9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keterampilan Membaca Intensif Siswa Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD Perkembangan individu merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Sumantri dan Syaodih menyatakan bahwa pada umumnya anak usia SD berumur antara 6-12 tahun sehingga anak mengalami banyak perubahan baik fisik maupun mental hasil perpaduan faktor dari dalam maupun pengaruh dari luar yaitu lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pergaulan dengan teman sebaya (2009: 2.1). Menurut Piaget, tahap perkembangan anak secara umum dari kecil hingga dewasa melalui empat tahap perkembangan, yaitu: 1) Tahap Sensori Motor (0-2 Tahun) Pada tahap ini, kegiatan intelektual anak hampir seluruhnya merupakan gejala yang diterima secara langsung melalui indra. Pada saat anak mencapai kematangan dan secara perlahan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama benda tersebut. 2) Tahap Praoperasional (2-7 Tahun) Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-benda. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukan atas dasar analisis rasional. Kesimpulan yang diambil merupakan kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Anak berpendapat bahwa pesawat terbang berukuran kecil karena itulah yang mereka lihat di langit. 9
10 3) Tahap Operasional Konkret (7-11 Tahun) Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Masalah yang dihadapi dalam tahap ini bersifat konkret. Anak akan merasa kesulitan bila menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak menyukai soal-soal yang telah tersedia jawabannya. 4) Tahap Operasional Formal (11-15 Tahun) Anak yang telah mencapai tahap perkembangan ini ditandai dengan pola pikirnya yang seperti orang dewasa. Anak telah dapat menerapkan cara berpikir terhadap permasalahan yang konkret maupun abstrak. Pada tahap ini anak sudah dapat membentuk ide-ide dan berpikir tentang masa depan secara realistis (Sumantri & Syaodih, 2009: 1.15). Buhler (Sobur, 2011: 132) mengemukakan perkembangan anak di usia sekolah dasar sebagai berikut: Pada periode sekolah dasar, anak mencapai objektivitas tertinggi, atau sering disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa ini juga merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada masa ini, anak mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi. Pada waktu ini, anak kerap mengasingkan diri. Anak pada usia sekolah dasar menurut Erikson (Sumantri & Syaodih, 2009: 1.12) yaitu: Pada usia sekolah dasar, dunia anak bukan hanya lingkungan rumah, melainkan juga lembaga-lembaga lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Pada usia ini anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain, dan belajar menurut peraturan yang ada. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis, dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan uraian mengenai karakteristik siswa SD di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa kelas IV berusia antara 9-10 tahun. Pada usia tersebut, banyak aspek yang berkembang pada diri anak seperti
11 aspek fisik, sosial, emosional, dan moral. Berdasarkan tahap perkembangan yang diungkapkan Piaget, maka siswa kelas IV berada dalam tahap operasional konkret sehingga anak telah mampu berpikir secara logis yang terwujud dalam kemampuan mengurutkan objek menggunakan benda konkret, tetapi masih belum mampu berpikir secara abstrak. Pada tahap ini, perkembangan bahasa juga berkembang. Mereka akan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang baru melalui proses berpikir, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Siswa kelas IV masih membutuhkan bimbingan dalam belajarnya sehingga guru perlu menciptakan pembelajaran yangsesuai dengan tahap perkembangan anak. Salah satunya adalah menerapkan metode pembelajaran yang didukung dengan pemanfaatan media yang sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV. Pembelajaran dengan menerapkan metode SQ3R yang didukung dengan media cetak tepat digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas IV untuk meningkatkan keterampilan membaca intensif karena dapat mengasah kemampuan berpikir anak secara logis berdasarkan urutan langkah metode SQ3R yang sistematis dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak kelas IV dengan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang baru melalui proses membaca intensif. Penggunaan media cetak yang menarik akan mendukung penerapan metode SQ3R dalam proses pembelajaran karena sesuai dengan karakteristik perkembangan mereka yang masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat dilihat secara langsung dan diraba. b. Keterampilan Membaca Intensif 1) Hakikat Membaca a) Pengertian Membaca Pengertian membaca menurut Tarigan (2008: 7) ialah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
12 Selanjutnya Iskandarwassid dan Sunendar (2011: 246) memaparkan
bahwa
membaca
merupakan
kegiatan
untuk
mendapatkan makna dari yang tertulis dalam teks. Ahuja dan Ahuja (2010: 14), menjelaskan bahwa membaca adalah metode belajar yang lebih cepat daripada mendengarkan sebuah laporan lisan dengan isi yang sama. Secara linguistik, membaca menurut Anderson (1972) adalah menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup perubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Tarigan, 2008:7). Berdasarkan definisi tentang membaca di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang bertujuan untuk memahami dan memperoleh pesan yang disampaikan penulis kepada pembacanya. b) Tujuan Membaca Setiap orang yang memiliki tujuan dalam membaca, maka akan cenderung lebih memahami isi bacaan. Menurut Anderson (1972) tujuan membaca antara lain sebagai berikut: (1) membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah ditemukan oleh tokoh, (2) membaca untuk memperoleh ide-ide utama, (3) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan cerita, (4) membaca untuk menyimpulkan atau membaca referensi, (5) membaca untuk mengelompokkan, (6) membaca untuk menilai atau membaca
untuk
mengklasifikasi,
dan
(7)
membaca
untuk
memperbandingkan (Tarigan, 2008: 9-11). Tujuan membaca menurut Burns, dkk. (1996) mencakup: (1) kesenangan, (2) menyempurnakan membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4) memperbarui pengetahuannya tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang didapat sebelumnya, (6) mendapatkan informasi untuk laporan
13 lisan atau tertulis, (7) mengonfirmasi atau menolak prediksi, (8) mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks, dan (9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik (Rahim,2011:11-12). Menurut Hathaway, tujuan membaca adalah sebagai berikut: (1) untuk memperoleh makna, (2) untuk memperoleh informasi, (3) untuk memandu dan membimbing aktivitas, (4) untuk motif-motif sosial yaitu untuk mempengaruhi atau menghibur orang lain, (5) untuk menemukan nilai-nilai, (6) untuk mengorganisasi, (7) untuk memecahkan masalah, (8) untuk mengingat, dan (9) untuk menikmati (Ahuja & Ahuja, 2010: 15-16). Berdasarkan uraian mengenai tujuan membaca di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah sebagai berikut: (1) membaca sebagai hobi, (2) membaca untuk memperoleh informasi dari penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh, (3) membaca untuk menilai isi bacaan sehingga dapat menolak atau mengonfirmasi pendapat penulis, (4) membaca untuk memperoleh ide-ide utama, dan (5) membaca untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang spesifik. c) Manfaat Membaca Rahim (2011: 1) mengemukakan manfaat membaca yaitu dengan membaca, maka seseorang akan memperoleh pengetahuan dan wawasan baru sehingga dapat meningkatkan kecerdasannya dan lebih mampu untuk menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang. Menurut Ahuja dan Ahuja (2010: 13) manfaat membaca antara lain: (1) membaca untuk belajar, (2) membaca untuk hidup, dan
(3)
membaca
untuk
menghilangkan
kebutaan
dan
membangkitkan semangat. Berdasarkan uraian mengenai manfaat membaca di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat membaca adalah dapat
14 memperoleh wawasan dan pengetahuan baru sehingga menambah tingkat ketekunan dan kecerdasannya. d) Aspek-aspek Membaca Membaca merupakan suatu keterampilan kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Rahim (2011: 13-14) menyebutkan tiga aspek penting dalam membaca, antara lain: (1) aspek asosiasi adalah mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahasa dan makna, (2) aspek afektif adalah
proses
membaca
yang
berkenaan
dengan
kegiatan
memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca sesuai dengan minatnya, dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca, dan (3) aspek pemberian gagasan yang dimulai dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta membangun makna teks yang dibacanya secara pribadi. Broughton, et al. (1978) menyebutkan dua aspek penting dalam membaca, antara lain: (1) keterampilan bersifat mekanis (mechanical skills) yang terdiri dari pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan pola ejaan dan bunyi serta kecepatan membaca ke taraf lambat dan (2) keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang mencakup memahami pengertian sederhana, memaknai makna, evaluasi atau penilaian dan kecepatan membaca yang fleksibel (Tarigan, 2008: 12-13). Menurut Solchan T. W., dkk. (2009: 4.19) aspek-aspek membaca antara lain: membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman,
kamus,
ensiklopedi,
serta
mengapresiasi
dan
berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.
