BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika a. Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 888) disebutkan bahwa “matematika adalah ilmu bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Russel mendefinisikan bahwa matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal itu tersusun baik (konstruktif), secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) dari bilangan bulat ke bilangan pecah, bilangan riil ke bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih tinggi (Uno & Umar, 2009: 108). Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir yang dikaji dari bagian yang tersusun dengan sederhana menuju arah yang lebih rumit. b. Belajar Menurut Socrates & John Dewey (Yamin, 2008: 16), belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara mental dan fisik yang diikuti dengan kesempatan merefleksikan hal-hal yang dilakukan dari hasil perilaku tersebut. Sejalan dengan pendapat tersebut, Yamin (2008: 120) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Menurut Ausubel, belajar merupakan
8
9
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Yamin, 2008: 126). Slameto (2010) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: 1) Faktor Intern Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, berupa: a) Faktor jasmaniah Faktor jasmaniah berupa kesehatan dan cacat tubuh. b) Faktor psikologis Faktor psikologis berupa inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif/ tujuan, kematangan, serta kesiapan. c) Faktor kelelahan Faktor kelelahan dapat berupa kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. 2) Faktor Ekstern a) Faktor keluarga Faktor keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, serta latar belakang kebudayaan. b) Faktor sekolah Faktor sekolah berupa metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, serta tugas rumah. c) Faktor masyarakat Faktor masyarakat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, serta bentuk kehidupan masyarakat. Dari
beberapa
pengertian
yang
telah
dijabarkan,
dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental dan fisik yang mengaitkan konsep dan disertai dengan refleksi perilaku dalam usaha
10
memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar diri seseorang. c. Prestasi Belajar Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2008: 1101), “Prestasi belajar
adalah
penguasaan
pengetahuan
atau
keterampilan
yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru”. Prestasi belajar disebut pula dengan hasil belajar. Menurut Suprijono (2013: 5), hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan,
nilai-nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dari berbagai aspek yang ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh. Berdasarkan pengertian prestasi, belajar, dan matematika yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah penguasaan pengetahuan tentang bilangan dan pola keteraturan dengan objek tujuan abstrak yang ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh. 2. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Tampubolon (2014: 88), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran peserta pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Joyce, Weil, & Calhoun (Warsono & Hariyanto, 2012: 172) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu deskripsi dari lingkungan pembelajaran, termasuk perilaku kita sebagai guru di mana model itu diterapkan. Model-model semacam ini banyak kegunaannya,
11
mulai dari perencanaan pembelajaran dan perencanaan kurikulum sampai perancangan bahan-bahan pembelajaran, termasuk program-program multimedia. Secara lebih tegas Arends (Warsono & Hariyanto, 2012: 173) mengemukakan bahwa model pembelajaran mengacu kepada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem manajemennya. Pengertian lain tentang model pembelajaran juga disampaikan oleh Mulyatiningsih (2013: 227), menurutnya “model pembelajaran merupakan
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan
penyelenggaraan proses belajar mengajar dari awal sampai akhir. Dalam model pembelajaran sudah mencerminkan penerapan suatu pendekatan, metode, teknik atau taktik pembelajaran sekaligus”. Berdasarkan
pengertian-pengertian
di
atas
dapat
ditarik
kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah keseluruhan dari proses pembelajaran yang berisi kerangka konseptual berupa prosedur sistematis pengorganisasian pengalaman peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, yang digunakan oleh guru untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Bruce & Weil (Tampubolon, 2014: 88) mengidentifikasi karakteristik model pembelajaran kedalam aspek-aspek sebagai berikut: 1) Sintaks Suatu model pembelajaran memiliki sintaks atau urutan dan/atau tahapan (fase) kegiatan pembelajaran, misalnya bagaimana memulai pembelajaran. 2) Sistem sosial Menggambarkan bentuk kerja sama antar gur-peserta didik dalam pembelajaran. Setiap model memberikan peran yang berbeda pada pendidik dan peserta didik. 3) Prinsip reaksi Bagaimana cara menghargai atau menilai peserta didik dan bagiamna menanggapi apa yang dilakukan oleh peserta didik.
12
4) Sistem pendukung Menggambarkan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mendukung keterlaksanaan model pembelajaran. Menurut Arends (Warsono & Hariyanto, 2012: 173), terdapat empat atribut yang melekat pada model pembelajaran yang tidak dimiliki strategi ataupun prosedur pembelajaran yang lain, yaitu: 1) Teori rasional yang koheren seperti yang dinyatakan oleh pencipta atau pengembang teori tersebut. 2) Titik pandang tentang apa dan bagaimana siswa belajar. 3) Perilaku guru yang diharapkan agar mpdel pembelajaran berlangsung baik. 4) Struktur kelas yang diperlukan untuk mencapai luaran pembelajaran yang diinginkan. b. Model pembelajaran Learning Cycle 7E Karplus & Thier (Aziz, 2013: 18) mendefinisikan “Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisir sedemikian rupa sehingga peserta belajar dapat menguasai sejumlah kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran melalui peran aktivitas siswa”. Model Learning Cycle mulai muncul sekitar tahun 1970 oleh Robert Karplus serta merupakan model pembelajaran yang menggunakan
pendekatan
kontruktivisme.
