8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Pemahaman mengenai karakteristik siswa merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru. Oleh karena itu, seorang guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami karakteristik siswa supaya dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan membuat pembelajaran lebih bermakna serta mudah dipahami oleh siswa. Karakteristik yang dimiliki anak berkembang sesuai tahap perkembangan usianya. Sobur (2011: 129) mengemukakan bahwa perkembangan merupakan rangkaian perubahan jasmani dan rohani menuju arah yang lebih maju dan sempurna. Setiap tahap perkembangan jasmani dan rohani yang dialami anak merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya. Aspek-aspek perkembangan anak akan terus berkembang dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut Hawadi (Desmita, 2012: 4) “perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Dalam istilah perkembangan juga mencakup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan berahir dengan kematian”. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Desmita (2012: 4) yang menjelaskan bahwa “perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar”. 8
9 Berdasarkan
uraian
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
perkembangan anak pada usia sekolah dasar sangat penting bagi perkembangan selanjutnya sehingga seluruh potensi yang dimiliki siswa perlu didorong agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memahami karakteristik dan perkembangan siswanya. Siswa kelas IV SD Negeri Pandanlor rata-rata berusia antara 9-10 tahun. Pada usia tersebut siswa masih termasuk dalam tahap oprasional konkret. Piaget (Suharjo, 2006: 37) menyatakan bahwa pada tahap oprasional konkret yaitu 7-11 tahun, siswa sudah mengetahui symbolsimbol matematis tetapi belum dapat memahami hal-hal yang sifatnya abstrak. Pada tahap oprasional konkret anak sudah mulai berkurang egosentrisnya dan lebih menyukai hal-hal yang sifatnya kebersamaan atau sosiosentris sehingga mereka mulai membentuk kelompok belajar. Sedangakan menurut Majid (2014: 9) anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar, sebagai berikut: 1) mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak; 2) mulai berpikir secara oprasional;
3)
mempergunakan
cara
berpikir
oprasional
untuk
mengklasifikasikan benda-benda; dan 4) membentuk dan mempergunakan keterhubungan
aturan-aturan,
prinsip
ilmiah
sederhana,
dan
mempergunakan hubungan sebab akibat. Berdasarkan pembahasan tentang karakteristik siswa usia sekolah dasar di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV yang berusia antara 9-10 tahun termasuk pada fase oprasional konkret yang memiliki karakteristik senang bermain, menyukai hal-hal yang menyenangkan, memiliki keinginan untuk berprestasi, suka berkelompok dengan teman sebaya, mulai memandang dunia secara obyektif, berpikir secara oprasional, mulai mengenal hubungan sebab-akibat, serta memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Karakteristik siswa tersebut pada umumnya dimiliki oleh siswa kelas IV SD Negeri Pandanlor. Dalam pembelajaran IPA materi tentang gaya,
10 siswa
memperoleh
pengalaman
belajar
melalui
berbagai
kegiatan
pembelajaran seperti pengamatan langsung pada benda konkret dan melakukan percobaan, sehingga materi yang dipelajari tidak terkesan bersifat abstrak namun bersifat konkret sehingga menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Melalui aplikasi model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM), siswa diberikan kesempatan
untuk
mengaitkan antara konsep-konsep dalam ilmu sains yang berhubungan dengan teknologi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, sehingga siswa mampu menemukan sendiri konsep dalam pembelajaran dan akan timbul rasa ingin tahu yang tinggi dalam diri siswa untuk mempelajarinya. Selain itu dengan penggunaan sumber belajar lingkungan sekitar juga mampu memudahkan siswa dalam memahami pembelajaran karena sumber belajar yang digunakan dekat dengan lingkungan siswa, tentunya akan lebih bermakna bagi siswa. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa aplikasi model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar pada pembelajaran IPA tentang gaya sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV sekolah dasar yang masih dalam fase oprasional konkret.
b. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 1) Pengertian IPA (Sains) Dalam BSNP dijelaskan bahwa IPA adalah kumpulan pengetahuan yang tidak hanya berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan sehingga dapat membentu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas: 2006). Selanjutnya menurut Winaputra (Samatowa, 2006: 3) “IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berfikir dan cara memecahkan masalah”. Sedangkan menurut Bundu (2006: 9) terdapat tiga pengertian Sains yaitu: 1) Sains adalah sejumlah proses kegiatan mengumpulkan informasi secara sistimatik tentang dunia
11 sekitar; 2) Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan tertentu; 3) Sains adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang benda atau makhluk hidup dengan cara menerapkan metode berpikir ilmiah sebagai sarana untuk kegiatan pemahaman ilmiah. Metode ilmiah merupakan realisasi penghubung dari pengetahuan ke dalam kemampuan, jika siswa tidak menguasainya maka akan meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan berbagai masalah, sehingga pembelajaran IPA sangat cocok untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara ilmiah. 2) Karakteristik Pembelajaran IPA (Sains) Pembelajaran memiliki ciri-ciri khusus atau karakteristik dalam pembelajaran itu sendiri. Menurut Gino (Rizema, 2013: 26) ciri-ciri pembelajaran terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa, yaitu motivasi belajar, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar, dan kondisi subjek belajar. Selanjutnya, menurut Herlen (Bundu, 2006: 10) karakteristik utama Sains ada tiga yaitu: Pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas prinsip dan teori ilmiah. Kedua, memberi pengertian adanya hubungan atara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang ahir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Sedangkan menurut Bundu (2006: 10) Sains didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan melalui proses ilmiah dan sikap ilmiah untuk melahirkan penemuan-penemuan baru yang disebut dengan produk Sains. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran IPA/Sains yaitu: fakta-fakta yang diperoleh
12 dalam observasi saling berhubungan sehingga memungkinkan adanya prediksi terhadap suatu konsep. Prinsip dan teori dalam IPA bersifat obyektif sehingga setiap orang berhak untuk mengujinya, namun teori dalam IPA masih bisa berubah jika ditemukan adanya teori baru yang lebih relevan dengan kenyataan yang sebenarnya. Sedangkan untuk menghasilkan teori dan konsep tersebut yang merupakan suatu produk Sains diperlukan adanya proses ilmiah dan sikap ilmiah. 3) Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Susanto (2013: 170) menyatakan bahwa IPA di sekolah dasar menekankan pada pemberian pengalaman belajar langsung untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan bersikap terhadap alam. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa siswa belajar berdasarkan pengalaman nyata yang diperoleh berdasarkan pengalaman langsung atau sering disebut dengan learning by doing. Sedangkan menurut Samatowa (2006: 1) IPA di sekolah dasar hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Jadi dalam pembelajaran IPA di SD siswa diharapkan dapat mencari konsep (Inquiry) dan menemukan konsep (Discovery) baik sendiri maupun dengan bantuan guru. Menurut Depdiknas (2006: 15) ada dua hal yang menonjol mengenai IPA, yaitu: 1) IPA sebagai metodelogi untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, atau sering disebut proses; 2) IPA sebagai suatu kumpulan pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematis atau seiring diistilahkan produk IPA, artinya pembelajaran IPA dapat melatih siswa untuk berpikir ilmiah agar pemahaman siswa lebih mendalam. Sedangkan Susanto (2013: 167) menyatakan bahwa hakikat pembelajaran IPA dapat diklarifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: a) ilmu pengetahuan alam sebagai produk; 2) ilmu pengetahuan alam sebagai proses; dan 3) ilmu pengetahuan alam sebagai sikap.
