BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Penelitian tindakan kelas atau classroom action research telah berkembang cukup lama di negara-negara maju seperti Inggris, Australia, dan Amerika. Pakar pendidikan di Negara tersebut menaruh perhatian yang cukup besar terhadap peneltian tindakan kelas, karena penelitian kelas mampu menyajikan alternatif cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas secara langsung. David Hopkins dalam Kunandar (2008), mengemukakan penelitian tindakan kelas sebagai berikut : penelitian tindakan kelas adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang : (a) praktik-praktik kependidikan mereka, (b) pemahaman mereka tentang praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan (hlm.46). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa peneltian tindakan kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat refleksi diri oleh pelaku
tindakan.
Tindakan
tersebut
dilakukan
untuk
meningkatkan
kemantapan rasional dari berbagai tindakan yang dilakukan guru dalam melaksanakan berbagai tugasnya di kelas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan – tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi dimana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Lebih lanjut Suharsimi dkk.(2007:3) menyatakan bahwa “PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar yang berbentuk sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan
8
9
guru, yang dilakukan oleh peserta didik”. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa PTK atau penelitian tindakan kelas merupakan suatu tindakan yang sengaja diadakan oleh guru didalam kelas yang kemudian dilakukan oleh peserta didik sesuai dengan arahan guru. Sementara itu, Wiriaatmadja (2006:13) menyatakan bahwa “PTK adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencoba sebuah gagasan perbaikan dalam praktik pembelajaran, dan melihat pengaruh nyata dari upaya perbaikan tersebut”. Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian oleh guru yang diambil dari kondisi pembelajaran mereka, dan kemudian diperbaiki dengan upaya perbaikan yang cocok atau tepat sesuai dengan kondisi pembelajaran tersebut. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK adalah penelitian dilakukan terhadap perilaku dan tindakan yang muncul di dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan sebagai
usaha untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru di kelas, serta untuk memahami aspek-aspek yang berkenaan dengan peserta didik dan lingkungan yang ada di sekitar kelas. Penelitian tindakan kelas tidak akan mengganggu proses pembelajaran, karena dilakukan dalam proses pembelajaran yang di alami di kelas, sesuai dengan jadwal pelajaran. Penelitian Tindakan Kelas bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara relevan langsung berhubungan dengan situsai nyata di dalam kelas. Penelitian tindakan kelas melibatkan peserta didik dan kolaborator sebagai mitra guru.
b. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian pada umumnya. Penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik sendiri yang membedakan dengan penelitian yang lain.
10
Karakteristik PTK menurut Kunandar (2008:58-60) adalah sebagai berikut: 1) Masalah yang diteliti adalah masalah rill atau nyata yang muncul dari dunia kerja peneliti atau yang ada dalam kewenngan atau tanggung jawab peneliti (on-the job problem oriented); 2) PTK berorientasi pada pemecahan masalah (problem-solving oriented); 3) PTK berorientasi pada peningkatan mutu (improvement-orienteed); 4) Siklus (Cyclic). Konsep tindakan (action) dalam PTK diterapkan melalui urutan yang terdiri dari beberapa tahap berdaaurulang (cylical); 5) Dalam PTK selalu didasarkan pada adanya tindakan (treatment) tertentu untuk memperbaiki PBM dikelas (specifics contextual); 6) Pengkajian terhadap dampak tindakan; 7) Aktivitas PTK dipicu oleh permasalahan praktis yang dihadapi guru dalam PBM di kelas (specifics contextual); 8) PTK dilaksanakan secara kolaboratif dan bermitra dengan pihak lain, seperti teman sejawat (participatory and collaborative) 9) Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; 10) Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus, dalam satu siklus terdiri dari tahapan perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection) dan selanjutnya diulang kembali dalam beberapa siklus. Untuk lebih jelas, berikut penulis jelaskan mengenai karakteristik dari penelitian tindakan kelas: 1) Masalah yang diteliti adalah masalah rill atau nyata yang muncul dari dunia kerja peneliti atau yang ada dalam kewenangan atau tanggung jawab peneliti (on-the job problem oriented). Penelitian tindakan kelas didasarkan pada maalah yang benarbenar dihadapi guru dalam proses belajar mengajar di kelas. 2) PTK berorientasi pada pemecahan masalah (problem-solving oriented). Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru dilakukan sebagai upaya untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru dalam PBM di kelasnya melalui suatu tindakan (treatment) tertentu sebagai upaya menyempurnakan proses pembelajaran dikelasnya. 3) PTK berorientasi pada peningkatan mutu (improvement-orienteed). Penelitian
tindakan
kelas
bertujuan
memperbaiki
atau
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan asumsi bahwa semakin aik
11
kualitas proses pembelajaran maka semakin baik pula hasil belajar yang dicapai siswa. 4) Siklus (Cyclic). Konsep tindakan (action) dalam PTK diterapkan melalui urutan yang terdiri dari beberapa tahap berdaaur ulang (cylical). Siklus dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari 4 tahapan, yakni perencanaan tindakan, melakukan tindakan, pengamatan atau observasi dan analisis atau refleksi. 5) Dalam PTK selalu didasarkan pada adanya tindakan (treatment) tertentu untuk memperbaiki PBM dikelas (specifics contextual). Tindakan dalam penelitian tindakan kelas adalah sebagai alat atau cara untuk memperbaiki masalah dalam PBM yang dihadapi guru di kelas. Perbedaan yang menonjol antara penelitian tindakan kelas dengan penelitian-penelitian lainnya adalah harus ada perbaikan tindakan yang dirancang untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat itu dalam konteks dan situasi saat itu pula. 6) Pengkajian terhadap dampak tindakan. Dampak tindakan yang dilakukan harus dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberikan dampak positif lain yang tidak diduga sebelumnya, atau bahkan menimbulkan dampak negatif yang merugikan peserta didik. 7) Aktivitas PTK dipicu oleh permasalahan praktis yang dihadapi guru dalam PBM di kelas (specifics contextual). Permasalahan
dalam
penelitian
tindakan
kelas
adalah
permasalahan yang sifatnya spesifik kontekstual dan situasional sesuai dengan karakteristik siswa dalam kelas tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian pada umumnya, misalnya penelitian survei, eksperimen, deskripsi, dan beberapa jenis penelitian lainnya. 8) PTK dilaksanakan secara kolaboratif dan bermitra dengan pihak lain, seperti teman sejawat (participatory and collaborative).