Model
Learning
Cycle
bertujuan untuk membantu mengembangkan berpikir siswa dari berpikir konkrit ke abstrak. Awalnya Learning Cycle hanya terdiri dari tiga fase yaitu preliminary exploration, invention, dan discovery. Pada awalnya model learning cycle ini baru digunakan di program sains sekolah dasar yaitu Science Curriculum Improvement Study (SCIS). Namun kemudian berkembang bahkan sampai ke universitas (Warsono & Hariyanto, 2012: 100).
13
Bybee (Aziz, 2013: 19-20) menyatakan, “model pembelajaran Learning Cycle tidak berhenti dengan hanya tiga siklus. Pada pertengahan 1980an Biological Science Curriculum Study (BSCS) mengambangkan model learning cycle menjadi lima fase yaitu terdiri dari fase engage, explore, explain, elaborate dan evaluate. Perkembangan ini dilakukan dengan menambahkan fase engage di awal pembelajaran yang bertujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dan fase evaluate ditambahkan di akhir pembelajaran yang bertujuan untuk menilai pemahaman siswa, sedangkan fase pemahaman konsep dan aplikasi konsep diganti dengan istilah baru yaitu explain dan elaborate”. Setelah siklus belajar mengalami pengkhususan menjadi 5 tahapan, maka Eisenkraft (2003) mengembangkan siklus belajar menjadi 7 tahapan. Perubahan yang terjadi pada tahapan siklus belajar 5E menjadi 7E terjadi pada fase Enggagemant menjadi 2 tahapan yaitu Elicit dan Enggag, sedangkan pada tahap Elaborate dan Evaluate menjadi 3 tahapan yaitu menjadi Elaborate, Evaluate dan Extend. Perubahan tahapan siklus belajar dari 5E menjadi 7E ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Perubahan 5E Menjadi 7E
14
Menurut Eisenkraft (2003: 58-58), tahapan-tahapan dari Learning Cycle 7E adalah sebagai berikut : 1) Elicit (mendatangkan kemampuan awal), yaitu fase untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan awal siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari
dengan
memberikan
pertanyaan-pertanyaan
yang
merangsang pengetahuan awal siswa agar timbul respon dari pemikiran siswa serta menimbulkan kepenasaran tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Fase ini dimulai dengan pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang mudah yang mudah diketahui siswa seperti kejadian sehari-hari yang secara umum memang terjadi 2) Enggagement (ide, rencana pembelajaran dan pengalaman), yaitu fase dimana siswa dan guru akan saling memberikan informasi dan pengalaman
tentang
pertanyaan-pertanyaan
awal
tadi,
memberitahukan siswa tentang ide dan rencana pembelajaran sekaligus memotivasi siswa agar lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca, atau aktivitas lain yang
digunakan
untuk
membuka
pengetahuan
siswa
dan
mengembangkan rasa keingin tahuan siswa. 3) Explore (menyelidiki), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh
pengetahuan
dengan pengalaman langsung
yang
berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya. 4) Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada didiskusikan sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.
15
5) Elaborate (menerapkan), yaitu fase yang bertujuan untuk membawa siswa menerapkan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan pada permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari pelajaran yang dipelajari. 6) Evaluate (menilai), yaitu fase evaluasi dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya. 7) Extend (memperluas), yaitu fase yang bertujuan untuk berpikir, mencari menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari bahkan kegiatan ini dapat merangsang siswa untuk dapat mencari hubungan konsep yang mereka pelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka pelajari. Ketujuh tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh guru dan siswa untuk menerapkan Learning Cycle 7E pada pembelajaran dikelas. Guru dan siswa mempunyai peran masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan tahapan dari siklus belajar. Arah pembelajaran serta aktivitas guru dan siswa yang dianjurkan oleh National Science Teachers Association (NSTA) dalam setiap tahap dalam Learning Cycle 7E dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Arah Pembelajaran Learning Cycle 7E Fase 7E Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Elicit Menarik perhatian Memfokuskan siswa terhadap materi siswa sebelum yang akan dipelajari pemberian pengetahuan Mengajukan pertanyaan kepada Membantu dalam siswa dengan mentransfer pertanyaan seperti pengetahuan
Kegiatan Siswa Memfokuskan diri terhadap apa yang disampaikan oleh guru Mengingat kembali apa yang telah dipelajari
16
Fase 7E Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Membantu dalam “Apa yang kamu mentransfer pikirkan?” atau pengetahuan “Apa yang kamu ketahui?” yang Membangun sesuai dengan pengetahuan baru permasalahan di atas pengetahuan yang Menampung semua telah ada jawaban siswa Enggage
Explore
Explain
Memfokuskan pikiran dan perhatian siswa Bertukar informasi dan pengalaman dengan siswa
Menyajikan atau demonstrasi atau bercerita tentang fenomena alam yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari Memberikan pertanyaan untuk merangsang motivasi dan keingintahuan siswa
Kegiatan Siswa Mengajukan pendapat, jawaban berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari Memperhatikan guru ketika menjelaskan atau mendemonstrasika n sebuah fenomena Mencari dari berbagai informasi yang mendukung konsep yang akan dipelajari Memberi pendapat jawaban
Melakukan Menjelaskan eksperimen maksud dari pembelajaran yaitu Mencatat data, untuk melaksanakan membuat grafik, eksperimen atau menginterpretasi diskusi hasil Memandu dan Diskusi Guru membimbing membimbing siswa dalam melakukan dan memeriksa eksperimen pemahaman siswa Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan eksperimen
Melakukan eksperimen untuk mendapatkan data Mencatat data, membuat grafik, dan menginterpretasikan hasil Diskusi dalam kelompok untuk menjawab permasalahan yang disajikan dalam LKS
Siswa Membimbing siswa mengkomunikasi dalam menyiapkan kan apa yang laporan (data dan telah dieksplorasi kesimpulan) secara tertulis dan eksperimen lisan Menganjurkan
Melakukan presentasi dengan cara menjelaskan data yang diperoleh dari hasil Eksperimen
17
Fase 7E Arah Pembelajaran Menyimpulkan hasil eksplorasi
Elaborate
Evaluate
Transfer pembelajaran Aplikasi dari pengetahuan baru yang telah didapatkan
Melakukan penilaian: Formatif Summatif
Kegiatan Guru siswa untuk menjelaskan laporan eksperimen dengan kata-kata mereka sendiri Memfasilitasi siswa untuk melakukan presentasi laporan eksperimen Mengarahkan siswa pada data dan petunjuk yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya atau dari hasil eksperimen untuk mendapatkan kesimpulan
Kegiatan Siswa Mendengarkan penjelasan kelompok lain Mengajukan pertanyaan terhadap penjelasan kelompok lain Mendengarkan dan memahami penjelasan/klarifika si yang disampaikan oleh guru (jika ada) Menyimpulkan hasil eksperimen berdasarkan data yang telah didapat dan petunjuk (penjelasan) dari guru.
