BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teori 1.
Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran
dan
para
guru
untuk
merencanakan
dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (1980) adalah : Suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Dalam penerapannya model pembelajaran ini harus sesuai dengan kebutuhan siswa (Isjoni 2009 : 50). Kesimpulan dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa model pembelajaran adalah gambaran dari rancangan pengorganisasian proses belajar yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan hasil belajar yang optimal serta memiliki fungsi penting sebagai pegangan guru dalam merencanakan dan menerapkan proses pembelajaran. Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model – model pembelajaran tradisional kini mulai di tinggalkan berganti dengan model yang pendekatan
kontruktivisme
dalam
lebih modern. Sejalan dengan
pembelajaran,
salah
satu
model
pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Secara sederhana kata “cooperative” berarti mengerjakan sesuatu secara bersama – sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Jadi, cooperative learning dapat diartikan belajar bersama – sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah
7
8
ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa cooperative learning menyangkut teknik pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri 4-5 orang (Raharjo dan Solihatin, 2013). Tujuan utama dalam penerapan model cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman – temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Slavin (1992) dan Stahl (1994) menyatakan bahwa : Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena dalam model pembelajaran cooperative learning harus ada “struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan – hubungan saling bergantung yang memengaruhi di antara anggota kelompok (Raharjo dan Solihatin 2013 : 5). Disamping itu pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama – sama dalam kelompok. Stahl (1994) mengatakan bahwa : Model pembelajaran cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat yaitu “ getting better together”, atau “raihlah yang lebih baik secara bersama – sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai dan moral serta ketrampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.
9
Secara umum, pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung antar anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Hal ini dikarenakan setiap saat siswa akan melakukan diskusi, saling membagi pengetahuan, pemahaman dan kemampuan serta saling mengoreksi satu sama lain dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan
yang
positif
di
antara
sesama
anggota
kelompok
menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi dalam cooperative learning, di mana siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok belajar lainnya dan guru. Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bentuk disederhanakan dalam kehidupan kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata – mata harus diperoleh dari guru, melainkan juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata – mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama – sama dalam kelompok – kelompok belajar kecil yang tersturktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di bawah bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.
10
a. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimeck & Parker (1993) kelebihan dari cooperative learning adalah: 1. Saling ketergantungan yang positif 2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas 4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan 5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru dan, 6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan . Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut, 1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Faktor dari luar erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah, yaitu semakin pudarnya kurikulum pembelajaran, selain itu pelaksanaan tes yang terpusat seperti Ujian Nasional sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung dipersipakan untuk keberhasilan perolehan NEM. Sebenarnya apabila guru telah berperan baik sebagai fasilitator, motivator, mediator maupun evaluator, maka kelemahan yang ditemukan dalam pembelajaran kooperatif ini dapat diatasi. Oleh karena itu, peran guru sangat penting dalam menciptakan suasana kelas yang kondusif agar pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
11
Dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan yaitu diantaranya, 1) Student Teams Achievment Division (STAD), 2) Jigsaw, 3) Group Investigation (GI), 4) Rotating Trio Exchange, dan 5) Group Resume. Dari beberapa model pembelajaran tersebut model yang banyak di kembangkan adalah model Student Teams Achievment Division (STAD), hal ini dikarenakan metode ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. STAD merupakan suatu bentuk pembelajaran kooperatif yang sederhana sehingga sangat baik digunakan untuk para guru yang memulai pengajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yaitu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama memaksimalkan kondisi belajar guna mencapai tujuan belajar (Isjoni, 2009) . b. Sintaks atau langkah-langkah metode Student Teams Achievment Divisions (STAD) Menurut Robert Slavin (2015)
Student Teams Achievment Divisions
(STAD) merupakan : Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu tahap penyajian materi, tahap kegiatan kelompok, tahap tes individual, tahap penghitungan skor perkembangan individual, dan tahap pemberian penghargaan kelompok (hlm 161) . 1. Tahap penyajian materi. Guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan hal – hal sebagai berikut : a) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, b) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan hafalan, c) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa, d) memberikan penjelasan mengapa jawaban jawaban pertanyaan itu benar atau salah dan e) beralih
kepada
materi
permasalahan yang ada.
