BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (Mardiasmo, 2013: 1) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur. 1) Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2) Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
9
2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan Definisi Penghasilan menurut Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang–Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Penghasilan
adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2.1.3 Pengertian Wajib Pajak Badan Dalam perpajakan Indonesia, yang dimaksud dengan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha. Pengertian badan meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara maupun Daerah (BUMN/D) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi
kolektif
dan
Bentuk
Usaha
Tetap
(BUT/permanent
establishment). Definisi mengenai ‘badan’ ini dapat kita temukan pada pasal 1 angka 3 UU KUP nomor 28 Tahun 2007. Badan sebagaimana diuraikan di atas, merupakan salah satu subjek pajak. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia disebut dengan Subjek Pajak Badan Dalam Negeri. Manakala persyaratan subjektif maupun objektif telah terpenuhi, Subjek Pajak Badan disebut dengan Wajib Pajak Badan (WP Badan).
10
Fasilitas Tarif PPh untuk WP Badan antara lain yaitu: 1)
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Peraturan Tahun 2013 Peraturan ini mengatur tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dimaksud adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (1)
Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
(2)
Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak dikenakan PPh Final sesuai dengan PP ini adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya: (1)
Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
(2)
Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Sedangkan WP Badan yang tidak dikenakan PPh Final sesuai dengan ketentuan PP ini adalah: (1)
WP Badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
(2)
WP Badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
11
beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. 2)
Tarif pajak PPh Badan pasal 17 dan pasal 31E Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Badan. Tarif pasal 31E UU PPh adalah 50% (lima puluh persen) dari tarif umum yang disebutkan pada pasal 17 ayat (1) huruf b atau pasal 17 ayat (2b) UU PPh, dengan kata lain ada diskon tarif PPh sehingga tarif yang dikenakan kepada WP Badan yang memenuhi syarat hanya sebesar 14% (untuk tahun pajak 2012) atau 12,5% (mulai tahun pajak 2013). WP Badan yang berhak mengenyam fasilitas ini adalah WP Badan yang jumlah peredaran brutonya dalam satu tahun pajak tidak lebih dari Rp 50 milyar. Cara penghitungannya dapat dilihat pada memori penjelasan pasal 31E UU PPh. Menurut penegasan dalam poin 2.c. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-66/PJ./2010 tanggal 24 Mei 2010, yang berasal dari kegiatan usaha, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sebelum dikurangi dengan biaya fiskal. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tarif pajak PPh Badan digunakan untuk menghitung PPh Badan terutang. Tarif pajak PPh Badan adalah berdasarkan pasal 17 dan pasal 31 E Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yaitu sebagai berikut: (1)
Tarif pajak untuk tahun pajak 2009 adalah sebesar 28%.
(2)
Tarif pajak untuk tahun pajak 2010 dan 2011 serta tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) SPT Tahun PPh Badan 2012 dan
12
seterusnya adalah sebesar 25%. (3)
Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi
persyaratan tertentu lainnya
dapat
memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. (4)
Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari
tariff
tersebut
(28% atau 25%)
yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Keperluan dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. 2.1.4 Fungsi Pajak Fungsi pajak ada dua yaitu fungsi pendanaan sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Fungsi mengatur yaitu pajak yang tinggi akan dikenakan untuk konsumsi sesuatu yang kurang bermanfaat agar dapat mengurangi gaya hidup konsumtif dan tarif pajak untuk ekspor 0%, guna mendorong ekspor produk Indonesia di pasar dunia. Mengingat peran pajak begitu penting bagi pembangunan nasional, maka perlu
13
diketahui lebih jauh fungsi sebenarnya dari pajak tersebut. Menurut Siti Resmi (2011:3) menyebutkan ada dua fungsi pajak, yaitu : 1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain. 2) Fungsi Regulerend (Mengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. 2.1.5 Sistem Perpajakan Di Indonesia sendiri mempunyai 3 jenis sistem pemungutan pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain (Mardiasmo, 2013:7): 1) Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah selaku fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.