Mengajak siswa untuk menggunakan istilah umum Memberikan soal atau permasalahan dengan mengarahkan siswa untuk menyelesaikan Menganjurkan siswa untuk menggunakan konsep yang telah mereka dapatkan
Menggunakan istilah umum dan pengetahuan yang baru Menggunakan informasi sebelumnya yang didapat untuk bertanya, mengemukakan pendapat dan membuat keputusan Menerapkan pengetahuan yang baru untuk menyele saikan soal-soal Mengerjakan kuis Menjawab pertanyaan lisan yang diajukan oleh
Memberikan pengetahuan terhadap konsep yang telah dipelajari
18
Fase 7E Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Informal Melakukan penilaian kerja Formal melalui observasi selama proses pembelajaran Memberikan kuis Extend
Menghubungkan satu konsep ke konsep lain Menghubungkan subjek satu ke subjek lain
Memperlihatkan hubungan antara konsep yang dipelajari dengan konsep lain Memberikan pertanyaan untuk membantu siswa melihat hubungan antara konsep yang dipelajari dengan konsep/topik yang lain Mengajukan pertanyaan tambahan yang sesuai dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sebagai aplikasi konsep dari materi yang dipelajari
Kegiatan Siswa guru (baik berupa pendapat maupun fakta)
Membuat hubungan antara konsep yang telah dipelajari dengan kehidupan seharihari sebagai gambaran aplikasi konsep yang nyata Menggunakan pengetahuan dari hasil eksperimen untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru, terkait dengan konsep yang dipelajari Berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari (Aziz, 2013: 23-24)
Kelebihan dari model Learning Cycle 7E antara lain: 1) Merangsang siswa untuk mengingat materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya. 2) Memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa keingintahuan siswa. 3) Melatih siswa belajar melakukan konsep melalui kegiatan eksperimen. 4) Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari.
19
5) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari. 6) Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang saling mengisi satu sama lainnya. 7) Guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda. Kelemahan model Learning Cycle 7E antara lain: 1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang mengusai materi dan langkah-langkah pembelajaran. 2) Menuntut kesunggahan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. 3) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran Temel, Yilmaz, dan Ozgur (2013) menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan terhadap prestasi belajar mahasiswa dari segi pandang konstruktivis saat menggunakan model Learning Cycle. Hal ini dapat diartikan bahwa proses pembelajaran yang terjadi menjadi lebih baik sehingga model Lerning Cycle 7E merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan proses belajar siswa. Pada awalnya model pembelajaran Learning Cycle 7E memang tidak dikembangkan untuk keperluan pengajaran matematika. Namun, dengan memperhatikan
tahapan serta
proses pembelajaran pada model ini, maka model pembelajaran Learning Cycle 7E dirasa baik untuk digunakan dalam pengajaran matematika karena siswa dituntut untuk dapat mencari dan memahami konsep secara mandiri dan berusaha mengaplikasikan konsep tersebut sehingga pembelajaran matematika yang dialami akan lebih bermakna bagi siswa. Selain itu, model pembelajaran ini juga bertujuan untuk membantu mengembangkan berpikir siswa dari berpikir konkrit ke abstrak yang biasanya sulit untuk pelajaran matematika sehingga model pembelajaran ini baik untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.
