Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN 2.1
Gambaran Umum Kondisi Daerah
2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada 5050’-7050’ Lintang Selatan dan 104048’-108048’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: -
Sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta
-
Sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah
-
Sebelah selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia
-
Sebelah Barat, beratasan dengan Provinsi Banten
Luas wilayah Jawa Barat meliputi daratan seluas 3.584.644,92 hektar dan garis pantai sepanjang 724,85 km. Daratan tersebut dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam (9,5% dari total luas wilayah) yang terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai (36,48%) yang terletak di bagian Tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl., dan wilayah daratan landai (54,03%) yang terletak di bagian Utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Jawa Barat memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar antara 17,40-30,70C dan kelembaban udara 73-84%. Pada tahun 2010, Provinsi Jawa Barat secara administratif terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota, yaitu: Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Sumedang,
Kabupaten
Indramayu,
Kabupaten
Subang,
Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, serta Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar.
II - 1
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Provinsi Jawa Barat memiliki curah hujan tahunan rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia yaitu berkisar antara 2000-4000 mm/tahun dan mempunyai potensi sumber daya air khususnya air permukaan mencapai rata-rata 48 Milyar m3/tahun dalam kondisi normal. Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 50% atau 24 Milyar m3/tahun sedang sisanya masih terbuang ke laut, dan mengaliri 41 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dibagi menjadi lima wilayah sungai (WS.) yaitu
WS.
Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum;
WS.
Cimanuk-
Cisanggarung; WS. Citanduy; WS. Ciwulan-Cilaki; dan WS. Cisadea-Cibareno. Wilayah Sungai yang menjadi kewenangan provinsi mencakup WS. Ciwulan-Cilaki dan CisadeaCibareno. Selain sumber daya air alami, Jawa Barat memiliki situ-situ dan waduk-waduk buatan. Tidak kurang dari 20 waduk mempunyai kapasitas tampung lebih dari 6,8 Milyar m3, diantaranya 3 waduk dibangun pada Sungai Citarum yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Juanda. Ketiga waduk tersebut mempunyai daya tampung total mencapai 5,83 Milyar m3. Sedangkan situ/danau dan embung di Jawa Barat sebagian besar dibangun pada jaman pemerintahan Belanda, sampai dengan tahun 2010 telah terinventarisir sebanyak 663 buah situ. Jawa Barat dialiri oleh 40 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan luas wilayah DAS sebesar 32.074,40 km2, 3.502 sungai dan lima wilayah aliran sungai dengan wilayah sungai yang menjadi kewenangan provinsi sebanyak dua buah, yaitu: wilayah CiwulanCilaki dan Cisadea-Cibareno. Jawa Barat juga memiliki 663 waduk, 20 situ, dan 23 embung, dengan potensi air permukaan maksimum pada tahun 2009 sebesar 44.712,91 juta m3. Air permukaan tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum, industri, pertanian, dan lain-lain. Pemanfaatan air ini mengalami peningkatan sebesar 20,75% selama kurun waktu 2006-2009 yang disebabkan adanya peningkatan jumlah perusahaan yang aktif memanfaatkan air permukaan dari 625 perusahaan menjadi 650 perusahaan pada tahun 2009. Jawa Barat merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain-laina. Akibatnya, penggunaan ruang Jawa Barat yang cenderung semakin intensif menjadikan kondisi fisik II - 2
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
kawasan terbangun dan kawasan budidaya semakin rentan terhadap bencana. Wilayahwilayah kabupaten yang merupakan rawan bencana terutama di wilayah Jawa Barat bagian Selatan dan Tengah, seperti: Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Bogor, Bandung dan Kuningan. Selain kondisi fisik yang rentan, struktur bangunan rumah, gedung, maupun infrastruktur juga memperparah keadaan karena cenderung tidak tahan gempa dan tidak tahan gerakan tanah, serta konstruksinya tidak ramah banjir. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat, berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 (SP 2010), mencapai 43.053.732 jiwa yang terdiri dari 21.907.040 jiwa laki-laki dan 21.146.692 jiwa perempuan. Berdasarkan kelompok umur, masih membentuk piramida dengan kelompok usia anak dan usia produktif yang besar. Selanjutnya, berdasarkan struktur lapangan pekerjaan, penduduk Jawa Barat didominasi penduduk bekerja di sektor pertanian, perdagangan, jasa dan industri. Selama sepuluh tahun terakhir ini (2000-2010), laju pertumbuhan penduduk rata-rata Jawa Barat sebesar 1,90% dengan tingkat kepadatan rata-rata penduduk 1.160 orang per km2. Peningkatan jumlah penduduk terutama disebabkan adanya pertumbuhan alami dan faktor migrasi netto yang positif, yang berarti bahwa migran masuk (in migration) ke Jawa Barat lebih besar dibandingkan yang keluar Jawa Barat.
2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Kinerja perekonomian Jawa Barat yang tergambarkan dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan sepanjang tahun 2010, mengalami pertumbuhan sebesar 6,09 persen, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,19 persen. Kinerja perekonomian Jawa Barat pada tahun 2010 cukup baik dibandingkan tahun 2009. Hal tersebut, terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 6,09 %, lebih kecil 0,01 % dari laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,1 %, sementara laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2009 hanya 4,29%. Memperhatikan capaian LPE Jawa Barat
II - 3
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
tahun 2010, bila dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada RKPD dan KUA Perubahan Tahun 2010, LPE Jawa Barat melebihi target. Selama periode tahun 2010, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun dasar 2000 mengalami peningkatan sebesar 6,36% dari Rp. 302,62 trilyun tahun 2009 menjadi Rp. 321,87 trilyun pada tahun 2010. Berdasarkan penjelasan diatas, capaian PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2010 melebihi target yang telah ditetapkan dalam KUA Perubahan dan RKPD tahun 2010. Selanjutnya PDRB Provinsi Jawa Barat periode 2009-2010 dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2009-2010 (Trilyun Rupiah) Lapangan Usaha (1) I. Primer 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian II. Sekunder 1. Industri Pengolahan 2. Listrik, Gas dan Air Bersih 3. Bangunan III. Tersier 1. Perdagangan Hotel, & Restoran 2. Pengangkutan & Komunikasi 3. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 4. Jasa-jasa PDRB
2009**)
2010***)
(2) 48,67 41,25 7,42 148,77 131,43 7,04 10,30 105,18 62,70 13,19 9,62
(3) 49,60 42,14 7,46 154,38 135,25 7,32 11,81 117,89 70,08 15,35 10,56
19,67 302,62
21,90 321,87
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat Catatan : **) Angka Sementara ***) Angka Sangat Sementara
Berdasarkan pengelompokkan sektor, sektor sekunder masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Provinsi Jawa Barat. Total PDRB atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor sekunder tahun 2010 mencapai Rp. 341,10 trilyun, atau meningkat
II - 4
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
sebesar 7,76% dibandingkan tahun sebelumnya, sebagaimana tercantum dalam tabel 1.5. Adapun kelompok tersier mengalami peningkatan sebesar 29,78% dari
Rp.
244,13 trilyun pada tahun 2009 menjadi Rp. 316,82 trilyun pada tahun 2010. Sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 23,40% atau dari Rp. 91,36 trilyun pada tahun 2009 menjadi Rp. 112,74 trilyun pada tahun 2010. Kendati demikian peningkatan-peningkatan tersebut belum menunjukkan kinerja aktual dari kelompok sektor bersangkutan, karena pada PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung inflasi. Tabel 2.2 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun 2009-2010 (Trilyun Rupiah) Lapangan Usaha (1) I. Primer 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian II. Sekunder 1. Industri Pengolahan 2. Listrik, Gas dan Air Bersih 3. Bangunan III. Tersier 1. Perdagangan Hotel, & Restoran 2. Pengangkutan & Komunikasi 3. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 4. Jasa-jasa PDRB
2009**)
2010***)
(2) 91,36 79,89 11,47 316,54 275,17 20,14 21,23 244,13 132,52 41,78 18,80
(3) 112,74 97,19 15,55 341,10 290,75 21,30 29,05 316,82 172,71 54,63 21,16
51,03 652,03
68,32 770,66
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat Catatan : **) Angka Sementara ***) Angka Sangat Sementara
Selama kurun waktu tiga tahun, rata-rata pertumbuhan inflasi di Provinsi Jawa Barat sebesar 2,24%, dapat dilihat pada Tabel 2.3.
II - 5
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2.3. Nilai Inflasi Rata-Rata Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2010. Uraian Inflasi
2008
2009
2010
11,11
3,09
6,46
Rata-rata pertumbuhan ………
Kesejahteraan Sosial Pembangunan daerah bidang kesejahteraan sosial terkait dengan upaya meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Jawa Barat yang tercermin pada angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yang bekerja. Indeks Pendidikan (IP) sebagai salah satu komponen utama dalam IPM merupakan nilai rata-rata dari variabel angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Indeks Pendidikan pada tahun 2010 mencapai angka 81,67 meningkat dari tahun 2009 yang mencapai angka 81,14. Angka Melek Huruf (AMH), yang menggambarkan proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis (latin dan huruf lainnya), juga mengalami peningkatan, meskipun sangat kecil, yaitu dari 95,98% pada tahun 2009 menjadi 96,00 pada tahun 2010 (Tabel 2.3). Sementara untuk nilai Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang menggambarkan lamanya penduduk usia 15 Tahun ke atas yang bersekolah (dalam Tahun), mencapai 7,95 tahun pada tahun 2010. Jika dikonversikan pada tingkat kelulusan, maka rata-rata tingkat pendidikan penduduk Jawa Barat adalah tidak tamat SLTP atau baru mencapai kelas 1 SLTP. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pencapaian RLS maksimal 15 Tahun, masih memerlukan rentang waktu yang cukup lama dan biaya yang besar.
II - 6
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2.4. Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-Rata lama Sekolah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009
NO
2010
1
Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas
2
Angka melek huruf/AMH (%))
95,53
95,98
96,00
3
Rata-rata Lama Sekolah/RLS (tahun))
7,50
7,72
7,95
29.708.643 30.260.413 30.432.596
Indeks Kesehatan mempresentasikan derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah pada periode waktu tertentu, yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir (AHHe0). Pada tahun 2010, indeks kesehatan Jawa Barat mencapai angka 72,00 atau meningkat 0,33 poin dari tahun 2009 yang mencapai 71,67 poin. Angka tersebut merupakan gambaran kinerja pembangunan kesehatan yang dilihat dari meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Jawa Barat dari 68,00 tahun pada tahun 2009 menjadi 68,20 tahun pada tahun 2010. Indeks Daya Beli Masyarakat, sebagai komponen utama IPM, mengalami peningkatan sebesar 0,47 poin, yaitu dari 62,10 pada tahun 2009 menjadi 62,57 pada tahun 2010. Angka ini dipengaruhi oleh nilai Paritas Daya Beli masyarakat Jawa Barat yang pada tahun 2010 mencapai Rp. 630,77. Indeks daya Beli sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pendapatan dan inflasi (tingginya harga barang dan jasa).
2.1.3. Aspek Pelayanan Umum Pendidikan Pendidikan merupakan hak dasar setiap penduduk dan pemenuhan atas hak ini menjadi kewajiban pemerintah. Dalam kaitan ini, pemerintah daerah
memiliki
tanggungjawab besar agar seluruh penduduk muda yang mendominasi struktur umur di Jawa Barat memperoleh pendidikan yang layak. Selain jumlah penduduk yang besar, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pendidikan adalah relatif besarnya disparitas ketersediaan sarana pendidikan. Di satu pihak, kota
umumnya memiliki
sekolah yang berkualitas dengan biaya pendidikan yang relatif mahal, dan dikelola secara mandiri. Di pihak lain, beberapa daerah masih terfokus pada peningkatan cakupan, atau II - 7
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
belum beranjak pada peningkatan kualitas dalam proses pendidikannya. Layanan pendidikan dasar yang dilaksanakan meliputi pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pembangunan bidang pendidikan mampu meningkatkan angka partisipasi sekolah pendidikan dasar, yaitu dari 74,88% pada tahun 2007 menjadi 94,92% pada tahun 2008. Terkait dengan tingkat partisipasi sekolah ini, diperoleh data tentang jumlah anak tidak sekolah pada setiap jenjang pendidikan yang merupakan sasaran penting bagi program pembangunan pendidikan di Jawa Barat, yaitu menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Jumlah anak usia 7-12 tahun di Jawa Barat (tersebar di berbagai kabupaten/kota) yang tidak bersekolah pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak 120.299 anak, sedangkan usia 13-15 tahun sebanyak 528.906 anak, dan usia 16-18 sebanyak 1.423.913 anak. Pelayanan pendidikan juga dapat dilihat dari ketersediaan sekolah dan guru. Pada tahun 2009, rasio ketersediaan sekolah per penduduk usia sekolah untuk pendidikan dasar adalah sebesar 0,612171 atau tersedia 612.171 sekolah per 1 juta penduduk usia sekolah, sedangkan rasio guru dengan murid sebesar 0,024586 atau tersedia 24.586 guru per 1 juta murid. Untuk pendidikan menengah, angka partisipasi sekolah sebesar 6,04%, rasio ketersediaan sekolah per penduduk usia sekolah sebesar 0,430529, rasio guru dengan murid sebesar 0,017033. Kondisi ini menunjukan bahwa pelayanan pendidikan berupa penyediaan sekolah dan guru masih belum memadai
sehingga perlu
ditingkatkan. Selain itu, meskipun telah terjadi berbagai peningkatan yang cukup berarti, pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan merata, berkualitas dan terjangkau. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa biaya pendidikan masih relatif mahal dan pendidikan belum sepenuhnya mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sehingga belum dinilai sebagai bentuk investasi. Pelayanan terhadap minat baca masyarakat difasilitasi dengan tersedianya 27 buah perpustakaan pemerintah yang memiliki berbagai koleksi buku sebanyak 7.608 judul dan 22.415 exemplar pada awal tahun 2010. Namun demikian, minat baca masyarakat Jawa Barat pada umumnya masih rendah ditunjukkan jumlah pengunjung ke perpustakaan hanya mencapai 143.470 orang pada tahun 2009 yang terdiri atas 7% SD, 6% SMP, 24% SLTA, 24% mahasiswa, 17% pegawai dan 22% umum. Pembinaan dan pemberdayaa II - 8
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
perpustakaan yang dilakukan melalui penyaluran bantuan buku ke perpustakaan desa/kelurahan di Jawa Barat. Kesehatan Status kesehatan penduduk dipengaruhi oleh banyak faktor dan diantaranya adalah layanan kesehatan. Efektifitas layanan kesehatan secara makro ditentukan, antara lain: (1) Aksesibilitas sarana kesehatan, seperti: rumah sakit, puskemas dan balai pengobatan; (2) Aksesibilitas tenaga pemberi layanan, seperti: dokter, perawat, bidang dan apoteker; dan (3) Luas wilayah layanan serta jumlah yang harus dilayani. Semakin luas wilayah layanan, maka semakin berat upaya yang harus dilakukan untuk menjangkau masyarakat dan dijangkau masyarakat. Semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin besar beban tugas yang harus dilakukan. Pada tahun 2009, jumlah rumah sakit di Jawa Barat sebanyak 214 unit, puskesmas ini sebanyak 1.029 unit, puskesmas pembantu 1.540 unit, puskesmas keliling 768 unit dan balai pengobatan sebanyak 3.233 unit. Pemberi layanan kesehatan, terdiri dari dokter sebanyak 1.725 orang, dokter gigi 710 orang, bidan puskesmas 3.434 orang, bidan desa 5.583 orang dan perawat sebanyak 7.986 orang. Upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilakukan secara rawat jalan bagi masyarakat yang mendapat gangguan kesehatan ringan dan pelayanan rawat inap bagi masyarakat yang mendapatkan gangguan kesehatan hingga berat. Sebagian besar sarana pelayanan Puskesmas dipersiapkan untuk pelayanan kesehatan dasar terutama pelayanan rawat jalan, sedangkan RS disamping memberikan pelayanan pada kasus rujukan untuk rawat inap juga melayani kunjungan rawat jalan. Berdasarkan olahan dari data Pusdalisbang Provinsi Jawa Barat tahun 2009, rasio puskesmas, poliklinik, pustu per satuan penduduk adalah sebesar 0,000135. Angka ini menunjukan bahwa 135 puskesmas, poliklinik, pustu menangani 1 juta penduduk. Kondisi ini jauh dari ketentuan yaitu satu Puskesmas seharusnya menangani 30.000 penduduk. Sedangkan untuk rasio rumah sakit per satuan penduduk adalah sebesar 0,000005. Mengacu kepada perhitungan rasio jumlah dokter dengan jumlah penduduk, satu dokter untuk 2.500 jiwa. Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2009 sebesar 42,69 juta juta II - 9
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
jiwa, sehingga idealnya dibutuhkan 17.077 dokter. Sedangkan jumlah dokter yang ada sebesar 1.725, sehingga masih jauh dari kondisi ideal. Lingkungan Hidup Kenaikan luas hutan yang terus terjadi merupakan indikasi makin tingginya kualitas daya dukung lingkungan Jawa Barat. Luas hutan negara di Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 12,43%, yaitu dari 754.250 ha pada tahun 2008 menjadi 847.986 ha pada tahun 2009. Peningkatan luas juga terjadi untuk hutan suaka alam dan wisata, hutan produksi, dan kawasan konservasi sebagai hasil upaya perbaikan yang dilaksanakan oleh pemerintah, LSM, dan masayarakat, terutama dalam upaya menuju green province. Tingkat pelayanan persampahan di Jawa Barat secara umum masih sangat rendah karena sebagian besar pengolahan sampah di TPA masih dilakukan secara open dumping. Selain itu kondisi sarana angkutan persampahan masih belum memadai. Untuk wilayah Metropolitan Bandung dan Kabupaten/kota Bogor-Kota Depok, pengelolaan sampah direncanakan akan dilakukan secara regional melalui Tempat Pemrosesan Akhir Regional Leuwigajah, Legoknangka, dan Nambo serta akan dikelola oleh Pusat Pengelolaan Persampahan Jawa Barat (P3JB). Namun demikian, hingga akhir tahun 2009, TPA Legoknangka baru sampai tahap kelayakan teknis, lingkungan, dan sosial. Sedangkan TPA Leuwigajah sudah tidak berfungsi karena menghadapi permasalahan sosial dan teknis operasional pasca bencana longsor. Oleh karena itu, dalam jangka pendek, permasalahan TPA sampah di Metropolitan Bandung masih mengandalkan Tempat Pengolahan Kompos Sarimukti sampai dengan tahun 2010. Untuk TPA Nambo, hingga akhir tahun 2009 baru terbentuk Unit Pelaksana Operasional TPA Nambo sebagaimana tercantum dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 31 Tahun 2007 tentang Pusat Pengelolaan Persampahan Jawa Barat. Dengan demikian, pengelolaan sampah di Kabupaten dan Kota Bogor-Kota Depok untuk sementara sampai dengan 2010 masih dilakukan oleh tempat pembuangan akhir di masing-masing kabupaten dan kota. Selama kurun waktu 2003-2009, telah dilakukan upaya untuk pembangunan TPA dan penyediaan sarana dan prasarana pendukungnya, namun upaya-upaya untuk II - 10
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
mengurangi volume sampah dan mengolah sampah menjadi kompos belum mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu, kedepan pembangunan TPA serta sarana dan prasarana pendukungnya perlu pula ditunjang dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengurangan timbunan sampah. Tingkat pelayanan pengelolaan limbah domestik hingga akhir tahun 2007 masih sangat rendah. Sesuai dengan data Suseda 2007, terdapat 49,01% rumah tangga yang menggunakan tangki/septik tank sebagai tempat pembuangan tinja dan sisanya menggunakan kolam/sawah/kebun/sungai/lubang tanah/lainnya. Kondisi prasarana pengelolaan limbah domestik sampai dengan saat ini menunjukkan bahwa dari 17 unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) hanya 11 unit yang beroperasi dengan baik dan baru 4 kabupaten/kota yang memiliki sistem penyaluran air limbah domestik perkotaan yaitu Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Bogor, dan Cirebon. Kondisi sarana dan prasarana permukiman hingga akhir tahun 2007 masih belum memadai. Pada tahun 2007 rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang berasal dari air kemasan/ledeng/pompa sebesar 45,32% (Suseda, 2007). Rendahnya cakupan pelayanan air minum disebabkan oleh masih tingginya angka kebocoran air (rata-rata 38%), terbatasnya sumber air baku khususnya di wilayah perkotaan, tarif/retribusi air yang belum berorientasi pada cost recovery, masih rendahnya partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana air minum, serta terbatasnya sumber dana yang dimiliki oleh pemerintah. Selama periode 20032007, peningkatan cakupan pelayanan air minum difokuskan pada masyarakat miskin di wilayah Pantura dan perdesaan melalui kerjasama antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Strategi penyediaan air minum berbasis masyarakat ini dirasakan telah cukup mampu mendorong peningkatan cakupan pelayanan dan keberlanjutan sarana dan prasarana air minum yang telah dibangun. Transportasi Aspek transportasi terdiri dari transportasi darat, udara dan laut. Cakupan pelayanan transportasi darat meliputi jaringan jalan, jaringan jalan rel kereta api, terminal, jembatan timbang dan stasiun kereta api. II - 11
