BAB II HUKUM PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA
A. Asas-Asas Hukum dalam Perpajakan MenurutRochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 24 Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. 25 Undang-Undang KUP memberikan pengertian pajak, yaitu kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengenai tujuan hukum pada umumnya, Aristoteles yang telah terkenal dalam bukunya, Rhetorica, menganggap bahwa hukum bertugas membuat adanya keadilan. Sesuai dengan hukum itu, kebanyakan sarjana menganggap pula bahwa tujuan hukum pajak pun adalah membuat adanya keadilan dalam soal pemungutan
24 25
Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia (Bogor: Esia Media, 2009), hlm.3. Ibid. 18 Universitas Sumatera Utara
19
pajak. Asas keadilan ini harus senantiasa dipegang teguh, baik dalam prinsip mengenai perundang-undangannya maupun dalam praktiknya sehari-hari. 26 Pada abad ke-18, Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and causes of the Wealth of Nations (terkenal dengan nama Wealth of Nations) melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang dinamainya The Four Maxims dengan uraiannya sebagai berikut : 27 1. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya masing-masing, di bawah perlindungan pemerintah (asas pembagian/asas kepentingan). Asas “equality” ini tidak memperbolehkan suatu negara untuk mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama, dalam keadaan yang sama. 2. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary). Pada asas certainly ini, kepastian hukum yang dipentingkan adalah yang mengenai subjek objek, besarnya pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya. 3. “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it”. Teknik pemungutan pajak yang dianjurkan ini (yang juga disebut “convenience of payment”) menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi
26 27
R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.26. Ibid., hlm.27.
Universitas Sumatera Utara
20
para wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan etik diterimanya penghasilan yang bersangkutan. 4. “Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of the pockets of the people as little as possible over and above what it brings into to public treasury of the State”. Asas efisiensi ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya; jangan sekali-kali biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya. Untuk memberi dasar menyatakan keadilannya, di bawah ini dibentangkan teori-teori pajak yang dilancarkan dari zaman ke zaman : 28 1. Teori asuransi Adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa, juga harta bendanya. Sebagaimana juga halnya dengan setiap perjanjian asuransi (pertanggungan), maka untuk perlindungan tersebut di atas diperlukan pembayaran premi, dan di dalam hal ini, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya, yang pada waktuwaktu yang tertentu harus dibayar oleh masing-masing. Walaupun perbandingan dengan perusahaan asuransi tidak tepat, karena : a. Dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari negara, b. Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini oleh para penganutnya dipertahankan, sekadar untuk memberikan dasar hukum kepada pemungutan pajak saja. Pembayaran pajak tidak dapat
28
Ibid.,hlm.30.
Universitas Sumatera Utara
21
disamakan dengan pembayaran premi oleh seseorang kepada perusahaan pertanggungan. 2. Teori kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindundan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. 29 Terhadap teori ini pun banyak yang memajukan sanggahannya, sebab dalam ajarannya pun pajak dikacaukan pula dengan retribusi (untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu perlindungan terhadap harta benda yang lebih banyak harganya daripada harta si miskin, diharuskan pembayaran pajak yang lebih besar pula). Padahal mungkin sekali si miskin mempunyai kepentingan yang lebih besar dalam hal yang tertentu, misalnya dalam perlindungan yang termasuk dalam lapangan jaminan sosial, sehingga sebagai konsekuensi sebetulnya ia harus membayar pajak lebih banyak, dan ini adalah suatu hal yang bertentangan dengan kenyataan. Lagipula untuk mengambil kepentingan seseorang dalam usaha pemerintah sebagai ukuran, semenjak dahulu kala belumlah ada alat-alat pengukurnya, sehingga sukar sekali akan dapat ditentukan dengan tegas. 3. Teori gaya pikul Juga teori ini pada hakikatnya mengandung kesimpulan, bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk keperluan ini diperlukan biaya-biaya yang dipikul oleh segenap orang yang
29
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2009 (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2009), hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
22
menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Yang menjadi pokok pangkal teori ini pun adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak itu haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu : 30 a.
Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b.
Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Walaupun tidak pernah disebutkan dengan nyata-nyata, namun gejala-
gejala pada zaman modern ini menunjukkan kepada kecenderungan para ahli pajak untuk menggantungkan jumlah pajak dari besarnya penghasilan ini, semakin naiklah presentasenya dengan pertama-tama memperhatikan besarnyatanggungan keluarganya. Hal semacam ini dianggaplah oleh mereka sudah dapat memadai rasa keadilan pada waktu ini. 4. Teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti Berlawanan dengan ketiga teori di atas, yang tidak mengutamakan kepentingan-kepentingan negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, sehingga diajarkanlah olehnya bahwa justru karena sifat negara inilah maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak.
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
23
Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu, maka negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Kelemahan dari teori ini adalah negara bisa menjadi otoriter sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak. 31 5. Teori asas gaya beli Teori ini adalah teori modern, yang tidak mempersoalkan asal mulanya negara memungut pajak, melainkan banyak melihat kepada“efeknya”, dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat untuk membawanya ke arah tertentu.Menurut para penganutnya, termasuk Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa baik dalam ekonomi bebas maupun ekonomi perencanaan yang terpimpin. 32 6. Asas yuridis Hukum pajak harus dapat memberi jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya. Maka mengenai pajak di negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam undang-undang. Juga dalam Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia dicantumkan (dalam Pasal 23 ayat 2), bahwa pengenaan dan
31 32
Erly Suandy, Op.Cit.,hlm.30. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
24
pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang. Di Indonesia, Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD 1945) mempunyai arti yang sangat dalam, yaitu sangat menentukan nasib rakyat. Memori penjelasannya mengatakan : “Betapa caranya rakyat, sebagai bangsa akan hidup dan darimana didapatknya belanja untuk hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lainlain, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. 7. Rahasia pajak Maksud dari diciptakannya “kerahasiakan merahasiakan” bermacammacam, pertama-tama untuk melindungi kepentingan wajib pajak. Dia telah membuka/memperlihatkan buku-bukunya dan juga catatan-catatan lainnya kepada Fiskus, pokoknya segala sesuatu mengenai dirinya maupun perusahaannya. Jadi kepercayaan yang telah dicurahkan kepada fiskus itu tidak boleh dikhianati, tidak boleh
disalahgunakan
oleh
fiskus
dengan
cara,
misalnya,
meneruskan/memberitahukan kepada pihak lain, sebab karena itu dapat ditimbulkan kerugian bagi wajib pajak. Adanya keharusan tersebut menyebabkan fiskus selalu dapat menolak sekeras-kerasnya setiap permintaan dari pihak mana pun, swasta maupun instansi-
Universitas Sumatera Utara
25
instansi pemerintah negara, yang berarti ia tidak perlu melayaninya, sehingga pelaksanaan tugasnya tidak terhambat karenanya. 8. Asas ekonomi Tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat; karenanya maka politik pemungutan pajaknya : a.
Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
b.
Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju ke kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum. Kesimpulan kita adalah, bahwa keseimbangan dalam kehidupan ekonomi
tidak boleh terganggu karenanya, bahkan harus tetap dipupuk olehnya, sesuai dengan fungsi kedua dari pemungutan pajak, yaitu fungsi mengatur. 9. Asas finansial Sesuai dengan budgeternya, maka sudah barang tentu bahwa biaya-biaya untuk mengenakan dan untuk memungutnya harus sekecil-kecilnya, apalagi dalam bandingan dengan pendapatannya. Sebab inilah hasil yang dicapainya, yang harus dapat menyumbang banyak dalam menutup pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh negara, termasuk juga biaya-biaya untuk aparatur fiskus sendiri. Di dalam praktiknya di Indonesia pernah dikeluarkan suatu perintah intern untuk Jawatan Pajak, bahwa tunggakan-tunggakan pajak sebesar tidak lebih dari lima rupiah tidak perlu dipungut. Sungguh suatu instruksi yang bijaksana karena
Universitas Sumatera Utara
26
pikiran, tenaga, waktu, dan alat-alat untuk mengejar uang lima rupiah itu mungkin sekali nilainya lebih besar daripada jumlah yang dikejar-kejarnya.