15 Berdasarkan uraian mengenai aspek-aspek membaca di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek membaca meliputi: (1) pengenalan bentuk huruf dan unsur-unsur linguistik, (2) pengenalan hubungan pola ejaan, dan (3) memahami makna kata. Aspek keterampilan atau kemampuan membaca dalam penelitian ini menekankan pada aspek keterampilan membaca yang bersifat pemahaman. e) Jenis-jenis Membaca Menurut Tarigan (2008: 23), ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca, membaca dapat dibagi menjadi dua jenis membaca yaitu membaca nyaring dan membaca dalam hati. Sejalan dengan pendapat Tarigan di atas, Dalman (2013: 63-74), juga menyatakan bahwa terdapat dua jenis membaca yaitu membaca nyaring (bersuara) dan membaca dalam hati (senyap). Berikut ini penjelasan mengenai kedua jenis membaca tersebut. (1) Membaca Nyaring Tarigan (2008: 23) mengemukakan bahwa membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, atau pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, maupun perasaan seorang pengarang. Menurut Dalman (2013: 63) membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan mengeluarkan suara atau kegiatan melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa dengan suara yang cukup keras. Berdasarkan pendapat mengenai definisi membaca nyaring di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca nyaring adalah kegiatan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat mengungkapkan maksud yang disampaikan oleh
16 penulis, baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap, maupun pengalaman. Dalman (2013: 65) menyatakan bahwa tujuan membaca nyaring adalah agar seseorang mampu mempergunakan ucapan yang tepat, membaca dengan jelas dan tidak terbata-bata, membaca dengan tidak terus-menerus melihat pada bahan bacaan, dan membaca dengan menggunakan intonasi yang tepat dan jelas. Adapun manfaat kegiatan membaca nyaring menurut Tarigan sebagai berikut: (1) dapat memuaskan dan memenuhi berbagai macam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan dan minat dan (2) dapat menyampaikan informasi yang penting kepada para pendengarnya (Dalman, 2013: 65). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam membaca nyaring menurut Tarigan (Dalman 2013: 64) antara lain: (1) pembaca harus mengerti makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan yang dibaca, (2) pembaca harus mempelajari kesimpulan penafsiran atau lambang-lambang tertulis sehingga penyusunan kata-kata serta penekanan sesuai dengan tujuan, (3) pembaca harus memiliki kecepatan mata yang tinggi serta pandangan mata yang jauh, dan (4) pembaca harus mengelompokkan kata-kata dengan baik dan tepat agar jelas maknanya bagi para pendengar. Menurut Dalman (2013: 64) keterampilan yang dituntut dalam
membaca
nyaring
adalah
sebagai
berikut:
(1)
menggunakan ucapan yang tepat, (2) menggunakan frasa yang tepat, (3) menggunakan intonasi suara yang wajar, (4) dalam posisi sikap yang baik, (5) menguasai tanda-tanda baca, (6) membaca dengan terang dan jelas, (7) membaca dengan penuh perasaan dan ekspresi, (8) membaca dengan tidak terbata-bata, (9) mengerti serta memahami bahan bacaan yang dibacanya,
17 (10) kecepatan tergantung pada bahan bacaan yang dibacanya, dan (11) membaca dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri. (2) Membaca Dalam Hati (Senyap) Membaca dalam hati menurut Dalman (2013: 67) adalah membaca tidak bersuara, tanpa gerakan bibir, tanpa gerakan kepala, tanpa berbisik, dan memahami bahan bacaan yang dibacanya dalam hati. Tarigan (2008: 30) mengatakan bahwa membaca dalam hati, pembaca hanya mempergunakan ingatan visual yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Berdasarkan pendapat mengenai definisi membaca dalam hati di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca senyap atau membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan tanpa menyuarakan isi bacaan yang dibacanya melainkan hanya menggunakan ingatan visual dalam memahami isi bacaan yang dibaca. Menurut Tarigan (2008: 30) tujuan utama membaca dalam hati adalah untuk memperoleh informasi. Setelah meninggalkan bangku sekolah, sebagian pelajar akan lebih banyak melakukan kegiatan membaca dalam hati untuk memperoleh informasi bacaan daripada membaca nyaring atau bersuara. Oleh karena itu, latihan membaca dalam hati perlu dilakukan sejak dini agar anak dapat sejak dini pula memperoleh ide-ide dari hasil membacanya. Hal-hal yang harus dihindari saat membaca dalam hati menurut Dalman (2013: 67-68) antara lain: (1) membaca tanpa bersuara, bibir bergerak, dan desis apapun, (2) membaca tanpa ada gerakan-gerakan kepala, (3) membaca lebih cepat dibanding membaca nyaring, dan (4) tanpa menggunakan jari atau alat lain sebagai petunjuk.
18 Secara garis besar, membaca dalam hati dapat dibagi menjadi dua, antara lain: (1) membaca ekstensif dan (2) membaca intensif. Berikut penjelasan secara rinci kedua jenis membaca dalam hati tersebut. (a) Membaca Ekstensif Membaca ekstensif adalah membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak mungkin teks yang dapat dibaca
dalam
waktu
sesingkat-singkatnya.
Membaca
ekstensif meliputi: (1) membaca survei yaitu kegiatan membaca untuk mengetahui secara sekilas isi bacaan yang akan dibaca lebih mendalam, (2) membaca cepat yaitu kegiatan membaca dengan mengandalkan kecepatan gerak mata dalam melihat dan memperhatikan bahan tertulis yang dibacanya dengan tujuan mendapatkan informasi secara cepat, dan (3) membaca dangkal, yaitu membaca yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal dan bersifat luaran yang tidak mendalam dari suatu bacaan. (b) Membaca Intensif Membaca intensif adalah membaca dengan penuh penghayatan untuk menyerap yang seharusnya kita kuasai. Membaca intensif meliputi: (1) membaca telaah isi yang terdiri dari membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, membaca ide, dan membaca kreatif dan (2) membaca telaah bahasa terdiri dari membaca bahasa dan membaca sastra. Berdasarkan kedua jenis membaca tersebut, jenis membaca yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah membaca dalam hati yaitu membaca intensif.
19 2) Hakikat Membaca Intensif a) Pengertian Membaca Intensif Intensif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
secara
sungguh-sungguh
dan
terus-menerus
dalam
mengerjakan sesuatu sehingga mendapatkan hasil yang optimal (Depdiknas, 2014: 541). Brooks (1964) mendefinisikan membaca intensif sebagai suatu studi saksama, telaah teliti, dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek. Teks-teks bacaan harus dipilih oleh guru, baik dari segi bentuk maupun isi (Tarigan, 2008: 36-37). Pengertian membaca intensif dikemukakan juga oleh Ngalimun dan Alfulaila (2014:64) yaitu kegitan membaca yang dilakukan secara saksama dan merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara kritis. Berdasarkan pendapat mengenai definisi membaca intensif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca intensif adalah membaca yang dilakukan secara terus-menerus, saksama, dan penuh penghayatan yang bertujuan untuk memahami isi bacaan. b) Tujuan Membaca Intensif Tujuan utama dalam membaca intensif menurut Tarigan (2008: 37) adalah untuk memperoleh kesuksesan dalam pemahaman penuh terhadap argumen-argumen yang logis, urutan-urutan yang retoris, pola-pola simbolisnya, nada-nada tambahan yang bersifat emosional dan sosial, pola-pola sikap dan tujuan sang pengarang, serta sarana-sarana linguistik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Pendapat lain disampaikan oleh Roysanti (2014) mengenai tujuan membaca intensif yaitu untuk memperoleh sukses dalam pemahaman penuh terhadap argumentasi yang lugas, memperoleh
20 ide-ide yang terdapat dalam suatu bacaan, dan mengetahui serta menelaah isi suatu bacaan secara mendalam. Tujuan membaca intensif menurut Zega (2013) adalah untuk mengembangkan keterampilan membaca secara detail dengan menekankan pada pemahaman kata, kalimat, pengembangan kosakata, dan juga pemahaman keseluruhan isi wacana. Berdasarkan pendapat mengenai tujuan membaca intensif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca intensif adalah untuk mengembangkan keterampilan dalam membaca secara mendetail yang lebih menekankan pada pemahaman isi teks bacaan. Pada penelitian ini, tujuan membaca intensif adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai isi bacaan. c) Teknik Membaca Intensif Teknik membaca intensif menurut Sutopo (2010), sebagai berikut: (1) Mempersiapkan naskah yang akan dibaca. Hal-hal yang perlu dilakukan saat membaca adalah memberi garis bawah hal-hal yang dianggap penting atau memberi tanda pada bagian-bagian yang perlu. (2) Mengajukan pertanyaan sehubungan dengan naskah yang dibaca. Pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan aspek kognitif yang meliputi ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. (3) Merangkum teks bacaan. Kegiatan merangkum sebaiknya menggunakan bahasa sendiri. (4) Menyimpulkan teks bacaan. Cara menyimpulkan teks bacaan antara lain: (1) membaca teks secara keseluruhan satu atau dua kali,
(2)
mencatat
ide
pokok
pada
setiap
paragraf,
menghubungkan ide pokok paragraf satu dengan paragraf lain untuk menemukan kesimpulan sementara, (3) membaca ulang
21 teks untuk menguji kesimpulan sementara yang sudah dibuat, dan (4) menyempurnakan rumusan simpulan. d) Jenis-jenis Membaca Intensif Menurut Tarigan (2008) membaca intensif dibedakan menjadi dua jenis, meliputi: (1) Membaca Telaah Isi (Content Study Reading) Membaca telaah isi dibedakan menjadi empat, antara lain: (a) Membaca Teliti Membaca teliti sama pentingnya dengan membaca sekilas. Jenis membaca teliti ini menuntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh (Tarigan, 2008: 40). (b) Membaca Pemahaman Tarigan (2008: 58) menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan jenis membaca yang bertujuan untuk
memahami
standar-standar
atau
norma-norma
kesusastraan (literal standars), referensi kritis (critical review), drama tulis (printed drama), serta pola-pola fiksi (patern of ficion). Lebih lanjut, Smith (1982) menyatakan bahwa membaca pemahaman adalah suatu kegiatan atau aktivitas
yang
dilakukan
oleh
pembaca
untuk
menghubungkan informasi baru dengan informasi lama dengan maksud mendapat pengetahuan baru (Somadayo, 2011: 8-9). Berdasarkan pendapat mengenai definisi membaca pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru.