selanjutnya
apabila
siswa
telah
memahami
12
2. Tahap kerja kelompok. Kelompok terdiri dari empat atau lima siswa, fungsi utama dari kelompok ini adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok benar – benar belajar agar dalam tahap tes individu dapat mendapatkan skor yang tinggi. Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang akan dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator tiap kelompok. 3. Tahap tes individu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar yang telah dicapai, diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan tes. Oleh karena itu, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok. 4. Tahap perhitungan skor perkembangan individu. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan soal tes
yang
diperolehnya.
Penghitungan
perkembangan
skor
individu
dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh hasil belajar yang terbaik sesuai dengan kemampuannya. 5. Penghargaan kelompok. Kelompok akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata – rata siswa mencapai kriteria tertentu yang sudah ditentukan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative learning adalah jenis pembelajaran berbasis kelompok kecil, yaitu setiap peserta didik akan saling bergantung dan bekerjasama guna mencapai tujuan pembelajaran melalui pemahaman mereka tentang materi pembelajaran yang diberikan.
13
2.
Media Lagu Sri Anitah (2012) mengemukakan bahwa : “media berasal dari bahasa latin medium yang secara harfiah berarti tengah, perantara dan pengantar. AECT (Assosiation of Education and Communicaton Technology, 1997) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan menyampaikan pesan atau informasi. (hlm 5)“ Berbeda dengan pendapat Bringgs (1998) yang mengatakan bahwa: “media pada hakikatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk di dalamnya, buku, videotape, slide suara, suara guru, atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian (hlm 5)”. Pada konteks pembelajaran, media merupakan alat atau sarana yang digunakan sebagai perantara (medium) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Alat bantu mengajar ini berfungsi membantu efisiensi pencapaian tujuan. Dengan demikian dalam menggunakan media pembelajaran guru hendaknya menyesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, suasana pembelajaran di kelas bahkan metode yang digunakan. Apabila hal ini diperhatikan maka keberadaan
media
dapat
menunjang
tercapainya
tujuan
kegiatan
pembelajaran. Pemanfaatan media pembelajaran berkaitan erat dengan peningkatan kualitas pembelajaran. Pemanfaatan media pembelajaran diharapkan mampu menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna, sehingga mampu mengubah suasana belajar yang pasif menjadi suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Karakteristik dan kemampuan masing – masing media perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Sebagai contoh, media lagu yang mengajarkan siswa untuk menghafal sebuah materi pelajaran, seperti diketahui dengan cara membuat lagu siswa lebih mudah untuk mengingatnya apalagi lagu yang siswa buat merupakan lagu favorit siswa yang diubah liriknya sesuai dengan materi pembelajaran.