13 Hakikat pembelajaran IPA meliputi tiga aspek, yaitu sebagai berikut: a) IPA sebagai produk Menurut Iskandar (Bundu, 2006: 11) IPA sebagai disiplin ilmu disebut produk sains karena isinya merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuwan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum, dan teoriteori sains. Fakta adalah pertanyaan dan pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau peristiwa yang benar-benar terjadi dan sudah dibuktikan secara obyektif. Konsep adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta yang saling berhubungan. Prinsip adalah kumpulan
sejumlah
besar
fakta
atau
menjelaskan
saling
keterhubungan sejumlah fakta. Hukum adalah prinsip-prinsip yang sudah
diterima
kebenarannya
yang
sifatnya
tentative
tetapi
mempunyai daya uji yang kuat sehingga bertahan dalam waktu yang relatif lama. Teori ilmiah merupakan kerangka hubungan yang lebih luas antara fakta, konsep, prinsip, dan hukum sehingga merupakan model atau gambaran yang dibuat oleh para ilmuan untuk menjelaskan gejala alam. b) IPA sebagai proses Menurut Bundu (2006: 21) Sains dari segi proses pada hakikikatnya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dengan cara tertentu. Dalam menggali dan memahami pengetahuan tentang alam, dibutuhkan suatu proses untuk menemukan fakta dan teori yang selanjutnya digeneralisasikan oleh ilmuwan, proses tersebut disebut sebagai keterampilan proses sains. Menurut Rezba (Bundu, 2006: 25) ada enam keterampilan proses dasar sains yaitu mengamati (observing), mengelompokaan (classifying), mengukur (measuring), menyimpulkan
(inferring),
meramalkan
mengomunikasikan (communicating).
(predicting)
dan
14 c) IPA sebagai pengembangan sikap ilmiah Gega (Bundu, 2006: 19) menyatakan bahwa “ada empat sikap yang perlu dikembangkan yakni sikap ingin tahu (curiocity), penemuan (inventiveness), berpikir kritis (crical thinking), dan teguh pendirian (persistence), keempat sikap ini tidak bisa dipisahkan karena saling melengkapi”. Sedangkan Bundu (2006: 19) menyatakan bahwa “sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua tingkatan pendidikan sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan, ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis, hati-hati, tekun, ulet, tabah, kreatif, berpikir terbuka, sensitif terhadap lingkungan sekitar, dan bekerja sama dengan orang lain”. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran IPA mencangkup tiga aspek yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses, dan IPA sebagai pengembang sikap ilmiah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA siswa dituntut untuk mampu menggunakan keterampilan dasar IPA untuk menghasilkan produk IPA, serta mampu mengembangkan sikap ilmiah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penilaian proses yang mencangkup aspek IPA sebagai proses dan pengembang sikap ilmiah, serta penilaian hasil belajar siswa yang merupakan aspek IPA sebagai produk. 4) Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Berdasarkan BSNP Tahun 2006, tujuan dari mata pelajaran IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,
keindahan,
dan
keteraturan
alam
ciptaannya;
(2)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep–konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari-hari; (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan;
15 (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan tuhan; dan (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs (Depdiknas: 2006). Sedangkan menurut Bundu (2006: 180) tujuan pendidikan Sains di sekolah dasar berorientasi pada pencapaian sains dari segi produk, proses, dan sikap keilmuan. Dari segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperoleh untuk menjelaskan dan memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari sikap keilmuan, siswa diharapkan mempunyai sikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, kerjasama, mandiri, serta mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar sehingga menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar yaitu untuk mengembangakan seluruh kemampuan siswa baik dalam bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta mampu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat. 5) Ruang Lingkup IPA di Sekolah Dasar Berdasarkan BSNP Tahun 2006, ruang lingkup mata pelajaran IPA di sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan; (2) Benda/ materi sifat-sifat kegunaan meliputi: cair, padat dan gas; (3) Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana; dan (4) Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya (Depdiknas, 2006).
16 Pada penelitian ini, peneliti mengambil pokok bahasan materi tentang gaya. Materi tentang gaya dalam penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup energi dan perubahannya. Berikut Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang digunakan peneliti sesuai silabus pada mata pelajaran IPA tentang gaya untuk kelas IV SD semester II yang disajikan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar IPA dan Indikator tentang Gaya Kelas IV SD Semester II. Standar Kompetensi 7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda.
Kompetensi Dasar 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda.
Indikator
7.1.1 Menyebutkan jenis-jenis gaya berdasarkan sumber tenaganya. 7.1.2 Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi gerak benda. 7.1.3 Mendemonstrasikan gaya dapat mengubah arah suatu benda. 7.1.4 Melakukan percobaan tentang gaya dapat mengubah arah suatu benda. 7.1.5 Menemukan contoh dalam kehidupan sehari-hari bahwa gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. 7.2 Menyimpulkan 7.2.1 Mendemonstrasikan gaya dapat mengubah bentuk hasil pecobaan suatu benda. bahwa gaya 7.2.2 Melakukan percobaan (dorongan dan tentang gaya dapat tarikan) dapat mengubah bentuk suatu mengubah benda. bentuk suatu 7.2.3 Menemukan contoh dalam benda. kehidupan sehari-hari bahwa gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. (Silabus terlampir pada lampiran 2 halaman 153-154).