12
Dalam penelitian tindakan kelas perlu ada partisipasi dari pihak lain yang berperan sebagai pengamat. Hal ini diperlukan untuk mendukung
objektivitas
dari
hasil
PTK.
Kolaborasi
dalam
pelaksanaannya, seperti antara guru dengan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. 9) Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi. Dalam refleksi, banyak hal yang harus dilakukan, yaitu mulai dari mengevaluasi tindakan sampai dengan memutuskan apakah masalah itu tuntas atau perlu tindakan lain dalam siklus berikutnya. Refleksi adalah merenungkan apa yang sudah kita kerjakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas. 10) Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus, dalam satu siklus terdiri dari tahapan perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection) dan selanjutnya diulang kembali dalam beberapa siklus. Pelaksanaan
penelitian
tindakan
kelas
dilakukan
dengan
beberapa siklus, tergantung kondisi dari kelas yang sedang diadakan PTK. Dalam satu siklus terdiri dari tahapan perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection) dan selanjutnya diulang kembali dalam beberapa siklus. c. Jenis-jenis Penelitian Tindakan Kelas Jenis penelitian tindakan kelas adalah merujuk pada macam-macam atau kategori Penelitian Tindakan Kelas. “Ada empat jenis PTK, yaitu PTK diasnogtik, PTK partisipan, PTK empiris, dan PTK eksperimental” (Burhan Elfanany, 2013: 31). Untuk lebih jelas, berikut penulis jelaskan mengenai keempat jenis penelitian tindakan kelas tersebut: 1) PTK Diagnostik PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti kearah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti
13
mendiagnosa/memeriksa dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat disuatu sekolah atau kelas. 2) PTK Partisipan Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan apabila orang yang akan melaksanakan penelitian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitiannya berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian, peneliti senantiasa terlibat, selanjutnnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah. Peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir peneltian. 3) PTK Empiris Disebut PTK empiris apabila peneliti berupaya melaksanakan sesutau tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang
terjadi
selama
aksi
berlangsung.
Pada
prinsipnya
proses
penelitiannya berkenaan dengan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari. 4) PTK Eksperimental Disebut PTK empiris apabila PTK diselenggarakan
dengan
berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi pembelajaran secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar mengajar.di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan tredapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
14
2. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan sebuah proses yang dialami oleh setiap individu selama ia hidup. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh individu, pasti tidak akan terlepas dari makna belajar. Belajar merupakan suatu kegiatan yang penting bagi manusia untuk membentuk identitas dirinya. Gagne dalam bukunya “The Conditions of Learning” (Purwanto, 1990:8) menyatakan bahwa “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa belajar merupakan perubahan perilaku atau tingkah laku yang terjadi karena adanya suatu rangsangan yang mempengaruhi daya pikirnya. Sehingga, perilaku peserta didik dari sebelum ia belajar akan berubah saat ia sudah belajar. Travers dalam Suprijono (2009:2) menyatakan bahwa “belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa belajar adalah suatu proses. Proses dalam belajar terletak pada seseorang dapat memperoleh pengetahuan mana tingkah laku yang baik atau buruk yang kemudian dapat disesuaikan dengan masyarakat, tingkah laku tersebut tergantung dengan yang telah dipelajarinya. Howard L. Kingsley (Baharuddin, 2009:163) menyatakan bahwa: “Learning is the process by with behavior (in the boarder sense) is originated or changed through practice ortraining”. Belajar adalah proses ketika tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku seseorang seperti pengetahuan, sikapp, keterampilan karena ia mendapatkan praktik atau latihan yang bisa ia peroleh dari pengalamannya berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan uraian pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia
15
sebagai hasil dari pengalaman atau interaksi antara individu dengan lingkungan. Perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain. Perubahan prilaku inilah yang menjadi tolak ukur keberhasilan proses belajar yang dialami oleh peserta didik.
b. Prinsip-prinsip Belajar Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Dimyati dan Mudjiono berpendapat, “Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual” (2006: 42). Prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan oleh penulis sebagai berikut: 1) Perhatian dan motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa akan membangkitkan motivasi siswa. Disamping perhatian motivasi juga memiliki peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memliki minat terhadap bidang pelajaran tertentu cenderung tertarik perhatiannya. Dengan demikian timbul motivasi siswa untuk mempelajari bidang tersebut.
16
2) Keaktifan Belajar ttidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga ttidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. Gage dan Berliner (1984) “menurut teori kognitif, belajar menunjukan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, ttidak sekedar menyimpan saja tanpa mengadakan transformasi” (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 44-45). 3) Keterlibatan langsung/berpengalaman Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa ttidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu yang meliputi mental emosional, kognitif dalam pencapaian, penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap, nilai dan pembentkan ketrampilan. 4) Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan pelunya pengulangan yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori psikologi daya. Teori ini belajar untuk melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menganggap, menginggat, mengkhayal, merasakan,
berpikir
dan
sebagainya.
