8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Istilah lain dari siswa ialah peserta didik. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dalam setiap tahapan perkembangan usianya, siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Selanjutnya, perkembangan siswa usia sekolah dasar bersifat holistik yang berarti perkembangan bersifat terpadu. Hal tersebut berarti aspek perkembangan yang satu terkait erat dan memengaruhi aspek perkembangan yang lain. Siswa kelas V SD, menurut Piaget berada pada tahap operasional konkret, yaitu dalam masa perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan (Trianto, 2012: 71). Karakteristik siswa sekolah dasar secara umum menurut Bassett, Jacka, dan Logan, yaitu: 1) siswa secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar; 2) siswa senang bermain dan lebih suka bergembira/riang; 3) siswa suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi, dan mencoba usaha-usaha baru; 4) siswa biasanya tergetar perasaannya, terdorong untuk berprestasi, tidak suka mengalami ketidakpuasan, dan menolak kegagalan-kegagalan; 5) siswa belajar secara efektif ketika mereka puas dengan situasi yang terjadi; serta 6) siswa belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, dan berinisiatif (Sumantri & Permana, 2001: 11). 8
9 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V SD antara lain berusia antara 10 sampai 11 tahun, berada pada fase operasional konkret, yaitu: 1) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi; 2) siswa senang bermain dan bergembira; 3) siswa mengeksplorasi suatu situasi dan mencoba usaha-usaha baru; 4) siswa belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi di sekitar; serta 5) siswa belajar dengan cara bekerja (learning by doing), berinisiatif, dan bergerak aktif. Piaget memiliki keyakinan bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, Piaget juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran menjadi lebih logis (Trianto, 2012: 72-73). Dalam pembelajaran hendaknya seorang guru menerapkan suatu inovasi pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, memberdayakan keaktifan siswa, melejitkan semangat belajar siswa, serta menghadirkan pengalaman belajar menyenangkan dan bermakna, serta belajar dengan cara bekerja (learning by doing). Oleh karena itu, maka penerapan model quantum teaching dengan media visual diharapkan tepat untuk menghadirkan pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, memotivasi, serta mampu meningkatkan pembelajaran. b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Pembelajaran Pasal 1 butir 20 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Winataputra, dkk., 2007: 1.20). Selanjutnya, Sanjaya menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana,
10 dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (2013: 26). Di sisi lain, pembelajaran menurut Sagala (2011: 62) ialah sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan mengonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Winataputra, dkk. (2007: 1.18) memiliki pandangan sendiri terkait pengertian pembelajaran yaitu kegiatan yang dilakukan
untuk
menginisiasi,
memfasilitasi,
dan
meningkatkan
intensitas serta kualitas belajar pada siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan antara guru dengan siswa dalam memanfaatkan segala potensi yang bersumber dari dalam diri siswa, lingkungan, sarana, dan sumber belajar lainnya melalui rangkaian kegiatan belajar mengajar terencana guna mencapai tujuan tertentu. 2) Ciri-ciri Pembelajaran Darsono mengemukakan ciri-ciri pembelajaran, antara lain: a) pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis; b) pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar; c) pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan menantang siswa; d) pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik; e) pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa; f) pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik maupun psikologi; g) pembelajaran menekankan keaktifan siswa; serta h) pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja (Hamdani, 2011: 47). Di sisi lain, Winataputra, dkk. (2007: 1.20-1.21) memberi pandangan bahwa ciri utama pembelajaran ialah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Di sisi lain, ciri lain dari pembelajaran adalah adanya interaksi yang sengaja diprogramkan antara siswa yang
11 belajar dengan lingkungan belajar, siswa dengan guru, antarsiswa, siswa dengan media, dan sumber belajar lainnya. Selain itu, juga termasuk adanya komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain, meliputi tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pebelajaran. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran, antara lain: a) memiliki tujuan yang direncanakan sejak awal; b) dilakukan secara sadar, sengaja, dan terprogram; c) menekankan keaktifan siswa; serta d) adanya komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain, meliputi tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pebelajaran. 3) Belajar Terkait dengan pengertian belajar, Chaplin membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yang pertama adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat praktik dan pengalaman; yang kedua adalah memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya pelatihan khusus. Sejalan dengan pendapat Hintzman bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang memengaruhi tingkah laku organisme tersebut (Syah, 2014: 88). Hilgard dan Bower (Sobur, 2011: 221) menyebutkan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, atau pengaruh obat).. Dengan demikian, maka peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan yang dilakukan sebagai proses perubahan tingkah laku dan segala aspek yang ada pada diri individu guna menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap sebagai akibat interaksi antara individu dengan lingkungan dan pengalaman.
12 4) Prinsip-prinsip Belajar Dimyati dan Mudjiono (2010: 42) mengemukakan prinsip-prinsip belajar, sebagai berikut: a) perhatian dan motivasi, yaitu perhatian siswa terhadap isi pelajaran dan motivasinya terhadap belajar; b) keaktifan, yaitu keterlibatan siswa baik secara fisik maupun psikis dalam proses belajar; c) keterlibatan langsung, yaitu belajar harus dilakukan oleh siswa tanpa perwakilan; d) pengulangan, yaitu mengulang materi yang dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa; e) tantangan, yaitu digunakan untuk menimbulkan gairah dalam diri siswa; f) balikan dan penguatan, yaitu siswa perlu mengetahui hasil belajarnya agar dapat lebih giat dan bersemangat belajar; serta g) perbedaan individual, yaitu guru harus memerhatikan perbedaan individual siswa. Di sisi lain, Hamdani (2011: 22) berpendapat: Adapun prinsip-prinsip belajar dalam pembelajaran adalah (1) kesiapan belajar; (2) perhatian; (3) motivasi; (4) keaktifan siswa; (5) mengalami sendiri; (6) pengulangan; (7) materi pelajaran yang menantang; (8) balikan dan penguatan; (9) perbedaan individual. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsipprinsip belajar, meliputi: a) adanya kesiapan belajar; b) perlu adanya keterlibatan siswa secara langsung; c) materi belajar disajikan secara urut dan berkelanjutan serta menantang; d) harus menciptakan suasana yang memancing keaktifan siswa; e) menyiapkan sarana dan prasarana belajar; f) melakukan pengulangan materi agar pemahaman siswa semakin kuat; g) ada pemberian motivasi dari guru; h) melaksanakan balikan; i) memberi penguatan; j) memberikan tantangan untuk memacu semangat belajar siswa dalam menyelesaikan masalah. 5) Proses Belajar Wittig (Sobur, 2011: 239) mengemukakan bahwa proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu: a) Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi), yaitu siswa mulai menerima informasi dan melakukan respon terhadap informasi
13 tersebut sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru pada diri siswa tersebut. Pada tahap ini juga terjadi asimilasi antara pemahaman dan perilaku baru dalam keseluruhan perilakunya. b) Storage (tahap penyimpanan informasi), yaitu siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang diperolehnya ketika menjalani proses penerimaan informasi. Peristiwa ini melibatkan fungsi short term dan long term memori. c) Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), yaitu siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya. Misalnya ketika menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah dalam diskusi. Selanjutnya, Bruner (Syah, 2014: 111) menyebutkan bahwa siswa menempuh tiga fase dalam proses belajar, yaitu: a) Fase informasi (tahap pemerimaan materi), yaitu siswa yang sedang belajar dapat memperoleh pengetahuan baru atau pengetahuan yang fungsinya untuk menguatkan yang telah dimiliki sebelumnya. b) Fase transformasi (tahap pengubahan materi), yaitu informasi yang diperoleh siswa akan dianalisis, diubah, atau ditransformasikan dalam bentuk abstrak. c) Fase evaluasi (tahap penilaian materi), yaitu siswa akan menilai sejauh mana pengetahuan yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk abstrak tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejalagejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan uraian pendapat kedua ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu: a) Siswa menerima informasi atau pengetahuan dan memberikan respon terhadapnya. b) Siswa melakukan penyimpanan terhadap informasi atau pengetahuan yang diperoleh kemudian diolah dan ditransformasikan dalam bentuk yang abstrak agar dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih luas.
