7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Anak Tunagrahita Sedang a. Pengertian Tunagrahita mempunyai istilah lain yaitu lemah pikiran (feeble minded), terbelakang mental (mentally retarded), gangguan intelektual, dan lain-lain. Anak tunagrahita adalah mereka yang memiliki kecerdasan berada
di
bawah
rata-rata,
anak
tunagrahita
juga
mengalami
keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. (Amin, 1995: 11) Menurut Somantri (1996: 83) Tunagrahita adalah anak dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata yang menyebabkan mereka sukar mengikuti program pendidikan di sekolah biasa, sehingga perlu pendidikan khusus sesuai kemampuan. Menurut DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 2013), tunagrahita adalah sindrom yang ditandai oleh gangguan klinis yang signifikan dalam kognisi individu,
emosi,
regulasi
atau
perilaku
yang
mencerminkan
ketidakmampuan dalam psikologi, proses biologi atau perkembangan yang mendasari fungsi mental. Pengertian lain mengenai tunagrahita menurut Astati (2010: 14) yaitu “ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata- rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya”. Widjaya (2013: 22) menyebutkan bahwa tunagrahita adalah kelainan yang muncul sebelum usia 16 tahun. Kelainan ditandai dengan IQ (intelligence quotient) dibawah rata- rata (kurang dari 84) serta anak memiliki hambatan dalam perilaku adaptif.
7
8
Somantri menjelaskan bahwa anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok tunagrahita sedang memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala Binet dan menurut skala Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) memiliki IQ 54-40. Anak tunagrahita sedang dapat diberikan pembelajaran mengurus diri (1996:86). Tunagrahita sedang adalah anak yang memiliki IQ sekitar 35- 55. Anak tunagrahita mampu melakukan kegiatan menolong diri namun memerlukan bantuan (Wantah, 2007:11). Berdasarkan pengertian ahli dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ di bawah 80. Anak tunagrahita sedang memiliki IQ antara 35-55. Anak tunagrahita sedang memiliki kemampuan akademik yang rendah namun dapat diberikan pemebelajaran yang berkaitan dengan keterampilan bina diri untuk meningkatkan kemampuan mengurus diri.
b. Penyebab Banyak sumber yang menyebutkan tentang penyebab anak tunagrahita, beberapa ahli dari berbagai ilmu telah berusaha membagi faktor- faktor penyebab tunagrahita menjadi beberapa kelompok. Menurut Amin (1995: 62-70) penyebab-penyebab tunagrahita adalah sebagai berikut: 1) Faktor keturunan Faktor keturunan ini terdapat pada sel khusus spermatozoa (pria) dan sel telur pada wanita (ovarium) yang dapat diuraikan sebagai berikut: a) Kelainan kromosom dapat dilihat baik dari bentuk maupun nomornya. Jika dilihat dari kelainan bentuknya dapat berupa inversi, delesi, duplikasi dan translokasi. Dilihat dari nomornya, kelainan kromosom yang sering terjadi pada kromosom yang tergolong autosom dan gonosom. b) Kelainan gen terjadi karena mutasi yang tidak selamanya terlihat dari luar. Genofit jika kelainan gen tersebut tidak tampak dari luar dan kelainan gen yang tampak dari luar disebut fenofit.
9
2) Gangguan metabolisme dan gizi Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan gizi mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental pada individu. 3) Infeksi dan keracunan Hal ini terjadi karena terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit yang dapat terjadi saat di kandungan antara lain: rubella, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun, pecanduan alkohol dan narkotika. 4) Trauma dan zat radioaktif Ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak bayi ketika dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil. 5) Masalah pada kelahiran Kelainan yang dapat disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi pada waktu kelahiran misalnya hypoxia saat kelahiran yang menyebabkan bayi menderita kerusakan otak, kejang dan nafas pendek. 6) Faktor lingkungan Keadaan keluarga yang memiliki tingkat sosial ekonomi rendah menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan karena kurangnya perawatan medis dan ketidakseimbangan gizi saat ibu hamil. Latar belakang pendidikan orang tua yang mempengaruhi kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan usia dini dan kurang rangsangan pengetahuan lain akan menghambat perkembangan anak. Masalah afeksi (kasih sayang) dari orang tua sering menjadi penyebab anak menjadi tunagrahita. Kemis & Ati (2013:9) juga menjelaskan tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor penyebab tunagrahita menurut Kemis & Ati adalah: 1) Genetik Kerusakan / kelainan biokimiawi, abnormalitas kromosomal
10