Dengan
mengadakan
pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. 5) Tantangan Yang dimaksud tantangan disini adalah siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran harus mampu menyerap materi pelajaran tersebut. Selain itu bahan pelajaran yang bersikap menantang siswa untuk memecahkannya sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar. 6) Balikan dan penguatan
17
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usahaa belajar selanjutnya. Sedangkan penguatan itu dapat berupa nilai yang diberikan kepada siswa. Dengan begitu guru hendaknya dalam proses belajar siswa selalu memberikan balikan dan penguatan. 7) Perbedaan individual Siswa merupakan individu yang unik artinya tidak ada siswa yang sama persis, setiap siswa pasti memiliki perbedaan. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Dengan demikian perbedaan individu perlu diperhatikan guru dalam upaya belajar siswa agar siswa memperoleh hasil yang maksimal.
c. Ciri-ciri Belajar Jika belajar merupakan perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar. Berikut ini merupakan ciri-ciri belajar menurut Djamarah (2002:1516): 1) 2) 3) 4) 5)
Perubahan yang terjadi secara sadar. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. Perubahan dalam belajar bersifat positifdan aktif. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Ciri-ciri tersebut dapat dijelaskan oleh penulis sebagai berikut:
1) Perubahan yang terjadi secara sadar Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. 2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri indiviu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan
18
yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positifdan aktif Dalam perbuatan belajar, perubahan selalu bertambah dan tertuju memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Makin banyak usaha belajar dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan bersifat sementara yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air mata, menangis dan sebagainya. Perubahan terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. 5) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku jika seseorang belajar sesuatu sebagai hasil ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilam, pengetahuan.
d. Hasil Belajar Belajar merupakan kebutuhan setiap orang, sebab dengan belajar seseorang dapat memahami dan mengerti tentang suatu kemampuan sehingga kecakapan dan kepandaian yang dimiliki dapat ditingkatkan. Sebagai individu yang sedang belajar mempunyai kepentingan agar berhasil dalam belajar. Hasil belajar dapat dicapai setelah terjadi proses interaksi dengan lingkungan dalam jangka waktu tertentu. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sosial. Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar seseorang dapat. “Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan–kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang”
19
(Sukmadinata, 2005:102). Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan pencapaian yang diperoleh individu atas kemampuan yang dimilikinya dari kegiatan proses pembelajaran. Sementara itu Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan “hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta didik berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak perubahan tingkah laku pada diri individu. Kemudian, Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik dari dalam diri maupun dari luar individu. Hasil belajar
dapat dilihat melalui kegiatan
evaluasi hasil belajar yang diberikan oleh guru. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman
belajarnya.
Kemampuan-kemampuan
tersebut
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
20
e. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Untuk mencapai hasil belajar yang baik dan optimal hendaknya harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Baharuddin dan Esa (2010: 19), “secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. Faktor-faktor tersebut dapat penulis jelaskan sebagai berikut : a) Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada diri individu sebagai subjek belajar dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. (1) Faktor fisiologis Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Kondisi fisik meliputi: usia, kesehatan tubuh, kelainan atau cacat tubuh, pancaindra, dan keadaan lain yang berhubungan dengan fisik. Selama prosess belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar terutama fungsi pancaindra. (2) Faktor psikologis (a) Kecerdasan siswa Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam prosess belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat intelegensi seoarang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu tersebut mencapai kesuksesan belajar. (b) Motivasi Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh
21
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. (c) Minat Minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika sesorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan ttidak mau. Untuk itu, tugas dari guru salah satunya yaitu bagimana cara membangun minat siswanya untuk mau belajar. (d) Sikap Syah (2003) “Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negative” (Baharuddin dan Esa, 2010: 24). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengruhi oleh perasaan senang atau ttidak terhadap performan guru, pelajaran atau lingkungan sekitar. (e) Bakat Bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam prosess belajar sesorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung prosess belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. b) Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar karakteristik siswa. Menurut Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial (Baharuddin, 2010: 26). Dapat penulis jelaskan sebagai berikut : (1) Lingkungan sosial (a) Lingkungan sosial sekolah
22
Lingkungan sosial sekolah meliputi guru, administrasi, dan temanteman sekelas yang dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antar ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. (b) Lingkungan sosial masyarakat Kondisi lingkungan sosial masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan masyarakat yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling ttidak siswa kesulitan mencari teman belajar, diskusi atau meminjam alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. (c) Lingkungan sosial keluarga Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktifitas belajar siswa. Hubungan keluarga yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. (b) Lingkungan nonsosial (a) Lingkungan alamiah Kondisi udara, sinar dan suasanaa sejuk dan tenang termasuk dalam lingkungan alamiah. Kondisi udara yang segar tidak panas dan dingin, sinar yang tidak silau atau kuat dan suasana kelas yang sejuk dan segar akan mempengaruhi aktivitas belajar siswa. (b) Faktor instrumental Faktor instrumental ini meliputi perangkat belajar yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pertama hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, dan lain sebagainya. Kedua software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah buku panduan silabi, dan lain sebagainya. (c) Faktor materi pelajaran Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga metode mengajar guru disesuaikan dengan kondisi perkembangan
23
siswa. Untuk itu guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang sesuai dengan kondisi siswa agar guru dapat memberikan kontribusi positif terhadap aktivitas belajar siswa.