B. Subjek Pajak Penghasilan dan Objek Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan dalam UU PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. 33 Menurut Pasal 1 angka (2) UU KUP,wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
34
Tahun Pajak menurut Pasal 1 angka
(8) UU KUP adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akand ikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang 33 34
Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.125. Ibid., hlm.126.
Universitas Sumatera Utara
27
akan dikenakan pajak. PPh termasuk dalam kategori sebagai pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh. 35 Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Secara praktik yang termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. 36 Yang menjadi subjek pajak adalah : 37 1. a. Orang pribadi b.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
2. Badan; 3. Bentuk usaha tetap. Pada penjelasan UU PPh Pasal 2 ayat (1) huruf a, orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
35
Erly Suandi, Op.Cit., hlm.45. Ibid. 37 Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.9. 36
Universitas Sumatera Utara
28
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri yang berarti dalam hal ini adalah status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan
pemenuhan
kewajiban
perpajakannya,
warisan
tersebut
menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. 38 Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan nomor pokok wajib pajak dari wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut. 39 Sebagaimana diatur dalam UU KUP Pasal 1 angka (3), badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
38 39
Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.126. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
29
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dan badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. 40 Badan sebagai subjek pajak adalah suatu bentuk usaha atau bentuk nonusaha yang meliputi : 41 1. Perseroan terbatas; 2. Perseroan komanditer; 3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk apapun; 4. Persekutuan; 5. Perseroan atau perkumpulan lainnya; 6. Firma; 7. Kongsi; 8. Perkumpulan koperasi; 9. Yayasan; 10. Lembaga; 11. Dana pensiun; 12. Bentuk usaha tetap; 13. Bentuk usaha lainnya.
40 41
Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.10. Erly Suandy, Op.Cit., hlm.46.
Universitas Sumatera Utara
30
Dari uraian di atas, terlihat bahwa yang dimaksud dengan badan sebagai subjek pajak tidaklah semata-mata yang bergerak dalam bidang usaha (komersial), namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan sebagainya, sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang, sehingga tidak ada alasan bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak di bidang usaha untuk menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek pajak. 42 Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 43 Menurut UU PPh Pasal 2 ayat (1a), bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Bentuk usaha tetap dapat berupa : 44 1. Tempat kedudukan manajemen; 2. Cabang perusahaan; 3. Kantor perwakilan; 4. Gedung kantor; 5. Pabrik; 6. Bangkel; 42
Ibid. Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.11. 44 Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.128. 43
Universitas Sumatera Utara
31
7. Gudang; 8. Ruang untuk promosi dan penjualan; 9. Pertambangan dan penggalian sumber alam; 10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; 11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; 12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; 13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; 14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; 15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di indonesia; dan 16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UU PPh, subjek pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 45 1. Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari : a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
45
Mardiasmo, Op.Cit., hlm. 130.
Universitas Sumatera Utara
32
1) orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau 2) orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia. b. Subjek pajak badan, yaitu : Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria : 1) pembentukannya
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan; 2) pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; 3) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan 4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; c. Subjek Pajak warisan, yaitu : Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas
Universitas Sumatera Utara
33
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. 46 2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari : a.
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Pada penjelasan UU PPh Pasal 2 ayat (1), Perbedaan yang penting antara
wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain: a. wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
46
Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.14.
Universitas Sumatera Utara
34
sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia; b. wajib pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan c. wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan wajib pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang dikenakan pajak. Pasal 4 ayat (1) UU PPh telah memberikan penegasan mengenai objek PPh, yaitu penghasilan. 47Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas empat sumber yakni: 48 a.
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan hubungan kerja dan pekerjaan bebas;
b.
penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c.
penghasilan dari modal;
d.
penghasilan
lain-lain,
seperti
hadiah,
pembebasan
utang,
dan
sebagainya. 47
Erly Suandy, Op.Cit., hlm.54. Ibid., hlm.55.
48
Universitas Sumatera Utara
35
Sesuai dengan pengertian tentang penghasilan yang luas, yang dianut oleh UU PPh, penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final : 49 a.
