BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi a. Pengertian Pemahaman Penilaian pembelajaran yang dilaksanakan harus mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada ranah kognitif penilaian tidak hanya berhenti pada tingkat pertama yaitu mengenal. Penilaian perlu adanya peningkatan pada tingkat pemahaman. Pemahaman (comprehension) adalah tahap kedua dalam ranah kognitif menurut taksonomi Bloom. Pemahaman juga merupakan tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan. Winkel (2005: 274) merumuskan pendapat Bloom bahwa pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini terlihat pada siswa dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Indikator dari tercapainya kegiatan ini antara lain adanya kemampuan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah suatu data dari suatu bentuk tertentu ke bentuk lain. Sagala (2009: 157) memperkuat kedua pendapat di atas dengan mengungkapkan aspek pemahaman berdasarkan pada kemampuan siswa untuk mengetahui dan mengerti setelah ia mengetahui dan mengingat bahan atau materi yang telah dipelajari. Aspek yang lebih tinggi dari tingkat kognitif pengetahuan ini memerlukan keaktifan belajar siswa yang lebih banyak untuk mencapai tujuan. Purwanto (2009: 51) memiliki pandangan lain mengenai pemahaman yang menyatakan bahwa, “Kemampuan pemahaman (comprehension) adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta. Menghafal fakta tidak lagi cukup karena pemahaman menuntut pengetahuan akan fakta 10
11 dan hubungannya.” Pengertian pemahaman yang memfokuskan pada adanya hubungan juga dinyatakan oleh Poerwanti, dkk (2009: 1-27). Ia mengartikan pemahaman sebagai pengertian terhadap hubungan antar-faktor, antarkonsep, dan antar-data, hubungan sebab-akibat, dan penarikan kesimpulan. Sudjana (2009: 24) menguraikan taksonomi Bloom pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu tingkat terendah, tingkat kedua, dan tingkat tertinggi. 1) Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya; 2) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok; dan 3) Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya. Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran
yang
telah
dirumuskan.
Tujuan
pembelajaran
dapat
dirumuskan menggunakan Kata Kerja Operasional (KKO). Kata kerja ini berbeda-beda pada setiap tingkatan ranah kognitif. Arikunto (1999: 137) menyebutkan terdapat beberapa kata kerja operasional yang dapat digunakan pada ranah kognitif tingkat pemahaman (comprehension). Kata operasional tersebut adalah mempertahankan, membedakan, menduga (estimate), menerangkan memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan. Kata kerja operasioal tersebut akan membantu dalam penilaian ranah kognitif tingkat pemahaman. Pemahaman umumnya mendapat penekanan dalam proses belajarmengajar. Poerwanti (2009: 1.23) mengemukakan pendapat keduanya dengan mengartikan pemahaman sebagai kemampuan yang menuntut siswa memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
12 dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Sudijono (2006: 50) memperkuat pendapat Poerwanti yang menyebutkan pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan katakatanya sendiri. Penggunaan istilah “mengerti” dalam pembahasan pemahaman juga disampaikan oleh Gulö (2005: 59) yang menyatakan bahwa, “Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”.” Kegiatan yang bisa dilakukan sampai tahap ini memerlukan kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Suyono dan Hariyanto (2014: 144) memiliki pandangan lain dengan beberapa ahli di atas. Dia menjelaskan pada tahap pemahaman dikenal dengan istilah belajar bermakna. Pembelajar mengaitkan gagasan yang baru dengan pengetahuan yang terdahulu yang relevan. Kegiatan itu perlu dicontohkan oleh siswa dengan kemampuannya dalam membandingkan dan mempertentangkan, membuat analogi, membuat inferensi/kesimpulan, melakkukan elaborasi, dan lain-lain. Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan siswa dalam mengerti isi yang diajarkan, menerangkan, membedakan, memberi contoh, menguraikan, menarik kesimpulan, dan memanfaatkan isinya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. b. Pengertian Konsep Istilah konsep sudah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan suatu konsep sangat membantu manusia dalam menyelesaikan masalah di sekitarnya. Mengenai pengertian konsep Winkel (2005: 75) memiliki gagasan bahwa, “Konsep adalah suatu satuan materi yang
13 mewakili sejumlah obyek yang bercirikan sama; dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan.” Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata, yang mewakili suatu pengertian tertentu. Segala konsep berfungsi sebagai batu-batu dalam berpikir; banyak batu dapat disusun-susun menjadi suatu bangunan, dengan menghubung-hubungkan konsep yang satu dengan yang lain. Pembelajaran
yang
dilaksanakan
sudah
seyogyanya
mampu
memahamkan siswa atas apa yang disampaikan guru. Untuk itu siswa perlu belajar dengan benar mengenai suatu konsep. Winkel juga menyinggung tentang belajar konsep (2005: 91) yakni dalam bentuk belajar ini, orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam semua objek yang meliputi benda, kejadian, dan orang, hanya ditinjau dari aspek-aspek tertentu saja. Dalam bukunya halaman 113 juga dibedakan konsep atas dua hal yaitu konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada aneka objek dalam lingkungan fisik. Sedangkan konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Al-Tabany (2014: 186) menyimpulkan bahwa, “Untuk dapat menguasai konsep seseorang harus mampu membedakan antara benda yang satu dengan benda yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.” Penguasaan terhadap suatu konsep mengharapkan siswa dapat menggolongkan
lingkungan
sekitarnya.
Al-Tabany
memfokuskan
pemahaman pada kemampuan siswa membedakan hal-hal disekitar siswa. Perbedaan yang dimaksud termasuk kemampuan siswa dalam mengenali, menggolongkan, mengklasifikasikannya. Yelon (1977: 190–191) menyimpulkan konsep berkaitan dengan suatu penggolongan benda. Hal tersebut ia definisikan sebagai “a concept defines a class of objects, events, or processes in terms of is common elements” atau dapat diringkas sebuah konsep didefinisikan sebagai sebuah penggolongan benda, peristiwa, atau proses dalam istilah yang unsurnya
14 biasa. “concepts may be either concrete or abstract. Either type, in order to be a concept, must have a set a critical or defining attributes, the properties which make it unique, which distinguish it as a class” atau dapat diartikan konsep mungkin adalah salah satu bentuk konkret atau abstrak. Suatu tipe supaya menjadi sebuah konsep harus diatur secara kritis atau sifat pengertiannya, kekayaan yang menjadikan itu unik, yang membedakan itu sebagai sebuah golongan. Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah materi, objek, dan proses dalam bentuk lambang mental atau gagasan yang dapat dihubungkan satu sama lain. c. Energi Panas dan Bunyi Benda yang terdapat di alam terdiri atas materi dan energi. Makhluk yang hidup maupun makhluk tak hidup tersusun atas materi. Tubuh suatu organisme dibangun oleh suatu materi dan hidupnya tergantung pada energi. Sebelum membahas mengenai energi terlebih dahulu mengkaji mengenai materi. 1) Hakikat Materi Semua benda yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari tersusun atas materi. Darmodjo (1998: 315) mendefinisikan materi sebagai sesuatu yang mempunyai massa dan menempati ruang. Hal yang sama disampaikan oleh Jasin (2008: 65) yang mendefinisikan materi sebagai sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Definisi yang sama juga disampaikan oleh Koes (2001: 21). Selain menyampaikan definisi materi Koes juga menjabarkan mengenai sifat materi dilihat dari sifat fisiknya. Sifat itu dapat dikenali langsung oleh indera manusia. Sifat fisik materi dapat dikenali melalui penampakan, perabaan, bau, dan rasanya. Dari ketiga pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa materi adalah sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Materi juga memiliki wujud. Wujud dari materi adalah padat, cair, dan gas. Setiap wujud materi memiliki karakteristik yang berbedabeda. Karakteristik benda padat menurut Jasin (2008: 65) menjelaskan
15 bahwa zat padat memiliki bentuk dan volume tetap jika tidak ada pengaruh dari luar. Zat cair memiliki bentuk yang berubah-ubah sesuai dengan ruang yang ditempatinya. Zat cair memiliki volume yang tetap. Berbeda dengan keduanya, gas memiliki bentuk dan volume yang tidak tetap. Materi selain memiliki sifat khusus dan wujud juga mengalami perubahan. Koes (2001: 22) menjelaskan bahwa perubahan materi ada dua yakni perubahan kimia dan fisika. Perubahan kimia adalah perubahan pada materi bila salah satu materi atau lebih dihancurkan secara kimiawi. Contoh perubahan kimiawi adalah fotosintesis, fermentasi, dan pengkaratan besi. Perubahan fisika adalah perubahan bentuk fisik materi tanpa merubah identitas kimianya. Contoh perubahan fisika adalah perubahan air menjadi es. 2) Pengertian Energi Energi adalah bagian yang penting dalam kehidupan. Manusia dalam kehidupannya telah menggunakan banyak energi. Banyak sekali manfaat yang diperoleh dari energi. Khususnya dalam membantu pekerjaan dan memudahkan manusia. Banyak aktivitas manusia yang memerlukan energi. Ilman (1999: 57) mengugkapkan bahwa, “Energi atau tenaga adalah kemampuan untuk bekerja.” Manusia tidak akan bisa mengerjakan sesuatu tanpa energi. Manusia telah dapat meningkatkan hasil-hasil kemajuan yang sangat besar dengan menemukan sumbersumber energi baru. Trianto (2008: 210) berpikir sejalan dengan Ilman yang menyebutkan bahwa, “Energi adalah kemampuan benda untuk melakukan kerja/usaha.” Energi sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia dalam setiap aktivitas. Energi yang dibutuhkan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi dijelaskan oleh Trianto (2008: 211) “...usia, ukuran tubuh, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas sehari-hari.” Tubuh kita memperoleh energi dari makanan yang disebut energi kimia.