2) Sebelum lahir (pre-natal) a) Infeksi rubella (cacar) b) Faktor Rhesus (Rh) 3) Kelahiran (natal) yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kelahiran 4) Setelah lahir (post-natal) akibat infeksi misalnya : meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi yaitum kekurangan gizi seperti keekurangan protein 5) Faktor sosio-kultural atau sosial budaya lingkungan 6) Gangguan metabolisme /nutrisi a) Phenylketunuria. Adalah Gangguan pada metabolisme asam amino, yaitu gangguan pada enzym phenylketonuria. b) Gargoylisme. Adalah Gangguan metabolisme saccharide dalam hati, limpa kecil dan otak. c) Cretinisme. Adalah Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena definisi yodium. Faktor penyebab tunagrahita selain menurut pendapat dari Amin dan Kemis & Ati yaitu pendapat dari Wantah. Wantah (2007: 22) mengemukakan bahwa secara biologi dan faktor lingkungan yang menjadi penyebab keterbelakangan mental dapat dirinci sebagai berikut: 1) Keturunan Keterbelakangan mental disebabkan oleh kelainan yang diwariskan oleh kelainan pada gen seperti fragile X syndrome. Fragile X yndrome adalah kerusakan pada kromosom yang menentukan jenis kelamin, biasanya mewarisi penyebab keterbelakangan mental. 2) Sebelum lahir Berbagai faktor yang menyebabkan bayi yang ada dalam kandungan mengalami keterbelakangan mental adalah minum alkohol, penggunaan
11
obat terlarang, infeksi, penyakit, ibu mengalami tekanan darah tinggi dan sebagainya. 3) Kerusakan pada waktu lahir Pada waktu melahirkan berbagai resiko akan dialami oleh ibu maupun bayi. Resiko tersebut bia berlaku untuk ibu sehingga dapat mengancam jiwa ibu, maupun untuk bayi. 4) Penyakit dan luka- luka pada masa kanak- kanak Infeksi pada selaput yang menutupi otak (meningitis) atau radang pada otak itu sendiri (en-cephalitis) dapat menyebabkan pembengkakan. Selanjutnya mengakibatkan kerusakan pada otak dan keterbelakangan mental. 5) Faktor lingkungan Lingkungan
sangat
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan anak. Berdasarkan pendapat ahli, peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat banyak faktor
yang menyebabkan anak menjadi tunagrahita.
Penyebab anak memiliki kelainan tunagrahita bisa terjadi sebelum lahir atau masih dalam kandungan, saat lahir atau setelah kelahiran. Penyebab tunagrahita sebelum kelahiran bisa terjadi karena faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan, trauma dan faktor lain yang bisa terjadi saat masih di dalam kandungan. Pada saat kelahiran, faktor yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan misalnya hypoxia serta berbagai resiko saat kelahiran yang dapat dialami oleh ibu maupun bayi. Sedangkan penyebab ketunagrahitaan yang bisa terjadi setelah kelahiran misalnya penyakit, gangguan metabolisme atau nutrisi serta faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.
c. Klasifikasi Anak Tunagrahita Berbagai ahli mengklasifikasikan tunagrahita secaraberbeda, sesuai dengan bidang ilmu masing- masing. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita biasanya diukur menggunakan tes Stanford Binet dan Skala
12
Weschler (WISC). Penggolongan anak tunagrahita dijelaskan oleh beberapa ahli dan diantaranya menurut Wantah (2007 : 10-13 ) sebagai berikut: 1) Tunagrahita ringan Data menunjukkan bahwa kira-kira 85 % dari anak retardasi mental tergolong retardasi mental ringan. Anak tunagrahita ringan memiliki IQ antara 50-75, mereka dapat mempelajari keterampilan, dan kemampuan akademik anak tunagrahita ringan sampai kelas 6 Sekolah Dasar (SD). 2) Tunagrahita sedang Martin (Wantah, 2007 : 11) mengemukakan bahwa kira-kira 10 % anak yang tergolong retardasi mental termasuk dalam kategori tunagrahita sedang. Anak tunagrahita sedang memiliki IQ antara 3555, anak tunagrahita sedang dapat melakukan kegiatan seperti menolong diri tetapi dengan bantuan orang lain.. 3) Tunagrahita berat Anak tunagrahita yang tergolong kategori berat sekitar 3-4 %. Anak tunagrahita sedang memiliki IQ antara 20-40, mereka tidak dapat belajar mengurus diri, serta ketrampilan untuk berkomunikasi sangat terbatas. Menurut Kanner (Amin, 1995: 29) membedakan anak tunagrahita atas tiga golongan. Klasifikasi tunagrahita menurut Kanner dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Absolute Mentally Retarded (tunagrahita absolut) Yaitu jelas nampak ketunagrahitaannya yang dipandang dari semua lapisan masyarakat. Tunagrahita tipe ini secara umum adalah prnyandang tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat. 2) Relative Mentally Retarded (tunagrahita relatif) Yaitu dalam masyarakat tertentu dipandang tunagrahita, tetapi di tempat lain tidak dipandang tunagrahita. Tunagrahita tipe ini secara umum adalah penyandang tunagrahita ringan.
13
3) Pseudo Mentally Retarded (tunagrahita semu) Menunjukkan penampilan sebagai penyandang tunagrahita tetapi sesungguhnya mempunyai kemampuan normal. Klasifikasi tunagrahita menurut Wijaya (2013) dibagi menjadi tiga. Penggolongan anak tunagrhita menurut Wijaya yaitu: 1) Educable Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak regular pada kelas 5 Sekolah Dasar. 2) Trainable Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik. 3) Custodia Dengan pemberian latihan yng terus menerus dan khusus, dapatmelatih anak rentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Menurut klasifikasi dari berbagai ahli, dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai jenis pengklasifikasian anak tunagrahita yang berbedabeda.