14 c) Siswa melakukan penialaian terhadap informasi atau pengetahuan yang telah ditransformasikan kemudian mengungkapkannya kembali sebagai bentuk respon atas stimulus. 6) Hasil Belajar Hasil belajar memiliki peranan penting dalam pengukuran kemampuan yang diperoleh berdasarkan proses belajar. Susanto (2013: 5) menjabarkan secara sederhana bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurutnya, hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi. Oleh karena itu, untuk mengetahui hasil belajar yang dilakukan siswa, perlu adanya evaluasi sebagai alat ukur keberhasilan belajar siswa. Suprijono (2012: 5) berpendapat, “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan”. Pendapat Suprijono tersebut merujuk pemikiran Gagne yang menyebutkan bahwa hasil belajar, berupa: a) informasi verbal, adalah kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; b) keterampilan intelektual, adalah kemampuan yang mempresentasikan konsep dan lambang; c) strategi kognitif, adalah kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif; d) keterampilan motorik, adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; e) sikap, adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut (Suprijono, 2012: 5-6). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah bentuk perubahan pola pikir atau tingkah laku secara menyeluruh, baik sikap, kebiasaan, pemahaman, maupun kepandaian yang diperoleh berdasarkan kegiatan belajar dan dapat diukur melalui kegiatan evaluasi untuk mengetahui hasil yang diperoleh. Berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan, peningkatan pembelajaran IPS yang diteliti meliputi proses dan hasil belajar siswa.
15 c. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kelas V SD 1) Pengertian IPS Mengenai pengertian IPS, Mulyono berpendapat bahwa IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner (inter-disciplinary approach) dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. IPS ialah integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya (Taneo, dkk., 2008: 8). Saidiharjo (Taneo, dkk., 2008: 8) menegaskan bahwa IPS merupakan hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata pelajaran tersebut memiliki ciri-ciri yang sama. Oleh karena itu, dapat dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Taneo, dkk. (2008: 19) memiliki pandangan bahwa IPS terutama jika disorot dari siswa merupakan pengetahuan yang akan membina para generasi muda belajar ke arah positif. Positif di sini berarti mampu mengadakan perubahan-perubahan sesuai kondisi yang diinginkan oleh dunia modern atau sesuai daya kreasi pembangunan dan prinsip-prinsip dasar serta sistem nilai yang dianut masyarakat. Selain itu, mampu membina kehidupan masa depan masyarakat secara lebih baik untuk kelak diwariskan kepada turunannya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPS adalah suatu pengetahuan dari berbagai cabang disiplin ilmu-ilmu sosial (sosiologi, antropologi, politik, sejarah, geografi, dan sebagainya). Dalam pembelajaran IPS diharapkan siswa tidak hanya menghafal materi, namun juga mampu mengembangkan sikap serta membuat siswa menjadi tahu tentang hidup kemudian bisa memetik nilai-nilai pengetahuan di dalamnya. 2) Tujuan IPS Terkait keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi siswa
16 agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat (Trianto, 2012: 176). Di sisi lain, Fenton (1967) mengemukakan tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara umum yaitu mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik, mengajar siswa agar mempunyai kemampuan berpikir, dan dapat melanjutkan kebudayaan bangsa (Taneo, dkk., 2008: 26). Taneo, dkk. memiliki pandangan sendiri tentang tujuan IPS yaitu untuk memberikan pengetahuan yang merupakan kemampuan untuk mengingat kembali ide-ide atau penemuan yang telah dialami dalam bentuk yang sama atau dialami sebelumnya. Selain itu, terdapat pula tujuan yang bersifat afektif meliputi pengembangan sikap, pengertian, dan nilai-nilai yang akan meningkatkan pola hidup demokratis serta dapat menolong siswa mengembangkan filsafat hidupnya (2008: 26). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah untuk memberikan pengetahuan bukan hanya menghafal materi, namun juga mengembangkan sikap dan kepribadian siswa serta memetik nilai-nilai kehidupan sehingga dirinya mampu memposisikan diri dengan baik sebagai bagian dari masyarakat maupun sebagai warga negara. 3) Ruang Lingkup IPS IPS sebagai salah satu mata pelajaran wajib di sekolah, menurut Taneo, dkk. (2008: 36) memiliki ruang lingkup yang tidak lain adalah menyangkut kehidupan manusia di masyarakat atau konteks sosial. Jika ditinjau dari aspek-aspeknya, ruang lingkup IPS ialah hubungan sosial, ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi, dan aspek politik, serta ruang lingkup kelompoknya, meliputi keluarga, rukun tetangga, rukun kampung, warga desa, organisasi masyarakat, sampai ke tingkat bangsa.
