perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian PBL Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran utama yang dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial, serta mengembangkan rasa keingintahuan. Harsono dalam Suprihatiningrum (2013: 216) menyatakan bahwa, “Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran, yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student centered”. Menurut Barrow dalam Huda (2014: 271), PBL merupakan pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Berkaitan dengan pengertian PBL, Husnidar (2014: 75) berpendapat bahwa dalam PBL peserta didik dihadapkan pada suatu masalah yang bertujuan melatih keterampilan berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. Berdasarkan uraian pendapat beberapa ahli di atas, dapat dinyatakan bahwa PBL adalah model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada suatu permasalahan aktual untuk secara mandiri menemukan pemecahan atas masalah tersebut yang bertujuan melatih kemampuan berpikir dan kemandirian belajar peserta didik. b. Tujuan PBL Problem Based Learning dirancang untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan
berpikir,
masalah, keterampilan intelektualnya,
keterampilan
menyelesaikan
mempelajari peran-peran orang
dewasa lainnya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, dan menjadi pelajar yang mandiri. Rusman (2010: 238) menyatakan bahwa commit to user tujuan model PBL adalah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 pengembangan keterampilan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan karakteristik model PBL, yaitu belajar tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi, kolaboratif, dan belajar tim, serta kemampuan berpikir reflektif dan evaluatif. Cheaney dan Ingebritsen dalam Asyari (2015: 37) merumuskan tujuan PBL sebagai berikut: The purpose of PBL is to stimulate students’ critical thinking, improve professional competence, improve problem-solving ability, improve cooperation and decision-making skills in a new situation, attain a skill that encourages lifelong learning, self-evaluation, and adaptation. Sedangkan Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2010: 242) secara lebih rinci menyatakan tujuan model PBL sebagai berikut: (a) membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah; (b) belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan; (c) menjadi para siswa yang otonom atau mandiri. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat dirangkum bahwa tujuan penerapan model PBL adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir yang telah dimiliki, keterampilan memecahkan masalah, mempelajari peran orang dewasa, dan melatih kemandirian belajar peserta didik. Penelitian ini mengacu pada teori Ibrahim dan Nur dalam Rusman karena terdapat relevansi dengan penelitian yaitu kajian mengenai pengaruh penerapan model PBL terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Penelitian yang dilakukan oleh Asyari (2016), yang menyebutkan bahwa penerapan PBL terintegrasi dengan Group Investigation dalam proses pembelajaran merangsang siswa untuk berpikir kritis. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif melalui penerapan PBL terintegrasi dengan GI dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dengan memberikan argumen,
menyatakan
masalah,
berlatih
untuk
mendorong
dan
menyimpulkan, dan melakukan evaluasi. Penelitian lain dilakukan oleh Husnidar, dkk (2014) menyatakan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar commit to user dengan model PBL pada materi bangun ruang lebih tinggi daripada siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 yang diajar secara konvensional. Selain itu pada pengelompokkan siswa menurut peringkat, peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajar dengan model PBL lebih tinggi dari siswa yang diajar secara konvensional terjadi pada kelompok tinggi dan sedang saja. Penelitian lain dari Fakhriyah (2014) menyatakan bahwa penerapan PBL dapat membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan sebagai upaya mempersiapkan diri menghadapi tantangan dan permasalahan yang akan ditemui sekarang maupun pada waktu yang akan datang. Pendapat dari dunia internasional berasal dari Tayyeb (2013). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa PBL adalah alat instruksional yang efektif untuk mendorong keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, tetapi tidak terlalu mempengaruhi pengetahuan materi. Sedangkan pembelajaran dengan model tradisional meningkatkan pengetahuan materi, tetapi tidak dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Penelitian lain dari Masek (2011) menyatakan bahwa proses pembelajaran PBL mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa sesuai dengan desain yang diterapkan, bukti empiris yang diperoleh secara umum menjelaskan pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa, terutama di luar bidang medis, beberapa bukti menunjukkan bahwa PBL memerlukan jangka waktu yang panjang untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mahasiswa, dan ada beberapa hal lain yang mempengaruhi pengaruh PBL terhadap kemampuan berpikir kritis, seperti usia, jenis kelamin, prestasi akademik, dan latar belakang pendidikan. c. Karakteristik PBL Arends (2013: 100) menyatakan bahwa, “Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah penyajian situasi permasalahan yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat menjadi landasan penyelidikan dan inkuiri”. Lebih lanjut Arends (2013: 101) mengemukakan karakteristik PBL sebagai berikut: to user 1) Pertanyaan atau masalah commit pendorong