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Jaringan jalan sampai saat ini masih merupakan prasarana transportasi yang dominan di Jawa Barat dengan penggunaan moda angkutan jalan sebagai alat transportasi utama. Di lain pihak sistem jaringan jalan yang ada saat ini belum dapat melayani dan mendukung hubungan antar kota di Jawa Barat dan antar wilayah. Hal ini disebabkan oleh fungsi jaringan jalan yang belum maksimal, seperti belum tersedianya lintas-lintas alternatif yang memadai, belum lengkapnya/sempurnanya sistem jaringan jalan yang ada antara lain ditandai dengan tidak jelasnya peran dan fungsi jalan, belum lengkapnya hirarki jalan serta berbaurnya lalu lintas cepat dan lambat dan lalu lintas jarak jauh dengan lalu lintas lokal. Selain itu, Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu provinsi yang mempunyai populasi kendaraan yang cukup tinggi di antara provinsi yang ada di Indonesia. Hal ini sangat mempengaruhi tingkat utilisasi jaringan jalan sehingga dapat memungkinkan adanya distribusi biaya pemeliharaan yang lebih baik kepada pengguna jalan. Panjang jaringan jalan di Provinsi Jawa Barat mencapai 18.162,1 Km dengan sistem jaringan jalan berdasarkan status jalan sebagai berikut: 1. Jalan Nasional
=
1.351,13 Km
(Kepmen PU No. 631/KPTS/M/2009 Tgl 31 Desember 2009) 2. Jalan Propinsi
=
2.071,42 Km *)
(Kep.Gub Jabar No. 620/Kep.294-Sarek/2007, dan koreksi sehubungan Kepmen PU. No. 631/KPTS/M/2009) 3. Jalan Kabupaten/Kota
=
14.520,18 Km *)
=
219,37 Km
(SK.Gub. No.620/SK-74/Peny.Prog/98) 4. Jalan Strategis Nasional Rencana *)
Sedang dalam proses evaluasi sehubungan adanya penetapan jalan nasionaL yang baru diterbitkan
Selain jalan provinsi, pengembangan sistem jaringan jalan di Jawa Barat didukung pula oleh jaringan jalan tol. Rincian jaringan jalan tol yang ada di Jawa Barat meliputi jalan tol Jakarta–Cikampek, Jagorawi, Palimanan–Kanci, Padaleunyi, dan Cipularang. Sarana yang tersedia pada jaringan jalan adalah terminal dan jembatan timbang. Pada tahun 2009, ketersediaan terminal di Jawa Barat adalah 18 unit untuk terminal A, 33 unit untuk terminal B, dan 77 unit untuk terminal C, dan 9 unit jembatan timbang. II - 12
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Prasarana jaringan jalan rel kereta api di Jawa Barat didukung oleh jaringan rel kereta api sepanjang 1.007 km meliputi Jalur Utara Lintas Cikampek – Jatibarang – Cirebon dan Jalur Selatan Lintas Cikampek – Purwakarta – Bandung – Tasikmalaya – Banjar. Untuk sarana kereta api terdiri dari 148 unit gerbong, 41 unit lokomotif, dan 107 unit stasiun kereta api. Untuk tranportasi udara di Jawa Barat dilayani oleh tiga pelabuhan udara, yaitu Bandara Husein Sastranegara di Bandung, Bandara Cakrabuwana di Cirebon, dan Bandara Nusawiru di Ciamis. Pemanfaatan ketiga bandara tersebut masih sangat terbatas untuk pelayanan penumpang, bagasi dan cargo. Bandara Husein Sastranegara menempati area lahan 145 hektar dengan luas terminal 2.411,85 m2 serta melayani penerbangan domestik dan internasional yang dioperasikan oleh empat maskapai penerbangan yaitu Merpati (Surabaya, Jakarta, Singapura); Citylink Garuda (Surabaya, Batam); Deraya Airlines (Semarang, Jakarta); serta Air Asia (Kuala Lumpur – Malaysia). Untuk Bandara Cakrabuwana saat ini hanya dijadikan sebagai bandara pengumpan dan tempat latihan penerbang (flying school) sedangkan Bandara Nusawiru saat ini melayani penerbangan dari Pangandaran ke Bandung, Jakarta, dan Cilacap yang dioperasikan oleh Susi Air. Keberadaan pelabuhan untuk melayani transportasi laut masih terbatas pada pelayaran lokal dan regional. Di Jawa Barat, terdapat lima pelabuhan laut, yaitu Pelabuhan Laut Muara Gebang berlokasi di Kabupaten Cirebon dengan wilayah kerja meliputi batas pesisir pantai Kab. Indramayu sampai pesisir pantai Kab. Cirebon, Pelabuhan Laut Indramayu berlokasi di Indramayu dengan wilayah kerja meliputi batas pesisir pantai Kab. Indramayu sampai pesisir pantai Kab. Cirebon, Pelabuhan
Laut
Pangandaran berlokasi di Kabupaten Ciamis dengan wilayah kerja melingkupi mulai dari Pangandaran sampai dengan Kab. Garut, Pelabuhan Laut Pamanukan berlokasi di Kab. Subang dengan wilayah kerja melingkupi mulai dari pesisir pantai Kab. Bekasi sampai dengan perbatasan Kab. Indramayu, dan Pelabuhan Laut Pelabuhan Ratu berlokasi di Kabupaten Sukabumi dengan wilayah kerja melingkupi mulai dari perbatasan Kab. Garut sampai dengan Kab. Sukabumi. Kegiatan Perusahaan Pelayaran dan Penunjang Angkutan Laut pada tahun 2009 umumnya lebih banyak pada bongkar barang dibandingkan dengan muat barang. Disamping itu terdapat tiga terminal khusus yaitu terminal khusus Muara II - 13
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tawar yang belokasi di Kabupaten Karawang sebagai terminal khusus Listrik, teminal khusus Balongan berlokasi di Kabupaten Indramayu sebagai terminal khusus Migas dan terminal khusus Palabuhan Ratu berlokasi di Kabupaten sukabumi sebagai terminal khusus Kimia akan tetapi tidak beroperasi. Di Jawa Barat terdapat enam satuan kerja yang melayani penyeberangan sungai dan danau, yaitu Penyeberangan Danau Saguling yang terdiri dari 1 (satu) koordinator yang berkedudukan di Cililin dan memiliki 4 (empat) Pos Pengawasan (Maroko, Galanggang, Bunder, dan Bongas), Penyeberangan Danau Cirata yang terdiri dari 1 (satu) koordinator yang berkedudukan di Jangari dan 4 (empat) Pos Pengawasan (Leuwi Orok, Kebun Coklat, Calincing, Cipicung dan Maleber), Penyeberangan Danau Jatiluhur yang terdiri dari 1 (satu) koordinator berkedudukan di Servis dan 3 (tiga) Pos Pengawasan (Galumpit, Sukasari, dan Tanggul Kayat), Penyeberangan Sungai Muara Gembong terdiri dari Penyeberangan Sungai Muara Gembong dengan kegiatan operasional berupa dermaga, angkutan barang, angkutan penumpang, dan Penyeberangan Sungai P. Bungin – Pakis Jaya dengan kegiatan operasional berupa landing area (eretan), angkutan barang, angkutan penumpang, roda 4 dan roda 2; Penyeberangan Sungai Kalipucang dengan kegiatan operasional berupa dermaga, angkutan barang, angkutan penumpang; dan Penyeberangan Sungai Majingklak terdiri dari Penyeberangan Sungai Majingklak dengan kegiatan operasional berupa angkutan barang (kayu), angkutan penumpang, angkutan pariwisata, dan Penyeberangan Sungai Pamotan dengan kegiatan operasional berupa angkutan barang, angkutan penumpang. Tempat Ibadah Ketersediaan tempat ibadah merupakah salah satu dari pelayanan sarana dan prasarana umum yang disediakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tempat ibadah yang terus meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 48.028 buah mesjid, 43.592 mushola, 663 buah gereja Kristen, 190 buah gereja Katolik/Kapel, dan 112 buah Vihara/Cetya/Klenteng pada tahun 2009
II - 14
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Perumahan Pada tahun 2009, terdapat 10.155.041 status kepemilikan lahan. Untuk aspek perumahan, backlog rumah pada tahun 2008 sebesar 1.077.995 unit dan diperkirakan akan mencapai 1,164 juta unit pada tahun 2013. Selain itu, terdapat pula 1.035 kawasan kumuh dengan luas sekitar 25.875 ha yang umumnya terdapat di wilayah perkotaan dan permukiman nelayan. Tingginya backlog rumah dan kawasan kumuh di perkotaan disebabkan oleh terbatasnya sumber pembiayaan yang berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah dan belum seimbangnya pembangunan di perkotaan dan perdesaan sehingga sulit untuk mengendalikan migrasi penduduk khususnya ke kota-kota besar. Selama kurun waktu 2003-2009, penanganan perumahan difokuskan pada upaya untuk
mendorong
pembangunan
rumah
susun
di
kota-kota
metropolitan,
pengembangan kasiba/lisiba serta penataan kawasan kumuh di perkotaan dan permukiman nelayan melalui kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Upaya ini dirasakan telah cukup mampu untuk mendorong penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan kualitas lingkungan perumahan oleh masyarakat, serta pengembangan kawasan permukiman baru yang lebih tertata. Namun demikian, percepatan pembangunan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah perlu segera dilakukan dan pelibatan masyarakat serta dunia usaha dalam pengembangan perumahan di Jawa Barat perlu terus ditingkatkan. Di samping itu, implementasi pengembangan kasiba/lisiba di daerah masih cukup rendah sehingga upaya-upaya untuk mendorong percepatan pengembangan kasiba/lisiba sangat diperlukan. Komunikasi dan Informatika Pada aspek telekomunikasi, cakupan layanan untuk infrastruktur telekomunikasi belum bisa menjangkau setiap pelosok wilayah, dicirikan dengan adanya beberapa wilayah yang belum terlayani. Khusus untuk layanan jasa telepon kabel, beberapa daerah perkotaan pada tahun 2005 angka teledensitasnya sudah tinggi (>10), sedangkan untuk daerah kabupaten kondisi teledensitasnya masih rendah, terutama untuk jaringan II - 15
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
telekomunikasi perdesaan. Lambatnya pertumbuhan pembangunan sambungan tetap tersebut salah satunya disebabkan oleh bergesernya fokus bisnis penyelenggara kepada pengembangan telekomunikasi bergerak (selular). Untuk pengembangan jaringan telekomunikasi perdesaan saat ini telah dilakukan berbagai upaya salah satunya melalui program Kemampuan Pelayanan Universal (KPU)/Universal Service Obligation (USO) yang digagas oleh pemerintah pusat. Cakupan layanan komunikasi dan informatika untuk surat kabar telah menjangkau hingga ke pelosok wilayah. Berdasarkan informasi yang ada, surat kabar nasional yang ada berjumlah 39, sedangkan jumlah surat kabar lokal sebanyak 6 surat kabar. Untuk penyiaran radio dan TV yang masuk ke daerah adalah sebanyak 39 buah stasiun radio dan 11 penyiaran TV.
Penataan Ruang Cakupan pelayanan umum penataan ruang secara detail disusun dan dilaksanakan oleh kabupaten/kota, sedangkan provinsi memberikan arahannya. Proporsi ruang terbuka hijau (RTH) di daerah perkotaan adalah sebesar 30% yang terdiri dari: (1) 20% RTH Publik, dimana pemerintah yang harus mengadakan baik pembebasan lahannya maupun komponen penunjangnya, dan (2) 10% dilaksanakan oleh private yaitu lahan RTH yang ada di kawasan pemukiman atau lahan pekarangan rumah. Pemerintah daerah juga diarahkan untuk mempunyai inisiasi membuat RTH di pemukiman padat dengan perhitungan tertentu, karena selain berfungsi sebagai paruparu kota dan bersisoalisasi, juga untuk evakuasi bencana. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Membangun masyarakat dan desa salah satunya melalui pemberdayaan masyarakat dan desa. Pemberdayaan masyarakat dan desa dilaksanakan melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Gerakan PKK yang merupakan organisasi kemasyarakatan sebagai mitra kerja pemerintah dalam memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan II - 16
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
masyarakat melalui keluarga. Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK di Jawa Barat adalah sebesar 269, dengan jumlah kelompok binaa PKK sebanyak 1.583.830 dan jumlah PKK sebanyak 5.890. Pelayanan pemberdayaan masyarakat dan desa juga dapat ditinjau dari jumlah organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang kondisinya mengalami penurunan, yaitu dari 1.683 LSM dan pada tahun 2008 menjadi 1.309 LSM pada tahun 2009. Kondisi ini menunjukan bahwa animo masyarakat untuk membentuk organisasi menurun meskipun masyarakat masih memiliki semangat berpartisipasi yang cukup tinggi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Pelayanan terhadap penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat dilaksanakan pemerintah bersama masyarakat melalui penyediaan polisi pamong praja, linmas dan pos siskamling. Jumlah anggota satuan linmas pada tahun 2009 adalah 941.478 orang atau meningkat dibandingkan tahun 2008 yang hanya berjumlah 905.478 orang. Penyelenggaraan pembangunan Bidang Ketertiban umum dan Ketentraman Masyarakat selama periode 2003-2009 difokuskan pada terwujudnya kesadaran masyarakat untuk menjaga keamanan masyarakat lingkungan masing-masing dan terwujudnya perlindungan masyarakat dari bencana. Pelanggaran peraturan daerah oleh masyarakat terus mengalami penurunan, yaitu dari sekitar 10.000 kasus pada tahun 2004 menjadi hanya 5.437 kasus pada tahun 2008. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa kesadaran hukum masyarakat terhadap peraturan perda meningkat sejalan dengan cukup efektifnya sosialisasi peraturan daerah, sejak proses legislasi, sosialisasi hingga penerapannya. Capaian kinerja Bidang Ketertiban dan Ketentraman Masyarakat selama periode 2003-2008 adalah sebagai berikut : 1.
Perkembangan jumlah anggota perlindungan masyarakat (Linmas);
2.
Meningkatnya kesadaran masyarakat mentaati peraturan daerah;
II - 17
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
3.
Terkendalinya dan terdeteksinya secara dini gangguan ketertiban dan ketentraman masyarakat;
4.
Terdapatnya informasi/data obyektif mengenai prediksi gangguan ketertiban dan ketentraman
masyarakat
pada
akhir
2008,
serta
langkah-langkah
penanggulangannya. Selama tahun 2008, penyakit masyarakat (Pekat) yang paling menonjol adalah penyalahgunaan miras yang mencapai 9.788 kasus, diikuti anak jalanan/anak terlantar 9.704 kasus, jompo terlantar 4.735 kasus dan gepeng 2.738 kasus. Penyalahgunaan narkoba, meskipun relatif rendah pada tahun 2008 yaitu 1.701 kasus, tetapi merupakan ancaman laten yang memerlukan penanganan berkesinambungan serta terintegrasikan antara aparat ketentraman daerah, yang bekerja sama dengan perangkat satuan polisi pamong praja, aparat perlindungan masyarakat (LINMAS) serta lingkungan keluarga masing-masing. Tindak pidana kriminal yang paling menonjol pada kurun waktu 2003-2009 adalah pencurian
kendaraan
bermotor,
diikuti
oleh
pencurian,
penipuan,
narkotika,
penganiayaan serta pemerasan. Kondisi ini tidak lepas dari kondisi perekonomian masyarakat
yang
mengalami
fluktuasi
sehingga
menimbulkan
peningkatan
pengangguran, yang mendorong tumbuhnya tindak pidana. Walaupun demikian secara umum penanganan tindak pidana kriminalitas di provinsi Jawa Barat, masih dalam konstelasi terkendali oleh aparat penegak hukum kepolisian daerah dibantu oleh masyarakat. Dalam rangka menciptakan dan memelihara ketertiban umum dan ketentraman masyarakat Jawa Barat serta penegakan peraturan daerah (Perda) dan peraturan pelaksanaannya telah disiagakan aparat Pol PP baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Aparat Pol PP hingga akhir bulan april 2008 berjumlah 4.819 orang dimana yang terbanyak di kabupaten Garut sebanyak 537 orang dan paling sedikit di Kabupaten Sumedang sebanyak 59 orang, sedangkan di tingkat Provinsi sebanyak 142 orang. Jumlah Pol PP tersebut dirasakan masih kurang mengingat kompleksnya tugas dan fungsi yang diemban.
II - 18
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Jumlah tindak korupsi di Jawa Barat masih cukup tinggi. Pada tahun 2009, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah menyelesaikan sebanyak 32 kasus tindak pidanan korupsi di tingkat penyelidikan, 107 kasus di tingkat penyidikan, dan 95 kasus di tingkat penuntutan.
Pemuda dan Olah Raga Pembangunan pemuda sebagai salah satu unsur sumber daya manusia dan tulang punggung serta penerus cita-cita bangsa, terus disiapkan dan dikembangkan kualitas kehidupannya melalui peningkatan aspek pendidikan, kesejahteraan hidup dan tingkat kesehatan. Jumlah pemuda (usia 15-34 tahun) di Jawa Barat pada tahun 2009 adalah sebanyak 13.776.157 jiwa atau 32,27% dari jumlah penduduk. Untuk mewadahi aktivitas dan kreativitas generasi muda yang lebih berkualitas dan mandiri, terdapat berbagai wahana baik yang dikembangkan oleh Pemerintah, maupun atas inisiasi masyarakat seperti melalui berbagai organisasi kepemudaan. Jumlah atlet dari berbagai cabang olahraga adalah sebanyak 4.633 jiwa atau meningkat sebesar 86,29% dibandingkan tahun 2008 yang hanya berjumlah 2.487 jiwa. Pada tahun 2009, jumlah sarana olah raga adalah 309 unit gedung olahraga, 49 unit stadion, dan 1.650 unit lapangan. Pada tahun yang sama, jumlah organisasi/klub olahraga mencapai 651 unit induk olahraga, 485 unit organisasi/klub olahraga pelajar, dan 1.170 organisasi/klub olahraga masyarakat. Sedangkan organisasi kepemudaan berjumlah 224 unit. 2.1.4. Aspek Daya Saing Kemampuan Ekonomi Daerah Pada tahun 2007, tiga sektor yang memberikan produktivitas tertinggi bagi masyarakat Jawa Barat, yaitu listrik dengan nilai pendapatan sebesar sebesar Rp. 260,90, diikuti industri pengolahan sebesar Rp. 80,06 dan keuangan sebesar Rp. 60,31. Sedangkan sektor pertanian dan jasa-jasa memberikan produktivitas pendapatan yang terendah, yaitu masing-masing sebesar Rp. 13,45 dan Rp. 12,91.
II - 19
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sektor pertanian sebagai sektor penyedia lapangan kerja Jawa Barat terbesar, yaitu sekitar 41,4% kesempatan kerja berasal dari sektor pertanian, diikuti perdagangan 25,9%, industri 7,6%, dan jasa-jasa 5,9%. Sektor pertanian merupakan penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat yang merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia. Sektor pertanian juga menyediakan pasar yang sangat besar untuk produk manufaktur karena jumlah penduduk perdesaan yang besar dan terus mengalami peningkatan. Dengan demikian, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling efektif untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah perdesaan melalui peningkatan pendapatan mereka yang bekerja di sektor pertanian. Selama kurun waktu 2000-2007, indeks nilai tukar petani (NTP) secara umum mengalami peningkatan dari 107,3 menjadi 116,8. Namun demikian, peningkatan tersebut apabila dicermati lebih banyak disebabkan oleh peningkatan NTP tanaman perkebunan rakyat dari 104,2 menjadi 221,7, sementara itu NTP tanaman pangan mengalami penurunan dari 105,2 menjadi 97,5. Kondisi ini konsisten dengan penurunan kontribusi sektor tanaman pangan terhadap PDRB sektor pertanian tahun 2007. Dengan demikian, krisis ekonomi dan peningkatan biaya produksi pertanian telah menekan nilai tukar petani tanaman pangan. Di Jawa Barat, hasil Suseda Tahun 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 50,67 persen pengeluaran rumah tangga digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dan sekitar 49,33 persen untuk konsumsi bukan makanan. Proporsi pengeluaran untuk makanan ini dibandingkan tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 0,99 persen yang menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan rumah tangga di Jawa Barat sejalan dengan meningkatnya pendapatan. Pertanian. Produksi dan produktivitas padi, sebagai salah satu komoditas unggulan tanaman pangan, meningkat masing-masing dari 10,11 juta ton dan 57,7 ku/ha pada tahun 2008 menjadi 11,32 juta ton dan 59,85 ku/ha pada tahun 2008. Produksi padi tersebut umumnya diperoleh dari lahan sawah yang mencapai 10,92 juta ton, sedangkan lahan kering (ladang) hanya sebesar 0,39 juta ton pada tahun 2009. Luas lahan sawah pada tahun 2009 meningkat dibandingkan tahun 2008, yaitu masing-masing seluas 949.914 ha dan 945.074 ha. Lahan sawah tersebut mencakup 39,39% beririgasi teknis, II - 20
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
13,86 beririgasi setengah teknis, 10,96% beririgasi sederhana, 16,26% beririgasi non-PU, dan 19,34% tadah hujan. Komoditas unggulan tanaman pangan lainnya adalah jagung, palawija, sayuran, dan buah-buahan. Dari seluruh seluruh komoditas unggulan tersebut, jagung memberikan luas tanam terluas yang mencapai 136.707 ha dengan produksi sebesar 787,60 ribu ton pada tahun 2009. Sayuran yang banyak ditanam petani adalah bawang merah, bawan daun, kentang, kubis, sawi, kacang panjang, cabe, dan tomat. Sedangkan untuk buahbuahan adalah mangga, durian, alpuket, jeruk, rambutan, salak, nanas, dan pisang. Peternakan. Komoditas unggulan peternakan adalah sapi potong, sapi perah, domba, kambing, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur dan itik yang populasinya terus meningkat pada beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 2009, populasi sapi potong dan sapi perah masing-masing 310.981 ekor dan 117.839 ekor, atau masing-masing meningkat sebesar 5,22% dan 5,92% dibandingkan tahun 2008 yang populasinya 295.554 ekor untuk sapi potong dan 11.250 ekor untuk sapi perah. Pertumbuhan komoditas peternakan lainnya mencapai 9,53% untuk domba, 12,86% untuk kambing, 2,20% untuk ayam buras, 7,58% untuk ayam ras petelur, 5,07% untuk ayam ras pedaging, dan 3,16% untuk itik. Produksi daging sapi lokal dan sapi impor pada tahun 2009 juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 105,34% dan 46,55% dibandingkan dengan tahun 2008. Produksi daging lokal dan impor masing-masing sebesar 456.773,0 ton dan 25.117,0 ton pada tahun 2008 dan 937.918,98 ton serta 36.896,83 ton pada tahun 2009. Kehutanan. Produksi kayu bulat yang dihasilkan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa barat menunjukkan adanya penurunan sebesar 0,11% pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008. Produksi kayu bulat jati sebanyak 102.265,60 m3 pada tahun 2009 atau menurun dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 114.691,46m3. Demikian pula kayu bulat rimba menurun dari 259.731,67 m3 pada tahun 2008 menjadi 252.948,60 m3 pada tahun 2009. Di pihak lain produksi hasil hutan non kayu pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008, meskipun peningkatannya relatif kecil, kecuali sarang burung walet. Produksi getah damar, bambu, dan sarang burung walet masing-
II - 21
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