17 Selanjutnya, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006: 176) menyebutkan bahwa ruang lingkup IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a) manusia, tempat, dan lingkungan; b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; c) sistem sosial dan budaya; serta d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Dengan demikian, maka ruang lingkup IPS yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu: a) manusia, tempat, dan lingkungan berkaitan dengan siswa, sekolah, dan lingkungan sekolah yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian; serta b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan berkaitan dengan waktu pelaksanaan penelitian, keberlanjutan penelitian, serta perubahan yang diharapkan dari penelitian yaitu meningkatnya pembelajaran IPS. 4) Materi IPS Kelas V SD a) Silabus IPS Kelas V SD Selanjutnya,
peneliti
menentukan
standar
kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator-indikator yang akan dicapai siswa dalam pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan model quantum teaching dengan media visual dalam peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kompetensi Dasar 2.3. Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan. Selanjutnya, indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini, antara lain: (1) menjelaskan peristiwa perumusan teks proklamasi kemerdekaan; (2) menyebutkan tokoh yang terlibat dalam perumusan teks proklamasi kemerdekaan; (3) menjelaskan peristiwa detik-detik proklamasi kemerdekaan; (4) menjelaskan makna proklamasi kemerdekaan; (5) menyebutkan nama tokoh peristiwa proklamasi kemerdekaan; (6) menjelaskan riwayat tokoh peristiwa proklamasi kemerdekaan; (7) menyebutkan jasa tokoh
18 peristiwa proklamasi kemerdekaan; dan (8) menyebutkan cara menghargai peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan. b) Materi Dasar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1) Peristiwa Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Pada hari Kamis tanggal 16 Agustus 1945 malam, diselenggarakan rapat di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Teji Mejidori No. 1 Jakarta Pusat (sekarang Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta Pusat) untuk menyusun teks proklamasi. Wakil golongan tua yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Achmad Soebardjo kemudian Sukarni, Sayuti Melik, dan B.M. Diah dari golongan muda. Konsep proklamasi ditulis Ir. Soekarno kemudian dibahas bersama. Teks yang telah disepakati kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Sukarni mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. (2) Peristiwa Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Jumat, 17 Agustus 1945 pada pukul 10.00 WIB upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Acara dibuka dengan pidato Ir. Soekarno sebagai pengantar. Selanjutnya, Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi. Setelah pembacaan proklamasi, dilakukan pengibaran bendera merah putih. Pengibaran bendera Merah Putih dilakukan oleh Latif Hendraningrat dibantu oleh S. Suhud. Tanpa dikomando, bersamaan dengan naiknya bendera merah putih, hadirin mengumandangkan lagu Indonesia Raya. Dengan dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan, maka bangsa Indonesia telah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945. Penyebarluasan berita proklamasi kemerdekaan dilakukan melalui radio, poster, surat kabar, selebaran, bahkan dari mulut ke mulut. Berita proklamasi cepat meluas ke berbagai daerah bahkan di luar negeri.
19 Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mempunyai makna antara lain sebagai berikut: (a) lahirnya negara Republik Indonesia; (b) puncak perjuangan bangsa Indonesia; (c) pelaksanaan amanat penderitaan rakyat; (d) berlakunya tata hukum Indonesia; (e) dihapusnya tata hukum colonial; serta (f) bangsa Indonesia menyusun pemerintahan. (3) Tokoh-Tokoh Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan (a) Ir. Soekarno adalah Pahlawan Proklamator, lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. Pada penjajahan Belanda, Soekarno aktif dalam berbagai organisasi antara lain Partai Nasional Indonesia dan Partai Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, Soekarno adalah ketua Putera, penasihat Jawa Hokokai, anggota BPUPKI, dan PPKI. Beliau wafat pada tanggal 21 Juni 1970.
Gambar 2.1. Ir. Soekarno (Sumber: http://jatinangorku.com/wpcontent/uploads/2013/08/images-stories-14-82012-1-300x410)
20 (b) Drs. Moh. Hatta, lahir di Bukit Tinggi, 12 Agustus 1902. Pada masa pendudukan Jepang, beliau adalah anggota BPUPKI dan wakil ketua PPKI berjuang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan mendampingi Bung Karno dalam pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Beliau wafat pada tanggal 14 Maret 1980.
Gambar 2.2. Drs. Moh. Hatta (Sumber: http://sumatracyber.blogspot.com) (c) Mr. Achmad Soebardjo lahir pada tanggal 23 Maret 1896 di Karawang, Jawa Barat. Beliau adalah anggota PPKI, serta terlibat dalam perumusan rancangan UUD 1945. Menjelang proklamasi, beliau berhasil menyatukan perbedaan pendapat golongan muda dan golongan tua di Rengasdengklok. Mr. Achmad Soebardjo wafat pada tanggal 15 Desember 1978.
21
Gambar 2.3. Mr. A. Soebardjo (Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons /c/c4/Achmad_soebardjo) (d) Fatmawati adalah istri Presiden Soekarno. Beliau dilahirkan di Bengkulu, 15 Februari 1923. Sejak masa perjuangan beliau selalu menyertai Soekarno. Menjelang proklamasi, Ibu Fatmawati menjahit bendera Merah Putih. Fatmawati wafat pada tanggal 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia.
22
Gambar 2.4. Fatmawati (Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb /6/68/Fatmawati.jpg/210px/Fatmawati) (e) Sayuti Melik, lahir di Sleman, 22 November 1908. Beliau termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam penculikan Sukarno-Hatta pada peristiwa Rengasdengklok. Sayuti Melik memberi gagasan, yakni agar teks proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia. Beliau wafat di Jakarta, 27 Februari 1989.
23
Gambar 2.5. Sayuti Melik (Sumber:http://www.gurusejarah.com/2015/01/s ayuti-melik.html) (f) Latif Hendraningrat, seorang pejuang kemerdekaan lahir di Jakara, 15 Februari 1911. Pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Peta (Pembela Tanah Air) berpangkat Sudanco. Beliau adalah pengerek Bendera Merah Putih tanggal 17 Agustus 1945. Beliau membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Belau wafat di Jakarta, 14 Maret 1983.
24
Gambar 2.6. Latif Hendraningrat (Sumber: http://2.bp.blogspot.com/Latif-Hendraningrat) (g) Laksamana Tadashi Maeda, lahir di Kagoshima, Jepang pada tanggal
3
Maret
1898.
Beliau
mendukung
gerakan
kemerdekaan Indonesia. Beliau menjamin keselamatan perencanaan proklamasi. Untuk itu, rumah dinasnya di Jalan Teji Mejidori No. 1 Jakarta Pusat dijadikan sebagai tempat merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 16 Agustus 1945. Beliau wafat Jepang, 13 Desember 1977.
