BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Kelas V SD Usia siswa sekolah dasar berkisar antara 6-12 tahun. Setiap siswa memiliki bermacam-macam karakteristik yang membuat siswa sekolah dasar menjadi pribadi yang unik. Karakter setiap siswa sudah melekat pada diri siswa semenjak mereka lahir. Oleh karena itu tidak dapat disamaratakan antara siswa yang satu dengan yang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Tim Dosen IKIP Malang (Listiarini, 2014: 7) “Dengan adanya karakteristik yang khas ini, maka anak didik itu memiliki variasi kelebihan, dan kekurangan, serta memiliki kebutuhan, cita-cita, kehendak, perasaan, kecenderungan, motivasi yang berbeda-beda”. Sudah menjadi kewajiban setiap guru harus memahami karakter setiap siswa. Perbedaan karakter setiap siswa juga dipengaruhi karena tingkat usianya. Usia siswa kelas rendah berkisar antara 6-9 tahun sedangkan usia siswa kelas tinggi berkisar antara 10-12 tahun. Teori kognitif Piaget (Desmita, 2012: 156) menyatakan pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret. Operasi adalah hubungan-hubungan logis diantara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan operasional konkret adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkret dapat diukur. Pada tahap ini siswa mulai menggunakan logika untuk dasar berpikir. Jika dihadapkan suatu masalah, dalam pikiran siswa akan muncul beberapa pertanyaan. Sebagai seorang guru hendaknya selalu menerima pertanyaan siswa, agar siswa merasa terlayani dengan baik. Umumnya usia siswa kelas V SD berada di usia 10-11 tahun. Berdasarkan fase perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget bahwa usia 10-11 tahun termasuk fase operasional konkret. Siswa berpikir 6
7 logis mengenai benda-benda kongkrit, sedangkan dalam fase perkembangan kebahasaan termasuk fase semantik. Siswa dapat membedakan kata sebagai simbol
dan
konsep
yang
terkandung
dalam
kata.
Karakteristik
perkembangan siswa kelas 5 SD menurut Diani dewi (2013) adalah (1) mulai banyak menkonsentrasikan diri berdasarkan minat individu dan dimulai dari minat individu; (2) hal yang diminati pada masa ini berkaitan dengan
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
jenis
kelamin;
(3)
mengembangkan minat di luar rumah dan sekolah, masyarakat dan dunia yang lebih luas; (4) mulai tumbuh sikap kritis dan mandiri; (5) mulai adanya emosi
yang kritis
dan
perubahan
fisik;
(6)
tumbuh
kegemaran
mengumpulkan karya seni; (7) mulai adanya fase hero dan semangat heroik; (8) pengembangan kepekaan pada nilai, kepekaan akan nilai baik dan buruk; (9) bertambahnya minat dan lamanya dalam bekerja. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas V SD yaitu: (1) memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar mereka; (2) senang bermain dan lebih suka bergembira; (3) suka menangani berbagai hal, mengeksplorasi situasi dan mencoba usaha-usaha baru; dan (4) belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, dan berinisiatif. Berdasarkan karakter siswa kelas V SD yang aktif bergerak, senang bermain, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, peneliti memilih pendekatan komunikatif agar siswa dapat menyalurkan rasa ingin tahunya di setiap kegiatan belajar mengajar. Siswa dilatih tidak takut mengemukakan kebingungannya
pada
setiap
permasalahan
dalam
pembelajaran.
Selanjutnya, dalam penelitian ini menerapkan metode simulasi yang didasarkan pada karakteristik siswa kelas V SD yang aktif bergerak dan melakukan kerja dalam kelompok. Metode simulasi diterapkan dalam bentuk kelompok, kelompok menyimak dan disimak.
8 b. Bahasa Indonesia Kelas V SD 1) Ruang Lingkup Bahasa Indonesia Pembelajaran Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting dalam kehidupan siswa. Mempelajari bahasa merupakan aspek penting dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Apabila aspek tersebut dapat terpenuhi maka tidak sulit bagi siswa untuk berinteraksi dengan orang lain. Namun untuk mampu berkomunikasi dengan baik, siswa harus memililiki keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa (language arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah menurut Tarigan (2008: 2) mencakup empat segi, yaitu: (1) keterampilan menyimak (listening skills); (2) keterampilan berbicara (speaking skills); (3) keterampilan membaca (reading skills); (4) keterampilan membaca (writing skills). Hubungan antarketerampilan berbahasa tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Reseptif
Produktif
Menyimak dengan Berbicara tatap muka Membaca tanpa Menulis tatap muka Gambar 2.1 Keterampilan Berbahasa (Sumber: Mulyati, 2006: 3.7) Berdasarkan gambar 2.1 bahwa penyimak dengan pembicara adalah dua orang yang sedang berinteraksi. Pembicara menyampaikan pesan lisan (produktif), sedangkan penyimak menerima pesan lisan (reseptif). Seorang penyimak membutuhkan pembicara untuk disimak dan seorang pembicara membutuhkan penyimak untuk menyimak pesan yang disampaikan. Seorang pembicara tidak selamanya menjadi pembicara, begitu juga penyimak. Peran dapat berganti sesuai dengan
9 situasi dan kondisi di lapangan. Hubungan pembaca dengan penulis juga dikatakan sebagai hubungan interaksi. Seorang penulis menyampaikan pesannya secara tertulis, sedangkan pembaca akan menerima pesan penulis secara tertulis. Hubungan antara pembaca dan penulis juga dapat berganti peran, karena keduanya saling membutuhkan. Keterampilan dalam berbahasa tidak hanya dilakukan satu atau dua kali dalam pembelajaran, melainkan harus berulang kali praktik untuk mengasah keterampilan siswa dalam bahasa. Penggunaan bahasa dalam interaksi dibedakan menjadi dua, yaitu lisan dan tulisan. Keterampilan berbahasa lisan meliputi keterampilan berbicara dan menyimak, sedangkan keterampilan bahasa tulisan meliputi keterampilan membaca dan menulis (Susanto, 2013: 242-243). Kenyataannya empat keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan satu sama lain, apabila siswa belajar menyimak, maka secara tidak langsung siswa juga belajar berbicara. Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran pada dasarnya adalah sebuah program pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia di kalangan siswa. Menurut standar isi SD kurikulum 2006, mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa (1) memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis;(2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;(4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,serta kematangan emosional dan social;(5) menikmati dan memanfaatkan memperhalusbudi