masing sebesar 8.216 ton, 43.622 batang, dan 2 kg pada tahun 2008, dan 9.310 ton, 44.344 batang, serta 25 kg pada tahun 2009. Perkebunan. Dari sekitar 30 jenis komoditas perkebunan yang diusahakan, sembilan komoditas diantaranya menjadi unggulan Jawa Barat, yaitu teh, tebu, cengkeh, kelapa, tembakau, karet, kopi, kakao, dan akar wangi. Dalam kurun waktu 2006-2009, produksi teh, tebu, dan cengkeh mengalami penurunan, sedangkan komoditas unggulan lainnya cenderung meningkat. Perikanan. Pada tahun 2009, produksi ikan hasil tangkapan dan budidaya mencapai 642,94 ribu ton dengan nilai produksi sebesar 7,97 triliun rupiah. Produksi tersebut meningkat sebesar 3,77% dibandingkan tahun 2008. Peningkatan produksi tersebut disebabkan adanya perbaikan pemeliharaan melalui penggunaan benih unggul, pakan, pupuk, teknologi, dan obat-obatan baik pada lahan tambak, kolam, keramba jaring apung, maupun pada lahan sawah. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Lembaga Keuangan. Di Jawa Barat terdapat 22.664 unit koperasi dan yang aktif sebanyak 14.771 unit pada tahun 2009, atau menurun dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 15.028 unit. Penurunan jumlah koperasi aktif terjadi di seluruh kabupaten/kota, dan penurunan yang tertinggi terjadi di Kabupaten Cianjur sebesar 65,33% diikuti Kota Banjar sebesar 50,49%. Berkurangnya jumlah koperasi yang aktif, meskipun demikian, tidak mengurangi jumlah modal dan volume usaha serta asset pada tahun 2009, malahan sebaliknya menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2008. Usaha Kecil Menengah (UKM) mencapai 8,2 juta unit usaha dengan penyerapan tenaga kerja 13.911 juta jiwa pada tahun 2008. Dari 8,2 juta unit usaha tersebut, 99,72% diantaranya merupakan usaha kecil. Sekitar 43% UKM tersebut bergerak pada sektor pertanian, 37% di sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan sisanya tersebar pada tujuh sektor ekonomi lainnya. Pada tahun 2009, jumlah kantor Bank Umum milik swasta nasional mendominasi dengan 1.016 jaringan kantor yang tersebar di wilayah Jawa Barat, atau mengalami peningkatan sebesar 51 unit (5,28%) dibandingkan tahun 2008. Sebaliknya, jumlah II - 22
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
jaringan kantor Bank Umum milik pemerintah daerah mengalami penurunan dari 122 unit pada tahun 2008 menjadi 121 unit pada tahun 2009. Jumlah kantor bank milik pemerintah sebanyak 612 unit dan milik swasta asing serta campuran sebanyak 52 unit. Jumlah aktiva rupiah dan valuta asing bank umum menurut kabupaten/kota se Jawa Barat mencapai Rp. 187.622.291 juta pada tahun 2009, dimana Kota Bandung dengan jumlah tertinggi sebesar Rp. 103.079.117 juta dan Kabupaten Bandung Barat terendah sebesar Rp. 58.701 juta. Pada tahun 2009, posisi dana pihak ketiga (DPK) rupiah dan valuta asing Bank Umum menurut Kabupaten/Kota dan jenis simpanan berdasarkan kantor penghimpun dana mencapai Rp. 161.424.077 juta yang terdiri atas Rp. 27.546.229 juta dalam bentuk Giro, Rp. 69.062.676 juta dalam bentuk deposito, dan Rp. 64.815.172 juta dalam bentuk tabungan. Kredit rupiah dan valuta asing Bank Umum yang mencapai Rp. 181.383.945 juta umumnya terserap untuk modal kerja sebesar 45,84%, diikuti konsumsi 39,25% dan investasi 14,91%. Perdagangan dan Perindustrian. Perkembangan sarana perdagangan terutama pasar modern di Jawa Barat menunjukkan peningkatan yang pesat. Pada tahun 2009, jumlah pasar swalayan 1.784 unit atau meningkat 30,31% dibandingkan tahun 2008 yang hanya berjumlah 1.369 unit. Peningkatan ini terjadi terutama di Kabupaten Bekasi dan Bandung, yaitu masing-masing dari 16 unit dan 80 unit pada tahun 2008 menjadi 121 unit dan 119 unit pada tahun 2009. Di Jawa Barat, industri umumnya berorientasi ekspor sehingga secara makro dapat meningkatkan penerimaan Negara dalam bentuk devisa. Pada tahun 2009, terdapat 20.953 unit industri yang mencakup 3.475 unit industri besar dan 198.478 unit industri kecil dan menengah dengan total investasi sebesar Rp. 125,9 triliun dan menyerap tenaga kerja lebih dari 4 juta orang. Perrtumbuhan tertinggi untuk industri besar adalah di Kabupaten Bandung, sedangkan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur Infrastruktur wilayah merupakan aspek yang penting dalam pembangunan daerah baik dalam rangka penunjang pertumbuhan ekonomi maupun sosial yang terdiri dari II - 23
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
infrastruktur transportasi, sumber daya air dan irigasi, serta sarana dan prasarana permukiman. Pada aspek transportasi darat, Jawa Barat memiliki jaringan jalan sepanjang 18.162,1 Km yang tersebar keseluruh pelosok daerah terbagi menjadi beberapa bagian penanganan kewenangan. Dari total panjang jaringan jalan tersebut, sepanjang 2.071,42 Km atau sekitar 12 % yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pada akhir tahun 2010, tingkat kemantapan jalan Provinsi Jawa Barat mencapai 92% dimana kondisi baik sebesar 27,65% serta kondisi sedang sebesar 64,35%. Selain jalan provinsi, pengembangan dilakukan pula pada jalan tol dimana pada tahun 2010 telah dilakukan upaya percepatan pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (CISUMDAWU), jalan tol Soreang-Pasirkoja (SOROJA), dan Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR). Pada transportasi udara, keberadaan tiga bandar udara di Jawa Barat masih belum memadai untuk menampung demand yang ada. Oleh karena itu, dalam beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan berbagai persiapan pembangunan Bandara internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka, pengembangan Bandara Husein Sastranegara Kota Bandung, memfungsikan kembali Bandara Cakrabuwana di Kabupaten Cirebon serta meningkatkan penerbangan dari Bandara Nusawiru di Kabupaten Ciamis ke kota-kota besar di Indonesia. Pada transportasi laut, untuk memenuhi demand yang ada, Pelabuhan Laut Cirebon sebagai pelabuhan terbesar di Jawa Barat dimana pada saat ini baru difungsikan sebagai pelabuhan niaga selanjutnya dimasa mendatang akan dikembangkan menjadi pelabuhan terpadu yang melayani angkutan barang dan penumpang. Selain itu, telah dilakukan pula upaya persiapan pembangunan Pelabuhan Utama Cilamaya di Kabupaten Karawang sebagai pintu gerbang utama dari sisi laut untuk keluar masuknya komoditi yang ada dari dan ke Jawa Barat. Pada aspek infrastruktur sumber daya air dan irigasi, dalam kurun waktu 2 – 3 dekade terakhir, pembangunan infrastruktur bidang sumber daya air di Jawa Barat difokuskan dalam pembangunan jaringan irigasi untuk menunjang peningkatan produksi II - 24
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
pertanian. Kurang lebih 975.107 Ha sawah di Jawa Barat telah mendapat pelayanan irigasi, mulai irigasi sederhana sampai irigasi teknis. Dari total areal sawah tersebut diantaranya ada sekitar 87.656 Ha (91 DI) atau hanya 8,99 % merupakan kewenangan provinsi Jawa Barat dengan kondisi jaringan irigasi pada akhir tahun 2010, kondisi baik 61,72 %, dan kondisi rusak 38,28 % dengan intensitas tanam pada tahun yang sama sebesar 196 %. Prasarana lainnya adalah adanya 663 situ yang lokasinya tersebar di Jawa Barat, walaupun dari 663 situ saat ini fungsinya sudah banyak yang menurun selain banyak juga yang sudah beralih fungsi. Pertambangan dan Energi. Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki potensi dan produksi pertambangan serta penggalian sebesar 34.946.325,5 ha pada tahun 2008. Sebagian besar wilayah Jawa Barat memiliki sumberdaya bahan galian tambang cukup tinggi yang mencakup batu kapur (54,79%), andesit (22,98%), tanah liat (7,67%), dan perak (6,45%). Pada tahun 2008, jumlah ijin usaha pertambangan (IUP) mencapai 594 buah, 106 buah diantaranya diterbitkan di Kabupaten Tasikmalaya dan 82 buah di Kabupaten Bogor. Selama tahun 2008, jenis bahan galian yang memberikan produksi tertinggi adalah batu kapur sebanyak 19,38 juta ton, diikuti andesit 8,13 juta ton, tanah liat 2,71 juta ton, dan perak 2,28 juta ton. Produksi jenis bahan galian lainnya kurang dari 1,0 juta ton. Produksi minyak bumi yang dimiliki provinsi Jawa Barat pada tahun 2008 sebesar 12.546,28 ribu barel dan terealisasi 11.270,97 ribu barel. Pada tahun 2006 dan 2008, realisasi pengeboran minyak bumi lebih rendah dari potensinya sehingga terdapat sisa cadangan sebesar 99% pada tahun 2006 dan 4% pada tahun 2008. Sementara gas alam mempunyai potensi sebesar 3.136 triliun kaki kubik dan baru direalisasikan 177.146 miliar kaki kubik pada tahun 2008. Pemenuhan bahan bakar untuk masyarakat Jawa Barat dilayani melalui 737 unit Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), 453 unit depo minyak tanah, dan satu unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri (UPPDN). Pada tahun 2008, alokasi minyak tanah sebesar 31.718 kiloliter per hari atau 118.877 kiloliter per bulan. Alokasi tertinggi di Kabupaten Karawang sebanyak 12.375 kiloliter per bulan.
II - 25
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Pelayanan energi listrik dilaksanakan oleh PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Listrik perdesaan mencapai rasio elektrifikasi sebesar 99,93% pada tahun 2008, hanya 4 desa yang belum berlistrik, satu desa di Kabupaten Cianjur dan tiga desa di Kabupaten Garut. Sedangkan untuk listrik perkotaan, rasio elektrifikasi baru mencapai 60,62%. Energi listrik yang dinikmati pelanggan diperoleh dari 11 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan satu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang terletak di Jawa Barat. Peningkatan rasio elektrifikasi perdesaan
masih terus diupayakan untuk
mewujudkan Jabar Caang pada tahun 2010, sedangkan peningkatan rasio elektrifikasi rumah tangga terus diupayakan baik melalui pembangunan jaringan listrik yang bersumber dari PLN, maupun penyediaan sumber-sumber energi alternatif seperti Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) mikro hidro, surya, dan angin. Di Jawa Barat, langkah-langkah untuk meningkatkan pasokan energi listrik telah diinisiasikan sejak tahun 2004 melalui penyiapan pemanfaatan sumber panas bumi dengan total potensi 9.000 MW. Diharapkan dalam lima tahun ke depan, pembangkit tersebut telah terkoneksi dan memberi pasokan ke sistem jaringan Jawa-Bali. Diterapkannya kebijakan konversi bahan bakar dari minyak tanah ke gas pada tahun 2007 telah memunculkan berbagai permasalahan di tingkat masyarakat dan dunia usaha di dalam memenuhi kebutuhan energinya. Di Jawa Barat, implementasi kebijakan tersebut dihadapkan pada ketidaksiapan adaptasi sistem institusi (produsen dan distributor) dan teknologi (mencakup stasiun pengisian, tabung & kompor gas, kendaraan pengangkut)
di
dalam
mengantisipasi
perubahan
dan
ketidakpastian
yang
dimunculkannya. Di tingkat masyarakat dan dunia usaha, pilihan adaptasi terhadap bahan bakar pengganti di dalam merespon kebijakan konversi bahan bakar minyak juga ditentukan oleh pontensi ketersediaan energi alternatif di tingkat lokal. Jenis-jenis energi alternatif akan menjadi pilihan manakala memiliki tingkat biaya ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar gas. Sumber energi alternatif dan penyediaanya perlu dihadirkan untuk memberikan pilihan bagi masyarakat dan dunia usaha di dalam memenuhi kebutuhan energi sesuai dengan kapasitas adaptasi ekonomi dan budaya yang dimilikinya.
II - 26
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Pos dan Telekomunikasi. Peranan pos dan telekomunikasi dalam struktur perekonomian Jawa Barat memang tidak begitu dominan, tetapi dalam menunjang pembangunan di daerah ini cukup besar. Tanpa adanya kontribusi telekomunikasi, dunia usaha di daerah ini tidak semaju seperti sekarang. Berbagai usaha pemerintah untuk memperlancar pelayanan komunikasi, salah satunya peningkatan mutu layanan jasa Pos. Namun tidak dapat dipungkiri dengan maraknya pengembangan teknologi informasi, pemakaian jasa Pos semakin berkurang. Sedangkan pemakaian internet dan telekomunikasi yang menggunakan teknologi wireless terus berkembang pesat. Pada aspek telekomunikasi, cakupan layanan untuk infrastruktur telekomunikasi belum bisa menjangkau setiap pelosok wilayah, dicirikan dengan adanya beberapa wilayah yang belum terlayani. Khusus untuk layanan jasa telepon kabel, beberapa daerah perkotaan pada tahun 2005 angka teledensitasnya sudah tinggi (>10), sedangkan untuk daerah kabupaten kondisi teledensitasnya masih rendah, terutama untuk jaringan telekomunikasi perdesaan. Pada tahun 2007 jumlah Telepon Umum Kartu sebesar 80 unit, Koin 2.974 unit, kedua jenis ini mengalami kenaikan dibandingkan Tahun 2006 Pada tahun 2009, pelayanan kantor pos tersebar di seluruh kabupaten/kota se Jawa Barat yang berjumlah 163 unit di kota dan 243 unit di kabupaten. Jumlah surat yang dikirim lewat Pos dalam negeri untuk jenis surat Biasa dan surat tercatat mengalami penurunan, masing-masing sebesar 9,89% dan 51,27% dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian pula surat yang dikirim ke luar negeri mengalami penurunan sebesar 34,80% untuk jenis biasa dan sebesar 8,26% untuk surat tercatat. Pariwisata. Salah satu sektor yang dapat diandalkan sebagai sumber devisa negara adalah sektor Pariwisata. Jawa Barat ditetapkan sebagai salah satu tujuan Wisata, maka kegiatan pariwisata di daerah ini cukup potensial untuk menunjang pembangunan daerah. Paling tidak, dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan negara. Jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata di Jawa Barat pada tahun 2007 sebanyak 6.113.815 orang dimana 256.095 orang (4,19%) diantaranya merupakan kunjungan wisatawan mancanegara dan 5.857.720 orang (95,81%) wisatawan nusantara. Kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara terbanyak terjadi di Kota Bandung masing-
II - 27
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
masing sebanyak 137.268 orang dan 2.420105 orang, dan disusul oleh Kota Bogor masing-masing sebanyak 32.987 orang dan 620.737 orang. Sumber Daya Energi. Wilayah Provinsi Jawa Barat memiliki potensi berbagai jenis sumberdaya alam yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan. Potensi sumberdaya alam yang tidak terbaharukan diantaranya adalah minyak dan gas bumi. Di tingkat nasional, Jawa Barat memberikan kontribusi sekitar 4% terhadap produksi minyak bumi nasional dan sekitar 11% terhadap produksi gas nasional yang dihasilkan dari 58 lapangan Migas, yang sebagian besar berada di kawasan pantai utara Jawa Barat. Sementara untuk sumberdaya terbaharukan, Jawa Barat memiliki potensi panas bumi sekitar 6.101 MW atau (21,7%) dari total potensi panas bumi Indonesia. Sampai dengan tahun 2007, sekitar 92,81% energi nasional yang dihasilkan dari panas bumi dipasok oleh pembangkit panas bumi yang berada di Jawa Barat. Sementara untuk pasokan energi nasional yang bersumber dari PLTA, Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 46,21%. Sumberdaya tak terbaharukan lainnya adalah sumberdaya tambang yang terdiri dari 40 jenis dan tersebar di 16 kabupaten, dan sebagian besar tersebar di Jawa Barat bagian Selatan. Penataan Wilayah. Tata ruang Provinsi Jawa Barat merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang ditetapkan dan disesuaikan dengan visi dan misi Provinsi Jawa Barat. Kondisi struktur ruang diuraikan dalam kondisi sistem kota-kota, infrastruktur wilayah, dan kawasan andalan. Sementara kondisi pola ruang diuraikan dalam kondisi kawasan budidaya sawah dan kawasan lindung. Berdasarkan rencana struktur ruang wilayah nasional, di Provinsi Jawa Barat telah ditetapkan 3 (tiga) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan 7 (tujuh) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). PKN tersebut meliputi : Metropolitan Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek), Metropolitan Bandung, dan Metropolitan Cirebon. Sedangkan PKW meliputi Sukabumi, Cikampek-Cikopo, Pelabuhanratu, Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Keterkaitan antar PKN, antar PKW, dan antara PKN-PKW diwujudkan melalui pengembangan infrastruktur wilayah.
II - 28
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Implementasi pengembangan PKN yang telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi Jawa Barat 2010 memperlihatkan kondisi fungsi dan peran yang belum optimal, hal tersebut dilihat dari skala kegiatan ekonomi, pelayanan infrastruktur, serta daya dukung dan daya tampung ruangnya. Secara umum sistem kota hampir seluruhya mengalami masalah dalam penyediaan sistem sarana prasarana, namun PKN Bodebek memiliki keberadaan prasarana dan sarana yang lebih optimal dibandingkan PKN Metropolitan Bandung dan PKN Cirebon. Kaitan antara PKN Metropolitan Bodebek dan Metropolitan Bandung memiliki keterkaitan yang tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan antar wilayah terutama antara wilayah Jawa Barat bagian utara dengan bagian selatan serta antara bagian barat, tengah dan timur. Sementara itu kondisi PKW secara umum menunjukkan masih diperlukan perbaikan dan dukungan bagi peningkatan kinerjanya di Jawa Barat. Secara umum integrasi antar provinsi baik PKN dan PKW masih rendah. Di antara kawasan andalan yang ditetapkan (Bodebek dan Bopunjur, Cekungan Bandung, Priatim-Pangandaran, Ciayumajakuning, Purwasuka, dan Sukabumi), Kawasan Andalan Cekungan Bandung memperlihatkan kondisi perkembangan yang lebih tinggi, jika dilihat dari arus pergerakan barang dan orang. Hal ini terjadi akibat ketersediaan sarana dan prasarana wilayah kawasan yang mendukung perkembangan sektor unggulan di kawasan tersebut. Kondisi pola ruang yang dilihat dari pencapaian kebijakan kawasan lindung (KL) 45% pada tahun 2010, berdasarkan kesesuaian tutupan lahan 2005 dengan kawasan lindung yang ditetapkan RTRW Provinsi Jawa Barat, menunjukkan pencapaian kawasan lindung yang sesuai sebesar 27,5% (KL dalam kawasan hutan 11,3% dan KL diluar kawasan hutan 16,2%), sedangkan yang kurang sesuai sebesar 14,8% dan yang tidak sesuai sebesar 6,6%. Penyimpangan pemanfaatan ruang diperlihatkan dengan tingginya alih fungsi lahan produktif karena pengaruh kegiatan ekonomi, perkembangan penduduk maupun kondisi sosial budaya. Alih fungsi yang terjadi umumnya mengabaikan rencana tata ruang yang telah direncanakan sebelumnya. Tingginya alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya (lahan terbangun) selama kurun waktu 1994-2005 terjadi penurunan II - 29
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
luas lahan hutan sebesar 242.922,26 Ha (28,48%) dan sawah sebesar 253.281,71 Ha (27,13%). Perkembangan alih fungsi lahan produktif untuk kegiatan investasi industri, jasa maupun pemukiman yang tidak sejalan dengan pola perencanaan yang telah ditetapkan menimbulkan dampak berupa kerusakan lingkungan, penurunan daya dukung lingkungan serta mengancam ketahanan pangan Jawa Barat. Alih fungsi lahan di Jawa Barat terutama terjadi pada berubahnya fungsi hutan baik primer maupun sekunder menjadi fungsi perkebunan bahkan semak belukar, berubahnya fungsi sawah menjadi fungsi permukiman dan budidaya lainnya serta mendorong berkurangnya kawasan resapan air, perambahan daerah/kawasan hulu sungai. Dari kurun waktu 2001-2005 telah terjadi perubahan luas tutupan lahan hutan primer sebesar 3.103,3 Ha, dan hutan sekunder 21.691,1 Ha, sedangkan perkebunan bertambah sebesar 27.829,7 Ha. Alih fungsi lahan tersebut merupakan indikasi rentannya kondisi lahan yang menjadi penyebab degradasi lingkungan. Indikasi ini dapat dilihat pada degradasi lingkungan pada kawasan lindung seperti kawasan Bandung Utara, dan Bopunjur. Pada kurun waktu 2003-2005 terjadi penurunan luasan sawah di Jawa Barat rata-rata 0,45% per tahun. Data lain menyebutkan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 2,14% menunjukkan kondisi yang sebanding dengan alih fungsi lahan hutan dan sawah seluas 0,5 % per tahun. Hal tersebut antara lain terjadi karena belum berfungsinya aspek pengendalian dalam pelaksanaan penataan ruang, serta terkait dengan kewenangan perijinan pemanfaatan ruang yang sepenuhnya berada di tingkat Kabupaten dan Kota dan masih sering dilaksanakan sebagai bagian dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu keterpaduan RTRW Kabupaten dan Kota dengan RTRW Provinsi Jawa Barat masih perlu ditingkatkan. Perubahan regulasi dalam bidang penataan ruang, yaitu Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, diharapkan dapat memberikan acuan yang lebih tegas dengan penerapan sanksi pidana maupun perdata bagi pelaku penyimpangan tata ruang. Pada Undangundang tersebut pemerintah provinsi antara lain memiliki kewenangan dalam pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pelaksanaan penataan ruang serta pengembangan kawasan strategis provinsi sesuai dengan kewenangan di tingkat provinsi. II - 30
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Bencana Alam. Struktur geologi yang bersifat kompleks menjadikan sebagian wilayah Jawa Barat memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dari ancaman bencana alam. Sumber-sumber potensi penyebab bencana alam di Jawa Barat yang perlu diwaspadai adalah 7 (tujuh) gunung api aktif, 5 (lima) sesar aktif serta aktivitas lempeng tektonik di selatan Jawa Barat. Sumber penyebab bencana lainnya adalah tingginya intensitas curah hujan yang memicu gerakan tanah terutama di wilayah Jawa Barat bagian Selatan, serta banjir di wilayah pantai Utara dan Cekungan Bandung (Gambar 2.1). Dalam kurun waktu dari Januari sampai November tahun 2007, tercatat telah terjadi banjir 128 kali, tanah longsor 124 kali, angin topan 163 kali dan gempa bumi dengan kejadian 10 kali. Kesemuanya itu menyebabkan rumah rusak berat sebanyak 1.616 buah dengan korban meninggal mencapai 48 orang. Gambar 2.1 Peta Sebaran Daerah Rawan Banjir
Sumber : Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat. 2007.