25
Gambar 2.7. Laksamana Tadashi Maeda (Sumber: http://www.aktual.com/wpcontent/uploads/2015/08/laksamana-maeda) (4) Cara
Menghargai
Peranan
Tokoh
Perjuangan
dalam
Memproklamasikan Kemerdekaan (a) Ikut menjaga nama baik para tokoh pahlawan. (b) Mendoakan para tokoh pahlawan. (c) Mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang positif. (d) Bertanggung jawab sebagai warga negara. (e) Kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. d. Peningkatan Pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Siswa Kelas V SD Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata peningkatan berasal dari kata dasar “tingkat” yang mendapat imbuhan awalan pe- dan akhiran -an sehingga menjadi kata peningkatan. Kata “tingkat” dalam KBBI (Pusat Bahasa, 2014) didefinisikan sebagai tinggi rendah martabat
26 (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dan sebagainya); pangkat; derajat; taraf; kelas. Kata “peningkatan” didefinisikan sebagai proses, perbuatan, cara meningkatkan (usaha, kegiatan, dan sebagainya). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan merupakan proses perubahan, meningkatkan dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik, perubahan tersebut dapat dilihat dari sisi kualitas dan kuantitas. Agar pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD dapat meningkat, pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Siswa kelas V SD berada pada fase operasi konkret, yaitu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, senang bermain, mengeksplorasi suatu situasi, belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, dan belajar dengan cara bekerja (learning by doing). Pembelajaran harus dikemas dengan menyenangkan, mampu mengaktifkan siswa, dan penuh makna. Selanjutnya, peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD adalah proses meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD terhadap materi pembelajaran IPS, bukan hanya menghafal materi pembelajaran, namun juga dapat mengembang-kan sikap, pengertian serta memetik nilai-nilai pengetahuan terkait materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa mampu memposisikan diri dengan baik sebagai bagian dari masyarakat maupun sebagai warga negara. 2. Model Quantum Teaching dengan Media Visual a. Model Pembelajaran Quantum Teaching 1) Pengertian Model Pembelajaran Trianto mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (2012: 51). Di sisi lain, Arends menyebutkan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Selanjutnya,
27 Joyce (Trianto, 2012: 51) mengemukakan bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan suatu pola pembelajaran. Model pembelajaran digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas atau di setting yang berbeda disertai langkah-langkah yang jelas. Keberadaan model pembelajaran dimaksudkan memudahkan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 2) Macam-Macam Model Pembelajaran Shoimin mengemukakan macam-macam model pembelajaran inovatif yang bisa dipakai dalam melaksanakan pembelajaran yang bermutu (2014) sebagai berikut: a) model picture and picture; b) model probing-prompting; c) model problem based learning; d) model problem posing; e) model problem solving; f) model quantum; dan g) model realistic mathematics education. Ahli
pendidikan
seperti
Huda
(2013)
turut
menyatakan
pendapatnya terkait macam-macam model pembelajaran yaitu: a) model quantum; b) model two stay two stray; c) model take and give; d) model problem based learning. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa macam-macam model pembelajaran antara lain: a) model picture and picture; b) model probing-prompting; c) model problem based learning; d) model problem posing; e) model problem solving; f) model quantum; g) model realistic mathematics education; h) model two stay two stray; dan i) model take and give 3) Model Quantum Teaching a) Pengertian Quantum Teaching Kata quantum ini berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Shoimin (2014: 138) berpendapat bahwa model
28 pembelajaran quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya yang menyertakan segala kaitan antara interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat DePorter, Reardon & Nourie (2014: 32) yang menyatakan bahwa quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, serta perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. A’la memberi batasan sendiri bahwa quantum teaching adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar (2012: 55). Pada dasarnya, penerapan model quantum teaching memiliki enam langkah yang tercermin dalam istilah TANDUR. TANDUR merupakan akronim dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa model quantum teaching adalah suatu model pembelajaran yang dikemas dalam nuansa menyenangkan dengan memunculkan interaksi dinamis yang memaksimalkan momen belajar. Selanjutnya, pembelajaran melalui penerapan model quantum teaching, guru menerapkan suatu inovasi pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang memadai, memberdayakan keaktifan siswa, melejitkan semangat belajar, menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna, serta belajar dengan cara bekerja (learning by doing). Oleh karena itu, maka penerapan model quantum teaching diharapkan tepat untuk menghadirkan pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, memotivasi, serta mampu meningkatkan pembelajaran di kelas. b) Asas Quantum Teaching DePorter, Reardon & Nourie (2014: 34) serta A’la (2012: 27) memiliki kesamaan pendapat terkait asas utama model quantum teaching yaitu Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.
29 Asas quantum teaching mengingatkan guru untuk memasuki dunia siswa sebagai langkah pertama. Seorang guru harus membangun jembatan autentik memasuki dunia siswa. Tindakan ini akan memberi izin guru untuk memimpin dan memudahkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan sebelumnya. Caranya adalah dengan mengaitkan apa yang guru ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari siswa. Selanjutnya, guru dapat membawa siswa ke dunia guru. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi siswa suatu pemahaman mengenai informasi atau pengetahuan yang diajarkan. Dengan pemahaman dan pengertian yang lebih luas, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dunia mereka dan menerapkan pada situasi baru di kehidupan sehari-hari. Asas utama seperti yang telah diterangkan di atas harus diaplikasikan saat pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan dan meningkatkan pembelajaran. Asas utama quantum teaching merupakan konsep dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna dan berkualitas. c) Prinsip-Prinsip Quantum Teaching DePorter, Reardon & Nourie (2014: 36-37) serta A’la (2012: 29-32) mengemukakan lima prinsip quantum teaching, yaitu: (1) Segalanya berbicara Segala dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pembelajaran semuanya mengirim pesan tentang belajar. (2) Segalanya bertujuan Segala bentuk penggubahan yang dilakukan guru dalam pembelajaran maupun di ruang kelas mempunyai tujuan. (3) Pengalaman sebelum pemberian nama Siswa mendapatkan suatu pengalaman bermakna sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
30 (4) Akui setiap usaha Siswa patut mendapat pengakuan atas kecapakan dan kepercayaan diri mereka setelah melaksanakan belajar. (5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Prinsip-prinsip tersebut sudah termuat dalam langkah-langkah penerapan model quantum teaching. Guru harus dapat merancang segala aspek yang ada di lingkungan kelas maupun sekolah sebagai sumber belajar, merancang skenario pembelajaran bermakna, memberikan apresiasi pada siswa yang berprestasi, dan memberi umpan balik serta penguatan pada siswa. d) Langkah-langkah Penerapan Model Quantum Teaching Pembelajaran melalui penerapan model quantum teaching, terdapat kerangka rancangan belajar TANDUR yang merupakan akronim dari kata Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. DePorter, Reardon & Nourie (2014: 128-136) menjelaskan kerangka perancangan model quantum teaching, yaitu: 1) Tumbuhkan, yaitu menumbuhkan minat belajar dan menyertakan siswa dalam setiap momen belajar serta memuaskan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku); 2) Alami, yaitu memberikan siswa pengalaman belajar bermakna; 3) Namai,
yaitu
menamai
pengetahuan
yang
diperoleh
dan
mengajarkan konsep; 4) Demonstrasikan, yaitu memberikan kesempatan siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka atas pengetahuan yang mereka miliki; 5) Ulangi, yaitu mengulang untuk semakin merekatkan pengetahuan yang dipelajari secara keseluruhan; serta 6) Rayakan, yaitu melaksanakan perayaan setelah melaksanakan pembelajaran.
