BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk dan Variabel Penelitian 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (2011:1) adalah : “Pajak merupakan iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Mohammad Zain menyebutkan bahwa: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”.
Waluyo dan Wirawan (2011: 1), pengertian pajak adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat perstasi-kembali, yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
11
12
Menurut Moh.Zain (2007: 10) dari berbagai pengertian tersebut, baik secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: 1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat baik pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. 2.
Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (Wajib Pajak) ke sektor pemerintah (Pemungut Pajak/ Administrator Pajak).
3. Pemungut pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. 4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. 5. Selain fungsi budgetair (penganggaran) yaitu fungsi mengisi kas negara atau anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulerend)
13
2.1.1.2 Fungsi Pajak Menurut Andriani dan Rochmat Soemitro (2008: 3) mengatakan bahwa dalam pajak terkandung fungsi di antaranya: 1. Fungsi Anggaran (budgetair) Fungsi budgetair, yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk dapat membiayai pengeluaran Negara. Pajak-pajak ini digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan di dalam suatu Negara. Untuk mengoptimalkan fungsi budgetair pajak, pemerintah biasanya melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak. 2. Fungsi Mengatur (regulerend) Fungsi regulerend, yaitu pajak digunakan sebagai pengatur untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang sosial, ekonomi dan lainnya dalam mecapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. 2.1.1.3 Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 5) pajak dibagi kedalam beberapa kelompok, di antaranya adalah: 1.
Menurut Golongan 1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan
14
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang akhirnya dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2.
Menurut Sifat 1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan Wajib Pajak. 2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
3.
Menurut Lembaga Pemungut 1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : PPh, PPn, PPnBm, serta Pajak Bea dan Materai 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah dan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Provinsi (misalnya kendaraan bermotor) Pajak Daerah (misalnya pajak hotel, pajak hiburan)
15
2.1.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 7) sistem pemungutan pajak terdiri dari: 1. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Cirinya : 1)
Wewenang untuk menentukan pajak terutang ada pada pemerintah (fiskus)
2)
Wajib Pajak bersifat pasif
3)
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assesment System Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Cirinya : 1)
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
2)
Wajib Pajak aktif, mulai menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3)
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
16
3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.2 Surat Pemberitahuan (SPT) Diana Sari (2013: 12) masalah pertama yang dihadapi oleh administrasi perpajakan adalah berkenaan dengan usaha-usaha memasukan semua data subjek pajak dan objek pajak kedalam proses perpajakan atau dengan perkataan lain, dua masalah yang dihadapi pemerintah berkenaan dengan administrasi perpajakan adalah: 1.
Sampai sejauh mana usaha Pemerintah dapat mengidentifikasikan semua orang/badan yang menjadi subjek pajak, dan
2.
Sampai seberapa jauh pemerintah dapat memastikan jumlah-jumlah pajak yang terutang dari masing-masing subjek pajak tersebut
Berkenaan dengan hal ini pemerintah menghadapi dua pilihan, yaitu: 1.
Permintaan informasi langsung mengenai pajak yang terutang atau data fiskal lainnya yang diperlukan untuk menghitung pajak terutang melalui Surat Pemberitahuan (Tax Return – Tax Declaration), atau
17
2.
Pemerintah mengecek semua data fiskal dari sumber-sumber ekonomi/transaksi dalam setiap mata rantai ekonomi.
Hal terakhir ini merupakan hal yang sulit untuk dilaksanakan dan tidak praktis, kecuali apabila telah dikembangkan suatu sistem informasi data yang mencakup seluruh sistem ekonomi Negara yang bersangkutan. Oleh karena
itu pilihan kemudian jatuh pada permintaan informasi
langsung kepada para wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan. Keberhasilan cara ini akan sangat tergantung kepada kerjasama antar Pemerintah sebagai pemungut pajak dan wajib pajak sebagai pembayar pajak. Sesuai pasal 1 angka 10, 11, dan 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Surat Pemberitahuan adalah: Pasal 1 Angka 11 Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Angka 12 Surat Pemberitahuan Masa adalah surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
18
Angka 13 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
2.1.2.1 Persyaratan Formal Surat Pemberitahuan Lazimnya, yang disebut sebagai Surat Pemberitahuan yang memenuhi persyaratan adalah apabila Surat Pemberitahuan tersebut memenuhi: 1. Menggunakan bentuk atau format tertentu. Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan (Pasal 3 ayat (6) UU KUP). 2. Menyediakan informasi yang cukup untuk memungkinkan menghitung pajak yang terutang. 3. Ditandatangani oleh Wajib Pajak dengan ancaman sanksi hukuman sumpah palsu.