Perbedaan
masing-masing
ahli
dalam
mengklasifikasikan
tunagrahita tersebut sesuai dengan pedoman dan tujuan pembuatan klasifikasi, ada ahli yang membuat klasifikasi berdasar pada perolehan hasil tes IQ, berdasar pada kemampuan anak, berdasarkan tingkat ketunaan dan lain-lain.Klasifikasi
tunagrahita berdasarkan tingkat
ketunaan dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi, yakni anak tunagrahita ringan yang dapat diberikan pengetahuan yang sesuai kemampuan, tunagrahita sedang masih dapat mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya, tunagrahita berat yang dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
d. Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang Peneliti mengambil anak tunagrahita sedang sebagai subjek penelitian, karena bina diri sangat perlu dan penting bagi anak tunagrahita sedang. Anak tunagrahita sedang sangat sulit dalam memahami
14
pendidikan secara akademis, maka dari itu anak tunagrahita dalam pendidikannya lebih cenderung terhadap bina diri, agar ia mampu mandiri dalam kesehariannya baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Kemis & Ati (2013:7) menyatakan bahwa anak tunagrahita sedang mempunyai IQ 36 sampai 51. Karakteristik anak tunagrahita sedang menurut Kemis & Ati adalah anak tunagrahita sedang mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik. Menurut Somantri (1996: 86) dalam bukunya Psikologi Anak Luar Biasa anak tunagrahita sedang dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabotan dan sebagainya. Karakteristik anak tunagrahita sedang menurut Wantah (2007 :11) anak tunagrahita sedang dapat melakukan pekerjaan dan tugas- tugas seperti kegiatan menolong diri sendiri, tetapi memerluakn bantuan dari orang lain. Selain itu pada masa kanak- kanak mereka dapat mempelajari keterampilan berkomunkasi, dan dapat hidup serta bergaul di masyarakat atau lingkungan yang terawasi seperti homegroup. Kesimpulan yang bisa dikemukakan oleh peneliti berdasarkan bebarapa karakteristik tunagrahita sedang adalah anak tunagrahita sedang adalah mereka yang sangat sulit belajar secara akademik, IQ anak tunagrahita sedang antara 36 sampai 51. Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akdemik seperti menulis, membaca, berhitung, walaupun mereka masih dapat menulis nama sendiri, alamat
15
rumah dan lain-lain. Karakteristik anak tunagrahita sedang yaitu anak memiliki kemampuan dalam mengurus diri. Anak dapat mengikuti program khusus bina diri seperti mandi, berpakaian, makan, minum dan keterampilan mengurus diri yang lain. Berdasarkan karakteristik anak tunagrahita yang memiliki kemampuan dalam mengurus diri maka anak tunagrahita sedang dapat diberikan bina diri supaya dapat meningkatkan kemampuan mengurus diri untuk aktifitas sehari-hari.
2. Program Khusus Bina Diri a. Pengertian Bina diri mempunyai beberapa pengertian menurut beberapa pendapat ahli, diantaranya menurut Munzayanah (Sulistyowati, 2015: 8) bina diri yaitu cara untuk membentuk seseorang menjadi baik artinya mereka yang mempunyai kemampuan terbatas perlu pelayanan secara khusus, secara terus menerus agar menjadi baik atau melayani mengurus dirinya sendiri dalam hidupnya. Bina diri merupakan serangkaian kegiatan pembinaan dan latihan yang dilakukan oleh guru yang profesional dalam pendidikan khusus, secara terencana dan terprogram terhadap individu yang membutuhkan layanan khusus (Rochjadi, 2014 : 4). Anak tunagrahita sedang sebagai individu yang membutuhkan layanan khusus dapat meningkatkan kemampuan
yang
dimiliki
melalui
bina
diri.
Astati
(2010:7)
mengemukakan bina diri adalah usaha membangun diri individu baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga,sekolah dan di masyarakat sehingga terwujud kemandirian dengan keterlibatan dalam kehidupan sehari- hari secara memadai. Berdasarkan
pengertian-pengertian
yang
dikemukakan
oleh
pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa bina diri adalah cara atau usaha setiap individu untuk dapat mandiri, mampu mengurus diri sendiri tanpa bantuan atau ketergantungan pada orang lain di sekitarnya. Bina diri diajarkan bagi anak tunagrahita supaya anak tunagrahita bisa mandiri
16
dalam kegiatan sehari- hari.bina diri mencakup keterampilan yang dibutuhkan dalam aktifitas sehari- hari yang mencakup keterampilan memelihara lingkungan rumah, keterampilan memelihra diri, keterampilan mengelola keuangan, keterampilan menyiapkan makanan, keterampilan penggunaan fasilitas umum dan keterampilan dalam mengelola waktu.