f. Pengertian Motivasi Belajar Motif dalam bahasa Inggris adalah motive berasal dari kata “motion” yang berarti gerak atau sesuatu yang bergerak. Berawal dari kata motif itu motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif dapat menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat diperlukan. Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat memicu timbulnya rasa semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia atau individu untuk menuju pada hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri. “Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama” (Suprijono, 2009: 163). Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa motivasi belajar adalah suatu proses yang membuat peserta didik bersemangat dan menunjukkan kegigihannya dalam mencapai arah dan tujuan proses belajar yang dialaminya. Sementara, Winkel (1983: 270) menyatakan bahwa “Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan belajar”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat dan mengarahkan proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam belajar. Kemudian Astuti (2010:67) menyatakan bahwa “Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakan dan mengarahkan siswa dalam belajar”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa motivasi belajar
24
sangat erat sekali hubungannya dengan prilaku siswa disekolah. Motivasi belajar dapat membangkitkan dan mengarahkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang baru. Bila pendidik membangkitkan motivasi belajar anak didik, maka mereka akan memperkuat respon yang telah dipelajari. Motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan tentang motivasi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar serta memberikan arah pada kegitan belajar, sehingga tujuan pembelajaran yang dikehendaki oleh peserta didik dapat tercapai. Motivasi yang menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar dapat timbul dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya.
g. Indikator Motivasi belajar Orang termotivasi dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diri orang tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa pendapat tentang ciri-ciri dalam motivasi belajar siswa: Sardiman (2008: 83) mengemukakan ciri-ciri orang yang bermotivasi dalam belajar adalah sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) h)
Tekun menghadapi tugas Ulet menghadapi kesulitan Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah Lebih senang bekerja mandiri Cepat bosan pada tugas-tugas rutin Dapat mempertahankan pendapatnya Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu Senang memecahkan masalah soal-soal Berikut adalah uraian penjelasan mengenai ciri-ciri motivasi belajar
menurut Sadirman : a) Tekun menghadapi tugas
25
Tekun
dalam
menghadapi
setiap
tugas,
maksudnya
pesertadidik dapat mengerjakan sesuatu secara terus-menerus dalam waktu yang lama dan tidak pernah berhenti sebelum tugasnya terbut selesai. b) Ulet menghadapi kesulitan Ulet dalam menghadapi kesulitan, maksudnya tidak cepat putus asa dan tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya. Pesertadidik disini juga akan berusaha menyelesaikan jika menemukan soal-soal yang dianggap sulit dalam pelajaran. c) Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, khusus untuk orang dewasa, misalnya adalah menentang jika terjadi tindakan kiminal, korupsi, dan tindakan amoral lainnya. d) Lebih senang bekerja mandiri Lebih
senang
bekerja
mandiri,
maksudnya
dalam
mengerjakkan sesuatu tidak perlu bantuan orang lain, karena percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan pekerjaan itu. e) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, hal ini karena kurang menimbulkan kreatifitas. Disini pesertadidik ingin adanya variasi dalam pembelajaran f) Dapat mempertahankan pendapatnya Peserta didik dapat mempertahankan pendapatnya kalau sudah yakin mengenai sesuatu. Peserta didik mempunyai rasa percaya diri dengan pendapatnya dalam menjawab tugas maupun ketika sedang berdiskusi dalm pelajaran. g) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu Peserta didik tidak mudah melepaskan hal-hal yang dianggap benar dan diyakininya. Peserta didik akan tidak akan mudah terpengaruh orang lain dalam memutuskan pendapatnya. h) Senang memecahkan masalah soal-soal
26
Peserta didik senang mencari dan memecahkan masalah soalsoal dalam pelajaran. Sedangkan ciri-ciri motivasi belajar menurut Uno (2008: 23) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) b) c) d) e) f)
Adanya hasrat dan keinginan berhasil Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar Adanya harapan dan cita-cita masa depan Adanya penghargaan dalam belajar Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar Adanya lingkungan belajar yang kondusif
Berikut adalah uraian penjelasan mengenai ciri-ciri motivasi belajar menurut Uno : a) Adanya hasrat dan keinginan berhasil Hasrat dan keinginan untuk berhasil dalam belajar dan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya disebut motif berprestasi, yaitu motif untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas dan pekerjaan atau motif
untuk
memperolah
kesempurnaan.
Motif
semacam
ini
merupakan unsur kepribadian dan prilaku manusia, sesuatu yang berasal dari ‘’dalam’’ diri manusia yang bersangkutan. Motif berprestasi adalah motif yang dapat dipelajari, sehingga motif itu dapat diperbaiki dan dikembangkan melalui proses belajar. Seseorang yang mempunyai motif berprestasi tinggi cenderung untuk berusaha menyelesaikan
tugasnya
secara
tuntas,
tanpa
menunda-nunda
pekerjaanya. Penyelesaian tugas semacam ini bukanlah karena dorongan dari luar diri, melainkan upaya pribadi b) Adanya Dorongan dan Kebutuhan Dalam Belajar Penyelesaian suatu tugas tidak selamanya dilatar belakangi oleh motif berprestasi atau keinginan untuk berhasil, kadang kala seorang individu menyelesaikan suatu pekerjaan sebaik orang yang memiliki motif berprestasi tinggi, justru karena dorongan menghindari kegagalan yang bersumber pada ketakutan akan kegagalan itu. Seorang anak didik mungkin tampak bekerja dengan tekun karena kalau tidak
27
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik maka dia akan mendapat malu dari dosennya, atau di olok-olok temannya, atau bahkan dihukum oleh orang tua. Dari keterangan diatas tampak bahwa ‘’keberhasilan’’ anak didik tersebut disebabkan oleh dorongan atau rangsangan dari luar dirinya. c) Adanya Harapan dan Cita-cita Masa Depan Harapan didasari pada keyakinan bahwa orang dipengaruhi oleh perasaan mereka tantang gambaran hasil tindakan mereka contohnya orang yang menginginkan kenaikan pangkat akan menunjukkan kinerja yang baik kalau mereka menganggap kinerja yang tinggi diakui dan dihargai dengan kenaikan pangkat. d) Adanya Penghargaan Dalam Belajar Pernyataan verbal atau penghargaan dalam bentuk lainnya terhadap prilaku yang baik atau hasil belajar anak didik yang baik merupakan cara paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar anak didik kepada hasil belajar yang lebih baik. Pernyataan seperti
‘’bagus’’,
‘’hebat’’
dan
lain-lain
disamping
akan
menyenangkan siswa, pernyataan verbal seperti itu juga mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru, dan penyampaiannya konkret, sehingga merupakan suatu persetujuan pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan didepan orang banyak. e) Adanya Kegiatan yang Menarik Dalam Belajar Baik simulasi maupun permainan merupakan salah satu proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang menarik menyebabkan proses belajar menjadi bermakna. Sesuatu yang bermakna akan selalu diingat, dipahami, dan dihargai. Seperti kegiatan belajar seperti diskusi, brainstorming, pengabdian masyarakat dan sebagainya. f) Adanya Lingkungan Belajar yang Kondusif
28
Pada umumnya motif dasar yang bersifat pribadi muncul dalam tindakan individu setelah dibentuk oleh lingkungan. Oleh karena itu motif individu untuk melakukan sesuatu misalnya untuk belajar dengan baik, dapat dikembangkan, diperbaiki, atau diubah melalui belajar dan latihan, dengan perkataan lain melalui pengaruh lingkungan Lingkungan belajar yang kondusif salah satu faktor pendorong belajar anak didik, dengan demikian anak didik mampu memperoleh bantuan yang tepat dalam mengatasi kesulitan atau masalah dalam belajar.