16 Energi selain berhubungan dengan kemampuan suatu benda juga berkaitan dengan suatu bahan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sukardjo (2005: 40) yang menyatakan, “Energi adalah suatu bahan yang menyebabkan organisme mempunyai kemampuan untuk melakukan kerja.” Energi sebagai suatu bahan mungkin saja tidak dapat diraba dan dilihat oleh indera penglihatan namun bisa dirasakan dan dibuktikan gejalanya. Misalnya, saat kita mendorong sesuatu memerlukan energi yang tidak tampak, namun gejala adanya energi dapat dilihat dari pergeseran benda tersebut. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disarikan mengenai pengertian energi yaitu kemampuan suatu bahan melakukan usaha untuk mempermudah manusia dalam kehidupan sehari-hari. 3) Energi Panas Ilman (1999: 60) menjelaskan beberapa jenis energi diantaranya terdapat energi panas. Penggolongan jenis energi disampaikan oleh Trianto (2008: 213), “Energi kita manfaatkan dalam berbagai bentuk: energi kimia, energi listrik, energi mekanik, energi kalor, energi cahaya, energi bunyi, dan energi nuklir.” Energi kimia biasanya berasal dari suatu bahan makanan. Bahan tersebut diantaranya: nasi, roti, buah-buahan. Bahan tersebut akan diproses melalui proses pembakaran tubuh untuk menghasilkan energi. Energi listrik, energi ini dimiliki benda karena ada arus listrik. Energi cahaya, energi ini dihasilkan oleh radiasi gelombang elektromagnet. Selain itu dapat dihasilkan oleh benda yang memancarkan cahaya. Energi kalor (panas) energi ini dihasilkan oleh gerakan partikel pada suatu zat. Energi kalor dapat menyebabkan perubahan suhu dan wujud suatu benda. Energi mekanik dimiliki oleh benda yang bergerak. Energi bunyi, berasal dari getaran suatu benda disekitar sumber bunyi. Ilman (1999: 62) mengartikan energi panas sebagai, “...tenaga yang dikeluarkan oleh gerakan-gerakan molekul-molekul.” Energi panas jika ditambahkan kepada benda akan menyebabkan pergerakan molekul.
17 Semua bentuk energi jika ditelusuri asal-usulnya berasal sumber energi utama di alam yaitu matahari. Energi matahari akan diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Sumber energi panas diantaranya matahari, gesekan benda, dan api. (a) Matahari. Bumi memperoleh suplai energi dari matahari yaitu melalui radiasi cahaya (USAID, 2014: 133). Cahaya matahari yang sampai ke bumi memiliki banyak dibutuhkan oleh makhluk hidup. Tumbuhan memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Hasil fotosintes merupakan sumber energi bagi makhluk hidup. Matahari juga merupakan sumber energi panas yang menyebabkan bumi menjadi hangat.
Gambar 2. 1 Matahari sebagai sumber energi utama bumi Sumber : Afriki, dkk (2013: 42) (b) Gesekan benda. Gesekan dua buah benda yang dapat menghasilkan panas karena adanya perpindahan materi dari kedu benda tersebut. Contoh Jika kedua telapak tanganmu digosok-gosokkan, maka akan timbul panas. Panas tersebut timbul akibat gesekan permukaan kedua telapak tanganmu. Energi panas itu menyebabkan kamu merasa lebih hangat. (c) Api. Energi panas dapat berasal dari api unggun. Ini
18 menunjukkan
bahwa
api
adalah
sumber
energi
panas.
Untuk
memunculkan api membutuhkan bahan bakar dan udara. Bahan bakar yang digunakan dapat berupa kayu bakar, minyak tanah, dan gas. Selain bahan bakar, udara juga diperlukan karena tanpa udara, api akan mati. Api dapat dimunculkan dari korek api dan batu api. Batu api biasanya dipasangkan pada pemantik. Api dapat dihasilkan dengan menggesekkan batu api. Selain itu, juga dilakukan dengan menggesekkan dua batang kayu. Jika gesekan sudah sangat panas, akan timbul api pada kayu tersebut.
Gambar 2. 2 Api sebagai Sumber Energi Panas Sumber : Poppy K. Devi (2008: 131) Dari pendapat ahli dan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa energi panas adalah tenaga yang dikeluarkan oleh molekulmolekul panas dan menyebabkan pergerakan pada suatu benda yang berasal dari sumber energi panas. 4) Perpindahan Panas Ichwan menjelaskan pengertian perpindahan panas sebagai, “...perpindahan energi yang diakibatkan adanya perbedaan energi yang diakibatkan adanya perbedaan temperatur di antara satu benda dengan benda lain yang berdekatan” (2006: 5.12).
19 USAID (2014: 188) menjelaskan mekanisme pertukaran panas dengan lingkungan melalui empat proses yaitu: radiasi, konduksi, konveksi, evaporasi. Pembahasan ini akan fokus membahas mengenai tiga perpindahan panas. (a) Radiasi. Panas yang merambat langsung tanpa melalui zat perantara dikenal dengan radiasi. Setiap hari kita dapat merasakan panasnya cahaya matahari yang terpancar pada tubuh kita. Panas yang terpancar tersebut sampai ke bumi tanpa melalui zat perantara. Proses ini membawa energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang merambat dengan laju cahaya sebesar 3×108 m/s dan
tidak
memerlukan
medium
untuk
perambatannya.
Radiasi
dipancarkan dari permukaan yang suhunya lebih tinggi dan diabsorbsi oleh bagian yang lain yang suhunya lebih rendah. (b) Konduksi. Konduksi merupakan perambatan panas tanpa disertai perpindahan zat perantaranya. Perpindahan energi ini melalui kontak fisik. (c) Konveksi. Konveksi adalah perpindahan panas dengan disertai aliran
zat
perantaranya. Ichwan (2006: 5.15) menjelaskan aliran hanya terdapat dalam zat cair dan gas maka konveksi hanya terjadi di dalam zat cair dan gas. Misalnya air yang panas akan bergerak naik.
Gambar 2. 3 Contoh Perpindahan Panas Secara Konduksi Sumber : Heri Sulistyanto (2008: 120)
20
Gambar 2. 4 Contoh Perpindahan Panas Secara Konveksi Sumber : Poppy K. Devi (2008:130)
Gambar 2. 5 Contoh Perpindahan Panas Secara Radiasi Sumber : Heri Sulistyanto ( 2008: 118) Rositawaty dan Muharam (2008: 128) 5) Energi Bunyi Jenis energi lain adalah energi bunyi. Bunyi tidak serta merta dapat ditimbulkan. Ada beberapa syarat terjadinya bunyi. USAID (2014: 206) menuliskan bahwa, “...syarat terjadinya bunyi adalah: (a) adanya sumber bunyi, (b) adanya medium penghantar bunyi, dan (c) terdapat
21 penerima bunyi (sistem pendengaran).” Syarat tersebut harus selalu ada jika menginginkan bunyi terjadi. Salah satu syarat saja tidak ada, maka bunyi tidak dapat didengar manusia. Benda dapat mengeluarkan bunyi karena adanya getaran. Berdasarkan simpulan USAID (2015: 40) bunyi mampu dihasilkan oleh benda yang bergetar. Bunyi sebagai salah satu bentuk energi mampu merambatkan energinya melalui medium tertentu. Benda atau alat yang dapat menimbulkan bunyi disebut sumber bunyi. Contoh dari sumber bunyi misalnya, gong yang dipukul dan gitar yang dipetik. Gong yang dipukul mampu menghasilkan bunyi karena adanya getaran dari lempeng gong. Gitar yang dipetik mampu menghasilkan bunyi karena adanya getaran pada senar karena dipetik. Ichwan, dkk (2006: 3.19) mempunyai pendapat lain mengenai bunyi yakni: Bunyi dihasilkan oleh gangguan rapatan dan renggangan dalam suatu medium yang dapat meneruskan getaran. Bunyi yang dilepaskan oleh sumber getar diberikan pada partikel-partikel medium. Tiap partikel medium menerima bunyi dan kemudian memberikannya pada partikel yang ada didekatnya. Bunyi juga merupakan materi yang bergetar. Materi yang dimaksud adalah udara, air, dan zat padat. Materi tersebut berfungsi sebagai medium atau penghantar bunyi. Medium sebagai penerus bunyi mampuu merambatkan melalui benda padat, cair, dan gas. Bunyi ada yang enak didengar dan ada yang tidak enak didengar atau bahkan dapat merusak. Ada bunyi yang mampu didengar manusia. Ada juga bunyi yang tidak mampu didengar manusia. Bunyi yang sangat pelan tidak mampu didengar oleh manusia. Bunyi yang dapat merusak indera pendengaran manusia adalah bunyi yang terlalu keras. Dari beberapa pendapat ahli dan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, energi bunyi adalah suatu tenaga yang dikeluarkan oleh bunyi karena adanya sumber, medium, dan penerima bunyi.
