BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 2) Menurut S. I. Djajadiningrat, pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagain kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum. 3) Menurut N. J. Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
6
Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.
2.1.2 Fungsi Pajak Menurut Siti Resmi (2009 : 3), terdapat dua fungsi pemungutan pajak, yaitu: 1) Fungsi Bugdetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi bugdetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. 2) Fungsi Regularend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
7
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Siti Resmi (2009: 11), dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu: 1) Official Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 2) Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.1.4 Wajib Pajak
8
Sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian, wajib pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Pengertian “Badan” menurut Undang-Undang KUP pasal 1 ayat (3), adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
2.1.5 Pajak Pertambahan Nilai Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang No.
9
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun 2000 dan terakhir UU No. 42 Tahun 2009 (Untung Sukardji, 2015). Pajak Pertambahan Nilai atau Value Added Tax (VAT) adalah pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam daerah pabean. Yang dimaksud dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang didalamnya berlaku Undang-undang No. 17 tahun 2006 tentang kepabeanan, diantara lain meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen. Di Indonesia, Pajak Pertambahan nilai menganut sistem tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Artinya, semua jenis transaksi yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai tarifnya adalah sebesar 10% kecuali untuk ekspor Barang Kena Pajak, yang tarifnya sebesar 0%.
2.1.6 Obyek dan Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1) Obyek PPN Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UU Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: (1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (2) Impor Barang Kena Pajak;
10
(3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; (5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; (6) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; (7) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan (8) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2) Subyek Pajak Pertambahan Nilai (1) Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikreditkan pajak berdasarkan Undangan-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan penyerahn BKP dan/atau JKP dengan Jumlah peredaran bruto melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliyar delapan ratus juta rupiah) dalam satuan tahun. (2) Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
11
Pengusaha
kecil
adalah
pengusaha
yang
melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,00 (empat miliyar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP. (3) Orang pribadi atau badan yang melakukan impor BKP. (4) PKP yang melakukan penjualan barang yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual kembali. (5) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean. (6) Pemungut Pajak yang ditunjuk Pemerintah. Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendahara Proyek. 2.1.7 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia Menurut Untung Sukardji (2015: 1), PPN di Indonesia memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Pajak Tidak Langsung Secara ekonomis beban PPN dapat diallihkan kepada pihak
lain.
Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang
12
menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak). 2) Pajak Objektif Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan. 3) Multistage Tax PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel). 4) Nonkumulatif PPN tidak bersifat kumulatif (nonkumulatif) meskipun memiliki karakteristik multistage tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau jasa. 5) Tarif Tunggal PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif Single Tarif, yaitu 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak. 6) Credit Method / Invoce Method / Indirect Substruction Method Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saat penyerahan barang atau jasa (Pajak Keluaran/output tax) dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang atau penerimaan jasa (Pajak Masukan/input tax).
13
7) Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri Atas impor barang kena pajak dikenakan PPN sedangkan atas ekspor barang kena pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini mengunakan prinsip tempat tujuan (destination principle), yaitu pajak dikenakan ditempat barang atau jasa yang akan dikonsumsi. 8) Consumption Type Value Added Tax (VAT) Dalam PPN di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
2.1.8 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai Pada Pasal 1 angka 17 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 dinyatakan, “Dasar Pengenaan Pajak adalah Jumlah Harga Jual, Nilai Pergantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor Atau Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang”. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dasar pengenaan pajak. Adapun dasar pengenaan pajak tersebut adalah (Untung Sukardji, 2015) : 1) Harga Jual Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan
14
Nilai yang dipungut menurut Undang-undang dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2) Penggantian Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 3) Nilai Impor Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan
pajak
berdasarkan
ketentuan
dalam
peraturan
perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang. 4) Nilai Ekspor Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 5) Nilai Lain Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagi Dasar Pengenaan Berdasarkan
Pajak
dengan
Peraturan
Peraturan Menteri
Menteri Keuangan
Keuangan. Nomor
75/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010, telah diubah dengan
15
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.03/2015 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, diubah sebagai berikut : (a) Untuk pemakian sendiri Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; (b) Untuk pemberian Cuma-Cuma Brang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; (c) Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata; (d) Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; (e) Untuk penyerahaan produk tembakau adalah sebesar Harga Jual eceran; (f) Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar; (g) Untuk penyerahan Brang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan barang kena pajak antar pajak adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan; (h) Untuk penyerahan barang kena pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
16
(i) Untuk penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang adalah harga lelang; (j) Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; (k) Untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/ atau jasa agen perjalanan wisata berupa penyerahan paket wisata, pemesanan sarana angkutan
dan
pemesanan sarana
akomodasi,
yang
penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/ imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan, adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. (l) dihapus (m)
Untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight
forwading) yang didalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% dari jumlah yang ditagih.
17