17 6) Materi IPA Tentang Gaya Kelas IV Semester 2 Sekolah Dasar
Gambar 2.1 Peta Konsep tentang Gaya (Sumber: Sulistyanto, 2008). a) Pengertian Gaya Gaya dalam IPA tidak sama dengan gaya yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Wahyono dan Nurachmandani (2008: 89) dalam ilmu pengetahuan, gaya sering diartikan sebagai dorongan atau tarikan. Bila kita menarik atau mendorong suatu benda, maka berarti kita memberikan gaya pada benda tersebut. Sedangkan menurut Sumardi, dkk (2005: 2.34) gaya merupakan akibat dari adanya gerak yang selalu berhubungan dengan gerak, energy, momentum dan tumbukan. Suatu benda dapat bergerak dengan diperlukannya gaya yang mendorong atau menariknya dan jika tidak ada pengaruh dari gaya tersebut maka benda akan terhenti. Dalam fisika, gaya dinyatakan dalam bentuk percepatan yang dialami oleh suatu benda yang sedang bergerak. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya adalah suatu tindakan berupa tarikan atau dorongan yang dapat mempengaruhi suatu benda. Contohnya: mendorong lemari, menarik kursi, mendorong gerobak, menendang bola, dan memukul bola kasti. Jika kita melakukan dorongan atau tarikan terhadap suatu benda, berarti
18 kita telah melakukan gaya terhadap benda tersebut. Gaya adalah sesuatu yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan terhadap suatu benda. Menurut materi IPA di SD, gaya dikenal sebagai tarikan dan dorongan. Materi Gaya pada kelas IV ini membahas tentang pengaruh gaya (tarikan dan dorongan) terhadap gerak dan bentuk benda. b) Jenis-Jenis Gaya Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menemukan gaya dengan jenis yang berbeda satu dan yang lainnya. Gaya tarik, gaya dorong, dan gaya gesek merupakan beberapa gaya yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Setiap gaya yang dilakukan memerlukan tenaga. Menurut Sulistiyanto (2008: 92-93) berdasarkan sumber tenaga yang diperlukan, gaya dibedakan menjadi 5, yaitu sebagai berikut. (1) Gaya Otot Gaya otot merupakan gaya yang dihasilkan oleh tenaga otot. Contoh gaya otot adalah pada saat kita menarik atau mendorong meja, membawa belanjaan ibu, dan menendang bola.
Gambar 2.2 Anak Sedang Menendang Bola. (2) Gaya Gesek antara Dua Benda Gaya
gesek
merupakan
gaya
yang
terjadi
karena
bersentuhannya dua permukaan benda. Contoh gaya gesek adalah gaya yang bekerja pada rem sepeda, orang sedang menggergaji kayu, dan orang sedang menggosok batu.
19
Gambar 2.3 Gaya Gesek Antara Gergaji dan Kayu. (3) Gaya Magnet Gaya magnet merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan atau dorongan dari magnet. Contoh gaya magnet adalah, tertariknya paku ketika didekatkan dengan magnet.
Gambar 2.4 Magnet Menarik Paku. (4) Gaya Gravitasi Gaya gravitasi merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan bumi. Contoh gaya gravitasi adalah jatuhnya buah dari atas pohon dengan sendirinya, kelereng yang dilempar ke atas akan jatuh
20 ke bawah. Semua benda yang dilempar ke atas akan tetap kembali ke bawah karena pengaruh gravitasi bumi.
Gambar 2.5 Kelapa Jatuh Karena Grafitasi Bumi. (5) Gaya Listrik Gaya listrik merupakan gaya yang terjadi karena aliran muatan listrik. Contoh gaya listrik adalah bergeraknya kipas angin listrik karena dihubungkan dengan sumber energi listrik. Contoh lainnya yaitu, mesin pemotong kramik listrik, blender listrik, mixser listrik dan peralatan listrik lainnya yang menyebabkan gerak juga menggunakan gaya listrik.
Gambar 2.6 Kipas Angin Bergerak Karena Adanya Gaya Listrik. c) Besar Gaya Besar gaya yang dimiliki sumber gaya tidak sama. Misalnya, besar gaya yang diberikan kuda berbeda dengan besar gaya yang diberikan sapi, begitupun dengan manusia. Gaya yang dihasilkan setiap orang mungkin berbeda-beda (Rositawaty, 2008: 117). Gaya yang
21 diberikan terhadap benda besarnya berbeda-beda, ada yang kuat, ada yang lemah, dan ada yang sedang. Jadi, besar gaya berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Alat khusus yang digunakan untuk mengukur gaya disebut dinamometer.
Gambar 2.7 Dinamometer. d) Faktor-faktor yang mempengaruhi gerak benda Benda dapat bergerak karena adanya gaya yang bekerja pada benda. Jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda maka benda tidak dapat bergerak atau berubah kedudukannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi gerak suatu benda adalah adanya gaya gravitasi bumi dan tarikan atau dorongan yang terjadi pada benda (Sulistyanto, 2008: 94). (1) Adanya Gravitasi Bumi Kamu tentu pernah melihat buah mangga yang jatuh sendiri dari pohonnya. Jatuhnya buah mangga tersebut merupakan akibat adanya
gaya tarik bumi
yang disebut
gravitasi. Gravitasi
menyebabkan benda dapat bergerak jatuh ke bawah. Apabila kita melempar bola ke atas maka bola tersebut akan kembali ke bawah karena adanya gravitasi bumi. (2) Dorongan atau Tarikan Pada bagian sebelumnya telah dibahas bahwa benda dapat bergerak karena adanya gaya yang berupa tarikan atau dorongan. Contohnya mobil yang mogok akan bergerak apabila ada orang yang
22 mendorongnya. Hal ini menunjukkan bahwa tarikan dan dorongan mempengaruhi gerak benda. e) Gaya Mempengaruhi Gerak Benda Gaya mengakibatkan adanya perubahan pada benda. Dengan kata lain, gaya dapat mempengaruhi suatu benda. Pengaruh gaya terhadap benda adalah sebagai berikut: (1) Gaya Dapat Menggerakkan Benda Diam Benda diam akan bergerak jika diberi gaya. Contohnya, bola akan melambung ke udara jika kita tendang. Lemari akan bergeser jika kita dorong. Sepeda akan berjalan jika kita kayuh. Batu akan bergerak jika kita lempar.