b. Tujuan Program khusus bina diri memiliki beberapa tujuan dalam penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Luar Biasa. Tujuan pembelajaran bina diri penyandang cacat atau anak tunagrahita menurut Agustin (2014: 412 ) adalah: 1) Dapat hidup secara wajar dan mampu menyesuaikan diri dalam keluarga. 2) Dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan dengan teman sebaya di sekolah maupun di masyarakat. 3) Dapat menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri tanpa bantuan orang lain. 4) Dapat mengurus keperluan diri sendiri dan dapat memecahkan masalah sederhana. 5) Dapat membantu orang tua dalam mengurus rumah tangga, baik dalam kebersihan, ketertiban dan pemeliharaan dalam rumah tangga. Tujuan bina diri dalam kurikulum SLB Tunas Bhakti Pleret (Basuni, 2012: 16) antara lain: 1) Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri. 2) Dapat kontak dan berintegrasi dengan lingkungan. 3) Dapat menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri, dan 4) Menumbuhkan sikap kemandirian. Astati
(2010:
8)
menjelaskan
tujuan
bina
diri
adalah
mengembangkan keterampilan dasar dalam memelihara dan memenuhi kebutuhan sehingga dapat hidup mandiri. Sedangkan tujuan secara khusus: 1) Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam memelihara diri.
17
2) Menumbuhkan berkomunikasi
dan dan
meningkatkan
kemampuan
memahamimaksud
orang
lain
anak serta
dalam dapat
mengkomunikasikan diri. 3) Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam bersosialisasi dan dapat berperan sebagai warga negara serta perwujudan hak. 4) Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dalam melakukan suatu keterampilan yang diharapkan dapat digunakan untuk bekal hidup terutama untuk kegiatan rumah. Tujuan bina diri berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bina diri untuk mengembangkan kemampuan dasar anak tunagrahita, secara fisik, emosi dan sosial. Keterampilan yang dikembangkan meliputi keterampilan dasar dalam memelihara dan memenuhi kebutuhan anak tunagrahita sehingga dapat hidup mandiri. Secara lebih khusus tujuan bina diri yaitu, penyesuaian pribadi untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita
dalam
memelihara
diri,
kemampuan
sosial
sepertimeningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi, meningkatkan kemampuan dalam suatu keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal hidup atau bisa menjadi pekerjaan yang sesuai bagi tunagrahita.
c. Ruang Lingkup Ruang lingkup bina diri terdiri dari banyak cakupan. Adapun ruang lingkup bina diri menurut Amin (1995: 78), diarahkan pada: 1) Kemampuan gerak atau bina gerak bagi anak berkemampuan intelektual rendah
yang berorientasi
pada
latihan
motorik,
sensorik,
dan
sensomotorik yang dilakukan melalui permainan. Misalnya : menangkap dan melempar bola, latihan keseimbangan dengan meniti tangga dan lain sebagainya. Bina gerak dimaksudkan untuk melatih penyandang cacat melakukan suatau kegiatan agar kemampuan motorik, sensorik, sensormotorik dapat
18
terlatih, sehingga anak mampu melakukan dan mengaktifkan dirinya secara wajar serta dapat mengkoordinaksikan sensormotorik, yang kemudian dapat mengembangkan diri secara sosial emosional, sehingga dapat
bekerja
sama
dalam
batas
kemampuan
tertentu
dengan
lingkungannya. 2) Kemampuan komunikasi, melatih anak supaya mampu berkomunikasi secara baik dalam kegiatan sehari-hari. Diharapkan anak mampu dalam berkomunikasi aktif maupun komunikasi pasif. 3) Tingkah laku sosial/ emosi atau bina sosial, dimaksudkan dan dilaksanakan agar siswa dapat melakukan pergaulan dengan masyarakat, serta memahami normanorma yang berlaku dalam masyarakat. Bina sosial bertujuan agar anak dapat mengadakan komunikasi dengan lingkungan sosialnya. Latihan-latihan yang diberikan antara lain : berjalan-jalan, mengenal lingkungan, bermain bersama, makan bersama dan lain-lain. Anak tunagrahita sedang dalam kemampuan mengadakan pilihan sangat rendah, oleh sebabnya perlu diberikan konsep-konsep yang jelas tentang potensi yang dimilikinya serta jenis kegiatan yang sesuai dengan tingkat kemampuannya, supaya dapat memberikan kepuasan diri bagi penyandang cacat mental tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka bimbingan yang perlu diberikan, dimaksimalkan agar anak dapat memiliki keterampilan bina diri seperti : a) Memelihara diri dan kesehatan b) Menggunakan waktu luang c) Memiliki suatu pekerjaan d) Berhubungan dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan manusia dan alam sekitarnya. 4) Kemampuan kecerdasan, melatih anak dalam bimbingan akademik sehingga anak tunagrahita memiliki kemampuan akademik sesuai dengan batas kemampuan yang dimiliki.
