningkatan sehingga ia bisa mengingat banyak hal yang ada di lingkungan sekitarnya. Pada tahap usia ini anak akan cenderung menjadi pribadi yang egois akibatnya ia tidak mau menerima pendapat
32 orang lain dengan kalimat yang berbeda meskipun maksudnya sama. Karakteristik anak pada tahap ini yaitu: a) Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar. b) Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek yang berbedabeda. c) Dapat menyusun benda secara berderet namun tidak dapat menjelaskan perbedaannya. 3) Tahap operasional konkret (berlangsung sekitar 7-11 tahun) Pada tahap ini kemampuan anak telah bergeser pada tahap operasional konkret yaitu anak akan mulai bisa berpikir logis bukan lagi mengandalkan panca inderanya saja. Anak sudah mampu melakukan panalaran terhadap berbagai hal yang dilihat dan dialaminya. Pada tahap ini anak juga telah mampu mengklasifikasikan, mengelompokkan dan pengaturan masalah namun belum sepenuhnya menyadari prinsip-prinsip yang berada di dalamnya. 4) Tahap oprasional formal (mulai usia 11 tahun dan seterusnya) Pada tahap ini anak sudah mulai mampu berpikir abstrak. Anak telah mampu mengungkapkan gagasan-gagasan atau idenya sebagai alternatif pemecahan masalah. Mereka juga telah mampu menyusun hipotesis, menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesis secara ilmiah.
Perkembangan kognitif anak usia SD berada pada tahap operasional konkret yaitu antara usia 7-11 tahun. Siswa kelas IV yang berada pada tahap operasional ini telah mampu mengenali lingkungan sekitarnya bukan lagi hanya melalui panca indera melainkan telah mampu melakukan penalaran. Tahapan usia yang seperti inilah anak bisa dikenalkan dengan pemahaman konsep untuk membantu mereka mengkontruksi pengetahuan baru sesuai dengan tahap operasi konkretnya.
33 Sejalan dengan hal tersebut, Suyono dan Hariyanto (2014: 169) mengutip
simpulan
pemahaman
Bloom
(comprehention),
juga
mengungkapkan
meliputi:
tentang
menerjemahkan
ranah makna
pengetahuan (translation), menafsirkan (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation). Sehingga pada tahap pemahaman siswa dituntut untuk mampu merubah konsepsi abstrak menjadi sutu model simbolik supaya mudah memahaminya, menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, dan melihat kecenderungan atau arah suatu temuan.
d. Pembelajaran IPA di SD 1) Hakikat IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang yang berasal dari bahasa Inggris science. Secara etimologi kata science berasal dari bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri atas social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural sciences (ilmu pengetahuan alam). Namun dalam perkembangannya, orang-orang lebih sering menyebut istilah sains untuk mewakili Ilmu Pengetahuan Alam meskipun hal tersebut sebenarnya melenceng dari etimologi. Darmodjo dan Kaligis (1992: 3-4) mengemukakan pengertian IPA menurut beberapa ahli, diantaranya: Nash (1963) mengatakan Science is away of looking at the world. Einsten mengatakan Science is the attempt to make the chaotic diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system o thought. Rom Harre mengatakan Science is a collection of well attested theories which explain the patterns and regularities among carefully studied phenomena. Carin dan Sund (1985) Science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to explain and account for what has been abserved.
34 Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat diterjemahkan bahwa pengertian IPA dari Nash (1963) yang mengatakan Science is away of looking at the world artinya IPA adalah cara atau metode untuk mengamati alam. Sedangkan pendapat dari Einsten yang mengatakan Science is the attempt to make the chaotic diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system o thought. Hal tersebut menunjukkan bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis atau ilmiah. Rom Harre mengatakan Science is a collection of well attested theories which explain the patterns and regularities among carefully studied phenomena artinya IPA adalah kumpulan teori yang telah diuji kebenarannya, yang menjelaskan tentang pola-pola keteraturan dari gejala alam yang diamati secara seksama, sehingga dalam IPA ada dua hal yang dipelajari yaitu mengenai teori-teori dan gejala alam. Teori yang ada dalam IPA berfungsi untuk menjelaskan mengenai gejala alam yang terjadi. Kemudian Carin dan Sund (1985) mengatakan bahwa Science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to explain and account for what has been abserved, yang artinya bahwa IPA merupakan suatu sistem untuk mengetahui alam dan kumpulan pengetahuan dalam IPA berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh. Menurut Djumhana dan Muslim (2007: 1-1), “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains (Science) mempelajari sifat-sifat dan gejalagejala alam. Dalam mempelajari fenomena alam tersebut biasanya dilakukan pengamatan atau percobaan untuk memperoleh fakta dan data. Selanjutnya fakta atau data yang diperoleh akan dikaitkan dengan teori yang telah ada.
