BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan
Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kerangka kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik. Otonomi daerah merupakan upaya memberdayakan daerah dalam pengambilan keputusan daerah dibidang yang terkait dengan pengelolaan sumber daya lokal yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas dan potensi masingmasing daerah. Dengan pemberian otonomi seluas-luasnya, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, tujuan otonomi daerah antara lain adalah agar pelayanan pemerintah lebih dekat kepada masyarakat, memungkinkan masyarakat untuk memantau dan mengawasi penggunaan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga tercipta persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong terciptanya inovasi. Implikasi langsung dari wewenang yang dilimpahkan kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Sehingga penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah otonomi harus disertai dengan pelimpahan wewenang keuangan (desentalisasi fiskal).
Universitas Sumatera Utara
Ada empat elemen penting yang dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Keempat elemen tersebut menurut Rondinelli (dalam Litvack dan Seddon, 1999), adalah desentralisasi politik , desentalisasi administrasi, desentalisasi fiskal, dan desentralisasi ekonomi. Keempat elemen elemen desentalisasi tersebut akan saling terkait dan tidak dapat dipisahkan sama lain. Keempat elemen harus dibingkai dalam satu konsep grand design yang utuh dan dikelola secara efisien dan efektif, sehingga terwujudlah kemampuan dan kemandirian daerah untuk melaksanakan fungsinya sebagai daerah otonom. Salah satu indikator penting dari otoritas keuangan daerah adalah besarnya otonomi fiskal daerah. Otonomi fiskal (Pendapatan Asli Daerah) memberikan gambaran kemandirian atau kemampuan suatu daerah dalam berotonomi. Tuntutan peningkatan PAD menjadi semakin besar sejalan dengan meningkatnya kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan, dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah terletak pada kemampuan keuangannya untuk membiayai penyelenggaraan
administrasi
pemerintah
daerahnya
dengan
tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat memiliki proporsi yang semakin mengecil dan diharapkan PAD harus menjadi kontribusi terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kemampuan keuangan suatu daerah memiliki signifikansi terhadap keragaan (performance) Pemerintah Daerah secara keseluruhan. Jika kemampuan keuangan daerah rendah, berdampak negatif terhadap rendahnya tingkat
Universitas Sumatera Utara
pelayanan publik yang akhirnya akan mengundang intervensi Pemerintah Pusat, atau bahkan dalam bentuk yang ekstrim menyebabkan pengalihan sebagian fungsi Pemerintah Daerah ke tingkat pemerintah yang lebih luas ataupun kelembagaan lain. Oleh karena itu Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu meningkatkan kapasitas keuangannya melalui berbagai inisiatif, langkah konkrit, terobosan dan strategi pengembangan yang tertuang dalam bentuk kebijakan daerah. Langkah-langkah
pengembangan
tersebut,
tentu
saja
dengan
memperhatikan keadaan Sumber Daya Alam, sarana dan prasarana, modal yang tersedia dan kemampuan Sumber Daya Manusia. Keempat sumber daya tersebut harus cukup tersedia dan diharapkan mampu mewujudkan peningkatan kapasitas keuangan daerah dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakatnya. Data statistik menunjukkan, secara umum PAD di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun ke tahun. Namun, jika dilihat dari kontribusinya terhadap total pendapatan daerah maka dalam kurun waktu 20062010 kontribusi PAD cenderung stagnan. Kontribusi rata-rata PAD terhadap total penerimaan di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara hanya sebesar 5%. Proporsi yang dapat disumbangkan PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah. Proporsi PAD terhadap Total Penerimaan dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2006 s.d tahun 2010 No
Kabupaten/Kota
Persentase (%) 2006 2007 2008 2009 2010
1. Kab. Asahan 4.61 2. Kab. Dairi 2.32 3. Kab. Deli Serdang 7.92 4. Kab. Karo 4.15 5. Kab. Labuhan Batu 4.94 6. Kab. Langkat 2.81 7. Kab. Mandailing Natal 2.59 8. Kab. Nias 2.53 9. Kab. Simalungun 4.04 10. Kab. Tapanuli Selatan 3.16 11. Kab. Tapanuli Tengah 2.72 12. Kab. Tapanuli Utara 3.94 13 Kab. Toba Samosir 4.84 14. Kota Binjai 3.35 15. Kota Medan 22.36 16. Kota Padang Sidempuan 2.82 17. Kota Pematang Siantar 5.09 18. Kota Sibolga 3.76 19. Kota Tanjung Balai 4.41 20. Kota Tebing Tinggi 5.66 Rata-rata 4.90 Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011
4.49 2.18 7.49 3.8 5.55 4.61 2.2 4.56 3.94 3.08 2.87 2.17 2.14 3.03 19.02 2.71 4.95 3.81 4.46 5.61 4.63