22 Telinga manusia normal hanya dapat menangkap bunyi yang memiliki frekuensi antara 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bunyi yang frekuensinya antara 20 Hz–20.000 Hz disebut audiosonik. Bunyi yang frekuensinya kurang dari 20 Hz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik. Dalam kehidupan kita banyak sumber bunyi yang dapat kita temukan. Sumber bunyi yang paling mudah tentunya adalah alat musik. Gitar, piano, gendang, angklung, biola, suling, dan lainnya. Untuk menghasilkan bunyi yang diinginkan, masing-masing alat musik tersebut memilki cara tersendiri. Gitar dan bas akan menghasilkan bunyi apabila dipetik. Biola menghasilkan bunyi dengan cara digesek. Gitar dan biola dapat menghasilkan bunyi karena adanya senar atau dawai. Bergetarnya senar dan dawai pada biola dan gitar akan menghasilkan bunyi yang diinginkan. Sumber bunyi dapat bergetar akibat pukulan, petikan, tiupan, maupun gesekan. Pada saat gendang dipukul, membran (kulit gendang) bergetar. Pada saat gitar dipetik, senar terlihat bergetar. Pada saat kamu berteriak, tenggorokanmu terasa bergetar.
Gambar 2. 6 Sumber Energi Bunyi Sumber : Assagaf (2013: 39) 6) Perambatan Bunyi Sumber bunyi menghasilkan gelombang longitudinal yang merambat melalui udara berupa getaran udara menjadikan bunyi dapat
23 kita dengar. Getaran ini disebabkan oleh molekul yang saling bertabrakan dan dengan demikian terjadi perpindahan energi. Kaligis (1993: 152) menyimpulkan
tentang
getaran.
Ia
menyebutkan
getaran
dapat
menyebabkan pemampatan dan peregangan medium sekitar sumber getar yang berupa gelombang yang merambat menjauhi titik permulaan getaran. Gelombang ini juga dapat merambat melalui zat lain. Seperti halnya energi panas, energi bunyi pun mengalami perambatan. Kita dapat mendengar karena ada bunyi yang merambat dari sumber bunyi. Perambatan tersebut melalui zat perantara. Zat perantara tersebut dapat berupa benda gas, benda padat, dan benda cair. Koes (2001: 71) menyatakan bahwa, “Gelombang bunyi dapat berjalan melalui zat padat, cair, dan gas.” (a) Bunyi merambat melalui zat padat. Bunyi mampu kita dengar ketika adanya perambatan melalui zat padat. Apabila kita sedang berjalan di atas rel, kita dapat mendengar bunyi kereta yang bergerak dengan cara mendekatkan telinga kita pada rel tersebut. Hal ini disebabkan karena bunyi kereta api tersebut mengalami perambatan melalui rel yang merupakan zat padat. Untuk menunjukkan bahwa bunyi merambat melalui benda padat.
Gambar 2. 7 Bunyi Merambat Melalui Zat Padat Sumber : Heri Sulistyanto (2008: 123) (b) Bunyi merambat melalui zat cair. Selain dapat merambat melalui zat atau benda padat, bunyi juga dapat merambat melalui zat cair. Misalnya
24 membenturkan dua batu di dalam air kita dapat mendengar suara benturan. Benturan kedua batu akan menghasilkan bunyi. Bunyi tersebut akan merambat melalui air dan merambat melalui udara selanjutnya dapat didengar oleh teling manusia.
Gambar 2. 8 Bunyi Merambat Melalui Zat Cair Sumber : Sulistyanto (2008: 123) (c) Bunyi merambat melalui udara/gas. Udara merupakan perantara yang dapat menyebabkan bunyi dapat kita dengar. Kita dapat mendengar bunyi bel yang ada di sekolah karena bunyi tersebut merambat melalui udara dan sampailah ke telinga kita. Bunyi tidak dapat merambat di dalam ruangan yang hampa udara.
Gambar 2. 9 Bunyi Merambat Melalui Udara Sumber : Wahyono (2008: 100)
25 7) Pemantulan dan Penyerapan Bunyi Bunyi juga mengalami pemantulan selain mengalami perambatan. Bunyi tidak selamanya mengalami perambatan. Saat bunyi mengenai sesuatu yang tidak mampu merambatkan, maka bunyi akan dipantulkan. Proses pemantulan bunyi mirip dengan proses pemantulan cahaya. Contoh yang lebih sederhana lagi seperti pemantulan bola ketika mengenai dinding atau lantai. Pemantulan bunyi terjadi ketika bunyi mengenai dinding atau permukaan yang keras. Hal itu dikarenakan permukaan yang keras tidak mampu merambatkan bunyi. Permukaan yang keras itu misalnya, batu, besi, seng, tembok, keramik, dan kaca. Dalam pemantulan bunyi terdapat istilah gaung dan gema. Gaung adalah bunyi pantul yang datang sebelum bunyi asli selesai dikirim. Contoh gaung adalah ketika berada di ruangan yang
sempit.
Kaligis
(1993:
155)
mengartikan
gma
sebagai,
“...gelombang suara yang dipantulkan. Gelombang suara terpantul dari permukaan yang keras dan licin, mencapai telinga.” Gema hanya terdengar bila berdiri pada jarak tertentu dari permukaan yang memantulkan suara. Bunyi sampai di telinga melalui perantara. Energi bunyi sampai ke telinga kita memerlukan suatu proses. Proses itu dijelaskan oleh Sumardi (2006: 3.19) adalah dipukul, ditiup, digesek, dan dipetik. Proses tersebut biasanya terdapat pada penggunaan alat musik. (a) Alat Musik Pukul. Alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul disebut juga perkusi. Akibat pukulan, alat musik akan bergetar dan menghasilkan suara. Makin kuat pukulan, getarannya makin banyak dan suara alat musik makin keras. Bagian membran gendang yang dipukul terbuat dari kulit. Ketika kulit bergetar, udara di sekitarnya pun ikut bergetar. Melalui udara tersebut, getarannya akhirnya sampai di telinga. Alat musik yang dipukul lainnya pun cara kerjanya sama seperti gendang. Yang membedakan adalah bagian yang dipukulnya. Ada yang berupa bambu, seperti calung. Ada pula yang berbentuk logam, seperti gong.
26
Gambar 2. 10 Alat Musik Pukul Sumber: Assagaf (2013: 39)
(b) Alat Musik Tiup. Alat musik tiup umumnya berbentuk panjang seperti pipa. Bunyi yang dihasilkan oleh alat musik tiup dapat terjadi ketika udara dalam pipa bergetar karena tiupan pemainnya. Nada suara diatur dengan membuka dan menutup lubang pada sisi alat musik. Perubahan keras pelannya suara disebabkan oleh kekuatan tiupan yang menyebabkan getaran udara. (c) Alat Musik Gesek. Biola termasuk alat musik gesek. Gesekan terhadap rentangan senar yang semakin kuat, dapat menyebabkan perubahan energi bunyi dari biola. (d) Alat Musik Bersenar. Banyak jenis alat musik bersenar. Cara membunyikannya pun berbeda-beda. Ada yang dipetik dan ada pula yang digesek. Gitar merupakan alat musik yang dipetik.
Gambar 2. 11 Alat Musik Tiup Sumber: Assegaf (2013, 38)
27
Gambar 2. 12 Alat Musik Gesek Sumber: Devi (2008, 139)
Gambar 2. 13 Alat Musik Petik Sumber: Assegaf (2013, 39) d. Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi Susanto (2013: 6) menyebutkan hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Pemahaman menurut Bloom diartikan sebagai: Kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Bloom menerangkan lebih lanjut bahwa pemahaman
28 adalah seberapa besar siswa menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang dia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan. Pemahaman sebenarnya tidak hanya melibatkan ranah kognitif saja namun merambah pada proses mental. Hal itu didukung oleh pendapat Carin dan Sund. Susanto (2013: 7) merangkum pendapat Carin dan Sund bahwa, Pemahaman lebih dari sekedar mengetahui, karena pemahaman melibatkan proses mental yang dinamis; dengan memahami ia akan mampu memberikan uraian dan penjelasan yang lebih kreatif, tidak hanya memberikan gambaran yang lebih luas dan baru sesuai dengan kondisi saat ini. Dari pendapat tersebut pemahaman merupakan hal yang terus berkembang dilihat dari kreatifitas penggambaran hal baru yang sesuai dengan kondisi saat ini. Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi, dan proses kognitif
fundamental
sebelumnya,
berdasarkan
kesamaan
ciri-ciri
sekumpulan stimulus dan objeknya (Djamarah dan Zain, 2002: 17). Penilaian pada ranah kognitif tingkat pemahaman tentu saja berbeda pada penilaian pada tingkat yang lainnya. Terdapat beberapa pendapat mengenai penilaian pemahaman suatu konsep. Al-Tabany (2014: 10) menyimpulkan untuk dapat menguasai konsep seseorang harus mampu membedakan antara benda yang satu dengan benda yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Widoyoko (2014: 31) memiliki gagasan lain mengenai proses memahami. Ia menyebutkan bahwa, “Proses memahami merupakan proses mengkontruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan atau grafik yang disampaikan melalui pengajaran, buku, dan sumber-sumber belajar lainnya.” Selain mengungkapkan mengenai proses memahami Widoyoko juga membahas mengenai indikator penilaian pemahaman bagi siswa, “Siswa dikatakan memahami bila mereka dapat
29 mengkontruksi makna pesan yang diterima. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan “baru” dengan pengetahuan lama mereka.” Susanto (2013: 8) mempunyai pendapat yang berbeda pada penilaian pemahaman konsep yaitu untuk mengukur hasil belajar siswa yang berupa pemahaman konsep, guru dapat melakukan evaluasi produk. Pada pembahasan mengenai energi panas dan bunyi pada subbab diatas sudah disebutkan beberapa pokok bahasan konsep energi panas dan bunyi. Diantaranya: pengertian energi, jenis/bentuk energi, sumber energi panas, perpindahan panas, energi bunyi perambatan bunyi, pemantulan dan penyerapan bunyi. Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep energi panas dan bunyi adalah besarnya siswa menerima, menyerap, memahami, mengerti apa yang dia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan, membedakan antar-benda, peristiwa diberikan oleh guru kepada siswa berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan berkaitan dengan pengertian energi, jenis/bentuk energi, sumber energi panas, perpindahan panas, energi bunyi perambatan bunyi, pemantulan dan penyerapan bunyi. e. Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi pada Lingkup Pembelajaran di SD Susanto (2013: 171) memberikan gambaran mengenai pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yang menyebutkan, “Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti mata pelajaran kimia, biologi, fisika.” Penggunaan istilah pembelajaran tidak akan lepas dari pembahaasan mengenai
tujuan
pembelajaran.