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan pertanyaan atau masalah yang penting dan bermakna. 2) Fokus antar-disiplin Masalah yang akan diselidiki telah benar-benar dipilih agar dapat mengantarkan peserta didik meninjau dan merumuskan pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai aspek. 3) Penyelidikan autentik Mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan guna mencari solusi nyata bagi masalah yang nyata. Penyelidikan harus mendefinisikan dan menganalisis masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan, dan merangkum. 4) Menghasilkan produk dan mempresentasikannya Mengharuskan peserta didik membuat suatu produk dan memberi penjelasan yang mewakili produk atau solusi yang dikemukakan. Peserta didik harus dapat menjelaskan kepada peserta didik lain mengenai apa yang telah mereka pelajari. 5) Kolaborasi Pembelajaran dilaksanankan secara berpasangan atau berkelompok. Bekerja sama dapat memotivasi peserta didik untuk mengemukakan pendapat dan mempertahankan argument, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan kemampuan berpikir. Mudjiman (2011: 59) menyatakan bahwa ciri utama PBL adalah pengetahuan dicari dan dibentuk oleh peserta didik sendiri dalam upayanya memecahkan masalah-masalah yang disajikan guru. Pendapat lain dari Tan dalam Sastrawati (2011) mengenai ciri-ciri utama yang perlu ada dalam pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran berpusat atau bermula dengan masalah 2) Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi peserta didik di masa depan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 3) Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh peserta didik semasa proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah 4) Peserta didik bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri 5) Peserta didik aktif dalam proses pembelajaran 6) Pengetahuan yang ada menyokong pembangunan pengetahuan yang baru 7) Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna 8) Peserta didik berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan. Karakteristik PBL menurut Tung (2015: 228) sebagai berikut: 1) Belajar dimulai dengan satu permasalahan. 2) Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata murid. 3) Mengorganisasikan pelajaran yang berkaitan dengan masalah tersebut dan bukan terkait disiplin ilmu tertentu. 4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada murid dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri. 5) Menggunakan kelompok kecil. 6) Menuntut murid untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, karakteristik model problem based learning dapat dirangkum, yaitu meliputi penyajian masalah yang merupakan permasalahan sehari-hari, penyelidikan autentik dilakukan secara berkelompok berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membangun pengetahuan baru, peserta didik aktif dan bertanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri, peserta didik menghasilkan suatu temuan pemecahan masalah dan mempresentasikan hasilnya di depan kelas. d. Perencanaan dalam Melaksanakan PBL PBL ditandai dengan peserta didik belajar dan bekerja berpasangan atau dalam kelompok kecil untuk menyelidiki suatu masalah nyata dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 membingungkan. Menurut Arends (2013: 107), sebelum melaksanakan PBL, perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1) Menentukan Tujuan dan Sasaran Sebelum melaksanakan suatu pembelajaran, guru harus terlebih dahulu menentukan tujuan apa yang hendak dicapai dari pembelajaran tersebut dan siapa sasaran dari pembelajaran tersebut. 2) Merancang Situasi Permasalahan yang Sesuai Merancang situasi permasalahan yang sesuai dengan materi yang akan dibahas sangat penting dan mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran dengan model PBL. Arends (2013: 109) menjelaskan ada lima kriteria penting yang harus dipenuhi agar tercipta situasi permasalahan yang baik, yaitu: a) Situasi harus autentik, yang berarti permasalahan harus ditambatkan pada pengalaman siswa bukan pada prinsip disiplin ilmu tertentu. b) Masalah
haruslah
disajikan
dengan
kurang
sempurna
dan
memunculkan kebingungan. Ini dimaksudkan agar peserta didik mampu menemukan solusi alternative yang memiliki keunggulan dan kelemahan. c) Masalah harus bermakna dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual peserta didik. d) Masalah harus luas. Ini bertujuan agar guru dapat mencapai tujuan pembelajaran, tetapi cukup untuk menyelesaikan proses pembelajaran sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber daya yang ada. e) Masalah harus mampu memberi manfaat pada peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran. 3) Menyusun Sumber Daya dan Merencanakan Logistik Arends (2013: 113) berpendapat bahwa, “Pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk menggunakan banyak materi dan alat, yang beberapa di antaranya terletak di kelas, yang lainnya di perpustakaan sekolah atau laboratorium komputer, dan yang lainnya lagi di luar commit to user sekolah”. Dengan demikian, guru bertanggung jawab atas persediaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 materi yang memadai dan sumber daya lain yang mendukung proses pembelajaran. Pendapat Arends di atas dapat dirangkum menjadi sebelum menerapkan model PBL, guru terlebih dahulu harus merencanakan tujuan dan saran pembelajaran, permasalahan yang sesuai, dan sumber daya yang memadai. e. Langkah-Langkah dalam Melaksanakan PBL Penerapan model pembelajaran yang baik harus memperhatikan langkah-langkah apa saja yang harus dilaksanakan agar dapat tercipta suasana belajran yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran PBL menurut penguatan pemahaman kurikulum 2013 sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi masalah 2) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menseleksi informasi yang relevan 3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif, tukar pikiran, dan mengecek perbedaan sudut pandang 4) Melakukan tindakan strategis 5) Melihat kembali dan mengevaluasi pengaruh dari solusi yang dilakukan. Menurut Arends (2013: 114), dalam melaksanakan pembelajaran dengan model PBL guru perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mengarahkan Siswa kepada Masalah Sebelum melaksanakan proses pembelajaran guru harus menyampaikan dan menjelaskan tujuan pembelajaran, membentuk sikap positif terhadap pelajaran, dan menjabarkan apa yang diharapkan dilakukan siswa. 