BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Go To Your Post a. Pengertian Model Istilah “model” dapat dipahami sebagai suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Selain itu istilah “model” juga dapat dipahami sebagai suatu barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya (Syaiful Sagala, 2010: 62). Selanjutnya, Imas Kurinasih (2014: 28) berpendapat bahwa “model atau desain atau bisa juga berarti pola, contoh, acuan, panduan dari sesuatu yang dihasilkan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan model sebagai pola (contoh, acuan, ragam dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan”. Menurut Sri Anitah (2009: 45), “model adalah suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu”. Mills dalam Suprijono (2013: 45) mengemukakan bahwa “model adalah bentuk presentasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Selanjutnya, Dewi S Prawiradilaga (2009: 33), mengemukakan bahwa “istilah model dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran”. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Muhammad Rohman dan Sri Amri (2013: 197) menjelaskan bahwa “model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media dan evaluasi”. Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model adalah pola atau kerangka pikir yang digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan suatu kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 11
12 b. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata “belajar”. Pengertian belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. John Dewey dalam Dimyati dan Mudjiono (2010: 44) mengemukakan bahwa “belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan oleh siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswanya sendiri”. Oemar Hamalik (2013: 27) mengemukakan bahwa: Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Wina Sanjaya (2014: 107) berpendapat bahwa “belajar adalah proses berpikir yang menekankan pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungan”. Masih menurut Wina Sanjaya (2012: 112) “belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, melainkan proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga memunculkan perubahan tingkah laku”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses atau suatu kegiatan untuk mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungan guna merubah tingkah laku siswa sesuai dengan pengalaman yang dialaminya. Bambang Warsita (2008: 265) menjelaskan bahwa “pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut “instructus” atau “instruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran.
13 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan pembelajaran sebagai “proses, cara atau perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. Pembelajaran menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) angka 20 adalah proses interaksi peseta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selanjutnya, Sardiman dalam Bambang Warsita (2008: 266) mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik”. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Gagne dan Briggs dalam Bambang Warsita (2008: 266) berpendapat bahwa “pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses terencana dalam memanipulasi sumber belajar yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik pada suatu lingkungan belajar. Kimble dan Garmezy dalam Thobroni dan Mustofa (2012: 18) berpendapat bahwa “pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktek yang diulang-ulang”. Selanjutnya, Rombepajung dalam Thobroni dan Mustofa (2012: 18) berpendapat bahwa “pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman atau pengajaran”. Definisi pembelajaran menurut Thobroni dan Mustofa (2012: 18) adalah “usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya”.
14 Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya guna merubah perilaku melalui pelajaran, pengalaman atau pengajaran yang mereka dapatkan.
c. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru atau dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Winarno, 2012: 75). Joyce dkk dalam Warsono dan Hariyanto (2012: 172) mengatakan bahwa: Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn”. Penerapan model pengajaran guru membantu para siswa untuk memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai, cara berpikir, cara mengekpresikan diri, serta mengajar tentang bagaimana cara belajar. Selanjutnya, Agus Suprijono (2009: 45) berpendapat bahwa: Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasionalnya di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Joyce dan Weil dalam Huda (2013: 73) mengemukakan “model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk menggambarkan atau membentuk kurikulum, mendesain atau merancang materi pembelajaran, dan memadukan proses pembelajaran di dalam kelas dengan latar (setting) yang berbeda”.
15 Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru untuk mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Winataputra dalam Syaiful Sagala (2010: 62-63) berpendapat bahwa “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan belajar dan mengajar”. Secara lebih jelas, Richard I Arends dalam Warsono dan Hariyanto (2012: 173) menyatakan bahwa “the term of teaching models refers to a particular approach to instruction that includes its glows, syntax, environment, and management system”. Model pembelajaran mengacu pada sebuah pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem manajemennya. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Agus N Cahyo (2013: 99) mengartikan bahwa: Model pembelajaran adalah prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan untuk merancang pembelajaran. Dengan kata lain, praktisnya model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam ruang kelas dan untuk menyusun materi pengajaran. Jadi sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Wina Sanjaya (2012: 160) mengemukakan bahwa pada dasarnya, pengertian dari pengalaman belajar (learning experiences) adalah “sejumlah aktivitas siswa yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan kompetensi baru sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai”. Joyce dalam Hamruni (2012: 5) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah “suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
16 pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain”. Selanjutnya, Soekamto dalam Hamruni (2012: 6) mengemukakan bahwa: Maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan befungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru berupa rencana atau pola yang digunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam ruang kelas dan untuk menyusun materi pengajaran.
d. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Model pembelajaran mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan strategi, metode dan pendekatan. Model pembelajaran memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan strtegi ataupun metode. Hal tersebut seperti apa yang dikemukakan oleh Winarno (2012: 75) bahwa “model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran”. Abdul Aziz Wahab (2007: 54) mengemukakan bahwa pada umumnya model-model mengajar yang baik memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5)
Memiliki prosedur yang sistematis; Hasil belajar ditetapkan secara khusus; Penetapan lingkungan secara khusus; Ukuran keberhasilan; Interaksi dengan lingkungan.
Sementara itu, Ngalimun (2012 : 29) mengemukakan bahwa ciri-ciri model pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Rasional teoretik yang logis, disusun oleh penciptanya atau pengembangnya;
17 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 3) Tingkah laku yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil; 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Berdasarkan kedua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri model pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Memiliki prosedur yang sistematis; 2) Rasional
teoretik
yang
logis,
disusun
oleh
penciptanya
atau
pengembangnya; 3) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 4) Tingkah laku yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil; 5) Interaksi dengan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
e. Ragam Model Pembelajaran Lapp, Bender, Ellenwood & John dalam Aunurrahman (2014: 147) berpendapat bahwa berbagai aktivitas atau keaktifan belajar mengajar dapat dijabarkan berdasarkan empat model yaitu: 1) The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan peranannya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajikan; 2) The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa; 3) The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya; 4) The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdependensi antara guru dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran.