20
Dalam penelitian ini, langkah dalam model pembelajaran Learning Cycle 7E yang digunakan disajikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Langkah Model Pembelajaran Learning Cycle 7E yang digunakan Fase 7E Kegiatan Siswa Kegiatan Guru Elicit Mengingat kembali materi Menanyakan materi pada yang telah dipelajari. pertemuan sebelumnya. Memfokuskan diri Memotivasi siswa dalam terhadap apa yang rangka memfokuskan disampaikan guru. siswa. Enggage Memperhatikan guru Mendemonstrasikan tentang ketika fenomena alam yang terjadi mendemonstrasikan dalam kehidupan seharisebuah fenomena hari Memberi pendapat Memberikan pertanyaan jawaban untuk merangsang motivasi dan keingintahuan siswa Explore Diskusi dalam kelompok Membimbing siswa dalam untuk menjawab proses memecahkan permasalahan yang permasalahan dalam LKS disajikan dalam LKS Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan LKS Explain Melakukan presentasi Membimbing siswa dalam dengan cara menjelaskan menyiapkan laporan (data data yang diperoleh dari dan kesimpulan) dari LKS LKS Memfasilitasi siswa untuk melakukan presentasi hasil Mendengarkan penjelasan LKS kelompok lain Mengajukan pertanyaan Mengarahkan siswa pada terhadap penjelasan data dan petunjuk yang kelompok lain diperoleh dari pengalaman sebelumnya atau dari hasil Mendengarkan dan eksperimen untuk memahami mendapatkan kesimpulan penjelasan/klarifikasi yang disampaikan oleh guru (jika ada) Menyimpulkan hasil eksperimen berdasarkan data yang telah didapat dan petunjuk (penjelasan) dari guru.
21
Fase 7E Kegiatan Siswa Kegiatan Guru Elaborate Menerapkan pengetahuan Memberikan soal atau yang baru untuk menyele permasalahan dengan saikan soal-soal mengarahkan siswa untuk menyelesaikan Menganjurkan siswa untuk menggunakan konsep yang telah mereka dapatkan Evaluate Mengerjakan kuis Memberikan kuis Extend
Membuat hubungan antara Mengajukan pertanyaan konsep yang telah tambahan yang sesuai dan dipelajari dengan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kehidupan sehari-hari sebagai gambaran aplikasi sebagai aplikasi konsep dari konsep yang nyata materi yang dipelajari dalam bentuk Tugas Rumah Menggunakan pengetahuan dari hasil eksperimen untuk menjawab pertanyaan dari guru, terkait dengan konsep yang dipelajari
c. Model Pembelajaran Konvensional Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(2008:
730),
“konvensional berarti tradisional”. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1483) kata tradisonal diartikan sebagai menurut tradisi, sedangkan “tradisi berarti adat kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat”. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang berpegang pada kebiasaan yang ada sehingga dapat diartikan pula bahwa model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah. Pada materi peluang, guru di SMA Negeri 1 Surakarta menggunakan model pembelajaran langsung. Menurut Arends (Trianto, 2011: 29), “model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang
22
dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah”. Pembelajaran langsung menurut Kardi (Trianto, 2011: 30) dapat
berbentuk
ceramah,
demonstrasi,
pelatihan
dan
praktek.
Pembelajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Menurut Kardi dan Nur (Trianto, 2011: 31) fase-fase model pembelajaran langsung meliputi: 1) Fase 1, menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru menjelaskan Tujuan Pembelajaran Khusus, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. 2) Fase 2, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan. Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau menyaikan informasi tahap demi tahap. 3) Fase 3, membimbing pelatihan. Guru merencanakan dan membimbing pelatihan. 4) Fase 4, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dan meberikan umpan balik. 5) Fase 5, memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Guru mempersiapkan kesempatan melakukan penelitian lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari. Menurut Rachmadi (2004: 34) pembelajaran konvensional (dalam hal ini pembelajaran langsung) memiliki kelebihan diantaranya: 1) Mampu menampung kelas yang besar. 2) Materi yang disampaikan banyak dan terurut. 3) Guru dapat memberi tekanan pada hal-hal yang penting. 4) Kondisi kelas relatif tenang dan teratur.
23
5) Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran. Adapun kelemahan pembelajaran konvensional yaitu: 1) Pelajaran berjalan membosankan siswa dan siswa menjadi pasif, karena tidak berkesempartan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. 2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. 3) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini lebih cepat terlupakan. 4) Mematikan kreativitas siswa. 5) Siswa cenderung bersifat individual. Adapun langkah pembelajaran yang digunakan dalam model pembelajaran konvensional pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Langkah Model Pembelajaran Konvensional yang digunakan Fase Kegiatan Guru Fase 1 Menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai pada mempersiapkan siswa pelajaran tersebut dan mempersiapkan siswa belajar Fase 2 Menyajikan informasi kepada siswa Mendemonstrasikan dengan metode ceramah pengetahuan dan keterampilan Fase 3 Membagi siswa kedalam kelompokMembimbing pelatihan kelompok dan meminta siswa mengerjakan LKS yang diberikan, kemudian guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan LKS Fase 4 Meminta beberapa siswa untuk Mengecek pemahaman dan mempresentasikan hasil mereka memberikan umpan balik Fase 5 Memberikan soal-soal latihan untuk Memberikan kesempatan untuk dikerjakan di rumah (Tugas Rumah) pelatihan lanjutan dan penerapan
24
3. Kecerdasan Logis Matematis a. Kecerdasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 262) dinyatakan bahwa “kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketajaman pikiran)”. Kecerdasan disebut juga dengan inteligensi, Thorndike memberi definisi inteligensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu (Suryabrata, 2008: 125). Sementara itu, Terman memberi definisi inteligensi sebagai kemampuan untuk berfikir abstrak (Suryabrata, 2008: 125). Gardner
(Armstrong, 2013:
6)
menjelaskan
kemampuan-
kemampuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam delapan kategori yang komprehensif atau “kecerdasan”. Armstrong (2014) menyatakan bahwa masing-masing kecerdasan mewakili satu set kemampuan yang dibawa untuk menanggung dua fokus utama yaitu: penyelesaian masalah, dan penciptaan produk-produk budaya yang signifikan.