22 Somadayo
(2011:
11)
menyatakan
bahwa
seseorang dikatakan memahami bacaan secara baik apabila memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) kemampuan menangkap arti kata dan ungkapan yang digunakan penulis, (2) kemampuan menangkap makna yang tersirat, dan (3) kemampuan membuat simpulan. Anderson (Somadayo 2011: 12) menyatakan bahwa membaca pemahaman memiliki tujuan untuk memahami isi bacaan. Tujuan tersebut antara lain: (1) membaca untuk memperoleh rincian dan fakta-fakta, (2) membaca untuk mendapatkan ide pokok, (3) membaca untuk mendapatkan urutan organisasi teks, (4) membaca untuk mendapatkan kesimpulan, (5) membaca untuk mendapatkan klasifikasi, dan (6) membaca untuk membuat perbandingan dan pertentangan. Menurut Tarigan (1986) tujuan utama membaca pemahaman adalah untuk mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang disediakan pembaca berdasarkan pada teks bacaan (Somadayo, 2011: 12). Berdasarkan pendapat mengenai tujuan membaca pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca pemahaman adalah memahami isi bacaan sehingga dapat menjawab pertanyaan berdasarkan isi bacaan. (c) Membaca Kritis Albert, et al. (1961) berpendapat, “Membaca kritis (critical reading) adalah sejenis membaca yang dilakukan secara
bijaksana,
penuh
tenggang
hati,
mendalam,
evaluative, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan” (Tarigan 2008: 92).
23 (d) Membaca Ide Membaca ide adalah kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan. Prinsip dalam membaca ide yaitu bahwa suatu sumber yang kaya akan ide-ide merupakan dasar bagi komunikasi karena dengan ide-ide, maka dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan menulis (Tarigan 2008: 120). (2) Membaca Telaah Bahasa (Linguistic Study Reading) Membaca telaah bahasa dibagi menjadi dua, antara lain: (a) Membaca Bahasa Membaca bahasa adalah kegiatan membaca yang bertujuan
untuk
mengembangkan
daya
kata
dan
mengembangkan kosakata (Tarigan, 2008: 123). Setiap orang mempunyai dua jenis umum daya kata yaitu daya memilih serta mempergunakan kata-kata yang mengekspresikan makna secara jelas dan tepat serta daya kata yang dipergunakan dalam membaca dan menyimak. (b) Membaca Sastra Membaca sastra adalah jenis kegiatan membaca karya sastra. Seorang pembaca dapat mengenal serta mengerti seluk-beluk bahasa dalam suatu karya sastra maka semakin memudahkan untuk memahami isi serta menikmati keindahannya (Tarigan, 2008: 141-142). Berdasarkan uraian mengenai jenis-jenis membaca intensif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis membaca intensif adalah membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi meliputi: membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide. Membaca telaah bahasa terdiri dari membaca bahasa dan membaca sastra. Penelitian ini difokuskan pada
24 pembelajaran membaca intensif khususnya membaca pemahaman agar siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap isi teks yang dibacanya. Berdasarkan uraian mengenai hakikat membaca intensif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca intensif adalah suatu kecakapan membaca yang dilakukan secara saksama dan penuh penghayatan dengan tujuan untuk memahami isi bacaan. 3) Aspek Penilaian Keterampilan Membaca Intensif Menurut Wuryanto (2011), penilaian keterampilan membaca intensif antara lain: (1) menunjukkan persentase jawaban yang benar, (2) untuk menilai pemahaman harfiah dalam membaca digunakan pertanyaan mengenai teks, dan (3) dipakai juga tes penyimpulan isi bacaan karena merupakan pusat dari proses pemahaman. Zulela menyatakan bahwa penilaian pada keterampilan membaca intensif menekankan pada hasil antara lain: (1) menilai dengan tes pemahaman terhadap isi teks, (2) menilai pemahaman terhadap aspek kebahasaan (struktur kalimat), (3) menilai kekritisan terhadap isi teks, dan (4) menilai pemahaman terhadap isi teks dalam waktu yang sangat terbatas (2012: 9). Berdasarkan pendapat mengenai penilaian keterampilan membaca intensif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek penilaian keterampilan membaca intensif antara lain: (1) penilaian pemahaman isi teks dan (2) persentase jawaban benar. 4) Materi Pembelajaran Membaca Intensif di SD Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) Bahasa Indonesia di SD/MI merupakan standar minimum nasional yang harus dicapai oleh siswa dalam pembelajaran. Berikut ini adalah tabel yang berisi standar isi standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) keterampilan membaca intensif kelas IV semester II tahun ajaran 2015/2016 di SD Negeri Tanjungmeru.
25 Tabel 2.1. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Keterampilan Membaca Intensif Kelas IV Semester 2 SD Negeri Tanjungmeru Tahun Ajaran 2015/2016 Standar Kompetensi Indikator Kompetensi Dasar Membaca 7.1 7.1.1 Menjawab pertanyaan yang 7. Membaca Menentukan berhubungan dengan teks teks kalimat utama 7.1.2 Menemukan kalimat utama melalui pada tiap setiap paragraf membaca paragraf 7.1.3 Merangkum isi bacaan intensif melalui 7.1.4 Menggunakan kosakata yang membaca sesuai dengan teks bacaan intensif 7.1.5 Menyusun kalimat-kalimat menjadi paragraf yang padu 7.1.6 Menentukan kalimat utama berdasarkan kalimat yang telah disusun (Silabus pembelajaran selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 165-166) Berikut ini materi pelajaran bahasa Indonesia kelas IV semester 2 yang akan digunakan dalam penelitian. Contoh teks bacaan dengan judul “Kuku yang Indah”. Kuku yang Indah Kuku merupakan bagian tubuh manusia yang sangat istimewa. Coba kita perhatikan. Saat kita memotong kuku, kita tidak akan merasakan sakit. Berbeda dengan bagian tubuh lain, misalnya kulit. Jangankan dipotong. Baru dicubit saja, kulit merasa sakit. Kuku yang dipotong tidak terasa sakit karena bagian lempeng kuku yang kita potong tidak memiliki jaringan saraf yang sensitif. Kalau kita membaca buku referensi tentang tubuh, kita dapat mengetahui bahwa kuku terbuat dari protein yang bernama keratin. Dalam kuku terdapat bagian yang bernama matrix. Pada bagian matrix ini terdapat banyak sekali pembuluh darah, saraf, dan kelenjar yang penting untuk memproduksi sel-sel yang akan menjadi lempeng kuku sehingga lempeng kuku terus tumbuh dan semakin panjang.