Keberhasilan
pencapaian
tujuan
pembelajaran berkaitan dengan perolehan hasil belajar siswa. Bundu (2006: 18) menuliskan pendapat Sumaji mengenai hasil belajar. Hasil belajar dipandang dari aspek kognitif dan aspek nonkognitif. Aspek kognitif berkaitan
dengan
pengetahuan,
pemahaman,
dan
keterampilan
30 intelektualnya. Aspek nonkognitif berkaitan dengan sikap emosi (afektif), serta keterampilan fisik atau kerja otot (psikomotor). Dari penjelasan tersebut, pemahaman konsep energi panas dan bunyi pada lingkup Sekolah Dasar (SD) khususnya kelas IV termasuk dalam penilaian aspek kognitif. Siswa dalam belajar IPA sebaiknya dibelajarkan untuk mampu berkomunikasi misalnya mengemukakan kembali pemahaman tentang suatu konsep baik secara lisan maupun tulisan dan melaporkan temuan hasil penyelidikan dan eksperimen (USAID, 2015: 17). Bundu (2006: 19) menyebutkan bahwa hasil belajar IPA adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa dalam bidang sains sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran sains. Dari pendapat itu siswa SD dalam memperoleh hasil belajar IPA didasarkan pada pembentukan pengetahuaan melalui penyelidikan dan eksperimen untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA untuk jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 pembelajaran konsep energi panas dan bunyi di Sekolah Dasar kelas IV semester II mengacu pada Standar Kompetensi (SK): 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan seharihari. Pada Kompetensi Dasar (KD): 8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya. Indikator yang harus dicapai dari kompetensi diatas adalah 8.1.1 Mengidentifikasi sumbersumber energi panas; 8.1.2 Mendemonstrasikan adanya perpindahan panas; 8.1.3 Membuat daftar sumber-sumber bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar; 8.1.4 Menyimpulkan bahwa bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar; 8.1.5 Menunjukkan bukti perambatan bunyi pada benda padat, cair, dan gas, dan 8.1.6 Menunjukkan bahwa bunyi dapat dipantulkan atau diserap. Hamalik (2008: 166) menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah siswa telah memahami suatu konsep, paling tidak ada empat hal yang dapat diperbuatnya, yaitu 1) Siswa dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihatnya; 2) Siswa dapat menyatakan ciri-ciri (properties)
31 konsep tersebut; 3) Siswa dapat memilih, membedakan antara contohcontoh dari yang bukan contoh; 4) Siswa mungkin lebih mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut. Dari pendapat Hamalik diatas dapat dilakukan penilaian pemahaman konsep energi panas dan bunyi jika Siswa: 1) dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep energi panas dan bunyi bila dia melihatnya; 2) dapat menyatakan ciri-ciri (properties) konsep energi panas dan bunyi; 3) Siswa dapat memilih, membedakan antara contoh-contoh dari yang bukan contoh konsep energi panas dan bunyi, dan 4) mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep energi panas dan bunyi. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran konsep energi panas dan bunyi di SD kelas IV mengarah pada kompetensi energi panas dan bunyi yang ada di lingkungan sekitar dengan enam indikator yang harus dicapai oleh siswa.
2. Model POE (Predict, Observe, Explain) a. Hakikat Model POE (Predict, Observe, Explain) 1) Pengertian Model Pembelajaran Pembelajaran yang dilaksanakan sebaiknya variatif agar menarik dan menyenangkan bagi siswa. Variasi dapat dilakukan dengan penerapan model pembelajaran secara berganti. Keberhasilan penerapan suatu model pembelajaran tentu saja dimulai dari proses perencanaan. Trianto (2010: 51) menyimpulkan pendapat Arend yang mengemukakan bahwa, “Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau
pembelajaran
dalam
tutorial...”
Menurutnya
model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
32 Hal tersebut sesuai dengan pendapat Joyce (1992) “Each models us as we design instruction to help students achieve various objective”. Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran (Trianto, 2010: 51). Joice dan Weil (1992) dalam buku yang sama juga menyatakan bahwa “Models of teaching are really models of learning. As we help students acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching then how to learn”. Hal ini berarti bahwa model mengajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Mereka juga mengajarkan bagaimana mereka belajar. Trianto (2010: 52) menyimpulkan bahwa, “Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.” Dalam hal ini guru sebagai perancang kerangka pembelajaran membuat pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran demi terciptanya pengalaman belajar siswa yang sesuai dengan tujuannya. Sukamto dan Saripudin (1995) dalam Trainto (2006: 144) memiliki pendapat senada yang menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang
melukiskan
prosedur
yang
sistematis
dalam
mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang, pembelajar dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan belajarmengajar. Penggunaan istilah kerangka konseptual juga digunakan oleh Winataputra (Sugiyanto: 2009: 3) yang mengartikan model pembelajaran sebagai, kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
33 pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut pendapat di atas, model pembelajaran yang dirancang oleh para perancang dan para pengajar digunakan untuk menggambarkan jalananya pengorganisasian pengalaman belajar siswa. Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah gambaran dan kerangka perencanaan yang disusun secara sistematis dan digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran termasuk tujuan, tahap, lingkungan, pengelolaan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2) Pengertian Model POE (Predict, Observe, Explain) Model pembelajaran ini dikembangkan oleh White dan Gunstone. POE singkatan dari prediction (prediksi), observe (observasi), dan explaination (penjelasan). Sesuai dengan singkatannya, pembelajaran dengan POE menggunakan 3 langkah utama yaitu prediksi, observasi, dan penjelasan. POE dalam pembelajaran yang banyak dikembangkan dalam pendidikan sains. Saat ini POE banyak dikembangkan melalui implementasi pembelajaran kolaboratif. Warsono dan Hariyanto (2013: 93) menyebutkan tujuan POE adalah untuk mengungkap kemampuan siswa dalam melakukan prediksi secara individual. Menurutnya, keberhasilan penerapan POE akan tercapai jika para siswa diberi kesempatan untuk mengamati demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau oleh temannya sendiri ditunjuk oleh guru. USAID dalam buku drafnya yang diterbitkan bulan Januari 2014 halaman 7 menyebutkan POE memiliki tiga sintaks pembelajaran yaitu: (a) predict; (b) observe; (c) explain. Prediction atau membuat prediksi. Tahap ini merupakan suatu proses dengan membuat dugaan terhadap suatu fenomena alam. Pada tahap ini pembuatan dugaan harus diikuti dengan memikirkan alasan mengapa membuat dugaan seperti itu. Siswa diberi kebebasan seluasluasnya menyusun dugaan dengan alasannya agar banyak konsep atau
34 pemikiran yang muncul. Semakin banyak alternatif dugaan berbanding lurus dengan bagaimana konsep dan pemikiran siswa tentang persoalan yang diajukan. Selain itu dapat diketahui ada tidaknya miskonsepsi para siswa. Hal ini sangat penting untuk membantu siswa membangun konsep yang benar. Tahap prediksi ini memungkinkan siswa untuk membuat dugaan fenomena yang diamati dari situasi nyata sesuai dengan kemampuan siswa secara individu. Putra (2013: 59) mendeskripsikan “predicting (meramalkan) sebagai kegiatan mengantisipasi konsekuensi dari situasi yang baru atau berubah menggunakan pengalaman masa lalu dan observasi.” Pelaksanaan tahap prediksi ini dijelaskan oleh Warsono dan Hariyanto yang menyatakan bahwa, prediksi (predicting) terjadi ketika para siswa membuat dugaan tentang hal apa yang akan diungkap. Keberhasilan fase ini terjadi jika para siswa mengaktifkan ingatannya tentang pengetahuan-pengetahuan relevan yang telah dimiliki dalam struktur kognitifnya terkait topik yang dibicarakan. siswa dapat menghubungkan
pengetahuan
baru
yang
dijumpainya
dengan
pengetahuan yang telah dipahami (2013: 88). Kolb
(Huda,
2014:
265)
mendeskripsikan
empat
tahap
pembelajaran. Tahap ke empat adalah tahap prediksi. Pada tahap ini memungkinkan
individu
memperoleh
pemahaman
baru
dan
menterjemahkannya ke dalam prediksi-prediksi tentang apa yang terjadi selanjutnya
apa
tindakan
apa
yang seharusnya
diambil
untuk
mengerjakan tugas dengan baik. Dari penjabaran beberapa ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, predict (memprediksi) adalah kegiatan meramalkan dan menduga terhadap fenomena, kejadian, peristiwa untuk membangun konsep yang benar. Observe atau mengamati yaitu melakukan pengamatan apa yang terjadi pada suatu peristiwa. Tahap ini bisa dilakukan dengan