3.22 1.61 7.61 3.6 5.67 2.84 2.47 3.42 4.05 1.93 2.59 1.39 2.26 3.49 19.71 3.06 5.27 2.68 3.59 4.71 4.26
3.19 2.18 7.95 4.67 8.03 3.56 1.94 3.6 4.26 6.21 3.43 1.47 3.23 3.97 19.78 3.52 5.01 3.85 4.64 4.33 4.94
3.67 2.19 8.98 5.06 7.07 3.65 2.32 3.22 4.19 6.22 3.63 1.91 3.46 5.43 24.32 4.56 5.26 5.77 5.33 5.87 5.60
Perkembangan proporsi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah secara rata-rata Kabupaten/Kota di Sumatera Utara cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2009-2010, proporsi rata-rata kontribusi PAD terhadap TPD mengalami peningkatan yaitu sebesar 4,941% pada tahun 2009 kemudian mengalami peningkatan lagi sebesar 5,606% pada tahun 2010, namun pada tahun 2007-2008 mengalami penurunan sebesar 4,63% pada tahun 2007 dan turun lagi menjadi 4,26% pada tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran tingkat desentalisasi fiskal, khususnya PAD dibandingkan dengan TPD, menurut hasil penelitian Tim peneliti Fisipol UGM menggunakan skala interval seperti terlihat dalam tabel 1.2. Tabel 1.2 Skala interval derajat desentralisasi fiskal PAD/TPD (%)
Kemampuan Keuangan Daerah
0,00 - 10,00 Sangat kurang 10,01 - 20,00 Kurang 20.01 - 30,00 Sedang 30,01 - 40,00 Cukup 40,01 - 50,00 Baik > 50,00 Sangat baik Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM, 1991 Berdasarkan perhitungan skala interval tersebut, PAD kabupaten/kota di Sumatera Utara dikategorikan dalam posisi interval sangat kurang. PAD tertinggi diperoleh oleh Pemerintahan Kota Medan sebesar 24% yang berada dalam posisi interval sedang. Bagian terbesar pendapatan daerah masih didominasi oleh dana perimbangan yang mencapai 76-98 persen dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah masih sangat bergantung pada dana bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai pembangunan di daerah. Sumbersumber PAD di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, ternyata belum sepenuhnya mendukung terselenggaranya pembangunan daerah, yang disebabkan oleh fakta bahwa sumber dana dari pemerintah pusat relatif lebih besar proporsinya dari total pendapatan daerah. Dalam upaya menggali potensi sumber PAD di Kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara, faktor yang mempengaruhi besarnya PAD adalah belanja daerah, pendapatan perkapita dan inflasi. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi dan
Universitas Sumatera Utara
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Suatu daerah yang cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, belanja untuk fungsi pelayanan publik, pendidikan dan kesehatan akan mempengaruhi peningkatan PAD. PAD akan meningkat melalui pengendalian belanja, alokasi anggaran sesuai dengan kebijakan dan prioritas anggaran (alokasi strategis) dan adanya efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran. Manajemen Belanja Daerah penting diarahkan tidak sekedar terkait masalah teknis bagaimana menghemat pengeluaran tetapi juga terkait dengan strategi dan kebijakan bagaimana mengalokasikan anggaran secara efisien, efektif, adil, dan merata. Arah kebijakan belanja daerah secara tidak langsung berpotensi meningkatkan PAD jika diarahkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan stabilitas ekonomi. Pertumbuhan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.3 Persentase rata-rata pertumbuhan belanja daerah di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2006 s.d tahun 2010 No
Tahun
Belanja Daerah
1. 2006 8.500.464.661 2. 2007 11.487.188.047 3. 2008 12.678.358.028 4. 2009 12.652.132.216 5. 2010 12.769.263.325 Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011
% 32,16 35,14 10.37 -0.2 0.92
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan belanja daerah dari tahun 2006 s.d tahun 2010 relatif berfluktuatif. Pertumbuhan belanja daerah tertinggi terjadi dari tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar 35,14%. Dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan, tahun 2010 kembali naik sebesar 0.92 %. Belanja daerah memberikan dampak positif bagi PAD, jika alokasi belanja tersebut proporsi belanja pelayanan publik lebih besar dari belanja aparatur daerah. Pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran bagi kesejahteraan suatu daerah, pendapatan perkapita yang tinggi cenderung mendorong meningkatnya tingkat konsumsi perkapita. Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah, semakin besar
potensi sumber penerimaan daerah tersebut,
sehingga kemampuan masyarakat untuk membayar pajak meningkat. Tinggi rendahnya pendapatan perkapita suatu daerah dapat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya adalah banyaknya atau sedikitnya lapangan pekerjaan, perbedaan UMR tiap daerah, dan tingkat kemajuan dari daerah itu sendiri. Pendapatan masyarakat
