BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Perpajakan
2.1.1. Pengertian Pajak Definisi dan pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat
dipaksakan)
dengan
tiada
mendapat
jasa
timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. (Mardiasmo:2011)
Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan para ahli menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horaceyaitu: “Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hokum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proposional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalakan pemerintahannya”. (Diana Sari:2011)
Sedangkan definisi pajak menurut Adriani yaitu: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dpat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
10
11
pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubung
tugas
Negara
untuk
menyelenggarakan pemerintahan.” (Diana Sari:2011)
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.(Diana Sari:2011)
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: 1. Iuran dari rakyat kepada Negara. 2. Berdasarkan undang-undang. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2. Fungsi Pajak Berdasarkan definisi dan unsur-unsur pajak yang telah dijelaskan diatas, fungsi pajak terdiri dari 2 fungsi yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Yaitu sebagai alat (sumber) untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya dalam Kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran Negara yaitu
12
pengeluaran rutin dan pembangunan.Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan (umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan) misalnya:
mengadakan
perubahan
tarif,
memberikan
pengecualian-
pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya pemberatan-pemberatan yang khusus ditujukan kepada masalah tertentu. Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. 2.1.3. Penggolongan Pajak Pajak dapat dikelompokan ke dalam golongan sebagai berikut: 1. Menurut sifatnya a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yangerat kaitannya atau hubungannya dengan subjek pajak atau yang dikenakan pajak dan besarnya dipengaruhi oleh keadaan Wajib Pajak. Pajak ini disebut pajak langsung (langsung dikenakkan pada subjeknya). Dimulai dengan menetapkan orangnya, baru kemudian dicari syarat-syarat objektifnya. Contoh: Pajak Penghasilan b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang erat hubungannya dengan objek pajak, yang selain dari pada benda dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar. Besarnya tidak ditentukan oleh keadaan Wajib Pajak. Pajak ini disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung pada subjeknya. Dimulai
13
dengan objeknya, seperti keadaan, peristiwa, keadaan dan lain-lain, baru kemudian dicari orangnya yang harus membayar pajaknya, yaitu subjeknya. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut pembebananya a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan pajak ini langsung dipungut pemerintah dari Wajib Pajak, tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dipungut secara berkala (periodik). Contoh: PPh, PBB. b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang dipungut jika ada suatu peristiwa atau perbuatan tertentu, seperti penggerakkan barang tidak bergerak, pembuatan akte, dan lain-lain dan pembayar pajak dapat melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain serta pajak ini tidak mempergunakan surat ketetapan pajak. Contoh: PPN dan PPnBM, Bea Materai. 3. Menurut kewenangannya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola oleh Pemerintah Pusat dan hasilnya dipergunakkan untuk membiayai pengeluaran rutin Negara dan pembangunan (APBN). Contoh: PPh, PPN dan PPnBM, PBB, Bea Materai. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya atau dikelola oleh Pemerintah Daerah (baik Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD).