18 Sementara
Stalling
dalam
Aunurrahman
(2014:
147-148)
mengemukakan bahwa terdapat 5 model dalam pembelajaran yaitu: 1) The Exploratory Model. Model ini pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan interdependensi siswa; 2) The Group Process Model. Model ini utamanya diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan bekerja sama antara siswa; 3) The Delevopment Cognitive Model. Model ini menitikberatkan pengembangan keterampilan kognitif; 4) The Programmed Model. Model ini menitikberatkan pengembangan keterampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku; 5) The Fundamental Model. Model ini menitikberatkan untuk mengembangkan keterampilan dasar melalui pengetahuan faktual. Berdasarkan pembagian model yang dikemukakan oleh Lapp, Bender, Ellenwood & John di atas, maka model pembelajaran go to your post termasuk ke dalam The Interaction Model karena menitikberatkan pola interdependensi antara guru dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, berdasarkan pembagian model pembelajaran yang dikemukakan oleh Stalling maka model pembelajaran go to your post termasuk ke dalam The Group Process Model dimana tujuan utamanya diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan bekerja sama antara siswa. Pada dasarnya, model pembelajaran memiliki berbagai macam kelompok yang pemakaiannya disesuaikan dengan kebutuhan kelas. Joyce dan Weil dalam Sutikno (2013: 59) membagi model pembelajaran menjadi empat macam yaitu sebagai berikut: 1) Kelompok Model Pembelajaran Perilaku (Behavioral System Family); 2) Kelompok Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi (Information Processing Family); 3) Kelompok Model Pembelajaran Interaksi Sosial (Social Family); 4) Kelompok Model Pembelajaran Personal (Personal Family).
19 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka model pembelajaran go to your post termasuk ke dalam kelompok model pembelajaran interaksi sosial (social family). Hal ini dikarenakan model pembelajaran go to your post berusaha membangun kemampuan berpartisipasi baik melalui kegiatan mengemukakan pendapat atau keterlibatan aktif peserta didik dalam kegiatan diskusi kelompok, penugasan peta konsep hingga presentasi topik pembelajaran. Tahapan atau langkah yang dilakukan dalam model pembelajaran ini dikerjakan secara bersama-sama sehingga menuntut masing-masing siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan interaksi di antara mereka. Terkait dengan model pembelajaran interaksi sosial (social family), Joyce, Bruce dkk (2011: 28) menjelaskan bahwa: When we work together, we generate a collective energy that we call sinergy. The social models of teaching are constructed to take advantage of this phenomenon by building learning communities. Essentially, classroom management is a matter of developing cooperative relationship in the classroom. The delevopment of positive school cultures is process of develoing integratif and productive way of interacting and norms that support vigorous learning activity. Ketika kita bekerja sama, kita menghasilkan sebuah kumpulan energi yang kita sebut sinergi. Model pembelajaran interaksi sosial dibangun untuk mengambil manfaat dari kejadian ini dengan membangun pembelajaran kelompok. Pada pokoknya, pengelolaan ruang kelas adalah persoalan dari pembangunan hubungan kerja sama dalam ruang kelas. Pembangunan dari budaya sekolah positif adalah proses pembangunan kesatuan dan cara menghasilkan interaksi dan aturan-aturan yang mendukung aktivitas belajar yang penuh semangat. Jadi pada pokoknya, melalui model pembelajaran go to your post yang termasuk ke dalam kelompok model pembelajaran interaksi sosial (social family), siswa akan saling berinteraksi baik dengan teman maupun guru. Melalui interaksi tersebut pembelajaran dapat mewujudkan berbagai macam aktivitas belajar yang penuh semangat.
20 f. Pengertian Model Pembelajaran Go To Your Post Mel Silberman (2009: 88) mengemukakan bahwa go to your post (bergerak ke arah yang dipilih) adalah sebuah strategi terkenal untuk menggabungkan gerakan fisik pada permulaan suatu pelajaran dan cukup fleksibel untuk digunakan bagi bermacam kegiatan yang dirancang untuk merangsang minat awal dalam materi pembelajaran. Sementara itu, Asis Saefudin dan Ika Berdiati (2014: 160-164) mengemukakan bahwa: Untuk memotivasi peserta didik mengembangkan kompetensinya maka pembelajaran dengan tipe Go To Your Post dapat diterapkan. Pada awal pembelajaran, guru memotivasi peserta didik untuk mengekplorasi dengan beberapa topik yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh peserta didik dengan menempel topik-topik tersebut di dinding kelas. Peserta didik bergerak ke arah topik yang dipilih, yang menarik, yang disenangi atau yang dikenal olehnya. Dengan demikian peserta didik memulai belajar dengan topik yang dipilihnya. Pembelajaran dapat dilakukan diluar kelas, di lapangan, halaman atau aula sekolah. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Asis Saefudin dan Ika Berdiati dapat dimaknai bahwa Go To Your Post adalah sebuah sebuah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam mengekplorasi berbagai topik pembelajaran sesuai minatnya masing-masing. Melalui model pembelajaran Go To Your Post, peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber diantaranya; guru dan lingkungan, perpustakaan, buku materi, buku penunjang serta internet. Media pembelajaran yang digunakan dalam model pembelajaran Go To Your Post dapat berupa tayangan video atau power point dengan menggunakan alat laptop/komputer dan LCD. Peserta didik juga dapat menggunakan foto-foto, gambar-gambar, kertas karton, flipcard, kalender bekas atau media tempel lainnya untuk mempresentasikan hasil studinya. Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa go to your post (bergerak ke arah yang dipilih) adalah sebuah model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dengan cara mengekplorasi berbagai macam topik terkait materi pembelajaran
21
g. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Go To Your Post Setiap model pembelajaran tentu mempunyai langkah-langkah dalam pelaksanaannya. Mel Silberman (2009: 88-89) mengemukakan prosedur pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran go to your post adalah sebagai berikut: 1) Meletakkan tanda-tanda di sekitar kelas, bisa menggunakan dua tanda untuk menciptakan dua pilihan yang dikotomis atau beberapa tanda untuk memberikan lebih banyak pilihan; 2) Tanda-tanda ini dapat menunjukkan berbagai macam preferensi seperti: a) Topik-topik atau keterampilan-keterampilan minat/perhatian bagi peserta didik; b) Pertanyaan pertanyaan menurut isi pelajaran; c) Solusi-solusi yang berbeda terhadap masalah yang sama; d) Nilai-nilai berbeda; e) Karakteristik atau gaya personal yang berbeda beda; f) Pengarang yang berbeda-beda atau orang-orang terkenal di suatu bidang; g) Kutipan, peribahasa atau ayat-ayat yang berbeda dalam suatu teks. 3) Meminta peserta didik untuk melihat tanda-tanda itu dan memilih satu; 4) Membuat sub-sub kelompok untuk berdiskusi mengenai alasan mereka menempatkan diri dengan tanda mereka kemudian meminta seorang wakil dari kelompok menyimpulkan alasannya. Mel Silberman (2009: 88-89) mengemukakan bahwa pelaksanaan model pembelajaran go to your post ini dapat divariasikan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Memasangkan peserta didik dengan preferensi yang berbeda dan meminta mereka membandingkan pandangan-pandangan atau menciptakan sebuah diskusi panel dari masing-masing kelompok preferensi; 2) Meminta masing-masing kelompok preferensi untuk ikut serta membuat sesuatu preferensi, iklan atau mempersiapkan sebuah lakon yang memberi saran preferensi mereka.