19
5) Kemampuan menolong diri, agar anak mamu berbuat dan melakukan pekerjaan berhubungan dengan mengurus dirinya sendiri, harus dilaksanakan secara nyata agar anak lebih mudah memahami dan menegetahui cara-caranya, disamping itu anak bisa menirukannya. Dengan bimbingan yang terus-menerus diharapkan anak mampu melakukan sendiri. Jenis kegiatan menolong diri sendiri adalah : mandi, berpakaian, makan, dan menghindari bahaya. Astati (2010: 9) memaparkan terdapat enam ruang lingkup bina diri. Ruang lingkup bina diri menurut Astati adalah : 1) Merawat diri 2) Mengurus diri 3) Menolong diri 4) Komunikasi 5) Sosialisasi 6) Keterampilan/ persiapan pekerjaan. Ruang lingkup program bina diri menurut Rochjadi (2014:17-20) meliputi beberapa keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan seharihari. Ruang lingkup program bina diri menurut Rochjadi yaitu: 1) Membersihkan dan merapikan diri, meliputi mandi, mencuci tangan, mencuci muka, keramas, menghias diri dan sebagainya. 2) Berbusana, meliputi pakaian sekolah, pakaian olahraga, pakaian pesta, pakaian harian, pakaian tidur , pakaian dalam dan pakaian pelengkap seperti kaos kaki, kerudung, topi, kopiah dan syal. 3) Makan dan minum, meliputi makan menggunakan sendok, makan menggunakan sendok dan garpu, minum dengan menggunakan gelas, minum
dengan
menggunakan
cangkir
dan
minum
dengan
menggunakan sedotan. 4) Menghindari bahaya, meliputi bahaya listrik, bahaya api atau panas, bahaya benda runcing dan benda tajam, bahaya lalu lintas, bahaya binatang buas, bahaya binatang tertentu serta bahaya air dan banjir.
20
Berdasarkan ruang lingkup bina diri menurut ahli, dapat disimpulkan terdapat banyak ruang lingkup dalam bina diri yang meliputi aspek fisik yang berorientasi pada latihan motorik, sensorik, dan sensomotorik, aspek keterampilan yang dibutuhkan dalam kegiatan seharihari, aspek sosial yang bertujuan supaya anak tunagrahita memiliki ketrampilan sosial yang baik di masyarakat. Keterampilan bina diri dalam kegiatan sehari-hari mencakup banyakaspek, seperti merawat diri (makan, minum, kebersihan diri), mengurus diri (berpakaian meliputi memakai pakaian, merawat pakaian mulai dari mencuci pakaian, menjemur, menyetrika, melipat sampai menyimpan pakaian dan berhias), menolong diri (menjaga keselamatan dan mengatasi bahaya), berkomunikasi (secara lisan, tulisan, isyarat dan gambar), dan adaptasi dengan lingkungan sekitar. Peneliti hanya mengambil bina diri keterampilan mengurus diri, lebih khususnya yakni hal merawat pakaian yaitu mencuci pakaian. Mulai menyiapkan alat dan bahan sampai bisa mencuci, menjemur dan membereskan kembali alat dan bahan yang telah digunakan.
d. Kemampuan Mengurus Diri Kemampuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “mampu” yang berarti bisa atau sanggup. Sedangkan mengurus berasal dari kata urus yang berarti rawat, pelihara, atur. Kemampuan dapat didefinisikan sebagai kesanggupan, kecakapan, kekuatan atau potensi diri sendiri. Robbins (2008:67) mengemukakan kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan adalah pengetahuan atau kecakapan yang terlihat. Kemampuan mencangkup pula bakat dan prestasi yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan hasil dari latihan atau bawaan sejak lahir dan digunakan untuk mengerjakan sesuatau yang ditunjukkan melalui tindakannya.
21
Depdikbud (Wantah, 2007 : 29) mengemukakan bahwa menolong diri sendiri dapat disebut dengan mengurus diri sendiri (self help) atau memelihara diri sendiri (self care). Mengurus diri sendiri bagi anak normal merupakan hal yang mudah namun bagi anak tunagrahita sedang atau mampu latih, hal ini perlu diajarkan dan dipraktikkan. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengurus diri yakni kecakapan dalam melakukan urusan diri untuk memenuhi kebuuhan dalam kegiatan sehari-hari yang meliputi memakai pakaian luar, memakai pakaian dalam, merawat pakaian, merias wajah, memelihara rambut dengan tepat dan mahir.