35 melaksanakan penyelidikan/percobaan/eksperimen, pengumpulan data, dan analisis data untuk menguji prediksi yang telah diajukan (USAID, 2014: 7). Susanto (2013: 169) mengemukakan mengamati (observe) adalah mengumpulkan semua informasi dengan panca indera. Sejalan dengan pendapat Susanto, Putra (2013: 59) mendeskripsikan bahwa meramalkan (predicting) adalah menentukan sifat suatu objek atau peristiwa dengan menggunakan indra. Trianto (2008: 73) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pengamatan menggunakan indera-indera. Kita dapat mengamati dengan penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan. Trianto juga mengungkapkan beberapa perilaku yang dikerjakan siswa saat kegiatan mengamati adalah: (a) pengamatan inderaindera tidak hanya penglihatan; (b) pengorganisasian obyek-obyek menurut satu sifat tertentu; (c) pengidentifikasian banyak sifat; (4) melakukan pengamatan kuantitatif; (d) melakukan pengamatan kualitatif. Pengamatan yang dilaksanakan oleh siswa berkaitan berbasis indera-indera akan membantu mereka mengkontruksi pengetahuannya. Hal itu dikarenakan siswa mengalami suatu kegiatan dan pengalaman secara langsung. Pengkontruksian pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar. Rahayu, Widodo, dan Sudarmin (2013) mengungkapkan penggunaan model POE dapat meningkatkan hasil belajar, karena siswa dapat menggunakan
pengetahuan
yang
telah
mereka
lakukan
dalam
menjelaskan suatu konsep. Pengalaman siswa didapat setelah mereka melakukan tahap observe. Pada tahap ini, siswa melakukan pengujian terhadap hasil prediksi sebelumnya, hasil akhir dari tahap observe kemudian dibahas oleh siswa sehingga siswa mendapat pengetahuan secara langsung berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa observasi adalah pengamatan, penyelidikan, percobaan, eksperimen, pengumpulan data, dan analisis data untuk menguji prediksi yang telah diajukan.
36 Explain
(penjelasan)
yaitu
pemberian
penjelasan
tentang
kesesuaian antara dugaan dengan hasil eksperimen dari tahap observasi. Apabila hasil prediksi tersebut sesuai dengan hasil observasi dan setelah mereka memperoleh penjelasan tentang kebenaran prediksinya, maka akan semakin memantapkan konsep. Akan tetapi, jika dugaannya tidak tepat maka dapat mencari penjelasan tentang ketidaktepatan prediksinya. Pebelajar akan mengalami perubahan konsep yang tidak benar menjadi benar (USAID, 2014: 7). Putra (2013: 59) mengemukakan bahwa menjelaskan adalah menggambarkan kesimpulan tentang peristiwa tertentu berdasarkan pengamatan dan data, termasuk hubungan sebab dan akibat. Implementasi dari tahap explain (penjelasan) ini yaitu penjelasan dihadapan seluruh kelompok dalam kelas. Hal itu dimaksudkan agar semua siswa dapat memperoleh suatu informasi menyeluruh tentang konsep yang benar. Warsono dan Hariyanto (2013: 96) menyebutkan dalam kegiatan menjelaskan siswa dalam setiap kelompok diminta untuk memberikan penjelasan terkait latar belakang atau solusi dari fenomena tersebut, memaparkan kepada kelompok lain dalam diskusi kelas. Kegiatan siswa dalam tahap ini dijelaskannya pada halaman 103 yaitu: (a) membuat klasifikasi pemahaman dirinya terhadap konsep baru yang diterimanya; (b) membangun generalisasi; (c) melakukan refleksi tentang konsepkonsep yang dapat dipercaya; dan (d) menggunakan berbagai modus penjelasan. Dari pemaparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa explain atau menjelaskan adalah kegiatan pemberian gambaran tentang kesesuaian dugaan dengan hasil eksperimen, kesimpulan, termasuk hubungan sebab akibat dan memaparkannya kepada kelompok lain dalam diskusi kelas. Peneliti memberikan kesimpulan berdasarkan penjabaran di atas bahwa model POE (predict, observe, explain) adalah gambaran dan
37 kerangka perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dengan tahap meramalkan dan menduga fenomena, kejadian, dan peristiwa melalui kegiatan pengamatan, penyelidikan, percobaan, eksperimen, analisis data untuk menguji prediksi dan memberikan gambaran tentang kesuaian dugaan dengan hasil eksperimen dan menyimpulkannya kemudian dipaparkan kepada kelompok lain dalam bentuk diskusi kelas. b. Asumsi dasar Implementasi Model POE Warsono dan Hariyanto menuliskan beberapa asumsi-asumsi dasar yang menjadi dasar implementasi pembelajaran ini. Asumsi dasar tersebuat adalah: 1) jika siswa diminta untuk memprediksi sejak awal, mereka akan berusaha melakukan observasi dengan cermat; 2) dengan menuliskan prediksinya terlebih dulu, siswa akan termotivasi untuk mengetahui jawaban sesungguhnya dari kegiatan yang diamati; 3) dengan meminta kepada siswa untuk menjelaskan alasannya dalam memberikan prediksi semacam itu, guru dapat mengetahui kemampuan teoritis siswa tersebut. Hal ini sangat bermanfat untuk mengungkap adanya kesalahan konsep dari para siswa mengenai teori yang bersangkutan, serta mengembangkan pemahaman para siswa; 4) dengan menjelaskan, mendengarkan
prediksi
mengevaluasi prediksinya sendiri, dan
rekannya,
siswa
dapat
menilai
sendiri
pembelajarannya dan mampu mengkontruksi makna yang baru (2013: 93). c. Kelebihan dan Kekurangan Model POE Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam sebuah penelitian, kelebihan digunakan secara optimal untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Sedangkan kekurangan diminimalkan dengan penggantian beberapa hal dengan alternatif variasi lain. Penjelasan kelebihan model POE dimulai dari sudut pandang ketertarikan ide dan penjelasannya. USAID menjelaskan pembelajaran dengan POE dapat menarik ide dan penjelasan yang berkaitan dengan fenomena yang dapat diuji dan diobservasi (2014: 7). Anggapan lain mengenai kelebihan POE disampaikan oleh Warsono dan Hariyanto menyebutkan bahwa, “...melalui
38 kegiatan melakukan prediksi, observasi dan menerangkan sesuatu hasil pengamatan, maka struktur kognitifnya akan terbentuk dengan baik.” Anggapan lainnya adalah pemahaman siswa dapat ditingkatkan melalui interaksi dengan guru atau dengan rekan sebayanya dalam kelas (2013: 93). Kelebihan suatu model dapat dirasakan dari proses implementasi model POE saat proses pembelajaran berlangsung. Warsono dan Hariyanto (2013: 93) mengemukakan manfaat yang dapat diperoleh dari implementasi POE adalah: 1) dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan awal siswa; 2) memberikan informasi kepada guru tentang pemikiran siswa; 3) membangkitkan diskusi; 4) memotivasi siswa agar berkeinginan untuk melakukan eksplorasi konsep; dan 5) membangkitkan keinginan untuk menyelidiki. Penjabaran kelebihan model POE juga disampaian dalam sebuah jurnal penelitian. Yupani, Garminah, dan Mahadewi (2013) menyebutkan bahwa kelebihan model POE adalah: 1) merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam mengajukan prediksi; 2) dapat mengurangi verbalisme; 3) proses pembelajaran menjadi lebih menarik karena siswa tidak hanya mendengar, tetapi juga mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen; dan 4) siswa berkesempatan untuk membandingkan antara prediksi dengan hasil observasi langsung. Kelebihan sebuah penerapan model POE sudah seyogyanya dirasakan oleh siswa dalam proses peningkatan pemahamannya. Hsu dan Tsai (2011: 482) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa, “The childeren’s alternative conceptions were explored as well.” Dapat dijelaskan bahwa melalui model POE gambaran siswa bisa diekplorasi atau digali dengan baik. Penggalian gambaran siswa dimulai dari tahap predict. Pada tahap ini siswa diarahkan untuk membentuk pengetahuan barunya berdasarkan pengatahuan yang sudah ia miliki. Setelah dijabarkan beberapa kelebihan, berikutnya akan dijelaskan beberapa kekurangan dari model ini. Kekurangan model POE adalah: 1) memerlukan persiapan yang lebih matang terutama berkaitan dengan
39 penyajian masalah IPA dan kegiatan yang akan dilaksanakan, 2) memerlukan peralatan, bahan, dan tempat yang memadai; 3) memerlukan kemampuan dan keterampilan yang khusus bagi guru; dan 4) memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk ketercapaian tujuan pembelajaran. Kekurangan yang telah dijabarkan akan diminimalisir dengan berbagai cara. Pengurangan kekurangan dilaksanakan dengan menambah variasi pada pembelajaran. Dalam pelaksanaan penelitian,
kekurangan
diatas dapat dipecahkan dengan berbagai solusi diantaranya: 1) penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan tindakan; 2) perencanaan pelaksanaan tindakan disusun dengan diskusi bersama (kolaborasi) antara peneliti dengan guru kelas; 3) penggunaan peralatan dan bahan yang sudah ada di lingkungan sekitar; 4) pelaksanaan tindakan dilakukan dengan pembelajaran berkelompok; 5) adanya kegiatan briefing antara guru dengan peneliti sebelum dilaksanakan tindakan baik beberapa hari sebelum maupun pada hari dilaksanakan tindakan; 6) peningkatan kesadaran, motivasi, dan pentingnya peningkatan kualitas pembelajaran dan pemahaman konsep energi panas dan bunyi dari guru maupun peneliti. d. Langkah Pembelajaran Setiap model pembelajaran mempunyai sintaks sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran. Urutan langkah pembelajaran masing-masing model
berbeda-beda
disesuaikan
dengan
karakteristik
model
dan
kelebihannya. Model POE memiliki urutan sintaks Predict, Observe, Explain. Liew (1998) mengungkapkan bahwa: ”In the POE learning/teaching sequence, students are informed about an experiment or demonstration which will be performed and, based on their current understanding, students are asked to predict what will happen and provide reasons for their predictions. The experiment or demonstration is then performed and the observation made by the students are probed. When the predictions and observations are inconsistent with each other, the students’s explanation are explored”.