22 Hampir sama dengan apa yang dikemukakan sebelumnya, Asis Saefudin dan Ika Berdiati (2014: 162-163) mengemukakan bahwa langkahlangkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran go to your post adalah sebagai berikut: 1) Kegiatan awal, terdiri dari: a) Pembelajaran dimulai dengan berdoa; b) Peserta didik beserta guru membuat permainan yang menarik untuk menyemangati peserta didik; c) Peserta didik dinformasikan tujuan pembelajaran dan pentingnya materi dipelajari; d) Guru menginformasikan aturan main dan penilaian yang akan dilaksanakan selama pembelajaran. 2) Kegiatan Inti, terdiri dari: a) Peserta didik mempelajari materi yang akan dibahas melalui berbagai sumber; b) Peserta didik berdiskusi mengembangkan pengetahuan tentang materi yang dipelajari dari berbagai sumber belajar; c) Guru menempel kertas warna berisi tulisan topik-topik dan subtopik yang akan dibahas dibagian-bagian dinding kelas; d) Peserta didik diminta bergerak dan berdiri ke arah topik yang dipilih (go to your post); e) Setelah peserta didik memilih dan berkelompok sesuai dengan topik yang dipilihnya, guru meminta peserta didik dalam berdiskusi tentang topik tersebut dan berbagi tugas untuk mengumpulkan informasi berupa foto atau gambar; f) Guru menugasi peserta didik secara berkelompok membuat artikel atau makalah tentang topik dilengkapi dengan gambar dan foto-foto; g) Peserta didik dalam kelompok mempresentasikan hasil studi kelompoknya; h) Peserta didik dari kelompok lain mengkritisi hasil presentasi kelompok yang tampil; i) Peserta didik dan guru mengomentari dan mengklarifikasi hasil presentasi; j) Selama pembelajaran guru melakukan penilaian. 3) Kegiatan Penutup Guru merefleksi pembelajaran dan memberi umpan balik agar peserta didik termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran lebih baik lagi.
23 Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran go to your post adalah sebagai berikut : 1) Peserta didik mempelajari materi yang akan dibahas melalui berbagai sumber (buku siswa, modul dan sebagainya); 2) Meletakkan tanda-tanda (topik) di sekitar kelas kemudian peserta didik diminta bergerak dan berdiri ke arah topik yang dipilih (go to your post). Tanda-tanda tersebut dapat menunjukkan berbagai macam pilihan, diantaranya; topik-topik atau keterampilan-keterampilan minat/perhatian bagi peserta didik, pertanyaan pertanyaan menurut isi pelajaran dan solusi-solusi yang berbeda terhadap masalah yang sama; 3) Peserta didik yang telah mengelompok berdasarkan topik yang dipilihnya diminta untuk untuk mendiskusikan topik tersebut; 4) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusinya sementara peserta didik dari kelompok lain mengkritisi hasil presentasi kelompok yang tampil; 5) Peserta didik dan guru mengomentari dan mengklarifikasi hasil presentasi. h. Definisi Konseptual Model Pembelajaran Go To Your Post Go To Your Post (bergerak ke arah yang dipilih) adalah sebuah model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dengan cara mengekplorasi berbagai macam topik terkait materi pembelajaran. i. Definisi Operasional Model Pembelajaran Go To Your Post Berdasarkan definisi konseptual yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti mengambil rumusan indikator dari model pembelajaran go to your post untuk digunakan sebagai isi dari definisi operasional. Definisi operasional model pembelajaran Go To Your Post adalah sebagai berikut: 1) Peserta didik mempelajari materi yang akan dibahas melalui berbagai sumber (buku siswa, modul dan sebagainya); 2) Meletakkan tanda-tanda (topik) di sekitar kelas kemudian peserta didik diminta bergerak dan berdiri ke arah topik yang dipilih (go to your post);
24 3) Peserta didik yang telah mengelompok berdasarkan topik yang dipilihnya diminta untuk untuk mendiskusikan topik tersebut; 4) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusinya sementara peserta didik dari kelompok lain mengkritisi hasil presentasi kelompok yang tampil; 5) Peserta didik dan guru mengomentari dan mengklarifikasi hasil presentasi.
2. Tinjauan Tentang Keaktifan Siswa a. Pengertian Keaktifan Siswa Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aktif berarti giat (bekerja, berusaha) sedangkan keaktifan berarti kegiatan atau kesibukan. Masih menurut KBBI, aktivitas diartikan sebagai keaktifan atau kegiatan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan memiliki pengertian yang sama dengan aktivitas yaitu suatu kegiatan atau kesibukan. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001: 98). Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Anton M Mulyono dalam Kurniawati (2009: 12) mengemukakan bahwa keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah kesgiatan yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti berbuat maupun mental seperti berpikir yang keduanya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Keaktifan siswa tentu akan selalu berkaitan dengan kegiatan belajar mereka di dalam kelas. Thomas M Risk dalam Ahmad Rohani (2010: 7) dalam bukunya Principles and Practices of Teaching mengemukakan tentang belajar mengajar sebagai berikut: “teaching is guidance of learning experiences” (mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar). Pengalaman belajar hanya mungkin diperoleh peserta didik apabila peserta
25 didik itu dengan keaktifannya sendiri bereaksi terhadap lingkungannya (siswa aktif). Pengalaman belajar akan menjadi bermakna tentunya apabila peserta didik menempatkan dirinya sebagai pihak yang aktif dan tanggap terhadap lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan pengalaman belajar, Ahmadi dan Supriyono (2004: 207) memaparkan keaktifan siswa sebagai keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam kegiatan belajar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Dimyati dan Mudjiono (2010: 44) mengemukakan bahwa: Kecenderungan psikologi dewasa ini menunjukkan bahwa anak adalah makhuk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. Mc Keachie dalam Dimyati dan Mudjiono (2010: 45) mengemukakan bahwa “berkenaan dengan adanya prinsip keaktifan, individu merupakan manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu sosial”. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hal belajar, siswa harus aktif memulai, berinisiatif dan mencari jawaban atas keingintahuannya sendiri. Mel Silberman (2010: 9) menggambarkan bahwa: Saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan berbagai permasalahan dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan keterlibatan secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik, harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan dan mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu diperlukan oleh siswa untuk melakukan kegiatan menggambarkannya sendiri, mencontohkan, mencobakan keterampilan dan melaksanakan tugas sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Sependapat dengan sebelumnya, Glasgow dalam Hamdani (2011: 109) berpendapat bahwa: Belajar aktif adalah saat siswa berusaha sungguh-sungguh untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar pada cara belajarnya sendiri. Mereka mengambil peran yang lebih dinamis dalam
26 menentukan bagaimana dan apa yang mereka akan ketahui, apa yang seharusnya mereka bisa lakukan dan bagaimana mereka akan melakukannya. Peran mereka berkembang lebih jauh ke pengelolaan pendidikan diri dan memotivasi diri menjadi kekuatan lebih besar dari belakang. Modell and Michael dalam Hamdani (2011: 109) berpendapat bahwa “belajar aktif berkaitan dengan lingkungan belajar aktif sebagai suatu lingkungan yang mendorong siswa untuk ikut terlibat secara individual di dalam proses membangun model dan mental mereka dari informasi yang mereka peroleh”. Sejalan pendapat tersebut, UC Davis TAC dalam Hamdani (2011: 109) berpendapat bahwa “belajar aktif adalah suatu pendekatan belajar yang melibatkan siswa sebagai gurunya sendiri”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar aktif adalah suatu keadaan dimana siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk membangun informasi yang mereka peroleh. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Ahmad Rohani (2010: 7-8) mengemukakan bahwa: Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) ialah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal sekaligus mengikuti proses pengajaran secara aktif, ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan, mengasosiasikan ketentuan satu dengan lainnya, dan sebagainya. Kegiatan/keaktifan jasmani fisik sebagai kegiatan tampak bila peserta didik sedang mengamati dengan teliti, memecahkan persolan, dan mengambil keputusan dan sebagainya. Pada saat peserta didik aktif jasmaninya dengan sendirinya ia akan aktif jiwanya begitu sebaliknya. Keduanya merupakan satu kesatuan.