14
2) Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. 3) Withholding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 2.1.6 Penelaahan Pajak (Tax Review) Penelaahan pajak atau tax review merupakan suatu tindakan penelaahan terhadap seluruh transaksi perusahaan guna menghitung jumlah pajak yang terutang dan memprediksi potensi pajak yang mungkin timbul berdasarkan peraturan dan perundang-undangan pajak yang berlaku (Villios, 2011). Tax review dapat dilakukan secara mandiri oleh perusahaan atau dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu konsultan pajak yang dapat memberikan nasihat dan masukan tentang perpajakan kepada perusahaan (Thomas, 2013:5). Pemilik perusahaan dan konsultan pajak harus sama-sama memahami keadaan perusahaan dan membuat rencana yang berkaitan dengan perpajakan perusahaan agar memberi kontribusi maksimum bagi perusahaan (Reilly, 2011). Tax review juga dapat menunjukkan transaksi mana yang memiliki potensi pajak dalam suatu perusahaan (Andini Gita dan Sumadi, 2014).
15
1) Tax Review atas Pajak Penghasilan (PPh) Badan Tax review atas PPh Badan dilakukan dengan menilai kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan yaitu. (1)
Kewajiban mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak Badan. Dalam hal ini mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Apabila Wajib Pajak badan melakukan kegiatan penyerahan barang kena pajak dan atau Jasa Kena Pajak atau ekspor barang kena pajak yang terutang PPN berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka Wajib Pajak badan tersebut memiliki kewajiban untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
(2)
Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan. Pasal 28 ayat (1) UU KUP, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mendapatkan data dan informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang dikenakan PPN dengan tarif 0% dan yang dikenakan PPnBM, yang ditutup dengan
16
menyusun laporan keuangan berupa neraca, penghitungan rugi/laba pada saat tahun pajak berakhir. (3)
Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
(4)
Kewajiban membayar dan menyetorkan pajak, membuat faktur pajak, melunasi bea materai dan mentaati pemeriksaan pajak.
2) Tax Review atas Withholding Tax Tax review atas withholding tax, meliputi kewajiban pemotongan dan pemungutan atas. (1)
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan.
(2)
Pemotongan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidangbidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
(3)
Pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa kepada Wajib Pajak badan dalam negeri, dan BUT.
(4)
Pemotongan PPh Pasal 24 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas pembayaran penghasilan yang diperoleh di luar negeri. Tujuan pemotongan/pemungutan pajak untuk meringankan
17
beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak di luar negeri. Pajak terutang boleh dikreditkan dalam tahun pajak yang sama. (5)
Pemotongan PPh Pasal 25 yaitu. a)
Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29).
b)
Kewajiban memungut PPN dan atau PPnBM (jika ada) yang khusus berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
(6)
Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri.
(7)
Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan; jasa konstruksi; pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; dan lainnya.
2.1.7 Laporan Keuangan Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya. Kelompok besar ini merupakan unsur laporan keuangan. Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas. Unsur pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan perubahan posisi keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan neraca, dengan demikian kerangka dasar tidak mengidentifikasikan unsur perubahan posisi
18
keuangan secara khusus. Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan akuntansi (komersial) dan laporan keuangan fiskal secara terpisah atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan akuntansi (komersial). Laporan keuangan komersial yang direkonsiliasi dengan koreksi fiskal akan menghasilkan laporan keuangan fiskal. 1) Laporan keuangan komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, arus kas dan catatan atas laporan keuangan. 2) Laporan Keuangan Fiskal Laporan Keuangan Fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan pajak. Perbedaan
penghasilan
dan
biaya
menurut
akuntansi
dan
fiskal
dikelompokkan menjadi perbedaan tetap atau perbedaan permanen (permanent difference) dan perbedaan sementara atau perbedaan waktu (timing difference). Perbedaan prinsip-prinsip antara Standar Akuntansi Keuangan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan mengakibatkan laporan keuangan komersial yang telah disusun perlu dikoreksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga dapat dihasilkan laporan keuangan fiskal (Djoko, 2010:64). Koreksi fiskal adalah hasil penyesuaian dari laporan keuangan komersial pada saat menyusun laporan keuangan fiskal (Thomas, 2013:28).