14
Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Adapun fungsi media dalam proses pembelajaran dapat ditunjukkan melalui gambar sebagai berikut :
Guru
Media
Pesan
Siswa
Gambar 2.1 Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran
Dengan demikian, adanya penggunaan media harus disesuaikan dengan keberadaan siswa dan kondisi lingkungannya, sehingga media yang digunakan benar-benar memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai alat bantu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini, media yang digunakan adalah lagu. Alasan peneliti menggunakan lagu yaitu, seperti diketahui bahwa kelas yang akan diteliti kelas X IPS 2 SMA Negeri 6 Surakarta siswanya suka bernyanyi dan pandai memainkan musik oleh karena itu diharapkan mampu menarik siswa dalam pembelajaran sejarah. Dari ketertarikan itu diharapkan akan meningkatkan hasil belajar sejarah dan kreativitas siswa. Lagu merupakan sebuah teks yang dinyanyikan. Lagu berasal dari sebuah karya tertulis yang diperdengarkan dengan iringan musik. Siswa yang mendengarkan lagu bisa merasa sedih, senang, bersemangat, dan perasaan emosi lain karena efek dari lagu yang begitu menyentuh. Selain itu, lagu mampu menyediakan sarana ucapan yang secara tidak sadar disimpan dalam memori di otak. Keadaan ini yang justru menjadikan proses pembelajaran menjadi tidak kaku, dan terkesan dikondisikan, meskipun dalam beberapa hal tidak disenangi oleh siswa. Melihat keuntungan tersebut, lagu memberikan keuntungan tersendiri bagi siswa karena dilakukan secara berulang, sehingga hasilnya dianggap lebih efektif untuk mengingat materi pembelajaran. Hampir semua orang senang dengan lagu karena lagu mempunyai
15
karakteristik menyenangkan dan mewakili banyak orang karena variasi jenis lagu yang begitu banyak. Fungsi utama penggunaan lagu dalam pembelajaran adalah mengenalkan dan menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Jadi bukan aspek penguasaan lagu yang menjadi sasaran utama, namun lagu sebagai jembatan untuk menguasai materi tertentu Purwanto (2011) dijelaskan bahwa manfaat lain penggunaan lagu dalam pembelajaran, antara lain : (1) sarana relaksasi dengan menetralisir denyut jantung dan gelombang otak, (2) menumbuhkan minat dan menguatkan daya tarik pembelajaran, (3) menciptakan proses pembelajaran lebih humanis dan menyenangkan, (4) sebagai jembatan keledai dalam mengingat materi pembelajaran, (5) membangun retensi dan menyentuh emosi dan rasa estetika siswa, (6) proses internalisasi nilai yang terdapat pada materi pembelajaran, (7) mendorong motivasi belajar siswa (hlm 14). Hasil penelitian ini diharapkan akan ditemukan sebuah manfaat yang memberikan gambaran bahwa melalui materi pembelajaran yang dikemas dalam bentuk lagu dan dinyanyikan akan menjadi lebih baik dari materi yang susah dihafalkan dan dimengerti menjadi mudah dihafalkan dan dimengerti karena siswa menerima materi lewat sebuah media yang mempunyai aspek musik sehingga lebih menyenangkan bagi siswa. Berikut ini adalah sintaks atau langkah-langkah metode STAD dengan media lagu dalam kegiatan pembelajaran : 1. Guru menyampaikan dan mempresentasikan mengenai metode STAD dengan media lagu. 2. Guru menjelaskan pada siswa bahwa ada 4 – 5 kelompok yang akan digunakan dalam pembelajaran, yakni masing – masing kelompok sudah ditetapkan pembagian materi yang akan mereka diskusikan menjadi sebuah lagu. 3. Lagu yang siswa buat harus sesuai materi per kelompok dengan tidak ada ketentuan nada dalam artian bebas sesuai dengan kreativitas siswa dalam membuat lagu. Guru harus menyampaikan batasan waktu yang diberikan kepada siswa untuk sesi ini.
16
4. Ketika kelompok telah selesai membuat lagu kemudian dicermati dan dipahami anggota kelompoknya agar dalam presentasi di depan kelas dapat menjawab pertanyaan dari teman – temannya. 5. Jika waktu dalam sesi ini habis, maka masing – masing kelompok mempresentasikan lagu yang mereka buat sesuai dengan materi per kelompok. 6. Kemudian siswa lainnya yang tidak maju berhak mengajukan pertanyaan dari apa yang dipresentasikan temannya di depan kelas, begitu seterusnya sampai semua kelompok selesai presentasi. 7. Guru kemudian memberikan kuis setelah mereka selesai presentasi 8. Selain dari kuis, guru melakukan penilaian terhadap siswa melalui pengamatan dari masing – masing individu dalam usahanya di dalam kelompok dan bagaimana kinerja kelompok dalam membuat lagu serta ketetapan kelompok dalam menjawab pertanyaan dari teman – temannya. 9. Setelah mengetahui kelompok yang terbaik dalam mempresentasikan materinya dalam bentuk lagu, guru memberikan apresiasi berupa pujian dan nilai sesuai dengan kriteria tertentu.