27 Ahmad Rohani (2010: 9) menguraikan jenis aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan seberapa besar hasil yang mereka peroleh menurut dengan tabel seperti berikut: Tabel 2.1 Aktivitas dan hasil belajar Aktivitas Mendengar Ditambah melihat Ditambah berbuat
Hasil ± 15 % ± 55 % ± 90 %
Tabel di atas menunjukkan bahwa semakin banyak keterlibatan (aktivitas) peserta didik maka akan semakin tinggi hasil belajar yang mereka dapatkan, begitu pula sebaliknya. Dimyati dan Mudjiono (2010: 51) mengemukakan bahwa: Sebagai “primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pendapat di atas, keaktifan siswa sangat diperlukan baik dalam kegiatan pembelajaran maupun tindak lanjut setelahnya. Siswa dengan keaktifan yang tinggi akan melakukan berbagai macam tindakan dalam hal belajar sehingga mereka dapat memperoleh hasil belajar yang lebih maksimal. Hal ini seperti apa yang dikemukakan Wina Sanjaya (2012: 170) bahwa: Belajar bukanlah sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi”. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik tetapi juga meliputi aktivitas psikis seperti aktivitas mental. Misalkan ketika guru berceramah, sebenarnya dalam proses berceramah, guru harus mendorong siswa agar siswa memiliki pengalaman belajar yang
28 bukan hanya sekedar menjelaskan penjelasan guru, tetapi juga agar siswa memiliki pengalaman untuk menghayati materi pelajaran yang dituturkan melalui proses menyimak dan meragukan tentang segala sesuatu yang dituturkan, sehingga dari keraguan itu memunculkan keinginan siswa untuk memperdalam materi pelajaran. Pendapat dari Wina Sanjaya di atas menegaskan bahwa siswa dituntut keterlibatannya secara fisik dan mental selama proses pembelajaran berlangsung. Keterlibatan ini akan berimplikasi pada pengalaman belajar yang mereka dapatkan sehingga membuat pembelajaran menjadi aktif dan bermakna. Untuk melihat terwujudnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar terdapat beberapa indikator cara belajar siswa aktif. Melalui indikator cara belajar siswa aktif dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar. Indikator tersebut yaitu: 1) Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan dan permasalahannya; 2) Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar; 3) Penampilan berbagai usaha/kekreatifan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya; 4) Kebebasan melakukan hal tersebut tanpa tekanan guru/ pihak lainnya. (Nana Sudjana, 2010: 21) Selanjutnya, Nana Sudjana (2010: 61) mengemukakan bahwa keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; 2) Terlibat dalam pemecahan masalah; 3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; 4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; 5) Melaksanakan diskusi kelompok; 6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya; 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah; 8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
29 Selanjutnya mengenai siswa, Wina Sanjaya (2012: 17) mengemukakan bahwa “siswa merupakan organisme unik yang berkembang sesuai tahap perkembangannya”. Sementara itu, Sardiman (2014: 111) menjelaskan bahwa: Siswa adalah salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Siswa atau anak didiklah yang menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Di dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau anak didik itu akan menjadi proses penentu sehingga menuntut untuk dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Muhammad Rohman dan Sri Amri (2013: 31) berpendapat bahwa “siswa adalah organisme unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya”. Masih menurut Muhammad Rohman dan Sri Amri (2013: 31), “ peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar”. Selanjutnya, Oemar Hamalik (2010: 22) mengemukakan bahwa “siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah”. Masih menurut Oemar Hamalik (2013: 170) “siswa adalah suatu organisme hidup dengan beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang sedang berkembang”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar dengan beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang sedang berkembang. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar yang tidak hanya melibatkan kemampuan fisik tetapi juga psikis. Indikator keaktifan siswa meliputi: turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, melaksanakan diskusi kelompok, menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah serta kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
30 b. Jenis-Jenis Keaktifan Siswa Keaktifan memiliki beragam bentuk mulai dari kegiatan fisik seperti membaca, mendengar, menulis dan kegiatan psikis seperti menggunakan khasanah pengetahuan dalam memecahkan masalah, membandingkan konsep serta menyimpulkan hasil percobaan (Dimyati dan Mudjiono, 2010: 45). Paul
B
Diedrich
dalam
Oemar
Hamalik
(2013:
172-173)
menggolongkan keaktifan atau aktivitas siswa menjadi sebagai berikut: 1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain; 2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi; 3) Listening activities, sebagai contoh misalnya: mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato; 4) Writing activities, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin; 5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram; 6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak; 7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan; 8) Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Penggolongan di atas menunjukkan bahwa aktivitas siswa di sekolah sebenarnya cukup kompleks dan variatif. Apabila berbagai macam kegiatan tersebut dapat dilakukan maka sekolah akan menjadi lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal.