Kawasan Lindung. Upaya mewujudkan fungsi 45% Kawasan Lindung Jawa Barat dalam kurun waktu lima tahun terakhir dilaksanakan melalui kegiatan koordinasi antar instansi terkait dan penandaan batas kawasan lindung. Upaya rehabilitasi lahan kritis antara lain dilakukan melalui GRLK (Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis) dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Pada tahun 2009, luas hutan lindung adalah 265.612,73 ha atau meningkat sebesar 18,50% dibanding tahun 2008 yang hanya II - 31
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
seluas 224.144,67 ha. Perwujudan 45% kawasan lindung tersebut melibatkan insitusi di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota serta partisipasi dunia usaha dan masyarakat. Dalam pelaksanaanya, pencapaian kawasan lindung 45% dihadapkan pada permasalahan semakin meningkatnya tekanan sosial-ekonomi terhadap sumber hutan, serta sinergitas lintas instansi. Lingkungan Hidup. Dalam urusan lingkungan hidup, sampai dengan tahun 2009 berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka mengendalikan tingkat pencemaran air sungai di Jawa Barat. Upaya tersebut antara lain melalui pemantauan kualitas air sungai secara periodik di 7 sungai utama, penguatan kapasitas kelembagaan melalui program Environmental Pollution Control Management (EPCM), produksi bersih, serta penegakkan hukum lingkungan. Penguatan kapasitas kelembagaan melalui program tersebut telah dapat membangun komitmen industri di dalam mewujudkan pemulihan kualitas air sungai. Sementara dari sisi penegakkan hukum lingkungan telah dilakukan penanganan terhadap industri pencemar. Namun demikian, apabila memperhatikan kondisi kualitas air sungai di 7 sungai utama, upaya-upaya pengendalian tingkat pencemaran air yang telah dilakukan masih belum dapat memberikan efek signifikan terhadap pergeseran status mutu air ke tingkat yang lebih baik. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya partisipasi sektor industri dalam program EPCM dan produksi bersih, serta belum optimalnya upaya penegakkan hukum di dalam memberikan efek shock theraphy terhadap pelaku pencemar. Terkait dengan perkembangan kondisi air tanah di Jawa Barat, beberapa cekungan air tanah kritis secara umum memperlihatkan kondisi ketersediaan air tanah yang semakin menurun dari tahun ke tahun sebagai implikasi dari meningkatnya pengambilan air tanah untuk keperluan industri, domestik, serta komersial. Pemanfaatan sumberdaya air tanah di Jawa Barat terus meningkat, sekitar 47,62% air tanah dimanfaatkan oleh industri dan komersil, 28,24% dimanfaatkan oleh PDAM dan hanya sekitar 1,29% dimanfaatkan oleh permukiman. Di Cekungan Bandung, hasil pengamatan dari beberapa sumur pantau air tanah dalam memperlihatkan laju penurunan 2-5 meter setiap tahunnya. Langkah-langkah konservasi dan pengendalian pemanfaatan air bawah tanah telah dilakukan dalam lima II - 32
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
tahun terakhir untuk mengendalikan laju penurunan air tanah, terutama di cekungan air tanah kritis. Langkah tersebut meliputi pemantauan kondisi air tanah, pengendalian pemanfaatan pengambilan air tanah melalui perijinan dan mekanisme disinsentif, pengawasan dan penertiban pengambilan air tanah secara ilegal, serta pembuatan percontohan sumur resapan dalam di kawasan tapak industri. Ke depan, untuk memulihkan kondisi air tanah di Cekungan air tanah kritis masih diperlukan penguatan
dan peningkatan efektivitas dari pola langkah-langkah
sebagaimana telah ditempuh, serta mendorong partisipasi sektor industri di dalam mengembangkan sumur resapan dalam di kawasan industri. Dalam jangka panjang, perkembangan ekonomi wilayah perlu diarahkan pada aktivitas ekonomi yang berkarakter hemat konsumsi air tanah untuk menekan laju pemanfaatan air tanah. Dari aspek kualitas udara, tingkat aktivitas yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan yang mengakibatkan polusi udara yang cukup memprihatinkan. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor terhadap polusi udara telah mencapai 60-70%. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada saat ini semakin banyak industri yang mulai menggunakan batu bara sebagai sumber energi yang berkontribusi terhadap penurunan kualitas udara. Persoalan lingkungan lainnya yang dihadapi di Jawa Barat adalah belum tertanganinya kerusakan kawasan pesisir. Di wilayah pesisir Utara Jawa Barat, kerusakan kawasan ditandai oleh kerusakan hutan bakau, abrasi pantai, serta pendangkalan muara sungai yang berdampak pada penurunan produksi perikanan. Tingkat abrasi yang terjadi di pantai selatan sekitar 35,35 Ha/tahun dan di pantai utara sekitar 370,3 Ha/tahun dengan indeks pencemar air laut dengan kisaran 7,391-9,843 yang menunjukan sudah tercemar berat. Bencana gerakan tanah (tanah longsor) merupakan peristiwa alam yang seringkali mengakibatkan banyak kerusakan, baik berupa kerusakan lingkungan maupun kerusakan prasarana dan sarana fisik hasil pembangunan, serta menimbulkan kerugian yang tidak sedikit baik berupa harta benda maupun korban jiwa manusia. Jabar Selatan merupakan
II - 33
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
salah satu daerah yang sangat rawan terhadap gerakantanah, hampir setiap mengalami bencana gerakantanah dan menimbulkan kerusakan yang cukup besar. Pada umumnya bencana tanah longsor dipicu oleh turunnya curah hujan yang cukup tinggi, disamping kondisi kelerengan lahan yang cukup terjal dan tidak tertutup oleh vegetasi serta sifat batuan atau tanah yang cukup sensitif terhadap kondisi keairan. Secara umum, daerah potensi longsor di Jawa Barat dapat dirangkum seperti terlihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Daerah Rawan Longsor di Jawa Barat No 1
Potensi Longsor
Lokasi
Menengah – Tinggi
Bogor (Jonggol, Citeureup, Nanggung), Sukabumi (Tegalbeuleud, Cidolog, Sagaranten, Jampang Tengah, Palabuhanratu, Parung Kuda), Cianjur (Pacet, Sukaresmi, Pagelaran, Tanggeung, Kadupandak, Cibinong, Argabintang, Naringgul, Campaka, Cibeber), Bandung (Gununghalu), Garut (Palegong, Cisewu, Pakenjeng, Cisompet), Purwakarta (Wanayasa, Sukatani, Plered), Subang (Sagalaherang), Sumedang (Tomo, Cadasngampar, Paseh, Congeang, Buah Dua, Tanjungkerta, Cibugel), Tasikmalaya (Bantarkalong, Sodonghilir, Cibalong, Taraju, Salawu, Salopa, Cikatomas), Ciamis (Langkaplancar, Tambaksari, Cisaga, Panawangan), Majalengka (Talaga, Maja, Rajagaluh, Argapura, Sukahaji, Majalengka, Bantarujeg), Kuningan (Mandirancan, Cilimus, Subang, Selajambe, Cidahu), Cirebon (Palimanan, Sumber, Karangsembung, Ciwaringin) 2 Menengah Bogor (Caringin, Cariu), Sukabumi (Cibadak, Nyalindung), Cianjur (Pacet, Sukaresmi, Pagelaran, Tanggeung, Kadupandak, Cibinong, Argabinta, Naringgul, Campaka, Cibeber), Bandung (Rongga, Cililin, Cipongkor, Parongpong, Pangalengan, Arjasari, Cipatat), Garut (Bungbulang, Bayongbong, Banjarwangi), Purwakarta (Bojong, Jatiluhur), Subang (Cisalak, Cijambe), Sumedang (Wado, Sumedang Selatan), Tasikmalaya (Pager Ageung), Ciamis (Cihaurbeuti), Majalengka (Lemah Sugih), Kuningan (Ciniru, Ciwaru), Cirebon (Beber, Waled, Sedong) Sumber : Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005).
Wilayah pantai Selatan Jawa Barat adalah daerah rawan bencana tsunami. Pada tanggal 17 Juli 2006 pada jam 15.19 WIB telah terjadi bencana alam gempabumi dan tsunami di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Bencana alam tersebut sebagai akibat dari
II - 34
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
terjadinya gempabumi berkekuatan 6,8 SR yang berdampak pada naiknya air laut setinggi 1 hingga 7 meter. Air laut pasang mengarah ke pantai beradius 500 m ke arah darat. Erosi pada tebing sungai terdapat berupa longsoran dan runtuhan. Umumnya terjadi pada alur sungai yang membelok. Erosi terjadi pada tebing busur luar tikungan yang selalu dihantam oleh kekuatan arus air sungai. Pada daerah dataran lanjutan proses erosi ini membentuk meander. Selain dari itu perbuatan manusia dapat pula mempercepat proses erosi tersebut seperti di sekitar lokasi penambangan batu kali. Seperti terlihat pada sungai Cimandiri di daerah Sukabumi dimana telah mengancam dan menghancurkan rumah penduduk yang berlokasi di tepi sungai. Pengembilan bongkahan batu kali dapat mempercepat arus sungai, sehingga kekuatan arus menghantam tebing lebih kuat dan terjadi lekukan pada kaki tebing sungai. Daerah Jabar Selatan secara geologis rentan terhadap bencana alam pesisir, seperti Tsunami. Walaupun jarang terjadi, namun daya hancurnya yang besar membuatnya harus diperhitungkan. Tsunami umumnya disebabkan oleh gempabumi dasar laut. Sekitar 70% gempabumi tektonik terjadi di dasar laut yang berpotensi menyebabkan tsunami (tsunamigenik). Kriteria terjadinya tsunami adalah magnituda gempa harus lebih besar dari 6 sekala Richter, gerakan kulit bumi ke arah atas (up thrusting) dan kedalaman gempabumi kurang dari 80 kilometer, memiliki topografi dasar laut relatif landai (lebih kecil dari 600). Jarak sumber gempa terhadap pantai di semua kelompok pantai rata-rata kurang dari 300 kilometer, sedangkan kecepatan rambat tsunami mencapai 600-700 kilometer per jam, maka tsunami datang dengan amat cepat. Kurang dari setengah jam setelah gempa mengguncang. Untuk memperkecil resiko tersebut yang perlu dilakukan adalah mengembangkan manajemen bencana alam terutama pada tahap mitigasi bencana yang dikaitkan dengan rencana tata ruang yang didasarkan pada peta rawan bencana alam. Iklim Berinvestasi Dalam pembangunan perekonomian yang dinamis di tingkat nasional maupun di tingkat regional dan lokal, penanaman modal (investasi) menjadi faktor yang sangat penting karena berperan sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan II - 35
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
lapangan kerja, pengembangan sumberdaya strategis nasional, implementasi dan transfer keahlian dan teknologi, pertumbuhan ekspor dan meningkatkan neraca pembayaran. Penanaman modal tersebut akan memberikan banyak dampak ganda (multiplier effects) dan manfaat bagi banyak pihak termasuk perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Laju pertambahan investasi dan tingkat produktivitas yang dihasilkannya akan mendorong tinggi dan luasnya jangkauan dampak yang ditimbulkan. Pada tahun 2009, Jawa Barat telah memililki Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) sebagai upaya meningkatkan layanan publik. Badan tersebut berfungsi untuk mengendalikan pemberian ijin dan non ijin yang menjadi kewenangan pemerintah Jawa Barat melalui satu atap. Diantara ijin yang proses administrasinya diserahkan pada BPPT berasal dari Dinas Kesehatan, Bina Marga, Sumber Daya Air, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Perhubungan. Dalam kurun waktu setahun, BPPT telah memproses 3.987 ijin dan non ijin dari permohonan yang masuk sebanyak 4.403 dan sisanya sedang dalam proses. Laju pertumbuhan investasi yang ditanamkan di Jawa Barat melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pada periode tahun 2005–2009, memperlihatkan kecenderungan meningkat. Kondisi ini memberikan sinyalemen bahwa iklim investasi di Jawa Barat cukup memberikan peluang bagi para penanam modal untuk menanamkan investasinya di Jawa Barat. Namun investasi yang cukup besar di Jawa Barat tersebut, belum sepenuhnya dapat memberikan efek langsung dalam meningkatkan kualitas dan menyerap sumber daya manusia daerah. Pada periode 2005-2009, nilai investasi meningkat dari Rp. 18,37 triliun (350 proyek) pada tahun 2005 menjadi Rp. 30,21 triliun (371 proyek) pada tahun 2009 atau dengan rata-rata pertumbuhan investasi mencapai 16,11% per tahun (Tabel 2.5). Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi terus membaik dari tahun ke tahun. Jumlah tenaga kerja yang terserap dari investasi tersebut berkisar antara 72.351–101.347 orang. Realisasi investasi di Jawa Barat tersebut melebihi target yang ditetapkan. Berdasarkan jumlah investasi, daerah tujuan investor adalah Kabupaten Karawang, namun jumlah proyek dan jumlah tenaga kerja yang diserap terbanyak terdapat di Kabupaten Bekasi. II - 36
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2.6. Realisasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Jawa Barat Tahun 2005-2009 Tahun Uraian 2005 2006 2007 Realisasi PMA dan PMDN : Nilai investasi (trilyun Rp) 18,37 23,73 23,55 Jumlah proyek (buah) 350 281 325 Jumlah tenaga kerja (orang) 97.382 75.001 72.351 Sumber : BPPMD Provinsi Jawa Barat, 2005-2009
2008
2009
29,60 397 110.430
30,21 371 101.347
Posisi Jawa Barat yang strategis menempatkan Jawa Barat menjadi tujuan utama untuk investasi, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Namun demikian, pertumbuhan investasi belum mampu meningkatkan keterkaitan dengan usaha ekonomi lokal dan kesempatan kerja. Hal ini diakibatkan belum efisien dan efektifnya birokrasi, belum adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang penanaman modal, dan masih rendahnya infrastruktur pendukung. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pasca krisis tahun 1997 mengalami peningkatan, hal ini didorong oleh tiga sektor utama yaitu sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor Pertanian. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi tersebut belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan masih tingginya jumlah penduduk miskin dan pengangguran. Sektor industri Jawa Barat merupakan kontributor utama ekonomi daerah yang mampu memberikan kontribusi sebesar 44,68 %, hal ini didukung oleh banyaknya kawasan industri. Namun demikian, daya saing industri tersebut masih rendah, hal ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan pada bahan baku impor, rendahnya kemampuan dalam pengembangan teknologi, rendahnya kemampuan dan keterampilan sumber daya industri serta tingginya pencemaran limbah industri. Sektor perdagangan di Jawa Barat pengembangannya difokuskan pada sistem distribusi barang dan peningkatan akses pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pengembangan sistem distribusi diarahkan untuk memperlancar arus barang, memperkecil disparitas antar daerah, mengurangi fluktuasi harga dan menjamin II - 37
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
ketersediaan barang yang terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan peningkatan akses pasar, baik dalam negeri maupun luar negeri dilakukan melalui promosi produk Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki potensi pariwisata yang sangat beragam baik dari sisi produk wisata maupun pasar wisatawan. Keragaman alam dan budaya yang dimiliki tersebut merupakan modal dasar dalam pengembangan daya tarik wisata. Berdasarkan data kunjungan wisatawan, secara nasional Jawa Barat menduduki peringkat ke tiga setelah DKI Jakarta dan Bali. Untuk pengembangan sektor pariwisata, kendala yang dihadapi adalah belum tertatanya objek wisata dan masih rendahnya kualitas infrastruktur pendukung. Pertanian di Provinsi Jawa Barat secara umum memiliki potensi yang besar dan variatif, dan didukung oleh kondisi agroekosistem yang cocok untuk pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, ternak, ikan, dan hutan). Jawa Barat sebagai produsen 40 (empat puluh) komoditas agribisnis terbesar di Indonesia, khususnya komoditas padi yang memberikan kontribusi 18 % terhadap produksi padi nasional. Sektor pertanian juga memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi yaitu rata-rata sebesar 29,65% dari jumlah penduduk bekerja, meskipun presentase penyerapannya cenderung menurun. Namun hubungan antar subsistem pertanian dan sektor lain (linkages) belum sepenuhnya menunjukkan sinergitas pada skala lokal, regional dan nasional, hal ini tercermin dari pengembangan agroindustri yang belum optimal dalam pengolahan dan pemasarannya. Pengembangan yang bersifat sektoral pada sistem pertanian serta ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan global merupakan kendala yang masih dihadapi sektor pertanian. Jawa Barat memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan terutama dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di pesisir selatan, usaha budidaya laut, bioteknologi kelautan, serta berbagai macam jasa lingkungan kelautan. Namun kondisi dan potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang besar ini belum diikuti dengan perkembangan bisnis dan usaha perikanan dan kelautan yang baik. Tingkat investasi sarana dan prasarana pendukung bisnis kelautan serta produksi sumber daya perikanan dan kelautan masih jauh dari potensi yang ada. Dilain pihak, lemahnya kondisi II - 38
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
pembudidaya dan nelayan sebagai produsen menyebabkan kurang berkembangnya kegiatan dan pengelolaan industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan. Peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan koperasi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi masih perlu ditumbuhkembangkan. Hal tersebut disebabkan kurangnya efektifitas fungsi dan peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pembangunan serta rentannya UMKM terhadap perubahan harga bahan bakar. Masih tingginya kredit konsumsi dibandingkan dengan kredit investasi juga menghambat kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga kurang menopang aktivitas sektor riil. Selain itu, dibutuhkan pengembangan UMKM dan koperasi yang mampu mengembangkan agroindustri dan bisnis kelautan guna menunjang daya beli dan ketahanan pangan. Lebih dari 90%, investasi yang ditanamkan di Jawa Barat bergerak pada sektor sekunder, yang rentan terhadap pengaruh ekonomi global. Pada tahun 2007, jumlah investasi yang ditanamkan melalui penanaman modal dalam negeri (PMDN) terbesar pada jenis industri kertas dan percetakan, sementara industri logam, mesin dan elektronika merupakan jenis industri yang mendapat alokasi investasi terbesar melalui PMA. Jepang merupakan negara yang paling banyak menanamkan modalnya di Jawa Barat pada tahun 2006 dan 2007. Sumber Daya Manusia Di Indonesia, Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar dibandingkan dengan provinsi lain, sehingga merupakan asset penting yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan secara keseluruhan di Jawa Barat. Apalagi, berdasarkan struktur umur, proporsi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun ke atas dan penduduk usia di atas 64 tahun, yaitu masing-masing sebesar 64,86%, 29,59%, dan 5,55%. Dengan demikian, angka ketergantungan yang menggambarkan jumlah penduduk usia non produktif yang harus ditanggung oleh jumlah penduduk usia produktif, sebesar 54,19 yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif di Jawa Barat menanggung sekitar 55 orang penduduk usia belum/tidak produktif. II - 39
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Di pihak lain, kualitas tenaga kerja masih merupakan permasalahan di Jawa Barat mengingat sebagian besar penduduk usia 10 tahun ke atas hanya memiliki ijasah SD (37,05%) dan tidak lulus SD (21,85%). Sisanya, berpendidikan SMP sederajat sebesar 17,74%, SMA/SMK sebesar 18,16% dan perguruan tinggi sebesar 5,25%. Pada saat ini, peluang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui bidang pendidikan sangat terbuka. Hal ini ditopang oleh dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah melalui APBN-APBD yang akan berupaya menyediakan anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen. Dalam kaitan ini, pemerintah menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia serta mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi satu bangsa. SDM yang berkualitas merupakan salah satu faktor penting bagi kemajuan bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat semakin tinggi kualitas SDM di wilayah tersebut. Peluang untuk mendapatkan lapangan pekerjaan atau menciptakan peluang usaha lebih besar bagi mereka yang berpendidikan tinggi dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah. 2.2. Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD Sampai Tahun Berjalan dan
Realisasi RPJMD Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD Tahun 2010 dilihat dari bidang urusan kewenangan sebagai berikut : 1. Bidang Pendidikan Kebijakan pembangunan bidang pendidikan di Jawa Barat dari tahun 2009 untuk anggarannya telah sesuai dengan amanat UUD 1945 tentang anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dari total APBD Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2009 Indeks Pendidikan mencapai angka 81,14, dengan
AMH yang menggambarkan proporsi
penduduk usia 15 Tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis (latin dan huruf lainnya) telah mencapai 96,33% dan untuk nilai Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang menggambarkan lamanya penduduk usia 15 Tahun ke atas yang bersekolah (dalam Tahun), pada tahun 2009 mencapai 7,72 tahun. Dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) II - 40
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
SD/MI/SDLB sebesar 117,18%; Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/SDLB
sebesar
95,58%; Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/SMPLB sebesar 96,15%; Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs/SMPLB sebesar 71,86%; Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/SMALB/MA
sebesar
57,50%;
Angka
Partisipasi
Murni
(APM)
SMA/SMK/SMALB/MA sebesar 46,….%. Jika dikonversikan pada tingkat kelulusan, maka rata-rata tingkat pendidikan penduduk Jawa Barat adalah tidak tamat SLTP atau baru mencapai kelas 1 SLTP. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pencapaian RLS maksimal 15 Tahun, masih memerlukan rentang waktu yang cukup lama dan biaya yang besar. 2. Bidang Kesehatan Kebijakan pembangunan bidang kesehatan di Jawa Barat difokuskan pada peningkatan
prilaku hidup bersih dan sehat, pencegahan penyakit
serta kualitas
pelayanan kesehatan dasar, dengan sasaran : menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian
anak;
meningkatkan
pengendalian,
pencegahan
penyakit
menular;
meningkatkan prilaku hidup bersih dan sehat; meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dasar, dan penanganan gizi buruk. Pada tahun 2010 Indeks Kesehatan Jawa Barat yang mempresentasikan derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah pada periode waktu tertentu mencapai angka 71,67 poin, yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir (AHHe0) yaitu mencapai 68 tahun dan AKB 38,51/1000 kelahiran hidup.