2.1.2.2 Fungsi Surat Pemberitahuan Fungsi surat pemberitahuan bagi Wajib Pajak pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak
19
2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak 3. Harta dan Kewajiban 4. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bagi Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran 2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. 3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah
sebagai
sarana
untuk
melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan seterusnya.
20
2.1.2.3 Jenis Surat Pemberitahuan Menurut Mardiasmo (2011: 34) secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua yaitu: 1. SPT-Masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak. 2. SPT-Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu Tahun Pajak.
2.1.2.4 Batas Waktu dan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Batas waktu penyampaian SPT menurut Mardiasmo (2011: 35 ) adalah: a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya Masa Pajak. b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
21
Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT menurut Mardiasmo (2010: 33). Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan pemberitahuan SPT Tahunan. Pemberitahuan Perpanjangan SPT batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri : 1. Perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang. 2. Laporan sementara 3. Surat Setoran sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri surat kuasa khusus. Pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan: 1. Secara langsung 2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat 3. Dengan cara lain yang meliputi:
Melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
E-Filing melalui ASP
22
2.1.2.5
Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan Wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana Menurut Pasal 7 UU No. 16 tahun 2009 tentang KUP, disebutkan bahwa: “Apabila wajib pajak terlambat menyampaikan SPT sampai batas jangka waktu yang ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda: a. SPT Tahunan PPh orang pribadi sebesar Rp 100.000,00. b. SPT Tahunan PPh badan sebesar Rp 1.000.000,00. c. SPT Masa PPN sebesar Rp 500.000,00. d. SPT Masa lainnya sebesar Rp 100.000,00. “
Menurut Pasal 13A UU No. 16 tahun 2009 tentang KUP, disebutkan bahwa: “apabila kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenakan sanksi administrasi 200% dari pajak yang kurang bayar. Sedangkan kealpaan yang kedua akan di denda paling sedikit 1 (satu) kali dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
23
tidak/kurang bayar atau dipidana kurungan paling singkat 2 (dua) bulan/paling lama 1 (satu) tahun.” Berdasarkan Pasal 39 UU No. 16 tahun 2009 tentang KUP, disebutkan bahwa: Apabila wajib pajak dengan sengaja tidak menyimpan buku, catatan, atau
dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik, akan
dikenakan: 1. Sanksi pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang bayar atau dipidana penjara paling sedikit 6 (enam) bulan atau paling lama 6 (enam) tahun. 2. Pidana untuk kedua kali ditambahkan satu kali menjadi dua kali sanksi diatas. 3. Percobaan penyalahgunaan NPWP atau PKP menyampaikan SPT yang
tidak
benar/lengkap
dalam
rangka
restitusi/kompensasi/pengkreditan pajak, dipidana penjara paling sedikit 6 (enam) bulan, paling lama 2 (dua) tahun dan didenda paling sedikit 2 (dua) kali paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang bayar.
2.1.3
Reformasi Perpajakan Menurut Diana Sari (2013: 6) , Reformasi Perpajakan adalah perubahan
mendasar disegala aspek perpajakan, melalui reformasi : a. Moril, etika dan integritas aparat pajak
24
b. Kebijakan perpajakan c. Pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak d. Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan e. Pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap aparat pajak. Reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap 3 (tiga) bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu: a. Bidang Administrasi,
yaitu
melalui
reformasi
administrasi
perpajakan. b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Perpajakan; dan c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.