31 c. Manfaat Keaktifan Siswa Pembelajaran yang dilakukan dengan melibatkan siswa tentu akan memiliki dampak positif bagi siswa. Oemar Hamalik (2014: 91) mengemukakan bahwa manfaat aktivitas atau keaktifan bagi pengajaran siswa adalah sebagai berikut: 1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri; 2) Berbuat sendiri akan mengembangkan aspek pribadi siswa secara integral; 3) Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok; 4) Para siswa bekerja menurut minat dan kemauannya sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual; 5) Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat; 6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa; 7) Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan pemikiran kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme; 8) Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika. Kedelapan manfaat tersebut akan dapat dirasakan oleh siswa dalam pembelajaran apabila tenaga pendidik atau guru yang bersangkutan menerapkan bentuk pembelajaran aktif. Melalui pembelajaran aktif, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan namun juga dapat memperkaya pengalaman belajar serta melatih kerja sama dalam kehidupan sosial mereka.
d. Keaktifan Siswa ditinjau dari Kompetensi Pedagogik Guru Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 menerangkan bahwa terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial dan (4) kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
32 penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesionl dalam menjalankan fungsi sebagai guru. Selanjutnya, di dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Penjabaran mengenai kompetensi terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Berdasarkan peraturan tersebut, jabaran dari kompetensi pedagogik guru adalah sebagai berikut: a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual; b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu; d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik; e. Memanfaatkan teknologi informasai dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik; f. Memfasilitasi pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; g. Berkomunikasi secara efektif, empati, dan santun degan peserta didik; h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar; i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran; j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Melihat penjabaran dari kompetensi pedagogik guru, maka sudah selayaknya apabila guru dituntut untuk mampu mewujudkan keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan tersebut antara lain akan dipengaruhi oleh kemampuan guru untuk memahami karakteristik peserta didik, penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan
kurikulum,
menggunakan
IPTEK,
serta
kemampuan
berkomunikasi. Apabila guru memiliki kemampuan tersebut maka guru dapat
33 melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa sehingga siswa mampu terlibat dalam pembelajaran guna mewujudkan suatu bentuk pembelajaran yang aktif.
e. Tinjauan Tentang Kompetensi Dasar Memahami Sistem Hukum dan Peradilan Nasional dalam Lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia 1) Pengertian Kompetensi Husamah dan Yanur (2013: 80) mengemukakan bahwa “kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan sesuai standar kinerja yang diisyaratkan. Wina Sanjaya (2012: 133) berpendapat bahwa: Kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kegiatan berpikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari. Charles E Johson dalam Wina Sanjaya (2014: 17-18) menyatakan bahwa: Competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition”. Kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggungawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan. Nana Sudjana dalam Muhammad Rohman dan Sri Amri (2013: 183) menjelaskan bahwa “kompetensi adalah seperangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang harus dikuasai dan dimiliki dalam rangka melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab pekerjaan atau jabatan yang disandangnya”. Nurhadi dalam Muhammad Rohman dan Sri Amri (2013: 183) mengemukakan bahwa “kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
34 Berdasarkan ketiga pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kegiatan berpikir dan bertindak guna mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Pengertian Kompetensi Dasar Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik dalam hal penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Dengan demikian dalam suatu mata pelajaran terdapat beberapa kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik (Wina Sanjaya, 2012: 136). Selanjutnya, Abdul Majid (2014: 43) mengemukakan bahwa “kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai peserta didik untuk menunjukkan bahwa siswa telah menguasai standar kompetensi”. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi dasar adalah kemampuan minimal meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai peserta didik dalam hal penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. 3) Sistem Wina Sanjaya (2014: 3) mengemukakan bahwa “sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan”. Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri atas komponen-komponen atau unsur-unsur yang satu sama lain berbeda. Akan tetapi, unsur-unsur dalam sistem tersebut saling berkaitan dalam suatu pola atau model yang mantap
sehingga
dapat
diterapkan
secara
konsisten.
(sumber:
35 http://www.edukasippkn.com/2015/09/pengertian-sistem-hukumasional.html, diakses pada tanggal 4 Februari 2016 pukul 11.32 WIB). Sejalan
dengan
Wina
Sanjaya,
Oemar
Hamalik
(2003:
1)
mengemukakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau unsurunsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Sistem dapat diartikan sebagai satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Dari konsep tersebut, ada tiga ciri utama sistem. Pertama, suatu sistem memiliki tujuan tertentu. Tujuan inilah yang akan menggerakkan sistem. Kedua, untuk mencapai tujuan sebuah sistem memiliki fungsifungsi tertentu. Fungsi inilah yang terus menerus berproses hingga tercapainya tujuan. Ketiga, untuk menggerakkan fungsi, suatu sistem harus ditunjang oleh berbagai komponen. Keberadaan komponen beserta fungsinya memiliki kedudukan sangat penting. Dapat dipastikan, tidak mungkin ada sistem tanpa ada komponen (Wina Sanjaya, 2012: 2-4). Muhammad Rohman dan Sri Amri (2013: 2) berpendapat bahwa “sistem adalah suatu kebulatan keseluruhan
yang kompleks/terorganisir:
suatu himpunan atau perpaduan hal/bagian yang membentuk suatu kebulatan yang utuh. Sistem merupakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan”. Briggs dalam Fatah Syukur (2008: 32) berpendapat bahwa “sistem adalah rencana kerja yang terpadu dari semua komponen sistem yang dirancang untuk memecahkan suatu masalah/memenuhi suatu kebutuhan tertentu”. Apabila ditinjau dari sudut pandang PKn maka didalam sistemnya terdapat tiga buah komponen yang meliputi civic konowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic values/ civic disposition (karakter kewarganegaraan) dan civic skill (keterampilan kewarganegaraan).
36 Winarno dan Wijianto (2010: 50) menyatakan bahwa dalam pendidikan kewarganegaraan terdapat tiga komponen yaitu: 1) Civic knowledge berkenaan dengan apa yang perlu diketahui dan dipahami secara layak oleh warga negara; 2) Civic values/disposition berkenaan dengan sifat dan karakter yang baik dari seorang warga negara baik secara pribadi maupun secara publik; 3) Civic skill berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga negara bagi kelangsungan bangsa dan negara. Civic skill meliputi keterampilan intelektual dan ketrampilan partisipasi. Ketiga komponen dalam PKn tersebut saling berkaitan satu sama lain (tidak dapat dipisahkan) untuk dapat mewujudkan tujuan bersama yaitu membentuk warga negara yang baik. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan secara optimal sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.
4) Hukum Hukum memiliki bidang cakupan yang sangat luas. Setiap sektor kehidupan manusia tentu diiringi dengan hukum untuk menciptakan ketertiban. Akibatnya,
terdapat bermacam-macam pengertian hukum,
tergantung dari sudut pandangnya. E. Utrecht dalam Ishaq (2008: 3) mengemukakan bahwa “hukum adalah petunjuk hidup dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, E. Meyers dalam Yulies Tiena Masriani (2012: 7) mengemukakan bahwa “hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melakukan tugasnya”.