40 Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam urutan pembelajaran POE, para siswa diberitahukan tentang percobaan atau demonstrasi yangg akan membentuk dan mendasari pemahaman mereka sekarang, para siswa diminta meramalkan apa yang akan terjadi dan memberikan alasan untuk ramalan meraka. Percobaan atau demonstrasi lalu terbentuk dan percobaan yang dilaksanakan oleh siswa terjajaki. Ketika ramalan dan percobaan tidak konsekwen satu sama lain, penjelasan siswa terjabarkan. Langkah pembelajaran ini pada umumnya adalah: 1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil berkisar antara 3-8 orang bergantung pada jumlah siswa dalam kelas serta tingkat kesukaran materi ajar. Semakin sukar, semakin diperlukan jumlah siswa yang lebih besar dalam kelompok tersebut agar diperoleh buah pikiran yang lebih variatif. 2) Menyiapkan demonstrasi yang terkait dengan topik yang akan dipelajari. Upayakan agar kegiatan ini dapat membangkitkan minat siswa, sehingga mereka akan berupaya melakukan observasi dengan cermat. 3) Menjelaskan kepada siswa yang sedang dilakukan: (a) Langkah 1 : Melakukan prediksi (predict) yaitu dengan meminta siswa secara perorangan menuliskan prediksinya tentang apa yang akan terjadi. Tanyakan kepada siswa tentang apa yang mereka pikirkan terkait apa yang akan mereka lihat dan mengapa mereka berpikir seperti itu. (b) langkah 2: Melakukan observasi (observation): laksanakan sebuah demonstrasi. Sediakan waktu yang cukup agar mereka dapat fokus pada observasinya. Mintalah para siswa menuliskan apa yang mereka amati. (c) langkah 3: Menjelaskan (explain): mintalah siswa memperbaiki atau menambahkan penjelasan kepada hasil observasinya. Setelah
41 setiap siswa siap dengan penjelasannya laksanakan diskusi kelompok. Haysom dan Bowen (2010: x) menyebutkan delapan langkah pembelajaran dengan penerapan model POE (Predict, Observe, Explain) adalah sebagai berikut. Step 1: Orientation and Motivation The POE usually begins by drawing on the students’ past experiences or previous understanding and raises a challenging question that can be addressed through the experiment that follows. Step 2: Introducing the Experiment Introduce the experiment. Linking it to the previous discussion will help make it meaningful. Step 3: Prediction: The Elicitation of Student’s Ideas Before doing the experiment, ask the students to write down on the worksheet what they predict will happen, along with the reasons for their predictions. This exercise is valuable for both the students and the teacher. Step 4: Discussing Their Predictions This is a two-stage process. First, ask your students to share their predictions in full-class discussion. After this has been done, you might invite the class to discuss which predictions and reasons they now think are best. Step 5: Observation Most of the experiments in this book are designed to be done as demonstrations, although some make good student explorations. If you demonstrate the experiment, invite the students to help out whenever appropriate. Ask them to write down their observations. Step 6: Explanation Students often reshape their ideas through talking and writing. They seem to find this action reassuring. After they have done this, collect a sample and invite a full-class discussion of these as appropriate. Step 7: Providing the Scientific Explanation The students might then be invited to compare their explanations with those of scientists, looking for similarities and differences (another opportunity for them to reconstruct their ideas). Step 8: Follow-Up This often is designed to help the students reconsider or apply the scientific ideas they have just encountered and begin to appreciate how useful they are for explaining natural phenomena Langkah menurut Hoysom dan Bowen dapat diterjemahkan sebagai berikut.
42 Langkah 1: Orientasi dan Motivasi POE selalu dimulai dengan menggambarkan pengalaman siswa yang lalu atau pemahaman sebelumnya dan meningkatkan rasa ingin tahu yang dapat mengarahkan eksperimen yang akan diikuti. Langkah 2: Pengenalan Eksperimen Pengenalan
eksperimen.
Menghubungkan
dengan
diskusi
sebelumnya akan membantu menciptakan pembelajaran yang bermakna. Langkah 3: Prediksi: Menimbulkan Ide Siswa Sebelum melaksanakan eksperimen, mintalah kepada siswa untuk menuliskan pada lembar kerja apa yang mereka prediksikan yang berhubungan dengan alasan prediksi mereka. Latihan ini sangat berharga bagi siswa dan guru. Langkah 4: Mendiskusikan Prediksi Siswa Langkah ini terdiri dari dua proses. Pertama, minta siswa untuk menyampaikan prediksi mereka. Setelah ini selesai, minta siswa untuk mendiskusikan prediksi dan alasan mereka dengan pemikiran terbaiknya. Langkah 5: Observasi Maksud eksperimen dari buku ini adalah demonstrasi, walaupun lebih baik dinilai sebagai eksplorasi. Jika anda menunjukkan eksperimen, mintalah siswa untuk membantu saat yang tepat. Minta siswa untuk menuliskan hasil observasinya. Langkah 6: Penjelasan Siswa sering membentuk kembali idenya melalui lisan maupun tulisan. Mereka terlihat seperti mencari kegiatan yang meyakinkan. Setelah mereka melaksanakan ini, kumpulkan sampel dan minta seluruh siswa berdiskusi dengan tepat. Langkah 7: Menyimpulkan Penjelasan Siswa mungkin diminta untuk membandingkan penjelasan mereka dengan pengamatan, mencari persamaan dan perbedaan.
43 Langkah 8: Follow Up Langkah
ini
sering
dirancang
untuk
membantu
siswa
mempertimbangkan kembali atau menerapkan idenya. Mereka harus menemukan dan memulai untuk menyadari bermaknanya penelitian mereka. Berdasarkan delapan langkah pembelajaran menurut Haysom dan Bowen di atas, dapat dimodifikasi menjadi langkah pembelajaran yang lebih sederhana. Pada langkah 3: Prediksi: menimbulkan ide siswa dan langkah 4: Mendiskusikan prediksi siswa dapat diringkas menjadi satu langkah. Hal tersebut dilakukan karena pada langkah tiga dan empat terjadi dalam satu kegiatan prediksi. Langkah 3 dan 4 dapat diringkas menjadi langkah menentukan prediksi. Selan kedua langkah tersebut, langkah 6 dan 7 juga dapat diringkas dengan alasan yang sama. Langkah tersebut menjadi langkah: Penjelasan. Berdasarkan keterangan di atas, maka penelitian ini menggunakan enam langkah yaitu, 1) Langkah 1: Pemberian Orientasi dan Motivasi. Pada langkah ini dimulai dengan menghubungkan pengalaman yang lalu dengan pengalaman yang akan dipelajari guna meningkatkan rasa ingin tahu.
Kegiatan
selanjutnya
adalah
penyampaian
tujuan
pembelajaran, kegiatan, dan penyampaian motivasi. 2) Langkah 2: Pengenalan observasi berbasis media realia. Pengenalan terhadap kegiatan observasi yang akan dilaksanakan dengan
menggunakan
media
realia.
Pengenalan
dapat
melibatkan siswa dalam proses demonstrasi. 3) Langkah 3: Penentuan prediksi. Prediksi ditentukan berdasarkan hasil diskusi dengan kelompok. Kemudian menuliskan hasil prediksi pada lembar kerja yang telah disediakan. Setiap perwakilan kelompok menyampaikan hasil prediksinya dalam bentuk diskusi kelas.