26 Selama manusia masih hidup, kuku akan tumbuh secara perlahan kira-kira 2,5 milimeter per bulan. Tetapi, pertumbuhan kuku pada jari tangan lebih cepat dibandingkan kuku pada jari kaki. Jika kuku kita terluka dan mulai terlepas, diperlukan tiga sampai enam bulan untuk memiliki kuku pengganti yang baru. Kuku berguna untuk melindungi ujung jari yang penuh dengan saraf sehingga ujung jari kita dapat berfungsi dengan baik. Adakalanya seorang dokter akan memeriksa kuku pasien. Ternyata kuku juga dapat memberikan petunjuk tentang penyakit yang diderita pasien. Dengan menekan-nekan kuku, dokter bisa mendeteksi apakah peredaran darah pasien normal atau tidak. Bahkan, dengan mengetahui keadaan kuku, seorang dokter dapat mengetahui apakah si pasien mengalami masalah kulit, anemia, penyakit paru-paru, dan lainnya. Oleh karena itu, kuku dapat disebut sebagai jendela kesehatan tubuh kita. Jadi, kita perlu merawat kuku dengan baik. Untuk merawat kuku kita harus memotong bagian ujung kuku secara teratur. Saat memotong kuku, kita harus menggunakan pemotong kuku yang tajam dan bersih. Kalau kita memotong kuku sebaiknya jangan sampai kependekan atau terlalu mepet. Sebab, kalau terlalu mepet bisa mengakibatkan lapisan kulit pada ujung jari terluka sehingga terasa perih (Pramudito, Koran Kompas Anak, 24 Januari 2016). Berdasarkan bacaan yang berjudul “Kuku yang Indah”, siswa mencoba untuk melakukan kegiatan sesuai dengan indikator, antara lain: a) Menjawab Pertanyaan Sesuai dengan Isi Bacaan Pada kegiatan pembelajaran siswa diminta untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan isi bacaan. Adapun contoh pertanyaannya adalah sebagai berikut: (1) Mengapa kuku yang dipotong tidak terasa sakit? (2) Sebutkan tiga fungsi kuku? (3) Bagaimana cara merawat kuku yang baik? (4) Mengapa kita tidak boleh memotong kuku terlalu mepet?
27 Adapun jawaban setiap pertanyaan yang ada dalam contoh bacaan sebagai berikut: (1) Kuku yang dipotong tidak terasa sakit karena bagian lempeng kuku yang kita potong tidak memiliki jaringan saraf yang sensitif. (2) Tiga fungsi kuku antara lain: untuk melindungi ujung jari yang penuh dengan saraf sehingga ujung jari kita dapat berfungsi dengan baik, memberikan petunjuk tentang penyakit yang diderita, dan bisa mendeteksi apakah peredaran darah normal atau tidak. (3) Cara merawat kuku yang baik adalah memotong bagian ujung kuku secara teratur. (4) Kita tidak boleh memotong kuku terlalu mepet karena bisa mengakibatkan lapisan kulit pada ujung jari terluka sehingga terasa perih. b) Menemukan Kalimat Utama pada Setiap Paragraf Menurut Nuraini dan Indriyani (2008: 104) kalimat utama adalah kalimat yang mewakili seluruh isi paragraf. Kalimat utama dapat ditemukan pada bagian awal, tengah, atau akhir paragraf. Menurut Fajar (2014) ciri-ciri kalimat utama antara lain: (1) Kalimat utama terletak di awal paragraf yang disebut dengan paragraf deduktif. (2) Kalimat utama terletak di akhir paragraf yang disebut dengan paragraf induktif. (3) Kalimat utama terletak di awal dan akhir paragraf yang disebut dengan paragraf deduktif-induktif. (4) Mengandung maksud, masalah, atau informasi utama paragraf. (5) Paling banyak dijelaskan oleh kalimat lainnya. (6) Paling potensial menjadi simpulan paragraf. (7) Bisa berdiri sendiri, makna dan maksudnya jelas tanpa kehadiran kalimat-kalimat yang lain. Adapun kalimat utama setiap paragraf yang ada dalam contoh bacaan sebagai berikut:
28 (1) Kuku merupakan bagian tubuh manusia yang sangat istimewa. (2) Kalau kita membaca buku referensi tentang tubuh, kita dapat mengetahui bahwa kuku terbuat dari protein yang bernama keratin. (3) Selama manusia masih hidup, kuku akan tumbuh secara perlahan kira-kira 2,5 milimeter per bulan. (4) Oleh karena itu, kuku dapat disebut sebagai jendela kesehatan tubuh kita. (5) Jadi, kita perlu merawat kuku dengan baik. Jenis paragraf pada bacaan “Kuku yang Indah” sebagai berikut: Paragraf 1: Paragraf deduktif Paragraf 2: Paragraf deduktif Paragraf 3: Paragraf deduktif Paragraf 4: Paragraf induktif Paragraf 5: Paragraf deduktif c) Merangkum Isi Bacaan Setelah siswa membaca teks dengan saksama, siswa dapat membuat rangkuman bacaan menggunakan kata-katanya sendiri sehingga mereka lebih mudah memahami isi teks bacaan. Rangkuman adalah penyajian karangan atau peristiwa yang panjang menjadi bentuk yang singkat dan efektif. Rangkuman dapat berupa rangkuman sebuah buku, bab, ataupun artikel. Fungsi dari rangkuman adalah memahami atau mengetahui sebuah buku atau karangan dalam gagasan-gagasan yang diatur dari gagasan yang besar menuju gagasan pokok. Melalui ringkasan, kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis. Menurut Soedarso (2010: 77) merangkum tidak boleh terlalu panjang atau terlalu banyak karena akan sulit mengaturnya, tetapi secukupnya sehingga membantu pemahaman kita. Secukupnya dalam arti, merangkum hal-hal meliputi: (1) elemen-elemen kunci termasuk ide sentral, soal-soal besar, dan informasi penting, (2) tujuan dan asumsi penulis tentang segi-segi tertentu, (3) detail dan fakta yang kita
29 perlukan, misalnya statistik atau hal lain yang dapat menunjang kebutuhan kita, dan (4) pokok-pokok yang menarik atau yang perlu diikuti, seperti gagasan baru, ide yang memberi kemungkinan, komentar yang menantang, kata yang masih asing, penjelasan atas soal yang tidak kita mengerti, dan pendapat-pendapat penting. Membuat
rangkuman
bertujuan
untuk
memahami
dan
mengetahui isi bacaan. Adapun cara membuat rangkuman menurut Fantowi (2011) adalah sebagai berikut: (1) Membaca naskah asli secara tuntas dan berulang-ulang. Membaca naskah asli dilakukan secara berulang-ulang agar anda memahami keseluruhan isi dan maksud penulis. Membaca naskah asli juga harus tuntas agar Anda mendapatkan gambaran umum dan sudut pandang dari penulis. (2) Mencatat gagasan utama. Setelah memahami maksud penulis, bacalah kembali karangan tersebut bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea tersebut. Pokok-pokok gagasan setiap paragraf yang telah dicatat, dipakai untuk menyusun kalimat utama masing-masing paragraf. (3) Menyusun
rangkuman
berdasarkan
gagasan-gagasan
utama
tersebut Setelah Anda selesai menuliskan kalimat utama dari setiap paragraf, baca kembali semua kalimat tersebut. Sekarang, Anda gabungkan kalimat-kalimat itu sambil merubah beberapa bagian sehingga menjadi rangkuman dari keseluruhan isi teks. (4) Memperhatikan ketentuan-ketentuan tambahan sebagai berikut: (a) Rangkuman hendaknya dibuat dalam kalimat tunggal dan hindari kalimat majemuk. (b) Buang semua keterangan (jika mungkin). (c) Pertahankan susunan gagasan asli.
30 Adapun rangkuman dari contoh bacaan, sebagai berikut: Kuku merupakan bagian tubuh manusia yang sangat istimewa. Kalau kita membaca buku referensi tentang tubuh, kita dapat mengetahui bahwa kuku terbuat dari protein yang bernama keratin. Selama manusia masih hidup, kuku akan tumbuh secara perlahan kirakira 2,5 milimeter per bulan. Oleh karena itu, kuku dapat disebut sebagai jendela kesehatan tubuh kita. Jadi, kita perlu merawat kuku dengan baik. d) Menggunakan Kosakata Sesuai dengan Bacaan Pada pembelajaran ini, siswa diminta untuk mencari arti dari berbagai
kosakata
yang terdapat
dalam
bacaan
dengan
cara
menghubungkan kata dengan maknanya. Nuriadi (2008: 132) mengemukakan bahwa kamus dalam konteks aktivitas membaca, menjadi jalan terakhir apabila benar-benar tidak mengerti arti kata yang dimaksud. Jalan yang paling tepat atau yang pertama-tama dilakukan ialah Anda berusaha memahami arti kata yang tidak diketahui artinya melalui konteks kalimat, paragraf, ataupun tempat kata itu muncul. Contoh teks bacaan dengan judul “Adu Cepat Perahu Naga”. Adu Cepat Perahu Naga Duk, duk, duk! Gendang dipukul bertalu-talu menyemangati para pendayung yang beradu cepat di atas perahu berkepala naga. Kamu tau kan, perahu naga? Perahu itu berbadan panjang dan langsing. Warnanya cerah, seperti merah atau kuning. Di bagian depannya, ada hiasan kepala naga. Di bagian belakangnya, ada hiasan ekor naga. Perahu naga berasal dari tradisi masyarakat Tionghoa, sejak 2.000 tahun lalu. Pada setiap tanggal 5, bulan ke-5, pada penanggalan Tionghoa, masyarakat Tionghoa merayakan Hari Raya Peh Cun. Salah satu cara merayakannya adalah dengan mengadakan festival perahu naga.