14
Contoh: Pajak hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Kendaraan Bermotor. 2.1.4. Sistem Pemungutan Pajak Ada 2 sistem pemungutan pajak, yaitu: 1. Official Assessment System Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewnang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan (menghitung dan menetapkan) besarnya pajak yang terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan (menghitung dan menetapkan) sendiri besarnya pajak yang terutang dan membayarnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Self Assessment System ini dalam pelaksanaannya didukung oleh With Holding System yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan (menghitung dan menetapkan) besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 2.1.5. Cara Pemungutan Pajak Cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga steslel, yaitu: 1. Stelsel Rill Besarnya pajak yang dipungut berdasarkan penghasilan nyata yang diperoleh oleh Wajib Pajak untuk masa yang bersangkutnya.Jadi
15
pemungutan pajak baru dapat dilaksanakan setelah akhir tahun takwim (periode) setelah mengetahui penghasilan yang sesungguhnya yang diperoleh dalam masa pajak yang bersangkutan. 2. Stelsel Fiktif Besarnya pajak yang dipungut berdasarkan perkiraan besarnya pajak yang terutang untuk dikenakan kepada Wajib Pajak.Jadi pungutan dapat dilakukan pada awal tahun pajak. Perkiraan ini dapat menggunakan perbandingan data antara penerimaan/pendapatan wajib pajak pada tahun sebelumnya yang dianggap sama dengan pendapatan yang akan diperoleh pada tahun sekarang. 3. Stelsel Campuran Besarnya pajak yang dipungut pada awal tahun berdasarkan surat ketetapan pajak sementara yang dikeluarkan pada awal tahun yang berhitung awalnya berdasrkan stelsel fiktif (perkiraan). Untuk mengetahui besarnya pajak yang sesungguhnya maka pada akhir tahun diterapkan perhitungan berdasarkan stelsel rill (nyata), sehingga ketetapan jumlah pajak yang terutang dapat dikoreksi dengan stelsel ini atau disesuaikan dengan pajak yang sebenarnya.Dimulai tahun 1968 dengan UU No.68 tahun 1967. 2.1.6. Jenis-jenis Sanksi Perpajakan Ada 2 macam Sanksi Perpajakan: 1. Sanksi Administrasi, terdiri dari: a. Sanksi Administrasi berupa denda
16
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan.Terkait besarnya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya disengaja. b. Sanksi Administrasi berupa bunga Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran yang memnyebabkan utang pajak menjadi lebih besar.Jumlah bunga dihitung berdasarkan presentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. c. Sanksi Administrasi berupa kenaikan Jika melihat bentuknya, sanksi ini adalah sanksi yang paling ditakuti oleh Wajib Pajak.Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda.Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka presentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. 2. Sanksi Pidana a. Pidana Kurungan Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar
17
norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian. b. Pidana Penjara Pidana ini seperti halnya pidana kurungan, merupakan pidana perampasan
kemerdekaan.Pidana
penjara
diancamkan
terhadap
kejahatan.Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat stsu kepada Wajib Pajak. 2.1.7. Wajib Pajak Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak orang pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang. Sedangkan pengertian Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
18
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
2.2.
Pemeriksaan Pajak
2.2.1. Pengertian Pemeriksaan Pemeriksaan
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
mencari,mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Erly Suandi:2011) 2.2.2. Sasaran Pemeriksaan Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyidikan adalah untuk mencari adanya: 1. Interpretasi undang-undang yang tidakbenar. 2. Kesalahan hitung. 3. Penggelapan secara khusus dari penghasilan. 4. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 2.2.3. Tujuan Pemeriksaan Tujuan pemeriksaan adalah sebagai berikut: 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
19
Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal: a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi; c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktunya yang telah ditetapkan; d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukkan oleh Dirjen Pajak; e. Ada
indikasi
kewajiban
perpajakan
selain
kewajiban
Surat
Pemberitahuan tidak dipenuhi. 2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: a. Pemeberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan Neto; f. Pencocokkan data dan/atau alat keterangan; g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak;
20
i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain huruf a sampai dengan huruf h. 2.2.4. Mekanisme Pemeriksaan Pajak sebagai Tindakan Pengawasan Kerangka pemikiran tentang pemeriksaan pajak sebagai tindakan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem self assessment, merupakan manifestasi dari adanya upaya pemberdayaan terhadap Wajib Pajak dalam kaitannya dengan kepatuhan, secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Mekanisme Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Sistem Self Assessment Kebijakan system Self Assessment
Pemberdayaan Wajib Pajak
Tindakan pengawasan
Pemeriksaan Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak
Umpan Balik Mekanisme ini untuk menumbuhkan kepatuhan Wajib Pajak pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang berproses secara terpadu,
21
sehingga membentuk suatu system yang khas dalam rangka mewujudkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan.Secara visual, sistem pemeriksaan pajak yang dimaksud dapat dilihat pada gambar 1.3. Gambar 2.2 Sistem Pemeriksaan Pajak Sebagai Tindakan Pengawasan Atas Pelaksanaan Sistem Self Assessment INPUT OUTPUT
PROSES 1. Dasar pelaksanaan system self assessment 2. Data yang akurat
Tingkat kepatuhan Wajib
Pemeriksaan pajak
Pajak dilihat atas dasar
sebagai tindakan
indicator:
pengawasan atas
1. Patuh terhadap
mengenai:
pelaksanaan system self
kewajiban interin, yakni
a. Wajib Pajak
assessment terhadap
dalam
b. Objek Pajak
kepatuhanWajib Pajak,
pembayaran/laporan
c. SPT dan data
terutama difokuskan
masa, SPT masa, SPT
pendukung
kepada lima dimensi
PPN setiap bulan.