31 Rancangan TANDUR menguraikan cara yang memudahkan pelaksanaan pembelajaran lewat perpaduan unsur seni dan pencapaian yang terarah. Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti akan menguraikan masing-masing tahap dalam TANDUR, sebagai berikut: 1) Tumbuhkan, yaitu menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap pembelajaran; 2) Alami, yaitu menciptakan pengalaman belajar bermakna yang dapat dimengerti oleh siswa; 3) Namai, yaitu mengajarkan konsep pengetahuan kepada siswa; 4) Demontrasikan, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan/mendemonstrasikan apa yang telah mereka ketahui; 5) Ulangi, yaitu melakukan pengulangan materi pembelajaran dengan menegaskan kembali pokok materi pembelajaran yang belum atau kurang jelas; serta 6) Rayakan, yaitu memberikan pengakuan, mengapresiasi siswa setelah berperan aktif dalam pembelajaran dalam suasana gembira. e) Kelebihan dan Kekurangan Model Quantum Teaching Model quantum teaching memiliki beberapa kelebihan, seperti yang disebutkan oleh Shoimin meliputi: 1) Dapat membimbing siswa ke arah berpikir yang sama. 2) Perhatian siswa dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. 3) Karena gerakan dan proses dipertunjukkan melalui pengalaman belajar bermakna, maka tidak memerlukan keterangan-keterangan terlalu banyak. 4) Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman serta menyenangkan. 5) Siswa diajak untuk turut serta aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan dapat mencoba melakukan sendiri.
32 6) Membutuhkan kreativitas dari seorang guru untuk merangsang keinginan bawaan siswa untuk belajar, secara tidak langsung guru terbiasa untuk berpikir kreatif setiap harinya. 7) Pembelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dipahami oleh siswa (Shoimin, 2014: 145-146). Selain kelebihan yang disebutkan di atas, Shoimin juga menguraikan bahwa model quantum teaching memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1) Model quantum teaching memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang serta waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain. 2) Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik. 3) Pelaksanaan perayaan untuk menghormati usaha siswa, baik berupa tepuk tangan, jentikan jari, nyanyian, dan lainnya dapat mengganggu kelas lain. 4) Memakan banyak waktu dalam hal persiapan pembelajaran. 5) Model ini memerlukan keterampilan guru secara khusus karena tanpa ditunjang hal itu, proses pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif. 6) Agar belajar dengan model pembelajaran ini mendapatkan hal yang baik diperlukan ketelitian serta kesabaran (Shoimin, 2014: 146147). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa model quantum teaching memiliki kelebihan yang bisa diberdayakan dengan baik serta kelemahan yang perlu disiasati dengan bijaksana. Walaupun demikian, peneliti memiliki keyakinan bahwa penerapan model quantum teaching dengan media visual dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD jika dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang tepat.
33 b. Media Visual 1) Pengertian Media Pembelajaran Sebelum membahas tentang pengertian media pembelajaran, akan lebih baik jika terlebih dahulu dibahas tentang makna masing-masing kata pembentuknya. Media pembelajaran terdiri dari dua kata, yaitu media dan pembelajaran. Dengan memahami pengertian awal dari kedua kata tersebut, maka pengertian media pembelajaran akan semakin jelas dan mudah dipaparkan. Secara etimologis, media berasal dari bahasa Latin, yaitu bentuk jamak dari kata “medium” yang memiliki arti “tengah, perantara, atau pengantar” (Asyhar, 2011). Hidayah dan Sugiharto (Hamdani, 2011: 72) mengemukakan bahwa media merupakan alat bantu (saranan) yang diperlukan guna membantu proses komunikasi. Selanjutnya, Hamdani menegaskan bahwa media merupakan perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (2011: 72). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa media merupakan segala sesuatu yang memudahkan penyampaian pesan atau informasi sehingga terjalin komunikasi dua arah yang baik. Mengenai pengertian pembelajaran, Asyhar berpendapat, “Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris, yaitu “instruction”. Instruction diartikan sebagai proses interaktif antara guru dan siswa yang berlangsung secara dinamis” (2011: 6). Di sisi lain, Hamdani (2011: 71) mengemukakan bahwa pembelajaran secara umum yaitu kegiatan yang dilakukan guru sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Selanjutnya, Suyitno mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan upaya guru dalam menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa (Hamdani, 2011: 7172).