44 4) Langkah 4: Pelaksanaan observasi berbasis media realia. Observasi
dilaksanakan
melalui
kegiatan
percobaan
(eksperimen). Kegiatan dilaksanakan dengan menggunaan media realia yang telah disediakan. Setiap kelompok menuliskan hasil pengamatan dan mendiskusikan hasil pengamatan. 5) Langkah
5:
Penjelasan.
Hasil
pengamatan
disampaikan
perwakilan kelompok kepada kelompok lain melalui diskusi kelas.
Kemudian
menyampaikan
kesimpulan
dari
hasil
pengamatan. 6) Langkah 6: Follow up. Kegiatan ini dilaksanakan dengan kegiatan refleksi, menarik kesimpulan pembelajaran, dan kegiatan evaluasi.
3. Media Realia a. Hakikat Media Realia 1) Pengertian Media Pembelajaran Perkembangan IPTEK mendorong adanya upaya pembaharuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Salah satu upaya yang dilaksanakan adalah penggunaan media pembelajaran. Pada era saat ini media adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran demi tercapainya tujuan yang telah direncanakan. Oleh karena itu perlu adanya pengertian media pembelajaran. Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media adalah “Manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.” (Arsyad, 2011: 3). Rossi dan Breidle memiliki pendapat lain mengenai media. Ia mengemukakan bahwa, “Media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan...” (Sanjaya, 2008: 204). Dipahami dari pengertian media menurut Rossi dan Breidle yang menyebutkan semmua bahan, maka guru, buku, lingkungan, dan bendabenda yang ada disekitar siswa termasuk dalam media. Anitah (2009: 5)
45 juga menyinggung media dengan istilah bahan. Ia mendefinisikan “Media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.” Terdapat pendapat lain yang mengungkapkan media berkaitan dengan medium atau perantara, saluran . Hal tersebut disampaikan oleh Sumantri (2001: 153) menyimpulkan bahwa, Media pembelajaran adalah segala pengajaran yang digunakan guru sebagai perantara untuk menyampaikan bahan-bahan instruksional dalam proses belajar mengajar sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Pendapat lain disimpulkan oleh AECT (Assosiation of Education and Comunication Technology) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2011: 3). Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat didefinisikan media pembelajaran adalah semua benda, materi, peristiwa yang digunakan sebagai
perantara
guru
dalam
menyampaikan
pesan
yang
memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 2) Ciri Media Pembelajaran Gerlach dan Ely mengemukakan tiga ciri media yaitu : ciri fiksatif (fixative property), ciri manipulatif (manipulative property), dan ciri distributif (distributive property) (Arsyad, 2010: 12). Ketiga ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Ciri Fiksatif (fixative property). Ciri ini mampu menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek; (b) Ciri Manipulatif (manipulative property). Ciri ini berkaitan dengan proses manipulasi media yang akan digunakan. Misalnya kita memerlukan pengamatan kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit. (c) Ciri Distributif (distributive property): Ciri distributif dari
46 media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut dapat disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama dengan kejadian tersebut. Dari pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik media pembelajaran adalah mampu merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek; mampu memanipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu; mampu menyajikan kejadian dengan pengalaman yang relatif sama dengan kejadian sebenarnya.
3) Fungsi Media Pembelajaran Levie
&
Lentz
mengemukakan
empat
fungsi
media
pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan 4) fungsi kompensatoris (Arsyad, 2010: 16). Adapun penjelasan dari keempat fungsi tersebut adalah sebagai berikut: Fungsi Atensi : yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran; Fungsi Afektif : Media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa; Fungsi Kognitif: Media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapkan
bahwa
lambang
visual
atau
gambar
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar; Fungsi Kompensatoris: Media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
47 Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan fungsi media pembelajaran adalah membantu menghadirkan dan mengatasi hal-hal yang menjadi keterbatasan dalam pembelajaran dan membantu Siswa dalam memahami suatu konsep/materi. 4) Klasifikasi Media Pembelajaran Anitah (2009: 2) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi empat, yaitu: media visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. Adapun penjelasan mengenai klasifikasi media tersebut adalah sebagai berikut: (a) Media visual : Media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya. Media ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : media visual yang tidak diproyeksikan dan media visual yang diproyeksikan. Yang termasuk media visual yang tidak diproyeksikan, yaitu: gambar mati atau gambar diam/ still picture, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, realia dan model, dan berbagai jenis papan. Sedangkan yang termasuk media visual yang diproyeksikan, yaitu: overhead projector (OHP), slide projector (projektor film bingkai), filmstrip projector, dan opaque projector; (b) Media audio : Media audio merupakan suatu media untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima pesan melalui indera pendengaran. Jenis media audio yang dapat dipergunakan di dalam kelas adalah berbagai jenis alat rekaman seperti, open-reel tape recorder, cassete tape recorder, piringan hitam, radio, atau MP3. Bentuk-bentuk program audio diantaranya, yaitu: program wicara, wawancara, diskusi, buletin berita, warta berita, program dokumenter, program feature dan majalah udara, dan drama audio; (c) Media audiovisual : Melalui media audio-visual, seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu, melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Yang termasuk dalam media audiovisual, yaitu: slide suara dan televisi; (d) Multimedia : Multimedia diartikan sebagai penggunaan berbagai jenis media secara berurutan
48 maupun
simultan
untuk
menyajikan
suatu
informasi.
Contoh
multimedia dalam pendidikan dan pelatihan, slide yang disinkronkan dengan audiotape, videotape, CD-ROM, World Wide Web, dan kenyataan yang sebenarnya. Seels dan Glasgow (dalam Ngadino, 2009: 36) menyebutkan media tradisional meliputi: (a) media visual diam dan diproyeksikan; (b) media visual yang tak diproyeksikan; (c) media audio; (d) penyajian multimedia; (e) media visual dinamis yang diproyeksikan; (f) media cetak; (g) media permainan; (h) media realia. Anderson mengelompokkan media menjadi sembilan yaitu: Tabel 2. 1 Pengelompokan Media Menurut Anderson Kelompok Media Media Instruksional 1.
Audio
Pita audio (rol atau kaset), piringan audio, radio (rekaman siaran)
2.
Cetak
Buku teks terprogram, buku pegangan/manual, buku tugas
3.
Audio-cetak
Buku latihan dilengkapi kaset, gambar/poster (dilengkapi audio)
4.
Proyek Visual Diam
Film bingkai (slide), film rangkai, (berisi pesan verbal)
5.
Proyek Visual Diam
Film bingkai (slide) suara, Film
dengan Audio
rangkai suara
6.
Visual Gerak
Film bisu dengan judul (caption)
7.
Visual Gerak dengan
Film Suara, video/vcd/dvd
Audio 8.
Benda
Benda nyata, model tiruan (mockup)
9.
Komputer
Media berbasis komputer; CAI (computer Assisted Instructional & CMI (Computer Managed Instructional)
Sumber: Wina Sanjaya, 2008: 213
49
5) Media Realia Ngadino (2009: 50) mengungkapkan media realita termasuk ke dalam media tiga dimensi. Obyek/realita adalah benda yang sebenarnya dalam bentuk utuh dan aslinya, misalnya: orang, binatang, tanaman, mata uang, peristiwa, peralatan, dan sebagianya. Anitah (2009: 2) mengklasifikasikan media realia ke dalam media visual yang tidak diproyeksikan. Pendapat lain dikemukakan oleh Poerwanti (2001: 81) yang menyebutkan realita adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya, tanpa perubahan. Dengan media ini siswa akan menjadi lebih aktif dalam mengamati, menangani, memanipulasi, mendiskusikan dan akhirnya dapat menjadi alat untuk meningkatkan kemauan siswa untuk menggunakan
sumber-sumber
belajar
serupa.
Kelebihan
dari
penggunaan media realita adalah dapat menampilkan ukuran, suara, dan gerakan. Seorang guru perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum menggunakan media realita: (a) karena benda nyata banyak macamnya, mulai dari benda-benda hidup sampai benda-benda mati maka perlu dipertanyakan benda-benda atau makhluk hidup apakah yang mungkin dapat dimanfaatkan di kelas secara efisien; (b) bagaimanakah caranya agar benda-benda itu sesuai dengan pola belajar-mengajar di kelas; dan (c) dari manakah kita dapat memperoleh benda-benda itu. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan media realia adalah segala benda nyata sebagai perantara dalam menyampaikan pesan sehingga tercapai tujuan pembelajaran.
b. Penerapan Model POE berbasis Media Realia Model POE berbasis media realia diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran, khususnya dalam penelitian
50 ini adalah Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi. Dengan itulah model POE digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan media realia. Penggunaan media realia digunakan untuk mendukung model POE. Adapun langkah penggunaan model POE berbasis media realia dalam pembelajaran ini secara garis besar adalah sebagai berikut. Pertama, membagi Siswa ke dalam 5 kelompok beranggotakan 6-7 orang. Kedua, peneliti mulai dengan mendemonstrasikan konsep yang akan dipelajari untuk membangkitkan minat siswa dan menyiapkan benda realia yang akan di teliti. Ketiga, menjelaskan kepada siswa
langkah
pembelajarannya yaitu: 1) melakukan prediksi: meminta siswa menuliskan prediksinya terhadap kemungkinan hasil eksperimen dengan benda realia, menanyakan kepada siswa tentang apa yang meraka pikirkan tentang benda realia yang mereka amati; 2) melakukan observasi melakukan eksperimen dan meminta siswa untuk menuliskan yang mereka amati; 3) menjelaskan: meminta siswa memperbaiki atau menambahkan penjelasan kepada hasil observasinya, setelah itu siswa memaparkan penjelasan dan melaksanakan diskusi kelompok. Secara lebih khusus langkah pembelajaran model POE berbasis media realia akan dituliskan pada langkah pembelajaran yang tercantum pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Langkah pembelajaran diterapkan dari urutan pembukaan yaitu orientasi dan motivasi. 4. Penelitian yang Relevan a. Lisa Putri. 2015. Penerapan Model Kolaboratif Teknik Predict Observe Explain (POE) dengan Media Benda Konkret Hasil: Peneliti telah melaksanakan pengamatan, wawancara, dan tes pra tindakan sebelum dilaksanakan tindakan. Hasil pratindakan menunjukkan 52,63% atau 20 siswa dari 38 siswa belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Dari hasil tersebut juga menunjukkan
nilai
rata-rata
adalah
63,42.