pokok sasaran
3. Aparatur Pajak
2. Patuh terhadap
a. KARIKPA
pemeriksaan, yaitu
kewajiban tahunan,
b. KPP-KPP
antara lain sebagai
yakni dalam menghitung
c. Pemeriksa Pajak
berikut:
pajak atas dasar sistem
d. Kelengkapan
1. Pos peredaran usaha
(self assessment)
2. Pos harga pokok
melaporkan perhitungan
administrasi
penjualan
perpajakan e. Kelengkapan peranti keras dan peranti lunak.
3. Pos penghasilan dari luar usaha 4. Pos kompensasi 5. Pos penyusutan aset
pajak dalam SPT pada akhir tahun pajak, serta melunasi utang pajak. 3. Patuh terhadap ketentuan materil dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.
Umpan Balik
22
2.2.5. Ruang Lingkup Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Sederhana, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak dalam rangka kerja sama operasi atau konsorsium, untuk seluruh jenis pajak atau jenis-jenis pajak tertentu, termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), baik untuk Masa Pajak
atau
tahun
berjalan
dan/atau
Masa
Pajak/tahun-tahun
sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan Sederhana dilakukan melalui pemeriksaan berikut ini: a. Pemeriksaan
Sederhana
Kantor
(PSK),
yaitu
Pemeriksaan
Sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, untuk satu jenis pajak tertentu, baik untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya. b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), yaitu Pemeriksaan Sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di lapangan dan di kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, untuk seluruh jenis pajak (all taxes) atau jenis-jenis pajak tertentu dan/atau untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya. 2. Pemeriksaan Lengkap (PL), yaitu Pemeriksaan Sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak dalam rangka kerjasama operasi atau konsorsium, di lapangan dan di kantor Unit pelaksana Pemeriksaan Pajak Lengkap, untuk seluruh jenis pajak, termasuk Bea Perolehan Ha
23
katas Tanah dan Bangunan (BPHTB), baik untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya, yaitu yang dilaksanakan dengan menerpakan teknik-teknik pemeriksaan pada umumnya. Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap adalah Direktorat Pemeriksaan Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal pajak dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan pajak (Karikpa), sedangkan Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana adalah Kantor Pelayanan Pajak. 2.2.6. Jenis dan Prioritas Pemeriksaan Jenis pemeriksaan antara lain sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan. 2. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak berkenaan dengan adanya masalah dan/atau keterangan yang secara khusus berkaitan dengan Wajib Pajak yang bersangkutan. 3. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 4. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik, atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili, yang lokasinya berada di luar wilayah kerja Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili.
24
5. Pemeriksaan Tahun Berjalan,yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya.
Prioritas Pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang menyatakan lebih bayar dan/atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar dan/atau SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 2. Pemeriksaan Bukti Permulaan. 3. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi. 4. Pemeriksaan Khusus. 5. Pemeriksaan Rutin selain Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada angka 1. 6. Pemeriksaan Tahun Berjalan. 2.2.7. Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut: 1. PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu, terhitung sejak saat surat panggilan dikirimkan kepada Wajib Pajak. 2. PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat SPT Pemeriksaan Pajak (Pemeriksaan Sederhana Lapangan) disampaikan kepada Wajib Pajak.