Semenjak tahun 2002, Direktorat Jendral Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Modernisasi perpajakan pada dasarnya merupakan perwujudan atau bagian dari reformasi perpajakan. Modernisasi Perpajakan ini dapat diartikan sebagai penggunaan sarana dan prasarana perpajakan yang baru dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi (Diana Sari, 2013: 14). Adapun modernisasi perpajakan menurut Diana (2013: 18) adalah untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu:
25
a. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi. b. Tercapainya
tingkat
kepercayaan
(trust)
terhadap
administrasi
perpajakan yang tinggi. c. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Menurut Diana Sari (2013: 18), fasilitas pelayanan perpajakan yang tersedia di tiap KPP dan siap dimanfaatkan oleh masyarakat atau Wajib Pajak seirama dengan modernisasi adalah sebagai berikut : 1. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, dibentuk suatu tempat pelayanan terpadu di setiap KPP, seperti penerimaan dokumen atau laporan perpajakan ( SPT, SSP, dan sebagainya) yang diserahkan langsung oleh Wajib Pajak sehingga tidak harus ke masing-masing seksi. 2. Account Representative AR adalah pegawai Direktorat Jendral Pajak yang diberi wewenang khusus untuk memberikan pelayanan dan mengawasi wajib pajak secara langsung. 3. Help Desk Dengan adanya help desk diharapkan mampu menghilangkan kebingungan dan kesulitan yang kadang-kadang dialami masyarakat bila berhubungan dengan suatu kantor pajak termasuk instansi pemerintah.
26
4. Complaint Center Berfungsi untuk menampung keluhan-keluhan wajib pajak yang terdaftar di KPP di wilayah kerjanya 5. Call Center Fungsi call yang ditangani dengan call center menyangkut pelayanan (konfirmasi, prosedur, peraturan, material perpajakan, dan lainnya) 6. Media Informasi Pajak Dengan adanya media informasi, wajib pajak dapat mengakses segala sesuatu hal yang berhubungan dengan pajak yang dibutuhkan secara gratis. 7. Website Untuk mempermudah akses informasi perpajakan kepada masyarakat, terlebih lagi dengan iklim mengglobal, maka dibuat website perpajakan yang dikelola DJP, yaitu: www.pajak.go.id 8. E-System Perpajakan Pemanfaatan dan penerapan e-system dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, cepat dan akurat. Beberapa e-system yang dimanfaatkan wajib pajak, yaitu eRegistration, e-SPT, e-Filing dan e-Payment.
27
2.1.4 e-Filing Berbagai terobosan yang terkait dengan aplikasi teknologi informatika dalam kegiatan perpajakan Indonesia terus dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak dengan tujuan untuk memudahkan dan meningkatkan serta mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat sebagai Wajib Pajak. Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor KEP-88/PJ/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang penyampaian Surat Pemberitahuan secara Elekronik. Kemudian pada tanggal 12 Januari 2005 Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan kembali Surat Keputusan KEP-05/PJ/2005 tentang Tata Cara Penyampaian SPT secara elektronik (e-filing) melalui perusahaan penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Namun pada tanggal 16 Desember 2008 Direktorat Jendral Pajak merevisi kembali dalam peraturan DJP Nomor 47/PJ/2008 Penyampaian
tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan
Perpanjangan
Surat
Pemberitahuan dan
Pemberitahuan
Secara
Elektronik (e-filing) melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), dimana peraturan-peraturan sebelumnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku setelah diberlakukannya peraturan ini yaitu tanggal 1 Maret 2009. Dalam peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 menyebutkan: “e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).” Dapat disimpulkan bahwa dalam implementasinya, proses penyampaian SPT secara online melalui internet akan melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu :
28
1.
Wajib Pajak itu sendiri;
2.
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP); dan
3.
Direktorat Jendral Pajak lewat Kantor Pelayanan Pajak.
Menurut Modul Sosialisasi e-SPT oleh Direktorat Jendral Pajak, tujuan disediakannya fasilitas e-filing yaitu :
Menyediakan sistem penyampaian SPT online dengan aman dan nyaman;
Meningkatkan kecepatan dan akurat layanan pelaporan terhadap Wajib Pajak;
Meningkatkan kecepatan pemrosesan pelaporan pajak.