Gambar 2.8 Anak Menendang Bola Yang Diam. (2) Gaya Dapat Membuat Benda Bergerak Menjadi Diam Contoh benda yang bergerak adalah sepeda yang dikayuh, kelereng yang menggelinding dan sebagainya. Benda-benda yang bergerak tersebut dapat berhenti atau diam jika diberi gaya. Sepeda yang
bergerak
akan
berhenti
jika
direm.
Kelereng
yang
menggelinding akan berhenti jika kita tahan dengan tangan. Mengerem sepeda dan menahan kelereng dengan tangan termasuk bentuk gaya. Dengan demikian, gaya dapat membuat benda bergerak menjadi diam.
23
Gambar 2.9 Pengereman Membuat Sepeda Yang Bergerak Menjadi Diam. (3) Gaya Dapat Mengubah Kecepatan Gerak Benda Mobil-mobilan
yang
sedang
bergerak
karena
ditarik/didorong, jika kita amati kecepatannya tidak selalu sama. Makin kuat gaya yang diberikan maka kecepatan geraknya makin kuat (Devi, 2008: 191). Oleh karena itu, gaya dapat mempengaruhi kecepatan gerak benda. Contoh lain gaya dapat mempengaruhi kecepatan gerak benda selain menarik/mendorong mobil-mobilan yaitu mempercepat laju sepeda dengan mengayuh lebih cepat. Mulamula kecepatan sepeda lambat, jika kita kayuh dengan gaya yang lebih maka kecepatan sepeda akan menjadi lebih cepat.
Gambar 2.10 Anak Mempercepat Laju Sepeda.
24 (4) Gaya Dapat Mengubah Arah Gerak Benda Sepeda tidak hanya dapat bergerak lurus. Sepeda dapat kita belokkan ke arah yang kita inginkan. Jika ingin mengubah arah gerak sepeda, kita cukup membelokkan sepeda tersebut. Hasilnya, arah gerak sepeda akan berubah. Oleh karena itu, gaya dapat mempengaruhi arah gerak benda.
Gambar 2.11 Anak Sedang Membelokan Sepeda. f) Gaya Dapat Mengubah Bentuk Benda Gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. Para pembuat batu bata membuat membuat batu bata dari tanah liat. Ketika membentuk tanah liat menjadi batu bata, ia memberikan gaya pada tanah liat. Hal tersebut membuktikan bahwa gaya dapat mengubah bentuk benda.
Gambar 2.12 Proses Pembuatan Batu Bata.
25 c. Peningkatan Pembelajaran IPA Tentang Gaya Siswa Kelas IV SD Peningkatan pembelajaran IPA tentang gaya pada siswa kelas IV SD merupakan hasil peningkatan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dilakukan oleh siswa dengan membutuhkan pemikiran dan penalaran siswa dalam mengaplikasikan konsep IPA yang dipelajarinya ke dalam kehidupan sehari-hari dengan indikator pencapaian kompetensi sebagai berikut: 1) Menyebutkan jenis-jenis gaya berdasarkan sumber tenaganya; 2) Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi gerak benda.; 3) Mendemonstrasikan gaya dapat mengubah gerak suatu benda; 4) Menemukan contoh dalam kehidupan sehari-hari bahwa gaya dapat mengubah gerak suatu benda; 5) Melakukan percobaan tentang gaya dapat mengubah gerak suatu benda; 6) Mendemonstrasikan gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. ; 7) Menemukan contoh dalam kehidupan sehari-hari bahwa gaya dapat mengubah bentuk suatu benda.; dan 8) Melakukan percobaan tentang gaya dapat mengubah bentuk suatu benda. Peningkatan pembelajaran tersebut dapat diketahui dari penilaian proses dan hasil belajar siswa. Penilaian proses terdiri dari penilaian keterampilan proses dan sikap ilmiah pada siswa selama pembelajaran berlangsung. Penilaian hasil belajar siswa berupa lembar soal evaluasi IPA tentang gaya. Dari penilaian proses dan hasil belajar siswa tersebut dapat diperoleh nilai rata-rata hasil pembelajaran siswa yang dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan atau tidak dalam suatu pembelajaran.
26 2. Model Sains Teknologi Masyarakat dengan Sumber Belajar Lingkungan Sekitar a. Definisi Model Pembelajaran Menurut Komarudin (Sagala, 2012: 175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu system asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa; (5) suatu deskripsi dari suatu system yang mungkin atau imajiner; (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya. Sedangkan Joyce dan weill (Huda, 2013: 73) mengemukaan pendapatnya bahwa “model pembelajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi intruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda”. Berdasrkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka/desain dalam proses pembelajaran yang tergambar dari awal sampai ahir dan disajikan secara khas oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu.
b. Konsep Model Sains Teknologi Masyarakat (STM) 1) Pengertian Model Sains Teknologi Masyarakat Poedjiadi (2010: 124) menyatakan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) adalah suatu model yang mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan pesikomotor yang secara utuh dibentuk dalam diri individu sebagai peserta didik, dengan harapan agar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Poedjiadi (Indrawati, 2010: 21) menyatakan bahwa “STM menitik beratkan pada penyelesaian masalah dan proses berfikir yang melibatkan
27 transfer jarak jauh, artinya menerapkan konsep yang diperoleh dari sekolah pada situasi di luar sekolah, yaitu yang ada di masyarakat”. Sedangkan Yanger (Indrawati, 2010: 21) mendefinisikan bahwa “STM (Sains Teknologi Masyarakat) atau STS (Science Technology Society) sebagai belajar dan mengajar mengenai sains/teknologi dalam konteks pengalaman manusia (konteks dunia nyata)”. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model Sains
Teknologi
Masyarakat
(STM)
merupakan
suatu
model
pembelajaran yang mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan pesikomotor peserta didik dalam penyelesaian masalah kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat.