35 Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu cara untuk mempelajari tentang alam terutama mengenai gejala-gejala alam yang ada dalam kehidupan dengan menggunakan teori-teori yang telah ada sebelumnya kemudian diimplementasikan dalam fenomena alam yang ada, sehingga antara gejala alam dan teori IPA merupakan dua kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
2) Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang ada dalam semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT). Adanya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam semua jenjang pendidikan menjadi salah satu bunti nyata bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memang sangat dibutuhkan dan berkaitan erat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di tingkat Sekolah Dasar (SD) memiliki maksud dan tujuan tersendiri. Menurut Darmodjo dan Kaligis (1992: 6) dengan adanya pegajaran IPA di SD diharapkan siswa dapat: a) Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya. b) Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA, berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana.memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran Penciptanya. c) Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Depdiknas (2003: 2) ada beberapa tujuan pembelajaran IPA, diantaranya:
36 a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi. c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah, dan melakukan observasi. d) Sikap ilmiah, antara lain skeptik, kritis, sensitif, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama. e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. f) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteratutan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. IPA memberikan sumbangan yang cukup besar dalam dunia pendidikan sehingga dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran pokok. Tujuan mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) juga bukan hanya menjadikan siswa menjadi sekedar tahu mengenai materi yang dipelajari dalam mata pelajaran IPA melainkan menjadikan siswa benar-benar menguasai atas konsep atau teori yang dipelajarinya dan mengimplementasikan dalam kehidupannya. Adapun tujuan mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP: 2006) yaitu: a) Memperoleh keyakina terhadap Tuhan Ynag Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsepkonsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antar IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. e) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
37 f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP. 3) Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD Ruang lingkup IPA di SD pada kelas IV semester 2 sebagai berikut:
Tabel 2.1. SK dan KD IPA Kelas IV Semester 2 Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
8. Memahami
8.1.Memahami
berbagai
energi
energi
bentuk
panas dan
pemanfaatannya
energi dan
bunyi
8.1.2. Memahami macam-macam
cara
yang
perpindahan panas
pengguna-
terdapat di 8.1.3. Memahami sumber-sumber
annya
lingkung-
bunyi yang terdapat di
dalam
an sekitar
lingkungan sekitar
kehidupan
serta sifat- 8.1.4. Memahami bahwa bunyi
sehari-hari.
sifatnya.
Indikator 8.1.1. Memahami sumber-sumber
dihasilkan
panas
oleh
dan
benda
yang bergetar 8.1.5
Memahami
perambatan
bunyi pada benda padat,
38 cair, dan gas 8.1.6. Memahami bahwa bunyi dapat
dipantulkan
atau
diserap.
Pembelajaran IPA materi energi panas dan energi bunyi tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kelas IV Semester 2 yaitu pada SK 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari dengan KD 8.1. Memahami energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya. Untuk alokasi jam pelajarannya yaitu 4x35 menit atau empat jam pelajaran dan dilakukan selama dua kali pertemuan dnegan masing-masing pertemuan berlangsung selama dua jam pelajaran. Pada pertemuan pertama selama dua jam pelajaran siswa akan belajar mengenai energi panas dan siswa harus mampu mencapai indikator pembelajaran yaitu 8.1.1. Memahami sumber-sumber energi panas dan pemanfaatannya, dan 8.1.2. Memahami macam-macam perpindahan panas. Sedangkan untuk pertemuan kedua selama dua jam pelajaran siswa harus mencapai indikator pembelajarannya yaitu 8.1.3. Memahami sumber-sumber bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar; 8.1.4. Memahami bahwa bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar; 8.1.5 Memahami perambatan bunyi pada benda padat, cair, dan gas; dan 8.1.6. Memahami bahwa bunyi dapat dipantulkan atau diserap.
