BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPTOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep Teori adalah kumpulan dari konsep, definisi, dan proposisi-proposisi yang
sistematis yang digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena atau fakta. Beberapa teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjadi dasar teori bagi banyak penelitian di bidang akuntansi. Timbulnya teori ini dikarenakan adanya pemisahan kepentingan antara manajemen dan pemilik yang berada di luar perusahaan dan tidak terlibat dalam hal pengambilan keputusan. Manajamen memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahaannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar pengguna eksternal (Irfan, 2002). Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi bahwa perusahaan adalah kumpulan kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis dan manajer yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Astika (2010:65) menyatakan bahwa teori keagenan menggambarkan konflik antara pemilik dan manajer secara eksplisit maupun implicit tercermin dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dapat dijadikan sebagai salah satu alat yang digunakan
9
principal untuk menilai kinerja dari manajer. Laporan keuangan juga dijadikan dasar untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai atau belum. Memilih metode akuntansi dalam menyusun laporan keuangan untuk dapat memaksimalkan laba menjadi salah satu cara agar manajer terlihat memiliki kinerja yang baik. Manajer atau agent menjadi pihak yang mengetahui informasi yang lebih baik daripada pemegang saham atau principal mengenai perusahaan dapat menimbulkan terjadinya ketimpangan informasi (Suranggane, 2007). Hal itulah yang sering disebut dengan istilah information asymmetry. Selain itu, keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan juga akan dapat menimbulkan masalah keagenan (Ismiyanti dan Hanafi, 2004). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh principal untuk meminimalisir
dampak
yang
ditimbulkan
oleh
information
asymmetry.
Pelaksanaan audit terhadap laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen dapat menyakinkan pihak eksternal tentang kewajaran dari laporan keuangan perusahaan. Selain itu, principal juga dapat meyakini bahwa informasi laba fiskal disamping laba akuntansi dapat dijadikan dasar penilaian apakah manajer melakukan tindakan manajemen laba. Intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba untuk memenuhi tujuan pribadi merupakan tindakan manajemen laba (Schipper, 1989). Manajemen laba juga merupakan sebuah proses yang mencakup mempercantik laporan keuangan, salah satunya adalah laba (Subramanyam dan John, 2010:131). Ettredge (2008) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi karena manajemen perusahaan ingin meminimalkan laba kena pajak dan disisi lain ingin juga
10
menaikkan laba yang dilaporkan kepada pemegang saham. Manajemen memanfaatkan keleluasaan peraturan dan yang ada dalam membuat laporan keuangan. Keleluasaan tersebut sering digunakan untuk memilih metode akuntansi yang dianggap paling baik bagi manajemen, sehingga sering terjadi praktik manajemen laba. Mayangsari dan Wilopo (2002) menyatakan bahwa manajer cenderung memilih akuntansi konservatif yang meminimalkan laba perusahaan untuk tujuan manajemen laba. Adanya manajemen laba menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas laba akuntansi. Phillips et al. (2003) dan Ayers et
al.
(2008)
telah
membuktikan
bahwa
book-tax
differences
dapat
mengindikasikan manajemen laba untuk meningkatkan laba.
2.1.2 Laba Akuntansi Laba akuntansi menjadi salah satu informasi yang penting bagi para pengguna laporan keuangan dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam membuat suatu keputusan. Harahap (2011:303) menyatakan bahwa, laba akuntansi adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu dikurangi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan itu. Subramanyam dan John (2010:112) menyatakan bahwa laba akuntansi ditentukan berdasarkan konsep akuntansi akrual dan dihitung dengan mengakui pendapatan dan mengaitkan biaya dengan pendapatan yang diakui.