25
3. PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (Pemeriksaan Lengkap) disampaikan kepada Wajib Pajak. 4. PSK terhadap SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh pengusaha Kena Pajak Eksportir Tertentu (PET) harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari, terhitung sejak tanggal permohonan diterima, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang. 5. PSL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, terhitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) Wajib Pajak Lokasi diterbitkan, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang. 6. PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari, terhitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) Wajib Pajak Lokasi diterbitkan, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang. 7. PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Tahun Berjalan harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.
26
8. PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus bedasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu yang tertera pada instruksi Pemeriksaan Khusus tersebut. 9. PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu yang tertera pada instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut.
Terhadap pemeriksaan yang jangka waktu penyelesaiannya dapat diperpanjang,
ditetapkan
perpanjangan
jangka
waktu
penyelesaian
pemeriksaan paling lama: 1. 3 (tiga) minggu untuk PSK, dan tidak dapat diperpanjang lagi; 2. 1 (satu) bulan untuk PSL, dan tidak dapat diperpanjang lagi; 3. 2 (dua) bulan untuk PL, dan dapat diperpanjang 2 (dua) bulan lagi. No
1
Golongan Wajib Pajak
Ruang Lingkup
Jangka Waktu
Pemeriksaan
Pemeriksaan
WP Badan Khusus: a. WP Masuk Bursa
PSK
2 minggu
b. Bentuk Usaha Tetap Bank
PSK
2 minggu
c. BUMN/BUMD
PSK
2 minggu
2
WP orang pribadi dan WP Badan Besar lainnya
PL/PSL/PSK
2 bulan/1 bulan
3
WP Orang Pribadi dan WP Badan Menengah,
PL/PSL/PSK
2 bulan/1 bulan/2
termasuk para professional 4
WP Kecil dan WP Orang pribadi tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
minggu PSL/PSK
1 bulan/2 minggu
27
2.2.8. Norma Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak, Pemeriksaan, dan Wajib Pajak. 1. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak. a. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam Rangka Pemeriksaan lapangan adalah sebagai berikut: 1) Pemeriksa Pajak harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan pada waktu melakukan pemeriksaan; 2) Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak; 3) Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib pajak; 4) Pemeriksa
Pajak
wajib
menjelaskan
maksud
dan
tujuan
pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; 5) Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak; 6) Pemeriksa pajak wajib memberitahu secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak; 7) Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencantatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan
28
sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 8) Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari WP paling lambat 14 hari sejak selesainya pemeriksaan; 9) Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. b. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan kantor: 1) Pemeriksa Pajak, dengan menggunakan surat panggilan yang ditandatangani oleh Kepala Kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke Dirjen Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan; 2) Pemeriksa
Pajak
wajib
menjelaskan
maksud
dan
tujuan
pemeriksaan kepada Wajib pajak yang akan diperiksa; 3) Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan pemeriksaan Pajak; 4) Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan;
29
5) Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 6) Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari WP paling lambat 7 hari sejak selesainya pemeriksaan; 7) Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. 2. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih Pemeriksa Pajak; b. Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Direktorat jenderal Pajak, di kantor Wajib Pajak atau di kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha atau di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal atau di tempat lain yang ditentukan oleh Dirjen Pajak; c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja; d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan;
30
