BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Manajemen
Analisa Sistem Berjalan Proses perencanaan strategi adalah salah satu tahapan penting bagi perusahaan,
penting karena apa yang dirumuskan bertujuan untuk mencapai objective perusahaan. Proses yang juga seharusnya melibatkan berbagai pihak yang didalamnya untuk memastikan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi, baik itu faktor internal maupun eksternal benar-benar teridentifikasi sepenuhnya dan memiliki bobot yang sesuai dengan proporsinya. Sesuai proporsi dalam arti, suatu divisi tidak menganggap keunggulan yang dimilikinya jauh lebih besar dibanding faktor yang lain, tanpa tolak ukur yang jelas, karena walau bagaimanapun di sisi eksternal terdapat ancaman pula. Ataupun terdapat kelemahan yang missing dari pengamatan perusahaan, karena memang divisi tersebut tidak dilibatkan secara cukup ketika pengambilan keputusan. Hal tersebut dialami PT MBI ketika meluncurkan beberapa produk sampingannya, dan terakhir ketika perencanaan Green Sand Slim Can. Di mana konsep dan perencanaan bisnis yang matang, ternayata tidak didukung secara optimal dari sisi teknis dan sumber daya produksinya., akibat dari divisi teknis ataupun produksi kurang dilibatkan dalam perencanaan maupun perumusan strategi. Padahal produksi juga merupakan bagian yang menentukan sukses tidaknya strategi peluncuran produk baru.
84
Analisa Sistem Usulan Di tengah persaingan industri bir yang ketat seperti yang telah diuraikan di
bagian pendahuluan, adalah penting bagi perusahaan untuk menyusun suatu strategi yang tepat. Memperoleh output berupa strategi yang tepat, mutlak memerlukan input yang tepat pula. Input menyeluruh yang berasal dari pihak-pihak yang berkaitan yang memahami betul faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu strategi yang akan dirumuskan. Selain memerlukan keterlibatan yang menyeluruh, input berupa faktor internal dan eksternal (internal & external strategy-shaping factor) juga sebaiknya merupakan faktor yang terukur, seberapa besar pengaruhnya masing-masing faktor tersebut terhadap alternatif strategi yang sedang disusun, sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan nantinya . Sistem penyusunan strategi usulan ini diharapkan mampu memberikan apa yang dibutuhkan perusahaan untuk menyusun suatu strategi yang sesuai dengan kondisinya saat ini. 4.1
Pengumpulan Data
4.1.1
Analisa Internal Dari hasil analisa internal, berdasarkan Key Success Factor , didapatkan positive
internal strategy shaping-factors atau strength (kekuatan) sebagai berikut: Budaya organisasi dan system operasi yang kuat (Strength1- S1) TPM atau Total Productive Management, bisa disebut sebagai budaya organisasi ataupun sistem operasi ini memegang peranan yang sangat penting bagi berjalannya proses produksi yang sejalan dengan misi perusahaan dalam hal cost & quality
85 leadership,dan customer satisfaction. Sistem ini terstruktur dengan sangat baik dengan modul kerja yang terjadwal, dimana terdiri dari pillar-pilar, yakni sejenis grup kerja kecil yang anggotanya lintas fungsional dengan tugasnya masing-masing, yang intinya bermuara untuk mendukung visi dan misi perusahaan secara keseluruhan. Kapasitas Canning dan Racking yang masih tersedia (Strength 2- S2) Sebagai gambaran kasar, di bulan-bulan biasa yang permintaanya tidak begitu tinggi seperti bulan September misalnya, kapasitas produksi total (regular +overtime) masih berlebih kira-kira sebesar 3 juta kaleng. Dan untuk bulan yang permintannya cukup tinggi, seperti Desember, permintaan yang dapat dipenuhi melalui overtime masih memungkinkan kira-kira sebesar 1 juta kaleng. Hal ini tentunya masih bisa dimanfaatkan untuk mendukung rencana produksi untuk produk baru. Begitu juga halnya dengan lini kegging yang melayani produk dengan kemasan barrel yang kapasitas produksinya belum terpakai secara penuh. Selain itu dari informasi mengenai Technical Capacity Tangerang yang bisa mencapai 740,000 hl/tahun dan melalui program TPM akan ditingkatkan targetnya menjadi 800,000 hl/tahun. Di tahun 2006 produksi di Tangerang mencapai 728,273.13 hl/ tahun. Ditambah lagi fasilitas produksi di Sampang Agung, yang mendapat gelar brewery terbaik se-Asia Pasifik dengan teknologi yang lebih baru dan canggih dibandingkan brewery Tangerang, akan mampu mendukung peningkatan produksi yang ditargetkan.
86 Manajemen pusat yang kuat dan berpengalaman (Strength3- S3) PT MBI mayoritas sahamnya dimiliki oleh Heineken, yang memiliki reputasi internasional di industri bir dan dengan pengalamaan yang sangat panjang, di mana Heineken telah bermain di industri ini sejak tahun 1864. Dan memiliki jaringan bisnis dan fasilitas produksinya yang tersebar luas di banyak negara,. Heineken yang menggunakan jasa firma konsultan internasional, EFESO, menerapkan program Total Productive Manufacturing sebagai standar operasi serta budaya kerja di setiap fasilitas produsksinya yang tersebar di seluruh dunia dan pelaksanaanya akan diaudit secara periodik oleh manajemen pusat. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi dengan operasional MBI di Indonesia, khususnya berkaitan dengan kegiatan produksi, akan terus dipantau dan diapacu untuk terus lebih baik. Market Leader dan Brand Image yang kuat (Strength 4- S4) MBI adalah produsen bir dengan brand image yang kuat, sebut saja Bir Bintang yang menjadi ikon kita orang menyebut bir lokal di Indonesia, bahkan di salah satu majalah asing terbitan Indonesia memilih Bir Bintang sebagai wakil untuk bersaing dengan bir lain di kawasan asia pada sebuah polling. Selain itu pada rating yang dilakukan oleh www.ratebeer.com menyebutkan bahwa guinness salah satu produk dari yang diproduksi MBI, menempati urutan pertama bir yang paling disukai di Indonesia. Pada lini produk yang lain, Heineken yang telah memiliki sejarah panjang di industri bir, juga memiliki image tersendiri sebagai bir premium dengan kualitas terbaik dan gengsi tersendiri khususnya bagi golongan menengah atas dan kaum ekspatriat.
87 Untuk produk soft drink, Green Sand dengan usianya yang telah 20 tahun, terus melakukan peremajaan, dengan tagline barunya “Cara Gue Beda” menunjukkan perbedaannya dengan soft drink yang telah ada, dari segi rasa,warna maupun presentasi produknya. Dan hal itu pun semakin diperkuat dengan perhargaan yang diberikan oleh SWA sebagai brand dengan pertumbuhan tercepat. Sedangkan sebagai market leader, hal ini diakui sendiri melalui oleh manajemen MBI. Selain itu data SWA pada akhir tahun 2004 juga menyebutkan bahwa MBI adalah Market Leader dengan penguasaan pasar sebesar 65.6 % Dan sebagai gambaran umum, konsumsi bir per kapita di Indonesia sebesar 0.6 L/tahun atau kira-kira sebesar 132 juta liter.tahun (dengan asumsi jumlah penduduk sebesar 220 juta). Sedangkan produksi bir total pada tahun 2006 di brewery Tangerang saja mencapai 650,234 Hl atau sebesar 49.26 % dari konsumsi bir di Indonesia, belum lagi di tambah produksi bir di Sampang Agung. Sehingga masih bisa dikatakan bahwa MBI tetap merupakan market leader untuk industri bir di Indonesia. OPI Brewhouse yang tinggi (Strength 5- S5) Year to Date OPI Brewhouse sebesar 85,5% di atas rata-rata OPI kelas dunia yang mensyaratkan sebesar 85%. OPI Brewhouse penting karena menunjukkan kinerja mesin di sana, dan brewhouse sendiri adalah bagian penting dalam elemen produksi, karena segala jenis produk yang dikerjakan di brewery, apapun minumannya maupun pengemasannya, harus “dimasak” di brewhouse.
88 Pengadaan event serta kegiatan promosi yang kuat dan berskala besar (Strength 6- S6) Kegiatan yang diadakan yang umumnya berupa event sponsorship, selain digunakan untuk penjualan langsung ke konsumen, juga berguna untuk menciptakan image produk sekaligus mendekatkan diri ke konsumen. Secara umum event yang digelar oleh MBI, skalanya lebih luas dan lebih booming ketimbang event serupa yang dilakukan oleh pesaing . Contoh event yang diadakan MBI: -
Heineken Thirst Ajang pencarian Disc Jockey terbaik di seluruh dunia, di mana dicari
kontestan terbaik di Indonesia, untuk nantinya diadu se-asia pasifik, dan selanjutnya diadu dengan kontestan dari benua lain. -
Bintang Bikin Bintang Kontes menyanyi dangdut di 11 kota, yang pemenangnya kemudian diberi
kesempatan masuk dapur rekaman -
From Zero to Bintang Event pencarian bakat band muda di seluruh Indonesia.
Jaringan distribusi yang luas dan baik (Strength 7- S7) Kemudahan mendapatkan produk sebagai faktor yang penting, dipahami benar oleh MBI. Dengan jaringan distribusi yang tersebar di seluruh kota besar di Indonesia, seluruh lini produknya mudah didapatkan, mulai dari warung, mini market,hingga hypermarket. Bahkan selain melakukan kontrak eksklusif dengan klub-klub malam untuk lebih mendekatkan diri dengan konsumennya, MBI bekerja
89 sama dengan investor,mendirikan House of Bintang, sebuah kafe dengan konsep unik, dan hanya menjual produk MBI sebagai minumannya. Sub Zero Cooler (Strength 8- S8) Merupakan konsep cooler pertama di Indonesia, inovasi teknologi untuk mendinginkan bir hingga di bawa 0°C tanpa membuat bir menjadi beku. Sehingga bir menjadi dingin dan segar ketika dikonsumsi. Sedangkan untuk negative internal strategy shaping-factors atau weakness adalah sebagai berikut: Operasional produksi yang terfokus pada bottling (Weakness 1- W1) Penjualan produk MBI yang hampir 80%nya berupa kemasan botolan memang membuat perusahaan lebih banyak meluangkan waktu dan fokus pada lini bottling. Segala program improvement, tim yang dibentuk jauh lebih banyak untuk bottling, dan terkadang di lapangan banyak sekali data produksi mengenai lini lain seperti canning ataupun kegging belum tertata dengan baik. Begitupun dengan perencanaan produksi ataupun perencanaan agregat yang masih belum disiapkan dengan baik, karena beranggapan canning ataupun kegging permintaannya masih rendah. Lini produk yang lebih sempit (narrow product line) dibanding pesaing (Weakness 2- W2) MBI yang hanya memiliki 3 merk produk untuk bir, bandingkan dengan DD, pesaing utamanya, yang memilki 6 merk. DD memiliki cakupan yang lebih luas untuk dapat merebut setiap segmen yang ada, masing-masing produk memiliki karakteristik yang terdiferensiasi seusai dengan konsumen. Jika ini tidak direspon dengan cermat, lama kelamaan bisa berdampak buruk bagi pasar dari MBI.
90 Penerapan TPM di brewery Tangerang yang belum maksimal, terkadang menyebabkan konflik internal. (Weakness 3- W3) Tujuan dari program TPM sebenarnya sangat bagus, namun pelaksanaan yang masih belum berjalan sempurna hingga saat ini seringkali membawa konflik internal di dalam organisasi dan terkadang membuat suasana kerja sedikit kurang nyaman. Selain itu kekurangan lainnya adalah supervisor yang seharusnya menjadi ujung tombak manajemen di lapangan, jadi lebih banyak mengurusi urusan adminitsrasi untuk mendukung program TPM. Kemampuan untuk mengembangkan produk baru non-alkohol yang kurang baik. (Weakness 4 – W4) Setelah Fit n’ Fun yang umurnya kurang dari 1tahun, kemudian Bintang Zero yang dinilai banyak kalangan tidak sukses. Kedua produk ini menunjukkan kelemahan MBI untuk mengembangkan produk baru non-alkohol yang benar-benar baru di pasaran. Padahal di sisi lain, perusahaan sangat membutuhkan kehadiran produk baru non-alkohol untuk mendukung berjalannya bisnis ini. Tingkat pendidikan operator di Brewery Tangerang yang rendah (Weakness 5- W5) Kebanyakan operator di Brewery Tangerang adalah pekerja lama sejak 1970-an. Dengan usia yang semakin bertambah dan tingkat pendidikan yang rendah(beberapa bahkan tidak bisa baca tulis), akan menyulitkan dalam hal belajar mendukung program TPM dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik
91 4.1.2
Analisa Eksternal a. External Macroenvironment ( PEST Analysis) Faktor politik ¾ Pemberlakuan Peraturan Daerah yang membatasi bahkan melarang peredaran minuman beralkohol seiring semakin digalakkannya Otonomi Daerah. (Sumber: CACD-MBI)
Faktor ekonomi ¾ Kondisi ekonomi yang belum membaik dan kurang stabil, menimbulkan beberapa dampak seperti: ¾ Meningkatnya biaya bahan bakar (thermal energy), biaya air, listrik dan CO2 mengakibatkan meningkatnya biaya produksi. (Sumber: Focus Improvement Pillar-MBI TA) ¾ Fluktuasi nilai mata uang berpengaruh terhadap pembelian bahan baku, khususnya kemasan botol untuk Heineken yang masih diimpor dari China ataupun label untuk beberapa produk dari Malayasia (Sumber: Data internal packaging- MBI TA) ¾ Rencana kenaikan cukai atas produk bir (Sumber: Warta Bintang-MBI) ¾ Kondisi ekonomi secara umum yang belum membaik, menyebabkan daya beli masyarakat menurun, apalagi untuk konsumsi bir, yang bisa digolongkan barang mewah dengan cukai sampai 40%. ¾ Menurunnya daya beli masyarakat bisa diatasi dengan meluncurkan produk dengan kemasan atau volume yang lebih kecil, yang otomatis menurunkan harga produk untuk konsumen yang peka harga.