e. Pengertian Energi Panas Banyak sekali sumber energi yang ada di sekitar kita. Salah satu sumber energi terbesar yaitu matahari yang merupakan sumber energi panas. Purwanto (2007: 70) juga mengemukakan pendapatnya tentang energi panas sebagai berikut:
39 Energi panas juga disebut energi kalor atau energi termal. Energi panas adalah energi yang berkaitan dengan panas dan dihasilkan oleh gerak partikel-partikel dalam suatu zat. Energi ini dimiliki oleh benda-benda bersuhu tinggi yang disebut sumber panas. Menurut Djumhana dan Muslim (2007: 2-17), “Energi panas (kalor) adalah energi kinetik rata-rata gerakan partikel-partikel penyusun materi.” Chegg (2016) menyatakan bahwa, “Thermal energy is the internal energy of an object due to the kinetic energy of its atoms and/or molecules.” Artinya bahwa energi panas adalah energi internal dari suatu objek karena energi kinetik atom dan/atau molekul. Dapat disimpulkan bahwa energi panas merupakan suatu energi yang berasal dari suatu benda atau suatu objek karena adanya pergerakan atom atau molekul di dalamnya. Sedangkan pengertian energi panas menurut
Jasin (2015: 78)
sebagai berikut: Energi panas juga sering disebut sebagai kalor. Pemberian kalor panas kepada suatu benda dapat menyebabkan kenaikan suhu benda itu atau pun bahkan terkadang dapat menyebabkan perubahan bentuk, perubahan ukuran, atau perubahan volume benda itu. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa energi panas merupakan merupakan energi termal yang dimiliki oleh objek atau benda-benda bersuhu tinggi karena adanya gerakan partikel-partikel dengan sumber utama matahari.
40
Gambar 2.1. Matahari merupakan sumber energi panas utama di bumi Sumber: Rositawaty dan Muharam (2008)
Istilah lain dari panas dalam disiplin ilmu fisika yaitu kalor. Menurut Priyambodo dan Jati (2009: 198) bahwa kalor bukanlah suatu zat namun dalam penerapannya kalor bisa dianggap sebagai suatu zat. Kalor dapat mengalir dari dari tempat yang bersuhu tinggi ke tempat yang bersuhu rendah. Benda yang memiliki suhu yang tinggi berarti kalor yang ada dalam benda tersebut semakin tinggi pula. Begitu juga ketika suatu benda memiliki suhu yang rendah berarti menunjukkan bahwa benda tersebut memiliki kalor yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa kalor berbanding lurus dengan suhu suatu benda. Panas bumi merupakan sumber energi panas yang ada di bumi. Sutarno (2013: 87) mengatakan “Panas bumi merupakan sumber energi panas yang terbentuk secara alami di bawah permukaan bumi.” Sumber energi panas selain matahari bisa berasal dari panas bumi yang berada di dalam lapisan kerak bumi. Sumber panas tersebut berasal dari pemanasan batuan bersama unsur-unsur lain yang dikandung di dalam bumi. Sebagai salah satu buktinya yaitu ketika gunung berapi meletus maka akan menyemburkan magma yang berasal dari dalam perut bumi. Energi panas yang berasal dari matahari dan panas bumi merupakan sumber energi panas alami sedangkan kita sebagai manusia dapat membuat energi panas buatan dengan cara menggosok-gosokkan kedua tangan kita. Dua benda yang saling bergesekan dapat menyebabkan terbentuknya energi panas. Seorang pendaki gunung yang merasa kedinginan ditempelkan
ia ke
akan
menggosok-gosokkan
pipinya
sekedar
kedua
melepas
rasa
tangannya
lalu
dingin
yang
41 menghinggapinya. Hal ini membuktikan bahwa sumber energi panas bisa diperoleh dari gesekan dua benda. Priyambodo dan Jati (2009: 211-219) mengungkapkan bahwa kalor dapat berpindah dengan 3 cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Penjelasan secara lebih rinci sebagai berikut: 1) Konduksi Konduksi kalor biasanya bermedium padat dan perpindahannnya disebabkan oleh berpindahnya tenaga getar atom ke atom tetangganya. Secara lebih sederhana dapat dirumuskan bahwa konduksi merupakan perpindahan panas tanpa disertai dengan perpindahan partikelpartikelnya.