3. Hakikat Model Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata ajar, belajar yang artinya perubahan tingkah laku. Belajar dan pembelajaran sangat erat kaitannya dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan keadaan (proses) belajar. Oleh karena itu harus dipahami bagaimna siswa mendapatkan pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Muhammad Surya dalam Isjoni (2012:72), menyatakan bahwa “pembelajaran adalah
suatu proses
yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari
pengalaman
individu
sendiri
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran adalah hasil dari interaksi individu dengan lingkungannya. Hasil dari pengalaman individu berinteraksi dengan lingkungannya membuat perubahan tingkah laku individu secara keseluruhan. “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar” (UU SPN No. 20 tahun 2003). Dapat penulis jelaskan disini bahwa pembelajaran merupakan sebuah interaksi yang terjadi antara dua pihak yaitu peserta didik sebagai penerima ilmu dan guru sebagai pendidik atau pemberi ilmu yang terjadi pada suatu
29
lingkungan belajar atau sekolah. Proses pembelajaran juga didukung oleh sumber belajar seperti adanya alat serta bahan belajar. Sementara itu, Warsita (2008:85) menyatakan bahwa “pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses atau kegiatan yang menuntut peserta didik untuk mengikuti pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai tujuan belajarnya. Proses pembelajaran ini yang disusun secara sistematik dan sengaja diciptakan agar terjadi suatu kegiatan interaksi antar peserta didik yang belajar dan guru atau pendidik yang berperan sebagai pendidik atau sumber belajar, kemudian jika kedua belah pihak itu berinteraksi dengan sebagaimana mestinya akan tercipta kegiatan yang membelajarkan. Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk mentransfer ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien sehingga akan mendapatkan hasil yang seoptimal mungkin. Karena guru merupakan unsur yang sangat penting dalam pembelajaran, maka guru dituntut untuk dapat merencanakan dengan baik proses pembelajaran agar mencapai keberhasilan. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah memilih model dan metode pembelajaran yang sekiranya tepat untuk materi yang akan diberikan kepada peserta didik. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya.
b. Model Pembelajaran Sebagai guru hendaknya mampu memberikan pelayanan yang sama sehingga siswa yang menjadi tanggung jawab guru di kelas itu merasa mendapatkan perhatian yang sama, karena setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda baik dari segi minta, potensi, kecerdasan, dan usaha siswa itu sendiri. Untuk itu memberi pelayanan yang sama tentunya perlu mencari
30
solusi dan strategi yang tepat, sehingga harapan yang sudah dirumuskan dalam setiap rencana pembelajaran dapat tercapai. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Melalui
pemilihan model pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan jenis pendekatan dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan. Arends (dalam Suprijono, 2009: 46) berpendapat bahwa "model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan
pembelajaran,
tahap-tahap
dalam
kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran merupakan kerangka kompleks yang disusun berdasarkan beberapa komponen yang telah ditetapkan seperti adanya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Sedangkan menurut Joyce & Weil (1971) dalam Mulyani Sumantri, dkk (1999: 42) “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran merupakan usaha yang sudah terencana yang dilakukan oleh guru dengan cara mengkonsep jalannya pembelajaran, dalam rangka memberikan proses pembelajaran yang bermakna dan berkualitas kepada peserta didikya. Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagi pedoman bagi perancang
31
pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar.