karya pekerti,
sastra serta
untuk
memperluas
meningkatkan
wawasan,
pengetahuan
dan
keterampilan berbahasa;(6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
10 Adapun tujuan khusus pengajaran Bahasa Indonesia, antara lain agar siswa memiliki kegemaran membaca, meningkatkan karya sastra untuk meningkatkan kepribadian, mempertajam kepekaan, perasaan, dan memperluas wawasan kehidupannya. Pengajaran bahasa Indonesia juga dimaksudkan untuk melatih keterampilan berbahasa (Susanto, 2013: 245). Fungsi
mata pelajaran
bahasa indonesiamenurut Hartati
(Sunandar, 2012) sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan kesatuan bangsa; (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya;(3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni;(4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa dan sastra Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan;(5) sarana
pengembangan
penalaran;
dan
(6)
sarana
pemahaman
keberagaman budaya Indonesia melalui khasanah kesastraan. Tujuan dan fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut akan menjadi pedoman dan arah dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran bahasa Indonesia lebih tertuju pada praktik berbahasa daripada teori pengetahuan bahasa. Hal itu dilakukan agar tujuan terampil berbahasa Indonesia di kalangan siswa dapat terwujud. 2) Materi Cerita Rakyat di Kelas V SD Terdapat banyak materi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Peneliti mengambil materi pada semester II tentang cerita rakyat. Pembelajaran lebih difokuskan pada kegiatan menyimak dengan alur kegiatan mendengarkan-mencatat-bertanya-menanggapi. Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang disetiap daerah dan menceritakan asal-usul atau legenda yang terjadi disuatu daerah, cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat merupakan bagian dari dongeng. Ciri-ciri cerita rakyat, yaitu: (1) cerita rakyat disampaikan secara lisan; (2) disampaikan secara turun-
11 temurun; (3) tidak diketahui siapa pertama kali yang membuatnya; (4) kaya akan nilai-nilai luhur; (5) bersifat tradisional; (6) memiliki banyak versi dan variasi; (7) mempunyai bentuk-bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapannya. Setiap karya sastra memiliki unsur-unsur pembangun unsur sastra, begitu pula dengan cerita rakyat. Unsur sastra dalam cerita rakyat adalah unsur intrinsik yang merupakan unsur yang membangun cerita dari dalam, unsur-unsur instrinsik cerita rakyat menurut Kusmayadi, Pamungkas, dan Supena (2009: 68), yaitu: (1) tema merupakan ide pokok sebuah cerita. Tema biasanya cukup diungkapkan dalam satu atau dua kata, seperti tema kemanusiaan, persahabatan, dan keagamaan.; (2)tokoh adalah pelaku dalam cerita tersebut. Setiap tokoh memiliki karakter atau sifat yang berbeda; (3)latar menjadi pendukung cerita. Ada latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.; (4) amanat merupakan pesan tersirat dari cerita tersebut. Amanat dapat diketahui jika mengerti cerita itu sepenuhnya. Menceritakan kembali isi cerita rakyat dengan ragam bahasa tertentu yaitu menceritakan secara garis besar isi cerita rakyat tersebut tetapi tidak mengubah alur cerita. Langkah-langkah menceritakan kembali cerita rakyat yaitu: a) Membaca secara keseluruhan isi cerita Membaca secara keseluruhan isi cerita bertujuan agar dapat memahami isi cerita berkaitan dengan pencarian makna yang terkandung dalam cerita tersebut. Nilai-nilai atau amanat-amanat itulah yang harus kita temukan pada saat memahami isi cerita. b) Mencatat tokoh dan penokohan dalam cerita Tokoh merupakan motor penggerak alur. Tanpa tokoh, alur tidak akan pernah sampai pada bagian akhir cerita. Ada tiga tokoh bila dilihat dari sisi keterlibatannya dalam menggerakkan alur, yaitu: tokoh sentral, tokoh bawahan, dan tokoh latar.
12 (1) Tokoh sentral Tokoh sentral merupakan tokoh yang amat potensial menggerakkan alur. Tokoh sentral merupakan pusat cerita, penyebab munculnya konflik. (2) Tokoh bawahan Tokoh bawahan merupakan tokoh yang tidak begitu besar pengaruhnya terhadap perkembangan alur. (3) Tokoh latar Tokoh yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap pengembangan alur, kehadirannya hanyalah sebagai pelengkap latar, berfungsi menghidupkan latar. (4) Mencatat latar atau setting cerita (5) Mencatat alur cerita Pemahaman terhadap alur cerita diperlukan agar dapat menceritakan dari awal sampai akhir cerita secara berurutan, yaitu mulai dari pemaparan (pemberian penjelasan tentang cerita serta pengenalan tokoh dan setting cerita); pengenalan masalah (pada saat tokoh memasuki konflik); klimaks (pada saat cerita mencapai puncaknya); danpenyelesaian (akhir sebuah cerita). (6) Mencatat gagasan pokok cerita Menemukan gagasan pokok cerita atau ide pokok cerita merupakan suatu kewajiban bagi pembaca ketika mencoba menambah wawasan pengetahuannya melalui bacaan. Keterampilan menemukan gagasan pokok atau ide pokok bisa dilatih dan dikembangkan secara teratur dan berkesinambungan sehingga menangkap inti bacaan atau informasi yang diterimanya menjadi tepat, akurat, dan cermat. Gagasan pokok adalah gagasan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca.