92 Faktor sosial ¾ Menurut Saryoto, Physical Distribution Department dalam tulisannya di Warta Bintang, mengungkapkan bahwa dinamika pasar banyak dipengaruhi oleh faktor keterbatasan konsumen dengan alasan social dan budaya serta agama. ¾ Pro kontra manfaat dan bahaya bir di tengah masyarakat. Berdasarkan studi oleh Keil U, Chambless LE bahwa minum 2-4 gelas bir per hari justru menurunkan resiko penyakit jantung koroner sebesar 24%. Namun di sisi lain konsumsi bir sebagai minuman beralkohol tetap dilarang oleh agama tertentu. ¾ Budaya adat di sejumlah daerah tertentu di Indonesia, yang dapat meningkatkan konsumsi seperti: Acara Adat Mangokal Holi, Pesta Danau Toba, Acara Pacu Jalur. Di samping itu budaya internasional seperti Pesta Imlek juga turut berpengaruh. (Sumber: Desra Tarigan, Sales Sumatera) ¾ Kebiasan “minum” yang mengakar di masyarakat daerah tertentu di Indonesia, di mana sebagian masyarakatnya suka bersosialisasi dengan cara minum, seperti Medan, Manado, Pekanbaru dan Makassar (Hidayat, 2004) ¾ Kebiasaan baru masyarakat modern di ibukota untuk sekedar hangout dan menjadikan bir sebagai “teman minum”, terbukti dengan semakin menjamurnya kafe, pub, lounge ataupun night club di kota besar. Selain itu untuk sebagian masyrakat mengkonsumsi bir bukan lagi sebagai hal
93 yang tabu, ataupun berkonotasi negative, termasuk ketika wanita yang mengkonsumsinya. ¾ Penemuan, penelitian ataupun riset ilmiah yang menyatakan konsumsi bir tidak baik untuk kesehatan, ataupun konsumsi soda yang juga tidak baik, ataupun penelitian Food Standards Agency (FSA), Badan POM-nya Inggris yang menyatakan 230 jenis minuman ringan di Inggris dan Perancis mengandung benzena 8 kali lebih banyak dari seharusnya. Hal seperti ini dapat mempengaruhi pola piker, persepsi dan akhirnya konsumsi masyarakat. ¾ Hasil diskusi dan obrolan Fasri Hasni, Assistant Planning & Control, beliau mengungkapkan kecenderungan masyarakat sekarang ini yang ingin semakin praktis. Sehingga konsumen lebih suka mengkonsumsi kemasan kaleng ketimbang botol. Faktor teknologi ¾ Inovasi kemasan baru berupa kaleng ukuran 250 ml atau sering disebut slim can merupakan potensi tersendiri yang harus diantisipasi. Contohnya ketika diperkenalkan oleh perusahaan lain pada tahun 2005, kemasan baru ini dapat menyerap 2-3% dari total pasar minuman ringan. (Sumber: Warta Bintang-MBI) b. Analysis firm’s industry (Task environment) Dianalisa dengan menggunakan five-forces Porter sebagai berikut: Rivalry among competitor (Persaingan antar perusahaan yang telah ada)
94 ¾ Persaingan di industri bir di Indonesia, saat ini didominasi oleh dua perusahaan besar yakni: PT Multi Bintang Indonesia (MBI) dan PT Delta Djakarta (DD).
Di mana, pada akhir tahun 2004 tercatat
MBI
menguasai 65,6 % pasar bir di Indonesia dan 30% nya dikuasai oleh DD (Hidayat, 2005) ¾ Meski sampai saat ini MBI tetap merupakan market leader, namun penguasan pasar MBI diperkirakan semakin menurun. Dengan porsi pasar yang sempit, hanya 3% dari total pasar minuman, dan angka konsumsi bir perkapita di Indonesia yang rendah hanya 0.6 liter/tahun. Dan pasar bir hanya dikuasai oleh 2-3 pemain saja, maka peningkatan penjualan satu perusahaan akan mengancam perusahaan yang lain sebagai pesaingnya. Sebagai contoh di akhir tahun 2005, DD berhasil mencetak peningkatan penjualan sebesar 22% sedangkan MBI hanya sebesar 20%. Jika hal ini terus dibiarkan maka penguasaan pasar MBI akan semakin terancam ¾ Salah satu faktor penyebabnya adalah pesaing utama MBI yakni DD meluncurkan produk kelas duanya, yakni “Kuda Putih”, dengan harga yang jauh lebih murah sebagai perbandingan bila Bir Bintang kemasan botol 620 ml berharga Rp 11,000 maka merek ini hanya Rp 7,000. Sehingga meski peredaran “Kuda Putih” hanya sebatas daerah Jawa Timur, namun dapat menggerogoti pasar yang selama ini dikuasai MBI, khususnya segmen yang peka terhadap harga. ¾ Pesaing utama MBI, yakni DD, memiliki lini produk yang luas untuk setiap segmennya. San Miguel untuk kalangan atas dan golongan
95 premium bersaing, Anker Stout untuk penikmat stout atau bir hitam, Anker Bir untuk penikmat bir pilsner, Tabel 4.1 Daftar Produk & Target Pasar PT DD Produk
Target Pasar
Anker Bir
Penikmat bir Pilsner (khususnya pria)
Anker Stout
Penikmat bir hitam (khususnya pria)
Carlsberg
Pria usia pertengahan 20-30 an, golongan menengah atas, segmen premium
Kuda Putih
Konsumen bir yang ekonomis, dan peka harga
San Miguel
Pria muda, masih kuliah ataupun eksekutif muda, yang menjadikan bir sebagai minuman berkumpul bersama teman.
San Miguel Light
Pria
ataupun
wanita
muda,
peminum bir ringan, yang rendah kalori dan karbohidrat Sumber: PT Delta Djakarta,Tbk. Selain bir, DD juga meluncurkan dua produk non-alkohol lainnya yakni: Soda Ice dan Sodaku. Yang karakter produknya hampir mirip yakni,
96 minuman bersoda, namun Soda Ice dilengkapi dengan ekstrak malt, sedangkan Sodaku murni air soda biasa untuk dikonsumsi bersama susu biasanya. ¾ Selain itu menurut Indah Soelistyawati, mantan Direktur Pemasaran MBI, pasar bir di Indonesia bisa dibilang stagnan karena kondisinya sama persis seperti 10 tahun yang lalu. Sedangkan menurut konsultan Octobrand, Sumardi, ke depan meski tingkat pertumbuhan rendah hanya sebesar 8-10% saja (bandingkan dengan minuman ringan yang dapat mencapai 40%) namun itu adalah prestasi yang bagus, mengingat pemain di indutri ini secara nasional terbilang sedikit dan juga kondisi Indonesia yang mayoritas muslim. ¾ Menurut Simon Jonatan, CEO Brandmaker, pasar minuman bersoda tengah dalam tekanan. Dari tahun ke tahun pasarnya stagnan, bahkan cenderung turun. Penjualan Coca-Cola di Indonesia mulai terdesak, malah sudah terlampaui family brand-nya: Fanta dan Sprite (Hidayat, 2007) Hal ini membuat Coca Cola melakukan serangkaian manuver, mulai dari meremajakan produknya, mengubah tema komunikasi, hingga mengadakan kerja sama dengan Bintang Toedjoe untuk meluncurkan Extra Joss Strike. Hal ini dilakukan untuk mendukung kinerja Coca Cola Indonesia. Potential entry of new competitors (Potensi pendatang baru) ¾ Dapat dikatakan bahwa masuk ke industri bir dalam skala nasional adalah cukup sulit, terbukti dalam kurun waktu 10 tahun terakhir jumlah pemain
97 baru tidak banyak tercatat hanya Bali Hai. Begitu juga dengan pemain yang eksis saat ini jumlahnya tidak lebih bahkan tidak sampai 5 perusahaan. Yang perlu diawasi adalah sulitnya masuk dan keluar dari industri ini, sehingga perusahaan yang telah memutuskan masuk ke industri ini pasti akan berjuang dan bertahan habis-habisan. ¾ Ancaman terhadap pemain baru tetap saja ada, terutama melalui strategi diversifikasi oleh perusaahaan lain yang tidak sejenis dengan bir, misalnya minuman ringan, yang mengakuisisi perusahaan minuman alcohol lokal. ¾ Namun begitu, umumnya perusahaan di luar bir (misalnya minuman ringan), mengalami sedikit keraguan karena jika mereka masuk ke industri bir, dan dengan memanfaatkan fasilitas produksi yang sama dengan minuman ringannya, maka hal ini akan mempengaruhi citra produk minuman ringannya di pasaran. Karena ada ketakutan di masyarakat, jangan-jangan produk minuman ringannya mengandung alkohol, karena diproduksi dengan fasilitas yang sama. Hal inilah yang masih dialami produk Green Sand yang masih diragukan kehalalannya oleh MUI karena masih diproduksi di fasilitas yang sama dengan produk bir. ¾ Jika pemain baru tersebut membangun fasilitas produksi sendiri, maka mereka akan menghadapi salah satu entry barrier yakni modal yang besar.
98 Substitute products (Produk substitusi) ¾ Menurut Desra Tarigan, Sales Sumatera-Medan, turunnya pendapatan masyarakat akan membuat peminum atau konsumen beralih ke produk lokal yang lebih murah. Namun di sisi lain hal ini juga memberi peluang baru, segmen premium yang biasanya mengkonsumsi bir import ataupun minuman alcohol lainnya seperti whiskey juga sedikit terpengaruh untuk mengalihkan produknya ke bir yang kualitasnya tidak jauh beda, hal ini dapat dimanfaatkan oleh Heineken, bir andalan berkualitas premium. Supplier (Pemasok) ¾ Bahan baku untuk bir hampir seluruhnya masih diimpor, baik itu malt sebagai bahan baku utama yang diimpor dari Australia dan Inggris, maupun bunga hop sebagai penyedap rasa yang diimpor dari Eropa. Secara keseluruhan tidak ada masalah atau ancaman dari kekuatan tawar menawar pemasok. Ancaman justru datang dari fluktusi nilai mata uang saja. ¾ Sedangkan untuk kemasan produk khususnya botol, sempat terjadi persaingan sengit antara MBI dan DD dalam memperebutkan botol kosong untuk dikemas ulang. Sehingga pada kuartal pertama 2007 MBI memutuskan untuk membuat khusus botol kemasannya yang di emboss sehingga tidak dapat dipergunakan oleh pesaingnya. Namun kini untuk ancaman tersebut tidak lagi dirasakan, setelah MBI memesannya dari Cina dan tidak ada lagi kendala yang berarti.
99 ¾ Untuk kemasan kaleng, tidak ada kendala berarti mengingat pemasok yang ada di Indonesia jumlahnya sudah cukup. Sehingga posisi tawar menawar dengan pemasok cukup seimbang. Buyer (Pembeli) ¾ Anggapan bahwa produk bir membutuhkan brand image yang kuat seperti yang diungkapkan Thompson (2001, p82) tidak sepenuhnya benar, meski sebagian memang benar. Seperti yang diungkapkan Eddie Priyono, Direktur Komersial DD, bahwa konsumen bir memiliki loyalitas terhadap merek. Namun berbeda dengan pendapat Boby H. Noya, mantan Corporate Affairs and Communication MBI, yang kini menjadi salah satu komisaris. Beliau mengungkapkan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mempengaruhi perilaku konsumsi, yang bisa dilakukan hanyalah mempengaruhi ketersediaan produk di pasar. Sehingga jangan sampai terkena resiko kehilangan melayani konsumen. ¾ Dari sini dapat disimpulkan bahwa konsumen memang ada yang loyal dan memiliki preferensi terhadap brand tertentu, sehingga pasti memilih produk tersebut ketika akan mengkonsumsi bir. Tetapi ketika produk tersebut tidak ada di pasar, maka tidak ada masalah bagi konsumen untuk pindah ke merek lain, selain switching cost yang rendah, maupun keputusan mengkonsumsi bir umumnya adalah keputusan yang tidak bisa atau jarang ditunda dalam pengambilan keputusannya.
100 c. Positive External Strategy-Shaping Factors (Peluang-Opportunity) Dari analisa eksternal yang telah dilakukan, adapun peluangnya sebagai berikut: Perubahan selera konsumen dari kemasan botol ke kemasan kaleng, khususnya slim can 250 ml yang selain menawarkan kepraktisan, juga memberi solusi kepada konsumen yang peka harga, maupun konsumen yang baru mencoba suatu produk. (O-1) Pasar pertumbuhan minuman ringan masih cukup tinggi dan menarik (O2) Budaya masyarakat kota besar yang semakin mengikis anggapan tabu mengkonsumsi bir termasuk ketika wanita yang meminumnya. (O-3) Budaya maupun acara tradisional di daerah tertentu yang dapat mendongkrak konsumsi bir. (O-4) Penurunan daya beli memunculkan potensi bergesernya permintaan dari konsumen bir impor, whiskey, dan minuman alkohol lainnya ke konsumsi bir dengan kualitas premium. (O-5) d. Negative External Strategy-Shaping Factors (Ancaman-Threat) Sedangkan untuk ancamannya adalah sebagai berikut: Peraturan daerah dan Otonomi daerah yang diikuti munculnya pajak setempat, serta kekuasaan yang tidak jelas seperti razia oleh kelompok masyarakat tertentu yang membatasi bahkan melarang peredaran bir. (T1) Ancaman pesaing utama dengan lini produk yang lebih luas. (T-2)
101 Kenaikan biaya produksi, akibat meningkatnya biaya bahan baku dan bahan bakar. (T-3) Menurunnya daya beli masyarakat, membuat konsumen mengurangi konsumsi atau mengalihkan ke produk substitusi yang harganya lebih murah. (T-4) Pasar minuman bersoda tengah dalam tekanan, bahkan cenderung stagnan. (T-5) Market leader di minuman ringan yakni Coca Cola Indonesia sedang gencar bermanuver untuk meremajakan produknya serta meningkatkan penjualannya (T-6). Penelitian dan riset yang kerap kali memberitakan efek negatif dari mengkonsumsi bir ataupun minuman ringan bersoda. (T-7)
4.2
Analisis Data dan Pembahasan
4.2.1
Hierarchy Criterion
Gambar 4.1
Hierarchical view of Strategy-Shaping Factors
102 Tabel 4.2 Strategy Shaping Factor SWOT Group
STRENGTH
Abbrevation
Remarks
S1
Budaya organisasi dan system operasi yang kuat
S2
Kapasitas Canning dan Racking yang masih tersedia
S3
Manajemen pusat yang kuat dan berpengalaman
S4
Market Leader dan Brand Image yang kuat
S5
OPI Brewhouse yang tinggi
S6
Pengadaan event serta kegiatan promosi yang kuat dan berskala besar
S7
Jaringan distribusi yang luas dan baik
S8
Sub Zero Cooler
W1
Operasional produksi yang terfokus pada bottling
W2
Lini produk yang lebih sempit (narrow product line) dibanding pesaing
W3
Penerapan TPM di brewery Tangerang yang belum maksimal, terkadang menyebabkan konflik internal
W4
Kemampuan untuk mengembangkan produk baru non-
WEAKNESS
alkohol yang kurang baik W5
Tingkat pendidikan operator di Brewery Tangerang yang rendah
O1
Perubahan selera konsumen dari kemasan botol ke kemasan kaleng, khususnya slim can 250 ml yang selain menawarkan kepraktisan, juga memberi solusi kepada konsumen yang peka harga, maupun konsumen yang baru mencoba suatu produk
OPPORTUNITY O2
Pasar pertumbuhan minuman ringan masih cukup tinggi
O3
Budaya masyarakat kota besar yang semakin mengikis anggapan tabu mengkonsumsi bir termasuk ketika wanita yang meminumnya
103 O4
Budaya maupun acara tradisional di daerah tertentu yang dapat mendongkrak konsumsi bir
O5
Penurunan daya beli memunculkan potensi bergesernya permintaan dari konsumen bir impor, whiskey, dan minuman alkohol lainnya ke konsumsi bir dengan kualitas premium.