2) Mengatur Siswa untuk Belajar Pada langkah ini guru dituntut mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka menyelidiki masalah bersamasama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 3) Membantu Penyeledikan Mandiri dan Kelompok Inti dari PBL adalah investigasi, baik yang diselesaikan secara mandiri, kelompok, atau dalam tim kecil. Guru harus membantu peserta didik dalam mengumpulkan data dan eksperimen, hipotesis dan penjelasan, menyediakan solusi. 4) Mengembangkan dan Menyajikan Artefak dan Benda Panjang Artefak yang dimaksud ialah bukti-bukti pendukung, seperti rekaman video yang menunjukkan situasi permasalahan dan solusi yang diusulkan, model-model yang merupakan representasi fisik dari situasi permasalahan atau solusinya, dan program komputer serta presentasi multimedia. Sedangkan benda panjang dapat berupa pameran sains, di mana peserta didik memamerkan karyanya untuk ditonton dan dievaluasi orang, atau presentasi verbal dan/atau visual yang bertukar gagasan dan memberikan umpan balik. 5) Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah Pada tahap akhir ini siswa dibantu menganalisis dan mengevaluasi prosesproses pemikiran mereka dan juga keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Guru meminta siswa merekonstruksi pemikiran mereka dan kegiatan selama berbagai tahap pelajaran itu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran dengan model PBL meliputi mengarahkan peserta didik pada masalah nyata, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, mengarahkan peserta didik untuk melakukan penyelidikan guna menemukan sebuah pemecahan masalah, mengarahkan peserta didik memaparkan temuan masalah dan solusi pemecahannya dengan disertai alasan yang mendukung, dan mengarahkan peserta didik untuk meninjau dan mengevaluasi dampak yang ditimbulkan atas solusi yang telah dipaparkan. f. Hasil Pembelajaran dengan Model PBL Seperti halnya model pembelajaran lain, penerapan model PBL commit to yang user baik dan sesuai dengan tujuan diharapkan dapat memberikan hasil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 pembelajaran yang telah dirumuskan. Berikut merupakan bagan hasil penerapan model menurut Arends. Keterampilan Berpikir dan Memecahkan Masalah Problem Based Learning (PBL)
Perilaku Orang Dewasa dan Keterampilan Sosial Keterampilan untuk Belajar Mandiri
Gambar 2. 1. Hasil Pembelajaran dengan Model PBL (Arends 2013:102) Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Keterampilan Berpikir dan Memecahkan Masalah Terdapat banyak cara dan proses untuk mengajarkan cara berpikir kepada peserta didik dengan cara berbeda dan lebih efektif, salah satunya ialah dengan model PBL. PBL menghadapkan peserta didik dengan permasalahan yang nyata dan mengarahkan peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. 2) Perilaku Orang Dewasa dan Keterampilan Sosial Membantu peserta didik berlatih berperan dalam situasi nyata dan mempelajari peran penting orang dewasa. Arends (2013: 103) mengemukakan fitur-fitur PBL terkait dengan kegiatan mental di luar sekolah sebagai berikut: a) PBL mendorong peserta didik bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah b) PBL memiliki elemen magang yang mendorong peserta didik berinteraksi dengan pihak lain, sehingga secara perlahan peserta didik dapat memahami peran pihak lain di sekitarnya. c) PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan yang dipilih sendiri, sehingga peserta didik mampu menafsirkan dan menjelaskan dan commit to user membangun pemahaman mereka sendiri mengenai suatu masalah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 3) Keterampilan untuk Belajar Mandiri Membantu peserta didik menjadi pembelajar yang mengatur diri sendiri dalam belajar. Mudjiman (2011: 62) mengatakan bahwa PBL dapat mengembangkan kesenangan kepada kegiatan belajar, karena peserta didik cenderung lebih menyukai pembelajaran yang aktif. Penelitian ini mengacu pada pendapat Arends karena terdapat relevansi yaitu penerapan model PBL berakibat pada kemampuan berpikir dan pemecahan masalah peserta didik seperti pada gambar dan uraian di atas. g. Keunggulan dan Kelemahan Model PBL Beringer dan Smith dalam Sumarmi (2012: 151) menyatakan bahwa model problem based learning memiliki keunggulan dan kelemahan sebagai berikut. Keunggulan model PBL dapat dirasakan oleh peserta didik, guru, dan juga pimpinan atau kepala sekolah. Keunggulan bagi peserta didik yaitu, pendekatan student-center, peserta didik lebih senang dan merasa puas, lebih memahami materi, dan dapat mengembangkan keterampilan untuk belajar seumur hidup. Bagi guru, penerapan model PBL meningkatkan perhatian pada kelas, adanya reward intrinsic, pembelajaran pada kelas tinggi dapat komprehensif, waktu belajar lebih, dan dapat meningkatkan multidisipliner. Sedangkan bagi kepala sekolah, penerapan model PBL menjadikan prioritas pada pembelajaran peserta didik, memungkinkan asistensi, menghubungkan dengan dunia nyata, dan memungkinkan adanya inovasi dalam pembelajaran. Di sisi lain, model PBL memiliki kelemahan yang juga dirasakan oleh peserta didik, guru, dan kepala sekolah. Bagi peserta didik, kelemahan model PBL akan terasa apabila pengetahuan awal yang dimiliki belum sesuai, pembelajaran memerlukan waktu yang lebih panjang, melakukan dinamika kelompok, dan rendahnya pencapaian isi pembelajaran. Bagi guru, model PBL merupakan pembelajaran yang membutuhkan keberlanjutan skenario pembelajaran sehingga menambah waktu untuk mempersiapkannya, ada permintaan pemecahan masalah, guru harus mampu menjadi moderator commit user dalam dinamika kelompok, dan tomampu menilai jalannya dinamika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 kelompok. Sedangkan bagi kepala sekolah, penerapan model PBL memungkinkan permintaan guru dalam jumlah yang lebih, permintaan pengembangan staf, pelaksanaannya bergantung pada kelas yang fleksibel dan sumber belajar yang tersedia, dan model ini menjadi tidak efektif apabila pengetahuan terhadap model sendiri rendah. h. Hambatan Pelaksanaan Model PBL Arends (2013: 126) berpendapat bahwa, “Pembelajaran berbasis masalah masih memiliki beberapa hambatan yang harus diatasi apabila penggunaannya ingin lebih luas”. Hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan model PBL sebagai berikut: 1) Masih banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung pelaksanaan model PBL, baik dari segi sarana prasarana dan waktu atau jadwal pembelajaran. 