Perpindahan
panas
secara
konduksi
merupakan
perpindahan panas yang paling cepat diantara jenis perpindahan panas yang lainnya. Salah satu contoh peristiwa konduksi yaitu dengan mengarahkan ujung penggaris besi di atas lilin maka ujung lain yang kita pegangi lama-kelamaan akan terasa panas juga karena panas merambat melalui medium penggaris besi. Contoh lain yaitu saat kita mengaduk teh panas atau kopi panas, panas tersebut akan merambat ke sendok sehingga lama kelamaan sendok ikut terasa panas, hal ini terjadi karena panas merambat melalui medium sendok.
(a)
(b) Gambar 2.2. Contoh Peristiwa Konduksi
Sumber: (a) Sulistyanto dan Wiyono (2008) (b) Devi dan Aggraeni (2008)
42
2) Konveksi Konveksi merupakan perpindahan kalor yang dicirikan dengan ikut berpindahnya atom atau molekul pembawa kalor. Atom atau molekul dalam melakukan gerak translasi, rotasi, dan vibrasi dalam perpindahan kalor. Perpindahan kalor secara konveksi ini cenderung sedang, lebih lambat dari konduksi namun lebih cepat dari radiasi. Contoh peristiwa konveksi dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat kita merebus air, saat air mulai mendidih gelembung-gelembung air akan muncul di dasar namun lama-kelamaaan ia akan bergerak ke atas sehingga semua air mendidih dan setelah dari atas ia akan bergerak ke bawah kembali. Begitu pula saat melakukan percobaan dengan merebus air yang di dalamnya ada serbuk gergaji, saat air mulai mendidih serbuk gergaji akan bergerak ke atas dan ketika sampai atas ia akan bergerak ke bawah kembali. Peristiwa ini menunjukkan bahwa partikel air itu bergerak sehingga panas dapat merambat.
(a)
(b)
Gambar 2.3. Contoh Peristiwa Konveksi Sumber: (a) Sulistyanto dan Wiyono (2008) (b) Devi dan Aggraeni (2008)
3) Radiasi
43 Perpindahan kalor secara radiasi berlangsung tanpa adanya perantara. Radiasi dapat berlangsung pada medium udara atau hampa. Perpindahan kalor dengan cara ini merupakan perpindahan kalor yang paling lambat dibanding dengan cara perpindahan kalor yang lainnya. Contoh peristiwa radiasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat kita membuat api unggun kemudian mendekatkan tangan kita ke api maka tangan kita akan terasa panas. Begitu pula saat matahari bersinar meskipun jaraknya sangat jauh tapi kita merasakan teriknya. Peristiwa ini menunjukkan peristiwa radiasi atau perambatan panas tanpa melalui medium perantara.
(a)
(b)
Gambar 2.4. Contoh Peristiwa Radiasi Sumber: (a) Sulistyanto dan Wiyono (2008) (b) Devi dan Aggraeni (2008)
e. Pengertian Energi Bunyi Zulaikah (2007: 46) mengemukakan pendapatnya, “Sumber bunyi pada dasarnya merupakan energi, karena bunyi timbul akibat rambatan energi. Bunyi keluar dari sumber bunyi dan sampai pada telinga kita merambat melalui medium udara.” Sedangkan menurut Purwanto (2007: 75) berpendapat sebagai berikut: Bunyi adalah suatu bentuk energi. Energinya disebut energi bunyi. bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar atau bergerak. Getaran
44 adalah gerak naik-turun atau ke depan-ke belakang. Benda yang bergetar menghasilkan bunyi disebut sumber bunyi. Menurut Sutarno (2013: 3) menyatakan bahwa energi bunyi atau suara adalah gerakan energi yang melalui zat dalam gelombang longitudinal (kompresi). Suara dihasilkan dari adanya gaya yang menyebabkan suatu benda bergetar sehingga energi ditrasfer melalui zat yang ada dalam gelombang. Sedangkan Jasin (2015: 83) “Bunyi dapat juga diartikan getaran sehingga energi bunyi berarti juga getaran.” Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa bunyi dapat terjadi karena adanya getaran. Sumber bunyi juga disebut energi bunyi berasal dari benda-benda yang bergetar sehingga menghasilkan bunyi.