e. Kemampuan mengurus diri merawat pakaian Kemampuan anak tunagrahita dalam mencuci pakaian adalah suatu keterampilan atau kecakapan anak untuk dapat mencuci pakaian sehingga anak mandiri tanpa harus dibantu orang lain. Anak tunagrahita sedang merupakan
bagian
warga
masyarakat
yang
perlu
bersosialisasi,
berinteraksi dengan orang lain mereka dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Salah satu penyesuaian diri tersebut adalah dalam hal mencuci pakaian seperti anak pada umumnya. SLB Negeri Surakarta memiliki suatu kegiatan program khusus bina diri. Silabus program khusus bina diri SLB Negeri Surakarta untuk jenjang Sekolah dasar terdapat 5 standar kompetensi yaitu, 1. Mampu merawat diri, 2. Mampu mengurus diri, 3. Mampu menjaga keselamatan diri, 4. Mampu berkomunikasi dengan orang lain, 5. Mampu beradaptasi di lingkungan. Standar kompetensi 2. Mampu mengurus diri terdapat 6 kompetensi dasar yaitu, 2.1. Memakai pakaian dalam, 2.2. Memakai pakain luar, 2.3. Memakai sepatu, 2.4. Merawat pakaian, 2.5. Merias wajah, dan 2.6. Memelihara rambut. Kompetensi dasar 2.4. Merawat pakaian terdapat beberapa materi pokok yaitu, mencuci pakaian, menjemur pakaian, menyetrika pakaian, melipat pakaian dan menyimpan pakaian. Mencuci pakaian bagi anak tunagrahita merupakan kebutuhan dasar yang
22
harus dipenuhi. Diharapkan latihan tentang kemampuan mencuci pakaian dapat memberikan keterampilan anak tunagrahita sedang. Mengajarkan bina diri bagi anak tunagrahita sedang diperlukan langkah- langkah yang sederhana supaya lebih mudah diikuti oleh anak tunagrahita sedang. Langkah- langkah atau prosedur mencuci pakaian menurut Astati (2010: 86) adalah: 1) Mempersiapkan alat dan bahan. a) Mengenalkan alat/ bahandan kegunaannya. b) Menunjukkan dan menyebutkan nama alat dan bahan. c) Anak menyiapkan alat sendiri. 2) Mencuci pakaian a) Memperagakan mengisi ember dengan air dan memberi rinso. (1) Membimbing anak mengisi ember dengan air dan memberi rinso. (2) Anak mengisi ember dengan air dan rinso. b) Memperagakan cara merendam pakaian. (1) Membimbing anak merendam pakaian. (2) Anak merendam sendiri. c) Memperagakan cara mengucek atau menggilaspakaian pada papan penggilasan. (1) Membimbing anak mengucek atau menggilas pakaian pada papan penggilasan. (2) Anak melakukan sendiri mengucek atau menggilas pakaian. d) Memperagakan cara membilas pakaian berulang-ulang. (1) Membimbing anak membilas pakaian berulang-ulang. (2) Anak membilas pakaian sendiri. 3) Menjemur pakaian. a) Memperagakan cara menjemur pakaian. (1) Membimbing anak menjemur pakaian. (2) Anak menjemur sendiri. 4) Membereskan alat. a) Memperagakan cara membereskan alat. (1) Membimbing anak membereskan alat. (2) Anak membereskan alat sendiri. Berdasarkan langkah-langkah mencuci pakaian menurut Astati dapat disusun langkah mencuci pakaian secara sederhana yang disesuaikan dengan karakteristik anak . Langkah-langkah mencuci pakaian yaitu: 1) Menyebutkan alat dan bahan untuk mencuci pakaian.
23
2) Menyiapkan alat dan bahan untuk mencuci pakaian. 3) Mengisi ember dengan air secukupnya. 4) Mengisi sabun cuci pada ember dengan takaran yang sesuai. 5) Mencampur air dengan sabun cuci sampai berbusa. 6) Memasukkan pakaian ke dalam ember yang telah berisi air sabun atau merendam pakaian. 7) Mengucek pakaian pada tempat yang telah disediakan. 8) Membilas pakaian sampai bersih. 9) Menjemur pakaian pada tempat yang telah disediakan. 10) Membereskan alat dan bahan. Program khusus bina diri untuk anak tunagrahita dalam merawat pakaian
membutuhkan
sebuah
pendekatan
khusus.
Dalam
penelitian
menggunakan Task Analysis untuk meningkatkan kemampuan mengurus diri anak tunagrahita sedang dalam mencuci pakaian.