2) Karakteristik Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Menurut Fajar (Rizema, 2013: 143) model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat memiliki karakteristik/ciri-ciri sebagai berikut: 1) Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak; 2) Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, dan lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah; 3) Keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi yang bisa diterapkan untuk memecahkan masalahmasalah dalam kehidupan sehari-hari, 4) Perpanjangan belajar di luar kelas dan sekolah, 5) Fokus kepada dampak sains dan teknologi kepada siswa; 6) Suatu pandangan bahwa isi sains bukan hanya konsep yang harus dikuasai siswa dalam tes; 7) Penekanan pada keterampilan proses, sehingga siswa dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah; 8) Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi; 9) Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara, sehingga ia dapat mencoba untuk memecahkan isu-isu yang telah diidentifikasikan; 10) Identifikasi sejauh mana sains dan teknologi berdampak di masa depan; dan 11) Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
28 Berdasarkan
uraian
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat diawali dengan memberikan-isu-isu yang ada di lingkungan masyarakat, dengan begitu siswa akan terdorong untuk mencari jawaban mengenai permasalahan yang disebabkan oleh isu tersebut. Untuk memecahkan masalah siswa juga memerlukan sumber belajar yang tidak selalu ada di dalam kelas, sumber belajar bisa saja diluar kelas atau bahkan di luar sekolah. Dengan demikian siswa akan menggunakan sumber belajar tidak hanya di dalam kelas saja tetapi bisa juga di lingkungan sekolah untuk memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran. 3) Langkah-langkah Penerapan Model Sains Teknologi Masyarakat Menurut mengaplikasikan
Yanger model
(Indrawati, Sains
2010:
Teknologi
26-28)
untuk
Masyarakat
dalam
pembelajaran, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu: a) Invitasi Pada tahap ini guru merangsang peserta didik mengingat atau menampilkan kejadian-kejadian yang ditemui di masyarakat baik melalui media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan topik yang merupakan hasil observasi. Guru dan peserta didik mengidentifikasi masalah atau pertanyaan dan jawaban sementara yang paling mungkin dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan dan alokasi waktu pembelajaran serta topik. b) Eksplorasi Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik merupakan upaya untuk menguji jawaban sementara yang telah dibuat dengan mencari data dari berbagai sumber informasi. Kegiatan peserta didik pada tahap ini diantaranya dapat berupa mengemukakan pendapat,
mencari
informasi,
bereksperimen,
mengobservasi
fenomena khusus, mendesain model/karya, dan mendiskusikan pemecahan masalah.
29 c) Penjelasan dan Solusi Pada tahap ini peserta didik diajak untuk mengomunikasikan gagasan yang diperoleh dari analisis informasi yang didapat, menyusun suatu model penjelasan, meninjau dan mendiskusikan solusi yang diperoleh, dan menentukan beberapa solusi. Guru membimbing peserta didik untuk memadukan konsep yang dihasilkan dengan konsep yang dianut oleh para ahli sains, pada tahap ini peran guru hendaknya dapat meluruskan konsep peserta didik yang keliru. d) Penentuan Tindakan Pada tahap ini peserta didik diajak untuk membuat sesuatu keputusan dengan mempertimbangkan penguasaan konsep sains dan keterampilan yang dimiliki untuk berbagi gagasan dengan lingkungan atau dalam kedudukan peserta didik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Pengambilan tindakan ini diantaranya dapat berupa pengambilan keputusan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, membagi informasi dan gagasan, dan mengajukan pertanyaan baru. Sedangkan langkah-langkah model STM menurut Poedjiadi (2010: 126-132) yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.13 Langkah-langkah Model STM (Poedjiadi, 2010: 126)
30 Adapun penjelasan dari gambar 2.13 yaitu sebagai berikut: a) Tahap 1. Pendahuluan: inisiasi/invitasi/apersepsi terhadap siswa Pada tahap pendahuluan ini dikemukakan berbabai isu-isu atau masalah yang dapat digali oleh siswa, tetapi apabila tidak ada tanggapan dari siswa dapat dikemukakan oleh guru sendiri. b) Tahap 2. Pembentukan/pengembangan konsep Pada tahap ke dua ini, proses pembentukan konsep dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan dan metode, misalnya melalui pendekatan keterampilan proses dan metode diskusi kelompok. Pada ahir pembentukan konsep diharapkan siswa telah dapat memahami apakah anaisis isu-isu atau penyelesaian terhadap masalah telah menggunakan konsep-konsep yang diikuti oleh para ilmuwan. c) Tahap 3. Aplikasi Konsep Dalam Kehidupan Dengan berbekal pemahaman konsep yang benar siswa melakukan analisis isu atau penyelesaian masalah yang disebut sebagai aplikasi konsep dalam kehidupan. Pada tahap ini konsepkonsep yang telah dipahami oleh siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selama proses pembentukan konsep, dan penyelesaian masalah guru perlu meluruskan persepsi siswa jika terjadi salah persepsi/miskonsepsi antara siswa satu dengan yang lainnya. Kegiatan ini lah yang disebut dengan pemantapan konsep. d) Tahap 4. Pemantapan Konsep Pada tahap ini, apabila selama proses pembentukan konsep, dan penyelesaian masalah tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa guru tetap perlu melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal tersebut dilakukan karena dimungkinkan siswa masih mengalami miskonsepsi tetapi tidak terdeteksi oleh guru.
31 e) Tahap 5. Penilaian Pada ahir pembelajaran guru melaksanakan kegiatan evaluasi untuk memberikan penilaian terhadap hasil pembelajaran yang telah dilakukan oleh siswanya. Dengan mengaplikasikan model Sains Teknologi Masyarakat ini dalam dapat mengembangkan keterampilan kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
penggunaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat memiliki langkah-langkah Invitasi/apresepsi;
sebagai (2)
berikut:
(1)
Pendahuluan
Pembentukan/pengembangan
berupa
konsep;
(3)
Aplikasi/analisis konsep; (4) Pemantapan konsep/penjelasan; dan (5) Penilaian. Pada penelitian ini peneliti lebih memilih menggunakan langkah-langkah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat yang dijelaskan oleh Poedjiadi karena dalam suatu pembelajaran penilaian merupakan hal yang penting sehingga dalam pembelajaran harus diperhatikan dengan teliti. c. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran STM Menurut Indrawati (2010: 29) keunggulan penerapan model pembelajaran STM yaitu sebagai berikut: 1) Relevan untuk masyarakat mendatang; 2) Relevan terhadap tenaga kerja masa yang akan datang; 3) Relevan terhadap kehidupan sehari-hari; dan 4) Relevan dengan dunia global. Selain keunggulan, penerapan model pembelajaran STM menurut Indrawati (2010: 29) juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut: 1) Kurangnya pengetahuan materi dan wawasan guru; 2) Membutuhkan waktu yang cukup banyak; dan 3) Kurangnya penguasaan konsep, karena pengajaran dengan pendekatan STM berawal dari isu yang ada di masyarakat yang mungkin membutuhkan pembahasan dengan multi konsep.