Gambar 2.5. Gitar dan Biola Merupakan Alat Musik yang Berbunyi Karena Adanya Getaran Sumber: Sulistyanto dan Wiyono (2008)
45 Bunyi yang dihasilkan oleh suatu benda ada yang bisa didengar oleh manusia dan tidak bisa didengar oleh manusia. Menurut Priyambodo dan Jati (2009: 256-257) bunyi yang dapat didengar oleh manusia yaitu bunyi audiosonik yang berada pada kawasan 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz. Sedangkan bunyi yang memiliki frekuensi kurang dari 20 Hz disebut bunyi infra (infra sound) dan tidak bisa di dengar oleh manusia. Bunyi yang frekuensinya berada di atas 20.000 Hz adalah bunyi ultra (ultra sound) yang ketika didengarkan oleh manusia dapat merusak organ vital pendengaran manusia. Namun jika manusia menginginkan untuk bisa mendengar bunyi tersebut bisa menggunakan pelemahan frekuensi bunyi. Energi bunyi yang ada di alam semesta memiliki beberapa ciri-ciri. Diantaranya ciri-ciri bunyi yaitu dapat merambat, mempunyai frekuensi, dan nada yang kuat serta lemah (Zulaikah, 2007: 47). Bunyi dapat merambat melalui zat cair, padat, dan gas. Sebagai pembuktiannya ada beberapa contoh, diantaranya: 1) Perambatan bunyi pada zat padat Bukti bahwa bunyi merambat melalui zat padat yaitu ketika seseorang sedang berjalan di atas rel kereta api. Orang tersebut dapat merasakan dan mendengar bahwa dari jarak kejauhan akan segera ada kereta api yang melintas di rel kereta tersebut. Hal itu terjadi karena adanya getaran yang timbul pada rel kereta api sehingga bunyi dapat merambat. Contoh lain yaitu saat bermain telfon menggunakan gelas yang dihubungkan dengan benang, kita dapat mendengarkan suara teman yang ada di seberang karena bunyi merambat melalui benang yang merupakan zat padat.
46
(a)
(b)
Gambar 2.6. Bunyi Merambat pada Zat Padat Sumber: (a) kampus-sipil.blogspot.com (b) Sulistyo dan Wiyono (2008)
2) Perambatan bunyi pada zat cair Bukti bahwa bunyi dapat merambat melalui zat cair yaitu saat kita mencoba memukulkan dua batu di dalam air. Meskipun batu itu telah dicelupkan ke dalam air akan terdengar suara ketukan kedua batu itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa bunyi dapat merambat pada zat cair
(a)
(b)
Gambar 2.7. Bunyi Merambat pada Zat Cair Sumber: (a) Sulistyanto dan Wiyono (2008: 120) (b) Devi dan Anggraeni (2008)
47 3) Perambatan bunyi pada zat gas Bukti bahwa bunyi dapat merambat melalui zat gas yaitu saat kita mendengar bunyi bel di sekolah. Saat bel sekolah dibunyikan oleh petugas kita dapat mendengarkan
bunyi bel tersebut dari jarak
kejauhan. Contoh lain yaitu saat kita mendengarkan suara detik jam dinding. Hal ini menunjukkan bahwa bunyi dapat merambat melalui udara atau zat gas.
(a)
(b)
Gambar 2.8. Bunyi Merambat pada Zat Gas Sumber: (a) Sulistyanto dan Wiyono (2008) (b) Devi dan Anggraeni (2008)
Selain dapat merambat, bunyi juga mengalami pemantulan di udara. Akibat dari adanya pemantulan bunyi yaitu menimbulkan gaung, gema atau memperkuat bunyi asal. Purwanto (2007: 76) mengemukakan: Gaung adalah bunyi pantul yang sebagian terdengar bersamaan dengan bunyi asli menjadi tidak jelas. Gema adalah bunyi pantul yang terdengar beberapa saat setelah bunyi asal selesai disuarakan. Bunyi pantul yang memperkuat bunyi asal yaitu jika bunyi pantul terdengar hampir bersamaan dengan bunyi asal sehingga seolah-olah bunyi asal diperkuat.
48 Gaung, gema, dan peristiwa memperkuat bunyi asal adalah peritiwa yang berkaitan dengan bunyi yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Adapun contoh-contoh peristiwanya adalah sebagai berikut: 1) Seorang anak yang berteriak di dalam ruangan, saat dia berteriak seolah-olah ada suara yang mengikuti bersamaan dengan teriakannya sehingga teriakan anak tersebut kurang jelas. Bunyi yang terdengar bersamaan dengan bunyi asli sehingga bunyi aslinya menjadi tidak jelas inilah yang disebut dengan gaung. Contoh lain yaitu saat kita bersuara pada toples yang tertutup seperti pada gambar, yang terjadi yaitu suara kita akan bercampur dengan bunyi pantulnya.