3.
Kreativitas Kreativitas merupakan istilah umum untuk hal – hal yang berkaitan antara cara berpikir dan aktivitas manusia. Secara umum kreatif merupakan sikap yang dimiliki seseorang dalam mencipta atau daya cipta. Kreativitas diartikan sebagai daya cipta kemampuan untuk menciptakan yang dimiliki seseorang. Kreativitas merupakan salah satu kemampuan manusia yang menakjubkan dalam memahami dan menghadapi situasi atau masalah secara berbeda dengan yang biasanya dilakukan oleh orang lain pada umumnya. Kemampuan berkreasi memungkinkan manusia untuk mempertemukan, menghubungkan atau menggabungkan berbagai kenyataan – kenyataan, gagasan – gagasan, atau hal – hal berbeda yang sebelumnya tidak
17
berhubungan, menjadi suatu gagasan atau produk baru yang berguna untuk menjawab masalah yang dihadapi (Tirthjahjo, 2014:15). Utami Munandar (1992) mendefinisikan : Kreativitas sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan. Lebih lanjut menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya (hlm 52). Lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari prasekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu. Lingkungan yang merupakan tempat individu berinteraksi itu dapat mendukung berkembangnya kreativitas individu. Kreativitas yang ada pada individu itu perlu. Guilford (1970) menyatakan bahwa : Kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri ciri seorang kreatif. Lebih lanjut mengemukakan dua cara berpikir yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara – cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternative jawaban terhadap suatu persoalan. Dalam kaitannya dengan kreativitas, Guilford menekankan bahwa orang – orang kreatif lebih banyak memiliki cara – cara berpikir divergen daripada konvergen” (Asrori dan Ali 2005 hlm 41). Pada umumnya orang menilai kreativitas berdasar dari wujud hasilnya atau produknya, karena memang secara kasat mata dalam bentuk konkrit yang bisa dilihat adalah produk dari kreativitas seseorang.
18
Chaplin (1999) menyatakan bahwa : Kreatif berkenaan dengan penggunaan atau upaya memfungsikan kemampuan mental produktif dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah, atau upaya pengembangan bentuk – bentuk artistic dan mekanis biasanya dengan maksud agar orang mampu menggunakan informasi yang tidak berasal dari pengalaman atau proses belajar secara langsung, akan tetapi berasa dari perluasan konseptual dari sumber – sumber informasi tadi (Tirtjahjo 2014 : 16). Kreativitas menurut Torrance (1981) mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat terwujudkan, diperlukan kekuatan – kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh potensi dalam diri individu itu sendiri. Kreativitas itu bukan semata – mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan diakletis antara potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari lingkungannya (Asrori dan Ali, 2005). Menurut Utami Munandar (1992) ciri – ciri kreativitas di antaranya yaitu sebagai berikut : a. Senang mencari pengalaman baru b. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas – tugas yang sulit c. Memiliki inisiatif d. Memiliki ketekunan yang tinggi e. Cenderung kritis terhadap orang lain f. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya g. Selalu ingin tahu h. Peka atau perasa i. Energik dan ulet j. Menyukai tugas – tugas yang majemuk k. Percaya kepada diri – sendiri l. Mempunyai rasa humor m. Memiliki rasa keindahan n. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi Dalam latar belakang kurikulum 2013 disebutkan bahwa agar peserta didik menjadi manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
19
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri maka diperlukan pengembangan kurikulum yang berbasis pada kompetensi. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam pembinaan kreativitas peserta didiknya. Sayangnya, sejauh ini guru hanya mengandalkan berpikir konvergen, tanpa memberi kesempatan peserta didik untuk mengembangkan berpikir divergen. Para pendidik atau guru akan dapat melakukan pembinaan kreativitas terhadap peserta didiknya jika para pendidik atau guru telah membiasakan diri untuk berpikir kreatif. Sebaliknya, jika terbiasa berpikir atau menggunakan pemahaman yang konservatif atau bahkan feodal maka pembinaan kreatif itu sendiri mustahil untuk dicapai. Manusia perlu dididik agar selalu berbuat aktif tanpa adanya kekangan atau ketidaknyamanan dalam mewujudkan setiap gagasan atau keinginan baiknya. Dalam pendidikan, peran guru tidak hanya memberi bekal tentang pemahaman