e. Laporan Pemeriksaan pajak disusun berdasarkan Kertas Kerja pemeriksaan; f. Hasil Pemeriksaan Lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau kuasanya; g. Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh Wajib Pajak, dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara hasil Pemeriksaan; h. Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. 3. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Wajib pajak adalah sebagai berikut: a. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan tanda Pengenal pemeriksa; b. Wajib pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan; c. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
31
d. Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7 hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan; e. WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan SPT; f. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui; g. Dalam hal Pemeriksaan Lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui; h. Dalam
rangka
pelaksanaan
pemeriksaan,
Wajib
Pajak
wajib
melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undangundang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000. 2.2.9. Pedoman Pemeriksaan Pajak Pedoman pemeriksaan pajak menurut Diana Sari (2013:235) meliputi: 1. Pedoman Umum adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang
32
1) Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak; 2) Bekerja dengan jujur, bertanggungjawab, penuh pengabdian, bersifat terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela; 3) Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang Wajib Pajak. b. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam kertas Kerja Pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak. 2. Pedoman pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan dengan pengawasan yang seksama; b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh, yang harus dikembangkan dengan bukti yang kuat dan berkaitan melalui pencocokan data, pengamatan, Tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan. Lalu menyusun program pemeriksaan yaitu memuat prosedur dan tehnik pemeriksaan yang akan dilakukan. Prosedur dan tehnik pemeriksaan di sini terbatas pada hal-hal yang ada kaitannya dengan identifikasi masalah yang telah ditentukan, sehingga isi
33
program pemeriksaan diharapkan tidak terlalu panjang. Program pemeriksaan tidak perlu dilakukan seperti di Kantor Akuntan Publik yang biasanya dibuat lengkap. Program pemeriksaan pajak cukup memuat prosedur dan tehnik pemeriksaan untuk tiap-tiap masalah yang akan diperiksa saja. Walaupun prosedur dan tehnik pemeriksaan yang dicantumkan dalam program pemeriksaan sangat terbatas, seorang pemeriksa pajak harus menguasai prosedur dan tehnik pemeriksaan yang lengkap, baik dengan metooda langsung maupun methoda tidak langsung. c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan, dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 3. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut: a. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara rinci, ringkas, jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait. b. Laporan Pemeriksaan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan Kertas Kerja Pemeriksaan antara lain mengenai: 1) Berbagai faktor perbandingan;
34
2) Nilai absolut dari penyimpangan; 3) Sifat dari penyimpangan; 4) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan; 5) Pengaruh penyimpangan; 6) Hubungan dengan permasakahan lainnya. c. Laporan Pemeriksaan Pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan. 2.2.10. Langkah-langkah Pemeriksaan Pajak Menurut Erly Suandy (2011) langkah-langkah pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1.
Program dan Norma Pemeriksaan Pajak
2.
Teknik Pemeriksaan:
1. Menelusuri data 2. Mencari data 3. Mengumpulkan data 4. Mengolah data
3.
Prosedur Pemeriksaan:
1. Mengevaluasi 2. Menganalisis angka-angka 3. Menguji keterkaitan 4. Memanfaatkan berbagai data dan informasi dari pihak ketiga (pihakpihak terkait) 5. Menguji kebenaran fisik 6. Menjumlahkan kembali angka-angka ke bawah dan ke samping 7. Mengadakan inspeksi 8. Melakukan verifikasi
35
9. Menguji kebenaran serta keabsahan dan keaslian dokumen 10.Mengadakan konfirmasi dengan pihakpihak terkait 11.Melakukan wawancara dengan Wajib Pajak 4.
Metode Pemeriksaan:
Langsung: Menguji kebenaran angka-angka SPT melalui penelusuran laporan keuangan, neraca, buku besar/pembantu, buku harian, dokumen pendukung.
Tidak Langsung: Menganalisis: 1. Laporan keuangan tahun berjalan dan tahun sebelumnya 2. Transaksi tunai 3. Transaksi bank 4. Sumber-sumber serta penggunaan dana 5. Kekayaan bersih 6. Satuan volume penjualan dalam laporan penjualan 7. Arus produksi pada tahun yang diperiksa 8. Laba kotor tahun yang diperiksa 9. Penyusutan asset 10.Biaya hidup Wajib Pajak 11.Dan lain-lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa 5.