34 Dengan demikian, pengertian pembelajaran dapat disimpulkan sebagai segala sesuatu yang dapat mengubah tingkah laku, melejitkan potensi, dan pengetahuan siswa dalam interaksi yang bermakna antara guru dengan siswa serta antarsiswa. Menurut Gerlach & Ely (Hamdani, 2011: 72-73), media pembelajaran memiliki cakupan yang sangat luas, termasuk manusia, materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan serta sikap. Selanjutnya AECT (Association of Educaion and Communication) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan pembelajaran (Hamdani, 2011: 73). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran, dapat membuat siswa untuk berselera belajar, menjadikan proses belajar terjadi secara efektif dan efisien, serta dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selain itu, juga perlu diketahui bahwa media pembelajaran yang baik akan mampu menarik perhatian siswa, mengaktifkan siswa dalam memberikan respon, umpan balik, dan mendorong siswa untuk aktif. 2) Jenis-Jenis Media Pembelajaran Media pembelajaran yang lazim digunakan dalam kegiatan belajar mengajar menurut Anitah dan Noorhadi (Sumantri & Permana, 2001: 158), yaitu: a) media visual; b) media audio; c) media audio visual; d) media asli dan orang. Selanjutnya, Asyhar berpendapat, “Meskipun beragam jenis dan format media sudah dikembangkan dan digunakan dalam pembelajaran, namun pada dasarnya semua media tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu media visual, media audio, media audio-visual dan multimedia” (2011: 44). Terlepas dari berbagai pandangan kedua ahli sebelumnya, jenisjenis media pembelajaran menurut Bretz, yaitu: a) media audio; b) media cetak; c) media visual diam; d) media visual gerak; e) media audio semi
35 gerak; f) media visual semi gerak; g) media audio visual diam; h) media audio visual gerak (Asyhar, 2011: 48). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa jenisjenis media pembelajaran, yaitu: a) media audio; b) media visual; c) media audio visual; dan d) multimedia. Jenis-jenis media pembelajaran tersebut akan mampu memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran serta mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki. 3) Manfaat Media Pembelajaran Secara umum, beberapa manfaat media pembelajaran menurut Midun (Asyhar, 2011), meliputi; a) memperluas cakrawala sajian materi pembelajaran yang diberikan di kelas; b) siswa memperoleh pengalaman beragam selama proses pembelajaran; c) memberikan pengalaman belajar yang konkret dan langsung kepada siswa; d) menyajikan sesuatu yang sulit diadakan, dikunjungi, atau dilihat siswa; e) memberikan informasi yang akurat dan terbaru; f) menambah kemenarikan tampilan materi sehingga meningkatkan motivasi, minat, dan mengambil perhatian siswa untuk fokus mengikuti materi yang disajikan; g) merangsang siswa untuk berpikir kritis; h) meningkatkan efisiensi proses pembelajaran; serta i) memecahkan masalah pendidikan atau pengajaran baik dalam lingkup mikro maupun makro. Selanjutnya, Kemp dan Dayton mengidentifikasikan manfaat media pembelajaran, antara lain: a) penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan; b) pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik; c) pembelajaran menjadi lebih interaktif; d) efisiensi dalam waktu dan tenaga; e) meningkatkan kualitas hasil belajar siswa; f) memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja; g) media dapat menumbuhkan sikap positif terhadap materi dan proses belajar; h) mengubah peran guru ke arah yang lebih positif produktif (Hamdani, 2011: 73). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran ada banyak. Intinya, dengan hadirnya media pembelajaran,
36 maka kegiatan pembelajaran menjadi semakin bermakna. Hal tersebut dikarenakan media pembelajaran akan membuat siswa untuk lebih mudah memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. 4) Hakikat Media Visual a) Pengertian Media Visual Santoso, (2013: 5) menyebutkan bahwa media visual yaitu media yang mengandalkan indera penglihat. Indera penglihat menjadi indera yang paling penting dalam pemanfaatan media visual oleh siswa. Selanjutnya, Asyhar mengemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang menyatakan simbol-simbol pesan visual yang memiliki prinsip kesederhanaan, keterpaduan serta penekanan (2011: 53). Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa media visual merupakan media yang mengandalkan indera penglihat dan memuat unsur-unsur seperti garis, bentuk, warna, dan tekstur yang menyatakan simbol-simbol pesan visual sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki. b) Jenis-Jenis Media Visual Asyhar (2011: 45) menyebutkan beberapa media visual, antara lain: (1) media cetak seperti buku, modul, jurnal, majalah; (2) media grafis seperti gambar, kartun, karikatur, grafik, dan poster; (3) model dan prototipe seperti globe bumi; serta (4) media realitas alam sekitar dan sebagainya. Media visual yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu media visual papan flanel dan ular tangga. Berikut penjelasan selengkapnya. (1) Papan Flanel Daryanto (2013: 22) menyebutkan bahwa papan flanel sering juga disebut visual board, yaitu suatu papan yang dilapisi kain flanel atau kain yang berbulu, sehingga dapat diletakkan potongan gambar atau simbol-simbol visual lain. Selanjutnya,
37 Ni’mah mengemukakan bahwa papan flanel merupakan papan yang berlapis kain flanel, sehingga gambar yang akan disajikan dapat dipasang, dilipat, dan dilepas dengan mudah serta dapat dipakai berkali-kali (2011). Menurut Ni’mah (2011), media papan flanel dapat membantu mengembangkan konsep, membantu guru untuk menerangkan materi pembelajaran, memudahkan pemahaman siswa tentang materi pembelajaran; serta membuat materi pembelajaran lebih menarik. Di sisi lain, Daryanto (2013: 22) mengemukakan bahwa media papan flanel dapat digunakan untuk berbagai jenis mata pelajaran, dapat menerangkan perbandingan atau persamaan secara sistematis, dapat memupuk siswa untuk belajar aktif. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media papan flanel merupakan media visual berupa papan yang dilapisi flanel, sehingga dapat diletakkan potongan gambar atau simbol-simbol visual lain.
Gambar 2.8. Media Visual Papan Flanel
38 (2) Ular tangga Resendriya (2016: 1) menyebutkan bahwa ular tangga merupakan permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh dua orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotakkotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah tangga yang menghubungkan dengan kotak lain. Selanjutnya, ia menambahkan bahwa permainan ular tangga dapat dimainkan untuk semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas, karena di dalamnya berisi berbagai bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa melalui permainan tersebut sesuai dengan jenjang kelas dan mata pelajaran tertentu. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa media ular tangga merupakan permainan papan bergambar yang dimainkan dengan melewati kotak-kotak yang ada dengan menaati aturan dan dapat digunakan untuk berbagai mata pelajaran serta jenjang kelas.