37 Selanjutnya, Immanuel Kant dalam Yulies Tiena Masriani (2012: 7) mengemukakan bahwa “hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas orang lain, menuruti peratuan hukum tentang kemerdekaan. Sementara itu J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto menjelaskan bahwa: Hukum itu adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, serta terhadap pelanggaran-pelanggaran dikenai tindakan-tindakan hukum tertentu (sumber: http://www.edukasippkn.com/2015/09/pengertian-sistemhukum-nasional.html, diakses pada tanggal 4 Februari 2016 pukul 11.37 WIB). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum adalah seperangkat aturan bersifat memaksa yang berisi perintah atau larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang untuk mengatur tingkah laku manusia dan bagi pelanggarnya akan dikenakan hukuman tertentu. 5) Sistem Hukum Nasional Sudikno Merto Kusumo (1991: 102) menyatakan bahwa “sistem hukum merupakan kesatuan unsur-unsur yaitu peraturan, penetapan, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah dan sebagainya”. Masih menurut Sudikno Merto Kusumo (1991: 103), “sistem hukum pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang hakiki dan terbagibagi dalam bagian-bagian, di mana setiap masalah atau persoalan menemukan sendiri penyelesaiannya”. J.H
Merryman
dalam
Ade
Maman
Suherman
(2008:
11)
mengemukakan bahwa “Legal system is an operating set of legal institutions, procedure and rules”. Sistem hukum adalah merupakan seperangkat operasional yang meliputi institusi, prosedur dan aturan hukum.
38 Selanjutnya, di dalam sumber lain dikemukakan bahwa: Sistem hukum nasional dapat diartikan sebagai keseluruhan aturan yang berlaku dalam suatu negara (Indonesia) yang satu sama lain berbeda, tetapi saling berkaitan sehingga membentuk suatu mekanisme yang teratur. Keterkaitan antara aturan-aturan hukum yang berbeda-beda tersebut salah satunya adalah mempunyai tujuan sama, yaitu tujuan dibentuknya hukum secara umum (sumber: http://www.edukasippkn.com/2015/09/pengertian-sistem-hukumnasional.html, diakses pada tanggal 4 Februari 2016 pukul 11.41 WIB). Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem hukum nasional adalah keseluruhan aturan yang berlaku dalam suatu negara (Indonesia) yang satu sama lain berbeda, tetapi saling berkaitan sehingga membentuk suatu mekanisme yang teratur untuk mencapai suatu tujuan kesatuan. 6) Peradilan Nasional Dalam Lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memaparkan bahwa peradilan berasal dari kata adil yang artinya segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Kata nasional dalam hal ini mengandung pengertian dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apabila disimpulkan, pengertian sistem peradilan nasional adalah keseluruhan perkara pengadilan dalam suatu negara yang satu sama lain berbeda, tetapi saling berkaitan atau berhubungan sehingga terbentuk suatu mekanisme dan dapat diterapkan secara terus-menerus (konsisten). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 10 Tentang Kekuasaan Kehakiman menerangkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi terselenggaranya negara hukum
39 berdasarkan Pancasila. Selanjutnya, dijelaskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
f. Definisi Konseptual Berdasarkan uraian pengertian mengenai keaktifan dan pengertian mengenai siswa dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa adalah aktivitas siswa sebagai subjek yang terlibat dalam proses belajar mengajar yang tidak hanya melibatkan kemampuan fisik tetapi juga psikis. g. Definisi Operasional Berdasarkan definisi konseptual yang telah dijelaskan di atas maka dapat diambil rumusan indikator dari keaktifan siswa untuk digunakan sebagai isi dari definisi operasional. Definisi operasional dari keaktifan siswa meliputi: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; 2) Terlibat dalam pemecahan masalah; 3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; 4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; 5) Melaksanakan diskusi kelompok; 6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya; 7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah; 8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
40 3. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Go To Your Post Terhadap Keaktifan Siswa a. Kajian Teori Tentang Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Go To Your Post Terhadap Keaktifan Siswa John Dewey dalam Dimyati dan Mudjiono (2010: 44) mengemukakan bahwa “belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan oleh siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswanya sendiri”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mc Keachie dalam Dimyati dan Mudjiono (2010: 45) mengemukakan bahwa “berkenaan dengan adanya prinsip keaktifan, individu merupakan manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu sosial”. Wina Sanjaya (2014: 107) berpendapat bahwa “belajar adalah proses berpikir yang menekankan pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungan”. Masih menurut Wina Sanjaya (2012: 112) “belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, melainkan proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga memunculkan perubahan tingkah laku. Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang inisiatifnya berasal dari siswa untuk aktif mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungan. Keaktifan siswa dalam berinteraksi baik terhadap individu maupun lingkungan dapat dibentuk melalui pembelajaran aktif yang salah satunya adalah
melalui
penerapan
berbagai
macam
model
pembelajaran.
Pembelajaran aktif secara sederhana didefinisikan sebagai metode pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Warsono dan Hariyanto (2012: 12) mengemukakan bahwa “pembelajaran aktif melibatkan siswa untuk melakukan sesuatu dan berpikir tentang sesuatu yang dilakukannya. Syaiful Sagala (2010: 59) berpendapat bahwa “pembelajaran aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis penuh aktivitas sehingga peserta didik
41 aktif untuk bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan”. Selanjutnya,
Marcia
Keyser
dalam
Kartina
dkk
(2011,
109-110)
mengemukakan bahwa: Key characteristics of active learning-student involvement in more than listening, emphasis on delevoping skills rather than mere transmission, student engagement in activities and student exploration of their own attitudes and values-are linked to critical learning domains, such as cognitive learning, affective learning and behavioral learning. Kunci pembelajaran aktif, keterlibatan siswa lebih dari mendengarkan, pemberian tekanan pada peningkatan keterampilanketerampilan daripada penyampaian materi, perjanjian dalam kegiatan dan penjelajahan siswa dari sikap mereka sendiri dan nilai yang terhubung dengan bidang pembelajaran kritis, seperti belajar pengetahuan, belajar sikap dan kebiasaan belajar. Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori classical conditioning (pengkondisian klasik) dari Ivan Pavlov yang merupakan salah satu tokoh behavioristik. Belajar dalam pandangan behavioristik merupakan sebuah bentuk
perubahan
yang
dialami
siswa
dalam
bentuk
perubahan
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons (Budiningsih dalam Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, 2013: 147-148). Pokok perhatian teori behavioristik adalah belajar akan terjadi akibat adanya interaksi stimulus/input dan respons/output yang dapat diamati dan diukur. Selanjutnya, Sri anitah (2009: 4) mengemukakan bahwa: Behaviorisme merupakan suatu aliran/pandangan yang menekankan adanya perubahan perilaku pada peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar. Jadi menurut behaviorisme, belajar adalah perubahan perilaku. Pandangan ini menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati dan diukur. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dan dapat dilakukan secara langsung. Pada penelitian ini, penerapan model pembelajaran go to your post menyediakan berbagai macam kondisi yang menyenangkan seperti: belajar dengan kelompok; memilih materi pembelajaran berdasar topik yang diminati; sesi diskusi dengan musik; ruangan kelas yang didesain dengan