suatu
pengetahuan
belaka,
tetapi
metode
dan
proses
pembelajaran perlu diformulasikan agar mengakomodasi pengembangan kemampuan kreatif peserta didiknya. Melalui implementasi metode dan proses pembelajaran yang kreatif tersebut, maka setiap insan manusia menjadi terbiasa untuk bertindak mengatasi berbagai bentuk persoalan – persoalan dalam pembelajaran kehidupan nyata, baik saat ini maupun masa yang akan datang . Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan individu untuk menciptakan sesuatu, baik yang bersifat baru maupun yang kombinasi, berbeda, unik. Tergantung dari pengalaman yang diperoleh berbentuk imajinasi yang menjurus prestasi dan dapat memecahkan masalah secara nyata untuk mempertahankan cara berpikir yang asli, kritis, serta mengembangkan sebaik mungkin untuk menciptakan hubungan antara diri individu dan lingkungannya dengan baik.
20
4.
Hasil Belajar Sejarah a. Hasil Belajar Winkel (1999) menjelaskan bahwa belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman (Purwanto 2014 : 38). Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda – benda, hewan, tumbuh – tumbuhan, manusia atau hal – hal yang dijadikan bahan ajar. Belajar dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan perilaku yaitu perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan – perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar. Perubahan perilaku hasil belajar itu merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan pengajaran. Sudjana (2009) hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
21
Di dalam sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom (1956) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan pemahaman, aplikasi terhadap kehidupan sehari-hari, analisis peristiwa atau kejadian, sintesis dan evaluasi. Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau respon, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, yang meliputi enam aspek, yakni gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, ketepatan, kemampuan perseptual, ketrampilan kompleks dan gerakan ekspresif. Dari semua ranah tersebut, ranah kognitif merupakan yang paling banyak dinilai yaitu berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar, dimana instrumen hasil tersebut terbagi dalam dua bagian besar yakni tes dan non tes. Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaanpertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam bentuk yang berbeda, berupa lisan, tulisan maupun tindakan. Tes tersebut terbagi dalam dua bentuk yakni tes uraian dan tes objektif. Tes uraian merupakan alat penilaian belajar paling tua. Dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengeksplorasi gagasannya ke dalam bentuk tulisan. Sedangkan tes objektif digunakan untuk menilai melalui soal-soal bentuk objektif, yakni jawaban singkat, pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan. Sudjana (2009) dalam bentuk objektif telah tersedia kemungkinan - kemungkinan jawaban yang bisa dipilih. Selain melalui bentuk tes, pengambilan hasil proses belajar mengajar juga bisa melalui non tes. Dalam hal ini, nontes dibagi menjadi wawancara dan kuesioner,
22
skala, observasi, studi kasus dan sosiometri. Data yang didapatkan dari proses penilaian non tes dapat berbentuk kualitatif maupun kuantitatif. Semua data-data dari hasil penelitian tersebut sangat penting, karena nantinya akan menjadi laporan hasil penilaian sehingga semua pihak yang berkaitan dapat mengetahui kemampuan dan perkembangan siswa dan juga mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan dilingkungannya. Hasil belajar tampak pada terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan ketrampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tidak hanya berupa sesuatu yang dapat diukur secara kuantitatif saja melainkan juga secara kualitatif terkait dengan perubahan peserta didik dari yang belum bisa menjadi bisa, sehingga penilaiannya bisa menggunakan tes maupun non tes. Penilaian berupa tes maupun non tes tersebut bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa ditinjau dari ranah afektif, kognitif maupun psikomotorik.