11
2.1.3 Laba Fiskal Sektor pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar. Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pembayaran pajak. Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar oleh perusahaan kepada negara tergantung dari besarnya laba fiskal perusahaan tersebut. Muljono (2006:143) menyatakan bahwa laba fiskal atau yang disebut dengan penghasilan kena pajak (taxable income) adalah selisih yang didapat dari penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan dikurangi dengan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak yang ditambah dengan penghasilan lainnya yang merupakan objek pajak. Penghasilan kena pajak dapat dihitung dari laba komersial dikurangi dengan koreksi fiskal. Peraturan perpajakan membedakan beban menjadi dua yaitu beban yang boleh dikurangkan dan beban yang tidak boleh dikurangkan dalam perhitungan laba fiskal. Selain itu peraturan perpajakan juga membedakan penghasilan menjadi dua yaitu penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Penghasilan yang termasuk objek pajak juga dibedakan menjadi dua, yaitu penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dan tidak bersifat final. Adanya pengelompokan penghasilan dan beban sesuai peraturan perpajakan dapat menyebabkan terjadinya perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal.
12
2.1.4 Perbedaan antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal (book-tax differences) terjadi akibat adanya perbedaan dasar penyusunan laporan keuangan yang mengakibatkan perbedaan penghitungan laba/rugi suatu perusahaan yang pada akhirnya akan menimbulkan jumlah laba yang berbeda antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan yang dimaksud dapat dilihat dari perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya yang digunakan dalam mengitung laba (Resmi, 2011:370). Penyusunan laporan laba rugi komersial dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan dan menghasilkan laba bersih sebelum pajak (laba akuntansi), sedangkan laporan laba rugi fiskal dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak atau laba fiskal. Rekonsiliasi fiskal harus dilakukan suatu perusahaan dalam menentukan bersarnya laba rugi fiskal perusahaannya. Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal melalui perbedaan permanen dan perbedaan temporer atau koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif (Zain, 2007:221). Mills dan Newberry (2001) menyatakan bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba. Chen et al. (2012) menyatakan bahwa perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal disebabkan oleh adanya gabungan antara manajemen laba dengan perencanaan pajak.
13
2.1.4.1 Perbedaan Temporer Waluyo (2008:214) menyatakan bahwa perbedaan temporer adalah perbedaan dasar pengenaan pajak dari dari suatu aktiva atau kewajiban, yang menyebabkan laba fiskal bertambah atau berkurang pada periode yang akan datang. Adanya perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan biaya untuk perhitungan laba merupakan penyebab adanya perbedaan temporer. Perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal akan menimbulkan beban pajak tangguhan (Yulianti, 2005). Djamaluddin, dkk. (2008) menyatakan bahwa perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di masa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya beban pajak tangguhan, yang berarti bahwa kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak tangguhan yang berarti bahwa kenaikan aktiva pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak (Phillips et al. 2003).
2.1.4.2 Perbedaan Permanen Perbedaan permanen timbul sebagai akibat adanya perbedaan pengakuan beban dan pendapatan antara pelaporan komersial dan fiskal (Waluyo, 2008:215).
14
Perbedaan permanen mengakibatkan laba (rugi) bersih menurut akuntansi berbeda (secara tetap) dengan penghasilan kena pajak menurut fiskal. Jadi, dapat dikatakan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, sedangkan secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. Begitu juga sebaliknya, ada beberapa biaya sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedangkan menurut komersial biaya tersebut diperhitungkan sebagai biaya.
2.1.5 Large Negative Book-Tax Differences Large negative book-tax differences adalah selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, yang timbul dari akibat laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal (Romlih, 2010). Large negative book-tax differences dicerminkan dengan terjadinya koreksi fiskal positif dalam laporan rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal positif merupakan penyesuaian terhadap laba akuntansi sebelum pajak penghasilan yang bersifat menambah penghasilan dan mengurangi biaya, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan (Septiansyah, 2010). Large negative book-tax differences akan menimbulkan adanya aktiva pajak tangguhan di neraca dan manfaat pajak tangguhan di laporan laba rugi. Romlih (2010) menyatakan bahwa secara umum penyebab timbulnya large negative book-tax differences, yaitu: 1. Adanya penghasilan kena pajak belum diakui di laporan kuangan tetapi telah diakui di laporan perpajakan. Misalnya pendapatan sewa yang
15
diterima dimuka diakui sebagai pendapatan untuk tujuan perpajakan namun diakui pada periode-periode di masa depan untuk tujuan laporan keuangan. 2. Adanya beban yang dikurangkan untuk perpajakan pada tahun mendatang, tetapi dikurangkan pada tahun berjalan untuk tujuan pelaporan keuangan. Misalnya beban garansi dan beban piutang tak tertagih boleh dikurangkan untuk tujuan perpajakan hanya ketika benarbenar terjadi atau kerugian benar-benar terealisasi, tetapi beban tersebut diperhitungkan dimuka untuk tujuan pelaporan keuangan.