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b.
penghasilan berupa hadian undian;
c.
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d.
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan
e.
penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
C. Bukan Subjek Pajak Penghasilan dan Bukan Objek Pajak Penghasilan Sebagaimana lazimnya dalam perpajakan, maka dalam UU PPh ditetapkan juga yang tidak termasuk sebagai subjek pajak (dikecualikan). Yang dikecualikan sebagai subjek pajak adalah: 50 1. Kantor perwakilan negara asing;
49
Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.152. Ibid., hlm.132.
50
Universitas Sumatera Utara
36
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatic, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili negaranya. 51 Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau mereka adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut. 52 3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan, dengan syarat : a.
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
b.
tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 51 52
Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.19. Ibid., hlm.20.
Universitas Sumatera Utara
37
Organisasi internasional adalah organisasi / badan / lembaga / asosiasi / perhimpunan / forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama. 53 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia. 54 Antara perpajakan dengan akuntansi (bisnis) kadang terdapat pebedaan pengakuan dari kegiatan yang dilakukan, dan perbedaan ini tentu akan membawa dampak kepada perlakuan perpajakannya. Untuk itu, dalam peraturan PPh terdapat penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek PPh, sehingga atas penghasilan tersebut tidak dikenakan PPh. 55Yang dikecualikan dari objek pajak adalah : 56 1.
a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau 53
Ibid. Ibid., hlm.25. 55 Erly Suandy, Op.Cit., hlm.58. 56 Mardiasmo, Op.Cit., hlm.135. 54
Universitas Sumatera Utara
38
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 2. Warisan Yang dimaksud warisan di sini adalah peninggalan harta dari keluarga yang sedarah satu garis lurus di atas ahli waris. 57 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
57
Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.156.
Universitas Sumatera Utara
39
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak. 58 Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan wajib pajak atau wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dan wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya. 59 5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang 58 59
Ibid., hlm.157. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
40
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; Yang dimaksud dengan “badan usaha milik negara” dan “badan usaha milik daerah” pada ayat ini, antara lain, adalah perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, dan bank pembangunan daerah. Apabila penerima dividen atau bagian laba adalah wajib pajak selain badan-badan tersebut di atas, seperti orang pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma, perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan objek pajak. 60 7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan; 9. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
60
Ibid., hlm.159.
Universitas Sumatera Utara
41
10. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; dan b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 11. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; 12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; dan 13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
D. Perhitungan Pajak Penghasilan Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung sebesar penghasilan neto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung
Universitas Sumatera Utara
42
sebesar penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut : 61 Penghasilan kena pajak (wajib pajak badan) = penghasilan neto
Penghasilan kena pajak (wajib pajakorang pribadi) = penghasilan neto - PTKP
Perhitungan besarnya penghasilan neto bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 62 1. Menggunakan pembukuan. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca atau laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. 2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak-nya wajib pajak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, besarnya penghasilan neto adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) norma penghitungan penghasilan neto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun. Pedoman untuk menentukan penhasilan neto, dibuat dan 61 62
Mardiasmo, Op.Cit., hlm.137. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
43
ddisempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh direktur jenderal pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan. 63 Berdasarkan UU PPh yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009, besarnya penghasilan kena pajak dari sebagai wajib pajak orang pribadi dalam negeri diberikan pengurangan berupa PTKP Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah). Bagi wajib pajak yang isterinya menerima atau memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, maka wajib pajak tersebut mendapat tambahan PTKP untuk seorang isteri sebesar Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah). 64 Bagi wajib pajak yang kawin mendapat tambahan Rp.1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang utnuk setiap keluarga. 65 Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dan semenda adalah: 66 a. sedarah lurus satu derajat
: Ayah, ibu, anak kandung
b. sedarah lurus ke samping satu derajat
: Saudara kandung
c. semenda lurus satu derajat
: Mertua, anak tiri
d. semenda lurus ke samping satu derajat
: Saudara ipar
Pajak penghasilan (bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan 63
Ibid., hlm.142. Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.179. 65 Ibid. 66 Ibid. 64
Universitas Sumatera Utara
44
tarifpajak sebagaimana diatur dalam UU PPh Pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut : 67 Pajak penghasilan (wajib pajak badan) = Penghasilan kena pajak x tarif Pasal 17 = Penghasilan neto x tarif Pasal 17 = (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif Pasal 17
Pajak penghasilan (wajib pajak orang pribadi) = Penghasilan kena pajak x tarif Pasal 17 = (Penghasilan neto – PTKP) x tarif Pasal 17 = [(Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tarif Pasal 17
UU PPh Pasal 17 menyebutkan bahwa tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi: a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5% (lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
15% (lima belas
dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
persen)
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
25% (dua puluh
sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
67
lima persen)
Mardiasmo, Op.Cit., hlm.145.