2) Dapat terjadi culture shock di mana peserta didik biasanya menjadikan dan mendapatkan guru sebagai sumber utama pengetahuan dan memegang kendali dari benar atau tidaknya tugas yang mereka lakukan. Sedangkan pada model PBL peserta didik dituntut untuk mendapatkan pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan masalah secara mandiri. 3) Peserta didik harus belajar bekerja sama dan menjadi bagian dalam kelompok. Hal ini seperti dalam kehidupan sehari-hari, bahwa tidak mungkin seseorang dapat melakukan segala sesuatu seorang diri. Jadi, dengan model PBL peserta didik dintutut bekerja sama dalam melakukan penelitian, menemukan pemecahan masalah, dan mempresentasikan hasil temuan mereka disertai dengan alasan yang menguatkan pendapat mereka. Hambatan-hambatan dalam penerapan suatu model pembelajaran haruslah menjadi semangat bagi guru dan pihak sekolah untuk melakukan inovasi-inovasi baru yang mendukung proses pembelajaran, sehingga hambatan yang ada menjadi tidak berarti lagi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 2. Model Konvensional (Ceramah) a. Definisi Model Konvensional (Ceramah) Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang paling sederhana dan sering digunakan dalam proses pembelajaran. Burrowes dalam Warpala (2015) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten tanpa memberikan waktu yang cukup kepada peserta didik untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Freire dalam Warpala (2015) memberikan istilah penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank” terhadap pembelajaran konvensional. Proses pembelajaran dipandang sebagai aktivitas pemberian informasi yang harus diterima peserta didik yang wajib diingat dan dihafal. Sedangkan Brooks & Brooks
dalam
Warpala
(2015)
berpendapat
bahwa
pembelajaran
konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses meniru dan peserta didik dituntut dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes standar. Model ini sering disebut model ceramah karena telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan dengan ceramah yang diiringi penjelasan materi serta pemberian latihan soal dan tugas. Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya. Model pembelajaran ini membuat peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan mengerjakan latihanlatihan yang diberikan guru. Metode yang sering digunakan pada model commitlain to user pembelajaran konvensional antara metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 dan penugasan. Pembelajaran dengan model ini cenderung pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen dan menekankan pada informasi konsep, serta latihan soal dalam tes. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang paling sederhana dan cenderung pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, dan menekankan pada informasi konsep dan latihan soal dalam tes. b. Karakteristik Model Pembelajaran Konvensional (Ceramah) Menurut Santyasa dalam Widiantari (2012: 25-26), pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Informasi diperoleh melalui sumber-sumber secara simbolik, seperti guru atau membaca 2) Pengasimilasian dan pengorganisasian sehingga suatu prinsip umum dapat dimengerti 3) Penggunaan prinsip umum pada kasus-kasus spesifik 4) Penerapan prinsip umum pada keadaan baru. Burrowes dalam Warpala (2015) menyatakan bahwa model pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru; (2) pasif; (3) interaksi antarpeserta didik kurang; (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif; dan (5) penilaian bersifat sporadis. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa karakteristik model pembelajaran konvensional meliputi guru merupakan sumber informasi peserta didik, mengajar lebih banyak menggunakan metode ceramah, kegiatan belajar tidak bervariasi, dan guru hanya menilai hasil belajar. c. Sintaks Model Pembelajaran Konvensional (Ceramah) Langkah-langkah pembelajaran model konvensional adalah sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi dengan jelas Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dilanjutkan menjelaskan materi pelajaran dengan jelas. 2) Memberi kesempatan bertanya Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahami. Guru mengajak peserta didik berpartisipasi dalam pembelajaran dan tetap semangat untuk fokus selama proses pembelajaran. 3) Memberi contoh soal Guru memaparkan contoh-contoh soal beserta pembahasannya. Peserta didik mengikuti dan meniru cara kerja guru dan mengoreksi apabila terdapat kesalahan. 4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Guru mengecek pemahaman peserta didik melalui pemberian soal-soal latihan dan memberikan umpan balik. 5) Mengarahkan peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil pekerjaannya Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memaparkan hasil pekerjaannya di depan kelas dan memberi kesempatan kepada peserta didik lain untuk menanggapi. d. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Konvensional (Ceramah) Keunggulan model konvensional di mana pembelajaran terpusat pada guru adalah guru memiliki kebebasan mengatur alokasi waktu dan fasilitas pembelajaran sesuai tuntutan silabus. Selain itu, Hisyam, dkk (2008: 91) mengemukakan kelebihan model konvensional sebagi berikut: 1) Praktis dari sisi persiapan dan media 2) Efisien waktu dan biaya 3) Dapat menyampaikan banyak materi 4) Mendorong guru menguasai materi 5) Mudah mengontrol kelas commit to usermateri. 6) Peserta didik dapat langsung menerima
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 Kelemahan model konvensional menurut Hisyam, dkk (2008: 93) sebagai berikut: 1) Membosankan 2) Peserta didik pasif 3) Informasi bersifat satu arah 4) Feed back relatif rendah 5) Menggurui dan melelahkan 6) Kurang melekat pada ingatan peserta didik 7) Monoton 8) Tidak mengembangkan kreativitas peserta didik 9) Tidak merangsang peserta didik untuk membaca 10)
Menjadikan peserta didik hanya sebagai objek didik.