42 gambar-gambar topik yang menarik dan guru yang tidak terus menerus ceramah. Berbagai macam kondisi ini mendorong siswa untuk bangkit dari keadaan pasif menjadi aktif melalui berbagai aktivitas pembelajaran sehingga pada akhirnya siswa mampu menunjukkan keaktifannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Sri Anitah (2009: 5) bahwa pengkondisian klasik dapat berupa pengalaman negatif dan dan positif pada diri peserta didik di kelas. Aplikasi
teori
belajar
classical
conditioning
dalam
proses
pembelajaran dapat dilakukan dalam beberapa bentuk diantaranya: a) Membuat kegiatan belajar seperti membaca menjadi lebih menyenangkan bagi siswa dengan cara membuat ruang membaca yang enak, nyaman dan menarik; b) Mendorong dan mengaktifkan siswa yang pemalu, tetapi pandai dengan cara memintanya membantu siswa lain yang tertinggal materi mengenai cara memahami materi pelajaran atau trik dan cara mempelajari materi-materi tertentu; c) Membuat tahap-tahap rencana angka pendek untuk mencapai tujuan angka panjang, misalnya melalui kegiatan tes atau ulangan harian, mingguan dan sebagainya agar siswa menguasai pelajaran dengan baik; d) Apabila ada siswa yang merasa takut atau minder berbicara di depan kelas, dapat dibantu melalui aktivitas-aktivitas sederhana mulai dari membaca laporan di dalam sebuah kelompok sambil duduk kemudian sambil berdiri, serta kemudian berpindah ke kelompok yang lebih besar sampai kemudian berani membacakan laporan di depan kelas (Woolfoolk dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni dalam Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, 2013: 148). Berdasarkan hasil penelitian dalam psikologi perkembangan dan psikologi belajar menunjukkan bahwa: a) Siswa adalah organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri; b) Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan, termasuk perbuatan belajar dan bekerja;
43 c) Seorang ahli biologi, Berson mengemukakan suatu konsep atau teori yang disebut Elan Vital pada manusia. Elan vital adalah suatu daya hidup dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat segala sesuatu. Adanya berbagai macam temuan tersebut pada gilirannya mengubah pandangan anak /siswa berubah. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan akivitas sendiri (Oemar Hamalik, 2013: 170-172). Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong siswa beraktivitas melakukan sesuatu (Wina Sanjaya, 2012: 170). Lebih lanjut, Arni (2009: 132) mengemukakan bahwa: Belajar merupakan proses perubahan hasil interaksi dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan spiritual. Perubahan tersebut mencakup aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang bersifat menetap, ini berarti belajar adalah suatu aktivitas atau kegiatan. Belajar juga merupakan aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan keterampilan dan nilai sikap. Kegiatan pembelajaran yang hanya menggunakan ceramah sebagai metodenya, aktivitas atau keaktifan siswa sangatlah minim. Oemar Hamalik (2013: 170) mengemukakan bahwa: Pendidikan tradisional dengan konsep sekolah dengar tidak mengenal aktivitas bahkan sama sekali tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses belajar mengajar. Kegiatan mandiri tidak ada maknanya, karena guru adalah orang yang serba tahu dan menentukan segala hal yang penting bagi siswa. Pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan menggunakan pendekatan student active learning menuntut siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya cara belajar siswa aktif merupakan tuntutan logis dari hakikat belajar mengajar seperti yang diungkapkan Nana Sudjana (2010: 20) bahwa “hampir tidak pernah terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan individu atau siswa yang belajar”.
44 Usaha untuk dapat mewujudkan belajar aktif tersebut dapat ditempuh melalui berbagai model pembelajaran aktif seperti apa yang dituliskan Mel Silberman (2009) dalam bukunya yang berjudul Active Learning (101 Strategi Pembelajaran Aktif) seperti examples non-examples, picture and picture, numbered heads together, cooperative script, student teams achievement division, jigsaw, problem based introduction, mind mapping, think pair and share, debate, role playing, topical review, go to your post dan sebagainya. Joyce dkk dalam warsono dan hariyanto (2012: 172) mengemukakan bahwa: Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn. Penerapan model pengajaran guru membantu para siswa untuk memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai, cara berpikir, cara mengekpresikan diri, serta mengajar tentang bagaimana cara belajar. Berdasarkan penjelasan mengenai belajar aktif, aktivitas belajar dan model pembelajaran, bisa penulis simpulkan bahwa model pembelajaran yang digunakan selama proses pembelajaran akan berpengaruh pada keaktifan siswa.
b. Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian yang telah ada sebelumnya terkait pengaruh penerapan model pembelajaran Go To Your Post terhadap keaktifan siswa yaitu: 1) Penelitian yang dilakukan oleh Erlin Cristiana pada tahun 2011 dengan judul Penggunaan Strategi Pembelajaran Go To Your Post (Bergerak Kearah yang dipilih) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Kewarganegaraan Siswa Kelas IV SD Negeri Karangmojo 01 Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebelum pelaksanaan tindakan diperoleh rata-rata hasil belajar siswa aspek kognitif sebesar 75,91 dan rata-rata hasil belajar pada siklus I (aspek kognitif= 76,52 atau meningkat sebesar 0,61 dari nilai awal); aspek
45 afektif=17,06 (siswa cukup berminat). Rata-rata hasil belajar siklus II (aspek kognitif=81,6 atau meningkat sebesar 5,15 dari siklus I); aspek afektif=21,48 (siswa berminat) atau meningkat sebesar 4,42 dari siklus I. Hal tersebut menunjukkan setelah diberikan materi dengan penggunaan strategi pembelajaran Go To Your Post (bergerak kearah yang dipilih) berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai awal siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Go To Your Post (bergerak kearah yang dipilih) dapat meningkatkan hasil belajar kewarganegaraan pokok materi Pemerintah Kecamatan pada siswa kelas IV SD Negeri Karangmojo 01 Weru Sukoharjo tahun ajaran 2011/2012. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Erlin Cristiana, persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai model pembelajaran go to your post sebagai variabel X. Perbedaannya terletak pada pendekatan PTK yang digunakan oleh Erlin Cristiana sedangkan dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif eksperimen dengan postest only control design. Selanjutnya model pembelajaran go to your post diukur pengaruhnya terhadap aktivitas dan prestasi belajar sedangkan pada penelitian ini diukur pengaruhnya terhadap keaktifan siswa. Selain itu populasi penelitian Erlin Cristiana adalah seluruh siswa kelas IV SD Negeri Karangmojo 01 Tahun Ajaran 2011/2012 sedangkan pada penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Batik 2 Surakarta tahun ajaran 2015/2016. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Dyah Susilawati pada tahun 2011 dengan judul Peningkatan Aktivitas dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Strategi Pembelajaran Go To Your Post (PTK di Kelas VII Semester Genap SMP Al-Islam 1 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan prestasi belajar matematika pada pokok bahasan himpunan. Hal ini, dapat dilihat dari meningkatnya indikator – indikator aktivitas belajar matematika meliputi :