13 Terdapat banyak SK dan KD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD semester II, SK dan KD yang digunakan dalam penelitian yaitu pada Standar Kompetensi 5 memahami cerita tentangsuatu peristiwa dan cerita rakyat anak yang disampaikan secara lisan, dan Kompetensi Dasar 5.2 mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema, latar, amanat.Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
tersebut termuat indikator sebagai berikut: a.) 5.2.1 menyebutkan unsur intrinsik cerita rakyat b.) 5.2.2 menceritakan kembali isi cerita singkat dengan menggunakan ragam bahasa tertentu. Materi pokok menyimak pada penelitian ini berasal dari cerita rakyat. Cerita Rakyat yang disampaikan setiap pertemuan berbeda-beda. Guru menyampaikan cerita rakyat secara lisan, setelah itu siswa menyimulasikan adegan dalam cerita rakyat secara berkelompok. Sebelum menyimulasikan adegan, siswa menyimak cerita rakyat melalui video sebagai panduan melaksanakan simulasi. Peneliti menggunakan cerita rakyat tentang Malin Kundang, Timun Mas, Batu Menangis, Asalusul Nama Cianjur, Asal-usul Danau Toba dan Roro Jonggrang. Berikut salah satu contoh cerita rakyat yang akan digunakan. a) Teks Cerita “Malin Kundang” MALIN KUNDANG Di sebuah desa di wilayah Sumatra Barat, hiduplah anak bernama Malin yang suka sekali memburu ayam, setelah berhasil ditangkap kemudian ayam tersebut disiksa oleh Malin. Suatu hari Ayah Malin berpamitan untuk bekerja di Negeri Seberang. Konon katanya Negeri Seberang sangat kaya dan sangat mudah mendapatkan uang di sana. Setelah kepergian Ayahnya, Ibu Malin berjualan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hari demi hari tidak ada kabar dari Ayah Malin.Hari demi hari berganti, tahun pun berganti. Malin Kundang minta izin ibunya hendak pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Ibunya sangat terpaksa mengizinkan
14 kepergian Malin untuk bekerjaMalin menyelinap di sebuah peti pada kapal. Namun ketika di tengah laut kapal dicegat oleh Bajak Laut. Semua awak kapal dibunuh oleh Bajak Laut. Mereka merampas semua harta yang berada di kapal dan membiarkan kapal terkatung-katung di lautan.Malin Kundang selamat karena dia sembunyi di peti. Setelah sampai di desa yang subur Malin Kundang bekerja keras siang dan malam sampai Dia menjadi kaya dan mempunyai kapal yang banyak. Pada suatu hari, istri Malin Kundang mengajaknya turun ke sebuah pantai. Sesampainya di pantai, Malin Kundang dan istrinya, serta pengawalnya turun dari kapal dan berteduh. Tiba-tiba ada salah seorang Ibu tua setempat yang mengetahui bahwa saudagar kaya itu adalah Malin Kundang. Ia berlari-lari menuju tempat Malin Kundang dan Istrinya beristirahat. Perempuan tua dengan berpakaian compang-camping itu semakin yakin telah melihat Malin Kundang. Ia menyapa Malin Kundang, namun Malin Kundang menjawab dengan marah dan berkata bahwa Ibunya sudah lama tiada. Malin Kundang menyuruh pengawalnya untuk mengusir Ibu tua itu. Lalu Ibu Malin Kundang mengutuk Malin menjadi batu. Tiba-tiba petir menggelegar dan sedikit demi sedikit tubuh Malin Kundang berubah menjadi batu. (Modifikasi dari Samidi dan Puspitasari, 2009: 101-102) b) Unsur-unsur Cerita Rakyat “Malin Kundang” (1) Tema
: Keagamaan
(2) Tokoh
: Malin Kundang, Ibu Malin Kundang, Ayah Malin Kundang, dan Istri Malin Kundang
(3) Latar Tempat
: Sumatera Barat
(4) Amanat
: Kita tidak boleh durhaka pada Ibu
15 c) Menceritakan kembali cerita rakyat “Malin Kundang” Setelah menyebutkan unsur-unsur intrinsik cerita rakyat, siswa menceritakan kembali cerita “Malin Kundang menggunakan ragam bahasa yang dimiliki siswa. Contoh menceritakan kembali cerita rakyat “Malin Kundang” yang sesuai sebagai berikut. Malin Kundang Di sebuah desa di Sumatera Barat hiduplah seorang anak yang bernama Malin Kundang. Malin Kundang hidup bersama Ayah dan Ibunya. Suatu hari Ayah Malin pergi dan tidak kembali. Ketika Malin sudah besar, ia ingin sekali merantau untuk menghasilkan uang yang banyak, dengan berat hati Ibunya mengijinkan. Hari demi hari berlalu Malin tidak member kabar kepada Ibunya, ternyata di perantauan Malin Kundang sudah menjadi kaya dan menikah dengan anak saudagar. Ketika Malin kembali ke desanya, Ia tidak mengakui Ibunya yang sudah tua. Setelah itu Ibu Malin mengutuk Malin menjadi batu. c. Peningkatan Keterampilan Menyimak 1) Pengertian Peningkatan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peningkatan berasal dari kata dasar “tingkat” yang kemudian ditambah dengan imbuhan pe-an sehingga menjadi kata peningkatan. Tingkat didefinisikan sebagai tinggirendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dan sebagainya). Sedangkan peningkatan yaitu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian peningkatan ialah suatu proses meningkat, yang berarti proses perubahan dari suatu keadaan awal atau keadaan tertentu menuju arah keadaan yang lebih tinggi tarafnya atau ke arah yang positif.
16 2) Pengertian Keterampilan Menyimak a) Hakikat Menyimak Keterampilan
menyimak
merupakan
faktor
penting
bagikeberhasilan seseorang dalam belajar membaca secara efektif. Menyimakjuga merupakan bentuk penerimaan informasi yang berasal dari kegiatanberbicara. Menurut Anderson (Tarigan, 2008:30) bahwa“Menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman danperhatian secara apresiasi”. Sedangkan Tarigan (2008: 31) menyatakan, “Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambanglisan dengan penuh perhatian,
pemahaman,
apresiasi,
sertainterpretasi
untuk
memperoleh informasi, menangkap isi, atau pesanserta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sangpembicara melalui ujaran atau bahasa lisan” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Menyimak adalah mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang”. Dari pengertian tentang menyimak di
atas dapat
disimpulkan bahwamenyimak adalah kegiatan mendengarkan menggunakan pemahaman agar mengetahui makna dari apa yang didengarkan, tidak hanya mendengar tetapi tahu maksud yang didengar. Agar proses menyimak berhasil baik, maka dalam penyajian materi menyimak perlu diperhatikan faktor-faktor yang turut mempengaruhi proses menyimak. Ada delapan faktor yang dapat mempengaruhi menyimak. Faktor-faktor tersebut adalah faktor fisik, faktor psikologi, faktor pengalaman, faktor sikap, faktor motivasi, faktor jenis kelamin, faktor lingkungan, dan faktor peranan dalam masyarakat. Setiap orang berusaha sebaik mungkin untuk menjadi penyimak yang baik, tetapi pasti ada kendala yang harus dihadapi, entah itu dari faktor internal atau dari faktor eksternal. Beberapa kendala menyimak yang efektif adalah (1)
17 keegosentrisan; (2) keengganan ikut terlibat; (3) ketakutan akan perubahan; (4) keinginan menghindari pertanyaan; (5) puas terhadap penampilan eksternal; (6) pertimbangan yang prematur; (7) kebingungan semantik (Tarigan, 2008: 88-89). Menyimak yang benar melalui tahapan mendengarmemahami-mengintepretasi-mengevaluasi-menanggapi.