Universitas Sumatera Utara
45
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
30% (tiga puluh persen)
Tarif tertinggi bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan peraturan pemerintah. 68 b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang berlaku. 69
D. Sanksi Dalam hukum pajak kita kenal dua macam hukuman, yaitu : 70 1. Hukuman administrasi (tata usaha) Penegakan hukum administrasi meliputi himbauan sebagai peringatan awal, kemudian ada panggilan, pembinaan, pengawasan dan pemberitahuan 68
Ibid., hlm.144. Ibid. 70 R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.135. 69
Universitas Sumatera Utara
46
pembayaran uang pajak, hingga tindakan lebih tegas dengan pengawasan dan penerapan sanksi administrasi. Pembinaan dan pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi pidana meruapakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. 71 Sanksi administrasi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran di bidang perpajakan, antara lain : 72 a. sanksi bagi wajib pajak atau penanggung pajak, meliputi : 1) bunga 2) kenaikan 50% atau 100% 3) denda administrasi b. sanksi bagi pihak ketiga berupa denda c. sanksi bagi pihak aparatur pemerintah Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan presentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. Bila wajib pajak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak (SKP) yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi. Berarti dalam pengenaan sanksi bunga, tidak akan dihitung bunga sebelumnya jika bunga yang telah ditagih dalam SKP dilunasi seluruhnya. 73 71
Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan (Malang: Setara Press, 2014), hlm.117. Ibid. 73 Fidel, Tax Law : Proses Beracara Di Pengadilan Pajak Dan Peradilan Umum (Tangerang: PT. Carofin Media, 2014), hlm.82. 72
Universitas Sumatera Utara
47
Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka presentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar. 74 Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan. Terkait besarannya, denda dapat diterapkan sebesar jumlah tertentu, presentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. 75 Sanksi administrasi yang dulu diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (selanjutnya disebut sebagai BPSP), kini diselesaikan melalui lembaga peradilan pajak berdasarkan UU Pengadilan Pajak yang menjadi diskresi dan dirjen pajak. Pengadilan pajak hanya terbatas menangani sengketa di bidang pajak, baik berkaitan dengan banding maupun gugatan yang diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap fiskus (aparat perpajakan). 76 2. Hukuman pidana Y. Sri Pudyatmoko berpendapat, berdasarkan ketentuan di dalam UU KUP, maka dapat dipahami unsur-unsur dari tindak pidana perpajakan itu, yakni: 77 a. tidak
dilaksanakannya
perbuatan
yang
diwajibkan,
seperti
tidak
menyampaikan SPT, atau adanya perbuatan yang dilarang seperti memperlihatkan pembukuan yang palsu; b. berada dalam kaitannya dengan masalah pajak; c. dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja;
74
Ibid. Ibid., hlm.81. 76 Simon Nahak, Loc.Cit. 77 Ibid., hlm.118. 75
Universitas Sumatera Utara
48
d. secara melawan hukum : tidak memenuhi kewajiban hukum, ataupun melakukan sesuatu yang dilarang oleh hukum; e. dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu : 78 a.
denda pidana Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/ dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b.
pidana kurungan Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c.
pidana penjara Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap
78
Mardiasmo, Op.Cit., hlm.57
Universitas Sumatera Utara
49
kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada wajib pajak.
Universitas Sumatera Utara