2.1.5.1 Langkah-langkah Mendapatkan Fasilitas e-Filing Wajib pajak yang berniat melaksanakan penyampaian SPT secara online terlebih dahulu harus menyampaikan surat permohonan kepada Direktorat Jendral Pajak yaitu Kepada Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar guna memperoleh e-FIN (Electronic Filing Identification Number) sebagai identitas Wajib Pajak. Electronic Filing Identification Number (e-FIN) adalah nomor identitas Wajib Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Permohonan diajukan secara tertulis dengan melampirkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau surat keterangan terdaftar beserta fotokopi surat pengukuhan bagi pengusaha kena pajak. Setelah memperoleh e-FIN, Wajib Pajak dapat mendaftar ke salah satu
29
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jendral Pajak dan akan menerima Digital Certificate dari Direktorat Jendral Pajak berdasarkan e-FIN yang telah dimiliki Wajib Pajak, yang fungsinya sebagai pengaman data SPT Wajib Pajak dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga hanya bisa dibaca oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP dan Direktorat Jendral Pajak) dengan nama dan NPWP yang bersangkutan. Segera
setelah
itu,
Wajib
Pajak
dapat
menyampaikan
Surat
Pemberitahuannya secara online, untuk memulai menyampaikan SPT-nya secara online, Wajib Pajak terlebih dahulu harus login ke situs ASP yang telah dipilih. Selain itu, sertifikat (Digital Certificate) yang telah diperoleh akan selalu digunakan setiap kali Wajib Pajak akan menyampaikan SPT-nya secara online. Beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan fasilitas e-filing di antaranya:
www.layananpajak.com
www.laporanpajak.com
www.pajakku.com
www.spt.co.id
www.setorpajak.com
www.onlinepajak.com
www.pajakmandiri.com
www.taxreport.web.id
Pada dasarnya, tujuan dari penyediaan fasilitas ini adalah untuk memberikan alternatif pilihan layanan kepada masyarakat Wajib Pajak dalam hal
30
penyampaian SPT-nya selain dengan cara manual yang seperti ada pada umumnya telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan pemanfaatan teknologi melalui internet yang secara keseluruhan cenderung lebih akurat dan dengan peroses yang lebih cepat sehingga bisa lebih efektif dan efisien.
2.1.5.2 Layanan e-Filing melalui Website Direktorat Jendral Pajak e-Filing melalui website Direktorat Jendral Pajak, yaitu www.pajak.go.id adalah sistem pelaporan SPT yang dibuat oleh Direktorat Jendral Pajak yang memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada Direktorat Jendral Pajak. Untuk saat ini fasilitas e-filing melalui www.pajak.go.id diberikan hanya untuk 2 (dua) jenis SPT saja, yaitu: 1. SPT Tahunan Orang Pribadi Formulir 1770S Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja; dari dalam negeri lainnya; dan/atau yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final) dan; 2. SPT Tahunan Orang Pribadi Formulir 1770SS Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi. Kelebihan fasilitas e-filing melalui www.pajak.go.id:
31
1. Penyampaian SPT dapat dilakukan cepat, aman dan kapan saja; 2. Murah, tidak dikenakan biaya pada saat pelaporan SPT; 3. Perhitungan secara tepat karena menggunakan sistem komputer; 4. Kemudahan dalam mengisi SPT karena dalam bentuk wizard; 5. Data yang disampaikan selalu lengkap karena ada validasi pengisan SPT; 6. Ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas; 7. Dokumen pelengkap (fotokopi formulir 172 A1/A2 atau bukti potong PPh, SSP Lembar ke-3 PPh Pasal 29, Surat Kuasa Khusus, Perhitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak kawin pisah harta dan/atau mempunyai NPWP sendiri, fotokopi bukti pembayaran zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh KPP melalui Account Representative (AR).
2.1.5.3 Kelebihan Sistem Aplikasi e-Filing Dengan adanya sistem e-filing, baik wajib pajak maupun Direktorat Jendral Pajak akan sangat diuntungkan. Menurut Iim Ibrahim (2010) beberapa kelebihan yang dapat diperoleh Wajib Pajak dengan adanya aplikasi e-filing adalah: 1. Untuk membantu menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via internet) kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menyampaikan SPT dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan Wajib Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau tempat
32
kedudukan usahanya. Hal ini dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan, memproses, memverifikasi dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat waktu. 2. Karena sistemnya melalui sarana elektronik, penyampain SPT dengan aplikasi e-filing dapat dilakukan setiap saat. Hal ini meningkatkan efisiensi, menekan biaya dan waktu. 1) Efisiensi waktu Wajib Pajak cukup duduk di depan komputer mereka yang terhubung ke internet untuk melakukan pelaporan, tanpa harus mendatangi KPP. 2) Menekan biaya, dengan mengurangi penggunaan kertas sehingga akan mengurangi biaya cetak lembar isian SPT. Selain itu akan terjadi penghematan biaya komunikasi dan transportasi. 3. Mendapatkan real time acknowledgment (konfirmasi pelaporan Wajib Pajak), artinya Wajib Pajak menerima konfirmasi untuk laporan yang telah dilakukan secara langsung pada saat laporan tersebut diterima oleh Direktorat Jendral Pajak. Nomor konfirmasi langsung diterima oleh Wajib Pajak berupa Nomor Tanda Terima ASP (NTPA) dan Nomor Tanda Terima Elektonik) pada saat itu juga. 4. Pelaporan SPT lebih efisien dan aman karena data tersimpan dalam bentuk elektronik.