Tahap
mendengarmerupa-kan tahap baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara, setelah mendengar pasti ada keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara. Penyimak yang baik, yang cermat dan teliti, belum puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, pasti ingin lebih menafsirkan atau menginterpretasikan isi, setelah memahami serta menafsir pembicaraan, penyimak pun mulai menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan pembicara mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebaikan dan kekurangan pembicara. Tahap akhir dalam kegiatan menyimak yaitu penyimak menyambut, mencamkan, dan menyerap serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan oleh pembicara (Tarigan (2008:63). Jadi,dalam proses menyimak harus melaksanakan tahap-tahap menyimak yaitu dari tahap mendengar sampai pada tahap menanggapi. Apabila si pendengar dapat menanggapi pembicaraan, maka si pendengar tersebut telah melaksankan tahap-tahap menyimak. Proses yang terjadi dalam menyimak itu bersifat mental, sebab dalam kenyataannya secara fisik memang penyimak itu diam dengan tenang memperhatikan sesuatu yang didengarnya, padahal dari segi mental, penyimak aktif sekali. Karena itu, menyimak bersifat aktif-reseptif, yang berarti aktif menerima informasi dari sumber lisan. Berdasarkan pendapat di atas, peningkatan keterampilan menyimak adalah proses meningkatnya kegiatan mendengarkan
18 serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan pembicara dengan penuh pemahaman dan perhatian secara apresiasi
melalui
menginterpretasi,
tahapan
mengevaluasi,
mendengar, dan
memahami,
menanggapi.
Proses
meningkatnya berarti ada perubahan keaarah lebih baik dari kegiatan
menyimak,
sehingga
menyimak
tidak
hanya
mendengarkan saja, tetapi mampu menanggapi. b) Penilaian Menyimak Mengingat pentingnya siswa menguasai keterampilan menyimak, dibutuhkan cara pengajaran dan penilaian menyimak yang tepat. Dalam penilaian menyimak terdapat suatu cara untuk menilai keberhasilan menyimak antara lain menyingkat. Tarigan dan Tarigan (1990: 67) menyatakan bahwa menyingkat berarti merangkum bahan yang panjang menjadi sesedikit mungkin. Namun yang sedikit dapat mewakili atau menjelaskan yang panjang. Penilaian menyingkat/merangkum pada penelitian berupa kesesuaian ringkasan cerita, sistematika penulisan, dan penggunaan bahasa. Selain menyingkat, terdapat cara lain untuk mengetahui keberhasilan anak dalam menyimak yaitu dengan cara menjawab pertanyaan. Tarigan dan Tarigan (1990: 73) menyatakan cara lain untuk mengajarkan cara menyimak yang efektif ialah melalui latihan menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, di mana, mana, dan bilamana yang diajukan berdasar bahan simakan. Penilaian dengan cara menjawab pertanyaan pada penelitian berupa kesesuaian jawaban dengan cerita dan kesungguhan menjawab pertanyaan. Berdasarkan beberapa pengertian yang dijelaskan mulai dari karakteristik kelas V SD, pembelajaran bahasa Indonesia dan keterampilan menyimak, maka peningkatan keterampilan menyimak siswa kelas V pada mata pelajaran bahasa Indonesia adalah proses
meningkatnya kegiatan mendengarkan
serta
memahami makna komunikasi yang telah disampaikan guru dengan penuh
19 pemahaman dan perhatian secara apresiasi melalui tahapan mendengar, memahami, menginterpretasi, mengevaluasi, dan menanggapi pada mata pelajaran bahasa Indonesia tentang cerita rakyat dengan mengidentifikasi unsur cerita seperti tema, tokoh, latar, dan amanat. 2. Pendekatan Komunikatif dengan Metode Simulasi a. Pendekatan Komunikatif 1) Pengertian Pendekatan Komunikatif a) Pengertian Pendekatan Pendekatan merupakan sikap atau pandangan tentang sesuatu, yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berkaitan (Iskandarwassid dan Sunendar, 2009:40). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 306) pendekatan adalah proses, cara, perbuatan mendekati dikatakan pula pendekatan merupakan sikap atau pandangan tentang sesuatu, yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling berkaitan. Sedangan menurut Iskandarwasid dan Sunendar (2009) pendekatan bersifat aksiomatis, tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. Di dalam pengajaran atau pembelajaran bahasa, pendekatan merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran atau pengajaran bahasa yang diyakini dan tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan adalah dasar berpikir untuk menentukan langkah selanjutnya dalam mencapai target tertentu. b) Macam-macam Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa Beberapa ahli pembelajaran bahasa menemukan beberapa pendekatan yang dianggap penting dalam sejarah perkembangan pengajaran bahasa, di bawah ini dikemukakan beberapa pemikiran dari Semi (Iskandarwasid & Sunendar, 2009) sebagai berikut:
20 (1) Pendidikan Formal Pendidikan formal merupakan pendekatan klasik dan tradisional
dalam
pembelajaran
bahasa.