31 Dalam festival perahu naga, diadakan lomba adu cepat perahu naga. Kita bisa menyaksikan festival perahu naga di berbagai kota. Misalnya: di Padang, Depok, Palembang, Makassar, Yogyakarta, dan lainnya. Perahu naga juga dilombakan dalam berbagai kompetisi olahraga. Di antaranya: Pekan Olah Raga Nasional, SEA Games, Kejuaraan Kano dan Perahu Naga Asia, Kejuaraan Perahu Naga Internasional, dan sebagainya. Perahu naga dijalankan sebuah tim yang terdiri atas 12-22 orang pendayung. Para pendayung itu harus kompak dan memiliki otot lengan yang kuat, agar dapat mendayung dengan cepat melawan tim perahu naga yang lain Di Indonesia, perahu naga termasuk cabang olah raga mendayung. Pada SEA Games 2015 lalu, tim perahu naga Indonesia meraih 2 medali emas (Lita, Majalah Bobo, 14 Januari 2016). Pada bacaan “Adu Cepat Perahu Naga” terdapat beberapa kosakata. Di bawah ini terdapat kosakata yang berhubungan dengan teks bacaan tersebut. Siswa diminta untuk menjodohkan pertanyaanpertanyaan yang tersedia dengan kosakatanya masing-masing. 1) ... adalah sebutan untuk orang-orang dari suku atau bangsa Tiongkok. 2) ... berarti perlombaan dalam rangka peringatan peristiwa penting dan bersejarah. 3) Istilah yang berarti kelompok atau regu adalah .... 4) Pertandingan untuk merebut kejuaraan disebut .... 5) Tanda penghargaan yang terbuat dari logam, berbentuk bundar, kadang-kadang diberi tali disebut .... a. Medali b. Tionghoa c. Kompetisi d. Tim
32
e. Festival Adapun jawaban dari petanyaan di atas adalah sebagai berikut: 1. b 2. e 3. d 4. c 5. a e) Menyusun Kalimat-kalimat Menjadi Paragraf yang Padu Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Paragraf adalah rangkaian atau seperangkat kalimat yang saling berhubungan atau terjalin secara utuh dan membentuk satu kesatuan pokok pembahasan atau membahas satu topik permasalahan. Di dalam alam suatu paragraf, antara kalimat satu dengan kalimat yang lain harus terjalin hubungan saling mendukung atau yang dikenal dengan istilah koherensi. Contoh teks bacaan dengan judul “Puri Maerokoco” (Iveta, Majalah Bobo, 14 Januari 2016). Puri Maerokoco Nama Puri Maerokoco atau Maerakaca diambil dari sebuah cerita Mahabarata. Kisahnya tentang seorang dewi yang ingin memiliki seribu bangunan hanya dalam satu malam. Seperti dalam kisah itu, Puri Maerokoco mencoba untuk membuat bangunan-bangunan kecil khas Jawa Tengah yang bisa dikunjungi hanya dengan berjalan kaki keliling. Puri Maerokoco dibangun pada tahun 1993 di area seluas 23,48 hektar. Puri Maerokoco adalah salah satu objek wisata Semarang yang berada di kawasan PRPP (Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan) Jawa Tengah, di komplek Tawang Mas Semarang Barat. ..................................................................................................... .............................................................................................................
33 Berikut ini terdapat paragraf yang urutan kalimatnya belum tersusun dengan baik untuk mengisi titik-titik pada teks bacaan rumpang di atas. (1) Terdapat juga sepeda air, perahu, dan kereta mini untuk pengunjung. (2) Di Puri Maerocoko, terdapat 35 anjungan dari 35 daerah yang ada di Jawa Tengah. (3) Di setiap anjungannya terdapat rumah adat yang berisi hasil industri dan kerajinan yang dibuat di masing-masing daerah. (4) Selain rumah adat, di sini juga ada miniatur Candi Borobudur, Masjid Agung Kudus, dan lain-lain. Urutan kalimat yang baik agar menjadi paragraf yang padu adalah: 2-3-4-1. f) Menentukan Kalimat Utama Berdasarkan Kalimat yang Telah Disusun Pada kegiatan pembelajaran, guru menyajikan kalimat-kalimat yang sudah disusun secara urut. Kemudian guru meminta siswa untuk menentukan kalimat utama berdasarkan kalimat yang telah disusun sebelumnya. (2) Di Puri Maerocoko, terdapat 35 anjungan dari 35 daerah yang ada di Jawa Tengah. (3) Di setiap anjungannya terdapat rumah adat yang berisi hasil industri dan kerajinan yang dibuat di masingmasing daerah. (4) Selain rumah adat, di sini juga ada miniatur Candi Borobudur, Masjid Agung Kudus, dan lain-lain. (1) Terdapat juga sepeda air, perahu, dan kereta mini untuk pengunjung. Kalimat utama paragraf di atas adalah (2) Di Puri Maerocoko, terdapat 35 anjungan dari 35 daerah yang ada di Jawa Tengah. c. Meningkatkan Pemahaman Isi Bacaan melalui Keterampilan Membaca Intensif Meningkatkan berasal dari kata dasar “tingkat” yang mendapatkan imbuhan me-an yang berarti proses atau cara. Kata “meningkatkan” dalam
34 Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata kerja dengan arti antara lain: (1) menaikkan (derajat, taraf, dsb); mempertinggi; memperhebat (produksi dsb) dan (2) mengangkat diri; memegahkan diri (Depdiknas, 2014: 1470). Makna kata “meningkatkan” tersirat adanya unsur proses yang bertahap dari tahap terendah, tahap menengah, dan tahap akhir demi tercapainya keterampilan yang lebih baik. Pada penelitian ini, peningkatan yang dimaksud adalah proses, cara, dan perbuatan untuk meningkatkan meningkatkan pemahaman siswa kelas IV mengenai isi teks bacaan yang dapat diketahui dari kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks, menemukan kalimat utama setiap paragraf, merangkum isi bacaan, menggunakan kosakata yang sesuai dengan teks bacaan, menyusun kalimat-kalimat menjadi paragraf yang padu, serta menentukan kalimat utama berdasarkan kalimat yang telah disusun. 2. Penerapan Metode Pembelajaran Survey-Question-Read-Recite-Review (SQ3R) dengan Media Cetak a. Metode Pembelajaran Survey-Question-Read-Recite-Review (SQ3R) 1) Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Majid (2011: 136) metode pembelajaran adalah jalan yang kita lalui untuk memberikan pemahaman atau pengertian kepada anak didik, atau segala macam pelajaran yang diberikan. Suhardjo (2006: 89) memaparkan bahwa metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang dilaksanakan untuk mengadakan interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Selaras dengan pendapat Suhardjo, Hamdani (2010: 80) menjelaskan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru menyampaikan pelajaran kepada siswa. Berdasarkan pendapat mengenai definisi metode pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran.
35 2) Macam-macam Metode Pembelajaran Metode pembelajaran, khususnya untuk membaca yang banyak digunakan oleh para pembaca saat ini adalah metode membaca modern. Metode membaca modern sangat tepat digunakan oleh para pembaca, khususnya para siswa, mahasiswa, dan guru. Ada lima metode membaca modern yaitu sebagai berikut (Soedarso, 2010: 59): a) POINT merupakan singkatan dari Purpose-Overview-Interpret-NoteTest. Metode ini ditemukan oleh para pakar bahasa Indonesia dan telah ditetapkan pemakaiannya dalam proses belajar mengajar untuk bidang studi Bahasa Indonesia. b) OK4R, metode ini dianggap sebagai metode sistematik untuk menguasai bab-bab buku pelajaran. OK4R kependekan dari Overview (menyelidiki), Key ideas (ide-ide terkunci), Read (membaca), Recite (menceritakan), Review (mengulangi), dan Reflect (merenungkan). c) SQ3R merupakan kependekan dari Survey, Question, Read, Recite, dan Review. Metode SQ3R merupakan metode yang akan penulis terapkan untuk meningkatkan keterampilan membaca intensif pada siswa kelas IV. 3) Hakikat Metode Survey-Question-Read-Recite-Review (SQ3R) a) Pengertian Metode SQ3R Mengenai metode SQ3R, Tarigan (2008: 55) berpendapat, “...SQ3R adalah suatu metode studi yang mencakup lima tahap: survey, question, read, recite, dan review.” Soedarso (2010: 59) berpendapat bahwa SQ3R merupakan proses membaca yang terdiri dari lima langkah yaitu: survey, question, read, recite, dan review. Menurut Nuriadi (2008: 177), “Metode SQ3R merupakan sebuah sistem yang diterapkan dalam melakukan aktivitas membaca dan/atau belajar berupa survei (survey), bertanya (question), membaca (read), menyatakan kembali (recite), dan mereviu (review)-SQ3R.”