T1
Peraturan daerah dan Otonomi daerah yang diikuti munculnya pajak setempat, serta kekuasaan yang tidak jelas seperti razia oleh kelompok masyarakat tertentu yang membatasi bahkan melarang peredaran bir
T2
Ancaman pesaing utama dengan lini produk yang lebih luas
T3
Kenaikan biaya produksi, akibat meningkatnya biaya bahan baku dan bahan bakar
T4
Menurunnya daya beli masyarakat, membuat konsumen mengurangi konsumsi atau mengalihkan ke produk
THREAT
substitusi yang harganya lebih murah. Pasar minuman bersoda tengah dalam
T5
tekanan, bahkan cenderung stagnan. T6
Market leader di minuman ringan yakni Coca Cola Indonesia sedang gencar bermanuver untuk meremajakan produknya serta meningkatkan penjualannya
T7
Penelitian dan riset yang kerap kali memberitakan efek negatif dari mengkonsumsi bir ataupun minuman ringan
Sumber : Hasil observasi dan wawancara
104 4.2.2
Analitycal Hierarchy Process Berikut adalah contoh perhitungan dan tiap langkah dari proses AHP berdasarkan hasil kuesioner responden pertama, sedangkan untuk responden yang kedua cara perhitungan tidak ditampilkan atau hasilnya saja. a. Faktor Internal dan Eksternal Dari kuesioner yang disebar, responden menganggap bahwa baik faktor internal maupun eksternal memiliki pengaruh yang sama terhadap strategi yang disusun perusahaan (internal = 0.5 dan eksternal 0.5) b. Faktor Strength-Weakness (S-W) Sintesis
S W
S 1 1/2 1 1/2
W 2 1 3
S 2/3 1/3
W 2/3 1/3
Normalisasi
S W
Vektor
S W
S 0.6667 0.3333
W 0.6667 0.3333
c. Faktor Opportunity- Threat (O-T) Sintesis
Rata-rata Baris 0.6667 0.3333 1.0000
105 O O T
T 1 1 2
1 1 2
Normalisasi O O T
T 1/2 1/2
1/2 1/2
O 0.5000 0.5000
T 0.5000 0.5000
Vektor
O T
Rata-rata Baris 0.5000 0.5000 1.0000
d. Faktor Strength (S) Sintesis S1 S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8
1 1/3 1 1/3 1/3 1/3 1 1/7 4 10/21
S2
S3 3 1 3 3 1 3 3
1/5 17 1/5
S4 1
S5
1 1/3 1/3 1/3 1 1/7 4 10/21
3 1/3 3 1 1/3 1 1 1/7 9 17/21
3 1 3 3 1 3 3 1/5 17 1/5
S3 21/94 7/94 21/94 7/94 7/94 7/94 21/94 3/94 1
S4 63/206 7/206 63/206 21/206 7/206 21/206 21/206 3/206 1
S5 15/86 5/86 15/86 15/86 5/86 15/86 15/86 1/86 1
1/3
S6
S7
3 1/3 3 1 1/3 1 1 1/5 9 13/15
1 1/3 1 1 1/3 1 1 1/5 5 13/15
S8 7 5 7 7 5 5 5 1 42
Normalisasi
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8
S1 21/94 7/94 21/94 7/94 7/94 7/94 21/94 3/94 1
S2 15/86 5/86 15/86 15/86 5/86 15/86 15/86 1/86 1
S6 45/148 5/148 45/148 15/148 5/148 15/148 15/148 3/148 1
S7 15/88 5/88 15/88 15/88 5/88 15/88 15/88 3/88 1
S8 1/6 5/42 1/6 1/6 5/42 5/42 5/42 1/42 1
106 Vektor S1 0.223 0.074 0.223 0.074 0.074 0.074 0.223 0.032 1.000
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8
S2 0.174 0.058 0.174 0.174 0.058 0.174 0.174 0.012 1.000
S3 0.223 0.074 0.223 0.074 0.074 0.074 0.223 0.032 1.000
S4 0.306 0.034 0.306 0.102 0.034 0.102 0.102 0.015 1.000
S5 0.174 0.058 0.174 0.174 0.058 0.174 0.174 0.012 1.000
S6 0.304 0.034 0.304 0.101 0.034 0.101 0.101 0.020 1.000
S7 0.170 0.057 0.170 0.170 0.057 0.170 0.170 0.034 1.000
S8 0.167 0.119 0.167 0.167 0.119 0.119 0.119 0.024 1.000
Rata-rata Baris 0.218 0.064 0.218 0.130 0.064 0.124 0.161 0.022 1.000
Indeks Konsistensi Berikut adalah cara penghitungan Indeks Konsistensi: ¾ Perkalian tabel sintesis dengan kolom rata-rata baris pada tabel vektor
1/3
3
1/3
1
3
1
1
7
1/3
1
1/3
1/3
1
1/3
1/3
5
1/3
3
1/3
1
3
1
1
5
1
3
1
1
3
1
1
5
1/7 9 17/21
1/5
1/5 9 13/15
1/5 5 13/15
1
17 1/5
1/7 4 10/21
Rata-rata Baris 0.218 0.064 0.218 0.130 0.064 0.124 0.161 0.022
42
1.000
S1 S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8
S2 1
3
1/3
1
1
3
1/7 4 10/21
-
S3
1/5
S4 1
1/3 1
S5
S6
S7
S8
3
3
3
1
1/3
1
1/3
1/3
5
3
3
3
1
7
17 1/5
7
(1)(0.218) + (3)(0.064) + (1)(0.218) + (3)(0.130) + (3)(0.064) + (3)(0.124) + (1) (0.161) + (7) (0.022) = 1.90
-
(1/3)(0.218) + (1)(0.064) + (1/3)(0.218) + (1/3)(0.130) + (1)(0.064) + (1/3)(0.124) + (1/3) (0.161) + (5) (0.022) = 0.52
107 -
(1)(0.218) + (3)(0.064) + (1)(0.218) + (3)(0.130) + (3)(0.064) + (3)(0.124) + (1) (0.161) + (7) (0.022) = 0.9
-
(1/3)(0.218) + (3)(0.064) + (1/3)(0.218) + (1)(0.130) + (3)(0.064) + (1)(0.124) + (1) (0.161) + (7) (0.022) = 1.1
-
(1/3)(0.218) + (1)(0.064) + (1/3)(0.218) + (1/3)(0.130) + (1)(0.064) + (1/3)(0.124) + (1/3) (0.161) + (5) (0.022) = 0.52
-
(1/3)(0.218) + (3)(0.064) + (1/3)(0.218) + (1)(0.130) + (3)(0.064) + (1)(0.124) + (1) (0.161) + (5) (0.022) = 1.05
-
(1)(0.218) + (3)(0.064) + (1)(0.218) + (1)(0.130) + (3)(0.064) + (1)(0.124) + (1) (0.161) + (5) (0.022) = 1.34
-
(1/7)(0.218) + (1/5)(0.064) + (1/7)(0.218) + (1/7)(0.130) + (1/5)(0.064) + (1/5)(0.124) + (1/5) (0.161) + (1) (0.022) = 0.19
¾ Pembagian hasil perkalian(di atas) dengan angka kriteria -
1.9 : 0.218 = 8.7062
-
0.52 : 0.064 = 8.2231
-
0.9 : 0.218 = 8.7062
-
1.1 : 0.13 = 8.4674
-
0.52 : 0.064 = 8.2231
-
1.05 : 0.124 = 8.5114
-
1.34 : 0.161 = 8.3470
-
0.19 : 0.022 = 8.2603
Rata-ratanya : 8.4306 ¾ Consistency Index (8.4306 – n)/ (n-1)
= (8.4306 – 8) / 7
108 = 0.0615 ¾ CI/RI CI
= 0.0615
RI = 1.41
CI/RI = 0/0615 : 1.41 = 0.043627 CI < 0.1 maka pengambilan keputusan dianggap masih konsiten. e. Faktor Weakness (W) Sintesis W1 W1 W2 W3 W4 W5
1 3 1/3 5 1/3 9 2/3
W2 1/3 1 1/5 1 1/5 2 11/15
W1 3/29 9/29 1/29 15/29 1/29 1
W2 5/41 15/41 3/41 15/41 3/41 1
W3
W5
3 5 1 5 1 15
W4 1/5 1 1/5 1 1/5 2 3/5
W3 1/5 1/3 1/15 1/3 1/15 1
W4 1/13 5/13 1/13 5/13 1/13 1
W5 1/5 1/3 1/15 1/3 1/15 1
3 5 1 5 1 15
Normalisasi
W1 W2 W3 W4 W5
Vektor
W1 W2 W3 W4 W5 Total
W1 0.103 0.310 0.034 0.517 0.034 1.000
Indeks Konsistensi ¾ CI/RI
W2 0.122 0.366 0.073 0.366 0.073 1.000
W3 0.200 0.333 0.067 0.333 0.067 1.000
W4 0.077 0.385 0.077 0.385 0.077 1.000
W5 0.200 0.333 0.067 0.333 0.067 1.000
Rata-rata Baris 0.140 0.345 0.064 0.387 0.064 1.000
109 CI/RI = 0.031184, < 0.1 maka pengambilan keputusan masih dianggap konsisten. f. Faktor Opportunity (O) Sintesis O1 O1 O2 O3 O4 O5
O2
1 1 2 1 1/3 5 1/3
1 1 1 1 1 5
O3 1/2 1 1 1/3 1/3 3 1/6
O1 3/16 3/16 3/8 3/16 1/16 1
O2 1/5 1/5 1/5 1/5 1/5 1
O3 3/19 6/19 6/19 2/19 2/19 1
O4
O5 1 1 3 1 1 7
3 1 3 1 1 9
O4 1/7 1/7 3/7 1/7 1/7 1
O5 1/3 1/9 1/3 1/9 1/9 1
Normalisasi
O1 O2 O3 O4 O5
Vektor
O1 O2 O3 O4 O5
O1 0.188 0.188 0.375 0.188 0.063 1.000
O2 0.200 0.200 0.200 0.200 0.200 1.000
O3 0.158 0.316 0.316 0.105 0.105 1.000
O4 0.143 0.143 0.429 0.143 0.143 1.000
O5 0.333 0.111 0.333 0.111 0.111 1.000
Rata-rata Baris 0.204 0.191 0.331 0.149 0.124 1.000
Indeks Konsistensi ¾ CI/RI CI/RI = 0.054478, < 0.1 maka pengambilan keputusan masih dianggap konsisten.
110
g. Faktor Threat (T) Sintesis T1 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
T3 1/3 3 1 1 1/3 1/3 1/5 6 1/5
T4 1/2 1 1 1 1/3 1/2 1/3 4 2/3
T5
1 3 3 2 1 1 1/2 11 1/2
T2 1/3 1 1/3 1 1/3 1/5 1/5 3 2/5
T6
T7
1 3 3 3 1 1 1 13
1 5 3 2 1 1 1 14
2 5 5 3 1 1 1 18
T1 2/23 6/23 6/23 4/23 2/23 2/23 1/23 1
T2 5/51 5/17 5/51 5/17 5/51 1/17 1/17 1
T3 5/93 15/31 5/31 5/31 5/93 5/93 1/31 1
T4 3/28 3/14 3/14 3/14 1/14 3/28 1/14 1
T5 1/13 3/13 3/13 3/13 1/13 1/13 1/13 1
T6 1/14 5/14 3/14 1/7 1/14 1/14 1/14 1
T7 1/9 5/18 5/18 1/6 1/18 1/18 1/18 1
T7 0.111 0.278 0.278 0.167 0.056 0.056 0.056 1.000
Ratarata Baris 0.086 0.303 0.208 0.198 0.073 0.073 0.059 1.000
Normalisasi
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
Vektor
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
T1 0.087 0.261 0.261 0.174 0.087 0.087 0.043 1.000
T2 0.098 0.294 0.098 0.294 0.098 0.059 0.059 1.000
T3 0.054 0.484 0.161 0.161 0.054 0.054 0.032 1.000
T4 0.107 0.214 0.214 0.214 0.071 0.107 0.071 1.000
T5 0.077 0.231 0.231 0.231 0.077 0.077 0.077 1.000
T6 0.071 0.357 0.214 0.143 0.071 0.071 0.071 1.000
Indeks Konsistensi ¾ CI/RI CI/RI = 0.026214, < 0.1 maka pengambilan keputusan masih dianggap konsisten.