3. Task Analysis a. Pengertian Task analysis atau analisis tugas memiliki banyak definisi. Task Analysis
(analisa
tugas)
merupakan
proses
menganalisis
dan
menggambarkan bagaimana manusia melaksanakan tugas dengan dapat
mempertanggung jawabkan atas pekerjaanya, dapat menjelaskan apa saja yang dilakukan serta peralatan-peralatan yang digunakan, serta hal-hal yang perlu diketahui dalam suatu analisis. Beberapa ahli mendefinisikan task analysis, menurut Alberto & Troutman dalam Garguilo (2012 : 174), “ In task analysis, which is part of behavioral approach to instruction, a complex behavior or task is broken down and sequenced into its component parts”. Instrumen lain dalam perencanaan berpusat pada guru adalah analisis tugas yang berfokus pada pemecahan sebuah tugas yang kompleks yang harus dipelajari siswa sebagai bagia- bagian komponen. Task analysis for instructional design is a process of analyzing and articulating the kind of learning that you
24
expect the learners to know how to perform (Jonassen, Tessmer, Hannum, 1999: 6). Analisis tugas untuk desain pengajaran adalah suatu proses menganalisa dan menjelaskan jenis
pengajaran
yang diharapkan
pembelajar dapat mengetahui bagaimana cara mempraktekkan. Wechman dkk (Astati, 2010: 43) meyatakan bahwa “Analisis tugas adalah upaya mengadakan rincian dari satu keterampilan khusus menjadi langkah- langkah atau tugas kecil yang memungkinkan anak mudah untuk mempelajarinya”. Sedang menurut Sunanto (Wantah, 2007: 121) menjelaskan bahwa analisis tugas adalah suatu kegiatan yang dibagi menjadi beberapa unsur yang sederhana serta dilakukan secara terpisah. Sunanto (Wantah, 2007 : 121) mengemukakan bahwa analisis tugas adalah kegiatan seperti membaca, berhitung, makan, berpakaian, menyanyi, dan lain-lain. Kegiatan dalam analisis tugas dibagi menjadi beberapa unsur sederhana dan dilakukan secara terpisah. Rochyadi & Alimin (Wantah, 2007 :126) analisis tugas merupakan suatu pekerjan yang dipenggal menjadi satuan pekerjaan yang lebih kecil. Analisis tugas dapat menghasilkan satuan-satuan tugas yang berurutan secara sistematis. Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa task analysis adalah proses memecah sebuah ketrampilan kedalam langkah-langkah yang lebih rinci yang bertujuan memudahkan seorang guru mengajarkan sebuah keterampilan, sehingga murid dapat mengerjakan keterampilan secara efektif dan efisien.
b. Tahapan Task Analysis Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menganalisis tugas atau mengaplikasikan task analysis kedalam sebuah keterampilan. Menurut Jonassen, et al. (1999 : 9 ) hal yang harus diperhatikan dalam task analysis adalah sebagai berikut: 1) Menentukan tujuan atau sasaran pembelajaran. 2) Menentukan komponen operasional pekerjaan, keterampilan, tujuan atau sasaran belajar untuk menggambarkan apa yang akan dilakukan siswa, bagaimana mereka melakukan tugas atau
25
menerapkan keterampilan dan bagaimana mereka berpikir sebelum dan sesudah keterampilan. 3) Menentukan bagaimana memilih hasil yang sesuai untuk pengembangan intruksional belajar sesuai tugas atau keterampilan yang diajarkan. 4) Menentukan tugas yang paling penting dan prioritas untuk sumber daya pelatihan. 5) Menentukan urutan tugas yang akan diajarkan. 6) Merancang kegiatan pembelajaran, strategi dan teknik untuk melatih atau mengajarkan keterampilan. 7) Memilih media yang tepat dan lingkungan belajar yang mendukung. 8) Menentukan bagaimana cara penelaian dan evaluasi belajar. Tidak ada urutan temporal universal di mana analisis tugas dilakukan, namun terdapat urutan atau langkah-langkah yang dapat digunakan dengan menyesuaikan kondisi sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Jonassen, Tessmer dan Hanum dalam buku Task Analysis Method for Instructional Design .Urutan umum yang dapat diterapkan dalam banyak situasi menurut Jonassen, et al. (1999) adalah sebagai berikut : 1) Inventarisasi tugas Langkah pertama adalah mengidentifikasi tugas untuk dianalisis. Tugas instruksional adalah hasil dari proses penilaian kebutuhan. Tugas-tugas yang akan diajarkan dalam pelatihan harus diidentifikasi. 2) Pilih tugas untuk analisis Setelah mengidentifikasi semua tugas yang diajarkan, biasanya akan terlalu banyak tugas untuk dianalisis, sehingga perlu dievaluasi dalam rangka untuk memilih tugas. 3) Jelaskan atau memecah tugas Setelah memutuskan tugas mana yang harus dianalisis lebih lanjut dan dikembangkan, langkah selanjutnya adalah memecah tugas-tugas yang dipilih ke dalam bagian-bagian komponennya. 4) Urutan tugas komponen Setelah
dipecah
menjadi
bagian-bagian
tugas
komponennya,
selanjutnya perlu menentukan urutan instruksional yang terbaik untuk
26
menyampaikan tugas atau yang terbaik untuk memfasilitasi belajar tugas. 5) Klasifikasikan hasil belajar Masing-masing tugas dan komponen tugas perlu dianalisis untuk jenis belajar yang diperlukan. Analisis tugas dapat membantu guru untuk menentukan dengan tepat apa-apa saja yang dibutuhkan oleh siswa untuk dapat melakukan keterampilan kompleks yang diharapkan. Analisis tugas menurut Moyer & Dardig (Santrock, 2009) dapat dilakukan dengan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menentukan keterampilan atau konsep yang harus dimiliki siswa untuk mempelajari tugas tersebut. 2) Membuat daftar peralatan yang dibutuhkan dalam mengerjakan tugas tersebut. Seperti kertas, pensil, dan kalkulator. 3) Membuat daftar semua komponen tugas dalam urutan dimana komponen tersebut harus dikerjakan. Cara membuat analisis tugas menurut Astati (2010: 44) adalah menentukan tujuan dengan menentukan kemampuan yang diharapkan dicapai anak tunagrahita pada akhir program. Kemudian membagi tugas menjadi kecil sehingga menjadi tugas yang lebih sederhana yang bisa diikuti oleh anak tunagrahita sedang. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum menentukan tahapan dalam penerapan task analysis harus memperhatikan
hal-hal
seperti
tujuan
pembelajaran,
komponen
operasional, urutan pembelajaran, media dan lingkungan pembelajaran serta evaluasi pembelajaran. Tahapan penerapan task analysis adalah intervensi tugas, memilih tugas secara spesifik, memecah tugas kedalam tahapan-tahapan yang lebih spesifik, menentukan urutan dari tahapan tugas, menentukan strategi pembelajaran yang tepat kemudian menerapkan pembelajaran keterampilan menggunakan task analysis, dan terakhir evaluasi pembelajaran.