2.1.6 Large Positive Book-Tax Differences Large positive book-tax differences adalah selisih antara laba akuntansi dengan laba fiskal, yang timbul dari akibat laba akuntansi lebih besar dari laba fiskal (Romlih, 2010). Large positive book-tax differences dicerminkan dengan terjadinya koreksi fiskal negatif dalam laporan rekonsiliasi fiskal. Koreksi fiskal negatif merupakan penyesuaian terhadap laba akuntansi sebelum pajak penghasilan yang bersifat mengurangi penghasilan dan menambah biaya, sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut perpajakan (Septiansyah, 2010). Large positive book-tax differences akan menimbulkan adanya kewajiban pajak tangguhan di neraca dan beban pajak tangguhan di laporan laba rugi. Romlih (2010) menyatakan bahwa secara umum penyebab timbulnya large positive book-tax differences dibagi menjadi dua, yaitu:
16
1. Adanya pendapatan yang telah diakui dalam laporan keuangan tahun berjalan, tetapi pengenaan pajaknya baru dilakukan pada tahun berikutnya. Misalnya, pendapatan yang belum direalisasi atas investasi dalam efek yang diperdagangkan pada periode terjadinya kenaikan nilai diakui dalam laporan laba rugi. Sedangkan dalam penghitungan pajak keuntungan tersebut belum diakui. Pajak baru mengakui keuntungan tersebut apabila pendapatan atau keuntungan tersebut telah direalisasi. 2. Adanya beban atau kerugian tertentu yang dikurangkan untuk perhitungan pajak tahun berjalan, tetapi baru akan dikurangkan dalam tahun mendatang utnuk tujuan pelaporan keuangan. Misalnya, beban penyusutan yang timbul akibat perbedaan masa manfaat aktiva menurut undang-undang pajak penghasilan, dimana masa manfaat aktiva lebih pendek dibandingkan estimasi masa manfaat aktiva yang dilakukan oleh manajemen sehingga beban penyusutan menurut pajak lebih besar dari perhitungan dalam laporan keuangan komersial. Akibatnya laba komersial sebelum pajak lebih besar dari laba fiskal.
2.1.7 Small Book Tax-Differences Small book-tax differences adalah selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal dengan nilai perbedaan yang cukup kecil. Perbedaan atau selisih yang semakin kecil antara laba akuntansi dengan laba fiskal dapat mengindikasikan bahwa kualitas laba yang dihasilkan perusahaan adalah baik (Septiansyah, 2010). Romlih (2010) dan Hanlon (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang tergolong
17
dalam kategori small book-tax difference dapat diukur dengan menggunakan sistem quintile. Sistem quintile dilakukan dengan cara mengurutkan perbedaan temporer perusahaan yang diwakili dengan akun beban pajak tangguhan dan manfaat pajak tangguhan kemudian seperlima urutan tertinggi masuk dalam kelompok large positive book-tax differences dan seperlima terendah masuk dalam kelompok large negative book-tax differences, sedangkan sisanya termasuk dalam kelompok small book-tax differences. Sistem quintile ini dipilih karena sesuai dengan penelitian yang membagi sampel menjadi subsampel dengan membagi menjadi kriteria dengan batas minimum (terendah) dan batas maksimum (tertinggi).