33
5. Beberapa ASP menambah fasilitas dengan menyediakan kemudahan mengenai informasi perpajakan seperti kalkulator pajak, kurs pajak, peraturan pajak terkini dan informasi perpajakan lainnya. 6. Dari segi efisiensi meningkat karena jika terjadi kesalahan input data, aplikasi yang digunakan untuk melakukan pengisian laporan (e-SPT) akan melakukan pengecekan secara otomatis dan dapat segera dilakukan perbaikan. Hal ini terjadi karena aplikasi e-SPT berisi formula yang dapat mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan pengisian. Selain itu, seandainya terjadi kesalahan mengganti lembar SPT. 7. Sederhana dan nyaman, tidak perlu antri untuk menyampaikan SPT dan bisa dilakukan kapan saja serta dimana saja selama dapat terhubung dengan internet. Selain itu Drektorat Jendral Pajak juga mendapatkan keuntungankeuntungan dengan sistem pelaporan SPT dengan e-filing, di antaranya sebagai berikut: 1) Memberikan pelayanan terbaik kepada Wajib Pajak sehingga tercipta pelayanan prima Direktorat Jendral Pajak. Hal ini dapat dicapai karena tidak terlalu banyak bersentuhan, sehingga prinsip good governance di Direktorat Jendral Pajak dapat tercapai. 2) Perekaman data di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan akurat tanpa direkam petugas secara manual karena aplikasi e-SPT dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk digunakan dan akurat karena penjumlahannya dilakukan secara otomatis menggunakan sistem.
34
Sehingga akan terjadi penghematan sumber daya manusia dalam perekaman data SPT di KPP. 3) Dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan memberikan
dukungan
kepada
KPP
dalam
hal
percepatan
penerimaan laporan SPT dan peramping kegiatan administrasi, pendataan, distribusi dan pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data SPT kedalam sistem karena data tersebut telah diinput oleh wajib pajak pada saat menyampaikan SPT melalui e-filing. Hal ini berarti mengurangi beban kerja petugas pajak. 4) Berdasarkan data dari Direktorat Transformasi Teknologi Informasi Direktorat Jendral Pajak, saat ini tercatat lebih dari 10 (sepuluh) juta Wajib Pajak Efektif di Indonesia, dengan cara pelaporan yang manual tidak mungkin dapat ditingkatkan pelayanan terhadap wajib pajak tersebut. Dengan e-filing, sistem pelaporan menjadi lebih mudah dan cepat, diharapkan jumlah Wajib Pajak akan terus meningkat. 5) Penelitian data di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan tepat karena dilakukan oleh sistem aplikasi. 6) Dapat dengan mudah memprediksi penerimaan pajak yang dapat menjadi pemasukan bagi kas negara secara cepat.
35
2.1.6
Kepatuhan Wajib Pajak Pengertian kepatuhan perpajakan menurut Keputusan Menteri Keuangan
No.554/KMK.04/2000, yaitu: “Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara.” Pengertian kepatuhan menurut James et all dalam Timbul Hamonangan (2012: 84) adalah sebagai berikut; “Secara sederhana Kepatuhan Wajib Pajak adalah sekedar menyangkut sejauh mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan yang berlaku”. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Siti Kurnia (2010: 138) kepatuhan adalah sebagai berikut; “Istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Sehingga dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa Kepatuhan Perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan”. Berdasarkan Keputusan Mentri Keuangan Nomor 192/KMK.03/2007 tentang Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: Pasal 1 : a. Tepat Waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; b. Tidak mempunyai tunggakan pajak dalam semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memiliki surat izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
36
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pindana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir; Menurut Safri Nurmatu yang dikutip kembali oleh Siti Kurnia (2010: 138) terdapat dua macam kepatuhan, yaitu : 1. Kepatuhan Formal Suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal
sesuai
dengan
ketentuan
dalam
Undang-undang
perpajakan. 2. Kepatuhan Material Suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Usaha dalam meningkatkan kepatuhan pajak dalam membayar pajak bisa dilakukan dengan meningkatkan perbaikan pelayanan publik. Pelayanan publik yang merupakan salah satu unsur mempengaruhi kepercayaan kepada pemerintah yang baik dan dimana pada akhirnya akan meningkatkan pembayaran pajak. Apabila masyarakat sudah mau membayar pajak dengan sukarela karena tax
37
morality-nya meningkat, maka kondisi ini menunjukan peningkatan kepatuhan wajib pajak.