Delapan
kecerdasan tersebut adalah: 1) Kecerdasan linguistik 2) Kecerdasan kinestetik-tubuh 3) Kecerdasan spasial 4) Kecerdasan musikal 5) Kecerdasan logis matematis 6) Kecerdasan intrapersonal 7) Kecerdasan interpersonal 8) Kecerdasan naturalis Karena setiap kecerdasan mewakili satu set kemampuan sehingga kecerdasan tertentu akan sangat mempengaruhi pada suatu mata pelajaran tertentu pula. Terkhusus untuk mata pelajaran matematika, dalam proses pembelajarannya akan sangat berkaitan dengan kecerdasan logis matematis.
25
b. Kecerdasan Logis Matematis Kecerdasan
logis
matematis
dianggap
penting
dalam
pembelajaran matematika karena dengan adanya kecerdasan ini akan membantu seseorang untuk berfikir logis dan terstruktur sehingga akan mempermudah
dalam
memahami
materi
matematika,
memahami
permasalahan matematika, serta memecahkan masalah matematika. Kecerdasan logis matematis merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan struktur logika, termasuk pola dan hubungan, dan pernyataan dan proporsi, melalui eksperimen, kuantifikasi, konseptualisasi, dan klasifikasi (Armstrong, 2014: 15). Uno & Umar (2009: 100) mengemukakan bahwa “kecerdasan logis matematis berkaitan dengan berhitung atau menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan logis matematis menuntut seseorang berfikir secara logis, linier, teratur yang dalam teori belahan otak disebut berfikir konvergen, atau dalam fungsi belahan otak, kecerdasan logis matematis merupakan fungsi kerja otak belahan kiri”. Psikolog pendidikan dari Fakultas Psikologi UI, Gagan Hartana mengatakan, kecerdasan matematika diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai solusinya (Uno & Umar, 2009: 116). Dari
yang telah
dijabarkan
sebelumnya dapat diperoleh
kesimpulan bahwa kecerdasan logis matematis adalah kemampuan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan angka dan logika secara terstruktur dan logis dalam suatu permasalahan matematika. Menurut Sari (2011: 25) kemampuan dalam kecerdasan logis matematis meliputi : 1) Kemampuan numerik Kemampuan numerik adalah kemampuan yang berhubungan dengan angka, dan kemampuan untuk berhitung serta melakukan operasi matematika. Siswa semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi mengerjakan perhitungan
26
matematika secara tepat. Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan numerik yaitu: menggunakan berbagai operasi hitung matematika. 2) Kemampuan konsep aljabar Kemampuan konsep aljabar adalah kemampuan bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika. Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan konsep aljabar yaitu: bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika. 3) Kemampuan deret bilangan Kemampuan
deret
bilangan
adalah
kemampuan
mengurutkan,
mendeteksi serta menganalisis pola angka-angka tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan deret bilangan yaitu: mendeteksi suatu barisan angka sehingga dapat menentukan suku yang dicari berdasarkan pola yang mendasarinya. 4) Kemampuan logika (penalaran) Kemampuan logika (penalaran) adalah kemampuan sesorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan
berpikir.
Kemampuan
ini
meliputi
kemampuan
menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu serta menganalisa
berbagai
permasalahan
matematika
secara
logis.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuat indikator untuk kemampuan logika yaitu: menyelesaikan masalah matematika dengan berpikir secara induktif, deduktif, ataupun dengan aturan logika. 4. Tinjauan Materi Dalam penelitian ini materi yang akan dikaji adalah materi peluang pada sub materi menemukan konsep pecacahan (perkalian, permutasi, dan kombinasi) dan peluang.
27
a. Konsep Pencacahan (Perkalian, Permutasi, dan Kombinasi) 1) Aturan Perkalian Jika terdapat k percobaan, dan misalkan n1 adalah banyaknya kemungkinan percobaan ke-1, n2 adalah banyaknya kemungkinan percobaan ke-2, sampai nk adalah banyaknya kemungkinan percobaan ke-k, maka banyaknya kemungkinan percobaan ke-1 dan percobaan ke-2 dan sampai percobaan ke-k adalah : n1 x n2 x .... x nk 2) Faktorial Definisi: a) Jika n adalah bilangan asli maka n! (dibaca “n faktorial”) didefinisikan dengan: n! = n× (n -1)× (n - 2)× (n - 3)× ...× 3× 2×1 b) 0! = 1 3) Permutasi Permutasi adalah banyaknya cara penyusunan unsur-unsur yang memperhatikan urutannya. a) Permutasi dengan Unsur yang Berbeda Permutasi k unsur dari n unsur yang tersedia biasa dituliskan
atau nPk atau P(n, k) dengan k ≤ n.
1) Banyak permutasi n unsur ditentukan dengan aturan = n× (n-1) ×( n- 2) × ... ×3×2×1= n! 2) Banyak permutasi k unsur dari n unsur yang tersedia, dapat ditentukan dengan !
=(
)!
b) Permutasi dengan Unsur-Unsur yang Sama Misalkan dari n unsur terdapat k1, k2, k3, …, kn unsur yang sama dengan k1 + k2 + k3 + …+ kn ≤ n. Banyak permutasi dari unsur tersebut adalah ,
,
,…,
=
!
!
!
!…
!