111
h. Faktor SWOT dan Bobotnya Masing-Masing
Responden Pertama Pertama
Internal
External
Factor
Group Priority
Strength
0.6667
Weakness
0.3333
Opportunity
0.5000
Threat
0.5000
0.5
0.5
Local Weight 0.218 0.064 0.218 0.130 0.064 0.124 0.161 0.022 0.140 0.345 0.064 0.387 0.064 0.204 0.191 0.331 0.149 0.124 0.086 0.303 0.208 0.198 0.073 0.073 0.059
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 W1 W2 W3 W4 W5 O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
Global Weight 0.073 0.021 0.073 0.043 0.021 0.041 0.054 0.007 0.023 0.058 0.011 0.064 0.011 0.051 0.048 0.083 0.037 0.031 0.022 0.076 0.052 0.049 0.018 0.018 0.015
¾ Global Weight didapat dari: Misalnya S1 (Strength 1), didapat dari = Internal x Strength x SI = 0.5 x 0.667 x 0.218 = 0.073 Artinya faktor S1(Strength 1) besarnya 0.073 dari total keseluruhan 1. Sedangkan untuk T3(Threat 3) didapat dari = Eksternal x Threat x T3 = 0.052 Artinya faktor T3(Threat 3) besarnya 0.052 dari total keseluruhan 1
112 Responden Kedua Kedua
Internal
External
Group Priority
Factor
Strength
0.5000
Weakness
0.5000
Opportunity
0.6667
Threat
0.3333
0.5000
0.5000
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 W1 W2 W3 W4 W5 O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
Local Weight 0.254 0.045 0.220 0.151 0.055 0.108 0.147 0.020 0.092 0.354 0.104 0.312 0.138 0.175 0.316 0.075 0.119 0.316 0.101 0.269 0.154 0.206 0.077 0.103 0.090
Global Weight 0.064 0.011 0.055 0.038 0.014 0.027 0.037 0.005 0.023 0.088 0.026 0.078 0.034 0.058 0.105 0.025 0.040 0.105 0.017 0.045 0.026 0.034 0.013 0.017 0.015
Gabungan Dua Responden Pada Tabel 4.3 berikut adalah Faktor SWOT dan bobotnya masingmasing setelah kuesioner dari dua responden tersebut digabung: Tabel 4.3 Faktor SWOT dan Bobotnya S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
0.07 0.02 0.06 0.04 0.02 0.03 0.04
113 S8 W1 W2 W3 W4 W5 O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
0.01 0.02 0.07 0.02 0.07 0.02 0.05 0.07 0.05 0.04 0.06 0.02 0.06 0.04 0.04 0.02 0.02 0.01
Sumber: Hasil perhitungan Cara menghitungnya adalah sebagai berikut: ¾ Nilai S1 responden pertama = 0.073 ¾ Nilai S1 responden kedua
= 0.064
¾ Nilai S1 gabungan
=
2
0.073 x0.064 = 0.07
Cara yang sama juga digunakan untuk menghitung bobot gabungan faktor SWOT yang lainnya. 4.2.3
Strategy Development and Evaluation a.
Strategy Development
Adapun strategi yang akan dikembangkan sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini adalah sebagai berikut: 1. Meluncurkan produk bir lama dengan kemasan yang baru (ST1)
114 Sesuai dengan strategi stay on offensive bagi industry leader dimana promoting more frequent use dan attracting new users of product. Konkritnya adalah meluncurkan produk yang sudah ada seperti bintang, Heineken ataupun Guinness dengan kemasan yang baru yakni kemasan 250 ml atau slim can. Adapun strategi ini sesuai dengan opportunity maupun strength dari perusahaan. Di sisi lain peluncuran kemasan ini akan mendukung tujuan dari strategi, yakni mendorong penggunaan yang lebih sering maupun menarik konsumen baru (yang mungkin
belum
terbiasa
mengkonsumsi
bir)
untuk
mulai
mengkonsumsinya, namun secara bertahap dimulai dari kemasan yang kecil terlebih dahulu. 2. Meluncurkan new families of product (ST-2)
Selain sesuai dengan strategi stay on offensive strategy, juga dengan fortify and defend strategy maupun tujuan lainnya untuk diferensiasi dan mempertahankan market share dan daur hidup produk di industri minuman ringan yang memasuki maturity stage. Strategi ini dilakukan untuk memenuhi objective dari perusahaan yang bukan hanya sebagai produsen bir tapi ingin menjadi beverage company, serta melihat sisi lain weakness dan pengalaman buruk MBI dalam mengembangkan dua produk non-alkoholnya. Oleh karena itu strategi yang diusulkan adalah meluncurkan produk baru dari family Green Sand, di mana produk ini sudah ada sejak 1980-an, dan sudah cukup dikenal pasar. Yang diperlukan adalah peremajaan produk, serta melakukan diferensiasi produk, seperti halnya yang dilakukan oleh
115 Coca Cola meskipun mereka sebagai market leader di industri soft drink ini. 3. Meluncurkan produk bir baru untuk menutup celah (ST-3)
Kondisi yang dialami MBI saat ini adalah lini produknya yang lebih sempit ketimbang DD. Ambil contoh MBI dengan Heinekennya harus melawan Carlsberg dan San Miguel sekaligus, itupun belum termasuk produk turunan dari San Miguel yang membidik segmen wanita ataupun peminum bir “ringan”. Di samping itu, keberadaan Kuda Putih yang selama ini menggerogoti segmen lapisan bawah dari peminum bir juga belum dibendung sepenuhnya oleh MBI. Oleh karena itu strategi nomor tiga ini bertujuan untuk blocking the avenues open to challenger. 4. Mencari peluang ekspor untuk produk tertentu (ST-4)
Melihat kondisi pasar minuman ringan yang dinilai stagnan, maupun usaha keras yang dilakukan Coca Cola untuk menaikkan penjualannya, serta produk lain seperti bintang zero yang penjualannya relatif begitu-begitu saja. Maka sesuai strategi yang diungkapkan Thompson, tidak ada salahnya dan alangkah baiknya bagi perusahaan untuk lebih serius lagi meningkatkan volume ekspornya (saat ini sudah, namun dalam volume relatif kecil. b.
Strategy Evaluation
Setelah tahap pengembangan terhadap strategi sesuai kondisi yang dihadapi, yang kemudian dilakukan adalah mengevaluasi keempat strategi yang ada tersebut dan memilih yang terbaik.
116 Pertama-tama kita harus mengisi matriksnya terlebih dahulu, adapun caranya sebagai berikut: ¾ Isi kolom Global Weight berdasarkan angka dari Tabel 4.3 ¾ Sedangkan untuk sel yang lain seperti: sel S1-ST1, S2-ST1, dan
yang lainnya, berdasarkan angka dan simbol seperti pada Tabel 2.3 ¾ Sebagai contoh: sel S1-ST1 diberi simbol
, nilainya 7 yang artinya
faktor S1 pengaruhnya kuat dalam mendukung Strategi 1 (ST-1). Sel W4-ST3 tidak diberi simbol atau kosong, nilainya 0 yang artinya faktor W4 tidak memiliki hubungan atau pengaruh sama sekali dalam mendukung Strategi 3 (ST-3). Setelah semua sel terisi, maka sekarang kita melakukan perhitungan untuk total bobot dari strategi. Contoh untuk menghitung bobot total dari Strategi1 ¾ Untuk sel S1-ST1, simbol
yang nilainya 7 ini, dikali dengan
global weight S1 0.07, hasilnya = 0.49. Berikut adalah contoh perhitungannya: SWOT Group
Strength
Weakness
SWOT Factor
Weight
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 W1 W2 W3 W4
0.07 0.02 0.06 0.04 0.02 0.03 0.04 0.01 0.02 0.07 0.02 0.07
Simbol
ST-1 Nilai 7 9 5 9 7 7 9 5 1 3 3 0
Bobot 0.07 x 7 0.02 x 9 0.06 x 5
117
Opportunity
Threat
W5 O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 Total Weight
0.02 0.05 0.07 0.05 0.04 0.06 0.02 0.06 0.04 0.04 0.02 0.02 0.01
3 9 0 9 7 5 3 1 1 1 0 0 1
0.01 x 1
4.085
¾ Setelah setiap sel untuk kolom strategi 1 (mulai dari S1-ST1 ke
bawah hingga T7-ST1) selesai dikonversikan sesuai global weightnya masing-masing menjadi angka. Maka tahap berikutnya adalah dengan melakukan penjumlahan ke bawah ¾ Dari hasil penjumlahan bobot kebawah, didapatkan total bobot atau
total weight untuk Strategi 1 = 4.085 ¾ Lakukan langkah yang sama untuk menghitung total bobot dari tiap
strategi (dari ST-2 hingga ST-4) ¾ Hasil lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah. Di mana
total bobot ST-2 = 3.83; total bobot ST-3 =3.92; total bobot ST-4 =3.43 Di sini setiap strategi telah memiliki total bobotnya masing-masing, langkah berikutnya adalah menghitung relative importance dari tiap strategi. Caranya adalah sebagai berikut: ¾ Total bobot dari tiap strategi dijumlahkan = 4.085 + 3.83 + 3.92 +
3.43 = 15.26
118 ¾ Relative Importance untuk ST-1= (4.085 / 15.26) x 100% = 26.77 % ¾ Cara yang sama dilakukan untuk menghitung Relative Importance
untuk tiap strategi. Hasilnya adalah ST-2 = 25.07; ST-3=25.71; ST4= 22.46 ¾ Dari sini dapat ditentukan urutan atau rangking dari strategi yang
akan dijalankan dengan mengurutkan angka relative importance mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. ¾ Strategi yang terbaik untuk dijalankan adalah ST-1, dilihat dari
tingkat relative importance dibandingkan strategi yang lain. Tabel 4.4 Strategy Development and Evaluation Matrix SWOT GROUP
Strength
Weakness
Opportunity
Threat
SWOT FACTORS S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 W1 W2 W3 W4 W5 O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
Global Weight 0.07 0.02 0.06 0.04 0.02 0.03 0.04 0.01 0.02 0.07 0.02 0.07 0.02 0.05 0.07 0.05 0.04 0.06 0.02 0.06 0.04 0.04 0.02 0.02 0.01
ST-1
STRATEGIES ST-2 ST-3
ST-4
119 Total Weight Relative Importance (%) Ranking
4.085 26.77 1
3.83 25.07 3
3.92 25.71 2
3.43 22.46 4
4.3 Usulan Penerapan
Dari Strategy Development and Evaluation Matrix di atas, ST-1 memiliki rangking tertinggi dibanding strategi yang lain. Di mana ST-1 adalah strategi untuk meluncurkan produk bir yang sudah ada dengan kemasan yang baru (slim can 250 ml). Adapun strategi ini sesuai dengan posisi MBI sebagai industry leader, serta kondisi strength, weakness, opportunity dan threat yang ada,di mana: Sebagai industry leader strategi stay offensive perlu dilakukan untuk menjaga
market share saat ini, salah satunya dengan cara promoting more frequent use, attracting new users of product. Bir dalam kemasan 250 ml diharapkan mampu mendorong tujuan strategi di atas Sesuai dengan strategi untuk menyerang runner up firm, menyerang produk di
mana posisi pesaing tersebut adalah lemah atau tidak dilayani dengan sempurna. Seperti diketahui saat ini untuk produk bir belum ada dalam kemasan 250 ml atau slim can. Dipadukan dengan opportunity (khususnya O1 dan O3) dan strength (khususnya S2 dan S4) yang ada. Keputusan lebih lanjut untuk memutuskan meluncurkan bir dalam kemasan 250 ml memang bukan perkara sederhana. Dibutuhkan riset pemasaran ataupun uji kelayakan lainnya lebih lanjut. Tetapi setidaknya, output berupa alternatif strategi ST-1, maupun prosesnya dari awal, mampu menolong membuka mata untuk membuat sesuatu yang baru terutama dalam metode perencanaan dan penyusunan strategi di industri bir.