32 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan
model
Sains
Teknologi
Masyarakat
yaitu
pembelajaran relevan dengan dunia nyata siswa, dalam kehidupan seharihari di lingkungan masyarakat, dan dunia global. Sedangkan kelemahan model Sains Teknologi Masyarakat yaitu kurangnya pengetahuan dan penguasaan konsep guru mengenai isu-isu yang ada di masyarakat, serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, agar penerapan model Sains Teknologi Masyarakat dapat mencapai tujuan secara optimal, maka diperlukan upaya untuk mengurangi bahkan mencegah munculnya kendala atau kelemahan model Sains Teknologi Masyarakat. d. Hakikat Sumber Belajar Lingkungan Sekitar 1) Pengertian Sumber Belajar Menurut Warsita (2008: 212) “sumber belajar adalah segala sesuatu baik yang sengaja diciptakan (by design) maupun yang telah tersedia (by utilization) yang dapat dimanfaatkan baik secara sendirisendiri maupun bersama-sama untuk membuat atau membantu peserta didik belajar”. Sedangkan menurut Sukorini (warsita, 2008: 211) sumber belajar meliputi apa saja dan siapa saja yang memungkinkan peserta didik dapat belajar. Setiap sumber belajar harus memuat pesan pembelajaran dan harus ada interaksi timbal balik antara peserta didik dengan sumber belajar tersebut. Sumber belajar dapat juga berarti satu set bahan atau situasi yang sengaja diciptakan untuk menunjang peserta didik belajar. Berdasarkan pendapat di atas mengenai pengertian sumber belajar dapat disimpulkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang bisa digunakan untuk mempermudah seseorang dalam belajar baik yang sengaja maupun yang telah tersedia serta memiliki hubungan timbal balik antara sumber belajar tersebut dengan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
33 2) Sumber Belajar Lingkungan Sekitar Menurut Warsita (2008: 209) “Sumber belajar itu banyak jenisnya yaitu meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan”. Kemudian Warsita (2008: 210) mengatakan bahawa “lingkungan adalah situasi di sekitar terjadinya proses pembelajaran tempat peserta didik menerima pesan pembelajaran”. Menurut Uno dan Mohamad (2012: 148) Lingkungan dibedakan menjadi dua macam yaitu lingkungan fisik contohnya gedung sekolah, dan lingkungan non fisik contohnya suasana lingkungan belajar. Selain itu, lingkungan merupakan sumber belajar yang paling efektif dan efisien serta tidak membutuhkan biaya yang besar, selain itu konsep pembelajaran dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar memberikan peluang yang sangat besar kepada peserta didik dalam meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik. Sedangkan menurut Samatowa (2006: 145), pembelajaran IPA di sekolah dasar dapat menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber
belajar,
sehingga
pembelajaran
lebih
menyenangkan
dibandingkan dengan ceramah dan diskusi di dalam kelas. Penggunaan sumber belajar lingkungan sekitar dapat dilakukan dengan cara siswa mengamati langsung, memegang dan mendiskusikan objek yang sedang dipelajarinya. Dengan penggunaan sumber belajar lingkungan sekitar tersebut diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran karena sumber belajar yang digunakan dekat dengan dunia siswa sehingga membuat pelajaran lebih bermakna bagi siswa. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar
lingkungan
sekitar
merupakan
sumber
belajar
yang
memanfaatkan lingkungan sekitar siswa dengan cara siswa mengamati langsung,
memegang
dipelajarinya,
untuk
dan
mendiskusikan
meningkatkan
pembelajaran yang akan dicapai.
objek
yang
sedang
pembelajaran
sesuai
tujuan
34 Berikut adalah contoh foto lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dalam pembelajaran IPA tentang Gaya di kelas IV.
Gambar 2.14 Anak Sedang Bermain Bola Gambar anak sedang bermain bola dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa gaya (dorongan atau tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda.
Gambar 2.15 Anak Sedang Membuat Batu Bata Gambar anak sedang membuat batu bata dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa gaya (dorongan atau tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda.
35 3) Keunggulan dan kelemahan sumber belajar lingkungan sekitar Menurut Uno dan Mohamad (2012: 146), secara garis besar konsep pembelajaran dengan menggunakan lingkungan memiliki beberapa kelebihan, yaitu sebagai berikut: a) Peserta didik dibawa langsung ke dunia yang konkret untuk penanaman konsep pembelajaran; b) Lingkungan dapat digunakan setiap saat dan dimanapun sesuai jenis materi yang sedang diajarkan; c) Konsep pembelajaran dengan menggunakan lingkungan sudah disediakan oleh alam; d) Mudah untuk dicerna oleh peserta didik karena disajikan materi yang sifatnya konkret; e) Motivasi belajar peserta didik akan lebih bertambah karena peserta didik mengalami suasana belajar yang berbeda dari biasanya; f) Suasana yang nyaman memungkinkan peserta didik tidak mengalami kejenuhan ketika menerima materi; g) Konsep pembelajaran yang dilaksanakan tidak akan terkesan monoton; h) Peserta didik akan lebih leluasa dalam berfikir dan cenderung untuk memikirkan materi yang diajarkan karena materi yang diajarkan telah tersaji di depan mata (konkret). Sedangkan kelemahan pembelajaran dengan menggunakan sumber belajar lingkungan, yaitu sebagai berikut: a) Lebih cenderung digunakan pada mata pelajaran IPA atau sains dan sejenisnya; b) Perbedaan kondisi lingkungan di setiap daerah (daerah rendah dan dataran tinggi); c) Adanya pergantian musim yang menyebabkan perubahan kondisi lingkungan setiap saat; dan 4) Timbulnya bencana alam. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar
menggunakan
lingkungan
sekitar
dapat
membantu
dan
memudahkan peserta didik dalam meningkatkan pembelajaran yang berlangsung dan membuat pembelajaran jauh lebih bermakna bagi siswa. Namun penggunaan sumber belajar lingkungan sekitar ini memiliki kelemahan yaitu apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan yang digunakan sebagai sumber belajar karena kondisi lingkungan sekitar siswa juga bisa berubah sewaktu-waktu.