e. Perbandingan Model Pembelajaran Teacher Centered dan Student Centered
Tabel 2.1. Perbandingan Model Pembelajaran Teacher Centered dan Student Centered Aspek Pendidik Murid Pengetahuan
Konteks Penilaian
Teacher Centered Student Centered Guru yang memiliki Fasilitator, pendamping otoritas belajar Pembelajar Constructor, penemu, transformasi perubahan Objektif, disampaikan Subjektif, bersama pada murid baik konsep dikonstruksikan dengan maupun fakta opini dan nilai pendidik dan murid Kompetitif, Kooperatif, penilaian individualistik berdasar kelompok Akuntabilitas personal, Penilaian alternatif berdasarkan standar (penilaian bersifat anekdot), portfolio (master learning)
(Tung, 2015: 309)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 3. Kemampuan Berpikir Kritis a. Definisi Berpikir Kritis Sizer dalam Johnson (2014: 181) menyatakan bahwa, “Sekolah artinya belajar menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif menghadapi persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir”. Ruggiero dalam Johnson (2014: 187) mendefinisikan berpikir sebagai aktivitas mental yang membantu memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami. Pendapat lain dari Chaffee dalam Johnson (2014: 187) menjelaskan bahwa, “Berpikir adalah proses aktif, teratur, dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia”. Selain itu, Kowiyah (2012: 175) menjelaskan bahwa berpikir adalah kegiatan atau proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan agar mampu menemukan jalan keluar dan keputusan secara deduktif, induktif, dan evaluatif sesuai dengan tahapannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah proses aktif, teratur, dan penuh makna untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan untuk membuat suatu keputusan. Berpikir kritis merupakan berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. Johnson (2014: 183) menyatakan bahwa, “Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah”. Menurut Ennis yang dikutip dalam Husnidar (2014: 73), berpikir kritis adalah proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan rasional yang digunakan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Johnson (2014: 185) berpendapat, “Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri”. Pemikir kritis meneliti proses berpikir mereka sendiri dan proses berpikir orang lain untuk commitmereka to user masuk akal. Selanjutnya, Johnson mengetahui apakah proses berpikir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 (2014: 185) menyatakan tujuan berpikir kritis, yaitu untuk mencapai pemahaman yang mendalam mengenai makna dibalik suatu kejadian. Tung (2015: 224) menyatakan bahwa pemikiran kritis adalah seni menganalisis dan mengevaluasi pemikiran untuk meningkatkan mutu suatu proses dan hasil. Pemikiran kritis berfokus pada pemikiran refleksi, produksi, dan evaluasi fakta dan bukti yang ada. Kunci pemikiran kritis adalah mindfulness, yaitu kesiagaan berpikir analisis dan evaluatif. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat dinyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses berpikir sistematis dalam merumuskan dan memecahkan suatu permasalahan dengan disertai argumen yang menguatkan pendapatnya atas pemecahan masalah yang dikemukakan yang bertujuan mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman yang mendalam membuat peserta didik tidak hanya mengerti suatu konsep materi pelajaran, tetapi juga mampu mengembangkan ide-ide yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. b. Aspek-Aspek Berpikir Kritis Hasil konsensus Delphi dalam Facione (2013: 5) menyatakan ada enam aspek kemampuan berpikir kritis, yaitu interpretation (interpretasi), analysis (analisis), inference (kesimpulan), evaluation (evaluasi), explanation (penjelasan), dan self-regulation (pengaturan diri). Interpretasi merupakan kemampuan untuk mengerti dan menyatakan maksud suatu pengalaman yang bervariasi luas. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang benar. Evaluasi merupakan kemampuan menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang dan menilai kekuatan logika yang mendukung
persepsi
tersebut.