36 Berdasarkan uraian pendapat mengenai definisi metode SQ3R di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode SQ3R merupakan metode membaca yang terdiri dari lima langkah yaitu membaca sekilas (survey), membuat pertanyaan (question), membaca intensif (read), menceritakan kembali (recite), dan mengulang pokok-pokok penting bacaan (review). b) Langkah-langkah Metode SQ3R Soedarso (2010: 60-64) mengemukakan bahwa dalam metode SQ3R menerapkan langkah sebagai berikut: (1) survey yaitu sebelum membaca, terlebih dahulu kita survei bacaan untuk mendapatkan gagasan umum teks yang akan kita baca, (2) question yaitu bersamaan pada saat survei, kita mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya tentang isi bacaan. Gunakan kata-kata siapa, apa, kapan, di mana, atau mengapa, (3) read yaitu kita membaca tulisan itu bagian demi bagian. Sementara kita membaca carilah jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah kita buat berdasarkan topik bacaan, (4) recite yaitu setelah kita selesai membaca satu bagian, berhentilah sejenak. Lalu, kita mencoba untuk mengutarakan kembali hal-hal penting agar tidak mudah lupa, dan (5) review yaitu kita mengulang pokok-pokok penting yang perlu untuk diingat kembali. Tarigan berpendapat bahwa metode SQ3R adalah suatu metode studi yang mencakup lima tahap: (1) survey (penelitian pendahuluan)
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
dengan
pemeriksaan terhadap judul, subjudul, gambar, grafik, diagram, dan lain-lain, (2) question (tanya) merupakan kegiatan penulisan pertanyaan-pertanyaan terhadap teks bacaan, (3) read (baca) merupakan kegiatan membaca dengan menggabungkan ide-ide utama dari serangkaian pikiran-pikiran pokok, (4) recite (ceritakan kembali dengan kata-kata sendiri) merupakan kegiatan merenungkan kembali dan memvisualisasikan dalam bentuk penceritaan kembali, dan (5)
37 review (tinjau kembali) merupakan langkah mengingat kembali yang telah dipelajari (2008: 56-57). Berdasarkan uraian mengenai langkah-langkah metode SQ3R di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode membaca SQ3R berawal dari: (1) survey yaitu guru menjelaskan tentang hal-hal yang harus dihindari saat membaca dalam hati. Kemudian, guru membimbing siswa menyurvei (membaca sekilas) isi teks bacaan, (2) question yaitu guru mengarahkan siswa membuat pertanyaan berdasarkan hasil survei (membaca sekilas), (3) read yaitu guru menugaskan siswa membaca intensif teks bacaan untuk menjawab pertanyaan yang disusun, (4) recite yaitu guru menugaskan siswa menceritakan kembali teks bacaan dengan bahasanya sendiri, dan (5) review yaitu guru membimbing siswa mengulang pokokpokok penting isi bacaan yang perlu untuk diingat kembali. c) Kelebihan dan Kekurangan Metode SQ3R Soedarso (2010: 60-64) berpendapat bahwa kelebihan metode SQ3R antara lain: (1) dapat mempercepat siswa menangkap isi bacaan, mendapatkan abstrak, mengetahui ide-ide yang penting, melihat susunan (organisasi) bahan bacaan tersebut, mendapatkan minat perhatian yang saksama terhadap bacaan, dan memudahkan mengingat lebih banyak serta memahami lebih mudah, (2) membuat cara membaca siswa menjadi lebih aktif dan lebih mudah menangkap gagasan yang ada daripada kalau hanya asal membaca, (3) membuat siswa fokus menemukan gagasan utama bacaan dan dapat menjawab pertanyaan yang telah disusunnya, (4) siswa mampu mengingat lebih lama
poin
penting
bacaan
yang
telah
dibacanya
dengan
mengungkapkan kembali isi bacaan dengan bahasanya sendiri, dan (5) membantu siswa mendapatkan hal-hal penting sebagai hasil dari kegiatan membaca. Gitaviska (2011) berpendapat bahwa kelebihan metode membaca SQ3R antara lain: (1) mendorong siswa untuk lebih
38 memahami isi bacaan, (2) membuat kegiatan membaca siswa langsung terarah pada intisari atau kandungan-kandungan pokok yang tersirat dan tersurat dalam suatu buku atau teks, (3) langkah-langkah yang ditempuh siswa dalam membaca telah menggambarkan prosedur ilmiah, (4) informasi yang dipelajari siswa dapat tersimpan dengan baik dalam sistem memori jangka panjang siswa, (5) sangat tepat digunakan untuk pengajaran pengetahuan yang bersifat deklaratif berupa konsep-konsep, definisi, kaidah-kaidah, dan pengetahuan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, (6) dapat membantu siswa yang daya ingatnya lemah untuk menghafal konsep-konsep pelajaran, (7) mudah diterapkan oleh guru pada semua jenjang pendidikan, (8) mampu membantu siswa dalam peningkatan keterampilan proses bertanya dan mengomunikasikan pengetahuannya, dan (9) dapat menjangkau materi pelajaran dalam cakupan yang luas. Sedangkan kelemahan metode SQ3R antara lain: (1) siswa saat menempuh kelima prosedur pada metode SQ3R pada awalnya akan dirasa berbelit-belit apalagi jika belum terbiasa, (2) tidak dapat diterapkan pada pengajaran prosedural, seperti pada mata pelajaran keterampilan, dan (3) guru sulit melaksanakan jika sumber bacaan tidak tersedia di sekolah. Menurut Ajiji (2012) kelemahan metode SQ3R antara lain: (1) memakan waktu yang banyak, (2) bisanya pembaca enggan mengikuti secara lengkap langkah-langkah metode SQ3R, dan (3) hanya untuk membaca karangan atau buku-buku ilmiah. Pendapat senada juga disampaikan oleh Amalia (2014) bahwa kelemahan metode SQ3R, antara lain: (1) melibatkan siswa secara langsung dan aktif dalam pembelajaran, (2) memperkuat daya ingat, dan (3) siswa cenderung lebih mudah memahami isi bacaan dalam waktu relatif cepat. Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan metode SQ3R di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode SQ3R antara lain: (1) mengembangkan kreativitas bertanya
39 pada siswa, (2) memori yang tersimpan dari hasil membaca melalui penerapan metode SQ3R dapat bertahan lama, (3) siswa lebih kritis, (4) mudah diterapkan
pada semua jenjang pendidikan, (5)
pembelajaran menjadi lebih bermakna, (6) pemahaman mudah didapat oleh siswa, dan (7) dapat menjangkau materi pelajaran yang cakupannya luas. Sedangkan kelemahan metode SQ3R antara lain: (1) memakan waktu yang cukup lama dan (2) tidak semua materi pelajaran cocok dengan metode ini. b. Media Pembelajaran 1) Pengertian Media Pembelajaran Kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Dengan demikian, media pembelajaran merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran (Djamarah & Zain, 2013: 120-121). Media pembelajaran menurut Bringgs (1970) adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta perangsang peserta didik untuk belajar. Sedangkan menurut Gagne (1970) media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang merangsang keinginan untuk belajar (Padmono, 2011: 11). Berdasarkan pendapat mengenai definisi media pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala jenis komponen yang digunakan untuk menyalurkan pesan-pesan dari guru kepada siswa sehingga siswa lebih antusias dalam belajar. 2) Macam-macam Media Pembelajaran Djamarah dan Zain (2013: 124-125) menyebutkan bahwa dilihat dari jenisnya, media dibagi ke dalam: (1) media auditif berupa: kaset, radio, dan piringan hitam, (2) media visual berupa: gambar diam, film rangkai, film bingkai, foto gambar atau lukisan, dan cetakan, dan (3) media audiovisual berupa: film bingkai suara, film rangkai suara, dan kaset video.