3. Bidang Lingkungan Hidup Dalam mewujudkan Jawa Barat sebagai Green Province, maka program GRLK (Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis), merupakan program unggulan Jawa Barat dalam mengurangi luas lahan kritis dan meningkatkan fungsi kawasan lindung. Luas lahan kritis di luar kawasan hutan masih menunjukkan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan luas lahan kritis di dalam kawasan hutan. Tahun 2010 target penanganan adalah II - 41
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
10.450 ha dan baru ………..ha, disamping itu provinsi telah melakukan kerjasama dengan TNI (tentara Nasional Indonesia) untuk mensukseskan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis. Dalam meningkatkan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, maka provinsi Jawa Barat telah melakukan kerjasama antara pemerintah daerah dengan lembaga-lembaga hukum melalui peraturan bersama antara Gubernur Jawa Barat, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Kepala Kepolisian Metro Jaya dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam meningkatkan law enforcement terhadap berbagai permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Bentuk kerjasama tersebut termuat dalam Peraturan Bersama No.77,B/ 9544/ VI/ 2009, B/ 5711/ VI/ Darto/ 19 Juni 2009 KEP- 62/ 02/ Epp.1/ 06/ 2009 tentang Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu. Dengan Kerjasama antara pemerintah provinsi dan kelembagaan hukum tersebut diharapkan penegakan hukum dapat lebih efektif dan efisien untuk mencapai Jawa Barat yang lebih baik. Dalam meningkatkan pelayanan dan pengelolaan persampahan di Jawa Barat dimana tingkat cakupan pelayanan persampahan perkotaan tahun 2010 mencapai 57-62 %, Pemerintah Provinsi telah membuat kesepakatan dengan beberapa Bupati dan Walikota dalam membentuk pengelolaan Persampahan Regional Jawa Barat. Kesepakatan tersebut adalah (1) Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional di Wilayah Metropolitan Bandung dengan lokasi TTPST Regional di Leuwigajah dan Legok Nangka, dimana tahun 2009-2010 telah dibebaskannya sisa tanah di Leuwigajah dan Pembebasan Tanah 74,6 Ha Di Legok Nangka, (2) Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor, Kota Depok tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional di lokasi TPPST Nambo di Kabupaten Bogor. Selain itu, Pemerintah Provinsi mencoba untuk melakukan optimalisasi terhadap TPK Sarimukti dengan
memperpanjang
masa
penggunaaannya
sampai
tahun
2014
dengan
meningkatkan sarana dan prasarana pendukungnya. Selain itu, Pemerintah Provinsi II - 42
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
beserta Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi sedang menyusun Perjanjian Kerjasama tentang Kerjasama Pelayanan Antar Daerah Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional Sementara di Sarimukti dengan maksud untuk menyelenggarakan pelayanan pengolahan dan pemrosesan akhir sampah lintas kabupaten/kota di tempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah regional Sarimukti sebelum tersedianya TPPAS Regional yang lebih permanen sebagaimana telah disepakati bersama dalam Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional di Wilayah Metropolitan Bandung. 4. Bidang Pekerjaan Umum Pada aspek infrastruktur transportasi jalan, berbagai upaya telah dilakukan selama kurun waktu 2010 untuk meningkatkan kondisi kemantapan jalan Provinsi. Pada tahun 2009 kemantapan jalan provinsi sepanjang 18.162,1 Km adalah sebesar 89,51 % dan telah meningkat menjadi 92% pada akhir tahun 2010 dan telah memenuhi target RPJMD Provinsi Jawa Barat. Khusus untuk jalan lintas selatan Jabar, ruas tersebut telah ditetapkan sebagai jalan strategis nasional dan diharapkan penuntasan penanganan jalan dapat diselesaikan dalam beberapa tahun mendatang. Penambahan akses ke Jabar Selatan juga dilakukan yaitu melalui peningkatan beberapa ruas jalan vertikal antara lain ruas Bandung-Pangalengan-Rancabuaya sepanjang 108,08 Km dimana pada tahun 2010 telah dilakukan perencanaan teknis dan peningkatan jalan sepanjang 5 km. Selain itu, dilakukan pula peningkatan jalan sebagai pendukung Kawasan Industri, yaitu peningkatan dan rehabilitasi jalan ruas Cileungsi – Cibeet, serta peningkatan jalan ruas Bekasi Narogong dan ruas Purwakarta – Curug – Kosambi. Untuk pengembangan jalan tol, sampai dengan tahun 2010 Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melakukan persiapan pembangunan tiga jalan tol yaitu jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (CISUMDAWU), jalan tol Soreang-Pasirkoja (SOROJA), dan Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR). Dalam rangka percepatan pembangunan ketiga jalan tol tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah membuat kesepakatan bersama dengan pihak Pemerintah Pusat tentang pendanaan tanah jalan tol. Selain itu, telah dilakukan pula kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota II - 43
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
terkait dan PT. Jasa Sarana mengenai pengadaan tanah oleh pemerintah daerah dan pembiayaan pengadaan tanah secara mandiri oleh BUMD. Untuk infrastruktur sumber daya air dan irigasi, Pemerintah Provinsi mendukung percepatan pembangunan Waduk Jatigede, dimana sampai pada tahun 2010 telah dilakukan kegiatan pengadaan tanah untuk relokasi penduduk yang terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede seluas 111,08 Ha di Kabupaten Sumedang dari total kebutuhan lahan seluas 275,13 Ha. Pengadaan tanah tersebut harus diselesaikan sebelum tahun 2013 dikarenakan penggenangan areal Waduk Jatigede akan dilaksanakan pada akhir tahun 2013. Selain itu, pada aspek infrastruktur irigasi, berbagai upaya untuk memperbaiki dan mempertahankan kondisi prasarana irigasi telah dilakukan yaitu melalui rehabilitasi terhadap daerah irigasi yang rusak serta pemeliharaan 91 Daerah Irigasi (DI.) seluas 87.656 Ha. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kondisi baik jaringan irigasi dari 60,76% tahun 2009 menjadi 61,72% pada tahun 2010. Selain itu intensitas tanam padi sawah pada akhir tahun 2010 dapat mencapai 196 % sesuai target RPJMD Provinsi Jawa Barat. Dalam meningkatkan cakupan pelayanan air minum (perkotaan) di Jawa Barat perlu mendapat perhatian penuh dimana pencapaian tahun 2010 diperkirakan baru mencapai 32-34 %, dimana hal ini harus sejalan dengan target dari kesepakatan Millenium Development Goals (MDGs)/Agenda 21 Target 10: “penurunan sebesar setengah, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada
2015 "
Dalam rangka penyediaan infrastruktur yang memadai, pada tahun 2010 diterbitkan Perda No. 14 Tahun 2010 tentang Program/Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dan Bangunan Gedung yang didanai melalui Pembiayaan Pembangunan Tahun Jamak. Perda tersebut mengatur 8 (delapan) kegiatan pembangunan meliputi Peningkatan Jalan Ruas Bandung-Pangalengan-Rancabuaya, Peningkatan Jalan Ruas Cikajang-Pameungpeuk, Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Sukabumi, Pembangunan Bendung Waru di Kabupaten Karawang, Pembangunan Bendung Suplesi Leuwikadu di II - 44
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Kabupaten Sukabumi, Pembangunan Sentra Pembinaan Olahraga Terpadu (SPOrT) Arcamanik Jabar, Pembangunan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat, dan Penyediaan prasarana dan sarana air minum untuk daerah rawan air skala Provinsi di wilayah Pantura. Untuk tahapan pembiayaan setiap tahun dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 25% dari nilai pekerjaan, dimana pelaksanaan pembangunan kegiatan tahun jamak dimulai pada tahun 2011 dan berakhir tahun 2013 dengan rincian anggaran untuk tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini: NO
KEGIATAN/PEKERJAAN
1
Peningkatan Jalan Ruas Pangalengan-Cukul-CisewuRancabuaya Peningkatan Jalan Ruas Cikajang-Pameungpeuk Pembangunan Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pembangunan Bendung Waru di Kab. Karawang Pembangunan Bendung Suplesi Leuwikadu di Kab. Sukabumi Pembangunan Sentra Pembinaan Olahraga Terpadu (SPOrT) Arcamanik Jabar Pembangunan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Prov. Jawa Barat Penyediaan Prasarana dan Sarana Air Minum untuk daerah rawan air skala Provinsi di wilayah Pantura
2 3 4 5 6
7
8
JUMLAH
ANGGARAN (PERDA 14/2010) 200.000.000.000
ANGGARAN (DPA TA. 2011) 59.000.000.000
OPD PELAKSANA BINA MARGA
76.200.000.000
19.000.000.000
BINA MARGA
102.000.000.000
25.500.000.000
BINA MARGA
17.610.000.000
4.400.000.000 PSDA
6.500.000.000
1.625.000.000 PSDA
175.000.000.000
43.183.350.000
DISORDA
100.000.000.000
25.000.000.000
SET.DPRD
50.000.000.000
12.500.000.000
DISKIMRUM
727.310.000.000
177.708.350.000
5. Bidang Penataan Ruang Kondisi Jawa Barat yang penuh dinamika menghadirkan tantangan dan tuntutan yang berbeda dengan wilayah lainnya. Tingginya pertumbuhan penduduk, kebutuhan perumahan yang meningkat, penurunan luasan budidaya pangan, ekspansi investasi juga memerlukan ruang serta kondisi kebencanaan di wilayah Jawa Barat memunculkan tantangan yang berbeda. II - 45
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Untuk itu, penataan ruang sebagai instrument untuk mengembalikan dan meningkatkan harmonisasi fungsi ruang secara berkelanjutan maka pemerintah Jawa Barat telah menyusun Perda No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat 2009-2029, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini diberlakukan. Aspek lingkungan merupakan hal yang paling dipertimbangkan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang. Dalam RTRWP Jabar 2009-2029 ditegaskan bahwa tujuan dari penataan ruang adalah berkelanjutan untuk mewujudkan tata ruang wilayah provinsi yang efisien, berkelanjutan dan berdaya saing menuju Jawa Barat sebari provinsi termaju di Indonesia, yang untuk merealisasikannya perlu peran serta masyarakat , dunia usaha, bukan pemerintah daerah saja. 6. Bidang Perencanaan Pembangunan Prioritas pembangunan daerah Tahun 2010 merupakan penajaman, perluasan cakupan, dan kelanjutan dari prioritas pembangunan periode 2008-2009, ditetapkan dengan memperhatikan isu strategis dan aspirasi masyarakat yang telah disepakati dalam Musrenbang berdasarkan isu strategis: Penanggulangan Penduduk Miskin dan Pengangguran; Kinerja Pemerintah Daerah dan Desa; Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah; Intensitas Bencana Alam, Pencemaran
dan
Kerusakan
Lingkungan;
Mutu
dan
Kesempatan
Pendidikan;
Ketersediaan dan Diversifikasi Energi; Ketahanan Pangan; Optimalisasi pemanfaatan ruang untuk investasi; Intensitas dan penyebaran Penyakit; Perilaku Hidup Bersih dan Sehat; Investasi Daerah dan Pembiayaan KUMKM; Pengarusutamaan Jender; Ketersediaan Lapangan Pekerjaan; Peran budaya dan kearifan lokal serta kepariwisataan dalam pembangunan. Dalam mengantisipasi isu strategis diatas serta sejalan dengan Visi dan Misi Jawa Barat untuk periode 2008-2013, maka ditetapkan prioritas pembangunan daerah Tahun II - 46
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
2010 yang menjadi 10 (sepuluh) commons goal adalah sebagai berikut: Peningkatan Kualitas Pendidikan ; Peningkatan Kualitas Kesehatan; Kemandirian Pangan; Peningkatan Daya Beli Masyarakat; Peningkatan Kinerja Aparatur; Penanganan Bencana dan Pengendalian Lingkungan Hidup; Pengembangan Infrastruktur Wilayah; Pengembangan Energi dan Kecukupan air Baku; Pembangunan Perdesaan dan Pengembangan Budaya Lokal dan Destinasi Wisata. Pencapaian Common Goals membutuhkan sinergitas lintas bidang dan OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, antar tingkatan pemerintahan baik pusat, kabupaten/kota maupun desa/kelurahan, dan antar pelaku pembangunan baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat, serta perwilayahan pembangunan. Selain berdasarkan prioritas pembangunan juga berdasarkan kewilayahan pembangunan daerah diarahkan pada 4 (empat) Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) Jawa Barat, dengan program unggulan sesuai dengan potensi daerah . 7. Bidang Perumahan Kondisi aspek Perumahan sampai dengan tahun 2009
masih terdapat 1.035
kawasan kumuh dengan luas sekitar 25.875 ha yang umumnya terdapat di wilayah perkotaan dan permukiman nelayan. Kondisi lingkungan perumahan menunjukkan bahwa masih terdapat rumah tinggal di Jawa Barat kategori semi permanen dengan kategori kurang layak huni sebanyak 88.879 rumah. Kondisi lainnya menunjukkan masih terjadinya penurunan kualitas perumahan dan permukiman di kawasan perkotaan yang diinn dikasikan dengan adanya kawasan-kawasan kumuh di Jawa Barat, terutama terjadi di kota-kota metropolitan dan kota –kota besar, seperti di PKN Metropolitan Bodebek, Metropolitan Bandung dan Metropolitan Cirebon, serta PKW Cikampek-Cikopo dan Cianjur-Sukabumi. Terdapat 2.086 lokasi kumuh, 102.944 unit bangunan rumah kumuh, dan 129.207 keluarga di lokasi kumuh.
II - 47
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
8. Bidang Kepemudaan dan Olah Raga Pembinaan dan pengembangan Pembangunan Bidang Kepemudaan di Jawa Barat, mempunyai permasalah yaitu kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat, masih banyaknya pengangguran, perilaku menyimpang dan kurangnya kesadaran sosial dikalangan Pemuda. Untuk itu perlu di tingkatkan partisipasi masyarakat dalam Pembangunan Bidang Kepemudaan, memperkecil angka kemiskinan, pengangguran, penyimpangan perilaku dan meningkatkan kesadaran sosial dikalangan Pemuda,dan Provinsi
Jawa Barat kedepan dapat menjadi rujukan bagi Provinsi lain dalam
pembangunan bidang kepemudaan. Pembinaan dan pengembangan pembangunan Olahraga rekreasi, prestasi maupun Olahraga masyarakat perlu dukungan sarana dan prasarana memadai. Kurangnya sarana dan prasarana Olahraga Masyarakat di daerah banyak beralih fungsi perlu adanya kebijakan pemerintah menjalin kemitraan baik antara swasta dan investor serta masyarakat, perwujudan SPORT Jawa Barat (Sentra Pembinaan Olahraga Terpadu Jawa Barat) dan revitalisasi GOR Saparua sebagai persiapan ASEAN GAMES XXVI tahun 2011 dan tuan rumah PON XI 2016 serta adanya koordinasi sebagai persiapan pembangunan baik dari teknis dan non teknis sehingga terwujud pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Jawa Barat. 9. Penanaman Modal Kinerja aspek investasi Jawa Barat tahun 2009 cukup baik. Hal ini ditandai dengan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mengalami peningkatan cukup signifikan. Nilai investasi pada tahun 2009 meningkat sebesar 85,6% dan jumlah proyek meningkat sebesar 3,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA), jumlah proyek investasi pada tahun 2009 meningkat sebesar 7,29%, dengan nilai investasi mengalami penurunan sebesar 27,27%. Secara keseluruhan nilai investasi di Jawa Barat pada tahun 2009 meningkat sebesar 37,97%, dan jumlah proyek investasi meningkat sebesar 6,68% dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan realisasi investasi PMA dan PMDN dapat dilihat pada Tabel 2.7.
II - 48
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2.7. Realisasi Penanaman Modal di Jawa Barat Tahun 2008-2009 Tahun
Uraian Jumlah investasi (trilyun Rp) Jumlah proyek (buah)
Perkembangan (%)
2008
2009
35.234,80
48.615,00
+ 37,97
1.377
1.469
+ 6,68
Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2010 (BPS Provinsi Jawa Barat, 2010)
Dari sisi sektor, investasi pada tahun 2009 didominasi oleh sektor sekunder seperti industri kimia dan farmasi, tekstil, makanan, dll. Peran sektor sekunder ini mencapai 47,86% dari keseluruhan nilai investasi. Sedangkan sektor tersier seperti transportasi, konstruksi, perdagangan, berperan sebesar 42,1%. Kontribusi sektor primer, seperti pertanian dan pertambangan, dalam investasi di Jawa Barat pada tahun 2009 hanya sebesar 10%. Pada tahun 2010, Jawa Barat masih merupakan kawasan yang menarik bagi investor. Hal ini ditandai dengan terlampauinya target investasi. Dari target nilai investasi berdasarkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar Rp. 35,6 Trilyun, terealisasi 30% lebih tinggi atau sebesar Rp. 46,60 Trilyun. Dari nilai investasi tersebut, 59,96% merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) dan sisanya sebesar 40,04% adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dengan investasi tersebut dapat diserap tenaga kerja sebanyak 218.239 orang pada 731 buah proyek investasi. Tabel 2.8. Realisasi Penanaman Modal di Jawa Barat Tahun 2010 Uraian
Investasi PMA
Nilai Investasi (trilyun Rp) Jumlah Proyek (buah) Tenaga Kerja (orang)
PMDN
Jumlah
27,94
18,66
46,60
613
118
731
187.202
31.037
218.239
Sumber : BKPPMD Provinsi Jawa Barat, 2011
Dari sisi sektor, investasi dengan nilai terbesar di Jawa Barat pada tahun 2010 adalah sektor transportasi, gudang dan komunikasi yang mencapai 20,08%, serta sektor
II - 49
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
industri logam, mesin dan elektronik sebesar 19,20%. Peringkat lima besar sektor investasi yang menonjol, didominasi oleh sektor tersier dan primer. Tabel 2.9. Peringkat Lima Besar Nilai Realisasi Penanaman Modal di Jawa Barat Tahun 2010 Nilai Investasi (trilyun Rp.)
Sektor
%
1.
Transportasi, Gudang & Komunikasi
9,36
20,08
2.
Ind. Logam, Mesin & Elektronik
8,95
19,20
3.
Jasa Lainnya
7,10
15,23
4.
Ind. Lainnya
4,68
10,04
5.
Listrik, Gas dan Air
4,09
8,77
Sumber : BKPPMD Provinsi Jawa Barat, 2011
Investor utama PMA di Jawa Barat pada tahun 2010 adalah Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Jerman dan Belanda. Nilai investasi gabungan kelima negara tersebut mencapai 75,88% dari nilai investasi keseluruhan PMA tahun 2010 di Jawa Barat, yang mencapai Rp. 27,94 Trilyun. Grafik 2.1. Investasi PMA Menurut Negara Asal di Jawa Barat Tahun 2010 (dalam %) Jerman; 4,90
Belanda; 3,15
Negara2; 6,62 Jepang; 45,52
Malaysia; 6,31
Korsel; 16,01
Gab. Negara; 17,50
Sumber : BKPPMD Provinsi Jawa Barat (2011), diolah
Selama tahun 2010, sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar adalah sektor industri lainnya, industri tekstil dan sektor Industri logam, mesin dan elektronik. Daerah II - 50
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
kabupaten/kota yang paling diminati investor pada tahun ini adalah Kota Bandung, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang. Untuk penyerapan tenaga kerja, investasi di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Karawang menyerap tenaga kerja tertinggi. Sedangkan untuk jumlah proyek investasi, terbanyak adalah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Karawang. Meningkatnya kontribusi sektor tersier dalam investasi di Jawa Barat beberapa tahun terakhir ini menunjukan bahwa perekonomian daerah telah bergeser dari perekonomian berbasis padat karya ke usaha ekonomi berbasis sumberdaya manusia, padat modal dan teknologi. Disisi lain, semakin dominannya peran sektor sekunder dan tersier memberikan gambaran bahwa perekonomian daerah berkembang kearah yang posistif. Meskipun hal ini perlu diwaspadai karena relatif lebih rentan terhadap pengaruh ekonomi global. 10. Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah dengan populasi penduduk terbesar di Indonesia. Berdasarkan hasil Suseda 2009, jumlah penduduk Jawa Barat telah mencapai 42,69 juta jiwa atau sekitar 18% dari jumlah penduduk Indonesia. Populasi tersebut terdiri dari 50,39% penduduk laki-laki dan 49,61% penduduk perempuan. Berdasarkan struktur umur, proporsi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Jawa Barat mencapai 27.986.588 jiwa atau lebih dari 65% dari total populasi. Dari jumlah tersebut, terdapat angkatan kerja sebanyak 18.981.260 jiwa dan pengangguran sebanyak 2.079.830 jiwa atau sekitar 6,89%. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2009 meningkat sebesar 1,27% dari tahun sebelumnya, Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) terus mengalami penurunan. Tahun 2009 TPT adalah sebesar 10,96%, turun sebesar 1,32% dari tahun sebelumnya. Hasil Sakernas 2009-2010 mencatat TPT Jawa Barat tahun 2010 mencapai 10,33%, menurun sebesar 0,63%. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tersebut menunjukkan proporsi jumlah penduduk yang mencari pekerjaan secara aktif terhadap jumlah seluruh angkatan kerja. Sementara itu Tngkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2010 mencapai 62,38% menurun dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 62,89%.
II - 51
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Besarnya jumlah penduduk pada usia produktif di Jawa Barat, belum diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia. Sebagian besar penduduk berusia 15 tahun ke atas didominasi oleh penduduk berpendidikan tertinggi setara SLTP (73,24%), yang terdiri dari setara SD (52,62%) dan setara SLTP (20,63%). Sedangkan penduduk pada kelompok umur ini yang berpendidikan setara SLTA dan diploma masing-masing adalah 20,54% dan 6,22%. Menurut hasil penelitian Hadiyanto dkk. (Ginanjar, 2003), peningkatan 1% dalam stok modal terhadap PDRB hanya akan meningkatkan rata-rata PDRB riil sekitar 0,128%. Namun, peningkatan 1% faktor tenaga kerja akan meningkatkan rata-rata PDRB riil sekitar 2,9296%. Sebagian besar penduduk Jawa Barat yang bekerja pada tahun 2009, memiliki lapangan pekerjaan utama di sektor pertanian (39,98%), perdagangan (27,84%), industri (7,55%) dan jasa-jasa (5,83). Disisi lain, lowongan pekerjaan terdaftar didominasi oleh lapangan usaha industri (50,52%), disusul oleh sektor jasa-jasa (21,17%), perdagangan dan keuangan (6,27%). Tidak sesuainya kualifikasi tenaga kerja yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan dunia usaha ini mengakibatkan tidak terisinya lowongan pekerjaan yang ada. Lowongan pekerjaan yang tidak terisi mencapai 146.474 posisi, terbanyak adalah pada industri bangunan (56,95%) dan industri jasa-jasa (25,84%). Kondisi ini agak ironis karena disisi lain angka pengangguran masih relatif tinggi. Tabel 2.10. Lowongan Kerja yang Belum Terpenuhi Menurut Lapangan Usaha Utama di Jawa Barat Tahun 2009
Perdagangan
Pengangkutan
Jasa-jasa
Keuangan dan Lainnya
3.152
83.410
1.290
8.095
8.381
402
37.846
3.600
Lowongan (%)
0,20
2,15
56,95
0,88
5,53
5,72
0,27
25,84
2,46
Listrik Gas dan Air
298
Bangunan
Pertambangan
Lowongan (posisi)
Uraian
Industri
Pertanian
Industri
Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2010 (BPS Provinsi Jawa Barat, 2010), diolah
II - 52
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
11. Ketahanan Pangan
Penyediaan bahan pangan pokok antara lain; beras, jagung, buah-buahan, sayursayuran dan protein hewani (sapi, domba, ayam, ikan) yang berkualitas dan berkesinambungan merupakan fokus dari prioritas pembangunan daerah tahun 2010. Untuk mendukung penyediaan bahan pangan tersebut, pemerintah pemer daerah melakukan berbagai upaya seperti peningkatan produksi pangan dan perluasan areal pertanian. Secara umum, berdasarkan data BPS Jawa Barat, pada tahun 2009 luas lahan sawah meningkat sekitar 0,53% dibanding tahun lalu, menjadi 949.914 ha. Luas lahan l beririgasi teknis juga menunjukkan kenaikan menjadi 374.156 Ha. Grafik 2.2. Perkembangan Luas Panen Padi Jawa Barat (2006-2009) (2006 1.825.346
Luas Panen (Ha)
1.850.000 1.800.000 1.750.000 1.700.000
1.687.836
1.715.466
1.690.894
1.650.000 1.600.000 2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2010 (BPS Provinsi Jawa Barat, 2010), diolah.
Untuk padi sawah, luas panen mengalami peningkatan pe sebesar 7,95% sementara produksinya mengalami kenaikan sebesar 11,96%. Sedangkan untuk padi ladang luas panennya mengalami kenaikan sebesar 10,75% dan produksinya mengalami kenaikan sebesar 11,73%. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan teknik intensifikasi inte pertanian oleh petani seperti penggunaan pupuk atau penggunaan bibit unggul dalam bercocok tanam. Hasil per hektar mengalami kenaikan yaitu sebesar 3,72 kuintal per hektar untuk padi sawah dan 0,87 kuintal per hektar untuk padi ladang.
II - 53
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2.11. Perkembangan Produksi Padi Jawa Barat (2006-2009) Tahun
Produksi (Ton)
Peningkatan Produksi (%)
2006
9.103.490
--
2007
9.562.990
5,05
2008
9.757.169
2,03
2009
10.924.508
11,96
Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2010 (BPS Provinsi Jawa Barat, 2010), diolah
Sedangkan untuk peternakan, produksi daging terbesar pada tahun 2009 adalah ayam ras yaitu 357.761.702 Kg atau 71,75%, disusul oleh daging sapi sebesar 70.498.760 Kg atau 14,14%. Sementara untuk produksi susu di Jawa Barat sebesar 249.455.737 ribu liter. Produksi unggas mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu ayam buras 2,2%, ayam petelur 1,9%, ayam potong 5,1% dan itik sebesar 3,2%. Disisi lain, berdasarkan data BPS Jawa Barat tahun 2010, rata-rata pengeluaran rumah tangga penduduk Jawa Barat tahun 2008 untuk memenuhi kebutuhan makanan mencapai 57,63%. Proporsi pengeluaran ini mengalami kenaikan sebesar 6,96% dibandingkan tahun sebelumnya, sebesar 50,67%. Kenaikan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk keperluan makanan ini mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat.