Pendekatan
ini
menganggap pembelajaran bahasa sebagai suatu kegiatan rutin yang konvensional dengan mengikuti cara-cara yang biasa dilakukan berdasarkan pengalaman. (2) Pendekatan Fungsional Pendekatan fungsional merupakan pendekatan yang menyarankan apabila mempelajari bahasa sebaiknya melakukan kontak
langsung
dengan
masyarakat
atau
orang
yang
pendekatan
yang
menggunakan bahasa itu. (3) Pendekatan Integral Pendekatan
integral
merupakan
multidimensional. oleh sebab itu, pengajaran harus bersifat fleksibel dan dengan metodologi yang terbuka. (4) Pendekatan Sosiolinguistik Pendekatan sosiolinguistik merupakan pendekatan yang memanfaatkan hasil studi sosiolinguistik. (5) Pendekatan Psikologi Pendekatan
psikologi
merupakan
pendekatan
yang
berkaitan dengan ilmu yang menelaah bagaimana peserta didik belajar. (6) Pendekatan Psikolinguistik Pendekatan psikolinguistik merupakan pendekatan yang bertumpu pada pemikiran tentang bagaimana proses yang terjadi dalam benak anak ketika mulai belajar bahasa. (7) Pendekatan Behavioristik Pendekatan behavioristik merupakan pendekatan yang dikendalikan dari luar yaitu dengan stimulus respon. Lingkungan memberikan rangsangan atau stimulus, sedangkan pembelajar memberikan respon.
21 (8) Pendekatan Pengelolaan Kelas Pendekatan pengelolaan kelas merupakan pendekatan yang
menerapkan
pendidikan
otoriter
dalam
proses
pembelajaran. (9) Pendekatan Komunikatif Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang cukup popular dalam pengajaran bahasa. Pendekatan ini mengutamakan kemampuan proses berkomunikasi daripada hanya penguasaan kaidah tata bahasa. c) Pendekatan Komunikatif Komunikatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
keadaan
saling
berhubungan
dan
mudah
dipahami.
Komunikatif tidak lepas dari kata komunikasi, kata komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif
sebagai
mengembangkan
tujuan
pembelajaran
prosedur-prosedur
bagi
bahasa,
juga
pembelajaran
empat
keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis),
mengakui dan menghargai saling ketergantungan bahasa. Pendekatan ini lahir akibat ketidakpuasan para praktisi atau pengajar bahasa atas hasil yang dicapai oleh metode tatabahasa terjemahan, yang hanya mengutamakan penguasaan kaidah tatabahasa, mengesampingkan kemampuan berkomunikasi sebagai bentuk akhir yang diharapkan dari belajar bahasa (Iskandarwassid & Sunendar, 2009: 55). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan komunikatif ingin menekankan pada proses interaksi antarmanusia bukan hanya sebatas teori untuk dipelajari tetapi dalam praktiknya siswa dapat berkomunikasi dengan baik.
22 Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa menurut Tarigan(Santosa, 2007: 2.33)bermula dari adanya perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris pada tahun 1960-an, yang saat itu menggunakan pendekatan situasional. Menurut Howatt di dalam pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan dengan cara mempraktikan strukturstruktur dasar di berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang bermakna. Namun, perkembangan selanjutnya, seperti halnya teori linguistik yang mendasari audiolingualisme, ditolak di Amerika Serikat pada pertengahan 1960-an dan para pakar linguistik terapan Inggris
pun
mulai
mempermasalahkan
asumsi-asumsi
yang
mendasari pengajaran bahasa situasional. Menurut mereka, tidak ada harapan/masa depan untuk meneruskan mengajar gagasan yang tidak masuk akal terhadap peramalan bahasa berdasarkan peritiwaperistiwa situasional. Apa yang dibutuhkan adalah suatu studi yang lebih cermat mengenai bahasa itu sendiri dan kembali kepada konsep tradisional bahwa ucapan-ucapan mengandung makna dirinya dan mengekspresikan makna serta maksud-maksud pembicara dan penulis yang menciptakannya (Santosa, 2007: 2.33). Pendekatan
komunikatif
menuntut
makna
dalam
percakapan, dan percakapan harus berpusat di sekitar fungsi komunikatif dan tidak dihafalkan secara normal. Belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi, belajar berkomunikasi tidak hanya satu atau dua kali praktik, tetapi melalui latihan drill yang tidak memberatkan. Menurut Brumfit dan Finocchiaro, guru mendorong siswa untuk dapat bekerja sama dengan selalu menggunakan bahasa komunikatif. Bahasa diciptakan oleh siswa melalui mencoba dan mencoba, selain mencoba menggunakan bahasa komunikatif, kegiatan membaca dan menulis dapat dimulai sejak awal karena siswa diharapkan berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok atau pasangan, lisan dan tulis (Azami, 2011).
23 d) Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Komunikatif Penggunaan suatu pendekatan pastinya didasari oleh kelebihan dan kekurangan dari pendekatan yang digunakan. Kelebihan yang sangat tampak yaitu siswa menjadi lebih aktif dalam kegiatan
belajar
mengajar,
serta
tertarik
untuk
menyimak
pembelajaran. Pendekatan komunikatif diyakini sebagai pendekatan yang unggul dalam pengajaran bahasa. Keunggulan ini antara lain karena berdasarkan pada pandangan ilmu bahasa dan teori belajar bahasa yang mengutamakan pemakaian bahasa sesuai dengan fungsinya. Di samping itu, tujuan pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah membangun interaksi antaraguru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Kelebihan pendekatan
komunikatif
menurut
Effendy
(Shopia, 2014) yaitu: (1) siswa termotivasi dalam belajar karena ada kaitannya dengan penggunaan bahasa sehari-hari; (2) siswa lancar berkomunikasi, dalam arti menguasai kompetensi gramatikal, sosiolinguistik, wacana dan strategis; (3) suasana kelas hidup dengan aktivitas komunikasi antarpelajar dengan berbagai model interaksi dan tingkat kebebasan yang cukup tinggi, sehingga tidak membosankan.
Mengenai
kelebihan
pendekatan
komunikatif,
penelitian Wang (2010) mendapati fakta bahwa pendekatan komunikatif efektif digunakan ketika guru menghadapi siswa dengan latar belakang, gaya belajar, kebutuhan, dan harapan yang berbeda. Adapun kelemahan pendekatan ini yaitu: (1) memerlukan guru yang menguasai keterampilan komunikasi secara memadai dalam bahasa Indonesia, serta wawasan yang cukup tentang kebudayaan penutur asli bahasa Indonesia; (2) keterampilan membaca dalam keterampilan tingkat ambang tidak mendapat perhatian yang cukup; (3) loncatan langsung pada keterampilan komunikasi dapat menyulitkan siswa pada tingkat permulaan.