19
Siti
(2011:373)
menyatakan
bahwa,
perbedaan
penghasilan
dan
biaya/pengeluaran menurut akuntansi dan menurut fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu. 1) Perbedaan Tetap Perbedaan tetap terjadi karena transaksi-transaksi pendapatan dan biaya diakui menurut akuntansi komersial dan tidak diakui menurut fiskal. Perbedaan tetap mengakibatkan laba/rugi bersih menurut akuntansi berbeda (secara tetap) dengan Penghasilan Kena Pajak menurut fiskal. Misalnya, (1)
Penghasilan yang pajaknya bersifat final, seperti bunga bank, dividen, sewa tanah dan bangunan, dan penghasilan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
(2)
Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak, seperti dividen yang diterima oleh perseroan terbatas, koperasi, BUMD/BUMN, dan penghasilan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh.
(3)
Biaya/pengeluaran yang tidak diperbolehkan sebagai penghasilan bruto sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh.
2) Perbedaan waktu Perbedaan waktu terjadi karena perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan biaya dalam menghitung laba. Biaya dan penghasilan diakui menurut akuntansi komersial tetapi belum diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Perbedaan ini bersifat sementara sebab akan tertutup pada periode sesudahnya. Perbedaan waktu antara lain: pengakuan piutang tak tertagih, penyusutan harta berwujud, amortisasi dan lain-lain.
20
(1)
Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi positif apabila. a)
Pendapatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
b)
Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.
(2)
Perbedaan diakui sebagai koreksi negatif apabila. a)
Pendapatan menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal (bukan Objek Pajak) tetapi diakui menurut akuntansi.
b)
Biaya atau pengeluaran menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
c)
Suatu pendapatan telah dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
2.1.8 Pajak Penghasilan Pasal 21 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi (Mardiasmo, 2013:188).
21
2) Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Siti, 2011:171) yaitu. (1)
Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
(2)
Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
(3)
Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
(4)
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan bulanan.
(5)
Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
(6)
Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun; dan
(7)
Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh.
22
a)
Bukan Wajib Pajak.
b) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. c)
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).
Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 adalah. (1)
Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
(2)
Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus.
(3)
Iuran
pensiun
yang dibayarkan kepada
dana
pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja. (4)
Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; dan
(5)
Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat (1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008.
23
3) Tarif dan Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap Tarif yang digunakan di Indonesia dalam menghitung besar PPh terutang Wajib Pajak orang pribadi adalah tarif progresif. Tarif progresif yaitu tarif berupa presentase tertentu dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak (Siti, 2011:15). Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sesuai dengan PPh Pasal 17 ayat 1 (a) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah, seperti pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Tarif PPh Pasal 21 untuk WPOP Dalam Negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Diatas Rp 0 s/d Rp 50.000.000 5% Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% Diatas Rp 250.000.000 s/d. Rp 500.000.000 25% Diatas Rp 500.000.000 30% Sumber: PPh Pasal 17 ayat 1 (a) UU No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Tarif pajak yang berlaku beserta perhitungannya menurut ketentuan dalam Pasal 21 UU Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap (Mardiasmo, 2013:195) adalah. PPh Pasal 21 = (penghasilan neto – PTKP) x tarif pasal 17 UU PPh = (penghasilan bruto - biaya jabatan - iuran pensiun dan THT/JHT
yang dibayar sendiri - PTKP) x tarif pasal 17
UU PPh
24
Perhitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap secara umum dirumuskan sebagai berikut. Gaji sebulan
Rp xxx
Premi yang ditanggung pemberi kerja
Rp xxx
Penghasilan Bruto
Rp xxx
Dikurangi: Biaya Jabatan
Rp xxx
Iuran Pensiun
Rp xxx
Iuran JHT yang dibayar karyawan
Rp xxx
Jumlah pengurangan
(Rp xxx)
Penghasilan Neto Sebulan
Rp xxx
Penghasilan Neto Setahun (12x Penghasilan Neto Sebulan)
Rp xxx
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): Diri Wajib Pajak (WP)
Rp xxx
Tambahan WP Kawin
Rp xxx
Tambahan anak (max. 3)
Rp xxx
Jumlah PTKP (Rp xxx) Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun
Rp xxx
PPh Pasal 21 (Tarif Pasal 17 ayat (1)) 5% x < Rp 50.000.000,00
Rp xxx
15% x Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00
Rp xxx
25% x Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00
Rp xxx
25
30% x > Rp 500.000.000,00
Rp xxx
PPh Pasal 21 Setahun
Rp xxx
PPh Pasal 21 Sebulan (PPh Pasal 21 Setahun/12)
Rp xxx
Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara dan Bank Badan Usaha Milik Daerah atau bank lain yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim bulan berikutnya. Selanjutnya
dilaporkan
penyetoran
dengan
menggunakan
Surat
Pemberitahuan Masa (SPT Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim (Marnoko, 2010). 2.1.9 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) (Siti, 2011:104) menyatakan, PTKP merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Besarnya PTKP setahun yang berlaku tahun 2012 adalah sebagai berikut. 1) Rp. 15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. 2) Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak kawin. 3) Rp. 15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami dengan syarat. (1) Penghasilan istri tidak semata-mata diterima dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam UU PPh Pasal 21, (2) Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
26
suami atau anggota keluarga lain. 4) Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tangguhan sepenuhnya (maksimal 3 orang). Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2012 menyatakan bahwa, dengan berlakunya peraturan PTKP ini maka mulai tahun 2013 masyarakat Indonesia yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp 24.300.000,00 tidak akan dikenakan pajak. Besarnya PTKP terbaru adalah sebagai berikut. 1) Rp 24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. 2) Rp 2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak kawin. 3) Rp 24.300.000,00 tambahan untuk penghasilan istri yang digabung dengan penghasilan suami. 4) Rp 2.025.000,00 tambahan untuk anggota keluarga (maksimal 3 orang). Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 122/PMK.010/2015 tentang penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak yang ditetapkan tanggal 29 Juni 2015 oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru adalah. 1) Rp 36.000.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. 2) Rp 3.000.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
27
3) Rp 36.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. 4) Rp. 3.000.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. 2.1.10 Pajak Penghasilan Pasal 22 Mardiasmo (2013:246), Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu Pemungutan PPh Pasal 22 adalah Pajak yang dipungut oleh. 1)
Bendahara pemerintah terkait dengan pembayaran atas penyerahan barang yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
2)
Badan-badan tertentu terkait dengan penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
3)
WP Badan tertentu terkait pembayaran dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
2.1.11 Pajak Penghasilan Pasal 23 1)
Pengertian PPh Pasal 23 Menurut Patric (2013), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan
28
selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21. Pemotongan PPh Pasal 23 merupakan pencerminan dari salah satu sistem perpajakan yang dianut di Indonesia yaitu sistem withholding tax (Rizki, 2009). 2)
Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 Penghasilan dan besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong adalah. (1)
Sebesar 15% dari jumlah bruto atas. a) Dividen, dengan nama dan bentuk apa pun termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. c) Royalti. d) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e.
(2)
Sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN atas. a) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/ atau bangunan. b) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Jasa lain terdiri dari.
29
(a)
Jasa penilai.
(b)
Jasa aktuaris.
(c)
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan.
(d)
Jasa perancang.
(e)
Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT.
(f)
Jasa penunjang di bidang penambangan migas.
(g)
Jasa
penambangan
dan
jasa
penunjang
di
bidang
penambangan selain migas. (h)
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.
(i)
Jasa penebangan hutan.
(j)
Jasa pengolahan limbah.
(k)
Jasa penyedia tenaga kerja.
(l)
Jasa perantara dan/atau keagenan.
(m) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI. (n)
Jasa
kustodian/penyimpanan/penitipan,
kecuali
yang
dilakukan oleh KSEI. (o)
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara.
(p)
Jasa mixing film.
(q)
Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
(r)
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon,
30
air, gas, ac, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi. (s)
Jasa perawatan/pemeliharaan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, ac, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
(t)
Jasa maklon.