Hasil Pemeriksaan:
Laporan hasil pemeriksaan: 1. Tingkat kepatuhan administratif
36
2. Tingkat kepatuhan materil maupun yuridis formal 3. Selisih koreksi (Erly Suandi;2011) 2.2.11. Hak-hak dan Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain: 1. Meminta Surat Perintah Pemeriksaan 2. Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa 3. Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan 4. Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT 5. Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan Kewajiban Wajib Pajak Dalam Pemeriksaan adalah: 1. Memenuhi panggilan untuk dating menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; 2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
37
3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan member bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; 4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; 5. Meminjamkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; 6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
2.3.
Pengertian dan Jenis Kepatuhan Wajib Pajak Pelaksanaan pemungutan pajak suatu Negara memerlukan suatu system
yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus meupun bagi Wajib Pajak.System pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assessment System. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung system Self Assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut (Machfud Sidik). Kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukakan oleh Norman D.Nowak (Moh. Zain: 2004) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:
38
1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya Safri Nurmantu mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat di definisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam kepatuhan, yaitu: 1. Kepatuhan formal, adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalm undang-undang perpajakan. 2. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Menurut Chaizi Nasucha yang dikutip dari buku Siti Kurnia Rahayu (2010), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari: 1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri 2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan (SPT) 3. Kepatuhan dalam menghitung dan pembayaran pajak terutang 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
39
Kemudian merujuk pada kriteria Wajib Pajak Patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan Wajib Pajak adalah: 1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir 4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5% 5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir di audit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
2.4.
Kerangka Pemikiran Pajak merupakan salah satu alat yang penting bagi pemerintah dalam
mencapai tujuan ekonomi, politik dan sosial yang mengandung berbagai sasaran sebagai berikut: 1. Pengalihan sumber dana dai sektor swasta ke sektor pemerintah,
40
2. Pendistribusian
beban
pemerintah
secara
adil
dalam
kelas-kelas
penghasilan (vertical equity) dan secara merata bagi masyarakat yang berpenghasilan sama (horizontal equity), 3. Mendorong pertumbuhan ekonomi, stabilisasi harga dan perluasan kesempatan kerja. Pemerintah sendiri telah mengaturnya dalam pasal 23 Undang-undang Dasar 1945, terutama pada ayat 2 yang berbunyi : “segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang”. Menurut buku Manajemen Perpajakan karangan Mohammad Zain yang mengutip pernyataan Soemitro bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Untuk itu pemerintah bersama-sama dengan DPR membuat Undangundang Perpajakan, yaitu Undang-undang No.6 tahun 1983 yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan (KUP), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.9 tahun 1994 dan terakhir dengan Undangundang No.16 Tahun 2000. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memuat petunjuk dan pedoman atau tata cara, baik bagi wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban
pajaknya,
maupun
bagi
aparat
pajak
dalam
melaksanakan tugas melayani administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak. Pajak sifatnya dapat dipaksakan, maksudnya bila utang pajak tidak dibayar maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan unsur pemaksaan seperti dengan mengeluarkan surat paksa dan melakukan penyitaan, sedangkan terhadap
41
pembayaran pajak tersebut tidak dapat ditunjukan jasa timbal balik tertentu, akan tetapi sebelum sampai pada tahap itu, aparat pajak biasanya melakukan kegiatan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak tertentu untuk menguji Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Salah satu tindakan untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya adalah dengan melakukan pemeriksaan pajak (tax audit). Hal ini sesuai dengan pasal 1, angka 24 Undang-undang No.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berlaku, yaitu: “kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lainnya dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan”.