24 Dari beberapa kelemahan diatas, dapat diatasi dengan cara guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan metode yang tepat sesuai dengan pokok bahasan. e) Langkah- Langkah Pendekatan Komunikatif Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas bahasa
yang
berdasarkan pendekatan komunikatif
menurut
Finochiaro dan Brumfit (Santosa, 2007: 2.39) menawarkan garis besar kegiatan pembelajaran yaitu: (1) penyajian dialog singkat; (2) pelatihan lisan dialog yang disajikan; (3) tanya jawab; (4) pengkajian; (5) penarikan simpulan. Sedangkan prosedur pendekatan komunikatif menurut penelitian Aprilia dan Sitinjak (2011) adalah sebagai berikut: (1) penyajian dialog singkat; (2) pelatihan oral setiap ujaran yang diambil dari dialog untuk hari itu; (3) tanya jawab yang didasarkan pada topic dan situasi dialog; (4) tanya jawab yang dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman siswa tetapi berkisar pada tema dialog; (5) mengkaji satu ungkapan komunikatif dalam dialog atau salah satu struktur yang merupakan contoh fungsi; (6) penemuan generalisasi yang mendasari ungkapan fungsional atau struktur oleh pembelajar; (7) pengenalan lisan; (8) aktivitas produksi lisan; (9) evaluasi pembelajaran lisan. Pendekatan
komunikatif
dalam
pengajaran
bahasa
mempersiapkan pembelajar untuk melakukan interaksi dengan baik. Untuk melakukan interaksi tersebut, menurut Azies dan Alwasih ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahapan tersebut, yaitu: (1) motivating strategi; (2) presentation; (3) skill practice; (4) review; (5) assesmen (Aprilia & Sitinjak, 2011). Berdasarkan beberapa langkah di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah penerapan pendekatan komunikatif yaitu: (1) penyajian dialog singkat; (2) tanya jawab; (3) pengkajian dialog; (4) evaluasi.
25 b. Metode Simulasi 1) Pengertian Metode Simulasi Metode dalam pembelajaran sudah menjadi hal penting bagi guru untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran. Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 910) adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Hal yang paling penting dalam metode ialah, bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (Sagala, 2014: 201). Dikatakan berhubungan berarti ini menjadi tugas guru agar metode yang diterapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Salah satu metode pembelajaran yaitu metode simulasi. Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuatseolah-olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia simulasi adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya. Simulasi menurut Dawson yang dikutip oleh Muthoharoh (2009) merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku. Sedangkan menurut Ali (Muthoharoh, 2009) mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan. Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok seperti yang dikemukakan oleh Ali (Muthoharoh, 2009) berikut ini : (1) sosiodrama adalah semacam drama sosial berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu; (2) psikodrama adalah hampir mirip dengan sosiodrama . Perbedaan terletak pada penekannya. Sosiadrama menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodrama menekankan pada pengaruh psikologisnya dan; (3) RolePlaying bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau.
26 Sedangkan Moedjiono & Dimyati (Muthoharoh, 2009) juga membagi metode pengajaran simulasi menjadi 3 kelompok seperti berikut ini :(1) permainan simulasi (simulation games) adalah suatu permainan di mana para pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya atau berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka; (2) bermain peran (role playing) adalah memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan
kembali
situasi
kemungkinan-kemungkinan
peristiwa
kejadian
masa
masa
lalu,
yang
menciptakan akan
datang,
menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu tempat atau waktu tertentu; 3) sosiodrama (sociodrama) adalah pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan. Sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi perhatian kelompok. Tujuan metode simulasi adalah (1) melatih siswa untuk menghadapi situasi yang sebenarnya; (2) melatih praktik berbahasa lisan secara intensif; dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi. Dalam bermain peran, siswa
bertindak,
berlaku,
dan
berbahasa
seperti
orang
yang
diperankannya. Dari segi bahasa berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa yang sesuai. (Mulyati, dkk., 2006: 1.27). Sedangkan tujuan pembelajaran menggunakan metode simulasi menurut Joyce dan Weil (Sutikno, 2014: 74) adalah mendorong peserta didik untuk memiliki rasa ingin tahu mengenai nilai-nilai perseorangan dan nilai-nilai sosial dengan tingkah laku dan nilai-nilai mereka sendiri sebagai sumber rasa ingin tahu mereka, pengalaman belajar yang didapat yaitu kerjasama, komunikatif dan dapat menginterpretasikan.
27 Berdasarkan kutipan tersebut, metode simulasi adalah metode pembelajaran yang di dalamnya memperlihatkan adanya tingkah laku pura-pura dari siswa. Dengan demikian metode simulasi adalah cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang bersifat pura-pura atau melalui proses tingkah laku imitasi, atau bermain peranan mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang sebenarnya. Diterapkannya metode pembelajaran simulasi menjadi pilihan seorang
guru
dalam
praktik
pembelajaran
ketika
tidak
dapat
menghadirkan situasi sebenarnya dalam pembelajaran. Selain itu dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat konsep-konsep yang harus dirasakan
langsung
berkomunikasi.
oleh
Siswa
peserta
tidak
bisa
didik,
misalnya
hanya
diam
dalam
untuk
hal
belajar
berkomunikasi. Untuk mengasah kosa kata yang dimiliki siswa perlu dilakukan praktik secara berulang (Sumantri & Permana, 2001: 139-140). 2) Kelebihan dan Kekurangan Metode Simulasi Metode simulasi adalah metode yang mengaktifkan siswa melalui kegiatan seolah-olah seperti keadaan sebenarnya. Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan yang paling menonjol dari metode simulasi adalah dapat mengembangkan kreativitas siswa serta meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Shoimin (2014: 173) mengemukakan kelebihan metode simulasi sebagai berikut: (1) simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja; (2) mengembangkan kreativitas siswa karena melalui simulasi siswa diberikan kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan; (3) memupuk keberanian dan percaya diri siswa; (4) memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematik; (5) meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran; (6) siswa lebih paham materi pembelajaran.