12. Perhubungan Pembangunan Sektor Perhubungan menyangkut 3 (tiga) aspek, yaitu perhubungan darat, perhubungan laut dan perhubungan udara. Pada transportasi darat hingga saat ini masih merupakan sektor transportasi yang dominan di Jawa Barat terutama untuk menyalurkan produk industri ke berbagai daerah terutama di Pulau Jawa, dan pengangkutan bahan baku ke dan dari pelabuhan laut Tanjung Priok. Selain itu, transportasi darat sangat dibutuhkan dalam melayani kebutuhan masyarakat terutama menggerakkan perekonomian di pedesaan. Untuk menunjang hal tersebut, pada tahun 2010 telah dilakukan persiapan pembangunan short cut jalur kereta api CibungurII - 54
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tanjungrasa dan jalur kereta api Kadipaten-Kertajati-Arjawinangun-Cirebon (Stasiun Kejaksan), serta reaktivasi beberapa jalur kereta api di Jawa Barat meliputi jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari-Kadipaten, Bandung-Soreang-Ciwidey, dan Banjar-Cijulang. Pada transportasi udara, dalam rangka pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati sampai dengan tahun 2010, telah dilaksanakan pembebasan lahan seluas 528,4 Ha serta akan segera dilakukan lelang investasi untuk pembangunannya. Pada transportasi laut dan penyeberangan telah dilakukan persiapan pembangunan Pelabuhan Laut CIlamaya melalui penyusunan review feasibility study yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan fasilitasi Public Private Partnership (PPP) Pembangunan Pelabuhan Cilamaya. 13. Telekomunikasi dan Informatika Pada bidang telekomunikasi, kinerja layanan untuk infrastruktur telekomunikasi berbeda-beda. Khusus untuk layanan jasa telepon kabel di Jawa Barat, kuartal I tahun 2010 angka teledensitasnya baru mencapai 4,05. Nilai ini sangat rendah, karena berarti hanya terdapat 4 sambungan telepon kabel untuk 100 penduduk. Meskipun Jawa Barat berada pada posisi ke-9 secara nasional, tetapi nilainya sangat jauh dibandingkan DKI yang mencapai 22,83. Nilai teledensitas Jawa Barat juga berada di bawah DIY (5,81) dan Jatim (5,02). Sementara untuk telepon selular, angka teledensitasnya mencapai 36,92 (catatan: angka ini merupakan angka teledensitas regional Jabar-Jateng-DIY-Jatim). Kinerja pelayanan internet di Jawa Barat berkembang cukup baik. Pelanggan internet service provider (ISP) pada tahun 2009 meningkat sebesar 30,85% dibandingkan tahun sebelumnya atau sebanyak 204.913 pelanggan. Sedangkan pelanggan network access provider (NAP) pada tahun 2009 meningkat sebesar 11,86% dibandingkan tahun sebelumnya atau sebanyak 198 pelanggan. Meningkatnya jumlah pelanggan internet ini merupakan indikasi meningkatnya kegiatan ekonomi di wilayah ini. Dalam rangka perwujudan Jabar Cyber Province, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menerapkan e-government dalam aspek kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi dan perencanaan. Implementasi e-gov di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dapat dilihat pada grafik berikut. II - 55
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Grafik 2.3. Implementasi e-Government e di Jawa Barat Tahun 2010 (dalam persen)
100% 80% 60% 40% 20% 0%
2,58
3,13
3,24
3,22
2,83
Sumber: Buku Putih Komunikasi dan Informatika Indonesia 2010, Kominfo (2010), diolah.
14. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan koperasi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi masih perlu ditumbuhkembangkan. Hal tersebut disebabkan kurangnya efektifitas fungsi dan peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pembangunan serta rentannya UMKM terhadap perubahan harga bahan bakar. Masih tingginya kredit konsumsi dibandingkan dengan kredit investasi juga menghambat kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan mbuhan ekonomi sehingga kurang menopang aktivitas sektor riil. Selain itu, dibutuhkan pengembangan UMKM dan koperasi yang mampu mengembangkan agroindustri dan bisnis kelautan guna menunjang daya beli dan ketahanan pangan. Kinerja industri kecil dan menengah meneng pada tahun 2009 menunjukan perkembangan cukup baik. Nilai investasi mengalami peningkatan sebesar 29,35% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah tenaga kerja mengalami peningkatan sebesar 3,35% dengan pertumbuhan unit usaha sebesar 0,68%.
II - 56
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sementara kinerja perkoperasian cenderung kurang menggembirakan. Jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 1,71% dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah koperasi tercatat mengalami penurunan sebesar 11,20% menjadi 22.664 buah. Penurunan jumlah KUD sebesar 0,34% menjadi 588 KUD dan jumlah koperasi non-KUD turun sebesar 0,64% menjadi 22.076 koperasi. Jumlah koperasi sekunder juga mengalami penurunan, sebesar 11,05%, menjadi 73 buah. Meskipun demikian, volume usaha mengalami peningkatan sebesar 47,35% atau mencapai Rp. 1.524,56 Milyar dan Sisa hasil usaha (SHU) meningkat sebesar 5,5% atau mencapai Rp. 17,25 milyar. Jumlah koperasi primer juga mengalami pertumbuhan meski relatif kecil, yaitu sebesar 0,31% menjadi 22.591 buah.
15. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Salah satu kebijakan dan program bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jawa Barat 2008 – 2013 adalah, meningkatkan upaya perlindungan terhadap anak melalui pencegahan kekerasan dalam rumah tangga serta perdagangan perempuan dan anak, yang dilaksanakan melalui Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dan Anak, dengan sasaran meningkatnya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Kinerja pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Jawa Barat tahun 2009 untuk beberapa aspek cukup baik. Hal ini ditandai beberapa indikator yang mengalami peningkatan, seperti jumlah anak terlantar tahun 2009 yang turun sebesar 66,49%. Jumlah anak terlantar tahun 2009 sebanyak 66.841 jiwa. Jumlah ini merupakan penurunan cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai 199.458 jiwa. Indikator lainnya, jumlah anak wanita dan lansia korban tindak kekerasan, turun sebesar 60,14% menjadi 4.103 jiwa dari 10.293 jiwa. Meskipun demikian, terdapat beberapa aspek yang mengalami penurunan kinerja, seperti meningkatnya jumlah anak balita terlantar (+43,15%), anak jalanan (+45,42%), dan perempuan yang mengalami kerawanan sosial ekonomi (+24,01%). Selain itu, permasalahan serius yang perlu penanganan segera adalah masih tingginya kejadian perdagangan manusia (trafficking). Hingga saat ini kejadian trafficking di Jawa Barat II - 57
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
adalah tertinggi di Indonesia. Menurut data yang tercatat pada International Organization for Migration (IOM) – PBB, periode Maret 2005 – Maret 2010 terdapat 850 orang atau 22,76% korban trafficking Indonesia berasal dari Jawa Barat. Sebagian besar korban tersebut adalah perempuan.
16. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Kinerja aspek keluarga berencana pada tahun 2009 secara umum mengalami penurunan. Peserta KB mengalami penurunan sebesar 13,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian juga dengan penggunaan alat kontrasepsi dan jumlah sarana pelayanan KB, yang masing-masing masing menurun sebesar 1,37% dan 0,60%. Meskipun demikian, terdapat perkembangan bangan mengggembiarakan yaitu meningkatnya partisipasi pria dalam program KB. Pada tahun 2009, jumlah pria peserta program KB meningkat signifikan, yakni bertambah sebesar 56,26%. Kinerja aspek kesejahteraan keluarga juga memperlihatkan perkembangan kurang memuaskan. Terdapat peningkatan jumlah keluarga yang termasuk kategori pra sejahtera sebesar 6,80%, sedangkan untuk kategori keluarga sejahtera I mengalami peningkatan sebesar 8,69%. Meskipun demikian, untuk kategori Keluarga Sejahtera II, III, III+ mengalami lami peningkatan, walaupun tidak signifikan yaitu sebesar 0,13%. Grafik 2.4. Perkembangan Kesejahteraan Keluarga Menurut Kategori di Jawa Barat (2008-2009) (2008
6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000 0
2008 2009 Pra Sejahtera
Keluarga Sejahtera I
Keluarga Sejahtera II, III, III+
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2009 & 2010 (BPS Provinsi Jawa Barat, 2009 & 2010), diolah.
II - 58
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
17.Bidang Kesatuan Bangsa Politik Dalam Negeri Demokrasi yang salah satunya dimaknai sebagai prosedur untuk memilih pemimpin politik secara terbuka dan kompetitif di laksanakan dalam bentuk Pemilihan kepala Daerah secara langsung. Di Jawa Barat pada tahun 2010 dilaksanakan Pilkada di 5 kabupaten/kota yaitu Kab. Indramayu, Kab. Sukabumi, Kab. Bandung, Kab. Karawang dan Kota Depok. Secara umum pelaksanaan Pilkada tersebut berlangsung aman, lancar, dan terkendali, berkat dukungan seluruh stakeholder. 18. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian. Dalam bidang ini telah dilakukan beberapa kegiatan sebagai perwujudan bagi pemerintahan yang bersih dan akuntabel membuat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah
Peraturan Gubernur no 76 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Daerah
Pemberantasan Korupsi (RAD-PK). Dengan berbagai bentuk implementasi yang telah dilaksanakan diantaranya dalam Pelayanan Pengadaan Barang Jasa melalui Unit Layanan Pengadaan
(ULP)
dan
telah
berhasil
menerapkan
e-procurement
dengan
mengimplemetasikan inisiatif proses pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik. Inisiatif ini diselenggarakan dengan pembentukan Layanan Pengadaan Secara Elektronik atau LPSE. LPSE Jawa Barat selama tahun 2010 telah memfasilitasi lelang dari OPD Provinsi dan Kabupaten/Kota sejumlah 1.566 paket dengan pagu Rp. 2,424 Triliyun dengan efisiensi rata-rata 13,57 % . Dan berhasil meraih Penghargaan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP ) dari Pemerintah Pusat sebagai LPSE Terbaik Tk. Nasional Untuk kepegawaian telah dilakukan peningkatan Kesejahteraan Aparatur melalui penerapan Tunjangan Daerah (TPP) dalam rangka implementasi insentif berbasis kinerja; pengembangan dan peningkatan kinerja Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) sebagai unit pelayanan mandiri; Perangkat Daerah; Pengembangan Jabar Cyber Province melalui penerapan on line dengan semua OPD dan paperless office, perwujudan “Satu Data” untuk perencanaan pembangunan Jawa Barat; peningkatan kualitas manajemen asset Provinsi Jawa Barat; peningkatan Kualitas Monitoring dan Evaluasi serta pengendalian implementasi program dan kegiatan secara terintegrasi; Peningkatan II - 59
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
peran UPTD yang diarahkan sebagai model ideal untuk pelayanan kepada masyarakat sekitar; penataan batas wilayah provinsi dan standarisasi gedung-gedung pemerintah. 20. Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Pembangunan di perdesaan juga menjadi perhatian pemerintah provinsi Jawa Barat, sebagai ujung tombak pelayanan Desa mempunyai arti penting untuk dapat mandiri, karena itu tahun 2010
diluncurkan bantuan Desa Peradaban sebesar Rp.
1.000.000.000 untuk 100 desa. 21. Sosial 22. Kebudayaan 23. Kearsipan 24. Perpustakaan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah ditetapkan kemudian sasarannya di implementasikan dalam perencanaan tahunan menunjukkan keberlanjutan dan keberhasilan pencapaian sasaran yang telah dilakukan. Sasaran yang telah ditetapkan diukur dengan indikator kinerja Pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMD untuk kurun waktu 5 tahun . Indikator Kinerja Pembangunan Daerah sampai dengan tahun 2009 mengalami perkembangan yang cukup baik, walaupun beberapa indikator belum mencapai target yang ditetapkan. Pencapaian indikator kinerja pembangunan daerah sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
II - 60
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Tabel 2.12. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah No
Indikator Kinerja
Capaian Tahun 2008
Capaian Tahun 2009
Target Midterm (2011)
Target 2013
MISI PERTAMA : Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat Yang Produktif dan Berdaya Saing 1
Angka Rata-rata Lama Sekolah
2
Angka Melek Huruf
7,5 tahun
7,72 tahun
9 - 9,5 tahun
10 - 10,5 tahun
95,53%
95,98%
95 - 96%
97 – 98%
3
Angka Harapan Hidup
67,80
68,00
68,26
68,52
4
Indeks Pembangunan Gender
61,81
62,50
63-64
65-66
5
Indeks Pemberdayaan Gender
55,51
57,00
61-63
64-65
4,29% per tahun
5 – 6% per tahun
6 – 6,5% per tahun
Rp. 626,810,-
Rp. 628.710,-
Rp. 625.000,- - Rp 630.000,-
Rp. 630.000,- - Rp 640.000,-
23,35%
10,55%
10-12%
12 – 14%
0,282
N/A
0,19-0,20
0,18 – 0,19
61,89%
62,89%
55-56%
56-57%
MISI KEDUA : Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal 1
Laju Pertumbuhan Ekonomi
2
Daya Beli Masyarakat
3
Laju Pertumbuhan Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) atas dasar harga berlaku
4
Indeks Gini
5
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
5,83 % per tahun
II - 61
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
No
Indikator Kinerja
Capaian Tahun 2008
Capaian Tahun 2009
Target Midterm (2011)
Target 2013
MISI KETIGA : Meningkatkan Ketersediaan Dan Kualitas Infrastruktur Wilayah 1
Tingkat Kemantapan Jalan
2
Intensitas Tanam Padi
3
Rasio elektrifikasi perdesaan
4 5 6 7
Rasio elektrifikasi rumah tangga Cakupan pelayanan persampahan (perkotaan) Cakupan pelayanan air bersih (perkotaan) Cakupan pelayanan air limbah (domestik perkotaan)
88,16%
89,50% (Jalan Provinsi)
91-92%
93-94%
190% (2007)
194%
194-198%
Lebih dari 200%
100%
100%
100%
100%
64,24%
66,91%
67-69%
71-7
53%
54%
57-62%
65-70%
42%
48%
50-55%
60-65%
53%
55%
56-61%
67-72%
MISI KEEMPAT : Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan 1
2
3
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Tingkat status mutu sungai utama dan waduk besar
Jumlah hari dengan kualitas udara perkotaan katagori baik
1,7%
1,2%
1,7-1,8%
1,6 – 1,8%
status mutu cemar berat
7 sungai utama (Ciliwung, Cisadane, Citarum, Cilamaya, Cimanuk, Citanduy dan Cileungsi) dengan status mutu cemar berat2)
status mutu cemar sedang
status mutu cemar ringan
N/A
9 hari baik selama Januari 20102)
27-30 hari baik/tahun
32-35 hari baik/tahun
II - 62
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
No
Indikator Kinerja
Capaian Tahun 2008
Capaian Tahun 2009
Target Midterm (2011)
Target 2013
4
Capaian luas kawasan lindung terhadap luas Jawa Barat
28%
29%
30-31%
34-35%
N/A
Meningkatnya diversifikasi energi dari mikro hidro, biofuel (biokerosin) serta bio gas
Meningkatnya diversifikasi energi dari mikro hidro, biofuel (biokerosin) serta bio gas
2
3
4
5
Menurunnya angka kriminalitas Menurunnya jumlah kasus korupsi
Menurunnya angka kriminalitas Menurunnya jumlah kasus korupsi
75-78 %
Meningkatnya partisipasi pemilih Pilkada 2013 lebih besar dari 78 %
5
Jumlah penerapan energi alternatif
N/A
MISI KELIMA : Meningkatkan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi 1
Skala kepuasan masyarakat (skala 1-4) Indeks Kepuasan Masyarakat - terhadap Pelayanan Perijinan
N/A
N/A
N/A
74,119)
2
Skala Komunikasi Organisasi (skala 1-7)
N/A
N/A
3
Jumlah angka kriminalitas
N/A
89 kasus11)
4
Jumlah kasus korupsi
N/A
N/A
5
Tingkat partisipasi pemilih
Tingkat partisipasi Pilkada Gubernur 67,31%, sedangkan tingkat partisipasi Pilkada kepala daerah di kabupaten/kota 70% (2008)
N/A
II - 63
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
a.
Perkembangan Misi Pertama Misi pertama Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat yang Produktif dan Berdaya Saing, ditunjukan dengan 5(lima) indikator kinerja sebagai berikut: Angka Rata-rata Lama Sekolah, Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender. Angka rata-rata lama sekolah Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 7,72 tahun mengalami peningkatan sebesar 0,22 tahun dibandingkan dengan capaian tahun 2008 sebesar 7,5 tahun. Melihat kondisi capaian tersebut diprediksikan target midterm sebesar 9-9,5 tahun akan sulit untuk dicapai. Angka melek huruf Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 95,98% meningkat sebesar 0,45% jika dibandingkan capaian pada tahun 2008 yang sebesar 95,53%. Dengan demikian jumlah masyarakat Jawa Barat usia 15 tahun ke atas yang buta huruf juga mengalami penurunan yang semula sebesar 4,47% pada tahun 2008 menjadi sebesar 4,02% pada tahun 2009. Kondisi perkembangan tersebut menunjukan target midterm sebesar 95-96 % telah tercapai. Angka Harapan Hidup (AHH) Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 68 tahun, jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 67,8 tahun, maka mengalami peningkatan sebesar 0,2 tahun. Kondisi tersebut menunjukan hanya 0,26 tahun menuju target midterm. Pengarusutamaan gender yang diindikasikan oleh indeks pembangunan gender dan indeks pemberdayaan di Jawa Barat tahun 2009 telah mengalami peningkatan yang cukup baik, yang berarti bahwa tingkat paritipasi perempuan dalam
proses
pembangunan
semakin
lama
semakin
meningkat,
indeks
pembangunan gender tahun 2009 mencapai 62,5% sedangkan indeks pemberdayaan gender mencapai 57%, jika dibandingkan dengan tahun 2008 kondisi tersebut mengalami peningkatan masing-masing 0,69% dan 1,49%, dimana angkanya baru mencapai 61,81% untuk indeks pembangunan gender dan 55,51% untuk indeks pemberdayaan gender. Kondisi ini menunjukan bahwa capaiannya masih jauh dari target yang sebesar 61-63. II - 64
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
b. Perkembangan Misi Kedua Misi kedua Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional berbasis Potensi Lokal, ditunjukan dengan 5 indikator kinerja sebagai berikut: Laju Pertumbuhan Ekonomi, Daya Beli Masyarakat, Laju Pertumbuhan Investasi, Indeks Gini, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 tercatat sebesar 4,29 % dimana hal ini mengalami penurunan sebesar 1,54% dibandingkan dengan tahun 2008 yang berada pada angka 5,83 %. Kemudian berdasarkan laporan dari Bank Indonesia pada triwulan II tahun 2010, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tercatat sebesar 6,94%, dengan demikian mengalami peningkatan sebesar 2,41% dibandingkan dengan tahun 2009. Daya beli masyarakat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan konsumsi per kapita serta distribusi pendapatan penduduk. Pencapaian
indikator
daya
beli
masyarakat
di
Jawa
Barat
menunjukan
perkembangan yang sangat baik dan telah mencapai target midterm; Rp.626.810,pada tahun 2008, Rp.628.710 capaian pada tahun 2009 (mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.900,-), sedangkan target midterm sebesar Rp. 625.000-Rp.639.000. Laju pertumbuhan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) atas dasar harga berlaku Jawa Barat tahun 2009 mencapai 10,55%, mengalami penurunan sebesar 12,8% jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 23,35%. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 62,89%, hal ini berarti dari 30.182.189 penduduk usia kerja (15 – 65 tahun), maka terdapat sekitar
18.981.260
penduduk angkatan kerja, kondisi
tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,39% dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya mencapai 62,50% sedangkan pada tahun 2010 TPAK mencapai 62,38%, dengan demikian mengalami penurunan sebesar 0,12% dibandingkan dengan capaian pada tahun 2009.
II - 65
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
c.
Perkembangan Misi Ketiga Misi ketiga ‘Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah’ ditunjukkan dengan 7 indikator kinerja sebagai berikut: Tingkat Kemantapan Jalan, Intensitas Tanam Padi, Rasio Elektrifikasi Perdesaan, Rasio Elektrifikasi Rumah Tangga, Cakupan Pelayanan Air Bersih (perkotaan), Cakupan Pelayanan Air Limbah (domestik perkotaan) Proporsi panjang dalam kondisi baik (tingkat kemantapan jalan) untuk status jalan provinsi di Jawa Barat pada akhir tahun 2010 mencapai 92 %, mengalami peningkatan sebesar 2,49 % dibandingkan dengan capaian pada tahun 2009 sebesar 89,51 %. Dengan demikian pada tahun 2010 dari total panjang jalan provinsi sebesar 2.199,18 Km, panjang jalan dalam kondisi baik dan sedang mencapai 2.023,50 Km. Intensitas tanam padi sawah pada akhir tahun 2010 dapat mencapai 196%, sedangkan jaringan irigasi dalam kondisi baik pada tahun 2010 mencapai 61,72%. Hal ini sesuai dengan target RPJMD Provinsi Jawa Barat. Rasio elektrifikasi perdesaan Jawa Barat pada tahun 2009 sudah mencapai 100%, sedangkan rasio elektrifikasi rumah tangga pada tahun yang sama masih 66,91%, jika dibandingkan dengan tahun 2008 rasio elektrifikasi rumah tangga masi 64,24%, dengan demikian sudah mengalami peningkata sebesar 2,57% selama kurun waktu satu tahun dari tahun 2008 ke tahun 2009. Kondisi ini menunjukan 0,09-2.09 menuju target midterm. Cakupan pelayanan persampahan (perkotaan), cakupan pelayanan air bersih (perkotaa), dan cakupan pelayanan air limbah (perkotaan) Jawa Barat pada tahun 2009 berturut-turut adalah 54%, 48%, dan 55%. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, kondisi tersebut mengalami peningkatan yang cukup berarti, dimana tahun 2008 baru mencapai 53%, 42%, dan 53%.
II - 66
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
d. Perkembangan Misi Keempat Misi keempat ‘Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan’ ditunjukan dengan 5 indikator kinerja sebagai berikut: Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), Tingkat Status Mutu Sungai Utama dan Waduk Besar, Jumlah Hari dengan Kualitas Udara Perkotaan Kategori Baik, Capaian Luas Kawasan Lindung terhadap Luas Jawa Barat, dan Jumlah Penerapan Energi Alternatif. Sebagai daerah yang dinamis dan pusat kegiatan penting nasional, maka Jawa Barat juga menjadi tujuan urbanisasi dan tempat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jawa barat mengalami peningkatan, dimana untuk 2010 mencapai 43.021.826 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat untuk periode tahun 2000-2010 (dari sensus ke sensus) mencapai 1,89%, sedangkan untuk periode tahun 2008-2009 mencapai 1,2%, mengalami penurunan sebesar 0,5% dibandingkan periode tahun 2007-2008 yang mencapai 1,7%. Tingkat status mutu sungai utama dan waduk besar pada tahun 2007 sampai dengan 2009 belum menunjukan perubahan status yaitu masih pada tataran status mutu cemar berat 7 sungai utama (Ciliwung, Cisadane, Citarum, Cilamaya, Cimanuk, Citanduy dan Cileungsi), diharapkan pada tahun 2011 dapat berubah status menjadi status mutu cemar sedang. Jumlah hari dengan kualitas udara perkotaan kategori baik menunjukan penurunan yang cukup tajam yaitu 20 hari baik per tahun pada tahun 2007 dan 9 hari baik selama januari 2010 untuk tahun 2009. Capaian luas kawasan lindung terhadap luas Jawa Barat pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1% jika dibandingkan dengan tahun 2008, dimana pada tahun 2009 telah mencapai 29% sedangkan pada tahun 2008 masih 28%. Dengan demikian, dari total luas Jawa Barat sebesar 3.710.061,29 Ha maka pada
II - 67
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
tahun 2009 terdapat sekitar 1.075.917,77 Ha berupa kawasan lindung. Kondisi ini menunjukan hanya 1 – 2 % menuju target midterm. e.