c. Jenis-jenis Model Pembelajaran Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat guru dapat menumbuhkan
rasa
senang
siswa
terhadap
pelajaran
serta
dapat
mengoptimalkan proses kegiatan pembelajaran. Sekarang ini terdapat berbagai macam model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli untuk membantu peserta didik mencapai hasil belajar yang maksimal. Karena terdapat berbagai macam model pembelajaran itulah guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat yang akan diterapkan kepada peserta didiknya dikelas. Suprijono (2009:46-77) mengemukakan 3 model pembelajaran dalam dunia pendidikan, diantaranya adalah : 1) Model Pembelajaran Langsung 2) Model Pembelajaran Kooperatif 3) Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berikut penulis uraikan penjelasan dari masing-masing model pembelajaran : 1) Model Pembelajaran Langsung Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan sebutan active teaching. Pembelajaran langsung dinamakan juga wholeclass teaching. Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkan secara langsung kepada seluruh kelas. Dalam pembelajaran langsung, guru menstrukturisasikan lingkungan belajarnya dengan sangat ketat, mempertahankan fokus akademis, dan berharap peserta didik menjadi pengamat, pendengar, partisipan yang tekun. Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru didalam model pembelajaran langsung merupakan subjek dalam proses
32
pembelajaran, model pembelajaran langsung ini dilakukan agar proses pembelajaran berlangsung lebih efisien baik dari segi waktu maupun materi yang akan disampaikan dapat berjalan sesuai apa yang diinginkan guru yaitu agar cakupan materi pelajaran yang disampaikann lebih luas dibandingkan dengan model pembelajaran lain. 2) Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap saling menghormati sesama. Peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Guru bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke hasil yang telah disiapkan sebelumnya. Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif secara umum diarahkan oleh guru di mana guru menentapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa
prestasi
akademik,
toleransi,
menerima
keragaman,
dan
pengembangan keterampilan. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. 3) Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini memfasilitasi peserta didik mengembangkan dialektika berpikir melalui induksi logika yaitu berpikir dari fakta ke konsep. Peserta didik diharapkan tidak hanya mampu mendeskripsikan secara faktual apa yang
33
dipelajari namun jugaa diharapkan mampu mendeskripsikan secara analitis atau konseptual. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk berpikir kritis dalam menganalisis permasalahan yang ada dilingkungannya dan berusaha memecahlan masalah tersebut.
4. Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
kooperatif
(cooperative
learning)
merupakan
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative learning dalam bentuk
belajar
kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning, seperti dijelaskan Abdulhak (2001: 19-20) dalam Rusman (2013: 203) bahwa “pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri.” Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif adalah aktivitas pembelajaran dimana para peserta didik saling bertukar pendapat mengenai suatu pokok permasalahan dalam pelajaran sehingga terjadi pemahaman bersama. Dalam pembelajajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi waay traffic communication). Sedangkan Nurul hayati (2002: 25) mendefinisikan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam sebuah
34
kelompok kecil. Dalam sistem belajar yang cooperative, siswa belajar bekerjasama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Kemudian
Slavin
dalam
Isjoni
(2012:15),
mendefinisikan
“pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model ppembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua anggota maksimal. Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberikan dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaraan kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.
35
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok, oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning, karena mereka menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun cooperative learning terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan cooperative learning. Bennet (1995) dalam Isjoni (2013), menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu: 1) Positive inderpendence 2) Interaction face to face 3) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok 4) Membutuhkan keluwesan 5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok). (hlm.41-42) Berikut penulis uraikan penjelasan dari kelima unsur dasar cooperative learning : 1) Positive interdependence Dalam
pembelajaran
kooperatif
keberhasilan
dalam
penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan secara positif. 2) Interaction face to face Dalam pembelajaran kooperatif, diberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 3) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehingga
36
siswa termotivasi untuk membantu temannya. Keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 4) Membutuhkan keluwesan Menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif. 5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok). Dalam pembelajaran kooperatif tujuan terpenting yang diharapkan
dapat
tercapai
adalah siswa belajar
keterampilan
bekerjasama dan berhubungan dengan siswa lainnya. Dengan adanya interaksi
langsung
antar
siswa
dalam
menyelesaikan
tugas
kelompoknya dan tanggung jawab pribadi mengenai suatu materi pelajaran, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan antar siswa dalam bekerjasama.
c. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Dalam setiap pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran tentunya ada sesuatu yang ingin dicapai, begitu pula dengan model pembelajaran kooperatif. Menurut Abdul Majid (2013: 175) Pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan, diantaranya: 1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit; 2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakag; 3) Mengembangkan keterampilan social siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendaat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide aau pendapat, dan bekerja dalam kelompok. Berikut penulis uraikan penjelasan dari kelima unsur dasar cooperative learning :
37
1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat bertukar pendapat dan saling mengajari satu sama lain. Hal ini dapat menguntungkan semua siswa, baik yang berprestasi tinggi maupun berprestasi lebih rendah karena mereka dapat mengerjakan semua tugas yang diberikan dalam kelompok sehingga akan meningkatkan prestasi akademik mereka. 2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang. Tujuan
lagi
model
pembelajaran
kooperatif
adalah
memberikan kesempatan kepada siswa dengan latar belakang prestasi akademik, budaya, kelompok social maupun ras untuk belajar saling menghargai satu sama lain. 3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif siswa akan dilatih keterampilan sosialnya dengan cara mengemukakan pendapat, menerima saran dari teman, serta bekerjasama dalam mencari pemecahan masalah yang dihadapi siswa dalam kelompoknya saat proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan prestasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok.
d. Fase Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalamsebuah kelompok kecil dimana setiap individu bertanggung jawab atas keberhasilan
38
pembelajarannya sendiri dan juga kelompok. Terdapat beberapa fase didalam model pembelajaran kooperatif, seperti yang disebutkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Fase-fase Pembelajaran kooperatif Fase-fase
Perilaku Guru
Fase 1: Present goals and set
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik siap
mempersiapkan pesrta didik
belajar
Fase 2: Present information
Mempresentasikan informasi kepada
Menyajikan informasi
pserta didik secara verbal
Fase 3: Organize students into
Memberikan penjelasan kepada
learning teams
peserta didik tentang tata cara
Mengorganisisrpeserta didik
pembentukan tim belajar dan
kedalam tim-tim belajar
membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
Fase 4: Assist team work and
Membantu tim-tim belajar selama
study
pesera didik mengerjakan tugasnya.