2.2
Penelitian Sebelumnya Berikut ini akan disajikan beberapa rangkuman mengenai penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan judul dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Tabel 2.2 Review Penelitian Terdahulu No 1.
Penulis Ita Salsalina Lingga (2013)
2.
Rieke Savitri Agustin (2014)
Judul Pengaruh Penerapan e-SPT Terhadap Kepatuhan Pajak: Studi Empiris Terhadap Pengusaha Kena Pajak di Wilayah KPP Pratama “X” Jawa Barat I
Kesimpulan/ Hasil Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pelaksanaan e-SPT memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak.
Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti mengenai kepatuhan wajib pajak.
Pengaruh Minat Perilaku Wajib Pajak Terhadap Efektivitas eFiling dan Implikasinya Terhadap Kepatuhan Formal Perpajakan (Survei pada Wajib Pajak Orang Pribadi di
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa niat perilaku wajib pajak mempengaruhi efektivitas e-filing dan efektivitas efiling mempengaruhi kepatuhan pajak formal.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti mengenai efektivitas e-filing dan kepatuhan wajib pajak.
Perbedaan Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel independen, pada penelitian sebelumnya mennggunakan penerapan e-SPT, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan efektivitas penerapan sistem eFiling. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya mennggunakan varibel lain yaitu minat perilaku wajib pajak yang diuji terhadap efektivitas e-filing dan e-filing terhadap kepatuhan
38
Bank Regional Bandung)
3
Sari Nurhidayah (2015)
Mega
Pengaruh Penerapan Sistem e-Filing Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Pemahaman Internet Sebagai Variabel Pemoderasi Pada KPP Pratama Klaten
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa penerapan sistem efiling berpengaruh postif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan pemahaman Internet dapat memoderasi pengaruh penerapan sistem efiling terhadap kepatuhan wajib pajak.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti mengenai e-filing dan kepatuhan wajib pajak.
wajib pajak. Sedangkan dalam penelitian ini hanya-filing terhadap kepatuhan wajib pajak. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan varibel moderator yaitu pemahaman internet, sedangkan dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel moderator.
2.3 Kerangka Pemikiran Pajak merupakan penyumbang terbesar dalam pengisian dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Hampir 80% pembangunan di Negara kita dibiayai oleh sektor pajak. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan pajak negara guna mencapai tujuan nasional pembangunan Indonesia. Berdasarkan
undang-undang
Ketentuan
Umum
Perpajakan
yang
dimaksud dengan pajak ialah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
39
Menurut Diana Sari (2013: 8), Direktorat Jendral Pajak selaku badan yang mengelola Perpajakan Indonesia, pada dasarnya telah melakukan berbagai cara dalam upaya peningkatan penerimaan Negara melalui sektor pajak. Untuk mendongkrak penerimaan di sektor pajak, dibutuhkan partisipasi aktif dari wajib pajak untuk memenuhi segala kewajiban perpajakannya dengan baik. Artinya peningkatan penerimaan Negara ditentukan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak sebagai warga Negara yang baik. Dan untuk mewujudkannya maka Dirjen Pajak melakukan peningkatan terhadap Good Governance dan pelayanan prima (service excellent) dalam pengelolaan administrasi perpajakan. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan melakukan reformasi dan modernisasi administrasi perpajakan. Sistem administrasi perpajakan modern merupakan pelaksanaan berbagai program dan kegiatan yang ditetapkan dalam reformasi administrasi perpajakan jangka menengah. Menurut Diana Sari (2013: 7), reformasi perpajakan di Indonesia telah terjadi pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem official assessment ke sistem self assessment. Perubahan ini bertujuan untuk mengurangi kontak langsung antara aparat pajak dengan wajib pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktik-praktik illegal untuk menghindari atau mengurangi kewajiban para wajib pajak yang bersangkutan. Menurut
Diana
Sari
(2013:
8),
reformasi
perpajakan
secara
komprehensif sebagai suatu kesatuan yang dilakukan terhadap 3 (tiga) bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu:
40
1. Bidang Administrasi, yakni melalui reformasi administrasi perpajakan. 2. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap undangunang perpajakan; dan 3. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional. Guna menerapkan reformasi perpajakan di Indonesia, Direktorat Jendral Pajak secara bertahap mengembangkan Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak (SI-DJP) untuk pelayanan pajak. Hal ini dilakukan melalui penyempurnaan sistem online payment, menyempurnakan dan mensosialisasikan program e-SPT, eFiling, e-Registration dan sistem administrasi pelayanan terpadu, serta pengembangan
bank
data.
