BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat diajukan dana yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi pajak menurut Andriani (2001:19), menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara, yang dapat di paksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat di tunjukan dan yang di gunakan adalah untuk membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Soemitro (2013:2) mengungkapkan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang - Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra - prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak adalah Iuran wajib kepada kas negara yang dapat dipaksakan pemungutannya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang pada prinsipnya tidak mendapat kontraprestasi secara langsung dan sebagai dana yang digunakan untuk pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2.1.2 Definisi Pajak Pertambahan Nilai
Menurut UU No.42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, di dalam daerah pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi
2.1.3 Subyek Pajak Pertambahan Nilai PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Menurut UU No.42 Tahun 2009, pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas: 1) Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP JKP di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP
dan/atau
Berwujud/BKP
Tidak Berwujud/JKP. 2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. 3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud
dan
atau JKP dari luar daerah pabean 4) orang pribadi atau badan yang melakukan impor BKP 5) PKP yang melakukan penjualan barang yang menurut tujuan
semula
tidak untuk dijual kembali
2.1.4 Obyek Pajak Pertambahan Nilai Obyek pajak pertambahan nilai dalam UU No 42 Tahun 2009 Pasal 4 Ayat 1: 1) penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang oleh pengusaha 2) impor barang kena pajak
dilakukan
3) penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan
oleh
pengusaha 4) pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean di
dalam daerah pabean. 5) pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah
pabean 6) ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak 7) ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena
pajak; dan
8) ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
2.1.5 Barang Dan Jasa Kena Pajak Dalam UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (3), Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM).
2.1.6 Tarif Pajak Pertambahan Nilai Dalam UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 7 Ayat (1), tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah sebesar 10%.
2.1.7 Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dalam UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (17), Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
2.1.8 Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Dalam UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 8A, cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2.1.9 Pajak Masukan dan Keluaran Dalam UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (24), Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP. Dalam UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (25), adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud dan/atau ekspor JKP.
2.1.10 Mekanisme Pengkreditan Menurut Waluyo (2011, h.99) mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan: 1) Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 2) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
3) Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara. 5) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
2.1.11 Faktur Pajak (FP) dan Ketentuan Faktur Pajak Dalam UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (23), faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Menurut PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang berlaku per 1 April 2013.Untuk pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, PKP disyaratkan telah mempunyai Kode Aktivasi dan Password dan telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir. Selain itu, untuk mendapatkan Kode Aktivasi, disyaratkan terhadap PKP telah di lakukan Registrasi Ulang atau verifikasi. Beberapa hal terkait dengan penerbitan Faktur Pajak sesuai PER-24/PJ/2012, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Saat Pembuatan Faktur Pajak, Menurut Peraturan yang lama PER-13/PJ./2010 jo PER-65/PJ/2010, faktur pajak harus dibuat pada: a) saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; b) saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d) saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Pada PER-24/PJ/2012 ditambahkan satu kondisi baru, yaitu saat lain yang diatur
dengan
atau
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan.
Selain penetapan saat penerbitan Faktur Pajak, di ketentuan ini juga di atur sanksi apabila ketentuan tentang saat penerbitan Faktur Pajak tersebut tidak dipenuhi, terhadap PKP akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 UU KUP. Apabila Faktur Pajak diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud di atas, PKP dianggap tidak menerbitkan Faktur
Pajak.
Akibatnya, PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan.
2) Penomoran Faktur Pajak, Menurut PER-24/PJ/2012 jumlah digit Nomor Faktur Pajak tetap 16 (enam belas) digit, tetapi dengan pengaturan yang berbeda, yaitu: a) 2 (dua) digit Kode Transaksi; b) 1 (satu) digit Kode Status; dan c) 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 demikian seterusnya.