2.1.8 Hutang Hutang sering disebut juga sebagai kewajiban keuangan yang harus dibayar oleh pihak yang meminjam kepada pihak memberikan pinjaman dengan menggunakan uang, barang, atau jasa pada saat jatuh tempo. Munawir (2004:18) menyatakan bahwa hutang adalah seluruh kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain dan merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Hongren et al. (2006:505) menyatakan bahwa hutang adalah suatu kewajiban untuk memindahkan harta atau memberikan jasa di masa datang. Penggunaan hutang untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan akan semakin besar apabila dalam keadaan berkembang (Murni dan Andriana, 2007). Yeniatie dan Nicken (2010) menyatakan bahwa kebutuhan perusahaan akan dana yang besar mendorong manajer untuk menggunakan hutang untuk membiayai
18
kebutuhan perusahaan. Manajer perusahaan memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan perusahaan dalam hal pencarian dana (Wahidahwati, 2002). Manajemen yang memilih hutang sebagai alternatif sumber modal dituntut untuk dapat bekerja keras agar penggunaan modal tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat berkembang dan mampu membayar hutang tersebut kepada kreditor. Tingkat hutang perusahaan yang besar akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang baik di mata auditor dan investor (Fanani, 2010). Kinerja perusahaan yang baik diharapkan dapat membuat kreditor maupun investor tetap memiliki kepercayaan terhadap perusahaan, tetap mudah memberikan dana, dan perusahaan akan memperoleh kemudahaan dalam proses pembayarannya. Hasil penelitian Gu et al. (2002), Cohen (2003), dan Pagalung (2006) menunjukan bahwa adanya pengaruh positif antara tingkat hutang terhadap persistensi laba.
2.1.9 Persistensi Laba Persistensi laba adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan yang diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (Penman dalam Djamluddin, dkk. 2008). Besarnya revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba. Persistensi laba adalah salah satu alat ukur untuk menilai kualitas laba. Laba yang berkualitas dapat menunjukkan kesinambungan laba, sehingga laba yang persisten cenderung tidak berfluktuatif disetiap periode. Persistensi laba sering kali
19
dikategorikan sebagai salah satu pengukuran kualitas laba karena persistensi laba dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi kejadiankejadian di masa lalu, sekarang, dan masa depan. Atwood et al. (2010) menyatakan bahwa laba fiskal kurang persisten dibandingkan dengan laba akuntansi. Persistensi laba sering digunakan sebagai pertimbangan kualitas laba, karena dalam karakter relevansi terdapat komponen nilai prediktif laba, dimana salah satu unsur nilai prediktif laba adalah persistensi laba. Oleh karena persistensi laba merupakan unsur relevansi, maka beberapa informasi dalam booktax differences yang dapat mempengaruhi persistensi laba dan membantu investor dalam menentukan kualitas laba dan nilai perusahaan (Djamaluddin, dkk. 2008). Wiryandari dan Yulianti (2008) menggunakan laba akuntansi sebelum pajak tahun depan (PTBIt+1) sebagai proxy dari persistensi laba. Mengacu dari hal tersebut penelitian ini juga menggunakan laba sebelum pajak tahun depan sebagai proxy persistensi laba. Sloan (1996) menggunakan koefisien regresi dari regresi antara laba akuntansi periode sekarang dengan periode yang akan datang untuk menguji apakah terdapat peristensi laba dalam data yang diteliti. Jika koefisien variasinya semakin kecil maka laba akuntansi dianggap semakin persisten.
2.2
Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
terhadap persistensi laba dilakukan oleh Hanlon (2005) yang meneliti dengan menggunakan sampel sebanyak 4.048 perusahaan industri di Amerika yang telah
20
go public selama periode tahun 1994 sampai tahun 2000. Hanlon (2005) menggunakan deferred taxes sebagai proksi book tax differences. Teknik analisis data yang digunakannya adalah analisis pooled regression. Hanlon (2005) menyimpulkan bahwa perusahaan dengan large positive (negative) book-tax differences signifikan secara statistik memiliki persistensi laba yang lebih rendah dari perusahaan dengan small book-tax differences. Wijayanti (2006) melakukan penelitian mengenai perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal dengan menggunakan data perusahaan dari tahun 20002004 dan memperoleh sampel 40 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini yang dilakukan untuk menguji peranan mengenai perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal dalam mengindikasi persistensi laba, akrual, dan arus kas untuk satu periode ke depan. Penelitian ini mengunakan analisis regresi panel data. Hasil penelitian Wijayanti (2006) menunjukkan bahwa perusahaan dengan large (negative) positive book-tax differences signifikan secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah yang disebabkan oleh komponen akrualnya daripada perusahaan dengan small book-tax differences. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wiryandari dan Yulianti (2008) yang meneliti mengenai hubungan antara perbedaan laba akuntansi dan laba pajak dengan perilaku manajemen laba dan persistensi laba pada tahun 2001-2006. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah perbedaan laba akuntansi dan laba pajak dapat digunakan untuk mengukur persistensi laba. Hasil penelitian ini menunjukkan
21
bahwa perbedaan laba akuntansi dan laba pajak positif yang besar mempunyai persistensi laba yang lebih rendah. Hal yang bertolak belakang ditemukan oleh (Djamaluddin, dkk. 2008) yang melakukan penelitian dengan menggunakan sampel 20 bank yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode tahun 2000 sampai tahun 2005. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi panel data. Kesimpulan penelitian ini adalah perusahaan dengan large positive (negative) book-tax differences tidak terbukti secara statistik mempunyai persistensi laba akuntansi yang lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences. Selanjutnya, Fanani (2010) melakukan penelitian tentang analisis faktorfaktor penentu persistensi laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2001-2006. Salah satu faktor penentu persistensi laba dalam penelitian adalah tingkat hutang. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 141 perusahaan dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat hutang berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba.