c. Sejarah Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap dan nilai – nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini. Dalam sejarah ada tiga unsur penting yakni, manusia ruang dan waktu. Dengan demikian, dalam mengembangkan pembelajaran sejarah harus selalu diingat siapa pelaku sejarah, di mana dan kapan. Pengajaran sejarah di sekolah bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan berpikir historis dan pemahaman sejarah. Melalui pengajaran sejarah, siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berpikir secara kronologis. Kemudian, siswa dapat memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragamaan sosial budaya
23
dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah – tengah kehidupan masyarakat dunia. Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu. Kemudian,
untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah
dalam menemukan, memahami dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa depan di tengah – tengah perubahan dunia. Dalam pembelajaran sejarah, pengembangan model pembelajaran yang menarik
sangat
dibutuhkan
agar
suasana
proses
belajar
mengajar
menyenangkan. Memang dalam penyampaian materi sejarah dibutuhkan adanya keterampilan dan model pembelajaran yang khusus dalam mengajarkan sejarah. Berkaiatan dengan model pembelajaran sejarah, Widja dalam Agung dan Wahyuni (2013 : 66) mengemukakan pentingnya peranan, strategi dan metode dalam pembelajaran sejarah. Selanjutnya, dalam menyusun strategi mengajar perlu diperhatikan beberapa faktor penentu dalam penyusunan model sejarah seperti tujuan yang hendak dicapai, keadaaan dan kemampuan siswa, keadaan dan kemampuan guru, lingkungan masyarakat / sekolah dan faktor lain yang bersifat khusus. Materi sejarah di SMA yang diajarkan cukup luas. Mulai dari masa manusia purba hingga materi sejarah terbaru. Di SMA Negeri 6 Surakarta sendiri materi sejarah yang diajarkan disesuaikan dengan kurikulum yang digunakan, dalam hal ini adalah kurikulum 2013. Untuk materi sejarah kelas X semester genap terbagi dalam dua kategori yakni sejarah Indonesia wajib dan peminatan. Untuk kelas X, materi sejarah yang diajarkan di antaranya, ada sejarah Indonesia (wajib) yang meliputi materi Berpikir Kronologis, Sinkronik, Ruang dan Waktu, Pembagian Zaman Berdasarkan Geologi, Asal – Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia, Analisa Tipologi Budaya Praaksara Indonesia, Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu – Budha di Indonesia, Kerajaan – Kerajaan Hindu – Budha di Indonesia, serta yang terakhir adalah Kerajaan – Kerajaan Islam di Indonesia. Sedangkan materi sejarah yang diajarkan dalam sejarah Indonesia (minat), meliputi
24
materi Manusia dan Sejarah, Manusia Hidup dalam Perubahan dan Keberlanjutan, Ruang Lingkup Ilmu Sejarah, Cara Berpikir Sejarah, Sumber – Sumber Sejarah, Langkah – langkah Penelitian, Perkembangan Penulisan Sejarah (Histiografi) di Indonesia, Manusia Purba Modern, Kehidupan Manusia Praaksara Indonesia hingga materi terakhir Kehidupan Manusia Aksara Indonesia. Dari materi pokok tersebut terbagi menjadi beberapa materi yang disesuaikan dengan kompetensi dasar yang ada. Dalam penelitian ini, materi yang dipilih oleh peneliti adalah mengenai Kehidupan Manusia Praaksara Indonesia yang merupakan materi dari sejarah Indonesia (minat), kemudian disesuaikan dengan model dan media pembelajaran yang diterapkan. Berdasarkan uraian di atas hasil belajar sejarah merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah melalui proses pembelajaran sejarah yang mencakup tingkat pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
B. Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian relevan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, yang pertama yaitu penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa Kelas IV SD” oleh Ni Made Sunilawati, Nyoman Dantes dan I Made Candiasa (2013). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak lebih baik secara signifikan terhadap hasil belajar matematika dibandingkan dengan konvensional. Selain itu juga terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan numerik di mana ditemukan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih sesuai untuk siswa dengan kemampuan numerik tinggi namun terjadi sebaliknya pada model pembelajaran konvensional. Penelitian relevan kedua yang peneliti gunakan sebagai acuan yaitu penelitian yang berjudul “Keefektifan Lagu sebagai Media Belajar dalam Pengajaran Pronunciation / Pengucapan” oleh Muhimatul Ifadah (2011). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dari seluruh tes yang diberikan, hasilnya
25
secara umum menunjukkan perkembangan. Dari prosesnya, mahasiswa mampu mengenali dan menjadikan lagu sebagai media belajar, bukan semata - mata sebagai hiburan. Mereka mampu menganalisa bagaimana pesan dari sebuah lagu melalui syairnya, dan juga mampu menemukan padanan beberapa kata yang sama maknanya. Kemudian, penelitian relevan ketiga yang peneliti gunakan sebagai acuan yaitu penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kopeeratif Tipe STAD untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VII2 SMP Negeri 26 Palembang” oleh Setioghadi (2014). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII.2 SMP Negeri 24 Palembang. Secara klasikal aktivitas belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 16,6%. Kemudian proses pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menekankan diskusi kelompok, di mana siswa yang sudah mengerti pada materi yang sedang dibahas harus menjelaskan kepada siswa yang belum mengerti pada materi tersebut sampai bisa. Secara klasikal, ketuntasan hasil belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 20,0%. Penelitian relevan selanjutnya adalah yang dilakukan oleh Afnita, Syahrul dan Wiwit Handayani (2013) dengan judul “Keefektifikan Penggunaan Media Lagu dalam Pembelajaran Menulis Siswa Kelas IX SMP Negeri 5 Lubuk Basung”. Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan hasil pengamatan saat proses pembelajaran, penggunaan media lagu sangat efektif bagi siswa. Hal tersebut terbukti dengan antusiasme siswa untuk mengikuti pembelajaran. Setelah pemutaran lagu dilakukan, siswa dapat mengembangkan imajinasinya dalam bentuk tulisan. Selain itu, pemutaran lagu membuat siswa sangat efektif dalam pembelajaran. Ditinjau dari hasil tes keterampilan menulis puisi yang diberikan kepada siswa, hasil tes dengan menggunakan media lagu lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan media lagu. Sedangkan penelitian relevan internasional yang peneliti gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang berjudul “The Effects of
26
Cooperative Learning on the Academic Achievement and Knowledge Retention” oleh Van Drat Tan (2014) yang dimuat dalam International Journal of Higher Education Vol 3 No 2 Tahun 2014, dan dipublikasikan oleh Sciedu Press. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa di Vietnam pembelajaran kooperatif muncul sebagai
alternatif
reformasi
pendidikan,
hal
ini
dibuktikan
dengan
meningkatkanya prestasi belajar siswa di Vietnam. Penelitian relevan internasional kedua yang peneliti gunakan sebagai acuan adalah penelitian yang berjudul “The Effect of Student Teams Achievement Division Technique on English Achievement of Iranian EFL Learners” oleh Ehsan Alijanian (2012) yang dimuat dalam jurnal Theory and Practice in Language Studies Vol. No. 9 Tahun 2012, dan dipublikasikan oleh Akademy. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa siswa bekerja dalam kelompok tetapi ilmu yang didapat tidak hanya melalui kelompok saja, melainkan dari seluruh siswa di kelas karena setiap individu mampu sebagai kontributor. Selain itu, dengan menggunakan STAD siswa mendapatkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran tradisional.