120 B
Teknik Industri
Analisa Sistem Berjalan
80% dari total penjualan PT MBI yang dikontribusi oleh kemasan botol, menyebabkan fokus operasional dan perencanaan lebih mengarah ke sana. Sedangkan lini canning yang sebenarnya mempunyai potensi untuk mendongkrak penjualan kurang mendapatkan porsi perhatian yang cukup. Begitu sulitnya mendapatkan data historis di lini ini dibanding di bottling adalah salah satu cerminannya, disamping belum adanya perencanaan yang menyeluruh dan lengkap seperti halnya di bottling
Analisa Sistem Usulan
Untuk mendukung business level strategy yang sudah dirumuskan di bagian sebelumnya, maka bottling hall (khususnya lini canning) sebagai functional level juga harus mempersapkan diri. Salah satunya dengan menyusun dan menyiapkan perencanaan agregat untuk mendukung rencana manajemen meluncurkan produk baru kemasan kaleng. 4.1
Pengumpulan Data
4.1.1 Data Penjualan Produk Kemasan Kaleng PT Multi Bintang Indonesia
Di bawah ini adalah data penjualan seluruh produk minuman kalengan yang diproduksi oleh PT. Multi Bintang Indonesia, total keseluruhan 7 produk meliputi : Bir Bintang, Guiness, Heineken, Bintang Zero, Green Sand Original, Green Sand Fiesta, Green Sand Passion. Tabel 4.5 Data Penjualan Bir Bintang & Guiness Kemasan Kaleng Periode 1 2 3 4
Bulan Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03
Bir Bintang 1,082,125 1,078,404 1,080,377 2,104,615
Guinness 308,447 324,870 321,719 538,600
121 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07
2,299,856 1,364,448 1,398,152 1,254,096 1,277,188 1,958,904 1,959,900 1,522,800 1,192,312 1,196,952 1,193,904 2,249,904 2,480,888 1,391,936 1,432,888 1,385,880 1,461,472 1,805,528 1,846,992 1,532,336 1,218,704 1,274,632 1,220,872 2,446,840 2,570,856 1,620,568 1,590,872 1,452,440 1,535,920 2,139,528 2,189,272 1,684,704 1,319,344 1,366,400 1,420,192 2,622,888 2,748,512 1,760,960 1,770,342 1,636,527 1,682,868
487,749 346,232 346,700 347,170 345,672 585,912 594,264 435,016 423,680 425,200 421,480 648,600 625,704 572,464 570,296 571,296 573,744 793,648 794,880 688,296 681,976 683,416 684,056 956,600 919,384 727,368 728,088 728,248 727,912 973,272 962,552 806,232 804,524 803,060 806,552 1,055,064 1,029,747 785,153 784,810 788,548 781,331
122 Jun-07 46 2,120,415 Jul-07 47 2,144,822 Aug-07 48 1,883,565 Sumber : PT Multi Bintang Indonesia
892,272 899,651 799,635
Tabel 4.6 Data Penjualan Heineken Kemasan Kaleng Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Bulan Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07
Heineken 232,605 234,800 235,795 236,810 238,976 242,464 245,416 249,512 249,000 255,936 284,392 263,496 290,840 329,208 323,120 352,984 489,408 489,384 533,920 524,184 530,664 545,672 561,504 564,800 554,744 556,896 524,488 693,144 657,408 690,536 674,048 668,688 690,248
123 Jun-07 34 719,352 Jul-07 35 717,672 Aug-07 36 689,904 Sumber : PT Multi Bintang Indonesia Tabel 4.7 Data Penjualan Bintang Zero Kemasan Kaleng Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Bulan Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07
Bintang Zero 593,208 608,768 585,400 565,356 555,928 550,696 540,100 502,100 509,890 460,048 422,768 357,528 335,148 320,248 300,544 305,864 300,128 305,440 320,712 393,840 398,088 371,152 361,280 355,576 343,616 342,240 334,312 320,536 323,680 316,448 340,360 335,364 322,176
124 Mar-07 34 323,200 Apr-07 35 328,665 May-07 36 329,742 Jun-07 37 344285 Jul-07 38 347873 Aug-07 39 340432 Sumber : PT Multi Bintang Indonesia Tabel 4.8 Data Penjualan Green Sand Kemasan Kaleng 330 ml Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Bulan Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06
G.S Original
G.S Passion
G.S Fiesta
1,322,389
133,834
135,858
1,289,793
131,500
133,698
1,270,147
120,209
122,724
1,259,553
126,749
127,758
1,272,368
123,651
121,445
1,256,318
132,123
127,015
1,261,731
130,298
130,994
1,267,000
130,470
130,715
1,212,906
130,874
132,884
1,220,823
130,917
133,244
1,244,391
130,096
126,929
1,392,872
134,847
135,825
1,405,058
140,563
145,172
1,353,098
130,037
133,960
1,322,107
128,926
133,103
1,362,836
130,601
135,003
1,314,245
133,251
132,568
1,328,002
134,040
146,613
1,405,960
142,292
144,444
1,413,877
141,179
137,720
1,431,531
140,397
136,976
1,388,987
141,539
143,889
1,396,033
141,287
143,424
1,421,560
144,991
151,320
1,449,859
136,132
134,585
1,316,560
126,869
128,139
1,317,924
126,055
128,389
1,298,391
128,932
128,430
1,249,235
126,430
130,342
1,276,242
130,562
130,020
1,275,982
128,655
124,995
125 Aug-06 1,236,477 Sep-06 33 1,243,255 Oct-06 34 1,268,589 Nov-06 35 1,220,185 Dec-06 36 1,420,977 Jan-07 37 1,334,145 Feb-07 38 1,340,282 Mar-07 39 1,232,902 Apr-07 40 1,282,095 May-07 41 1,227,014 Jun-07 42 1,213,742 Jul-07 43 1,273,229 Aug-07 44 1,272,386 Sumber : PT Multi Bintang Indonesia 32
125,139
127,032
125,825
127,728
125,148
123,783
124,852
126,179
130,450
140,165
124,903
126,792
115,283
111,875
113,596
112,254
115,093
114,213
115,820
114,238
109,585
109,121
113,509
111,014
113,617
117,365
Tabel 4.9 Data Rencana Penjualan Green Sand Kemasan Kaleng 250 ml GS Passion
GS Fiesta
Sep-07 356,819 36,112 Oct-07 419,177 42,423 2 421,444 42,653 3 Nov-07 Dec-07 483,918 48,976 4 Jan-07 425,100 42,682 5 Feb-07 415,870 41,175 6 Sumber : PT Multi Bintang Indonesia
36,658 43,065 43,298 49,716 42,655 41,288
Periode 1
GS Original
Pola Data Penjualan Produk Kemasan Kaleng PT Multi Bintang Indonesia Pola Data Penjualan Bir Bintang Kemasan Kaleng 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0 Se p O - 03 c No t- 03 De v-0 c 3 Ja -0 3 Fen-0 b 4 M - 04 a Apr- 04 M r- 0 ay 4 Ju -04 n Ju -0 4 Au l-0 4 Seg- 0 p 4 O - 04 c No t- 04 De v-0 c 4 Ja -0 4 n Fe -0 5 M b- 0 ar 5 Ap - 05 M r- 0 ay 5 Ju -05 n Ju -0 5 Au l-0 g- 5 Se 0 p 5 O -0 c 5 No t- 05 De v-0 c 5 Ja -0 5 n Fe -0 6 b M - 06 ar Ap - 06 M r- 0 ay 6 Ju -06 n Ju -0 6 Au l-0 g 6 Se - 0 p 6 O -0 c 6 No t- 06 De v-0 c 6 Ja -0 6 Fen-0 b 7 M - 07 a Apr- 07 M r- 0 ay 7 Ju -07 n Ju -0 7 Au l-0 g- 7 07
4.1.2
Bulan
Gambar 4.1 Pola Data Penjualan Bir Bintang Kemasan Kaleng
126 Pola Data Penjualan Guinness Kemasan Kaleng 1,200,000
1,000,000 800,000
600,000 400,000
200,000
S ep O -0 c 3 No t- 03 De v-0 c 3 Ja -0 3 n Fe -0 b 4 M -0 a 4 A r- 04 p M r- 0 ay 4 Ju -04 n Ju -0 4 Au l-0 4 S g- 0 ep 4 O -0 ct 4 No - 04 De v-0 c 4 Ja -0 4 n Fe -0 b 5 M -0 a 5 A r- 0 pr 5 M -0 ay 5 Ju -05 n Ju -0 5 Au l-0 5 Seg- 0 p 5 O -0 c 5 No t- 05 De v-0 c 5 Ja -0 5 Fen-0 b 6 M -0 a 6 A r- 06 p M r- 0 ay 6 Ju -06 n Ju -0 6 Au l-0 6 g Se - 0 p 6 O -0 ct 6 No - 06 De v-0 6 Jac-0 n 6 Fe -0 b- 7 M 0 a 7 A r- 07 p M r- 0 ay 7 Ju -07 n Ju -0 7 Au l-0 g- 7 07
0
Gambar 4.2 Pola Data Penjualan Guinness Kemasan Kaleng
Pola Data Penjualan Heineken Kemasan Kaleng 800,000 750,000 700,000 650,000 600,000 550,000 500,000 450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 Sep04
Oct04
Nov04
Dec04
Jan05
Feb05
Mar05
Apr05
May05
Jun05
Jul-05 Aug05
Sep05
Oct05
Nov05
Dec05
Jan06
Feb06
Mar06
Apr06
May06
Jun06
Jul-06 Aug06
Sep06
Oct06
Nov06
Dec06
Jan07
Feb07
Mar07
Apr07
May07
Jun07
Jul-07 Aug07
Gambar 4.3 Pola Data Penjualan Heineken Kemasan Kaleng
Pola Data Penjualan Bintang Zero Kemasan Kaleng 650,000 600,000 550,000 500,000 450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000
Ju n04 Ju l-0 A 4 ug -0 4 S ep -0 4 O ct -0 N 4 ov -0 4 D ec -0 4 Ja n0 Fe 5 b05 M ar -0 5 A pr -0 M 5 ay -0 Ju 5 n05 Ju l-0 A 5 ug -0 5 S ep -0 5 O ct -0 N 5 ov -0 5 D ec -0 5 Ja n0 Fe 6 b0 M 6 ar -0 A 6 pr -0 M 6 ay -0 Ju 6 n06 Ju l-0 A 6 ug -0 6 S ep -0 6 O ct -0 N 6 ov -0 6 D ec -0 6 Ja n0 Fe 7 b07 M ar -0 7 A pr -0 M 7 ay -0 Ju 7 n07 Ju l-0 A 7 ug -0 7
0
Gambar 4.4 Pola Data Penjualan Bintang Zero Kemasan Kaleng
Ja n04 Fe b04 M ar -0 4 A pr -0 M 4 ay -0 4 Ju n04 Ju l-0 A 4 ug -0 4 S ep -0 4 O ct -0 N 4 ov -0 4 D ec -0 4 Ja n05 Fe b05 M ar -0 5 A pr -0 M 5 ay -0 5 Ju n05 Ju l-0 A 5 ug -0 5 S ep -0 5 O ct -0 N 5 ov -0 5 D ec -0 5 Ja n06 Fe b06 M ar -0 6 A pr -0 M 6 ay -0 6 Ju n06 Ju l-0 A 6 ug -0 6 S ep -0 6 O ct -0 N 6 ov -0 6 D ec -0 6 Ja n07 Fe b07 M ar -0 7 A pr -0 M 7 ay -0 7 Ju n07 Ju l-0 A 7 ug -0 7
Ja n0 Fe 4 b0 M 4 ar -0 Ap 4 rM 04 ay Ju 04 n0 Ju 4 l-0 Au 4 gSe 04 p0 O 4 ct N 04 ov D 04 ec -0 Ja 4 n0 Fe 5 b0 M 5 ar -0 Ap 5 rM 05 ay Ju 05 n0 Ju 5 l-0 Au 5 gSe 05 p0 O 5 ct N 05 ov D 05 ec -0 Ja 5 n0 Fe 6 b0 M 6 ar -0 Ap 6 rM 06 ay Ju 06 n0 Ju 6 l-0 Au 6 gSe 06 p0 O 6 ct N 06 ov D 06 ec -0 Ja 6 n0 Fe 7 b0 M 7 ar -0 Ap 7 rM 07 ay Ju 07 n0 Ju 7 l-0 Au 7 g07 Ja n0 Fe 4 b0 M 4 ar -0 A 4 pr -0 M 4 ay -0 Ju 4 n04 Ju l-0 A 4 ug -0 4 S ep -0 O 4 ct -0 N 4 ov D 04 ec -0 Ja 4 n0 Fe 5 b0 M 5 ar -0 A 5 pr M 05 ay -0 Ju 5 n05 Ju l-0 A 5 ug S 05 ep -0 5 O ct N 05 ov -0 5 D ec -0 Ja 5 n0 Fe 6 b0 M 6 ar -0 A 6 pr M 06 ay -0 Ju 6 n06 Ju l-0 A 6 ug -0 6 S ep -0 O 6 ct -0 N 6 ov D 06 ec -0 Ja 6 n0 Fe 7 b0 M 7 ar -0 A 7 pr -0 M 7 ay -0 Ju 7 n07 Ju l-0 A 7 ug -0 7
127
Pola Data Penjualan GS Original Kemasan Kaleng
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
0
Gambar 4.5 Pola Data Penjualan GS Original Kemasan Kaleng
Pola Data Penjualan GS Passion Kemasan Kaleng
160,000
140,000
120,000
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
0
Gambar 4.6 Pola Data Penjualan GS Passion Kemasan Kaleng
Pola Data Penjualan GS Fiesta Kemasan Kaleng
200,000
180,000
160,000
140,000
120,000
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
0
Gambar 4.7 Pola Data Penjualan GS Fiesta Kemasan Kaleng
128 4.2
Analisis Data dan Pembahasan
4.2.1
Perhitungan Peramalan Untuk Produk Bir Bintang
Produk Bir Bintang pola datanya berupa musiman, sehingga metode peramalan yang digunakan adalah dekomposisi.Untuk perhitungannya, penulis menggunakan program Minitab 15.0.
Sedangkan cara menghitung menggunakan rumus dengan
bantuan program Microsoft Excel, dapat dilihat pada Bab 3 Landasan Teori. Berikut adalah langkah-langkah penggunaan Minitab 15.0: ¾
Buka worksheet baru dan masukkan nilai penjualan Bir Bintang pada kolom C3
¾
Pilih menu Stat – Time Series – Decomposition, maka akan muncul tampilan seperti di bawah ini :
¾
Pada dialog box (variables), masukkan kolom C3. Pada Seasonal length masukan angka 12. Lalu pada Model Type pilih Multiplicative, dan pada
129 Model Components pilih Trend plus Seasonal. Karena kita ingin
melakukan peramalan untuk 6 periode ke depan, maka masukan angka 6 pada Number of Forecast. ¾
Terakhir klik OK.
Setelah langkah –langkah tersebut dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Accuracy Measures MAPE MAD
3 45582
Forecast Period 49 50 51 52 53 54
Forecast 1417467 1451814 1443654 2760045 2944543 1843400
Period 49 berarti untuk bulan September, 50 untuk Oktober, dan seterusnya. 4.2.2
Perhitungan Peramalan Untuk Produk Guinness
Begitupun untuk produk Guinness yang pola datanya musiman, maka metode peramalan yang digunakan adalah dekomposisi. Perhitungannya juga menggunakan Minitab 15.0. Dengan mengikuti langkah yang sama seperti pada proses perhitungan Bir Bintang, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Accuracy Measures MAPE MAD
8 51025
Forecast Period
49 50
Forecast
910774 908221
130 51 52 53 54
4.2.3
904929 1235287 1201878 952179
Perhitungan Peramalan Untuk Produk Heineken
Sedangkan untuk produk Heineken yang pola datanya mengikuti trend meningkat. Maka terdapat 3 metode yang dapat digunakan untuk peramalannya. Berikut adalah cara dari masing-masing metode: a. Double Moving Average
Setelah melakukan berbagai perhitungan dan membandingkan akurasi hasil peramalan( MAPE dan MAD terkecil) maka didapatkan periode 3 bulanan adalah yang terbaik dibandingkan periode bulanan yang lain. Perhitungan Double Moving Average (DMA) ini menggunakan program Microsoft Excel. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Y32 = 668,688 Y33 = 690,248 Y34 = 719,352 Y35 = 717,672 Y36 = 689,904 ¾
Moving Average (Periode 34, 35,36) Periode 34
M34 =
Y34+Y 33+Y 32 3
M34 =
719,352 + 690,248 + 668,688 3
M34 = 692,763
131 Periode 35
M35 =
Y35+Y 34+Y 33 3
M35 =
717,672 + 719,352 + 690,248 3
M35 = 709,091 Periode 36
M36 =
Y36+Y 35+Y 34 3
M36 =
689,904 + 717,672 + 719,352 3
M36 = 708,976
¾
Double Moving Average (Periode 36)
M36 ́ =
M36 +M 35+M 34 3
M36 ́ =
708,976 + 709,091 + 692,763
M36 ́ = 703,610
3
Perhitungan at ́
at = 2 Mt – Mt ́ a36= 2 M36 – M36 ́ a36= 2 x 708,976 - 703,610 a36= 714,342
132
Perhitungan bt
bt =
2 ( Mt – Mt ́) k −1
bt =
2 ( 708,976 – 703,610 3 −1
bt = 5,366 ¾ Peramalan Periode 37:
Ŷt+p = at + bt p Ŷ37 = a36 + b36 1 Ŷ37 = 714,342 + 5,366 x 1 Ŷ37 = 719,708
Periode 38:
Ŷt+p = at + bt p Ŷ38 = a36 + b36 2 Ŷ38 = 714,342 + 5,366 x 2 Ŷ38 = 725,075 Lakukan hal yang sama untuk periode berikutnya, dengan mengganti nilai p sesuai jumlah periode ke depan yang ingin diramal. Hasil peramalan dengan menggunakan DMA 3 bulanan adalah sebagai berikut
Accuracy Measures MAPE MAD
5.55 29463
133 b. Holt Exponential Smoothing
Sering juga disebut dengan Double Exponential Smoothing, pada metode ini penulis menggunakan program Minitab 15.0 dikarenakan pada metode ini terdapat dua parameter, yakni level dan trend yang jika dihitung secara manual menggunakan rumus, maka kita harus mencoba tiap alternatif kombinasi parameter. Untuk menghemat waktu dan dari sisi kepraktisan, program komputer biasanya telah dilengkapi perhitungan matematis yang memaksimalkan kombinasi dari dua parameter tersebut. Berikut adalah langkah-langkah penggunaan Minitab 15.0: ¾
Buka worksheet baru dan masukkan nilai penjualan Heineken pada kolom C4
¾
Pilih menu Stat – Time Series –Double Exp Smoothing, maka akan muncul tampilan seperti di halaman di balik ini :
¾
Pada dialog box (variables), masukkan kolom C4. Lalu pada Weight to Use in Smoothing pilih Optional ARIMA. Karena kita ingin melakukan
peramalan untuk 6 periode ke depan, maka masukan angka 6 pada Number of Forecast.