Gambar 2.9. Media Visual Ular Tangga
39 c) Langkah-Langkah Penerapan Media Visual Dalam penelitian ini, peneliti menerapan media visual berupa papan flanel dan ular tangga. Berikut ini adalah masing-masing langkah penerapan media visual tersebut. (1) Papan Flanel Ni’mah (2011) menerangkan langkah-langkah penerapan papan flanel, yaitu: (a) menyiapkan papan; (b) menempelkan kain flanel pada papan; (c) mengumpulkan gambar dan materi yang sesuai dengan bahan ajar; serta (d) menempelkan gambar dan materi pembelajaran pada papan dengan menggunakan paku atau lem. (2) Ular Tangga Berikut ini langkah-langkah penerapan permainan ular tangga Wikipedia: (a) setiap pemain mulai dengan bidaknya di kotak pertama dan secara bergiliran melemparkan dadu; (b) sidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul; (c) bila pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung pergi ke ujung tangga yang lain; (d) bila mendarat di kotak dengan ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah ular; dan (e) pemenang adalah pemain pertama yang mencapai kotak terakhir. d) Kelebihan dan Kekurangan Media Visual Media visual papan flanel dan ular tangga yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa kelebihan. Berikut peneliti uraikan selengkapnya. (1) Papan flanel Papan flanel memiliki kelebihan, diantaranya dapat dibuat sendiri, item-item dapat diatur sendiri, dapat dipersiapkan terlebih dahulu, item-item dapat digunakan berkali-kali, memungkinkan penyesuaian dengan kebutuhan siswa, serta menghemat waktu dan tenaga. Selanjutnya, papan flanel juga memiliki kelemahan,
40 yaitu kurang adanya persiapan dan kurang terampilnya guru (Daryanto, 2013: 22). Selanjutnya, Ni’mah (2011) mengungkapkan bahwa papan flanel memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (a) bahan ajar mudah ditempelkan; (b) efisien waktu dan tenaga; (c) menarik perhatian siswa; (d) memudahkan guru menjelaskan materi; serta (e) dapat digunakan berulang kali. Selain itu, media visual papan flanel juga memiliki kelemahan, yaitu: (a) memerlukan waktu yang lama untuk mempersiapkan materi; (b) memerlukan biaya yang mahal untuk mempersiapkannya; (c) sukar menampilkan pada jarak yang jauh; (d) flanel mempunyai daya rekat yang kurang kuat. (2) Ular tangga Mulyati (Meilia, 2013: 3) mengemukakan bahwa media ular tangga memiliki kelebihan yaitu dapat membuat struktur kognitif yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses belajar bermakna akan stabil dan tersusun secara relevan sehingga akan terjaga dalam ingatan. Hal tersebut tentusangat bermakna karena pengetahuan dalam ingatan (pikiran) siswa dapat diperoleh kembali sewaktu-waktu, sehingga diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu, media visual ular tangga yang memiliki ukuran terlalu besar akan kurang praktis untuk dibawa ke dalam kelas. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa media visual berupa papan flanel dan ular tangga yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kelebihan yang bisa diberdayakan dengan baik serta kelemahan yang perlu disiasati dengan bijaksana. Walaupun demikian, peneliti memiliki keyakinan bahwa penerapan model quantum teaching dengan media visual dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia siswa kelas V SD jika dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang tepat.
41 c. Penerapan Model Quantum Teaching dengan Media Visual dalam Pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Siswa Kelas V SD Penerapan model quantum teaching dengan media visual dalam peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia siswa kelas V memiliki enam langkah tersruktur. Langkah-langkah tersebut, yaitu: 1) Tumbuhkan motivasi siswa, yaitu menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap pembelajaran. Guru menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap pembelajaran melalui kegiatan bernyanyi bersama, tepuk, dan kata-kata motivasi. Siswa merespons aktif motivasi guru. 2) Alami dengan petualangan di dalam kelas menggunakan media visual papan flanel, yaitu menciptakan pengalaman belajar bermakna yang dapat dimengerti oleh siswa dengan menggunakan media visual papan flanel. Guru menghadirkan pengalaman belajar yang memancing keaktifan dan antusiasme siswa. Siswa mendapatkan tugas untuk berpetualang mencari informasi secara berkelompok di kelas yang telah didesain dengan media visual papan flanel yang memuat materi pembelajaran. 3) Namai dengan permainan menggunakan media visual ular tangga, yaitu mengajarkan konsep pengetahuan kepada siswa melalui permainan dengan menggunakan media visual ular tangga. Siswa bersama guru melaksanakan permainan menggunakan media visual ular tangga. Soalsoal yang disiapkan relevan dengan silabus dan materi pembelajaran kelas V SD. 4) Demontrasikan di depan teman sekelas, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan/mendemonstrasikan apa yang telah mereka ketahui. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan teman sekelas. Siswa lain dipersilakan memerhatikan lalu menanggapi presentasi hasil kerja kelompok temannya.
42 5) Ulangi dengan petualangan menggunakan media visual papan flanel, yaitu melaksanakan pengulangan materi pembelajaran dengan menegaskan kembali pokok materi pembelajaran dengan menggunakan media visual papan flanel. Guru mempersilakan siswa untuk mengulang kembali materi pembelajaran melalui petualangan seperti sebelumnya sambil mengisi daftar “Aku Tahu Bahwa Aku Tahu”. Selanjutnya, siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran dengan memberdayakan keaktifan siswa. 6) Rayakan dengan gembira, yaitu memberikan pengakuan, mengapresiasi siswa setelah berperan aktif dalam pembelajaran dengan gembira. Setelah siswa bersama guru melaksanakan pembelajaran dengan berbagai pengalaman belajar yang bermakna, selanjutnya melaksanakan perayaan pembelajaran. Siswa bersama guru mengapresiasi pembelajaran yang telah mereka lalui dengan bertepuk tangan, bernyanyi bersama, atau menempelkan stiker prestasi dengan gembira. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan model quantum teaching dengan media visual berupa papan flanel dan ular tangga dalam peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD, yaitu: 1) tumbuhkan motivasi siswa; 2) alami dengan petualangan di dalam kelas menggunakan media visual papan flanel; 3) namai dengan permainan menggunakan media visual ular tangga; 4) demontrasikan di depan teman sekelas; 5) ulangi dengan petualangan menggunakan media visual papan flanel; serta 6) rayakan dengan gembira. 3. Hasil Penelitian Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan substansi yang diteliti. Penelitian yang relevan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2013) dengan judul “The Implementation Quantum Teaching Method of Graduate Through Up-Grade Hard Skill and Soft Skill”. Hasil dari penelitian tersebut