Membantu kerja tim dan belajar Fase 5: Test on the materials
Menguji pengetahuan peserta didik
Evaluasi
mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompokkelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6: Provide recognition
Mempersiapkan cara untuk mengakui
Memberikan pengakuan atau
usaha dan prestasi individu maupun
penghargaan
kelompok (Sumber. Agus suprijono, 2009: 65)
Model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase. Fase pertama, guru mengklarifikasi maksud pembelajran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Fase kedua, guru menyampaikan informasi,
39
sebab informasi ini merupakan isi akademik. Fase ketiga, kekacauan bisa terjadi pada fase ini, oleh sebab itu transisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus diorkestrasi dengan cermat. Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya. Guru harus menjelaskan bahwa peserta diidik harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelasaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok.Pada fase ketiga ini terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya. Fase keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahaan, atau meminta beebrapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya. Fase kelima guru melakukan evaluasi dengan mneggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Dan fase terakhir, fase keenam guru mempersiakan struktur reward yang akan diberikan kepada peserta didik. Variasi struktur reward bersifat
individualistis,
kompetitif,
dan
kooperatif.
Struktur
reward
individualistis terjadi apabila sebuah reward dapat dicapai tanpa tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika peserta didik diakui usaha individualnya berdasarkaan perbandingan dengan orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.
5. Tipe Jigsaw Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas, kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins. Ditinjau dari sisi etimologi, jigsaw berasal dari bahasa Inggris yang berarti “gergaji ukir”. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa
40
melakukan kegiatan belajar dengan cara bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti yang diungkapkan Lie (1993:73) dalam Abdul Majid (2013: 182) bahwa “pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen, dan siswa bekerjasama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil
yang
terdiri
dari
siswa
dengan
kemampuan
berbeda.
Siswa
bertanggungjawab atas materi pelajaran masing-masing, sehingga adanya rasa saling ketergantungan antar tiap anggota kelompok. Kemudian, menurut Ibrahim, dkk. (2000: 52) dalam Abdul Majid (2013: 182) bahwa “dalam terapan tipe jigsaw, “dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu dari bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama, yakni berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran yang mendorong siswa lebih aktif, dimana siswa, bukan guru yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran, siswa dituntut bekerja sama positif dimana setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi atau mengajarkan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Selain itu model cooperative learning tipe jigsaw memiliki kelompok asal dan kelompok ahli. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa untuk aktif dalam prosess pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi di mana siswa dibagi ke dalam kelompok kecil
41
yang berjumlah 4-6 orang secara heterogen baik tentang jenis kelamin, latar belakang serta kemampuan siswa. Setiap anggota dalam kelompok memiliki tugas-tugas sendiri yang harus mereka pelajari dan kemudian menjelaskan kepada anggota kelompoknya sehingga dalam model pembelajaran ini terdapat sikap saling ketergantungan positif setiap anggota kelompok. Didalam model pembelajaran Jigsaw terdapat dua kelompok, yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang yang beragam. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Pembentukan kelompok asal dan kelompok ahli dalam proses pembelajaran mengurangi keterlibatan guru sebagai pusat kegiatan kelas. Stephen, Sikes, dan Snapp (Rusman, 2011: 220) menyebutkan langkahlangkah model pembelajaran kooperatif Jigsaw, sebagai berikut: a) b) c) d)
Siswa dikelompokkan ke dalam 1 sampai 5 anggota tim. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/ subbab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab yang sama. e) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim kelompok asal tentang subbab yang siswa kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama. f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. g) Guru memberi evaluasi. Untuk lebih jelasnya, penulis uraikan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai berikut: a. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang heterogen. Kelompok ini disebut kelompok asal, jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan
42
dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam teknik jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siwa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyususn rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Misal suatu kelas dengan jumlah 30 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 30 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 6 siswa dan 6 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. b. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. c. Guru memberikan evaluasi. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam kegiatan pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Kasih pada tahun 2012. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA di SD Negeri Purworejo kec. Margoyoso Kabupaten Pati melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, motivasi belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA di SD Negeri Purworejo kec. Margoyoso Kabupaten Pati mengalami
43
peningkatan. Pada siklus I persentase motivasi belajar siswa sebesar 74% atau 20 siswa dan pada siklus II meningkat menjadi sebesar 81% atau 22 siswa. Hal ini membukikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Purbandaru Adi Susila pada tahun 2014, membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mampu meningkatkan hasil atau prestasi belajar siswa di kelas X-7 SMA Negeri Kebakkramat. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa prestasi belajar siswa ranah kognitif mengalami peningkatan setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Pada pratindakan, persentase tingkat kelulusan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hanya 36,11% dengan nilai rata-rata 61,67.
Setelah diadakannya tindakan
siklus I, ketuntasan hasil belajar mengalami peningkatan menjadi 66,67% dengan
nilai rata-rata 75,11. Pada tindakan siklus II kembali terjadi
peningkatan, ketuntasan belajar meningkat menjadi 83,33% dengan nilai ratarata 81,83.