Perkembangan Misi Kelima Misi kelima ‘Meningkatkan Efektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi’ ditunjukan dengan 5 indikator kinerja sebagai berikut: Skala Kepuasan Masyarakat dan Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Perijinan, Skala Komunikasi Organisasi, Jumlah Angka Kriminalitas, Jumlah Kasus Korupsi, dan Tingkat Partisipasi Pemilih. Skala Kepuasan pada tahun 2009 sebesar 74,11, Jumlah Angka Kriminalitas sebanyak 89 kasus dengan target menurunnya angka kriminalitas pada tahun 2011. Sedangkan tingkat partisipasi pemilih menunjukan ketercapaian yang signifikan; 6770 % pada tahun 2007 menjadi 67,31 % pada tahun 2009 untuk tingkat partisipasi Pilkada Gubernur serta 70 % untuk tingkat partisipasi Pilkada Kepala Daerah di Kabupaten/ Kota. Diharapkan pada tahun 2011 dapat meningkat menjadi sebesar 75-78 %. Dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan pemerintah daerah maka akan diupayakan, antara lain: (1) Penurunan jumlah temuan/rekomendasi BPK-RI pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI terhadap Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar
5-10% dari jumlah temuan/rekomendasi tahun sebelumnya; dan (2)
Penyelesaian secara keseluruhan (100%) terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI sebagai wujud responsibilitas OPD/Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menyelesaikan permasalahannya sehingga tidak akan menjadi masalah yang lebih besar di masa yang akan datang. 2.3. Permasalahan Pembangunan Daerah Pembangunan daerah yang telah dilaksanakan di berbagai sektor selama beberapa tahun terakhir ini telah memberikan hasil dan manfaat bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan di Provinsi Jawa Barat. Namun demikian, permasalahan II - 68
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
yang timbul dalam proses pembangunan menyebabkan tingkat kesejahteraan hidup masyarakat yang memadai belum terrealisasi sesuai dengan harapan yang ditetapkan dalam RPJMD 2008-2014. Pembangunan yang dilaksanakan belum sepenuhnya diikuti oleh penguatan kelembagaan publik, termasuk alokasi sumber daya yang efisien. Manfaat pembangunan yang diharapkan belum merata dan kerawanan sosial masih sering terjadi, sehingga kehidupan masyarakat belum sepenuhnya membaik. Keadaan ini timbul sebagai akibat dari berbagai permasalahan yang terjadi baik masa lalu maupun sekarang yang belum teratasi secara maksimal, seperti dijelaskan secara rinci di bawah ini. 2.3.1. Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah Permasalahan pada Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, adalah sebagai berikut: 1. Di bidang pendidikan, antara lain
beberapa permasalahan mendasar yang
memerlukan penanganan segera mencakup: (a) Tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Jawa Barat masih relatif rendah, yaitu tidak tamat SLTP atau baru mencapai kelas 1 SLTP; (b) sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs/Paket B dan SMA/SMK/MA/Paket C masih relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar 88,9% dan 51,83%; (c) Angka putus sekolah untuk semua jenjang terutama SMP masih tinggi; dan (d) kualitas dan relevansi serta tata kelola pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dalam rangka peningkatan daya saing. 2. Di bidang kesehatan, antara lain: (a) rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah yang diindikasikan dengan kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan dasar, tenaga kesehatan dan jaminan pembiayaan kesehatan; (b) belum optimalnya penggunaan teknologi di bidang kesehatan dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia yang menguasai teknologi bidang kesehatan; (c) Angka kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan masih relatif tinggi; (d) Kasus penderita gizi buruk dan gizi kurang balita yang ditimbang masih tinggi; dan (5) Adanya kasus yang disebabkan oleh penyakit menular, seperti flu burung, AIDS, dan HIV positif. II - 69
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
3. Di bidang tenaga kerja adalah masih tingginya angka pengangguran yang disebabkan antara lain tidak sebandingnya jumlah pertumbuhan angkatan kerja dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja, serta rendahnya kompetensi tenaga kerja. Akibatnya, angkatan kerja yang begitu besar di Jawa Barat belum terserap secara optimal oleh sektor-sektor formal. 4. Di bidang keolahragaan adalah pembinaan olahraga yang belum tertata secara sistematis antara olahraga pendidikan di lingkungan persekolahan, olahraga rekreasi di lingkungan masyarakat, dan olahraga prestasi untuk kelompok elit atlit yang menjadi tulang punggung Jawa Barat dalam pentas kompetisi olahraga nasional. Sedangkan permasalahan dibidang kepemudaan masih terbatasnya sarana dan prasana untuk mewadahi aktivitas dan kreativitas generasi muda yang lebih berkualitas dan mandiri. 5. Di
bidang
pemberdayaan
perempuan
adalah
masih
sangat
terbatasnya
program/kegiatan terutama yang terkait dengan kesempatan usaha, akses terhadap pendidikan, seringnya perempuan dan anak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, serta belum optimalnya peran lembaga sosial masyarakat terhadap perlindungan perempuan dan anak. 6. Di bidang kebudayaan adalah masih rendahnya ketahanan budaya masyarakat akibat imbas perubahan global dan belum banyaknya pengakuan HAKI terhadap budaya Jawa Barat. 7. Di bidang sosial adalah adanya kecenderungan peningkatan jumlah dan jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Hal ini tampak dari merebaknya kasus-kasus permasalahan sosial seperti perdagangan manusia (trafficking), HIV AIDS, dan penyalahgunaan narkoba. Peran serta masyarakat dalam penanganan masalah sosial masih relatif rendah sebagai akibat pola pikir masyarakat yang masih menganggap tabu untuk mengungkap permasalahan sosial, meskipun berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat. Permasalahan di Bidang Ekonomi adalah Pertumbuhan investasi belum mampu meningkatkan keterkaitan dengan usaha ekonomi lokal dan kesempatan kerja. Beberapa kendala dalam upaya peningkatan investasi di Jawa Barat, antara lain: belum efisien dan II - 70
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
efektifnya birokrasi, belum adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha serta jaminan keamanan berusaha dalam bidang penanaman modal, dan masih rendahnya infrastruktur pendukung. Potensi budaya dan keindahan alam di Jawa Barat belum digali dan dikembangkan secara optimal sebagai potensi wisata Jawa Barat. Permasalahan di bidang Infrastruktur Wilayah, sebagai berikut: Infrastruktur transportasi di wilayah di Jawa Barat hingga akhir tahun 2007 masih belum memadai yang ditunjukkan, sebagai berikut: 1. Transportasi darat, antara lain : rendahnya tingkat kemantapan dan kondisi jalan, rendahnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastuktur jaringan jalan, kurangnya ketersediaan dan perlengkapan jalan dan fasilitas lalu lintas, belum optimalnya kondisi dan penataan sistem hirarki terminal sebagai tempat pertukaran moda transportasi, dan jumlah pergerakan yang terjadi khususnya pergerakan di wilayah tengah Jawa Barat belum terakomodasikan dengan optimal; 2. Transportasi udara, antara lain: keberadaan bandar udara di Jawa Barat termasuk perintis masih belum memadai untuk menampung demand (penumpang dan barang) baik domestik maupun internasional; dan 3. Transportasi laut, antara lain: kondisi fisik pelabuhan dan fasilitas kurang memadai serta adanya keterbatasan pengembangan karena kondisi alam yang tidak mendukung Permasalahan pada aspek infrastruktur sumber daya air dan irigasi, antara lain: (1) Potensi sumber daya air di Jawa Barat yang besar belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang kegiatan pertanian, industri, dan kebutuhan domestik; (2) Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air dan sistem informasi sumber daya air dirasakan masih belum memadai; (3) Bencana banjir dan kekeringan juga masih terus terjadi antara lain akibat menurunnya kapasitas infrastruktur sumber daya air dan daya dukung lingkungan serta tersumbatnya muara sungai karena sedimentasi yang tinggi; dan (3) Kondisi jaringan irigasi juga belum memadai mengingat jaringan irigasi dalam kondisi rusak berat dan ringan masih sebesar 46%. Permasalahan pada aspek infrastruktur listrik dan energi adalah rasio elektrifikasi rumah tangga masih belum memadai, yaitu 62% atau dari 11.011.044 rumah tangga baru II - 71
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
sekitar 6.826.847 rumah tangga yang telah mendapatkan aliran listrik yang bersumber dari PLN dan non PLN; dan (2) Penyediaan sumber-sumber energi alternatif seperti Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) mikro hidro, surya, dan angin masih sangat terbatas. Pada aspek telekomunikasi, cakupan layanan untuk infrastruktur telekomunikasi belum bisa menjangkau setiap pelosok wilayah. Khusus untuk layanan jasa telepon kabel untuk daerah kabupaten kondisi teledensitasnya masih rendah, terutama di wilayah perdesaan. Permasalahan pada bidang Tata ruang dan Pengembangan Wilayah adalah Penyimpangan pemanfaatan ruang ditunjukkan oleh tingginya alih fungsi lahan produktif karena pengaruh kegiatan ekonomi, perkembangan penduduk maupun kondisi sosial budaya. Alih fungsi yang terjadi umumnya mengabaikan rencana tata ruang yang telah direncanakan sebelumnya. Alih fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya (lahan terbangun) juga masih relatif tinggi, yaitu mencapai 28,48% untuk luas lahan hutan dan 27,13% untuk lahan sawah selama periode tahun 1994-2005. Implementasi pengembangan PKN secara fungsi dan peran yang telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi Jawa Barat belum optimal terutama yang terkait dengan skala kegiatan ekonomi, pelayanan infrastruktur, serta daya dukung dan daya tampung ruangnya. Secara umum sistem kota hampir seluruhya mengalami masalah dalam penyediaan sistem sarana dan prasarana. Perbedaan ketersediaan sarana dan prasarana antar menyebabkan terjadinya kesenjangan antar wilayah terutama antara wilayah Jawa Barat bagian utara dengan bagian selatan serta antara bagian barat, tengah dan timur. Sementara itu kondisi PKW secara umum menunjukkan masih diperlukan perbaikan dan dukungan bagi peningkatan kinerjanya di Jawa Barat. Secara umum integrasi antar provinsi baik PKN dan PKW masih rendah. Permasalahan pada bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah belum optimalnya pemanfaatan sumber energi alternatif yang terbarukan, selain tenaga air. Struktur geologi yang bersifat kompleks menjadikan sebagian wilayah Jawa Barat memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dari ancaman bencana alam. Sumber penyebab bencana lainnya adalah tingginya intensitas curah hujan yang memicu gerakan tanah II - 72
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
terutama di wilayah Jawa Barat bagian selatan, serta banjir di wilayah pantai utara dan Cekungan Bandung. Permasalahan yang dihadapi adalah masih lemahnya mitigasi bencana alam. Berdasarkan kondisi kualitas air sungai di tujuh sungai utama, upaya-upaya pengendalian tingkat pencemaran air yang telah dilakukan masih belum dapat memberikan efek signifikan terhadap pergeseran status mutu air ke tingkat yang lebih baik. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh terbatasnya partisipasi sektor industri dalam program EPCM dan produksi bersih, serta belum optimalnya upaya penegakkan hukum di dalam memberikan efek shock theraphy terhadap pelaku pencemar. Terkait dengan perkembangan kondisi air tanah di Jawa Barat, beberapa cekungan air tanah kritis secara umum memperlihatkan kondisi ketersediaan air tanah yang semakin menurun dari tahun ke tahun sebagai implikasi dari meningkatnya pengambilan air tanah untuk keperluan industri, domestik, serta komersial. Pemanfaatan sumberdaya air tanah di Jawa Barat terus meningkat, sekitar 47,62% air tanah dimanfaatkan oleh industri dan komersil, 28,24% dimanfaatkan oleh PDAM dan hanya sekitar 1,29% dimanfaatkan oleh permukiman. Di Cekungan Bandung, hasil pengamatan dari beberapa sumur pantau air tanah dalam memperlihatkan laju penurunan 2-5 meter setiap tahunnya. Langkah-langkah konservasi dan pengendalian pemanfaatan air bawah tanah telah dilakukan dalam lima tahun terakhir untuk mengendalikan laju penurunan air tanah, terutama di cekungan air tanah kritis, namun langkah tersebut belum dilakukan secara menyeluruh. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan pemulihan kondisi air tanah di Cekungan air tanah kritis. Tetapi langkah tersebut terkendala oleh rendahnya partisipasi sektor industri di dalam mengembangkan sumur resapan dalam di kawasan industri dan perilaku pengguna yang tidak hemat air. Dari aspek kualitas udara, tingkat aktivitas yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan yang mengakibatkan polusi udara yang cukup memprihatinkan. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor terhadap polusi udara telah mencapai 60-70%. Permasalahan yang ada adalah bahwa pada saat ini semakin banyak industri yang mulai menggunakan batu bara sebagai sumber energi yang berkontribusi terhadap penurunan kualitas udara.
II - 73
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Persoalan lingkungan lainnya yang dihadapi di Jawa Barat adalah belum tertanganinya kerusakan kawasan pesisir. Di wilayah pesisir utara Jawa Barat, kerusakan kawasan ditandai oleh kerusakan hutan bakau, abrasi pantai, serta pendangkalan muara sungai yang berdampak pada produksi perikanan. Tingkat abrasi yang terjadi di pantai selatan sekitar 35,35 Ha/tahun dan di pantai utara sekitar 370,3 Ha/tahun dengan indeks pencemar air laut antara 7,391-9,843 yang menunjukan sudah tercemar berat. 2.3.2. Urusan Pemerintah Daerah Sesuai dengan amanat pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah kabupaten/Kota, bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah dapat menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintaha daerah yang terkait dengan pelayanan dasar (basic service) bagi masyarakat antara lain seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan, dan sebagainya. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintah yang terkait dengan pengembangan potensi unggulan (core competence) yang menjadi kekhasan daerah. Urusan pemerintahan di luar urusan wajib dan urusan pilihan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah, sepanjang menjadi kewenangan pemerintah daerah tetap harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Urusan pemerintahan wajib dan pilihan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang dijadikan dasar dalam penyusunan susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah. Seiring dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah provinsi sesuai dengan PP Nomor 38 Tahun 2007 tersebut, dalam penerapannya terdapat permasalahan-permasalahan yang berpotensi menimbulkan ketidaktercapaian sasaran II - 74
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
pembangunan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan stagnasi pembangunan daerah. Permasalahan-permasalahan tersebut, antara lain: A.
Urusan Perencanaan Pembangunan: 1. Prinsip partisipatif merupakan landasan bagi perumusan perencanaan dan pelaksanaannya, sehingga sesuai dengan kondisi dan keinginan/aspirasi masyarakat. Dalam implementasinya, sebagian besar perencanaan dibuat di tingkat provinsi dan kabupaten tanpa melibatkan masyarakat, sehingga kurang mencerminkan permasalahan nyata saat ini, kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Kondisi ini diperparah oleh berbagai kebijakan pemerintah dan struktur pelayanan yang seringkali membatasi, daripada mengembangkan peranan masyarakat dalam proses pembangunan di wilayahnya sendiri. 2. Kapasitas perencanaan belum memadai disemua tingkatan terutama yang terkait dengan identifikasi dan prioritas masalah, akar penyebab masalah, penentuan tujuan, penyusunan dan pengembangan rencana program, pelaksanaan program, dan evaluasi program. Identifikasi masalah belum dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik dan indikator yang tepat. Padahal, kegiatan ini merupakan salah satu kunci keberhasilan program pembangunan secara keseluruhan
karena
sangat
menentukan
derajad
urgensi
kebutuhan,
akseptabilitas usulan opsi serta efisiensi dan efektivitas implementasi program yang dilaksanakan. 3. Ego sektoral dari berbagai lembaga/Dinas dalam pelaksanaan pembangunan juga menghilangkan faktor sinergitas dan keterpaduan, seperti halnya yang tersirat dalam “common goal”, sehingga setiap lembaga/dinas cenderung bekerja sendirisendiri berdasarkan tugas dan fungsinya. Akibatnya, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan relatif rendah. Sinergitas pelaksanaan program pembangunan antara pembangunan nasional, pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota juga belum optimal, sehingga terjadi tumpang tindih (overlapping) kegiatan. Di pihak lain, belum ada upaya dari pemerintah daerah provinsi Jawa Barat untuk mengkoordinasikan II - 75
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
program-program yang tidak searah/serasi atau bahkan saling bertolak belakang, sehingga
berbagai
permasalahan
yang
timbul
dalam
pelaksanaan
program/kegiatan dapat diselesaikan. 4. Dalam Pasal 19 ayat 2, UU 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintahan daerah dan DPRD, kemudian pada pasal 40 ditegaskan bahwa DPRD berkedudukan sebagai unsur Pemerintah Dearah yang bersama-sama dengan Kepala Daerah membentuk dan membahas APBD. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa hubungan antara Pemerintah Dearah dan DPRD merupakan mitra sejajar yang sama-sama melakukan tugas sebagai penyelenggara pemerintahan daerah. Hubungan tercermin dalam pembuatan kebijakan daerah yang berupa Peraturan Daerah. Dengan demikian antara kedua lembaga tersebut harus membanguan hubungan yang saling mendukung bukan merupakan lawan atau pesaing dalam melaksanakan fungsi masing-masing. Dalam implementasinya, program/kegiatan dan dana yang telah disepakati oleh TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) acapkali berubah atas permintaan DPRD pada saat pembahasan dengan DPRD. Akibatnya, terjadi perubahan mendasar, baik yang terkait dengan lokasi maupun substansi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh masing-masing OPD. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya intervensi politik terhadap proses penganggaran tersebut, antara lain: (1) Ketidaksiapan OPD dalam memberikan dukungan data yang akurat terutama terutama terkait dengan calon peserta dan calon lokasi, (2) Ketidaksiapan OPD dalam merumuskan justifikasi pentingnya program/ kegiatan untuk dilaksanakan, dan (3) Kepentingan politik anggota DPRD untuk masing-masing daerah pilihan. B.
Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian 1. Demokrasi telah mendorong masyarakat untuk lebih berani mengemukakan aspirasinya. Salah satunya adalah keinginan untuk membentuk daerah otonom baik pada level kabupaten/kota maupun level provinsi. Aspirasi pembentukan II - 76
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
daerah otonom kabupaten/kota di Jawa Barat berkembang sejalan dengan tuntutan untuk ikut serta dalam pemerintahan dan peningkatan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, pembentukan daerah otonomi tersebut cenderung bersifat eforia dan mewadahi kepentingan elit tertentu tanpa memperhatikan dukungan ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan. 2. Permasalahan dalam pembangunan Bidang Aparatur, antara lain kelembagaan pemerintah masih belum sepenuhnya berdasarkan prinsip organisasi yang efisien dan rasional, sehingga struktur organisasi kurang proporsional, sistem manajemen kepegawaian belum mampu mendorong peningkatan profesionalitas, kompetensi, dan remunerasi yang adil dan layak sesuai dengan tanggungjawab dan beban kerja. Sistem dan prosedur kerja di lingkungan aparatur negara belum efisien, efektif, dan berperilaku hemat. Praktek penyimpangan yang mengarah pada penyalahgunaan wewenang (korupsi) belum teratasi, dan pelayanan publik belum sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Terabaikannya nilai-nilai etika dan budaya kerja dalam birokrasi juga melemahkan disiplin kerja, etos kerja, dan produktivitas kerja. 3. Dikaitkan dengan peningkatan daya guna kekayaan dan asset pemerintah daerah masih ditemukan permasalahan pendataan aset yang belum terselesaikan dan adanya asset-aset yang belum tersertifikasi karena berada pada penguasaan perorangan atau masyarakat. Selain itu, sumber pendapatan daerah relatif terbatas karena adanya peraturan baru yang cenderung mengurangi sumber pendapatan dan tidak diperkenankannya Pemerintah Daerah menggali sumber pendapatan lain di luar ketentuan yang berlaku. 4. Permasalahan yang dihadapi dalam bidang pemerintahan dan pembangunan desa antara lain masih rendahnya keterlibatan masyarakat perdesaan dalam kegiatan ekonomi produktif, yang disebabkan rendahnya kemampuan mengakses kesempatan berusaha, kurangnya kesempatan ekonomi dan kesempatan berusaha. Rendahnya kemampuan mengakses kesempatan berusaha disebabkan oleh terbatasnya kepemilikan produktif, lemahnya sumberdaya modal usaha, II - 77
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
terbatasnya pasar dan informasi pasar yang kurang sempurna/asimetris, serta rendahnya tingkat kewirausahaan sosial. Tingkat partisipasi masyarakat perdesaan dalam penetapan kebijakan juga masih rendah yang disebabkan karena kurangnya representasi orang miskin dan terbatasnya ruang publik. C.
Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri: 1. Berbagai perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah pusat pada implementasinya mengalami berbagai kendala karena belum didukung oleh sistem hukum yang mapan, aparatur hukum yang bersih serta prasarana dan sarana yang memadai. Akibatnya, penegakkan hukum menjadi lemah dan perlindungan hukum dan hak asasi manusia (HAM) belum dapat diwujudkan. Peraturan perundang-undangan yang
baru,
selain banyak yang
saling
bertentangan juga tidak segera ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya. Hal tersebut mengakibatkan daerah mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti dengan peraturan daerah dan implementasinya. Peraturan daerah masih banyak yang belum
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru,
sehingga menghambat penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang pada akhirnya
dapat
berpengaruh
terhadap
pelayanan
kepada
masyarakat.
Permasalahan lain adalah belum adnya grand design tentang pembuatan program legislasi daerah, belum optimalnya kapasitas dan kompetensi aparat hukum baik secara kualitas maupun kuantitas dan lemahnya budaya hukum masyarakat. 2. Krisis
kepercayaan
terhadap
pemerintah
mengakibatkan
berkurangnya
kewibawaan pemerintah daerah dan rendahnya respon masyarakat dalam menangkal berbagai friksi sosial politik yang bernuansa kepentingan kelompok maupun golongan. Upaya meningkatkan ketertiban dan ketentraman masyarakat menghadapi tantangan yang cukup berat terutama terkait dengan ancaman stabilitas dan tuntutan perubahan serta dinamika perkembangan masyarakat yang begitu cepat seiring dengan perubahan sosial politik yang membawa implikasi
pada
segala
bidang
kehidupan
berbangsa,
bernegara,
dan
bermasyarakat. Meningkatnya potensi konflik kepentingan dan pengaruh negatif II - 78
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
arus globalisasi yang penuh keterbukaan, juga cenderung mengurangi wawasan kebangsaan dan kesadaran bela negara. Tingkat kriminalitas dan pelanggaran hukum lainnya masih tinggi mengingat Jawa Barat sebagai daerah penyangga ibu kota negara dan berada pada jalur lintas Jawa–Sumatera. Selain itu, Jawa Barat juga memiliki jumlah penduduk yang besar dan heterogen, obyek vital nasional, daerah kunjungan wisata, daerah pendidikan dan industri serta banyak permasalahan kepemilikan lahan. Protes ketidakpuasan terhadap suatu masalah yang mengarah pada perusakan fasilitas umum seringkali terjadi. Namun secara keseluruhan sikap masyarakat untuk mendukung terciptanya tertib sosial melalui upaya mewujudkan ketentraman dan ketertiban cukup baik. Gangguan terhadap ketentraman dan ketertiban masyarakat masih berpotensi untuk muncul, yaitu berkembangnya modus-modus kejahatan baru dengan memanfaatkan teknologi canggih dan maraknya kasus-kasus kerusuhan dan berbagai kejahatan yang bersifat konvensional, transnasional, dan kejahatan terhadap kekayaan Negara.
2.3. Isu Strategis Berdasarkan pencapaian prioritas dan sasaran pembangunan hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan tahun 2010, serta perumusan permasalahan dan tantangan pada tahun 2012 yang merupakan tahun kedua sebelum berakhirnya masa RPJMD, maka ditetapkan isu strategis : Tabel 2.13 Isu Strategis Pembangunan Jawa Barat RPJMD PERUBAHAN
RKPD 2011
1.
Aksesibilitas dan pelayanan pendidikan bagi masyarakat.
1.
2.
Aksesibilitas dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
2.
Aksesibilitas dan Pelayanan Pendidikan, Pemuda dan Olahraga; Aksesibilitas dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat;
II - 79
RKPD 2012 1.
2.
Aksesibilitas dan mutu dan pendidikan, peran pemuda dan prestasi olahraga; Aksesibilitas dan mutu pelayanan Kesehatan serta Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
RPJMD PERUBAHAN
RKPD 2011
RKPD 2012
3.
Apresiasi pengembangan daerah.
dan budaya
3.
Apresiasi dan Pengembangan Budaya daerah dan menggali potensi wisata lokal;
10.
Pengembangan budaya Daerah dan Destinasi Wisata;
4.
Penanganan kemiskinan, pengangguran dan ketenagakerjaan.
4.