Penelitian relevan internasional ketiga yang peneliti gunakan sebagai acuan adalah penelitian yang berjudul “Song As Saga: Curriculum - Based Songs For Learning” oleh Ms. Aniko Debreceny (2015) yang dimuat dalam jurnal International Conference on Education and Social Sciences Vol 2 N0. 3 Tahun 2015 dan dipublikasikan oleh Proceedings. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan bernyanyi dalam belajar banyak manfaatnya karena ,memperlancar penguasaan bahasa, baik untuk perkembangan otak,hal ini sudah terbukti di beberapa pelajaran yang menggunakan bernanyi dalam belajar. Selain itu, bernyanyi dalam belajar juga terbukti mampu memperbaiki hasil pengetahuan peserta didik.
27
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan teori yang dikemukan di atas maka dapat disusun kerangka pemikiran bahwa model pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang mempunyai arti aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung. Semakin tepat memilih model pembelajaran diharapkan makin efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran, oleh karena itu guru perlu memperhatikan dalam memilih model pembelajaran. Dengan begitu, tidak akan keliru dalam menentukan metode pembelajaran yang berakibat kurang efektifnya pembelajaran di sekolah sehingga menyebabkan hasil belajar rendah. Metode pembelajaran model STAD merupakan model pembelajaran yang mempunyai strategi pembelajaran penerapan bimbingan antar teman. Melalui model ini siswa diajak belajar mandiri, dilatih untuk mengoptimalkan kemampuannya dalam menyerap informasi ilmiah yang dicari, dilatih menjelaskan temuannya kepada pihak lain dan dilatih untuk memecahkan masalah. Melalui model ini siswa diajak lebih berpikir dan memahami materi pelajaran sejarah khususnya pada kompetensi dasar kehidupan awal manusia praaksara Indonesia dengan tidak hanya mendengar, menerima dan mengingat ingat saja. Namun dengan media lagu yang akan diterapkan, kreativitas siswa diduga dapat meningkat, selain itu lewat media lagu diduga dapat meningkatan hasil belajar sejarah karena dengan bernyanyi seseorang akan lebih mudah masuk ke dalam otak, karena lagu sifatnya menyenangkan dan menghibur sehingga mudah diingat. Oleh karena itu peneliti beranggapan bahwa kompetensi dasar kehidupan awal manusia praaksara Indonesia, akan tepat apabila disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran STAD dengan media lagu.
28
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru belum menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD dan media lagu dalam pembelajaran sejarah
Kreativitas siswa dan hasil belajarnya belum maksimal
Mulai diterapkan model pembelajaran STAD (Student Team Achievment Division) dan media lagu
Siklus 1 siswa dibagi menjadi 4 – 5 orang untuk diskusi sesuai tahapan STAD
Penelitian berhasil
Siklus II berdaur ulang tercapai hasil belajar sesuai KKM
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian Tindakan Kelas
Keterangan Skema : 1. Kondisi awal, yang menggambarkan kondisi siswa dalam kegiatan pembelajaran sebelum menerapkan model pembelajaran STAD dengan media lagu. Dalam keadaan ini hasil belajar sejarah masih rendah dan kreativitas siswa masih belum terlihat. 2. Melihat kondisi tersebut, maka guru berusaha memperbaiki model pembelajaran yaitu model pembelajaran STAD dengan media lagu untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar sejarah. 3. Guru menerapkan model pembelajaran STAD dengan media lagu, sehingga siswa diduga meningkat dalam hal kreativitas dan hasil belajar sejarah.
29
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir diatas setelah dilakukan tindakan diharapkan : 1. Melalui penerapan model pembelajaran cooperatif learning tipe STAD dengan media lagu dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas XI SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2015/2016 2. Melalui penerapan model pembelajaran cooperatif learning tipe STAD dengan media lagu dapat meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas XI SMA Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
30