6. Hakekat Pembelajaran Sosiologi a. Pengertian Pembelajaran sosiologi Sosiologi adalah ilmu yang mengkaji interaksi manusia dengan manusia lain dalam kelompok (seperti keluarga, kelas sosial atau masyarakat) dan produk-produk yang timbul dari interaksi tersebut, seperti nilai norma serta kebiasaan yang dianut oleh kelompok atau masyarakat tersebut. Sosiologi berusahaa mengkaji drama kehidupan sosial manusia terutama tentang tindakan-tindakan manusia baik tindakan individual, tindakan kelompok, tindakan yang lazim maupun tindakan yang tidak lazim Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Sudarmi dan Indriyanto (2009:12) mendefinisikan bahwa “sosiologi sebagai ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses social termasuk perubahan sosial”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
44
sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat secara luas termasuk didalamnya adalah struktur sosial, proses-proses sosial dan perubahan sosial yang terjadi didalam kehidupan masyarakat. Kemudian, Max Weber dalam Sudarmi dan Indriyanto (2009:12), mendefinisikan bahwa “sosiologi sebagai suatu ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu yang berupaya memahami perilaku dan tindakan antar individu agar tercipta suatu keteraturan sosial di dalam masyarakat. Dari pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat beserta gejala-gejala sosial, tindakan-tindakan sosial, dan fakta-fakta sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat yang mencakup hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok. Mata pelajaran sosiologi diajarkan pada peserta didik kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS pada SMA/MA. Berdasarkan Kurikulum 2013 (K13) dan silabus siswa kelas XI semester 2 SMA Negeri 5 Surakarta memiliki kompetensi dasar materi sebagai berikut : 3.4
Menganalisis potensi-potensi terjadinya konflik dan kekerasan dalam kehidupan masyarakat yang beragam serta penyelesaiannya
4.4
Melakukan kajian, pengamatan dan diskusi tentang konflik dan kekerasan serta upaya penyelesaiannya
3.5
Menerapkan metode penelitian sosial berorientasi pada pemecahan masalah berkaitan dengan konflik, kekerasan, dan penyelesaiannya
4.5
Merancang, melaksanakan dan menyususn laporan penelitian social berorientasi pada pemecahan masalah berkaitan dengan konflik, kekerasan, dan penyelesaiannya sertamengkomunikasikannya dalam bentuk tulisan, lisan, dan audio-visual.
b. Pokok Bahasan dalam Penelitian Dalam bab Konflik, Kekerasan, dan Upaya Penyelesaiannya terdapat sub bab tentang kekerasan dan berbagai metode penyelesaian konflik dan
45
kekerasan. Penelitian ini menggunakan kedua sub bab tersebut dalam pelaksanaan siklus. Siklus pertama kekerasan dan siklus kedua menggunakan berbagai metode penyelesaian konflik dan kekerasan. Menurut acuan yang digunakan oleh peneliti yaitu Silabus SMA Negeri 5 Surakarta kelas XI IPS semester 2, Kompetensi Dasar dari pokok bahasan Konflik, Kekerasan, dan Upaya Penyelesaiannya adalah : 3.4 Menganalisis potensi-potensi terjadinya konflik dan kekerasan dalam kehidupan masyarakat yang beragam serta penyelesaiannya. 4.4 Melakukan kajian, pengamatan dan diskusi tentang konflik dan kekerasan serta upaya penyelesaiannya Berikut peneliti uraikan secara singkat mengenai sub bab kekerasan dan berbagai metode penyelesaian konflik dan kekerasan : 1) Kekerasan a) Pengertian perilaku Kekerasan b) Hubungan antara kekerasan dan konflik c) Bentuk-bentuk kekerasan dalam masyarakat (1) Berdasarkan Bentuknya (2) Berdasarkan Caranya (3) Berdasarkan Subjeknya d) Berbagai contoh kasus kekerasan dalam masyarakat e) Badan-badan khusu yang menangani kasus kekerasan (1) KPAI (2) Komnas PA (3) Komnas Perempuan (4) Migrant Care (5) Kontras 2) Berbagai metode penyelesaian konflik dan kekerasan a) Mediasi b) Negoisasi c) Arbitase d) Rekonsiliasi
46
e) Stalemate f) Adjudifikasi Model kooperatif tipe jigsaw sangat cocok digunakan untuk mempelajari bab konflik, kekerasan, dan upaya penyelesaiannya tersebut. Siswa akan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dengan sub bab masingmasing dan mereka mendiskusikan mengnai sub bab mereka melalui kelompok ahli dan kemudian kembali kekelompok asal mereka dengan membawa informasi mengenai materi pembelajaran yang lain. Kemudian mereka menukarkan informasi kepada teman sesama kelompok asal, pembelajaran akan terasa cepat, efektif dan tidak membosankan.
B. Kerangka Berpikir Motivasi belajar sangat diperlukan bagi siswa, karena hal tersebut mempengaruhi kondisi siswa didalam proses pembelajaran. Motivasi belajar juga sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Untuk itu, sangat diperlukan dalam hal meningkatkan motivasi belajar siswa di dalam kelas. Siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 5 Surakarta memiliki motivasi belajar sosiologi yang bisa dibilang rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab. Didalam kelas juga perlu diciptakan suasana belajar inovatif dan menyenangkan. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif learning, diharapkan mampu untuk menciptakan suasana kelas yang hidup. Berdasarkan masalah yang terjadi didalam kelas XI IPS 1 SMA Negeri 5 Surakarta, peneliti memilih model pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw. Model pembelajaran ini mengajak siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Dengan model pembelajaran ini akan melatih siswa berani mengemukakan pendapat, bekerjasama, mengembangkan diri, dan bertanggungjawab secara individu, saling ketegantungan
positif,
interaksi
personal
dan
proses
kelompok.
Jadi,
dimungkinkan dengan model pembelajaraan kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar dalam mata pelajaran sosiologi. Skema penelitian ini dapat digambarkan oleh peneliti sebagai berikut:
47
Gambar 2.1. Kerangka berpikir
Kondisi Awal
Guru masih menggunakan metode pembelajaran ceramah dan penugasan
Motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran rendah Hasil belajar siswa rendah
Tindakan
Kondisi Akhir
Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Diharapkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
Siklus I Simulasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw Melaksanakan pembelajaran tipe jigsaw
Siklus II Upaya perbaikan tindakan dari siklus I sehingga meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
48
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016 dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.”