menunjukkan
kemampuan
masyarakat
untuk
membayar
pengeluarannya yang dapat dilihat dari tiga aspek yaitu, faktor pendapatan, jumlah kekayaan dan jumlah pengeluaran konsumsi. Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan dan konsumsi seseorang berarti semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar dan berpengaruh dalam penerimaan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Data statistik menunjukkan, secara global PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara meningkat dari tahun 2005 s.d tahun 2010 dapat dilihat dalam Tabel 1.4. Tabel 1.4 : PDRB perkapita di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2010 atas dasar harga berlaku Tahun Nilai PDRB Perkapita Riil % Pertumbuhan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
196.173.559 218.490.205 240.250.246 273.731.412 297.132.341 335.966.036
14,37 9,95 13,93 8,54 13,06
Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011 Tabel 1.4 menunjukkan pendapatan perkapita di Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara secara agregat sampai tahun 2010 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 pendapatan perkapita sebesar 196 juta, terus meningkat 2010 sebesar 336 juta. Pertumbuhan PDRB di Kab/Kota Propinsi Sumatera Utara yang meningkat dari tahun ke tahun tentunya merupakan potensi yang sangat menguntungkan bagi pemerintah daerah untuk menaikkan PAD nya dari tahun ke tahun. Semakin tinggi pendapatan per kapita, memberikan indikasi semakin tingginya tingkat pembangunan suatu daerah. Akan tetapi jika ditinjau dari laju pertumbuhan pendapatan perkapita penduduk masih belum optimal.
Universitas Sumatera Utara
Grafik perkembangan inflasi di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2005-2010 dapat dilihat pada grafik 1.1.
Inflasi 25 20
19,9
15 12,2
11,66
10 6,63
5
6,84 3,81
0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 1.1 : Grafik perkembangan inflasi di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011 Laju inflasi yang terjadi di suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Inflasi menurut parah tidaknya dibagi menjadi 4, yaitu inflasi ringan tingkat inflasinya kurang dari 10%, inflasi sedang tingkat inflasinya antar 10-30% pertahun, Inflasi berat tingkat inflasinya antara 30-100% pertahun. Inflasi berat ditas 100% pertahun (hyperinflasi). Inflasi di Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara berada dalam posisi inflasi yang sedang. Dampak inflasi nyata berasal dari peningkatan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada bulan Juni 2010 memberikan dampak langsung terhadap peningkatan harga barang dan jasa, sehingga memicu kenaikan inflasi sebesar 11.66%.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik : “Pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah dengan laju inflasi sebagai variabel moderating di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara”. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, dirumuskan masalah sebagai
berikut: 1.
Apakah Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara?
2.
Apakah Inflasi sebagai variabel moderating dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Menguji pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita secara parsial dan simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.
2.
Menguji inflasi sebagai variabel moderating dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh Belanja Daerah dan Pendapatan Perkapita terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehubungan
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
PAD
di
kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara. 2.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dan perbandingan dalam melakukan penelitian pada bidang yang sejenis.
3.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dalam menentukan arah kebijakan keuangan daerah yang berkaitan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah guna meningkatkan kemandirian fiskal daerah.
1.5.
Originalitas Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Budiharjo (2003), dengan topik “Pengaruh jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto dan inflasi terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Budiharjo terletak pada objek penelitian, variabel penelitian dan periode tahun amatan. Objek penelitian Budiharjo di Provinsi Jawa Tengah; variabel penelitian yaitu Jumlah Penduduk, PDRB, dan inflasi; periode tahun amatan dari tahun 1999-2001, sedangkan penelitian ini objek penelitian di Kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara; variabel penelitian belanja daerah, pendapatan perkapita, inflasi dan PAD; tahun amatan dari tahun 2006-2010.
Universitas Sumatera Utara