28
c) Permutasi Siklis Misalkan dari n unsur yang berbeda yang tersusun melingkar. Banyak permutasi siklis dari n unsur tersebut dinyatakan: Psiklis(n) = (n-1)! 4) Kombinasi Kombinasi adalah banyaknya cara penyusunan unsur-unsur tanpa memperhatikan urutannya. Kombinasi k unsur dari n unsur biasa n . Banyak kombinasi k unsur dituliskan C atau nCk atau C(n, k) atau
dari n unsur yang tersedia, tanpa memperhatikan urutan susunannya dapat ditentukan dengan: C = (
5) Binomial Newton
! )! !
, dengan n ≥ k; n, k merupakan bilangan asli.
Apabila a dan b adalah peubah yang tidak nol, maka (a+b) disebut suku dua atau binomial dalam a dan b. Untuk n bilangan asli berlaku: (a+b)n = =∑
b. Peluang
+
+
+ … +
1) Konsep Ruang Sampel Ruang sampel adalah himpunan dari semua hasil yang mungkin pada suatu percobaan. 2) Kejadian Himpunan bagian dari ruang sampel disebut kejadian. 3) Peluang a) Peluang suatu kejadian Peluang suatu kejadian A dari ruang sampel S, dituliskan : ( ) =
( ) ( )
Peluang komplemen suatu kejadian (Ac) : P(A) + P(Ac) = 1 atau P(Ac) = 1 - P(A)
29
b) Peluang gabungan dua kejadian yang tidak saling lepas Jika diketahui A dan B merupakan dua kejadian yang berbeda sehingga peluang kejadian A ∪ B ditentukan menurut aturan : ( ∪ ) = ( ) + ( ) − ( ∩ )
c) Peluang kejadian saling lepas / kejadian saling asing
Jika terdapat dua kejadian A dan B, kedua kejadian ini dikatakan saling lepas jika kedua kejadian tersebut tidak mungkin terjadi bersama-sama. Berati
∩
= ∅ atau
( ∩ ) = 0 sehingga
peluang kejadian saling asing dapat menggunakan aturan : ( ∪ ) = ( ) + ( ) − 0 ( ∪ ) = ( )+ ( )
maka :
d) Peluang kejadian saling bebas
Jika terdapat dua kejadian A dan B, kedua kejadian ini dikatakan saling bebas jika terjadinya kejadian A tidak mempengaruhi terjadinya kejadian B begitu pula sebaliknya. Peluang kejadian saling bebas dapat menggunakan aturan berikut : e) Frekuensi harapan
( ∩ ) = ( ) x ( )
Dalam serangkaian percobaan, yang dimaksud dengan frekuensi harapan suatu kejadian adalah peluang kejadian tersebut dikalikan banyaknya percobaan, dirumuskan: FH (A) = P(A) x N ; dimana N = banyaknya percobaan f) Peluang dua kejadian bergantung (kejadian bersyarat) Dua kejadian disebut kejadian bersyarat atau kejadian yang bergantung jika terjadi atau tidak terjadinya kejadian A akan mempengaruhi terjadi atau tidak terjadinya kejadian B. Peluang munculnya kejadian A dengan syarat kejadian B telah muncul adalah :
atau
( | )=
( ∩ ) ( )
, dengan syarat P(B) ≠ 0
( ∩ ) = ( ). ( | )
30
5. Penelitian yang Relevan Penelitian Intan Monika Wulandari (2015), dalam penelitian yang dilakukan oleh Wulandari ini diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan pendekatan scientific memberikan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan model konvensional pada materi limit fungsi aljabar. Hal ini berarti model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan pendekatan scientific cocok jika digunakan pada materi limit fungsi aljabar. Persamaan antara penelitian Wulandari dengan penelitian ini yaitu metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dan model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Learning Cycle 7E, namun dalam penelitian Wulandari model pembelajaran Learning Cycle 7E dipasangkan dengan pendekatan scientific sedangkan perbedaannya terletak pada variabel bebasnya dan populasinya. Pada penelitian Wulandari variabel bebasnya adalah gaya belajar sedangkan pada penelitian ini menggunakan kecerdasan logis matematis. Populasi pada penelitian Wulandari adalah siswa kelas XI MIPA SMA N 2 Surakarta sedangkan populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Surakarta. Penelitian Mohammad Imam Farisi (2014), dalam penelitian Farisi ini diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle lebih dapat membuat mahasiswa aktif dalam pembelajaran dari pada menggunakan model pembelajaran konvensional. Persamaan antara penelitian Farisi dengan penelitian ini yaitu model pembelajaran yang digunakan
adalah
model
pembelajaran
Learning
Cycle
sedangkan
perbedaannya terletak pada sudut pandang tujuan penelitian serta populasi penelitian. Pada penelitian Farisi
melihat pada sudut pandang keaktifan
mahasiswa, sedangkan pada penelitian ini dilihat dari sudut pandang prestasi belajar siswa. Populasi pada penelitian Farisi
adalah 47 mahasiswa
departemen ilmu sosial angkatan 2013, sedangkan populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Surakarta.