(u)
Jasa penyelidikan dan keamanan.
(v)
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer.
(w) Jasa pengepakan. (x)
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi.
(y)
Jasa pembasmian hama.
(z)
Jasa kebersihan atau cleaning service.
(aa) Jasa katering dan tata boga. Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100%. Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (Supriyanto, 2011:56) yaitu.
31
1) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. 2) Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. 3) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. 4) Dividen yang diterima orang pribadi. 5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 6) Sisa Hasil Usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. 7) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. 2.1.12 Pajak Penghasilan Pasal 24 Mardiasmo (2013:262), Pajak Penghasilan Pasal 24 yaitu Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya
32
pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri. 2.1.13 Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, PPh Pasal 25 merupakan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Supriyanto (2011:78), dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan. 1)
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
2)
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Setelah diperoleh hasil pengurangan tersebut, kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. (1) Jika pajak terutang pada tahun tersebut melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipungut oleh pihak lain maka akan muncul kurang bayar yang disebut sebagai PPh Pasal 29.
33
(2) Jika pajak terutang pada tahun tersebut kurang dari jumlah kredit pajak yang telah dipungut oleh pihak lain maka akan muncul lebih bayar yang disebut sebagai PPh Pasal 28A. 2.1.14 Pajak Penghasilan Pasal 26 Mardiasmo (2013:280), PPh Pasal 26 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan WP Luar Negeri atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT yang bersumber dari Indonesia. Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final (tidak dapat digunakan sebagai kredit pajak), kecuali ditentukan lain. 2.1.15 Pajak Penghasilan Pasal 4 (2) Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) merupakan penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dalam sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah (Lusy, 2001). PPh Pasal 4 ayat (2) terdiri dari. 1)
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Deposito dan Tabungan, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
2) Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga atau Diskonto Obligasi yang Dijual Di Bursa Efek. 3) Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau Bangunan diatur dengan Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2002. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 10% atas penghasilan yang diterima oleh Wajib
34
Pajak badan maupun orang pribadi dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. 4) PPh Final atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 5) Usaha Jasa Konstruksi. 6) Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian. 7) PPh Final Atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan Di Bursa. 2.1.16 Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Mardiasmo (2013:31), fungsi SPT bagi WP Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang. 1)
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
2)
Penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak.
3)
Harta dan kewajiban.
4)
Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
35
Tabel 2.2 Kode dan Nama Formulir SPT Tahunan Wajib Pajak Badan No Kode Nama Formulir Formulir 1 1771 Surat Pemberitahuan Tahunan PPh WP Badan 2 1771-I Perhitungan Penghasilan Neto Fiskal 3 1771-II Perincian harga pkok penjualan, biaya usaha lainnya, dan biaya dari luar usaha secara komersial 4 1771-III Kredit pajak dalam negeri 5 1771-IV PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak 6 1771-V - Daftar pemegang saham/pemilik modal dan jumlah dividen yang dibagikan - Daftar susunan pengurus dan komisaris 7 1771-VI - Daftar penyertaan modal pada perusahaan afiliasi - Daftar utang dari pemegang saham atau perusahaan afiliasi - Daftar piutang kepada pemegang saham dan perusahaan afiliasi Sumber: Siti (2011:377) Lampiran Khusus yang terdiri dari. 1 A : Daftar penyusutan dan amortisasi fiskal. 2 A : Perhitungan kompensasi kerugian fiskal. 3 A : Pernyataan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. 3 A-1 : Pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa. 3 A-2 : Pernyataan transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara Tax Heaven Country. 4 A : Fasilitas penanaman modal. 5 A : Daftar utama cabang perusahaan. 6 A : Penghitungan PPh pasal 26 ayat 4. 7 A : Kredit pajak luar negeri. SPT Tahunan PPh Badan terdiri dari Induk SPT dan lampiran-lampiran yang merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan. Induk SPT dan lampiranlampiran diberi kode dan nama formulir seperti pada Tabel 2.2 di atas.