Gambar 2.9. Contoh Peristiwa Gaung Sumber: Rositawaty dan Muharam (2008)
2) Seorang anak yang berteriak di tebing. Beberapa saat seusai dia berteriak ada bunyi yang mengikuti teriakan anak tersebut. Bunyi pantul yang terdengar beberapa saat setelah bunyi asli inilah yang disebut dengan gema.
49
Gambar 2.10. Contoh Peristiwa Gema Sumber: Sulistyanto dan Wiyono (2008)
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa pemahaman konsep energi panas dan energi bunyi merupakan kegiatan pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang dapat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara siswa dalam menyelesaikan setiap masalah yang diberikan oleh guru yang berkaitan dengan energi termal yang dimiliki oleh benda-benda bersuhu tinggi dengan sumber utama matahari dan bunyi yang terjadi karena adanya getaran pada suatu benda.
3. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: a. Rhoma Dhona Siswo Saputro (2015) dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Kekhasan Bangsa Indonesia melalui Penerapan Model Pembelajaran Course Review Horay pada Siswa Kelas III SDN Mangkuyudan No. 02 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015.” Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pemahaman konsep siswa pra tindakan yaitu 64,85 dengan persentase ketuntasan klasikal 35,29%. Pada siklus I rata-rata pemahaman konsep siswa 68,65 dengan persentase ketuntasan klasikal 61,76% sedangkan pada siklus II rata-rata pemahaman
50 siswa meningkat lagi menjadi 77,85 dengan persentase ketuntasan klasikal 85,29%. Pada penelitian tersebut terbukti bahwa penerapan model pembelajaran Course Review Horay dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa mengenai kekhasan bangsa Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan keberhasilan bahwa penerapan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas III SDN Mangkuyudan No. 02 Surakart. Dari penelitian tersebut diperoleh persamaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel x atau variabel bebas berupa model pembelajaran Course Review Horay (CRH) dan peningkatan pemahaman konsep. Perbedaannya pada penelitian tersebut peneliti mengambil materi kekhasan bangsa Indonesia pada kelas III sedangkan penelitian yang saya lakukan mengambil energi panas dan energi bunyi pada kelas IV. b. Ratih Dwi Wardani (2012) dengan judul “Peningkatan Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi melalui Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match pada Siswa Kelas IV SD Negeri 02 Beji Pedan Klaten Tahun Pelajaran 2011/2012.” Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pemahaman konsep siswa pra tindakan yaitu 50,76 dengan persentase ketuntasan klasikal 38,46%. Pada siklus I rata-rata pemahaman konsep siswa 56,53 dengan persentase ketuntasan klasikal 46,15% sedangkan pada siklus II rata-rata pemahaman siswa meningkat lagi menjadi 65,19 dengan persentase ketuntasan klasikal 80,76%. Pada penelitian tersebut terbukti bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa mengenai energi panas dan energi bunyi. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang saya laksanakan pada variabel y atau variabel terikatnya yaitu sama-sama meneliti tentang peningkatan pemahaman konsep siswa. Perbedaannya adalah pada penelitian di atas, peneliti lebih berfokus pada penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik make a match untuk meningkatkan pemahaman konsep pada siswa
51 kelas IV SD Negeri 02 Beji Pedan Klaten sedangkan penelitian yang saya lakukan lebih fokus pada penggunaan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) untuk meningkatakan pemahaman konsep pada siswa kelas IV di SDN Bratan I No. 71 Laweyan. c. Etik Nofitasari (2012) dengan judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi dalam Pembelajaran IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Tuksongo 1 Magelang Tahun Pelajaran 2011/2012.” Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pemahaman konsep siswa pra tindakan yaitu 58,12 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 21,05%. Pada siklus I pemahaman konsep siswa naik menjadi 66,45 dengan persentase ketuntasan klasikal 68,42%. Sedangkan pada siklus II pemahaman konsep siswa naik menjadi 78,5 dengan persentase ketuntasan klasikal 89,47%. Dalam penelitian tersebut terbukti bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi energi panas dan bunyi. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang saya laksanakan pada variabel y atau variabel terikatnya yaitu sama-sama meneliti tentang peningkatan pemahaman konsep siswa. Perbedaannya adalah pada penelitian di atas, peneliti lebih berfokus pada penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing untuk meningkatkan pemahaman konsep pada siswa kelas IV SD Negeri Tuksongo 1 Magelang sedangkan penelitian yang saya lakukan lebih fokus pada penggunaan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) untuk meningkatakan pemahaman konsep pada siswa kelas IV di SDN Bratan I No. 71 Laweyan.
B. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas, maka disusun suatu kerangka berpikir atas permasalahan yang dihadapi. Pada kondisi awal
52 menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa kelas IV SDN Bratan I No.71 Laweyan masih rendah terutama pada materi energi panas dan energi bunyi. Penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa adalah pada cara guru mengajar yang cenderung menggunakan model pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL) yaitu pembelajaran terpusat pada guru dengan dominasi metode ceramah oleh guru. Di dalam kelas siswa pasif dan hanya menjadi pendengar serta mencatat penjelasan dari guru saja. Selain itu sebagai bentuk latihan siswa, siswa hanya diminta untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam buku LKS (Lembar Kerja Siswa) dan buku paket pendamping saja. Berangkat dari masalah tersebut, maka perlu diadakan tindakan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi energi panas dan energi bunyi pada siswa kelas IV SDN Bratan I No.71 Laweyan. Solusinya yaitu menggunakan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) dalam pelaksanaan pembelajaran IPA materi energi panas dan energi bunyi.
Model
tersebut dipilih karena dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa melalui pemberian pertanyaan dengan teknik bermain sambil belajar
sehingga
pembelajaran menjadi menyenangkan, siswa tidak cepat jenuh, dan dapat meningkatkan semangat belajar siswa. Pada kondisi awal (pra tindakan) pemahaman konsep energi panas dan energi bunyi siswa kelas IV SDN Bratan I No. 71 Laweyan sebesar 50,06 dengan jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 8,57%. Setelah diberi tindakan pada siklus I pemahaman konsep siswa meningkat secara signifikan menjadi 64,50 dengan jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 37,14%. Sedangkan pada siklus II pemahaman konsep siswa meningkat menjadi 78,64 dengan jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 80,00%. Sedangkan pada siklus III pemahaman konsep siswa meningkat menjadi 88,71 dengan jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 97,14%. Berdasarkan data kuantitatif hasil penelitian tersebut terbukti bahwa penerapan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) dapat meningkatkan
53 pemahaman konsep energi panas dan energi bunyi siswa kelas IV SDN Bratan I No. 71 Laweyan karena adanya peningkatan nilai dari sebelum tindakan dan setelah diberi tindakan. Pada siklus I pemahaman konsep siswa sudah meningkat namun indikator kinerjanya belum tercapai, tindakan dilanjutkan ke siklus II dan ada peningkatan yang signifikan atas pemahaman konsep siswa namun indikator kinerja belum tercapai juga, kemudian tindakan penelitian dilanjutkan ke siklus III dengan hasil indikator kinerja (85%) tercapai sehingga penelitian dihentikan pada siklus III. Penulis menyusun kerangka berfikir sebagai berikut:
Kondisi Awal
Guru mengajar menggunakan model pembelajaran Teacher Centered Learning (TCL) dengan dominasi yaitu dengan metode ceramah.
Pemahaman konsep energi panas dan energi bunyi siswa rendah.
Siklus I - Perencanaan - Pelaksanaan - Observasi - Refleksi
Tindakan
Pemberian tindakan dengan penerapan model pembelajaran Course Review Horay (CRH).
Siklus II - Perencanaan - Pelaksanaan - Observasi - Refleksi Siklus III - Perencanaan - Pelaksanaan - Observasi - Refleksi
54
Kondisi akhir
Melalui penerapan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) pemahaman konsep energi panas dan energi bunyi siswa meningkat.
Gambar 2.11. Skema Kerangka Berpikir
55 D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut: Penerapan model pembelajaran Course Review Horay (CRH) dapat meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan energi bunyi pada siswa kelas IV SDN Bratan I No. 71 Laweyan Tahun Ajaran 2015/2016.