134
¾
Pada dialog box (variables), masukkan kolom C4. Lalu pada Weight to Use in Smoothing pilih Optional ARIMA. Karena kita ingin melakukan
peramalan untuk 6 periode ke depan, maka masukan angka 6 pada Number of Forecast. ¾
Terakhir klik OK.
Setelah langkah –langkah tersebut dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Accuracy Measures MAPE MAD
6 25360
Forecast Period 49 50 51 52 53 54
Forecast 714648 728763 742877 756992 771107 785222
135 c. Trend Projection
Metode ini intinya adalah memproyeksikan data historis menjadi sebuah garis trend yang linier. Penulis menggunakan program Microsoft Excel pada metode ini. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: ¾
Masukkan angka penjualan Heineken pada sel B534: B539
¾
Masukkan data periode berupa angka 1-36 pada sel C534:C539
¾
Kemudian tentukanlah intercept dari persamaan garis trend dengan cara: Ketik
pada
sel
yang
kosong(misalkan
sel
C545)
formula
=INTERCEPT(B504:B539,C504:C539) Setelah itu ketik enter, maka dalam sel itu terdapat angka 144,771.45 yang merupakan intercept dari persamaan garis trend yang kita cari. ¾
Setelah itu tentukanlah slope dari persamaan garis trend dengan cara: Ketik
pada
sel
yang
kosong(misalkan
sel
C546)
formula
=SLOPE(B504:B539,C504:C539) Setelah itu ketik enter, maka dalam sel itu terdapat angka 16,712.08 yang merupakan slope dari persamaan garis trend yang kita cari. Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, sekarang kita telah memiliki persamaan garis trend : Y=144,771.45 + 16,712.08 x ¾
Peramalan
Untuk peramalan periode ke 37, kita tinggal memasukkan 37 ke dalam x, sehingga persamaannya menjadi : Y = 144,771.45 + 16,712.08 x 37, Dan didapatkan Y= 763,118, begitu juga untuk periode yang lain.
Accuracy Measures MAPE
10.93
136 MAD
39746
d. Pemilihan Metode Peramalan Untuk Heineken
Dari 3 metode peramalan yang ada, penulis menentukan satu metode yang akan digunakan untuk melakukan peramalan penjualan Heineken ke depan. Adapun dasar penentuannya adalah berdasarkan MAPE dan MAD terkecil. Berikut adalah perbandingan masing-masing metode: Tabel 4.10 Perbandingan MAD dan MAPE Untuk Peramalan Heineken Metode
MAD
MAPE (%)
DMA(3bulanan)
29643
5.55
Holt Exp.Smoothing
25360
6
Trend Projection
39746
10.93
Berdasarkan tabel di atas, DMA 3 bulanan memiliki MAPE dan MAD paling kecil, sehingga untuk peramalan Heineken digunakan metode peramalan Double Moving Average 3 bulanan. 4.2.4
Perhitungan Peramalan Untuk Produk Bintang Zero
Sedangkan untuk produk Bintang Zero yang juga memiliki pola data trend namun menurun. Teknik peramalan yang digunakan juga sama seperti pada produk Heineken, yakni 3 metode sebagai berikut : a. Double Moving Average
Setelah melakukan berbagai perhitungan dan membandingkan akurasi hasil peramalan( MAPE dan MAD terkecil) maka didapatkan periode 2 bulanan adalah yang
137 terbaik dibandingkan periode bulanan yang lain. Perhitungan Double Moving Average (DMA) ini menggunakan program Microsoft Excel. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Y37 = 344,285 Y38 = 347,873 Y39 = 340,432 ¾
Moving Average (Periode 37, 38) Periode 38
M38 =
Y37+Y 38 2
M38 =
344,285 + 347,873 2
M38 = 346,079
Periode 39
M39 =
Y38+Y 39 2
M39 =
347,873 + 340,432 2
M39 = 344,153
¾
Double Moving Average (Periode 39)
M39 ́ =
M38 +M 39 2
M39 ́ = M39 ́ = 345,116
346,079 + 344,153 2
138 Perhitungan at ́
at = 2 Mt – Mt ́ a39= 2 M39 – M39 ́ a39= 2 x 344,153 – 345,116 a39= 343,189 Perhitungan bt
bt =
b39 =
2 ( Mt – Mt ́) k −1
2 ( 344,153 – 345,116) 2 −1
b39 = -1,927
¾ Peramalan Periode 40:
Ŷt+p = at + bt p Ŷ40 = a39 + b39 1 Ŷ40 = 343,189 + (-1927) x 1 Ŷ40 = 341,263 Lakukan hal yang sama untuk periode berikutnya, dengan mengganti nilai p sesuai jumlah periode ke depan yang ingin diramal. Hasil peramalan dengan menggunakan DMA 2 bulanan adalah sebagai berikut
Accuracy Measures MAPE MAD
4.74 17812
139
b. Holt Exponential Smoothing
Langkah-langkah yang dilakukan sama dengan peramalan untuk produk Heineken di atas. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Accuracy Measures MAPE MAD
6 25360
c. Trend Projection
Untuk metode ini langkah-langkahnya juga sudah dipaparkan pada bagian peramalan untuk produk Heineken di atas. Persamaan garis trend yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y= 523,611.50 – 6548.86x ¾
Peramalan
Untuk peramalan periode ke 40, kita tinggal memasukkan 40 ke dalam x, sehingga persamaannya menjadi : Y= 523,611.50 – 6548.86 . 40 Didapatkanlah, Y=261,657 .
Accuracy Measures MAPE MAD
13.31% 49,808
d. Pemilihan Metode Peramalan Untuk Bintang Zero
Dari 3 metode peramalan yang ada, penulis menentukan satu metode, yakni Holt Exponential Smoothing, yang akan digunakan untuk melakukan peramalan penjualan
Bintang Zero ke depan. Adapun dasar penentuannya adalah berdasarkan MAPE dan MAD terkecil. Berikut adalah perbandingan masing-masing metode:
140
Tabel 4.11 Perbandingan MAD dan MAPE Untuk Peramalan Bintang Zero Metode
MAD
MAPE (%)
DMA(2bulanan)
17812
4.74
Holt Exp.Smoothing
14975
4
Trend Projection
49808
13.31
Sumber: Hasil Perhitungan 4.2.5
Perhitungan Peramalan Untuk Produk GS Original
Sedangkan untuk produk Green Sand (GS) Original, pola datanya sepintas terlihat stasioner, namun memiliki unsur trend yang menurun. Dapat dilihat pada ratarata penjualan per bulan yang menurun dari tahun 2005 ke tahun 2007. Terdapat 3 metoda peramalan yang digunakan yakni sebagai berikut : a. Double Moving Average
Setelah melakukan berbagai perhitungan dan membandingkan akurasi hasil peramalan( MAPE dan MAD terkecil) maka didapatkan periode 3 bulanan adalah yang terbaik dibandingkan periode bulanan yang lain. Perhitungan Double Moving Average (DMA) ini menggunakan program Microsoft Excel. Contoh perhitungan untuk DMA 3 bulanan dapat dilihat pada perhitungan produk Heineken. Sehingga pada bagian ini kita langsung ke hasil perhitungannya, yakni:
Accuracy Measures MAPE MAD
3.91 51923
141 b. Holt Exponential Smoothing
Langkah-langkah yang dilakukan sama dengan peramalan untuk produk Heineken di atas. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Accuracy Measures MAPE MAD
3 37679
c. Trend Projection
Untuk metode ini langkah-langkahnya juga sudah dipaparkan pada bagian peramalan untuk produk Heineken di atas. Untuk produk GS Original ini, persamaan garis trend yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y= 1,318,841.81 – 470.69x ¾
Peramalan
Untuk peramalan periode ke 45, kita tinggal memasukkan 45 ke dalam x, sehingga persamaannya menjadi : Y= 1,318,841.81 – 470.69 (45) Didapatkanlah, Y= 1,297,661
Accuracy Measures MAPE MAD
4.35 57,320
d. Pemilihan Metode Peramalan Untuk GS Original
Dari 3 metode peramalan yang ada, penulis menentukan satu metode yang akan digunakan untuk melakukan peramalan penjualan GS Original ke depan. Adapun dasar penentuannya adalah berdasarkan MAPE dan MAD terkecil. Berikut adalah perbandingan masing-masing metode:
142
Tabel 4.12 Perbandingan MAD dan MAPE Untuk Peramalan GS Original Metode
MAD
MAPE (%)
DMA(3 bulanan)
51923
3.91
Holt Exp.Smoothing
37679
3
Trend Projection
57320
4.35
Sumber: Hasil Perhitungan Dari tabel 4.12 dapat kita lihat bahwa Metode Peramalan yang paling baik untuk digunakan pada produk GS Original adalah Holt Exponential Smoothing karena memiliki MAD dan MAPE paling kecil. 4.2.6
Perhitungan Peramalan Untuk Produk GS Passion
Begitu pula untuk produk Green Sand (GS) Passion, pola datanya menunjukkan trend yang menurun meskipun tidak terlihat begitu mencolok. Berikut adalah perhitungan untuk masing-masing metode: a. Double Moving Average
Setelah melakukan berbagai perhitungan dan membandingkan akurasi hasil peramalan( MAPE dan MAD terkecil) maka didapatkan periode 5 bulanan adalah yang terbaik dibandingkan periode bulanan yang lain. Perhitungan Double Moving Average (DMA) ini menggunakan program Microsoft Excel. Berikut adalah contoh perhitungan DMA 5 bulanan: Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Y36 = 130,450
Y42 = 109,585
Y37 = 124,904
Y43 = 113,509
143 Y38 = 115,283
Y44 = 113,617
Y39 = 113,596 Y40 = 115,093 Y41 = 115,820 ¾
Moving Average (Periode 40, 41,42,43,44) Periode 40
M40 =
Y36+Y 37+Y 38 +Y 39+Y 40 5
M40 =
130,450 + 124,904 + 115,283 + 113,596 + 115,093 5
M40 = 119,865 Periode 41
M41 =
Y 37+Y 38 +Y 39+Y 40 +Y 41 5
M41 =
124,904 + 115,283 + 113,596 + 115,093 + 115,820 5
M41 = 116,939 Periode 42
M42 =
Y 38 +Y 39+Y 40 +Y 41+Y 42 5
M42 =
115,283 + 113,596 + 115,093 + 115,820 +109,585 5
M42 = 113,875
Periode 43
M43 =
Y 39+Y 40 +Y 41+Y 42+Y 43 5
144 M43 =
113,596 + 115,093 + 115,820 +109,585 + 113,509 5
M43 = 113,521 Periode 44
M44 =
Y 40 +Y 41+Y 42+Y 43 +Y 44 5
M44 =
115,093 + 115,820 +109,585 + 113,509 +113,617 5
M44 = 113,525
¾
Double Moving Average (Periode 44)
M44 ́ = M44 ́ =
M40 +M 41+M 42 + M 43+M 44 5 119,865 + 116,939 + 113,875 + 113,521 +113,525
M44 ́ = 115,545 Perhitungan at ́
at = 2 Mt – Mt ́ a44= 2 M44 – M44 ́ a44= 2 x 113,525 – 115,545 a44= 111,504 Perhitungan bt
bt =
2 ( Mt – Mt ́) k −1
bt =
2 ( 113,525 – 115,545) 5 −1
bt = -1,010
5
145 ¾ Peramalan Periode 45:
Ŷ45 = at + bt p Ŷ45 = a44 + b44. 1 Ŷ45 = 111,504 -1,010 x 1 Ŷ45 = 110,494 Lakukan hal yang sama untuk periode berikutnya, dengan mengganti nilai p sesuai jumlah periode ke depan yang ingin diramal. Hasil peramalan dengan menggunakan DMA 5 bulanan adalah sebagai berikut
Accuracy Measures MAPE MAD
3.58 4584
b. Holt Exponential Smoothing
Langkah-langkah yang dilakukan sama seperti peramalan produk Heineken sebelumnya. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Accuracy Measures MAPE MAD
3 3588
c. Trend Projection
Untuk metode ini langkah-langkahnya juga sudah dipaparkan pada bagian peramalan untuk produk Heineken di atas. Untuk produk GS Passion ini, persamaan garis trend yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y= 136,614.11 – 353.43x
146 ¾
Peramalan
Untuk peramalan periode ke 45, kita tinggal memasukkan 45 ke dalam x, sehingga persamaannya menjadi : Y= 136,614.11 – 353.43(45) Didapatkanlah, Y= 120,710
Accuracy Measures MAPE MAD
4.35 5599
d. Pemilihan Metode Peramalan Untuk GS Passion
Dari 3 metode peramalan yang ada, penulis menentukan satu metode yang akan digunakan untuk melakukan peramalan penjualan GS Passion ke depan, yakni metode Holt Exponential Smoothing Adapun dasar penentuannya adalah berdasarkan MAPE
dan MAD terkecil. Berikut adalah perbandingan masing-masing metode: Tabel 4.13 Perbandingan MAD dan MAPE Untuk Peramalan GS Passion Metode
MAD
MAPE (%)
DMA(5 bulanan)
4584
3.58
Holt Exp.Smoothing
3599
3
Trend Projection
5599
4.35
Sumber: Hasil Perhitungan 4.2.7
Perhitungan Peramalan Untuk Produk GS Fiesta
Sama halnya untuk produk Green Sand (GS) Fiesta, pola datanya yang hampir mirip dengan Passion, dimana terdapat trend menurun meski tidak mencolok seperti halnya Bintang Zero. Berikut adalah perhitungan untuk masing-masing metode:
147 a. Double Moving Average
Dari berbagai perhitungan dan membandingkan akurasi antar hasil peramalan( MAPE dan MAD terkecil) maka didapatkan DMA 6 bulanan adalah yang terbaik dibandingkan periode bulanan yang lain. Perhitungan Double Moving Average (DMA) ini menggunakan program Microsoft Excel. Berikut adalah contoh perhitungan DMA 6 bulanan: Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut : Y34 = 123,783
Y41 = 114,238
Y35 = 126,179
Y42 = 109,121
Y36 = 140,165
Y43 = 111,014
Y37 = 126,792
Y44 = 117,365
Y38 = 111,875 Y39 = 112,254 Y40 = 114,213 ¾
Moving Average (Periode 39,40, 41,42,43,44) Periode 39
M39 =
Y34+Y 35 +Y36+Y 37+Y 38 +Y 39 6
M39 =
123,783+126,179+140,165+126,792+111,875+112,254 6
M39 = 123,508 Periode 40
M40 =
Y 35+Y36+Y 37+Y 38 +Y 39+Y 40 6
M40 =
126,179+140,165+126,792+111,875+112,254+114,213 6
148 M40 = 121,913 Periode 41
M41 =
Y36+Y 37+Y 38 +Y 39+Y 40 +Y 41 6
M41 =
140,165+126,792+111,875+112,254+114,213+114,238 6
M41 = 119,923 Periode 42
M42 = M42 =
Y 37+Y 38 +Y 39+Y 40 +Y 41+Y 42 6 126,792+111,875+112,254+114,213+114,238+109,121 6
M42 = 114,749 Periode 43
M43 =
Y 38+ Y 39+Y 40 +Y 41+Y 42+Y 43 6
M43 =
111,875+112,254+114,213+114,238+109,121+111,014 6
M43 = 112,119 Periode 44
M44 =
Y 39+Y 40 +Y 41+Y 42+Y 43 +Y 44 6
M44 =
112,254+114,213+114,238+109,121+111,014+117,365 6
M44 = 113,034
¾
Double Moving Average (Periode 44)
M44 ́ =
M39 + M40 +M 41+M 42 + M 43+M 44 5
149 M44 ́ =
123,508+121,913+119,923+114,749+112,119+113,034
M44 ́ = 117,541
6
Perhitungan at ́
at = 2 Mt – Mt ́ a44= 2 M44 – M44 ́ a44= 2 x 113,034 – 117,541 a44= 108,527 Perhitungan bt
b44 =
2 ( Mt – Mt ́) k −1
b44 =
2 (113,034–117,541) 6 −1
b44 = -1,803 ¾ Peramalan Periode 45:
Ŷ45 = at + bt p Ŷ45 = a44 + b44. 1 Ŷ45 = 108,527-1,803x 1 Ŷ45 = 110,494 Lakukan hal yang sama untuk periode berikutnya, dengan mengganti nilai p sesuai jumlah periode ke depan yang ingin diramal. Hasil peramalan dengan menggunakan DMA 6 bulanan adalah sebagai berikut
Accuracy Measures MAPE MAD
4.86 6178
150 b. Holt Exponential Smoothing
Langkah-langkah yang dilakukan sama seperti di bagian sebelumnya. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Accuracy Measures MAPE MAD
4 5198
c. Trend Projection
Untuk metode ini langkah-langkahnya juga sudah dipaparkan pada bagian peramalan untuk produk Heineken di atas. Persamaan garis trend yang diperoleh untuk produk ini adalah sebagai berikut : Y= 138,216.17 – 375.32x ¾
Peramalan
Untuk peramalan periode ke 45, kita tinggal memasukkan 45 ke dalam x, sehingga persamaannya menjadi : Y= 138,216.17 – 375.32(45) Didapatkanlah, Y= 120,710
Accuracy Measures MAPE MAD
5.13 6682
d. Pemilihan Metode Peramalan Untuk GS Fiesta
Dari 3 metode peramalan, penulis menentukan satu metode yang akan digunakan untuk meramalkan penjualan GS Fiesta ke depan, yakni metode Holt Exponential Smoothing. Dasar penentuannya adalah berdasarkan MAPE dan MAD terkecil.