36
2.2
Pembahasan Penelitian Sebelumnya Frida (2008) membahas mengenai Penerapan Tax Review atas PPh Pasal 21
Karyawan. Variabel yang diteliti adalah PPh Pasal 21 untuk karyawan tetap penerima gaji bulanan, karyawan tetap penerima gaji harian, penerima upah borongan, dan penerima upah harian tahun 2006 pada PT. X. Teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, PT. X selaku pemotong PPh Pasal 21 telah melakukan kewajiban perhitungan PPh Pasal 21 karyawan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabelnya yaitu PPh Pasal 21. Sementara itu, perbedaannya terletak di lokasi penelitian, variabel tambahannya yaitu PPh Badan, PPh Pasal 22, 23, 24, 25, 26 dan 4(2) Elvia (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Tax Review atas Kewajiban Perpajakan Pedagang Pengumpul PT. X. Penelitian ini menguji kewajiban perpajakan PT. X dengan menilai pemenuhan kewajiban formal dan kewajiban material PT. X. Teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif komparatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa, PT. X masih melakukan kesalahan dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban formal dan kewajiban materialnya. Kesalahan dalam kewajiban formal yaitu dalam hal penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPh 25 dan pelaporan SPT Tahunan. Kesalahan dalam kewajiban material yaitu kesalahan penghitungan PPh terutang karena kesalahan koreksi fiskal untuk biaya yang berkaitan dengan natura dan kenikmatan dan biaya penyusutan aktiva tetap. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabelnya
yaitu
PPh Badan, PPh Pasal 25, Sementara itu, perbedaannya
37
terletak di lokasi penelitian. Variabel tambahanya yaitu PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26 dan 4(2) Larasati (2012) meneliti tentang Analisis Penerapan Pemotongan dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26 Tahun 20102012. Variabel yang diteliti adalah PPh Pasal 23, PPh Pasal 26. Metode dan objek analisis adalah Studi Kepustakaan (Library Research) dan Studi Lapangan (Field Research) di Perum Peruri. Simpulan secara keseluruhan Perum Peruri telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Namun, masih terdapat beberapa masalah terkait pengelompokkan jenis transaksi dan penentuan tarif PPh Pasal 23, penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26 sudah baik.
Perum
Peruri
harus mempertahankan penerapan perpajakan dan
meningkatkan kembali agar terhindar dari sanksi perpajakan yang telah diatur oleh pemerintah. untuk mendapatkan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26 sudah baik. Perum Peruri harus mempertahankan penerapan perpajakan dan meningkatkan kembali agar terhindar dari sanksi perpajakan yang telah diatur oleh pemerintah. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabelnya yaitu PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26. Sementara itu, perbedaannya terletak di lokasi penelitian dan tambahannya yaitu PPh Badan, variabel PPh Pasal 21, 22, 24, 25 dan 4(2) dan variabel PPh Pasal 25. Patric (2013) meneliti tentang Analisis Perhitungan dan Pelaporan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25. Variabel yang diteliti adalah PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25. Teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, PPh Pasal 23 berpengaruh terhadap besarnya
38
angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan perusahaan, sedangkan PPh Pasal 25 tidak mempunyai pengaruh terhadap PPh Pasal 23 dan Pelaporan PPh Pasal 23. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabelnya yaitu PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25. Sementara itu, perbedaannya terletak di lokasi penelitian, variabel tambahannya yaitu PPh Badan, PPh Pasal 21, 22, 24, 26 dan 4(2) Luh Gita (2014) meneliti tentang Analisis Penerapan Tax Review Atas Pajak Penghasilan Badan Dan Withholding Tax Pada Hotel X. Variabel yang diteliti adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 4 ayat (2) .Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik deskriptif komparatif . Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hotel X melakukan kesalahan dalam menghitung PPh Badan yang terutang sedangkan untuk pemotongan, penyetoran, dan pelaporan withholding tax telah sesuai dengan ketentuan perpajakan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabelnya yaitu PPh badan, PPh Pasal 21, 23 dan PPh dan 4(2). Sementara itu, perbedaannya terletak di lokasi penelitian dan variabel tambahannya yaitu PPh Pasal 22, 24, 25, dan 26.
39