28 Berkaitan dengan kelebihan simulasi di atas, hasil penelitian Muthohar (2012) menunjukkan bahwa dengan menggunakan simulasi, siswa akan mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk berlatih praktik bahasa, karena membuat siswa dalam dunia nyata. Berdasarkan beberapa kelebihan-kelebihan di atas tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan metode simulasi. Kekurangan metode simulasi menurut Shoimin (2014: 174) sebagai berikut: (1) pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan; (2) Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan; (3) faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa dalam melakukan simulasi. Dari beberapa kekurangan di atas dapat diatasi dengan cara memotivasi siswa untuk lebih percaya diri serta memberikan aturan yang jelas kepada siswa bahwa metode simulasi bukan permainan. 3) Langkah-Langkah Penerapan Metode Simulasi dalam Pembelajaran Metode simulasi dalam pembelajaran tidak hanya bermain, melakukan peran, dan pembelajaran selesai, tetapi terdapat langkahlangkah yang dapat membuat metode simulasi bermakna bagi Siswa. Menurut Anita langkah – langkah yang harus ditempuh dalam penerapan metode simulasi adalah (1) menetapkan topik simulasi yang diarahkan oleh guru; (2) menetapkan kelompok dan topik-topik yang akan dibahas, (3) simulasi diawali dengan petunjuk dari guru tentang prosedur, teknik, dan peran yang dimainkan; (4) Pelaksanaan simulasi; (5) mengadakan kesimpulan
dan
saran
dari
hasil
kegiatan
simulasi
(“Lentera
Kecil,”2012). Sedangkan langkah-langkah pelaksanaan simulasi menurut Hasibuan dan Moedjiono (Taniredja, dkk., 2011: 41) yaitu (1) penentuan topik dan tujuan simulasi; (2) Guru memberikan gambaran secara garis besar
situasi
yang
akan
disimulasikan;
(3)
Guru
memimpin
pengorganisasian kelompok, peranan-peranan yang akan dimainkan, pengaturan ruangan, pengaturan alat, dan sebagainya; (4) pemilihan
29 pemegang peranan; (5) Guru memberikan keterangan tentang peranan yang
akan
dilakukan;
(6)
Guru
memberi
kesempatan
untuk
mempersiapkan diri kepada kelompok dan pemegang peranan; (7) menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi; (8) pelaksanaan simulasi; (9) evaluasi dan pemberi balikan; (10) latihan ulang. Berdasarkan langkah-langkah penerapan metode simulasi di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah penerapan metode simulasi yaitu (1) penentuan materi yang akan disimulasikan; (2) penetapan kelompok; (3) penetapan peran; (4) pelaksanaan simulasi; (5) pelaksanaan evaluasi. c. Pendekatan Komunikatif dengan Metode Simulasi Penerapan pendekatan komunikatif dengan metode simulasi adalah pembelajaran yang mengutamakan komunikasi dan interaksi dalam bentuk bermain peran atau seolah-olah berada dalam keadaan sebenarnya yang meliputi langkah penyajian materi melalui pendekatan komunikatif, pembagian kelompok, pelaksanaan metode simulasi, pengkajian tata bahasa, dan pelaksanaan evaluasi. Adapun lebih jelasnya mengenai langkah-langkah penerapan pendekatan komunikatif dengan metode simulasi yaitu: (1) penyajian materi
melalui
pendekatan
komunikatif
yang
meliputi
kegiatan
penyampaian cerita rakyat, tanya jawab tentang cerita rakyat, penjelasan tentang unsur-unsur intrinsik cerita rakyat,dan tanya jawab tentang unsurunsur intrinsic cerita rakyat; (2) pembagian kelompok; (3) pelaksanaan simulasi yang meliputi kegiatan penayangan video cerita rakyat, pengerjaan LKS, dan pelaksanaan simulasi; (4) pengkajian tata bahasa; (5) pelaksanaan simulasi. 3. Penelitian yang Relevan Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Wang (2010) berjudul Using Communicative Language Games in Teaching and Learning English in Taiwanese Primary Schools (Penggunaan Permainan Bahasa Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
30 Taiwan). Tujuan penelitian ini adalah agar komunikasi benar-benar bermakna. Penelitian yang dilakukan oleh Yen-Hui Wangmemiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti pada variabel x yaitu sama-sama menerapkan pendekatan komunikatif. Perbedaannya adalah variabel y pada penelitian Yen-Hui Wang untuk meningkatkan pengetahuan bahasa dan menggunakan keterampilan bahasa untuk berkomunikasi dengan baik dalam berbagai
pengaturan,
sedangkan
dalam
penelitian
ini
adalah
untuk
meningkatkan keterampilan menyimak siswa kelas V SD. Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian mengenai metode simulasi yang dilakukan oleh Muthohar (2012). Penelitian tersebut berjudul Using Simulation in Teaching English for Elementary School Students (Penggunakan Simulasi dalam Pengajaran Bahasa Inggris untuk Siswa Sekolah Dasar). Penelitian yang dilakukan oleh Muthohar memiliki persamaan dengan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu pada variabel x sama-sama menerapkan metode simulasi. Perbedaannya adalah pada variabel y penelitian Muthohar adalah untuk meningkatkan penguasaan kosakata siswa dalam Bahasa Inggris siswa SD, sedangkan dalam penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan menyimak siswa kelas V SD. Penelitian relevan yang ke tiga adalah penelitian tentang pendekatan komunikatif yang dilakukanAprilia dan Sitinjak (2011) yang berjudul Pendekatan Komunikatif dalam Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan dan Berbicara Anak Tunagrahita Ringan. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa
Pendekatan
Komunikatif
dapat
meningkatkan
keterampilan
mendengarkan sebesar 64,75% dan berbicara sebesar 30,7% pada anak tunagrahita ringan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Imas Diana Aprilia dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada variabel x sama-sama menerapkan pendekatan komunikatif. Adapun perbedaannya, terletak pada subjek penelitian, penelitian Aprilia dan Sitinjak menggunakan subjek penelitian anak tunagrahita ringan, sedangkan peneliti menggunakan subjek penelitian siswa kelas V SD N 2 Panjer. Selanjutnya, variabel y pada penelitian yang dilakukan oleh Imas Diana Aprilia untuk meningkatkan