Kemudian
juga
mengembangkan
website
www.pajak.go.id , menyediakan fasilitas call center dan complaint center. Menurut Pandiangan (2008: 35) e-SPT adalah pengisian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer. Aplikasi e-SPT merupakan aplikasi yang diberikan secara cuma-cuma oleh Dirjen Pajak kepada Wajib Pajak. Dengan menggunakan aplikasi e-SPT Wajib Pajak dapat, merekam, memelihara, serta mencetak SPT beserta lampirannya. Kemudian e-SPT yang telah diisi lengkap beserta lampirannya di sampaikan pada KPP dengan menggunakan fasilitas e-filing. Dalam peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 menyebutktan: “e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).”
41
Dengan
demikian
menggunakan
e-filing
lebih
mudah
dalam
menyampaikan SPT ataupun permohonan perpanjangan SPT Tahunan tanpa harus datang ke kantor pelayanan pajak. Melalui pemanfaatan program reformasi dan modernisasi dengan teknologi informasi diharapkan bahwa pegawai pajak merasa mudah untuk mengurus
dan
melayani
wajib
pajak
dalam
melaksanakan
kewajiban
perpajakannya. Dengan demikian kinerja pegawai pajak semakin baik dan efisien yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan dewasa ini yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara sukarela. Menurut Norman D. Nowak dalam Mohammad Zain (2008: 31) kepatuhan wajib pajak memiliki pengertian yaitu: “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: 1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4.
Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Menurut Erard dan Feinstein dalam Chaizi Nasucha (2004: 132),
pengertian kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, persepsi
42
wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sistem Perpajakan Nasional Untuk Meningktakan Penerimaan Negara ( Rahayu dan Ita Salsalina. 2009)
Reformasi Sistem di dalam Perpajakan (Diana Sari,2013)
Bidang Pengawasan
Bidang Administrasi
Penerapan Fasilitas E-Filing
Kepatuhan Wajib Pajak
Bidang Peraturan dan Perundangundangan
43
2.4 Hipotesis Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk dapat memaksimalkan sumber penerimaan negara, dibutuhkan wajib pajak yang patuh melaksanakan kewajibannya yaitu membayarkan pajaknya kepada negara. Maka dari itu, Direktorat Jenderal Pajak selalu berupaya mengoptimalkan pelayanannya supaya wajib pajak tidak enggan melaksanakan kewajibannya. Salah satu cara mengoptimalkan pelayanan tersebut adalah dengan memperbarui atau menyempurnakan sistem administrasi perpajakan atau biasa dikenal dengan istilah sistem administrasi perpajakan modern yang dilakukan melalui reformasi administrasi perpajakan yang diharapkan dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam pelayanannya kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. E-filing merupakan bagian dari reformasi administrasi perpajakan yang bertujuan untuk memudahkan dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada Direktoran Jenderal Pajak. Dengan diterapan sistem e-filing diharapkan dapat memberikan kenyaman dan kepuasan kepada wajib pajak sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 menyebutkan bahwa e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Modernisasi sistem perpajakan di lingkungan DJP dengan memanfaatkan sistem informasi yang handal dan terkini (e-filing) adalah salah
44
satu strategi yang ditempuh untuk mencapai tingkat kepatuhan pajak yang tinggi (Rahayu, 2010:109). Berdasarkan uraian di atas dengan adanya penerapan e-filing diharapkan dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Penerapan efiling memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa harus datang langsung kantor pelayanan pajak. Wajib pajak dapat melaporkan SPTnya secara tepat waktu dan lebih efisien. Selain itu, e-filing juga memberikan keamanan dalam penyimpanan dan keamanan data wajib pajak. Jadi semakin baik penerapan sistem e-filing, maka semakin baik pula tingkat kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang terbentuk adalah sebagai berikut : Ho :
Penerapan sistem e-filing tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ha : Penerapan sistem e-filing berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.