Kesimpulan
merupakan
kemampuan
mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan dan mengurangi konsekuensi yang ditimbulkan dari kesimpulan tersebut. Penjelasan merupakan kemampuan menyatakan hasil pemikiran seseorang, mempertahankan alasan yang commit to user dikemukakan, dan mempresentasikan alasan yang mendukung. Pengaturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 diri merupakan kesadaran untuk memonitor proses kognisi dirinya, elemenelemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan. Fachrurazi merangkum pendapat Anderson dalam Husnidar (2014: 74) menyatakan bahwa menurut kesepakatan internasional dari para pakar mengenai berpikir kritis dalam pembelajaran menyebutkan indikator dan sub indikator berpikir kritis sebagai berikut: 1) Interpretasi a) Pengkategorian b) Mengkodekan (membuat makna kalimat) c) Pengklasifikasian makna 2) Analisis a) Menguji dan memeriksa ide-ide b) Mengidentifikasi argumen c) Menganalisis argumen 3) Evaluasi a) Mengevaluasi dan mempertimbangkan klien/pernyataan b) Mengevaluasi dan mempertimbangkan argumen 4) Penarikan kesimpulan a) Menyangsikan fakta atau data b) Membuat berbagai alternatif konjektur c) Menjelaskan kesimpulan 5) Penjelasan a) Menuliskan hasil b) Mempertimbangkan prosedur c) Menghadirkan argumen 6) Kemandirian a) Melakukan pengujian secara mandiri b) Melakukan koreksi secara mandiri Browne dan Keeley (2015: 16-17) menyatakan bahwa seseorang pemikir kritis memiliki nilai-nilai utama, yaitu meliputi kemandirian, user keingintahuan, kerendahan commit hati, dantopenghargaan untuk nalar yang baik di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 manapun berada. Kemandirian yang dimaksud ialah tekad untuk membentuk kesimpulan sendiri dan mendengarkan pendapat orang lain. Rasa keingintahuan di sini meliputi keinginan untuk menggali informasi-informasi yang dimiliki orang lain untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Kerendahan hati membantu seorang pemikir kritis terhindar dari kesalahan umum, karena dengan kerendahan hati seorang pemikir kritis menyadari adanya perbedaan cara pandang dan keterbatasan orang lain. Sedangkan penghargaan untuk nalar yang baik membuat seorang pemikir kritis mampu mendengar dan mempertimbangkan masukan dari orang lain. Masek (2011: 218) mengukur kemampuan berpikir kritis berdasarkan kemampuan peserta didik untuk fokus dan mengklarifikasi solusi, menganalisa, memahami, dan menyimpulkan berdasarkan penilaian dan asumsinya sendiri. Pendapat tersebut didukung oleh Sendaq dan Odabas dalam Masek (2011: 218) yang mengukur kemampuan berpikir kritis berdasarkan kemampuan dalam membuat kesimpulan, pengakuan asumsi, deduksi, interpretasi, dan mengevaluasi ide-ide. Eggen dan Kauchak (2012: 119) yang menjelaskan bahwa sikap dan kecenderungan yang terkait dengan berpikir kritis, yaitu meliputi hasrat untuk mendapatkan informasi dan mencari bukti, sikap berpikiran terbuka dan skeptisme sehat, kecenderungan untuk menunda penghakiman, rasa hormat terhadap pendapat orang lain, dan toleransi bagi ambiguitas. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat dinyatakan bahwa peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dari cara bersikapnya ketika menghadapi suatu permasalahan baru, di mana mereka dapat melihat suatu permasalahan dengan cara yang berbeda. Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat memfokuskan diri pada akar permasalahan, memahami, dan menemukan pemecahan atas permasalahan tersebut secara mandiri. Mereka tidak akan terburu-buru dalam mengambil keputusan, melainkan mempertimbangkan segala kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi dan mengambil keputusan yang terbaik atas suatu commit to user masalah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 Indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) Interpretasi Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan berpikir kritis apabila dapat menyatakan kesan, pendapat, atau pandangan teoretis yang berbeda terhadap suatu peristiwa, prosedur, atau keputusan. 2) Analisis Merupakan kemampuan untuk melakukan penyeledikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Peserta didik harus mampu mengidentifikasi permasalahan ataupun argumen yang terdapat dalam suatu peristiwa. 3) Evaluasi Peserta didik mampu menilai argumen, persepsi, keputusan, atau sudut pandang seseorang yang berkaitan dengan permasalahan atau topik yang sedang didiskusikan. 4) Penarikan kesimpulan Peserta didik mampu menarik kesimpulan berdasarkan interpretasi, analisis, dan evaluasi yang telah dilakukan. Penarikan kesimpulan dilandasi oleh berbagai pertimbangan dan dengan memperhatikan konsekuensi yang mungkin timbul sebagai dampak dari kesimpulan yang telah dibuat. 5) Penjelasan Peserta didik mampu memaparkan alasan dan penguatan yang mendukung kesimpulan yang telah dibuat dengan jelas, sehingga peserta didik lain menjadi yakin terhadap kesimpulan yang telah dibuat sebelumnya. Alasan dan penguatan yang diberikan haruslah masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan. 6) Kemandirian Kemandirian adalah peserta didik mampu melakukan koreksi dan pengujian secara mandiri atas kemampuan dirinya dalam mengambil commit to user konfirmasi, validasi, atau koreksi. keputusan melalui berbagai pertanyaan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 c. Langkah-Langkah Bepikir Kritis Johnson (2014: 185) menyebutkan ada delapan langkah untuk menjadi pemikir kritis, yaitu sebagai berikut. 