Pengajuan Permohonan Kode Aktivasi dan Password, Agar dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak harus mengajukan surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password terlebih dahulu agar dapat memperoleh Nomor Faktur Pajak. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP setelah PKP memenuhi syarat sebagai berikut:
a) PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dan laporan hasil registrasi ulang verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau b) PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012
Tatacara mengajukan Kode Aktivasi dan Password, mengajukan Kode Aktivasi dan Password di atur sebagai berikut:
a) Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengajukan permohonan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan. b) Dalam hal Surat Permohonan sudah diisi dengan lengkap, PKP menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS). c) Dalam hal permohonan Kode Aktivasi dan Password disetujui, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi melalui jasa kurir ke alamat PKP sesuai dengan data yang ada pada sistem di KPP dan menerima Password melalui surat elektronik (email). d) Dalam hal permohonan ditolak, PKP akan menerima surat Penolakan Pemberian Kode Aktivasi yang dikirimkan oleh KPP melalui jasa ekspedisi ke alamat PKP sesuai dengan data yang ada pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak.
Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar, akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan permintaan PKP, dengan syarat PKP telah mempunyai Kode Aktivasi dan Password. Selain itu, diperlukan pula syarat lain yaitu PKP telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang telah jatuh tempo, secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak. Penunjukkan
dan
Penandatangan
Faktur
Pajak,
PKP
berkewajiban
untuk
memberitahukan ke KPP dimana PKP terdaftar tentang Pejabat/Pegawai yang berwenang untuk menandatangani Faktur Pajak. Namun demikian, peraturan terbaru ini mengharuskan PKP untuk melampirkan fotokopi identitas diri para pejabat/pegawai penandatangan faktur pajak yang telah dilegalisir oleh yang berwenang. Pemakaian Nomor Seri Faktur Pajak, PKP diperkenankan memberikan Nomor Seri Faktur Pajak secara tidak berurutan. Konsekuensinya, di setiap masa pajak Desember,
Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak dipergunakan harus dilaporkan ke KPP tempat PKP terdaftar, sehingga Nomor Faktur Pajak yang dikeluarkan oleh PKP bersangkutan akan selalu termonitor Faktur Pajak Tidak Lengkap, pada PER-24/PJ/2012 ini tidak dikenal lagi istilah Faktur Pajak Cacat. Sebagai gantinya muncul istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap. Pada dasarnya kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama. Di peraturan yang baru ini dipertegas bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penegasan ini semakin memperjelas dan memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan PKP.
2.1.12 Surat Setoran Pajak (SSP) Menurut PER - 38/PJ/2009, Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. Formulir SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima), dengan peruntukan sebagai berikut :
a) lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak; b) lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN); c) lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak; d) lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.
e) lembar ke-5 : untuk arsip Wajib Pungut (Bendahara Pemerintah/BUMN) atau pihak lain.
Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan berdasarkan Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran. Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri formulir SSP dengan bentuk dan isi sesuai dengan formulir SSP. Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.
2.1.13 Penyetoran PPN Menurut PMK No 80/PMK.03/2010 Pasal 2A PPN yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan.
2.1.14 Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut PER - 11/PJ/2013 Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. sedangkan yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Massa adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Massa Pajak atau pada suatu saat. Berikut Lampiran SPT Masa PPN 1111: a) Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan b) Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP c) Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak d) Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean e) Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri f) Formulir 1111 B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas Jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPN adalah sampai akhir bulan berikutnya. Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), sedangkan keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
2.2 Penelitian Sebelumnya Penelitian terhadap perhitungan, penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh : 1) Andri (2011), judul penelitian Analisis Pemotongan/Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Healthy World ,hasil penelitian menyatakan bahwa PT. Healthy World sebenarnya belum melakukan
kewajiban sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yang berakibat terdapat kesalahan-kesalahan seperti terdapat faktur pajak standar yang cacat baik Pajak Masukan atau Pajak Keluaran yang tidak diperbaiki dan tidak meminta perbaikan, dan dalam melaksanakan pelaporan dan pembayaran perusahaan sering tidak tepat waktu yang mengakibatkan adanya sanksi perpajakan pada perusahaan. 2) Yessi Adriani Tampubolon (2008),judul penelitian Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporannya pada PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang yang dari hasil penelitian menemukan bahwa PT. Sawah Besar Farma Cabang Palembang sudah melaporkan secara akurat dalam SPT Masa PPN, baik pada Pajak Masukan maupun Pajak Keluarannya. Pencatatan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dilakukan setiap akhir bulan, yaitu setelah dibuatnya rekapitulasi pembelian dan rekapitulasi penjualan.