31
Penelitian Novi Arum Sari (2011), dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari ini diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kecerdasan logika matematika siswa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus. Siswa dengan kecerdasan
logika matematika
tinggi
menghasilkan
prestasi
belajar
matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logika matematika sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logika matematika rendah. Persamaan antara penelitian Sari dengan penelitian ini yaitu metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dan variabel bebas yang digunakan adalah kecerdasan logika matematika siswa. sedangkan perbedaannya terletak pada model pembelajaran yang digunakan dan populasi penelitian. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian Sari adalah model pembelajaran STAD sedangkan model pembelajaran
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
model
pembelajaran Learning Cycle 7E. Populasi pada penelitian Sari adalah siswa kelas X SMA N 5 Surakarta sedangkan populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Surakarta. Penelitian Abdulkadir Tuna dan Ahmet Kacar (2013), dalam penelitian Tuna dan Kacar diperoleh kesimpulan bahwa model Learning Cycle 5E mempengaruhi prestasi siswa dan permanensi ilmu mereka serta dari hasil posttest menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Persamaan antara penelitian mereka dengan penelitian ini adalah jenis penelitiannya yang merupakan penelitian eksperimental. Perbedaan antaran penelian mereka dengan penelitian ini terletak pada materi serta populasinya. Materi yang digunakan pada penelitian mereka adalah materi trigonometri dan populasinya adalah siswa kelas X di Sekolah Tingkat Atas Anatolian, Kastamonu, Turki, tahun akademik 20102011 sedangkan materi pada penelitian ini adalah materi peluang dan populasinya adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2015-2016.
32
B. Kerangka Berpikir Prestasi belajar siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu pembelajaran. Dengan memerhatikan prestasi belajar siswa dapat diketahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Prestasi belajar setiap siswa berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Salah satu faktor yang berasal dari luar diri siswa adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang menarik dan mengaktifkan siswa diyakini akan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam mengajar, karena pembelajaran yang menarik bagi siswa akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan karena setiap materi pelajaran memiliki karakter yang berbeda-beda. Penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi akan membuat pembelajaran menjadi lebih optimal sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Misalnya pada materi peluang, dalam materi peluang akan terdapat banyak variansi permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa diharapkan untuk aktif mengembangkan
pengetahuannya
dengan
banyak
berlatih
memecahkan
permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep peluang. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa serta memfasilitasi siswa untuk memperluas pengetahuannya dalam menerapkan konsep peluang. 1. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Siswa Berdasarkan hasil penelitian dari Farisi (2014), model pembelajaran Learning Cycle lebih mengaktifkan mahasiswa daripada pada model pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran, dengan demikian kemungkinan besar model ini juga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Dari hasil penelitian Tuna dan Kacar (2013) yang menyatakan bahwa model Learning Cycle 5E mempengaruhi prestasi siswa dan permanensi ilmu sehingga penerapan Learning Cycle 7E yang merupakan pengembangan dari Learning Cycle 5E dalam penelitian ini akan membuat prestasi belajar siswa lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran model pembelajaran
33
konvensional. Pada model pembelajaran Leraning Cycle 7E pula, siswa diarahkan untuk mendatangkan konsep awal yang ia miliki lewat suatu permasalahan (tahap elicit); dari konsep awal itu kemudian siswa dengan guru akan saling berbagi informasi tentang pertanyaan yang telah diajukan oleh guru, guru juga harus menyampaikan tujuan dari pembelajaran sehingga siswa mengetahui arah dari pembelajaran yang dilakukan (tahap engangement); kemudian siswa mencari pengetahuan lewat pengalaman langsung yang bisa dilakukan lewat observasi dan penyelidikan terhadap konsep yang mereka pelajari (tahap explore); selanjutnya siswa diminta untuk menjelaskan konsep yang mereka dapatkan kepada teman-temannya (tahap explain); kemudian dari dari konsep yang telah siswa dapatkan diharapkan siswa mampu menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan permasalahan (tahap elaborate); setelah melalui semua tahapan tersebut kemudian guru melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik (tahap evaluate); setelah adanya evaluasi kemudian guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperluas pengetahuannya salah satunya dengan memberikan permasalahan lain dalam kehidupan sehari-hari yang menerapkan konsep yang sedang dipelajari, selain itu siswa diharapkan mampu menghubungkan antar konsep yang sudah ataupun belum ia pelajari (tahap extend). Pada model ini siswa dituntut untuk terus aktif selama proses pembelajaran mulai dari menyelidiki konsep secara mandiri, sampai melakukan presentasi terhadap hasil yang mereka peroleh dari diskusi kelompok. Dengan demikian dapat membantu siswa yang belum jelas untuk memahami materi dan untuk siswa yang berbagi dapat lebih memperdalam materi yang dipelajari. Pada materi peluang, jika pembelajaran dilakukan dengan model pembelajaran Leraning Cycle 7E diharapkan pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa, karena siswa dihadapkan pada permasalahan sehari-hari yang akan lebih mudah diterima oleh siswa yang dengan tahapan yang ada dalam Learning Cycle 7E diharapkan akan membuat siswa lebih mudah untuk menerima dan memperluas pengetahuannya.