36 e. Aplikasi Model Sains Teknologi Masyarakat (STM) Dengan Sumber Belajar Lingkungan Sekitar Model pembelajaran STM merupakan model dengan melatih siswa untuk dapat mengaplikasikan konsep Sains dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Aplikasi model STM dengan sumber belajar lingkungan sekitar dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran, khususnya pada pelajaran IPA tentang gaya. Aplikasi model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar berarti mengaplikasikan model Sains Teknologi Masyarakat dengan mengolaborasikan sumber belajar lingkungan sekitar dalam pembelajaran. Artinya, dalam pelaksanaan model STM tersebut menggunakan sumber belajar di lingkungan sekitar siswa sebagai salah satu sumber pembelajaran dalam penyampaian pesan. Dalam menemukan pengetahuan baru ini, siswa akan mengeksplor lingkungan sekitar siswa sebagai sumber belajar yang bermakna bagi siswa itu sendiri. Contohnya dalam pembelajaran IPA di kelas IV tentang gaya, terdapat konsep bahwa gaya dapat mengubah bentuk benda guru dapat menggunakan sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah seperti tempat pembuatan batu bata sebagai sumber pembelajaran mengenai gaya dapat mengubah bentuk benda. Langkah-langkah aplikasi model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar yaitu: (1) Pendahuluan berupa Invitasi/apersepsi
terhadap
siswa;
(2)
Pembentukan
konsep;
(3)
Aplikasi/analisis konsep berdasarkan sumber belajar lingkungan sekitar; (4) Pemantapan konsep, guru menyamakan persepsi siswa melalui penjelasan materi; (5) Penilaian, guru melaksanakan evaluasi terhadap siswa di ahir pembelajaran.
3. Penelitian yang Relevan Penelitian-penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai bahan rujukan sekaligus referensi dalam menentukan penelitian tindakan kelas yang ingin dilaksanakan oleh peneliti. Oleh karena itu, di bawah ini akan dijelaskan beberapa
37 penelitian yang relevan dengan penelitian tentang aplikasi model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan sumber belajar lingkungan sekitar. Penelitian relevan pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rumpi Adnyani (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD negeri di desa kalibukbuk”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V semester genap tahun pelajaran 2012/2013 di desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rumpi Adnyani, dkk menunjukan bahwa nilai rata-rata siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran STM lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Persamaan antara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian oleh Rumpi Andyani, dkk adalah sama-sama menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat dan digunakan pada pembelajaran IPA. Sedangkan perbedaannya yaitu bahwa penelitian yang dilakukan oleh Rumpi Adnyani, dkk adalah penggunaan
model
Sains
Teknologi
Masyarakat
dan
digunakan
pada
pembelajaran IPA kelas V dan tidak menggunakan sumber belajar lingkungan sekitar sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penggunaan model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar dan digunakan pada pembelajaran IPA kelas IV. Penelitian relevan kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Cahyani Dona Aji (2014) dengan judul penelitian “Peningkatan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar IPA Melalui Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Siswa Kelas III SD N Peneket Tahun Ajaran 2013/2014”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan langkah-langkah pemanfaatan lingkungan sekitar, untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar IPA, dan untuk mendeskripsikan kendala don solusi pemanfaatan lingkungan sekitar dalam pembelajaran IPA siswa kelas III SD N Peneket Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa pemanfaatan lingkungan sekitar dapat meningkatkan berpikir kritis
38 dan hasil belajar IPA siswa kelas III SD N Peneket Tahun Ajaran 2013/20. Hal ini diketahui dari presentase ketuntasan di tiap siklus, yaitu 74% pada siklus pertama, meningkat menjadi 78,7%, dan meningkat lagi menjadi 86,3 % pada siklus ketiga. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyani Dona Aji memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama menggunakan sumber belajar lingkungan sekitar dan digunakan pada pembelajaran IPA. Perbedaannya yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyani Dona Aji hanya memanfaatkan lingkungan sekitar saja tanpa mengolaborasikannya dengan model pembelajaran dan digunakan di kelas III SD, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti selain memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar juga menggunakan model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM dan digunakan di kelas IV SD. Penelitian relevan ketiga peneliti ambil dari jurnal internasional, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Catia Bettencourt, dkk (2011) dengan judul “Biology
teachers
perceptions
about
Science-Technology-Society
(STS)
education”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan pembelajaran biologi dengan cara menerapkan pembelajaran STS/STM. Hasil penelitian ini yaitu menunjukan bahwa penggunaan model STS dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran biologi pada siswa kelas XII sekolah menengah. Penelitian yang dilakukan oleh Catia Bettencourt, dkk memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu sama-sama menerapkan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM/STS). Namun penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Catia Bettencourt itu diterapkan untuk meningkatkan pembelajaran biologi pada siswa kelas XII sekolah menengah, sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti digunakan untuk meningkatkan pembelajaran IPA pada siswa kelas IV sekolah dasar. Penelitian relevan keempat peneliti ambil dari jurnal internasional, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, dkk (2015) dengan judul “Relationship Between Constructivist Learning Environments and Educational Facility In
39 Science Classroms”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki sejauh mana hubungan pembelajaran Konstruktivisme dengan lingkungan sebagai sumber belajar pada pembelajaran Sains dan untuk mengidentifikasi hubungan antara belajar menggunakan lingkungan dengan menggunakan fasilitas sekolah yang ada di sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa siswa cenderung lebih memilih lingkungan sebagi sumber belajar sehingga lebih bersikap konstruktivisme/sesuai dengan dunia yang sebenarnya. Temuan ini menyarankan bahwa guru sains harus menerapkan pendekatan konstruktivis dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dalam kegiatan praktek untuk meningkatkan pembelajaran Sains. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, dkk memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu samasama menggunakan sumber belajar lingkungan dan sama-sama digunakan pada pembelajaran Sains/IPA. Perbedaannya yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, dkk mencari adanya keterkaitan/hubungan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar melalui pendekatan kontruktivisme dan fasilitas sekolah dalam pembelajaran Sains, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dengan menggunakan
model
pembelajaran
Sains
Teknologi
Masyarakat
untuk
meningkatkan pembelajaran IPA di kelas IV SD. Dari keempat penelitian yang relevan diatas dapat diketahui bahwa, model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat meningkatkan pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPA/Sains. Selain itu, dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar juga dapat membantu siswa dalam pembelajaran sehingga lingkungan sekitar dapat dijadikan sebagai sumber belajar untuk meningkatkan pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPA/Sains. Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan sumber belajar lingkungan sekitar dapat meningkatkan pembelajaran IPA.