27
c. Task Analysis program khusus bina diri Task analysis adalah proses memecah sebuah keterampilan ke dalam langkah-langkah yang lebih rinci yang bertujuan memudahkan seorang guru mengajarkan sebuah keterampilan, sehingga murid dapat mengerjakan keterampilan secara efektif dan efisien. Tahapan mencuci pakaian apabila disesuaikan dengan hasil assesmen yang telah dilakukan terhadap subjek dapat dijabarkan dengan menggunakan task analysis adalah sebagai berikut: 1) Menyebutkan alat dan bahan untuk mencuci pakaian. 2) Menyiapkan alat dan bahan untuk mencuci pakaian. 3) Mengisi ember dengan air secukupnya. 4) Mengisi sabun cuci pada ember dengan takaran yang sesuai. 5) Mencampur air dengan sabun cuci sampai berbusa. 6) Memasukkan pakaian ke dalam ember yang telah berisi air sabun atau merendam pakaian. 7) Mengucek pakaian pada tempat yang telah disediakan. 8) Membilas pakaian sampai bersih. 9) Menjemur pakaian pada tempat yang telah disediakan. 10) Membereskan alat dan bahan. Cara pembelajaran keterampilan mencuci pakaian diberikan dengan cara bertahap sampai anak menguasai satu tahapan demi tahapan lain. Latihan dilanjutkan pada sub tugas atau tahapan selanjutnya apabila anak sudah menguasai tahapan yang diajarkan, demikian seterusnya sampai pada sub tugas terakhir.
28
B. Kerangka berpikir Berdasarkan karakteristik anak tunagrahita sedang yang mengalami hambatan
intelegensinya
dan
kesulitan
berpikir
yang
berbelit-belit,
mengakibatkan anak belum bisa merawat pakaian terutama keterampilan mencuci pakaian secara mandiri. Hal tersebut disebabkan karena program khusus bina diri yang diberikan secara klasikal seperti mengajarkan materi pembelajaran akademik, sehingga materi yang disampaikan ke anak masih bersifat abstrak dan tidak terperinci. Program khusus bina diri sangat penting bagi anak tunagrahita sedang untuk melatih anak dalam meningkatkan kemampuan dalam mengurus diri. Salah satu ketrampilan mengurus diri yang harus diajarkan atau diberikan kepada anak tunagrahita sedang adalah keterampilan mencuci pakaian. Mencuci pakaian mungkin bukan suatu keterampilan kompleks untuk anak normal, tetapi mencuci pakaian untuk anak tunagrahita sedang merupakan suatu keterampilan yang sulit dikuasai karena anak tunagrahita sedang memiliki hambatan intelegensi. Keterampilan mencuci pakaian perlu di penggal menjadi bagian-bagian yang lebih rinci, agar anak tunagrahita sedang dapat memahami, menerima serta menerapkan. Untuk membantu siswa tunagrahita sedang di SLB Negeri Surakarta agar lebih mudah meningkatakan kemampuan dalam mencuci pakain, dibutuhkan pembelajaran yang tepat. Penggunaan task analysis sebagai upaya meningkatkan kemampuan dalam mencuci pakaian, dengan harapan setelah menggunakan task analysis dalam program khusus bina diri, kemampuan anak dalam mencuci pakaian meningkat, kerena prinsipnya yang mengutamakan
pemberian
pembelajaran
yang
terperinci
dari
suatu
keterampilan yang kompleks. Adapun kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian dapat digambarkan ke dalam bagan 2.1.
29
Program khusus bina diri kemampuan mengurus diri ketrampilan mencuci pakaian SLB Negeri Surakarta
Guru belum menerapkan task analysis
Siswa memiliki kemampuan yang rendah
Peneliti menerapkan task analysis
Kemampuan siswa meningkat Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2010: 96). Menurut Siregar (2014: 65) hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang harus diuji kebenarannya. Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan hipotesis adalah penulisan jawaban sementara yang dimaksudkan sebagai dugaan sementara dalam penelitian untuk mencari jawaban yang sebenarnya. Hipotesis penelitian adalah “terdapat keefektivan pemanfaatan Task Analysis terhadap peningkatan kemampuan mengurus diri ketrampilan mencuci pakaian pada program khusus bina diri siswa tunagrahita sedang kelas IV C1 SLB N Surakarta tahun ajaran 2015/2016”.