34
Dalam penelitian ini, dalam model pembelajaran konvensional tidak ada tahapan dimana siswa melakuan penyelidikan ataupun tahapan yang memfasilitasi siswa untuk memperluas pengetahuannya sehingga jika diterapkan pada materi peluang pembelajaran yang dilakukan siswa dirasa kurang
bermakna
sehingga
diharapkan
pembelajaran
dengan
model
pembelajaran Learning Cycle 7E dapat menghasilkan prestasi belajar matematika pada materi peluang yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian baik tidaknya prestasi belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan guru dalam pengelolaan pembelajaran. 2. Kaitan Masing-Masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis dengan Prestasi Belajar Siswa Kecerdasan logis matematis siswa merupakan salah satu faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kecerdasan logis matematis siswa adalah kemampuan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan angka dan logika secara terstruktur dan logis dalam suatu permasalahan matematika. Oleh karena itu, kecerdasan logis matematis siswa akan menunjang prestasi belajar matematika siswa tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kecerdasan logis matematis siswa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika pada sub materi aturan sinus dan cosinus. Siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah sehingga untuk materi peluang kemungkinan akan terjadi hal yang sama. Materi peluang sangat membutuhkan kecerdasan logis matematis yang baik, karena dalam materi ini biasanya permasalahan berupa soal cerita sehingga diperlukan logika yang baik untuk mampu memahami dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam
35
memahami, menemukan cara, serta menyelesikan suatu permasalahan matematika secara logis. Siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang cenderung memiliki kemampuan menghitung yang relatif cepat atau sedang, mareka dapat lebih mudah memahami serta menemukan solusi dari suatu permasalahan matematika secara logis. Apabila terdapat hal yang belum dipahami, siswa cenderung berusaha mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya sehingga siswa dengan kecerdasan logis matematis yang tinggi dan sedang lebih mudah memahami suatu konsep dalam mata pelajaran matematika dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah. Akibatnya, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi akan menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan lebih baik dari siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah. 3. Kaitan Masing-masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis dengan Prestasi Belajar Ditinjau dari Model Pembelajaran Pada model pembelajaran Learning Cycle 7E yang diterapkan pada materi peluang, siswa dituntut untuk dapat menggunakan kemampuan logis matematis yang ia miliki karena selama proses pembelajaran siswa diminta untuk dapat menyelidiki atau menyimpulkan suatu konsep peluang secara mandiri. Selain itu, siswa juga dituntut untuk dapat mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang ada, dimana permasalahan tentang konsep peluang sangat bervariansi sehingga pada pembelajaran dengan model Learning Cycle 7E yang diterapkan pada materi peluang siswa yang memiliki tingkatan kecerdasan logis matematis yang lebih tinggi akan memiliki prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan tingkatan kecerdasan logis matematis yang lebih rendah. Pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada materi peluang, siswa tidak diminta untuk menyelidiki konsep peluang yang ia pelajari namun hanya mendiskusikan permasalahan tentang peluang yang diberikan oleh guru sehingga bagi siswa
36
dengan kecerdasan logis matematis tinggi dapat menggunakan kemampuan logikanya untuk memahami materi dan dapat menyusun jalan keluar dari permasalahan yang diberikan, selain itu siswa akan cenderung lebih aktif sendiri dalam mengerjakan permasalahan-permasalahan lain untuk dapat ia pecahkan. Ini berbeda dengan siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Pada siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, siswa cenderung jarang mencari permasalahan lain karena dengan permasalahan yang diberikan oleh guru dirasa sudah cukup sulit untuk diselesaikan karena siswa masih sulit memahami materi. Akibatnya, pada model pembelajaraan konvensional yang diterapkan pada materi peluang, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, dan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah. 4. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Ditinjau dari Masing-Masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis Pada umumnya siswa dengan kemampuan logis matematis tinggi memiliki kemampuan yang tinggi dalam menentukan jalan keluar dari suatu permasalah dan dapat menggunakan logika dalam menyelesaikan masalah matematika. Jiak melihat pada materi peluang yang memerlukan logis matematis yang baik maka siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi akan lebih mudah mudah memahami serta menyelesaikan permasalahan yang diberikan meskipun dengan model pembelajaran yang berbeda. Akibatnya siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis tinggi akan menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya apabila dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model yang berbeda. Pada tingkat kecerdasan logis matematis sedang maupun rendah yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini terjadi karena model pembelajaran Learning Cycle 7E
37
memfasilitasi siswa untuk menyelidiki sendiri konsep tentang peluang sehingga siswa dengan logis matematis sedang dan rendah akan merasa pembelajaran lebih bermakna sehingga membuat mereka lebih mudah untuk memahami konsep tentang peluang. Selain itu, terdapat fase extend (memperluas) yang membuat
siswa
menyelesaikan
permasalahan-permasalahan
lain
yang
merupakan terapan dari konsep sehingga akan lebih membuat siswa paham terhadap materi peluang. Sehingga pada masing-masing tingkat kecerdasan logis matematis yang berbeda apabila dilakukan pembelajaran dengan model yang berbeda akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda pula. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, dapat diasumsikan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 7E dan kecerdasan logis matematis siswa berperan dalam menentukan tingkat penguasaan materi pada mata pelajaran matematika yang tercermin dalam prestasi belajar matematikanya. C. Hipotesis Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka serta kerangka pemikiran yang telah dijabarkan sebelumnya maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E menghasilkan pretasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi peluang. 2. Siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa kecerdasan logis matematis sedang; serta siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi dan sedang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah pada materi peluang. 3. Pada model pembelajaran Cycle 7E, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, dan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis
38
rendah dalam pembelajaran pada materi peluang. Pada model pembelajaran konvensional, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, dan siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah dalam pembelajaran pada materi peluang. 4. Pada siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi, siswa yang memperoleh model pembelajaran Learning Cycle 7E menghasilkan prestasi belajar yang sama jika dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional; pada siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, siswa yang memperoleh model pembelajaran Learning Cycle 7E menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran pada materi peluang.