Kemiskinan, Pengangguran dan Ketenagakerjaan;
4.
Penanggulangan Kemiskinan dan Pengendalian Penduduk
5.
Ketahanan Masyarakat; Iklim Usaha Investasi;
Pangan
5.
Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat;
Jaminan
8.
Permodalan dan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah;
7.
Perbaikan Iklim usaha yang kompetitif dan peningkatan investasi serta pelibatan dunia usaha; Aksesibilitas Permodalan dan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil dsan Menengah (UMKM); Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah secara merata; Pengelolaan Bencana, Pengendalian Lingkungan dan Antisipasi perubahan iklim;
6.
7.
dan
5.
Ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah
8.
6.
Kesiagaan penanganan bencana alam dan pengendalian
9.
Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Penanganan Bencana;
9.
7.
Peningkatan kualitas lingkungan hidup. Pemerintahan daerah belum efektif, yang dipengaruhi oleh kondisi politik yang belum mantap, menyebabkan pelayanan publik belum optimal dan adanya peningkatan tuntutan pem-bentukan daerah otonom.
10.
Pemenuhan Kebutuhan Energi Berkelanjutan; Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan Keterbukaan Informasi;
6.
Peran Masyarakat dalam Pembangunan Perdesaan.;
12.
8.
11.
12.
4.
11.
Ketahanan Energi dan Diversifikasi Sumber Energi Pelayanan Publik bermutu dan akuntabel, kinerja aparatur dan keterbukaan informasi serta menggali karya inovasi masyarakat; Kinerja pemerintahan desa dan peran masyarakat dalam pembagunan kewilayahan.
Penjelasan dari isu strategis adalah sebagai berikut: 1. Aksesibilitas dan Mutu Pendidikan, Peran Pemuda dan Prestasi Olahraga Untuk mencapai tujuan pembangunan pedidikan di Jawa Barat dilakukan dengan 3 (tiga) Pilar yang terdiri dari aspek pemerataan dan perluasan aksesibilitas, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta aspek tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
II - 80
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Aspek pemerataan dan perluasan aksesibilitas meliputi penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun di Kabupaten/Kota se-Jawa Barat. Kedua isu tersebut akan berimplikasi pada tantangan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, serta pembebasan biaya pendidikan khususnya pendidikan dasar. Dalam rangka peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, strateginya adalah melalui pengembangan dan pengelolaan Sekolah Bertaraf International (SBI) serta peningkatan kualifikasi pendidikan guru . Pada aspek tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik, yang menjadi fokusnya adalah pada upaya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM), standarisasi pelayanan pendidikan, serta pengelolaan data dan informasi pendidikan. Permasalahan dari penyelenggaraan pembangunan pendidikan, pemuda dan olahraga di Jawa Barat adalah :
Minat dan motivasi belajar penduduk 15 th keatas masih rendah;
Angka drop out SD, SMP, dan SMA cukup tinggi;
Belum meratanya infrastruktur olahraga masyarakat di wilayah. Fenomena belum menurunnya prestasi Jawa Barat dalam prestasi olahraga
nasional menjadi tantangan bagi Pemerintah Daerah perlu diperhatikan. selain itu fenomena kesenjangan antara pendidikan dengan dunia kerja masih cukup besar menjadi tantangan yang perlu dijawab dalam pembangunan pendidikan ke depan. Tantangan pembangunan pendidikan untuk Tahun 2011 nanti diperkirakan dari semakin banyaknya masyarakat yang miskin, kondisi ruang kelas belajar yang rusak akibat bencana alam atau usia bangunan serta persaingan dengan hadirnya penyelenggara pendidikan dari luar negeri. Pada masa mendatang terdapat pula tantangan aktual yang dihadapi, yaitu:
Masuknya pengelola pendidikan global;
Angka kemiskinan dan pengangguran tinggi;
Kompetisi prestasi olahraga yang tinggi.
II - 81
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Sedangkan ancaman yang akan ditemui dalam penyelenggaraan pendidikan di Jawa Barat adalah :
Sarana sekolah rusak berat;
Tenaga pendidik terbatas;
Sarana olahraga yang kurang dan rusak. Selain tantangan dan ancaman tersebut, terdapat pula peluang-peluang yang
akan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, yaitu :
Kebijakan Pemerintah yang mendukung dengan anggaran pendidikan sebesar 20%;
Dukungan dunia industri dan usaha melalui
program corporate social
responsibility (CSR) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL).
2. Aksesibilitas dan Mutu Pelayanan Kesehatan serta Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Berbagai kasus penyakit di Jawa Barat, masih menjadi permasalahan, disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung terhadap munculnya penyakit dan perilaku masyarakat yang belum menunjukan kesadaran dalam berperilaku hidup sehat dan bersih. Penyakit TB paru, penyakit ISPA, HIV / AIDS, demam berdarah dan gizi buruk serta penyakit kaki gajah (filariasis). Penyebaran penyakit HIV-AIDS baik melalui aktivitas sexual dan penggunaan jarum suntik merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius oleh pelaksana pelayanan kesehatan di semua tingkat pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan di puskesmas, peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelayanannya perlu ditingkatkan, demikian pula adanya peningkatan jumlah puskesmas PONED. Selain itu masalah penyebaran tenaga kesehatan yang belum merata di setiap daerah menyebabkan terlambatnya penanganan kesehatan di perdesaan. Masih terdapat permasalahan–permasalahan dalam pembangunan kesehatan di Jawa Barat diantaranya adalah masih tingginya sebaran penyakit menular di beberapa daerah, angka penyakit degeneratif yang II - 82
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
masih tinggi, gangguan kejiwaan meningkat, sarana prasarana dan tenaga pelayan kesehatan yang belum memadai, tingginya penyalahgunaan NAPZA. Sedangkan fenomena yang terjadi dalam pembangunan aksesibilitas dan pelayanan kesehatan masyarakat adalah :
Sebaran penyakit berkorelasi dengan kualitas lingkungan;
Menjamurnya praktik pengobatan alternatif;
Penanganan kesehatan bersifat parsial, pembagian peran antara pemerintah dan swasta belum terstruktur. Adapun tantangan aktual ke depan yang dihadapi adalah :
Pelayanan kesehatan global yang sudah masuk ke Jawa Barat;
Membangun pelayanan kesehatan berkualitas bersama swasta;
Mewujudkan masyarakat yang mandiri kesehatan. Ancaman yang dihadapi di masa mendatang diperkirakan adalah adanya
perubahan Iklim (Climate Change) sehingga terjadi pemanasan global
yang
menimbulkan berbagai penyakit, terjadinya mobilisasi penduduk yang tinggi sehingga mutasi penyakit sangat mudah dan kerusakan lingkungan akibat perilaku masyarakat. Membuat lingkungan menjadi tidak sehat. Namun
demikian
ada
peluang
untuk
memajukan
pembangunan
kesehatan, yaitu :
Kemajuan iptek dalam kesehatan;
Memiliki perguruan tinggi yang dapat mencetak sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas;
Komitmen pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu.
3. Penanggulangan Kemiskinan dan Pengendalian Penduduk Kemiskinan di Jawa Barat pada tahun 2009 masih sebesar 4,98 juta jiwa. Dampak dari kemiskinan tersebut adalah ketidakmampuan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, tidak mampu untuk berobat, daya beli yang rendah. Permasalahan yang ada dalam upaya penanganan orang miskin dan pengangguran di II - 83
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Jawa Barat meliputi lemahnya daya beli masyarakat di perdesaan, masih tingginya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial. Dan fenomena-fenomena yang muncul di masyarakat dengan adanya kemiskinan dan pengangguran antara lain pemutusan hubungan kerja yang masih terjadi karena kondisi perekonomian saat ini, maraknya trafficking, anak jalanan dan gelandangan. Tantangan aktual dalam upaya mengurangi kemiskinan dan pengangguran yaitu angkatan kerja lebih tinggi dibandingkan lapangan kerja yang tersedia, tidak memadainya kesesuaian kompetensi dengan kebutuhan pasar kerja. Sedangkan
ancaman
yang
dihadapi
untuk
penanggulangan
kemiskinan,
pengangguran dan ketenagakerjaan antara lain :
Pemberlakuan ACFTA;
Perubahan Iklim (Climate Change) yang akan banyak berpengaruh kepada masyarakat yang bekerja dibidang pertanian dan kelautan;
Pekerja migran dengan tingkat keterampilan yang lebih baik dari penduduk Jawa Barat;
Tingginya drop out sekolah. Peluang yang diharapkan dapat menjadi pemicu dalam mengurangi kemiskinan
dan pengangguran adalah adanya program penanggulangan kemiskinan yang selalu digulirkan baik oleh pemerintah dan pemerintah daerah serta bantuan lembaga donor, bantuan lembaga swasta dan dunia usaha.
4. Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah secara Merata Kebutuhan infrastruktur wilayah tidak terlepas dari fungsi dan peranannya terhadap pembangunan wilayah sebagai pengarah pembentukan struktur tata ruang, pemenuhan kebutuhan wilayah, pemacu pertumbuhan wilayah serta pengikat wilayah. Rendahnya pelayanan infrastruktur wilayah baik dari segi ketersediaan dan kualitas masih merupakan persoalan besar di Jawa Barat yang harus segera diatasi karena dapat menghambat laju pembangunan daerah. Permasalahan yang masih ada dalam ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah antara lain belum II - 84
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
tuntasnya pembebasan lahan dan konstruksi, tingkat kerusakan infrastruktur yang tinggi dan kurangnya koordinasi lintas sektor/wilayah serta sumber daya manusia dan pendanaan yang belum sesuai dengan kebutuhan. Fenomena yang terjadi dalam pembangunan infrastruktur wilayah adalah :
Rendahnya tingkat pelayanan terutama di kota-kota besar dan desa-desa;
Kerusakan infrastruktur lebih cepat daripada umur rencana;
Pendanaan sebagian besar masih dari APBN dan APBD. Sedangkan tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi adalah sebagai
berikut: penuntasan pembangunan infrastruktur strategis, peningkatan ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah dan pencarian sumber-sumber pendanaan dari sektor swasta. Selain itu terdapat pula ancaman yang harus diwaspadai, dan diantisipasi yaitu tingginya tingkat kebencanaan di Jawa Barat, ketidakpastian pendanaan secara multi years, terbukanya peluang sumber pendanaan baru untuk pengembangan infrastruktur wilayah dan kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur. 5.
Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat Jumlah penduduk Jawa Barat yang besar merupakan tantangan yang besar dalam pembangunan ketahanan pangan.
Tingkat permintaan pangan akan terus
naik sehingga dibutuhkan ketersediaan pangan yang bertambah dari tahun ke tahun. Dengan demikian pembangunan ketahanan pangan dari sisi aspek ketersediaan dituntut untuk mampu meningkatkan kapasitas produksi dari waktu ke waktu, sementara di lain pihak ketersediaan lahan baik secara kuantitas maupun kualitas semakin terbatas. Permasalahan yang muncul dalam pembangunan
ketahanan pangan
masyarakat adalah :
Rendahnya kualitas
ketersediaan
input
produksi pertanian dan kondisi
infrastruktur jalan;
Belum optimalnya produktivitas dan sistem distribusi stok bahan pangan pokok; II - 85
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Belum terkendalinya tingkat kerawanan pangan masyarakat;
Belum terkendalinya tata niaga bahan pangan pokok. Adapun fenomena
yang terjadi dalam rangka pembangunan ketahanan
pangan adalah masih tingginya kekurangan pangan diperdesaan pada musim paceklik, terjadinya fluktuasi harga pangan, rendahnya produksi padi, daging sapi, jagung kedele, dan gula dan Impor bahan pangan yang masih tinggi. Sedangkan tantangan kedepannya adalah diperkirakan konsumsi pangan masyarakat meningkat dan berkurangnya faktor produksi pertanian serta produktivitas lahan yang terus menurun. 6.
Ketahanan Energi dan Diversifikasi Sumber Energi Kebutuhan energi meningkat seiring pertumbuhan penduduk, namun tidak diimbangi dengan peningkatan penyediaannya yang pada akhirnya dihadapkan pada masalah kerentanan energi yang berpotensi terhadap terjadinya krisis energi. Permasalahan yang masih terjadi dalam kebutuhan energi adalah terbatasnya cadangan sumber energi tidak terbarukan. Fenomena yang muncul yaitu adanya penggunaan energi yang tidak efisien Sedangkan tantangan aktual yang diperlukan jalan keluarnya yaitu pemanfaatan energi alternatif. Ancaman dengan penggunaan energi yang terus menerus tanpa pengendalian dan pengembangan energi alternaif adalah :
Pemborosan energi;
Ketergantungan terhadap energi fuel (konvensional) tetap meningkat;
Kerusakan lingkungan.
Selain ancaman, masih ada peluang yang dapat dimanfaatkan, yaitu:
Tingginya potensi sumber energi alternatif terbarukan;
Penganekaragaman penggunaan berbagai jenis energi alternatif sesuai potensi local.
II - 86
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
7.
Aksesibilitas Permodalan dan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan usaha kerakyatan yang potensial dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Jumlah UMKM yang besar di Jawa Barat dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian masih terdapat permasalahan-permasalahan yaitu :
Rendahnya kepemilikan modal usaha;
Rendahnya kemampuan untuk mengakses pasar;
Rendahnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk;
Kesulitan untk mendapatkan bahan baku;
Rendahnya SDM bagi pengembangan produksi;
Rendahnya pemanfaatan peluang usaha oleh pelaku ekonomi;
Rendahnya efektivitas dan nilai tambah usaha;
Rendahnya akses berinvestasi, pelayanan perijinan, regulasi dan jaminan investasi. Fenomena-fenomena yang muncul yang dapat berakibat buruk terhadap
perekonomian masyarakat adalah : penyediaan lapangan kerja yang terbatas, masih tingginya pengangguran dan daya beli yang peningkatannya rendah.Tantangan aktual yang harus dijawab dalam pengembangan UMKM berupa masih terbatasnya pembiayaan dan kemampuan berwirausaha pelaku KUMKM dan masuknya produsen dari luar negeri. Sedangkan ancaman dalam pada tahun depan dengan diberlakukannya ACFTA diperkirakan sebagai berikut :
Produk UMKM kalah bersaing dengan produk impor;
Harga produk impor berdaya saing tinggi. Peluang yang diharapkan akan memberikan
dukungan
positif
terhadap
perkembangan KUMKM, yaitu makin terbukanya pasar ekspor, dukungan pemerintah mendorong pengembangan KUMKM dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk dalam negeri.
II - 87
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
8.
Perbaikan Iklim Usaha yang Kompetitif dan Peningkatan Investasi serta Pelibatan Dunia Usaha Pembangunan daerah sangat didukung oleh tingkat investasi dari para pelaku ekonomi. Iklim yang kondusif dalam berusaha harus tetap diupayakan sehingga pelaku ekonomi baik lokal maupun asing dapat menanamkan modalnya di daerah. Daya saing daerah menjadi faktor utama dalam meningkatkan iklim usaha yang kondusif. Salah satu faktor dari komponen daya saing adalah mengenai aturan yang seringkali tidak mendukung kepada iklim usaha dan jaminan investasi di daerah. Permasalahan yang akan menjadi hambatan dalam iklim usaha di Jawa Barat antara lain :
Tidak meratanya penyediaan dan kualitas infrastruktur di semua wilayah;
Kendala regulasi dan ekonomi biaya tinggi;
Lemahnya ketersediaan supply produksi utama seperti vahan baku dan tenaga kerja. Adanya fenomena yang juga akan memberi nilai positif ataupun negatif
terhadap pembangunan iklim berusaha, antara lain percepatan realisasi investasi cenderung menurun, dan investasi yang ada lebih berorientasi pada Jawa Barat sebagai pasar produk bukan sebagai pasar bahan baku. Yang menjadi tantangan aktual pada tahun 2011 antara lain keberadaan pelabuhan laut dan udara yang belum memadai, menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui penyediaan pelayanan perizinan terpadu/satu pintu dan insentif fiskal bagi pengusaha. Hal lain yaitu ancaman yang akan muncul yang perlu diwaspadai antara lain munculnya negara kompetitor di kawasan Asia Tenggara (antara lain Vietnam dan Kamboja), masih
terdapat
kebijakan
pemerintah
daerah
yang
kurang
mendukung dunia usaha (misalnya adanya retribusi daerah yang tidak perlu), infrastruktur yang kurang handal di kluster industri tertentu, mengakibatkan over head cost yang tinggi. Adapun peluang-peluangnya dalam berusaha antara lain : masih tingginya minat investasi di Jawa Barat, aksesibilitas infrastruktur yang terus membaik, akses dan peluang pasar, ketersediaan sumberdaya adanya dukungan kelembagaan riset dan Kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). II - 88
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
9.
Pengelolaan Bencana, Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Antisipasi Perubahan Iklim Bencana kekeringan, banjir, tanah longsor, pencemaran dan kerusakan lingkungan, merupakan kejadian yang rutin terjadi di Jawa Barat. Demikian pula bencana gempa bumi, letusan gunung api, dan angin puting beliung yang dapat terjadi secara insidentil. Permasalahan dalam penanggulangan bencana di Jawa Barat adalah :
Kurangnya koordinasi penanganan bencana;
Pembangunan hanya berorientasi ekonomi;
Lambatnya penanganan bencana. Selain itu terdapat beberapa fenomena lingkungan yang terkait
dengan
kejadian bencana adalah :
Meningkatnya resiko bencana akibat kerusakan lingkungan;
Perubahan Iklim (climate change) dengan adanya pemanasan global;
Pembalakan liar;
Alih fungsi lahan lindung;
Lemahnya penegakan hukum. Tantangan aktual yang mesti dilakukan untuk pengendalian bencana adalah
dengan mendorong dan mempersiapkan ketahanan masyarakat termasuk merubah perilaku masyarakat agar ramah terhadap lingkungan. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat dapat beradaptasi sekaligus siap dalam menghadapi bencana. Sedangkan ancaman yang diperkirakan masih terus muncul adalah :
Climate change/Global warming;
Pencemaran lingkungan/kerusakan lingkungan. Peluang yang ada
yang harus tetap ditumbuhkan didalam kehidupan
bermasyarakat adalah masih tumbuhnya kesadaran hidup serasi dengan alam di masyarakat.
II - 89
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
10. Pengembangan Budaya Daerah dan Destinasi Wisata Arus informasi dari berbagai mancanegara yang sangat deras memasuki negara Indonesia terutama ke Jawa Barat sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dan kehidupan budaya lokal. Kondisi tersebut akan melunturkan nilai, sikap, dan mental yang sangat erat dengan budaya daerah, sehingga jati diri masyarakat yang berbudaya daerah secara cepat akan hilang. Dengan pengetahuan teknologi yang semakin canggih, sulit untuk menahan masuknya budaya asing ke suatu negara. Upaya yang perlu dilakukan adalah melalui pelestarian dan pengembangan budaya lokal, nilai-nilai tradisional, sejarah, kepurbakalaan termasuk memelihara bahasa, aksara dan sastra daerah dan melestarikan seni serta pemanfaatan teknologi informasi untuk mengenalkan budaya daerah secara global. Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata di Jawa Barat adalah :
Rendahnya ketahanan budaya masyarakat;
Belum banyaknya pengakuan HAKI budaya Jawa Barat;
Performa dan manajemen kepariwisataan yang belum baik. Fenomena yang terjadi dalam pengembangan kepariwisataan di Jawa Barat
yaitu
terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya di masyarakat serta waktu dan
distribusi kunjungan wisata. Globalisasi informasi, kemajuan Informasi Teknologi dan penurunan jumlah wisatawan merupakan tantangan kedepan dalam rangka pengembangan budaya daerah dan menggali potensi lokal. Ancaman yang akan menghambat kepada pengembangan budaya daerah dan kepariwisataan adalah sebagai sebagai berikut : berkembangnya budaya matrialisme, meluasnya globalisasi budaya, maraknya pengakuan karya cipta seni budaya oleh negara lain dan pengelolaan pariwisata oleh negara asing. Adapun peluang yang menjadi harapan kedepan dalam pengembangan budaya daerah dan menggali potensi lokal adalah :
Pemanfaatan media komunikasi dalam pelestarian budaya;
Kekayaan dan keragaman budaya Jawa Barat; II - 90
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Pasar wisatawan dalam dan luar negeri.
11. Pelayanan Publik Bermutu dan Akuntabel, Kinerja Aparatur dan Keterbukaan Informasi Publik serta Menggali Karya Inovasi Masyarakat Pelayanan publik dan keterbukaan informasi sudah merupakan isu yang berkembang
di masyarakat
sehingga menjadikan
tujuan prioritas utama
terpenuhinya kepentingan masyarakat dalam proses pembangunan, dengan tetap mengedepankan kaidah atau aturan yang berlaku. Permasalahan yang ada dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik antara lain :
Kualitas Pegawai Negeri Sipil belum sesuai kebutuhan;
Belum terbentuknya kelembagaan yang ramping struktur, kaya fungsi;
Layanan informasi kepada masyarakat yang belum maksimal;
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan hukum, ketertiban dan keamanan;
Tertib administrasi dan pengelolaan aset;
Kurang
sinerginya
perencanaan
pembangunan
pusat,
provinsi
dan
kabupaten/kota. Fenomena yang terjadi dalam pelayanan publik adalah :
Motivasi kerja yang tumbuh dengan diberlakukannya Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP);
Penurunan KKN dalam proyek dengan pengadaan oleh LPSE dan ULP;
Penyederhanaan perijinan melalui BPPT;
Keterbatasan dan ketergantungan pada APBD. Untuk mencapai pelayanan publik yang diharapkan maka terdapat tantangan
aktual, yaitu diperlukannya aparat birokrasi yang bersih dan produktif Adapun ancaman yang muncul terhadap upaya peningkatan kualitas pelayanan publik adalah politisasi birokrasi yang akan menghambat dan merusak kinerja birokrasi. II - 91
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Peluang-peluang yang ada yang menjadi jalan untuk menuju kebaikan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik adalah :
Dukungan luar negeri untuk menciptakan good governance;
Supporting kebijakan dan dana APBN;
Pembiayaan swasta dan swadaya masyarakat;
Dukungan masyarakat untuk menciptakan clean government.
12. Kinerja Pemerintahan Desa dan Peran Masyarakat dalam Pembangunan Kewilayahan. Dalam
upaya
menumbuhkan
kemandirian
masyarakat
desa
dalam
pembangunan maka filosofinya adalah masyarakat desa menjadi subyek pembangunan dan bukan menjadi objek pembangunan itu sendiri. Permasalahan yang masih terjadi dalam pembangunan desa adalah masih rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pelayanan kesehatan masyarakat desa, adanya keterbatasan aparatur desa, fasilitas sosial dan fasilitas umum masih sangat terbatas. Adapun fenomena yang terjadi dalam pembangunan masyarakat perdesaan, yaitu bantuan pembangunan desa, pengangkatan sekretaris desa, kesenjangan kotadesa yang semakin melebar. Tantangan yang dihadapi dalam desa membangun adalah bagaimana mewujudkan
desa
dimana
perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan secara partisipatif yang melibatkan masyarakat sehingga akan menumbuhkembangkan desa, dan masyarakat desa bukan hanya sebagai objek saja tapi sekaligus menjadi subjek dalam pembangunan. Ancaman yang akan dihadapi dalam desa membangun yaitu semakin merebaknya budaya konsumtif di masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya perkotaan. Peluang untuk meningkatkan
desa membangun menuju
kemandirian desa
yaitu
dengan
membangun pasar pertanian, masih terdapatnya lahan subur dan luas dan masih dipertahankan nilai – nilai gotong royong di masyarakat perdesaan
II - 92