151 Tabel 4.14 Perbandingan MAD dan MAPE Untuk Peramalan GS Fiesta Metode
MAD
MAPE (%)
DMA(6 bulanan)
6178
4.86
Holt Exp.Smoothing
5198
4
Trend Projection
6682
5.13
Sumber: Hasil Perhitungan 4.2.8
Ringkasan Peramalan Untuk Tiap Produk
Tabel 4.15 Metode Peramalan, MAD,MAPE dan Hasil Peramalan Tiap Produk Bir Bintang
Guinness
Metode Dekomposisi Dekomposisi
Bintang
GS
GS
GS
Zero
Original
Passion
Fiesta
DMA 3
Holt
Holt Exp
Holt
Holt
Bulan
Exp
Exp
Exp
Heineken
MAD
45,582
51,025
29,643
14,975
37,679
3,588
5,198
MAPE
3
8
5.55
4
3
3
4
Sept 07
1,417,467
910,774
719,708
336,126
1,266,708
112,696
115,777
Okt 07
1,451,814
908,221
725,075
332,975
1,263,282
111,926
115,063
Nov 07
1,443,654
904,929
730,441
329,823
1,259,855
111,157
114,348
Des 07
2,760,045
1,235,287
735,807
326,672
1,256,428
110,388
113,634
Jan 08
2,944,543
1,201,878
741,173
323,521
1,253,001
109,618
112,920
Feb 08
1,843,400
952,179
746,540
320,369
1,249,574
108,849
112,206
Sumber: Hasil Perhitungan
152 4.2.9
Perhitungan Theoritical Production Hours
Berbeda pada contoh kasus atau bahasan mengenai perencanaan agregat yang ada selama ini, kebanyakan kapasitas produksi dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja, diasumsikan dapat menghasilkan output yang semakin banyak pula. Namun pada bahasan perencanaan agregat ini, kapasitas produksi di lini canning PT MBI dipengaruhi oleh jam mesin atau theoritical production hours, yakni waktu beroperasinya mesin dengan baik sehingga dapat menghasilkan output produksi. Jadi di sini, sebanyak apapun jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan tidak akan mempengaruhi output produksi yakni kaleng yang dapat dikemas. Untuk mengukur kapasitas produksi di lini canning PT MBI berdasarkan ketersediaan waktu tersebut, penulis menggunakan metode OPI atau Overall Performance Indicator yang selama ini memang digunakan di lini packaging lainnya, seperti : bottling dan racking. Berikut adalah perhitungannya untuk masing-masing periode: ¾
Asumsi dasar:
Sesuai dengan target Heineken Total Productive Management Key Performance Index (TPM KPI) tahun 2007-2008, losses atau kerugian utama selama beroperasinya mesin canning telah ditetapkan perkiraannya atau batas toleransi sebagai berikut: Tabel 4.16 Persentase Tiap Jenis Losses Lini Canning Periode 2007-2008 Breakdown
13%
Planned Downtime
5%
Change Over
7%
External Stop
7%
153 Speed Losses & Minor Stop Sumber : TPM Board MBI
7%
Maksud dari persentase ini adalah, misalkan untuk breakdown, lamanya waktu yang hilang akibat komponen kerugian ini 13% dari Effective Working Hours. Jika lebih dari lama waktu tersebut, maka akan dipertanyakan ketika audit oleh manajemen pusat dari Heineken ataupun ketika audit di depan konsultan Efeso . 4.2.10 Perhitungan Theoritical Production Hours Reguler
Berikut adalah perhitungan Theoritical Production Hours untuk jam kerja reguler di tiap periodenya: ¾
September 2007
Total time
= 30 hari ( 720 jam)
a) Unused Subuh = 10 jam ( 20 hari, Sholat subuh @30 menit) b)Unused Jumat = 6 jam
( 4 hari, Sholat Jumat @ 1,5 jam)
c)Unused Other
( TPM, Briefing etc)
= 6 jam
d)Unused Saturday= 120 jam (5 hari) e)Unused Sunday = 120 jam (5 hari) f)Public Holiday = 0 g)NONA Hours
= 3.5 jam
Perhitungannya: 1) Total Unused Time
= a+b+c+d+e+f = 262 jam
2) Total Manned Time
= Total Time – Total Unused Time = 720 jam – 262 jam = 458 jam
154 3) Effective Working Time
= Total Manned Time – NONA = 458 jam -3.5 jam = 454.5 jam
4)Breakdown
= 13% . 454.5 jam = 59.085 jam
Planned Down Time
= 5% . 454.5 jam = 22.725 jam
Change Over
= 7% . 454.5 jam = 31.815 jam
External Stop
= 7% . 454.5 jam = 31.815 jam
Speed Losses
= 7% . 454.5 jam = 31.815 jam + = 177.255 jam
Total Losses 5) Theoritical Prod. Time
= Effective Working Time – Total Losses = 454.5 jam – 177.255 jam = 277.245 jam
¾
Oktober 2007
Tabel 4.17 Perhitungan Theoritcal Production Hours Oktober 2007
Total Time(HOURS)
744
Unused Subuh
8
Unused Jumat
4.5
Unused Other
4
Unused Saturday
72
Unused Sunday
96
Public Holiday
120
Total Unused (HOURS)
184.5
Total Manned Time
559.5
NONA(HOURS) Effective Working Time
0 559.5
Breakdown
13%
72.735
Planned Downtime
5%
27.975
155 Change Over
7%
39.165
External Stop
7%
39.165
Speed Losses & Minor Stop
7%
39.165
Total Machine Losses(HOURS)
218.205
THEOR. PROD TIME(HOURS)
341.295
Sumber : Observasi Focus Improvement Pillar ¾
November 2007
Tabel 4.18 Perhitungan Theoritcal Production Hours November 2007
Total Time(HOURS)
720
Unused Subuh
11
Unused Jumat
7.5
Unused Other
0
Unused Saturday
96
Unused Sunday
96
Public Holiday
0
Total Unused (HOURS)
210.5
Total Manned Time
509.5
NONA(HOURS) Effective Working Time
0 509.5
Breakdown
13%
66.235
Planned Downtime
5%
25.475
Change Over
7%
35.665
External Stop
7%
35.665
Speed Losses & Minor Stop
7%
35.665
Total Machine Losses(HOURS)
198.705
THEOR. PROD TIME(HOURS)
310.795
Sumber : Observasi Focus Improvement Pillar
156 ¾
Desember 2007
Tabel 4.19 Perhitungan Theoritcal Production Hours Desember 2007
Total Time(HOURS)
744
Unused Subuh
9
Unused Jumat
6
Unused Other
0
Unused Saturday
120
Unused Sunday
120
Public Holiday
72
Total Unused (HOURS)
255
Total Manned Time
489
NONA(HOURS) Effective Working Time
0 489
Breakdown
13%
63.57
Planned Downtime
5%
24.45
Change Over
7%
34.23
External Stop
7%
34.23
Speed Losses & Minor Stop
7%
34.23
Total Machine Losses(HOURS)
190.71
THEOR. PROD TIME(HOURS)
298.29
Sumber : Observasi Focus Improvement Pillar ¾
Januari 2008
Tabel 4.20 Perhitungan Theoritcal Production Hours Januari 2008
Total Time(HOURS)
744
Unused Subuh
9.5
Unused Jumat
6
Unused Other
0
Unused Saturday
120
Unused Sunday
120
Public Holiday
48
157 Total Unused (HOURS)
255.5
Total Manned Time
488.5
NONA(HOURS) Effective Working Time
0 488.5
Breakdown
13%
63.505
Planned Downtime
5%
24.425
Change Over
7%
34.195
External Stop
7%
34.195
Speed Losses & Minor Stop
7%
34.195
Total Machine Losses(HOURS)
190.515
THEOR. PROD TIME(HOURS)
297.985
Sumber : Observasi Focus Improvement Pillar ¾
Februari 2008
Tabel 4.21 Perhitungan Theoritcal Production Hours Februari 2008
Total Time(HOURS)
696
Unused Subuh
10.5
Unused Jumat
7.5
Unused Other
0
Unused Saturday
96
Unused Sunday
96
Public Holiday
0
Total Unused (HOURS)
210
Total Manned Time
486
NONA(HOURS) Effective Working Time
0 486
Breakdown
13 %
63.18
Planned Downtime
5%
24.3
Change Over
7%
34.02
External Stop
7%
34.02
Speed Losses & Minor Stop
7%
34.02
Total Machine Losses(HOURS)
189.54
THEOR. PROD TIME(HOURS)
296.46
158 4.2.11 Perhitungan Theoritical Production Hours Overtime
Kebijakan lembur di PT MBI adalah maksimal 4 hari dalam tiap bulannya. Berarti dalam satu bulan, terdapat Total Manned Time untuk lembur sebanyak 96 jam. Dan seperti halnya waktu reguler, tidak seluruhnya dari waktu tersebut merupakan waktu produktif mesin untuk menghasilkan output produksi. Sehingga kita juga tetap harus menghitung
theoritical production hours nya pula. Berikut adalah
perhitungannya: Tabel 4.22 Perhitungan Theoritcal Production Hours Overtime Total Manned Time
96
NONA(HOURS) Effective Working Time
0 96
Breakdown
13%
12.48
Planned Downtime
5%
4.8
Change Over
7%
6.72
External Stop
7%
6.72
Speed Losses & Minor Stop
7%
6.72
Total Machine Losses(HOURS)
37.44
THEOR. PROD TIME(HOURS)
58.56
Sumber : Observasi Focus Improvement Pillar 4.2.12
Perhitungan Kapasitas Produksi a. Kapasitas Reguler
Setelah menghitung theoritical production hours di atas, maka sekarang kita menentukan volume yang dapat diproduksi selama jam kerja reguler tersebut. Cara menghitungnya adalah: Output Production = Theoritical Prod. Hours x Theoritical Line Speed * Theoritical Line Speed adalah sebesar 24,000 kaleng/ jam Contoh perhitungan untuk Output Production di periode September 2007 :
159 September 2007
Theoritical Prod. Hours = 277.245 jam Theoritical Line Speed
= 24,000 kaleng /jam
OutputProduction
= 277.245 jam x 24,000 kaleng/jam = 6,6653,880 kaleng
Berikut adalah Output Production untuk tiap periode: ¾ Oktober 2007
= 8,191,080 kaleng
¾ November 2007
= 7,459,080 kaleng
¾ Desember 2007
= 7,158,960 kaleng
¾ Januari 2008
= 7,151,640 kaleng
¾ Februari 2008
= 7,115,040 kaleng
b. Kapasitas Overtime
Sedangkan untuk overtime, dimana nilai Theoritical Prod. Hours adalah sama untuk tiap periodenya, maka otomatis Output Production nya juga sama di setiap periodenya yakni: Theoritical Prod. Hours
= 58.56 jam
Theoritical Line Speed
= 24,000 kaleng /jam
OutputProduction
= 58.56 jam x 24,000 kaleng/jam = 1,405,440 kaleng
160 4.2.13
Perencanaan Agregat a. Total Kapasitas Produksi Pada tabel 4.23 dapat dilihat total kapasitas produksi di setiap
periodenya, yang merupakan jumlah dari kapasitas produksi reguler dan kapasitas produksi overtime. b. Total Ramalan Permintaan Produk Pada tabel 4.24 dapat dilihat total ramalan permintaan di tiap
periodenya, yang merupakan penjumlahan dari: hasil peramalan di atas, rencana penjualan GS Slim Can (Original, Passion, Fiesta) dan rencana peluncuran produk baru X Slim Can.. Tabel 4.23 Total Kapasitas Produksi Periode September 2007- Februari 2008
Kapasitas
Sept 07
Okt 07
Nov 07
Dec 07
Jan 08
Feb 08
6,653,880
8,191,080
7,459,080
7,158,960
7,151,640
7,115,040
1,405,440
1,405,440
1,405,440
1,405,440
1,405,440
1,405,440
8,059,320
9,596,520
8,864,520
8,564,400
8,557,080
8,520,480
Reguler Kapasitas Overtime
Total Kapasitas
Sumber : Hasil Perhitungan
161 Tabel 4.24 Total Ramalan Permintaan Produk Periode September 2007- Februari 2008 Sept 07 Hasil
Okt 07
Nov 07
Dec 07
Jan 08
Feb 08
4,879,256
4,908,356
4,894,207
6,538,261
6,686,654
5,333,117
429,590
504,665
507,395
582,610
510,437
498,333
-
172,000
172,000
172,000
180,600
180,600
5,308,846
5,585,021
5,573,602
7,292,871
7,377,691
6,012,050
Peramalan Rencana GS Slim Can Rencana X Slim Can Total
Sumber : Data Internal dan Hasil Perhitungan 4.2.14
Biaya Yang Tidak Disertakan Dalam Rencana Agregat
Di dalam perencanaan agregat umumnya terdapat beberapa biaya yang berkaitan dengan biaya total masing-masing strategi. Pada perencanaan agregat di PT MBI ini ada beberapa alternatif strategi, keputusan, ataupun jenis biaya yang tidak relevan dengan kondisi perusahaan, sehinggan tidak dimasukkan ke dalam proses perhitungan, diantaranya adalah: a. Subkontrak
Subkontrak hanya terdapat di lini bottling, di mana brewery Tangerang mensubkontrakan order pembotolan produk ke brewery Sampang Agung. Meskipun sesama fasilitas produsi miliki PT MBI, kegiatan tersebut tetap diperhitungkan sebagai subkontrak dengan pembebanan biaya tertentu.