1) Mengungkap isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan. Subjek yang diteliti harus dijelaskan dengan tepat, maka perlu ada pertanyaan mengenai persoalan yang akan dibahas. 2) Apa sudut pandangnya. Sudut pandang merupakan cara bagaimana seseorang melihat suatu keadaan. Sudut pandang dapat mencemari pikiran sehingga dapat terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Seorang pemikir kritis harus berhati-hati dalam menganalisis suatu permasalahan agar tidak teracuni oleh sudut pandang yang salah. 3) Apa alasan yang diajukan. Sebuah argument dapat diterima jika didukung oleh alasan yang tepat dan kuat. Alasan dapat berupa sebuah hubungan, bisa bersifat faktual, dan dapat berupa penjelasan. Alasan yang baik didasarkan pada informasi yang relevan dan dapat dipercaya. 4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat. Asumsi adalah ide-ide yang diterima apa adanya. Seorang pemikir kritis tidak memasukkan asumsi dalam argument yang mereka buat dan tidak mudah menerima asumsi orang lain. 5) Apakah bahasanya jelas. Pemikir kritis berusaha untuk memahami, sehingga mereka sangat memperhatikan kata-kata. 6) Apakah alasan didasarkan pada bukti yang meyakinkan. Bukti adalah informasi akurat dan dapat dipercaya. Tugas seorang pemikir kritis adalah menilai bukti. Bukti yang kuat dapat meyakinkan khalayak, setidaknya sampai informasi baru muncul untuk mengubah pikiran khalayak. 7) Kesimpulan apa yang ditawarkan. Apabila terdapat lebih dari satu kesimpulan, pemikir kritis akan menguji alasan mereka, meninjau kembali logika mereka, dan mempertimbangkan keakurakatan bukti, sehingga mereka akan dapat menemukan kesimpulan mana yang terbaik. 8) Apa implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah dibuat. Sebelum menerima sebuah kesimpulan, pemikir kritis akan memprediksi dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 mengevaluasi semua efek samping yang mungkin timbul akibat kesimpulan yang mereka ambil. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa untuk menjadi seorang pemikir kritis ada tahapan-tahapan yang harus dilaui, yaitu mengungkap masalah yang sedang dipertimbangkan, melihat suatu permasalahan dengan sudut pandang yang tepat, mampu memberikan alasan yang tepat, tidak berasumsi dan mudah menerima asumsi orang lain, memperhatikan kejelasan bahasa, menilai apakah suatu alasan berdasarkan pada bukti yang akurat dan dapat dipercaya, mampu menentukan satu kesimpulan yang memiliki dampak negatif terkecil dari beberapa kemungkinan, dan mampu memprediksi dan mengevaluasi dampak-dampak yang mungkin muncul sebagai akibat dari pengambilan keputusan tersebut. 4. Pembelajaran Akuntansi a. Definisi Pembelajaran Akuntansi Proses pembelajaran merupakan proses utama yang memiliki peran sangat penting dalam memajukan pendidikan nasional. Suprihatiningrum (2013: 75) menjelaskan hakikat pembelajaran sebagai berikut: 1) Pembelajaran terjadi apabila peserta didik secar aktif berinteraksi dengan pendidik dan lingkungan belajar 2) Proses pembelajaran yang efektif memerlukan strategi, metode, dan media pembelajaran yang tepat 3) Program pembelajaran dirancang secara matang dan dilaksanakan sesuai rancangan 4) Pembelajaran harus memperhatikan proses dan hasil belajar 5) Materi dan sistem pembelajaran selalu berkembang. Pembelajaran adalah sebuah proses yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Wenger dalam Miftahul Huda (2014: 2) mengatakan: Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, maupun sosial. Seorang pakar pendidikan merumuskan pengertian pembelajaran sebagai berikut: Pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu melalui berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, program televise, gambar, audio, dan lain sebagainya sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar (Sanjaya dalam Suprihatiningrum, 2013: 76). Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses mengolah dan mengaitkan informasi yang telah dimiliki dengan informasi yang baru diterima untuk menghasilkan suatu pemahaman baru yang lebih mendalam. Menurut American Accounting Association (AAA), akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan dilakukannya penilaian dan pengambilan keputusan secara jelas dan tegas bagi pihak-pihak yang menggunakan informasi tersebut. Sedangkan American Institute of Certified Public Accoounting (AICPA)
mendefinisikan
akuntansi
keuangan
sebagai
pencatatan,
penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasilnya. Pembelajaran Akuntansi menurut Riswani (2012: 6) merupakan rangkaian kejadian yang mempengaruhi pembelajar sehingga proses belajarnya dapat berlangsung mudah untuk menyampaikan sekumpulan materi bahan ajar berdasarkan landasan keilmuwan Akuntansi yang diajarkan kepada peserta didik sebagai beban belajar melalui metode dan pendekatan pertentu. Dalam pembelajaran akuntansi, peserta didik diajak mempelajari siklus-siklus akuntansi secara runtut dan sistematis. Peserta didik dituntut dapat memahami siklus akuntansi dan memposisikan dirinya sebagai akuntan suatu perusahaan atau institusi yangtomampu commit user melaksanakan proses akuntansi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 dengan baik dan mampu mengendalikan masalah-masalah di luar kendali yang mungkin terjadi. Hal ini bertujuan agar peserta didik terbiasa dengan situasi dunia kerja dan terlatih kemampuan berpikir kritisnya. b. Pengaruh