46 1) Mengemukakan pendapat sebelum tindakan sebesar 14,29 % meningkat menjadi 35,71% pada akhir tindakan, 2) Menjawab pertanyaan sebelum tindakan sebesar 21, 41% meningkat menjadi 42,85% pada akhir tindakan dan 3) Mengerjakan soal ke depan kelas sebesar 28,57% meningkat menjadi 60,71% pada akhir tindakan. Hasil tes yang dilakukan sebelum dan di akhir tindakan menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar matematika terlihat dari hasil belajar siswa yang secara tuntas mendapat nilai ≥ 65, sebelum tindakan sebesar 39,28% meningkat menjadi 64,28% pada akhir tindakan. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penggunaan strategi pembelajaran go to your post dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dyah Susilawati, persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai model pembelajaran go to your post. Perbedaannya terletak pada pendekatan PTK yang digunakan oleh Dyah Susilawati sedangkan dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif eksperimen dengan postest only control design. Selanjutnya, populasi penelitiannya adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Al-Islam 1 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 sedangkan pada penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Batik 2 Surakarta tahun ajaran 2015/2016. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Eko Prasetyo pada tahun 2010 dengan judul Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Melalui Pemanfaatan Multimedia dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Chassis dan Pemindah Tenaga Kelas XI TMO SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa. Adapun aspek-aspek keaktifan siswa tersebut meliputi: a) Keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan guru meningkat yaitu dari 9 siswa (30%) menjadi 18 siswa (60%); b) Keaktifan siswa yang mau untuk menjelaskan jawaban pada siswa lain meningkat yaitu dari 5 siswa (16,67%) menjadi 13 siswa (43,34%); c) Keaktifan siswa untuk
47 menanyakan pertanyaan yang dirasa kurang jelas meningkat dari 3 siswa (10%) menjadi 9 siswa (30%); d) Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal latihan dengan usaha sendiri yaitu dari 27 siswa (90%) menjadi 30 siswa (100 %). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penggunaan multimedia pembelajaran dan alat peraga chassis yang diterapkan dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Eko Prasetyo, persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai keaktifan siswa. Perbedaannya terletak pada pendekatan PTK yang digunakan oleh Eko Prasetyo sedangkan dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif eksperimen dengan postest only control design. Selanjutnya, populasi penelitiannya adalah seluruh siswa kelas Kelas XI TMO SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 sedangkan pada penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Batik 2 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
B. Kerangka Berpikir Berdasarkan deskripsi teoritis tentang pengaruh penerapan model pembelajaran Go To Your Post terhadap keaktifan siswa kelas X pada kompetensi dasar memahami sistem hukum dan peradilan nasional dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (Studi Eksperimen Siswa Kelas X di SMA Batik 2 Surakarta) dapat dijelaskan kerangka berpikirnya sebagai berikut: Guna menciptakan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan beberapa cara baik yang berasal dari dalam maupun luar diri peserta didik. Cara yang berasal dari dalam diri peserta didik misalnya kemauan untuk senantiasa aktif mengikuti pembelajaran sedangkan yang berasal dari luar diri peserta didik misalnya melalui penerapan model pembelajaran yang mendukung keaktifan siswa. Pelaksanaan kurikulum 2013 masih jauh dari harapan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor guru yang masih sering menggunakan model pembelajaran konvensional seperti metode ceramah saat pembelajaran di kelas
48 meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang guru juga melakukan sedikit variasi. Model pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah membuat peserta didik menjadi bosan karena aktivitas mereka yang monoton dan lebih banyak didominasi aktivitas mendengarkan. Memasuki tahun ajaran 2013/2014, pemerintah Indonesia menerapkan kurikulum 2013 sebagai pengganti kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, kurikulum 2013 menuntut pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) bukan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning). Pembelajaran yang berpusat pada siswa menuntut keaktifan siswa saat berlangsungnya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Untuk menciptakan keaktifan siswa dikenal berbagai macam model pembelajaran aktif, salah satunya adalah model pembelajaran go to your post. Model Go To Your Post (bergerak ke arah yang dipilih) adalah sebuah model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dengan cara mengekplorasi berbagai macam topik terkait materi pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Peserta didik mempelajari materi yang akan dibahas melalui berbagai sumber (buku siswa, modul dan sebagainya); (2) Meletakkan tanda-tanda (topik) di sekitar kelas kemudian peserta didik diminta bergerak dan berdiri ke arah topik yang dipilih (go to your post); (3) Peserta didik yang telah mengelompok berdasarkan topik yang dipilihnya diminta untuk untuk mendiskusikan topik tersebut; (4) Peserta didik mempresentasikan hasil diskusinya sementara peserta didik dari kelompok lain mengkritisi hasil presentasi kelompok yang tampil; dan (5) Peserta didik dan guru mengomentari dan mengklarifikasi hasil presentasi. Penelitian ini ingin mengkaji pengaruh penerapan model pembelajaran go to your post terhadap keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam penelitian ini diukur dengan acuan kompetensi dasar di semester 2. Kompetensi dasar tersebut adalah memahami sistem hukum dan peradilan nasional dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk memperjelas kerangka berpikir, peneliti membuat gambar kerangka berpikir seperti berikut:
49
Kompetensi Dasar 5.2 Memahami Sistem Hukum dan Peradilan Output Nasional Dalam Lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia Input
Proses Model Pembelajaran Konvensional
-
Guru
-
Siswa
-
Sumber belajar
-
Sarana
Output
Keaktifan Siswa Minim
(Komunikasi satu arah/ gurusiswa)
prasarana
Penerapan Model Pembelajaran Go To Your Post
(Komunikasi multi arah/ guru-siswa, siswa-guru, siswa-siswa)
Siswa melakukan berbagai macam aktivitas dalam pembelajaran
Keaktifan siswa meningkat s
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
50 C. Hipotesis Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan hipotesis sebagai “sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dan sebagainya) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan; anggapan dasar”. Selanjutnya, Sugiyono (2015: 96) berpendapat bahwa “hipotesis adalah jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data. Hipotesis juga dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 2010: 110). Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian sampai terbukti melalui data empirik yang terkumpul. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: “Ada pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran Go To Your Post terhadap
keaktifan siswa kelas X pada kompetensi dasar
memahami sistem hukum dan peradilan nasional dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (Studi Eksperimen Siswa Kelas X di SMA Batik 2 Surakarta).