43 menjelaskan bahwa penerapan model quantum teaching efektif untuk meningkatkan pencapaian kompetensi belajar siswa, meningkatkan hard skill dan soft skill secara signifikan karena guru memberi kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi potensi diri mereka. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada penerapan model quantum teaching. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati bertempat di Bandung, sedangkan penelitian ini dilakukan di SDN 2 Kutosari. Penelitian relevan yang lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2013) tentang “Interactive Learning Media Based Visual Basic and Smoothboard”. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa penerapan media visual efektif digunakan dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Persamaannya terletak pada penerapan media visual. Perbedaannya subjek penelitian yang dilakukan oleh Tambunan adalah siswa kelas II SD di Medan tahun 2013, sedangkan subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2014) tentang “Penerapan Model Quantum Teaching Berbantuan Media Pembelajaran Berbasis Powerpoint Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SDN 26 Dangin Puri”. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model quantum teaching berbantuan media pembelajaran berbasis powerpoint dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa kelas III SDN 26 Dangin Puri. Persamaannya dengan penelitian ini adalah penggunaan model quantum teaching, pembelajaran IPS, dan melaksnaakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Astuti dilaksanakan di kelas III SDN 26 Dangin Puri Denpasar pada tahun 2013/2014 berbantuan media pembelajaran berbasis powerpoint, sedangkan penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016 berbantuan media visual berupa papan flanel dan ular tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2013) tentang “Media Pembelajaran Berbasis Visual Berbentuk Permainan Ular Tangga Untuk Meningkatkan Kualitas Belajar Mengajar di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian
44 membuktikan bahwa penerapan media visual dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Persamaan dengan penelitian ini yaitu penerapan media visual. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu SDN Bareng III, SDN Lowokwaru VI, SDN Lowokwaru VII serta satu instansi pendidikan luar sekolah bidang bahasa Intensive English Course Malang 2 Branch. Selanjutnya, penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian yang relevan di atas, maka telah memberi penguatan kepada peneliti bahwa penerapan model quantum teaching dengan media visual dapat meningkatkan pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti menjadikan keempat penelitian relevan tersebut sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
B. Kerangka Berpikir Karakteristik siswa kelas V SD berusia antara 10 sampai 11 tahun, berada pada fase operasional konkret, yaitu: 1) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi; 2) siswa senang bermain dan bergembira; 3) siswa mengeksplorasi suatu situasi dan mencoba usaha-usaha baru; 4) siswa belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi di sekitar; serta 5) siswa belajar dengan cara bekerja (learning by doing), berinisiatif, dan bergerak aktif. Pembelajaran adalah suatu kegiatan antara guru dengan siswa dalam memanfaatkan segala potensi yang bersumber dari dalam diri siswa, lingkungan, sarana, dan sumber belajar lainnya melalui rangkaian kegiatan belajar mengajar terencana guna mencapai tujuan tertentu. IPS adalah suatu pengetahuan dari berbagai cabang disiplin ilmu-ilmu sosial. Dalam pembelajaran IPS diharapkan siswa tidak hanya menghafal materi, namun juga mampu mengembangkan sikap serta membuat siswa menjadi tahu tentang hidup kemudian bisa memetik nilainilai pengetahuan di dalamnya. Selanjutnya, peningkatan merupakan suatu proses perubahan, meningkatkan dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik, perubahan tersebut dapat dilihat dari sisi kualitas dan kuantitas.
45 Media visual merupakan media yang mengandalkan indera penglihat, di dalamnya terdapat unsur-unsur seperti garis, bentuk, warna, dan tekstur yang menyatakan simbol-simbol pesan visual sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Selanjutnya, media visual yang digunakan dalam penelitian ini berupa papan flanel dan ular tangga. Papan flanel merupakan media visual berupa papan yang dilapisi flanel, sehingga dapat diletakkan potongan gambar atau simbol-simbol visual lain. Ular tangga merupakan media visual berupa permainan papan bergambar yang dimainkan dengan melewati kotakkotak yang ada dengan menaati aturan dan dapat digunakan untuk berbagai mata pelajaran serta jenjang kelas. Guru dikatakan berhasil dalam mengajar apabila terdapat peningkatan pembelajaran. Guru hendaknya menerapkan suatu inovasi pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, memberdayakan keaktifan siswa, melejitkan semangat belajar siswa, serta menghadirkan pengalaman belajar yang bermakna. Guru sebagai bagian dari komponen pendidikan dituntut untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Guru harus mampu bertindak sebagai kreator sekaligus inovator guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran dengan menggunakan suatu model dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa dapat menciptakan motivasi belajar yang tinggi sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Penerapan model quantum teaching dengan media visual diharapkan mampu meningkatkan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran melalui penerapan model quantum teaching dengan media visual adalah suatu pelaksanaan yang senantiasa berusaha menghadirkan pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan, dan bermakna. Selain itu, aktivitas belajar lebih banyak berpusat pada siswa. Dalam hal ini, guru adalah seorang fasilitator. Dengan demikian, peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia melalui penerapan model quantum teaching dengan media visual berupa papan flanel dan ular tangga pada siswa kelas V SD merupakan adalah proses meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD terhadap materi pembelajaran IPS, bukan hanya menghafal materi pembelajaran, namun
46 juga dapat mengembang-kan sikap, pengertian serta memetik nilai-nilai pengetahuan terkait materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa mampu memposisikan diri dengan baik sebagai bagian dari masyarakat maupun sebagai warga negara.melalui penerapan model quantum teaching dengan media visual berupa papan flanel dan ular tangga. Langkah-langkah penerapan model quantum teaching dengan media visual dalam peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD, yaitu: 1) tumbuhkan motivasi siswa; 2) alami dengan petualangan di dalam kelas menggunakan media visual papan flanel; 3) namai dengan permainan meng-gunakan media visual ular tangga; 4) demontrasikan di depan teman sekelas; 5) ulangi dengan petualangan menggunakan media visual papan flanel; serta 6) rayakan dengan gembira. Selanjutnya, jika penerapan model quantum teaching dengan media visual dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka siswa akan terlibat aktif, menjadi semangat, dan termotivasi dalam pembelajaran. Akhirnya, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tercapai. Kerangka berpikir penelitian dengan judul “Penerapan Model Quantum Teaching dengan Media Visual dalam Peningkatan Pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Siswa Kelas V SDN 2 Kutosari Tahun Ajaran 2015/2016” berfungsi sebagai pedoman untuk memperjelas arah dan tujuan penelitian, serta membantu pemilihan konsep-konsep yang diperlukan dalam pembentukan hipotesis. Kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut.
47
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Pembelajaran IPS terfokus pada guru didominasi metode ceramah dan tidak menerapkan model dan media pembelajaran inovatif.
Guru menerapkan model quantum teaching dengan media visual berupa papan flanel dan ular tangga.
Siswa pasif, jenuh, dan tidak antusias. Hasil belajar IPS siswa rendah yaitu 96,15% belum tuntas. Pembelajaran menyenangkan. Pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa bersemangat dan termotivasi. Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kualitas pembelajaran meningkat. Hasil belajar IPS siswa meningkat.
Penerapan model quantum teaching dengan media visual dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Gambar 2.10. Bagan Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan latar belakang, landasan teori, dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka dapat diajukan hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu jika penerapan model quantum dengan media visual dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016.