PBL
terhadap
Kemampuan
Berpikir
Kritis
pada
Pembelajaran Akuntansi Boud dan Felleti dalam Husnidar, dkk (2014: 75) menjelaskan bahwa PBL adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir dan memecahkan masalah serta melatih kemandirian peserta didik. O’Grady, dkk dalam Masek (2011) menyatakan bahwa PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, melalui proses pemecahan masalah, khususnya dalam sesi diskusi kelompok. Pembelajaran akuntansi dengan model PBL mengahadapkan peserta didik pada permasalahan nyata sehingga peserta didik diarahkan untuk dapat merumuskan masalah dan menemukan pemecahan atas masalah tersebut disertai dengan alasan yang kuat dan mendukung pemecahan masalah yang telah dikemukakan. Penerapan model PBL dikatakan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran akuntansi dilihat dari enam aspek berpikir kritis, yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, penarikan kesimpulan, penjelasan, dan kemandirian. Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan interpretasi apabila dapat menyatakan kesan, pendapat, atau pandangan teoretis yang berbeda terhadap suatu peristiwa, prosedur, atau keputusan akuntansi yang disajikan dalam contoh kasus. Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan analisis apabila mampu mengidentifikasi permasalahan akuntansi atau argumen berkaitan dengan keputusan akuntansi dalam suatu peristiwa. Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan mengevaluasi apabila mampu menilai argumen, persepsi, keputusan, atau sudut pandang seseorang yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang didiskusikan. Penarikan kesimpulan dilaksanakan berdasarkan interpretasi, analisis, dan evaluasi yang telah
dilaksanakan
dengan dilandasi berbagai pertimbangan dan commit user memperhatikan konsekuensi yang tomungkin timbul sebagai dampak dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 kesimpulan yang dibuat. Aspek penjelasan ditandai dengan kemampuan peserta didik memaparkan alasan dan penguatan yang mendukung kesimpulan yang telah dibuat dengan jelas. Aspek kemandirian ditandai dengan peserta didik mampu melakukan koreksi dan pengujian secara mandiri atas kemampuan dirinya dalam mengambil keputusan melalui berbagai pertanyaan, konfirmasi, validasi, atau koreksi.
B. Kerangka Berpikir Permasalahan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis peserta didik yang rendah terjadi akibat adanya ketidakcocokan penggunaan model pembelajaran. Pemecahan masalah yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan ini adalah menerapkan model pembelajaran yang sesuai, yaitu model problem based learning. Pada penelitian ini terdapat 1 kelas eksperimen yang akan mengikuti pembelajaran dengan model problem based learning dan 1 kelas kontrol yang akan melaksanakan pembelajaran dengan model konvensional. Model PBL adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sehingga peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki. Karakteristik model problem based learning, yaitu meliputi
penyajian
masalah
yang
merupakan
permasalahan
sehari-hari,
penyelidikan autentik dilakukan secara berkelompok berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membangun pengetahuan baru, peserta didik aktif dan bertanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri, peserta didik menghasilkan suatu temuan pemecahan masalah dan mempresentasikan hasilnya di depan kelas. Model konvensional merupakan model pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga peserta didik kurang aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Karakteristik model pembelajaran konvensional meliputi guru merupakan sumber informasi peserta didik, mengajar lebih banyak menggunakan metode ceramah, kegiatan belajar tidak bervariasi, dan guru hanya menilai hasil belajar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 Setelah masing-masing kelas diberi perlakuan, dilaksanakan posttest untuk mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik. Untuk mengetahui perbedaan hasil tes kemampuan berpikir kritis dari masing-masing kelas, hasil tes diolah dan kemudian dianalisis. Alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian secara sederhana dapat digambarkan dengan skema berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Rendah
Model Problem Based Learning
Model Konvensional
Karakteristik: Karakteristik:
1. Menghadapkan peserta didik pada permasalahan nyata. 2. Penyelidikan masalah secara berkelompok. 3. Peserta didik bertanggung jawab atas proses pembelajaran 4. Peserta didik menghasilkan pemecahan masalah dan
1. Guru merupakan sumber informasi 2. Pembelajaran menggunakan metode ceramah 3. Kegiatan belajar tidak bervariasi 4. Guru hanya menilai hasil.
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Terdapat Perbedaan
Gambar 2. 2. Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah, “Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara peserta didik yang belajar menggunakan model problem based learning dan peserta didik yang belajar menggunakan model konvensional pada pembelajaran akuntansi di SMK Negeri 1 Karanganyar”.
commit to user