Untuk
meningkatkan
pembelajaran IPA peneliti melaksanakan tiga siklus, tiap siklus terdiri dari
51 perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dari hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan model kolaboratif teknik Predict Observe Explain (POE) dengan media benda konkret dapat meningkatkan pembelajaran IPA di kelas V. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan ketuntasan pembelajaran pada setiap siklus. Presentase ketuntasan pembelajaran pada siklus I mencapai 54,41%, pada siklus II meningkat menjadi 90,43%, dan pada siklus III meningkat menjadi 98,57%. Pada siklus II dan III penelitian ini telah meningkatkan pembelajaran IPA dan telah mencapai indikator kinerja yaitu 85% siswa mencapai nilai ≥75. Berdasarkan penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan dalam penelitian yang akan penulis laksanakan, yaitu: 1) Persamaan : Persamaan dari penelitian ini dan penelitian yang dilakukan terletak pada variabel bebasnya, yaitu penerapan model POE berbasis media benda konkret. 2) Perbedaan Perbedaan pertama terletak pada penggunaan istilah media benda konkret sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan istilah media realia. Perbedaan yang kedua adalah variabel terikat yang yaitu peningkatan pembelajaran IPA, sedangkan penelitian yang dilakukan adalah peningkatan pemahaman konsep energi panas dan bunyi. Perbedaan ketiga terletak pada jumlah siswa yang terlibat. Jika penelitian yang Lisa Putri dilaksanakan melibatkan 38 siswa, maka penelitian yang dilakukan melibatkan 34 siswa. Perbedaan selanjutnya terdapat pada kelas subjek yang diteliti penelitian yang sudah dilaksanakan meneliti siswa kelas V, sedangkan peneliti melaksanakan PTK siswa kelas IV. b. Etik Nofitasari. 2012. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi Hasil:
52 Etik Nofitasari telah melaksanakan pengamatan, wawancara, dan tes pra tindakan sebelum dilaksanakan tindakan. Hasil pratindakan menunjukkan 78,95% siswa dari 19 siswa belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Untuk meningkatkan pembelajaran IPA peneliti melaksanakan dua siklus, tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dari hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe snowball throwing dapat meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi pada siswa kelas IV. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan ketuntasan pembelajaran pada setiap siklus. Presentase ketuntasan pembelajaran pada siklus I mencapai 68,42%, pada siklus II meningkat menjadi 89,47%. Pada siklus II penelitian ini telah meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi dan telah mencapai indikator kinerja yaitu 80% siswa mencapai nilai ≥65. Berdasarkan penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan dalam penelitian yang akan penulis laksanakan, yaitu: 1) Persamaan : Persamaan dari penelitian Etik Nofitasari dan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada variabel terikatnya, yaitu peningkatan pemahaman konsep energi panas dan bunyi. Persamaan kedua adalah digunakannya dua siklus pembelajaran. 2) Perbedaan Perbedaan pertama terletak pada variabel bebas yang telah diteliti adalah model cooperative learning tipe snowball throwing, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah model POE berbasis media realia. Perbedaan selanjutnya terletak pada jumlah siswa yang terlibat. Jika penelitian yang sudah dilaksanakan melibatkan 19 siswa, maka penelitian yang akan dilakukan melibatkan 34 siswa. c. Ratih Dwi W. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match. Hasil:
53 Peneliti telah melaksanakan pengamatan, wawancara, dan tes pratindakan sebelum dilaksanakan tindakan. Hasil pratindakan menunjukkan 50,76% siswa belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 60. Untuk meningkatkan pembelajaran IPA peneliti melaksanakan dua siklus, tiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dari hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik make a match dapat meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi pada siswa kelas IV.
Hal
ini
ditunjukkan
dengan
adanya
peningkatan
ketuntasan
pembelajaran pada setiap siklus. Prosentase ketuntasan pembelajaran pada siklus I mencapai 46,152%, pada siklus II meningkat menjadi 80,76%. Pada siklus II penelitian ini telah meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi dan telah mencapai indikator kinerja yaitu 80% siswa mencapai nilai ≥60. Berdasarkan penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan dalam penelitian yang akan penulis laksanakan, yaitu: 1) Persamaan : Persamaan dari penelitian Ratih Dwi dan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada variabel terikatnya, yaitu peningkatan pemahaman konsep energi panas dan bunyi. Persamaan kedua adalah digunakannya dua siklus pembelajaran. 2) Perbedaan Perbedaan pertama terletak pada variabel bebas, yaitu model kooperatif teknik make a match, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah model POE berbasis media realia.
B. Kerangka Berfikir Pembelajaran yang diharapkan terjadi adalah pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Setelah mengikuti pembelajaran siswa diharapkan dapat lebih peduli terhadap
lingkungan
sekitar
terutama
mengenai
penghematan
energi.
54 Pembelajaran bermakna mengharapkan pembentukan kognisi yang tinggi pada siswa. Kriteria pembelajaran dikatakan baik bukan hanya membuat siswa hafal akan suatu konsep, namun siswa mampu memahami dan mengerti konsep yang dipelajari. Pemahaman konsep energi panas dan bunyi menjadi salah satu permasalahan yang terjadi di SD Negeri Karangasem IV Laweyan Surakarta. Pembelajaran yang terlaksana menuntut siswa menghafal konsep yang dipelajari dan memberikan soal-soal. Siswa mengikuti pembelajaran IPA yang disampaikan guru dengan metode ceramah dan menyebutkan contoh-contohnya. Pembelajaran tersebut belum melibatkan aktivitas kognitif siswa sesuai dengan konsep pembelajaran bermakna. Selain penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa juga belum dilibatkan dalam penggunaan media pembelajaran. Selain itu, pada jenjang Sekolah Dasar (SD) pembelajaran dengan melaksanakan kegiatan praktikum belum dilaksanakan. Sumber permasalahan di atas adalah masih digunakannya model pembelajaran yang berpusat pada guru dan belum melibatkan siswa dalam penggunaan media. Untuk mengatasi permasalahan tersebut digunakanlah model POE (predict, observe, explain) berbasis media realia. Model POE digunakan untuk
melibatkan
siswa
dalam
kegiatan
praktikum
dan
meningkatkan
keterampilan proses serta sikap ilmiah. Penerapan model POE memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk melakukan langsung kegiatan observe. Kegiatan tersebut akan membantu siswa dalam pembentukan pengetahuannya secara mandiri. Penggunaan media realia mendukung penerapan model tersebut karena membantu siswa dalam menyediakan benda yang dibutuhkan. Pesan instruksional yang disampaikan melalui penerapan model POE penggunaan media realia akan melibatkan pembentukan kognisi siswa dan disesuaikan dengan benda-benda yang ada di lingkungan sekitar. Penerapan model POE berbasis media realia juga dapat mengurangi pembelajaran yang berpusat pada guru. Penerapan model POE berbasis media realia dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Siklus II dilakukan
55 berdasarkan refleksi dari siklus I. Penelitian ini menetapkan indikator kinerja yaitu persentase ketuntasan klasikal mencapai 80% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥70. Kondisi akhir yang diharapkan dari penerapan model POE berbasis media realia yaitu adanya peningkatan pemahaman konsep Energi Panas dan Bunyi pada siswa kelas IV SD Negeri Karangasem IV Laweyan Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Secara skematis kerangka berpikir digambarkan pada Gambar 2.14 sebagai berikut.
Kondis i awal
1. Techer centered
Tindakan
2. Guru belum menggunakan variasi model dan penggunaan media
Pemahaman konsep energi panas dan bunyi rendah (hanya 11,76% Siswa yang mencapai KKM) Siklus I 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi
Dalam pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran POE berbasis media realia
4. Refleksi
Siklus II
1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi
Pemahaman konsep energi panas dan bunyi meningkat. Kondisi akhir
(minimal 80% dari 34 siswa mencapai KKM yaitu ≥70
Gambar 2. 14 Alur Kerangka Berpikir
56
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka dalam penelitian ini dapat dikemukakan hipotis penelitian yaitu: ”Penerapan Model POE (predict, observe, explain) berbasis Media Realia dapat Meningkatkan Pemahaman Konsep Energi Panas dan Bunyi pada Siswa Kelas IV SD Negeri Karangasem IV Laweya Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.”