Pemeriksaan pajak dapat dilakukan oleh 4 unit di lingkungan Dorektorat Jenderal Pajak yaitu : 1. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) 2. Kantor Wilayah (Kanwil) 3. Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) 4. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Menurut surat edaran Dirjen Pajak No.04/PJ.5/86 tanggal 25 April 1986, diberikan urutan ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Wajib Pajak sengaja tidak mendaftarkan
42
2. Wajib Pajak dengan sengaja menyalahgunakan/menggunakan dengan tanpa hak NPWP 3. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT 4. Wajib Pajak menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap/melampirkan keterangan yang tidak benar. 5. Wajib Pajak dengan sengaja memperlihatkan pembukuan catatan/dokumen lain yang palsu/dipalsukan seolah-olah benar 6. Wajib pajak dengan sengaja tidak bersedia meminjamkan pembukuan, catatan/dokumen lainnya. Dengan adanya pemeriksaan pajak, fiskus dapat menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak serta tujuan lain dalam rangka melakukan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan diharapkan pemeriksaan pajak dapat memberikan dampak terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak, dengan tetap mengacu pada profesionalisme kerja pemeriksa pajak, sesuai dengan tata cara pemeriksaan di bidang perpajakan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis dapat menyusun kerangka pemikiran sebagai berikut : “pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakan”. 2.5.
No.
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul
Sampel
Hasil Penelitian
43
Penelitian 1. Hafsyah Nur
Pengaruh
Hidayah
Pelaksanaan
Harahap
Pemeriksaan
(2013)
Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan
11 orang
Pelaksanaan
pemeriksa
pemeriksaan pajak
pajak pada
berpengaruh terhadap
Seksi
tingkat kepatuhan Wajib
Pemeriksaan
Pajak badan pada
di KPP
Kantor Pelayanan Pajak
Pratama
Pratama Bandung
Bandung
Karees. Besarnya
Karees.
pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak adalah sebesar 69,1%
2.
Reni Priantini
Pengaruh
14 orang
Pemeriksaan pajak
(2011)
pemeriksaan
pemeriksa
memilki pengaruh
pajak terhadap
pajak pada
terhadap tingkat
tingkat
Seksi
kepatuhan Wajib Pajak
kepatuhan
Pemeriksaan
dalam pemenuhan
wajib pajak
dan
kewajiban perpajakan
dalam
Kelompok
Pajak Penghasilan.
pemenuhan
Fungsional
Besarnya pengaruh
kewajiban
Pemeriksaan
pemeriksaan pajak
perpajakan
di KPP
terhadap kepatuhan
pajak
Pratama
Wajib Pajak adalah
penghasilan
Jakarta
sebesar 20,3%.
Tebet. 3
Euphrasia
Pengaruh
Data yang
Secara simultan tingkat
Susy Suhendra
Tingkat
digunakan
kepatuhan wajib pajak
(2010)
Kepatuhan
adalah data
badan, pemeriksaan
Wajib Pajak
primer yang
pajak, dan pajak
44
Badan
diperoleh
penghasilan terutang
Terhadap
langsung dari berpengaruh signifikan
Peningkatan
KPP Pratama
terhadap peningkatan
Penerimaan
di
penerimaan pajak peng-
Pajak
lingkungan
hasilan badan pada
Penghasilan
Jakarta untuk
kantor pelayanan pajak
Badan
tahun pajak
wilayah Jakarta.
2004, 2005,
Secara parsial antara
2006, 2007,
tingkat kepa- tuhan
dan 2008.
wajib pajak badan
Pengambilan
terdapat pengaruh
sampel
positif terhadap
dilaku- kan
peningkatan penerimaan
dengan cara
pajak penghasilan badan
stratified
pada kantor pelayanan
random
pajak. Jadisemakin
sampling
semakin patuh wajib
yaitu
pajak badan dalam
pengambilan
melaporkan dan me-
sampel
lunasi kewajiban
dengan cara
perpajakannya maka
membagi
akan semakin
populasi
meningkatkan peneri-
menjadi 2
maan pajak pada kantor
strata,
pelayanan pajak.
perusahaan
Secara parsial antara
besar dan
pajak peng- hasilan
perusahaan
terutang sebagai
menengah
variabel kontrol terdapat pengaruh positif terhadap peningkatan
45
penerimaan pajak penghasilan badan pada kantor pelayanan pajak wilayah Jakarta.