40 Menurut Susilana dan Riyana (2007: 13-21) ada beberapa jenis media pembelajaran yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar, antara lain: (1) kelompok pertama meliputi media grafis, media cetak, dan gambar diam, (2) kelompok kedua meliputi media proyeksi diam, (3) kelompok ketiga meliputi media audio, (4) kelompok keempat meliputi media audio visual, (5) kelompok kelima berupa film (motion pictures), (6) kelompok keenam berupa televisi, dan (7) kelompok ketujuh berupa multimedia. Berdasarkan
pendapat
mengenai
macam-macam
media
pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa macam-macam media pembelajaran antara lain: (1) media audio berupa: kaset, radio, piringan hitam, (2) media visual berupa: gambar diam, film rangkai, film bingkai, foto gambar atau lukisan, dan cetakan, dan (3) media audiovisual berupa: film bingkai suara, film rangkai suara, dan kaset video. Adapun jenis media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media visual berupa media cetak. 3) Media Cetak a) Pengertian Media Cetak Menurut Susilana dan Riyana (2007: 14) media cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakan. Media cetak ini menyajikan pesan melalui huruf dan gambar-gambar yang diilustrasikan agar lebih memperjelas pesan atau informasi yang disajikan. Menurut Brawijaya (2014) media cetak mempunyai makna sebuah media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Unsur-unsur utama media cetak adalah tulisan (teks), gambar visualisasi maupun keduanya. Media cetak menurut Barnow adalah segala barang yang dicetak yang ditujukan untuk umum atau untuk suatu publik tertentu, misalnya: surat kabar, majalah, serta segala macam barang cetakan
41 yang ditujukan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi (Brawijaya: 2014). Berdasarkan pendapat mengenai definisi media cetak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media cetak merupakan perantaran pembelajaran yang dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran yang banyak menyimpan pesan tertulis berupa teks bacaan. Adapun media cetak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu koran dan majalah. Media koran dan majalah yang dapat digunakan sebagai media dalam pembelajaran bahasa Indonesia tentang membaca intensif bermacam-macam. Menurut Kamal (2010) macam-macam koran dan majalah yang terbit dengan edisi khusus untuk anak-anak, antara lain: b) Macam-macam Koran (1) Kompas Anak Koran kompas merupakan surat kabar yang mempunyai edisi khusus untuk anak-anak yang terbit setiap hari Minggu berisi macam-macam artikel, puisi, cerpen, dongeng, dan gambar karya pembaca.
Gambar 2.1 Koran Kompas Anak (Sumber: Kamal (2010)) (2) Suara Merdeka Yunior Suara Merdeka adalah surat kabar yang terbit di kota Semarang, Jawa Tengah. Sama seperti Kompas, Suara Merdeka juga memiliki edisi khusus untuk anak-anak yang terbit setiap hari Minggu yaitu Suara Merdeka Yunior.
42
Gambar 2.2 Koran Suara Merdeka Yunior (Sumber: Kamal (2010)) (3) Koran Anak Berani Koran anak berani adalah koran anak yang pertama terbit di Indonesia. Koran ini terbit setiap hari dengan informasi seputar ilmu pengetahuan yang sangat lengkap.
Gambar 2.3 Koran Anak Berani (Sumber: Kamal (2010)) c) Macam-macam Majalah (1) Bobo Bobo merupakan majalah anak-anak yang cukup terkenal di Indonesia. Majalah Bobo terbit satu kali dalam seminggu yaitu pada hari Kamis.
Gambar 2.4 Majalah Bobo (Sumber: Kamal (2010))
43 (2) Mombi SD Mombi SD merupakan majalah anak-anak terbitan Kompas Gramedia. Mombi SD terbit setiap hari Selasa. Mombi SD menyediakan macam-macam artikel yang berhubungan dengan SAINS dan pengetahuan umum.
Gambar 2.5 Majalah Mombi SD (Sumber: Kamal (2010)) Pada penelitian ini, koran dan majalah yang digunakan adalah koran Kompas Anak, koran Suara Merdeka Yunior, dan majalah Bobo. d) Langkah-langkah Penggunaan Media Cetak Menurut Daryanto (2013: 25), langkah-langkah dalam menggunakan media cetak, antara lain: a) Memberikan tugas-tugas yang kontekstual. b) Menampilkan kliping-kliping yang menarik. c) Mengadakan diskusi dengan topik yang berkaitan dengan isi surat kabar dan majalah. d) Memberikan penghargaan kepada siswa. Langkah-langkah penggunaan media cetak pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) membangkitkan motivasi belajar pada siswa dan menyampaikan materi, (2) memberikan tugas-tugas yang kontekstual, dan (3) menampilkan kliping-kliping yang menarik. e) Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak Susilana dan Riyana (2007: 15) mengemukakan kelebihan media cetak antara lain: (1) dapat menyajikan pesan atau informasi
44 dalam jumlah banyak, (2) pesan atau informasi dapat dipelajari oleh siswa sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kecepatan masing-masing siswa, dan (3) media pembelajaran lebih menarik karena dilengkapi dengan gambar dan warna. Sedangkan kekurangannya antara lain: (1) bacaan yang banyak dapat membuat siswa bosan dan (2) apabila kertasnya jelek, media akan mudah cetak rusak dan sobek. Menurut Brawijaya (2014), kelebihan media cetak adalah sebagai berikut: (1) media cetak dapat dibaca berulang-ulang oleh pembaca, (2) dapat dibaca oleh semua orang, (3) dapat dikumpulkan atau dibuat kliping, (4) informasi di dalam media cetak mampu menjelaskan hal-hal yang kompleks, (5) harganya terjangkau untuk semua kalangan, (6) banyak produk keluarannya, misalnya majalah, koran, dan sebagainya, (7) media cetak mudah untuk dibawa bepergian, (8) dapat mempermudah dan mempercepat pemahaman siswa terhadap pesan yang disajikan, (9) dapat dilengkapi dengan warna-warna sehingga lebih menarik perhatian siswa, (10) mampu menyampaikan berbagai informasi yang berkaitan dengan fakta maupun konsep abstrak yang bersifat pengetahuan, keterampilan ataupun sikap, dan (13) penggunaannya mudah, tidak bergantung pada peralatan lain. Sedangkan kelemahan media cetak adalah sebagai berikut: (1) foto dan gambar yang ada terbatas, tidak seperti di media lain, (2) membutuhkan waktu yang lama untuk membaca semua berita sampai selesai, dan (3) apabila penyajiannya tidak menarik akan membuat para pembaca cepat bosan. Berdasarkan pendapat mengenai kelebihan dan kelemahan media cetak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan media cetak antara lain: (1) media cetak mampu menyampaikan berbagai informasi secara lengkap yang dapat digunakan oleh semua orang, (2) penggunaannya mudah dan tidak bergantung kepada peralatan lain, dan (3) kemasan media cetak ringan sehingga memungkinkan peserta didik mudah membawanya saat mereka pergi. Sedangkan kelemahan
45 media cetak yaitu: (1) mudah rusak jika tidak dirawat dengan baik, (2) media cetak yang tebal dapat membuat siswa bosan, dan (3) biaya percetakan akan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi gambar dan foto yang berwarna-warni. c. Penerapan Metode SQ3R dengan Media Cetak Langkah kegiatan pembelajaran dengan metode SQ3R yang dengan media cetak adalah sebagai berikut: (1) survey, penyampaian materi dan pembacaan sekilas teks yang berasal dari kliping koran dan majalah, (2) question, pengerjaan tugas membuat pertanyaan, (3) read, pembentukan kelompok diskusi, pembacaan intensif teks, dan pemberian penghargaan, (4) recite, penceritaan kembali isi teks, dan (5) review, pengulangan pokokpokok penting teks. Uraian selengkapnya mengenai skenario pembelajaran dengan menerapkan langkah-langkah metode SQ3R dengan media cetak dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 167-169. 3. Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Siskalia (2014:1-16) dengan judul “Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Menggunakan Metode Survey Question Read Recite Review di Sekolah Dasar” merupakan penelitian yang relevan. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan metode membaca SQ3R dalam peningkatan kemampuan membaca pemahaman pada siswa kelas V SDN 10 Ngabang, Pontianak. Kesimpulan penelitian ini yaitu penggunaan metode membaca SQ3R yang dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman pada siswa kelas V SDN 10 Ngabang, Pontianak. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata bahasa Indonesia pada materi membaca pemahaman yang meningkat tiap siklusnya. Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada penerapan metode dan aspek yang diteliti. Metode yang diterapkan yaitu metode membaca SQ3R. Pada penelitian Siskalia, aspek yang diteliti adalah tentang membaca pemahaman yang termasuk ke dalam jenis membaca intensif. Perbedaannya adalah terdapat pada subjek penelitian. Pada penelitian Siskalia adalah kelas V sedangkan subjek
46 penelitian ini adalah kelas IV. Lalu pada penelitian Siskalia tidak mengunakan media pembelajaran sedangkan pada penelitian ini didukung oleh penggunaan media pembelajaran berupa media cetak yaitu koran dan majalah. Penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2012:1-11) dengan judul “Penerapan Media Surat Kabar dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca di Kelas V SDN 30 Batu Ampar” merupakan penelitian yang relevan. Kesimpulan penelitian ini yaitu penggunaan media surat kabar dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa kelas V. Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penggunaan media berupa surat kabar (koran) yang termasuk ke dalam contoh media cetak. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian yaitu subjek pada penelitian Saputra adalah kelas V sedangkan subjek penelitian ini adalah kelas IV. Lalu pada penelitian Saputra tidak adanya penggunaan metode pembelajaran sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode pembelajaran yaitu metode SQ3R. Penelitian yang relevan lainnya adalah penelitian yang dilakukakan oleh Al-Ghazo (2015: 92-106) dengan judul “The Effect of SQ3R and Semantic Mapping Strategies on Reading Comprehension Learning among Jordanian University Students”. Penelitian ini menjabarkan tentang pengaruh metode SQ3R dan strategi pemetaan semantik dalam pembelajaran keterampilan membaca pada mahasiswa Universitas Jordania. Kesimpulan penelitian tersebut adalah mahasiswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan metode SQ3R dan strategi pemetaan semantik mengalami perubahan yang signifikan pada hasil keterampilan membaca daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional. Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah terdapat pada metode pembelajarannya yaitu menggunakan metode SQ3R. Perbedaannya adalah pada penelitian Al-Ghazo metode SQ3R didukung dengan strategi pemetaan semantik sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan metode SQ3R didukung dengan media pembelajaran berupa media cetak. Lalu perbedaan lainnya terletak pada subjek penelitian. Subjek pada penelitian Al-Ghazo adalah semua mahasiswa Universitas Jordania sedangkan subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV.