40 B. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal diketahui bahwa pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Pandanlor pada materi tentang Gaya yang sudah dilaksanakan, (1) pembelajaran masih konvensional; (2) berpusat pada guru; (3) pembelajaran belum memberikan pengalaman langsung kepada siswa, dan (4) keaktifan siswa belum dikembangkan secara optimal. Permasalahan tersebut menyebabkan siswa bersikap pasif saat mengikuti pembelajaran dan hasil belajar dalam pembelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Pandanlor pada materi tentang Gaya masih rendah. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti saat pembelajaran berlangsung diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri Pandanlor pada pembelajaran IPA masih rendah. Hal ini mengakibatkan nilai siswa pada mata pelajaran IPA rendah, karena dari 25 siswa rata-rata nilai belajar IPA siswa hanya 65,32. Dengan KKM sebesar 65, masih terdapat 48% siswa yang belum memenuhi KKM. Selain itu model pembelajaran yang digunakan oleh guru selama ini masih bersifat konvensional karena didominasi ceramah dan tanya jawab sehingga belum bisa mengoptimalkan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang tepat agar aktivitas belajar siswa meningkat, salah satu model yang tepat yaitu model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan sumber belajar lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan di dalam pembelajaran guru mengaitkan konsep-konsep sains untuk diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari di masyarakat. Selain itu dengan menggunakan sumber belajar lingkungan sekitar juga dapat mempermudah siswa dalam memahami materi yang dipelajarinya, karena dengan sumber belajar lingkungan sekitar akan memberikan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa. Variabel X pada penelitian ini yaitu model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar, sedangkan Variabel Y pada penelitian ini yaitu pembelajaran IPA tentang gaya pada siswa kelas IV SD Negeri Pandanlor
tahun
ajaran
2015/2016.
Dengan
demikian
dilaksanakannya
pembelajaran dengan model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar dapat mempengaruhi pembelajaran IPA tentang gaya.
41 Langkah-langkah aplikasi model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber
belajar
lingkungan
sekitar
yaitu:
(1)
Pendahuluan
berupa
Invitasi/apersepsi terhadap siswa; (2) Pembentukan konsep; (3) Aplikasi/analisis konsep berdasarkan sumber belajar lingkungan sekitar; (4) Pemantapan konsep, guru menyamakan persepsi siswa melalui penjelasan materi; (5) Penilaian, guru melaksanakan evaluasi terhadap siswa di ahir pembelajaran. Penerapan model Sains Teknologi Masyarakat dapat meningkatkan nilai rata-rata belajar siswa, penelitian mengenai model STM ini sudah dibuktikan oleh Rumpi Adnyani (2013) yaitu dengan hasil penelitian bahwa nilai rata-rata siswa yang menggunakan model pembelajaran STM lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Selanjutnya Cahyani Dona Aji (2014) membuktikan bahwa pemanfaatan lingkungan sekitar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan penelitian relevan di atas Peneliti memilih penggunaan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan sumber belajar lingkungan sekitar dalam pelaksanaan pembelajaran IPA tentang gaya, karena dengan menggunakan model ini dapat memungkinkan siswa berperan aktif dan dapat menarik perhatian siswa sehingga aktivitas belajar siswa dapat meningkat. Selain itu, siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep dalam IPA yang berhubungan dengan teknologi sederhana dan mampu untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat. Tujuan utama model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar ini adalah menghasilkan siswa yang cukup mempunyai bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam kehidupan di masyarakat. Indikator ketercapaian tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 80% yang dilaksanakan selama III siklus. Pada kondisi akhir setelah menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat dengan sumber belajar lingkungan sekitar ini dalam pelaksanaan pembelajaran IPA diharapkan mampu meningkatkan pembelajaran IPA tentang gaya di kelas IV SD Negeri Pandanlor tahun ajaran 2015/2016.
42 Untuk mengetahui rencana jalannya penelitian, perlu digambarkan sebuah alur kerangka berpikir yang mempunyai gambaran jelas dalam melakukan penelitian yang ditunjukan pada gambar 2.14 di bawah ini: Kondisi Awal
Pembelajaran : Pembelajaran masih bersifat konvensional, Guru belum menerapkan model STM dengan sumber
belajar lingkungan sekitar.
Siswa : Siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM hanya 52% dari 25 siswa dengan rata-rata hasil belajar 65,3, siswa sulit memahami materi pelajaran, dan siswa pasif dalam pembelajaran,. Sikus 1: Penerapan model STM
dengan sumber belajar lingkungan sekitar pada
Tindakan
Pembelajaran menggunakan model STM dengan sumber belajar lingkungan sekitar, langkah-langkahnya yaitu: 1) Invitasi/apersepsi; 2) Pembentukan konsep; 3) Aplikasi/Analisis
konsep; 4) pemantapan konsep; dan 5) Penilaian.
materi jenis-jenis gaya dan faktor-faktor yang mempengaruhi gerak benda. Sikus 2 : Penerapan model STM dengan sumber belajar lingkungan sekitar pada materi gaya dapat mengubah gerak suatu benda dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Sikus 3 : Penerapan model STM dengan sumber belajar lingkungan sekitar pada materi gaya dapat merubah bentuk benda dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari..
Siswa dapat mengaplikasikan konsep gaya, siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajari, pembelajaran menjadi lebih kondusif, dan siswa lebih aktif dalam pembelajaran.
Kondisi Akhir
Aplikasi model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan sumber belajar lingkungan sekitar dapat meningkatkan pembelajaran IPA tentang gaya pada siswa kelas IV SD Negeri Pandanlor Tahun Ajaran 2015/2016.
Gambar 2.16 Alur Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
43 C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori, penelitian yang relevan dan kerangka befikir yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa “Jika diterapkan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dengan sumber belajar lingkungan sekitar dengan baik dan benar sesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran IPA tentang gaya pada siswa kelas IV SD Negeri Pandanlor Tahun Ajaran 2015/2016”.