2.3
Kerangka Konseptual Penelitian ini menguji pengaruh perbedaan antara laba akuntansi dan laba
fiskal, serta tingkat hutang pada persistensi laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Variabel independen penelitian ini terdiri dari large negative book-tax differences, large positive book-tax differences, dan tingkat hutang, sedangkan variabel dependen adalah persistensi laba.
22
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variabel Independen
Variabel Dependen
Large Negative BookTax Differences
Large Positive Book-Tax Differences
Earnings Persistence
Debt to Total Asset
2.4
Rumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pokok permasalahan yang
akan diuji kebenarannya. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, teoriteori yang mendukung, dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu: 1) Pengaruh Perbedaan antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal pada Persistensi Laba Informasi akuntansi yang sangat penting dalam menilai kinerja perusahaan adalah laba. Agar pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan baik, maka dibutuhkannya suatu informasi mengenai laba yang berkualitas. Kualitas laba suatu perusahaan sering dikaitkan dengan persistensi laba, karena persistensi laba merupakan salah satu komponen nilai prediktif laba dalam menentukan kualitas laba. Wijayanti (2006) melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
23
Efek Jakarta periode 2000-2004 dengan book-tax differences sebagai variabel untuk menguji persistensi laba. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah pooled regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa book-tax differences berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan atau dengan kata lain bahwa perusahaan dengan book-tax differences besar baik positif (laba akuntansi lebih besar daripada laba fiskal) maupun negatif (laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal) mempunyai kualitas laba rendah. Hanlon (2005) juga menemukan hal yang serupa dengan penelitiannya di perusahaan Amerika Serikat, yaitu perusahaan dengan large positive book-tax differences dan large negative book-tax differences secara signifikan memiliki persistensi laba lebih rendah dari perusahaan dengan small book-tax differences. Mengacu pada large book-tax differences atau perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal yang bernilai positif dan negatif, maka dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha1: Semakin besar perbedan laba akuntansi dengan laba fiskal (large negative book-tax differences) maka semakin rendah persistensi laba. Ha2: Semakin besar perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal (large positive book-tax differences) maka semakin rendah persistensi laba. Ha3: Perusahaan dengan large negative book-tax differences memiliki persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences.
24
Ha4: Perusahaan dengan large positive book-tax differences memiliki persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan small book-tax differences. 2) Pengaruh Tingkat Hutang pada Persistensi Laba Manajemen yang memilih hutang sebagai alternatif sumber modal dituntut untuk dapat bekerja keras agar penggunaan modal tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat berkembang dan mampu membayar hutang tersebut kepada kreditor. Fanani (2010) menyatakan bahwa tingkat hutang perusahaan yang besar akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang baik di mata auditor dan investor. Fanani (2010) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor penentu persistensi laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2001-2006. Salah satu faktor penentu persistensi laba
dalam
penelitiannya
adalah
tingkat
hutang.
Penelitian
ini
menggunakan analisis regresi berganda dan menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap persistensi laba. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha5:
Tingkat hutang berpengaruh positif dan signifikan pada persistensi laba.
25