47 Penelitian relevan lainnya adalah penelitian Bhaskar dan Soundiraraj (2014:703-714) yang berjudul “Application of Reading Strategies through Newspaper to Develop the Reading Ability of Engineering Students”. Penelitian ini menjabarkan tentang penerapan strategi membaca dengan media koran untuk meningkatkan keterampilan membaca pada mahasiswa teknik. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah mahasiswa teknik yang mengikuti pembelajaran menggunakan strategi membaca yang didukung media koran dapat meningkatkan hasil belajar pada aspek membaca daripada menggunakan metode pembelajaran konvensional. Persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah terdapat pada media dan aspek yang diteliti. Media yang digunakan berupa media cetak yaitu koran yang termasuk dalam media cetak dan aspek yang diteliti yaitu aspek membaca. Perbedaannya adalah terdapat pada subjek dan tindakan. Pada penelitian Bhaskar dan Soundiraraj, subjek penelitiannya adalah seluruh mahasiswa teknik di Universitas Anna, Chennai, India dengan menggunakan strategi membaca L2 sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan subjeknya adalah kelas IV dengan menggunakan metode SQ3R.
B. Kerangka Berpikir Membaca adalah salah satu aspek keterampilan dalam berbahasa Indonesia. Salah satu materi aspek membaca di kelas IV pada mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah membaca intensif. Keterampilan membaca intensif dapat membantu siswa dalam menggali informasi dan memahami suatu bacaan. Namun, berdasarkan hasil pengamatan awal kegiatan pembelajaran pada siswa kelas IV SD Negeri Tanjungmeru, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia masih berpusat pada guru. Selain itu guru belum menggunakan metode membaca dan media pembelajaran yang inovatif sehingga sampai saat ini sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam menggali informasi dan memahami isi bacaan. Hasilnya adalah siswa menjadi kurang aktif dan kreatif dalam berpikir, serta berinteraksi dengan siswa lain maupun guru saat proses pembelajaran. Selain
48 itu, minat membaca siswa yang tergolong masih rendah membuat siswa kurang terampil dalam kegiatan membaca khususnya membaca intensif sehingga siswa sukar memahami isi teks bacaan yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode membaca yang tepat untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Metode membaca yang dapat menerapkan minat siswa dalam membaca sehingga membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dan membantu siswa dalam memahami isi bacaan banyak macamnya. Metode membaca yang peneliti terapkan dalam penelitian ini adalah metode SQ3R yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca intensif pada siswa kelas IV sehingga siswa mudah dalam memahami isi bacaan. Selain metode pembelajaran, penggunaan media pembelajaran juga memiliki peran yang cukup penting dalam membantu menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa khususnya pada pembelajaran membaca intensif. Salah satu media yang dapat membantu meningkatkan keterampilan membaca intensif siswa adalah media cetak. Media cetak banyak tersedia di sekitar siswa sehingga siswa tidak akan menemui kesulitan untuk mendapatkannya. Selain itu, di dalam media cetak terdapat banyak teks bacaan berupa berita-berita terbaru dan cerita-cerita yang dapat digunakan sebagai sumber bacaan bagi siswa untuk melatih keterampilan membaca intensifnya. Kegiatan pembelajaran dengan metode SQ3R dengan media cetak berawal dari: (1) survey, penyampaian materi dan pembacaan sekilas teks yang berasal dari kliping koran dan majalah, (2) question, pengerjaan tugas membuat pertanyaan, (3) read, pembentukan kelompok diskusi, pembacaan intensif teks, dan pemberian penghargaan, (4) recite, penceritaan kembali isi teks, dan (5) review, pengulangan pokok-pokok penting teks. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Siklus I materinya adalah menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks, dan menentukan kalimat utama setiap paragraf. Siklus II adalah perbaikan dari pelaksanaan siklus I dengan materi yaitu menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks, merangkum isi bacaan,
49 dan menggunakan kosakata yang sesuai dengan teks bacaan. Siklus III merupakan perbaikan dari pelaksanaan siklus II dengan materi yaitu menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks, menyusun kalimat-kalimat menjadi paragraf yang padu, dan menentukan kalimat utama berdasarkan kalimat yang telah disusun. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia menerapkan metode SQ3R dengan media cetak yang diterapkan pada siswa kelas IV dengan langkah yang tepat berguna untuk: (1) meningkatkan minta baca siswa karena menggunakan langkah-langkah membaca yang sistematis dan runtut (2) membuat siswa kreatif, aktif, dan kritis dalam pembelajaran, dan (3) pembelajaran menjadi bermakna dan efektif. Melalui langkah-langkah penerapan metode SQ3R dengan media cetak yang tepat, maka dapat meningkatkan keterampilan membaca intensif siswa sehingga siswa benar-benar memahami isi bacaan dan membuat pembelajaran menjadi bermakna. Penerapan metode SQ3R dengan media cetak untuk meningkatkan keterampilan membaca intensif dilakukan sebanyak tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari dua pertemuan dan disusun berdasarkan skenario yang benar agar hasil belajar Bahasa Indonesia khususnya tentang pemahaman isi teks bacaan dengan membaca intensif dapat mencapai nilai minimal 71.
50 KONDISI \ AWAL
Guru: Guru masih menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran dan belum menggunakan media secara maksimal
Guru:
TINDAKAN
Guru menerapkan metode SQ3R dengan media cetak dengan langkah: (1) survey, penyampaian materi dan pembacaan sekilas teks yang berasal dari kliping koran dan majalah, (2) question, pengerjaan tugas membuat pertanyaan, (3) read, pembentukan kelompok diskusi, pembacaan intensif teks, dan pemberian penghargaan, (4) recite, penceritaan kembali isi teks, dan (5) review, pengulangan pokokpokok penting teks.
Siswa: Siswa kurang memahami isi bacaan Siswa kurang kreatif, kritis, dan aktif Nilai pemahaman isi bacaan belum mencapai KKM
Siklus I Materi: menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks, dan menentukan kalimat utama setiap paragraf Menjawab pertanyaan yang Siklus II berhubungan dengan teks Perbaikan siklus I Materi: menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks, merangkum isi bacaan, dan menggunakan kosakata yang sesuai dengan teks bacaan Siklus III Menjawab pertanyaan yang Perbaikan siklus II berhubungan dengan teks Materi: menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan teks, menyusun kalimat-kalimat menjadi paragraf yang padu, dan menentukan kalimat utama berdasarkan kalimat yang telah disusun Siswa:
KONDISI AKHIR
Keterampilan membaca intensif siswa dapat memahami isi bacaan dengan baik, serta dapat meningkatkan nilai siswa di atas KKM yaitu 71
Minat membaca siswa meningkat Menjawab pertanyaan yang Siswa menjadi kreatif, kritis, dan berhubungan dengan teks aktif Pembelajaran menjadi bermakna dan efektif
Skema 2.6. Kerangka Pemikiran Penerapan Metode SQ3R dengan Media Cetak
51 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu “Jika penerapan metode pembelajaran Survey-Question-Read-Recite-Review (SQ3R) dengan media cetak dilaksanakan dengan prosedur yang benar, maka dapat meningkatkan keterampilan membaca intensif pada siswa kelas IV SD Negeri Tanjungmeru tahun ajaran 2015/2016”.