31 keterampilan mendengarkan dan berbicara, pada penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan menyimak. Penelitian relevan yang ke empat adalah penelitian yang dilakukan Masruro (2014) yang berjudul Pendekatan Komunikatif terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V SDLB-B. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan menyimak siswa tunarungu dengan menerapkan suatu pendekatan komunikatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan komunikatif mempunyai pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa tunarungu di SDLB-B. Penelitian relevan yang ke lima dilakukan oleh Heryana (2010) yang berjudul “Penggunaan Metode Simulasi untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak
Cerita
Rakyat di
Kelas
V
SDN
Padamulya
Kecamatan
Tanjungmedar Kabupaten Sumedang”. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan menyimak cerita rakyat di kelas V SDN Padamulya. B. Kerangka Berpikir Kenyataan yang ditemukan di kelas VSD Negeri 2 Panjer tahun ajaran 2015/2016, pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih kurang komunikatif dan kurang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Guru tidak melakukan tanya jawab dan memberikan kesempatan untuk siswa bertanya. Guru hanya menerangkan dan siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Guru kurang memberikan motivasi pada siswa untuk bertanya tentang materi yang dipelajari. Keterampilan menyimak siswa kelas V SD Negeri 2 Panjer masih rendah karena kurang fokusnya perhatian siswa dalam menyimak pelajaran yang disampaikan guru. Banyak dari mereka melihat guru di depan kelas hanya dengan tatapan kosong. Mereka mendengarkan, tetapi tidak mengerti dan paham yang mereka dengarkan. Menghadapi fakta tersebut, seorang guru harus mampu menjadi fasilitator dan motivator sehingga tercipta pembelajaran yang bersifat dua arah, antara guru dan siswa memiliki hubungan timbal balik. Pemilihan pendekatan dan metode yang tepat dalam pembelajaran sangat penting. Ketepatan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
32 akan mempengaruhi tingkat keberhasilan guru dalam pembelajaran yang tentu sangat berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar siswa. Begitu juga dalam pembelajaran dibutuhkan suatu pendekatan dan metode yang tepat dalam pembelajaran
agar
dapat
meningkatkan
keterampilan
menyimak
siswa.
Pendekatan dan metode yang tepat adalah pendekatan komunikatif dan metode simulasi. Pendekatan komunikatif dengan metode simulasi adalah pendekatan yang mengutamakan komunikasi sebagai pembelajaran, komunikasi dengan menirukan peran atau tingkah laku.Adapun langkah-langkah penerapan pendekatan komunikatif dengan metode simulasi antara lain(1) penyajian materi melalui pendekatan komunikatif; (2) pembagian kelompok; (3) pelaksanaan metode simulasi; (4) pengkajian tata bahasa; dan (5) pelaksanaan evaluasi. . Penerapan pendekaan komunikatif dengan metode simulasi merupakan komunikasi dua arah yang membuat siswa diberikan kesempatan untuk berbicara, dengan kesempatan berbicara, siswa akan lebih memperhatikan penjelasan guru. Siswa bebas bertanya kepada guru tentang materi yang tidak dipahami sehingga kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Metode simulasi dalam pembelajaran sangat berpengaruh pada keikutsertaan siswa dalam bentuk praktik atau
memperagakan
sesuatu,
agar
siswa
tidak
hanya
berkhayal
atau
mengimajinasikan pembelajaran sehingga kegiatan menyimak lebih menarik jika yang disimak bukan hanya ucapan lisan. Dengan
demikian,
pendekatan
komunikatif
dengan
metode
simulasimerupakan kolaborasi yang tepat jika digunakan untuk meningkatkan keterampilan menyimak siswa kelas V SD Negeri 2 Panjer. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Siklus pertama menggunakan cerita rakyat “Malin Kundang dan “Timun Mas”, siklus kedua menggunakan materi cerita rakyat “Batu Menangis” dan “Asal-usul Nama Cianjur” sedangkan siklus ketiga menggunakan cerita rakyat “Asal-usul Danau Toba” dan “Roro Jonggrang”. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pada penilaian menyebutkan unsur intrinsik cerita rakyat dan menceritakan kembali isi cerita singkat dengan menggunakan ragam bahasa tertentu.
33 Setelah
menggunakan
pendekatan
komunikatif
dengan
metode
simulasidiharapkan guru lebih komunikatif dalam pembelajaran sehingga siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas serta keterampilan menyimak siswa juga lebih meningkat. Agar lebih jelas, dapat dilihat dalam gambar 2.2 berikut ini: Kondisi Awal
Tindakan
Pembelajaran yang dilaksanakan guru kurang komunikatif, menarik dan kurang mengaktifkan siswa
Pendekatan komunikatif dengan metode simulasi Langkah – langkahnya: Langkah 1 Penyajian materi melalui pendekatan komunikatif Langkah 2 Pembagian kelompok Langkah 3 Pelaksanaan metode simulasi Langkah 4 Pengkajian tata bahasa Langkah 5 Pelaksanaan evaluasi
Kondisi Akhir Keterampilan menyimak siswa meningkat.
Siswa kurang termotivasi serta tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran. Keterampilan menyimak siswa rendah
SIKLUS I Materi Pertemuan I: Cerita Rakyat Malin Kundang Materi Pertemuan II: Cerita Rakyat Timun Mas SIKLUS II Materi Pertemuan I: Cerita Rakyat Batu Menangis Materi Pertemuan II: Cerita Rakyat Asal-usul Nama Cianjur SIKLUS III Materi Pertemuan I: Cerita Rakyat Asal-usul Danau Toba Materi Pertemuan II: Cerita Rakyat Roro Jonggrang
Siswa menjadi lebih aktif, Siswa tertarik mendengarkan penjelasan guru, Siswa bebas bertanya, dan pembelajaran menjadi menyenangkan.
Gambar 2.2 Skema kerangka berpikir dalam melakukan penelitian C. Hipotesis Tindakan Dari landasan teori, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas maka dapat ditarik hipotesis, jika penerapan pendekatan komunikatif dengan metode simulasi dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan keterampilan menyimak tentang cerita rakyat kelas V SD N 2 Panjer tahun ajaran 2015/2016.