162 Sedangkan untuk canning, seluruh kegiatan pengemasan tersebut dilakukan di Tangerang dan tidak ada pengalihan ke pihak lain, sehingga dalam perencanaan agregat ini biaya ataupun alternatif subkontrak tidak ada. b. Merekrut atau melepas karyawan
Terdapat dua alasan utama mengapa alternatif ini tidak diterapkan di PT MBI:
Output produksi di perusahaan ini berdasarkan kinerja mesin dan
dipengaruhi oleh performa atau jam kerja mesin itu sendiri. Sehingga semakin banyak merekrut tenaga kerja pun tidak ada gunanya. Karena jumlah tenaga kerja yang diperlukan hanya sejumlah operator yang dibutuhkan untuk menjalankan mesin.
Tenaga kerja yakni operator mesin tersebut adalah tenaga kerja dengan
keterampilan tinggi, sehingga tidak bisa diberhentikan kemudian direkrut lagi dengan mudah atau sembarangan seperti halnya buruh pabrik rokok biasa. Selain itu seorang operator membutuhkan training sedikitnya 2 bulan untuk dapat benar-benar bekerja secara maksimal. Coba bayangkan betapa repot dan tingginya biaya pelatihan, jika strategi merekrut/melepas tenaga kerja diterapkan. c. Backorder
Baik itu biaya akibat backorder (ketidakmampuan untuk memenuhi pesanan pada saat itu) ataupun strategi backorder yakni memang sengaja menunda pesanan tersebut, keduanya juga tidak diterapkan oleh PT MBI. Dikarenakan perusahaan memang masih memiliki kapasitas produksi yang mencukupi,
163 selain itu strategi perusahaan yang memang memiliki komitmen untuk terus memenuhi permintaan konsumen. 4.2.15
Perhitungan Biaya Yang Berkaitan Dalam Rencana Agregat a. Basic Production Cost
Biaya Reguler ¾ Dalam 1 shift terdapat 10 orang pekerja, terdiri dari : 6 orang
operator, 1 staff lab, 1 orang supervisor, 2 orang tenaga pendukung. ¾ Dalam 1 bulan, total biaya yang diperlukan untuk membayar ke-10
orang tersebut sebesar: Rp 21,500,000,¾ Dalam 1 jam, berarti perusahaan harus membayar sebesar: Rp
107,500,-(didapat dari Rp 21,500,000:25 hari :8 jam) ¾ Dalam 1 jam, mesin dapat memproduksi 24000 kaleng. Berarti
biaya tenaga kerja reguler yang ditanggung oleh 1 kaleng = Rp 4,5 (didapat dari Rp 107,500 :24,000)
Biaya Overtime ¾ Dari wawancara dan observasi di lapangan, diperoleh informasi
bahwa biaya upah rata-rata per jam untuk overtime adalah Rp 16,700 ¾ Dalam satu shift terdapat 10 orang, berarti total biaya per jamnya
adalah Rp 167,000,- (didapat dari Rp 16,700/orang x 10 orang) ¾ Dalam 1 jam, mesin dapat memproduksi 24000 kaleng. Berarti
biaya tenaga kerja overtime yang ditanggung oleh 1 kaleng = Rp 7,0 (didapat dari Rp 167,000 :24,000)
164 b. Inventory Holding Cost
Biaya ini cukup sulit didapatkan, mengingat penulis tidak memiliki akses langsung ke bagian gudang, berkaitan dengan aspek kerahasiaan bisnis dan sejenisnya. Adapun informasi yang berhasil didapatkan dari wawancara adalah ”biaya penyimpanan kira-kira sebesar 20% dari biaya tenaga kerja langsung”. Untuk
lebih
memastikan
kebenaran
informasi
tersebut,
penulis
membandingkan dengan sejumlah literatur. Dan di salah satu literatur karya Render tersebut memang diungkapakan bahwa pada umumnya biaya penyimpanan berkisar antara 15-40% dari biaya produksi langsung(di mana di dalam buku tersebut, yang dimaksud kan adalah biaya tenaga kerja) Jadi biaya penyimpanan per unitnya = Rp 0,9 (didapat dari 20% x Rp4,5) 4.2.16
Strategi Perencanaan Agregat
Di bagian ini kita akan melakukan perbandingan antar 3 rencana agaregat yang memungkinkan untuk diterapkan di PT MBI, adapun ketiga rencananya sebagai berikut: a. Stable workforce-variable work hours
Penyesuaian tingkat produksi dengan penyesuaian jam kerja yakni lembur atau overtime, jadi ketika permintaan tinggi maka untuk memenuhinya perusahaan melakukan lembur. Model seperti inilah yang saat ini diterapkan oleh PT MBI. Di samping itu terdapat kebijakan perusahaan yang menetapkan persediaan akhir setiap bulan
sebesar 10 hari penjualan. Cara mendapatkan angka
persediaan tersebut adalah sebagai berikut:
165
Angka penjualan tahunan 2006 sebesar 60,983,688 yang dibagi 365 hari. Untuk mendapatkan angka rata-rata penjualan 1 hari yakni : 167,078.60 kaleng.
Angka rata-rata penjualan 1 hari tersebut dikalikan 10 hari, 167,078.60 kaleng x 10 = 1,670,786 kaleng.
Angka 1,670,786 kaleng inilah yang dijadikan dasar kebijakan persediaan akhir bulan oleh perusahaan.
Permintaan tiap bulannya akan dipenuhi semaksimal mungkin dipenuhi oleh kapasitas produksi reguler yang dimiliki. Sedangkan untuk periode Desember 2007 dan Januari 2008, yang permintaanya melebihi kapasitas regular akan dipenuhi lewat overtime.
166
Tabel 4.25 Rencana Agregat – Stable Workforce Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Strategi 1 5,308,846 5,585,021 5,573,602 7,292,871 7,377,691 6,012,050 Sales Forecast 5,308,846 5,585,021 5,573,602 7,158,960 7,151,640 6,012,050 Regular Production 0 0 0 133,911 226,051 0 Overtime Production Persediaan (akhir bulan) 1,670,786 1,670,786 1,670,786 1,670,786 1,670,786 1,670,786 1,670,786 Cost Regular Time (Rp 4.5) 23,889,807 25,132,595 25,081,209 32,215,320 32,182,380 27,054,223 Overtime (Rp 7.0) 0 0 0 937,377 1582,357 0 Inventory (Rp 0.9) 1,503,707 1,503,707 1,503,707 1,503,707 1,503,707 1,503,707 Total
Biaya Regular Production Biaya Overtime Production Biaya Persediaan Total Biaya
=36,790,119 x Rp 4.5 = Rp 165,555,536 =359,962 x Rp 7.0 = Rp 2,519,734 =10,024,716 x Rp 0.9 = Rp 9,022,244 + = = Rp 177,097,514
36,790,119 359,962 10,024,716 165,555,536 2,519,734 9,022,244 177,097,514
167 b. Level Strategy
Inti dari strategi ini adalah kelebihan produksi di suatu periode akan disimpan sebagai persediaan untuk memenuhi permintaan yang tinggi pada periode yang lain. Tentunya dengan konsekuensi munculnya biaya persediaan, maupun mempengaruhi kualitas produk jika disimpan terlalu lama. Terlepas dari itu, kebijakan persediaan sebesar 10 hari penjualan tetap harus dijalankan untuk mendukung strategi perusahaan mengantisipasi permintaan pasar. Permintaan tinggi di bulan Desember 2007 dan Januari 2008, akan diserap oleh produksi di bulan November 2007, di mana kapasitas produksi reguler masih melebihi kebutuhan permintaan produk. Sedangkan untuk bulan yang lain, setiap permintaan akan dipenuhi secara maksimal oleh produksi reguler. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di Tabel 4. 26
c. Mixed Strategy
Strategi ini adalah campuran dari strategi no 1 dan no 2. di mana kekurangan produksi di bulan Desember dipenuhi oleh kapasitas di bulan November. Sedangkan kekurangan di bulan Januari 2008 dipenuhi oleh overtime. Adapun strategi ini untuk menjaga kualitas produk agar jangan terlalu lama di simpan di gudang seperti halnya strategi no.2 di atas. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di Tabel 4.27
168
Tabel 4.26 Rencana Agregat – Level Strategy Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Strategi 2 5,308,846 5,585,021 5,573,602 7,292,871 7,377,691 6,012,050 Sales Forecast 5,308,846 5,585,021 5,933,564 7,158,960 7,151,640 6,012,050 Regular Production 0 0 0 0 0 0 Overtime Production Persediaan (akhir bulan) 1,670,786 1,670,786 1,670,786 2,030,748 1,896,837 1,670,786 1,670,786 Cost Regular Time (Rp 4.5) 23,889,807 25,132,595 26,701,038 32,215,320 32,182,380 27,054,223 Overtime (Rp 7.0) 0 0 0 0 0 0 Inventory (Rp 0.9) 1,503,707 1,503,707 1,827,673 1,707,153 1,503,707 1,503,707 Total Biaya Regular Production Biaya Overtime Production Biaya Persediaan Total Biaya
=37,150,081 x Rp 4.5 = Rp 167,175,365 =0 x Rp 7.0 = Rp 0 =10,610,729 x Rp 0.9 = Rp 9,549,656 + = = Rp 176,725,021
37,150,081 0 10,610,729 167,175,365 0 9,549,656 176,725,021
169
Tabel 4.27 Rencana Agregat – Mixed Strategy Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Strategi 3 5,308,846 5,585,021 5,573,602 7,292,871 7,377,691 6,012,050 Sales Forecast 5,308,846 5,585,021 5,707,513 7,158,960 7,151,640 6,012,050 Regular Production 0 0 0 0 226,051 0 Overtime Production Persediaan (akhir bulan) 1,670,786 1,670,786 1,670,786 1,804,697 1,670,786 1,670,786 1,670,786 Cost Regular Time (Rp 4.5) 23,889,807 25,132,595 25,683,809 32,215,320 32,182,380 27,054,225 Overtime (Rp 7.0) 0 0 0 0 1,582,357 0 Inventory (Rp 0.9) 1,503,707 1,503,707 1,624,227 1,503,707 1,503,707 1,503,707 Total Biaya Regular Production Biaya Overtime Production Biaya Persediaan Total Biaya
=36,924,030 x Rp 4.5 = Rp 166,158,135 =226,051 x Rp 7.0 = Rp 1,582,357 =10,158,627 x Rp 0.9 = Rp 9,142,764 + = = Rp 176,883,256
36,924,030 226,051 10,158,627 166,158,135 1,582,357 9,142,764 176,883,256
170 4.2.17
Kelebihan dan Kekurangan Tiap Strategi Perencanaan Agregat a. Stable workforce-variable work hours Kekurangan: Biayanya paling tinggi Kelebihan: Merupakan strategi yang sudah biasa diterapkan di perusahaan ini Kualitas dan kesegaran produk lebih baik karena tidak terlalu lama
berada di gudang b. Level Strategy Kekurangan: Kualitas dan kesegaran produk bisa terpengaruh, karena berada di
gudang lebih lama dibanding strategi yang lain. Kelebihan: Merupakan strategi dengan biaya terendah. c. Mixed Strategy Kekurangan dan Kelebihan : Karena merupakan strategi campuran, sehingga memilki sifat yang ada
lebih baiknya namun juga ada yang lebih buruk dibanding strategi lain Biayanya diantara biaya strategi no 1 dan strategi no 2 Tingkat kesegaran produk lebih baik dibanding strategi no 2, karena
persediaan di gudang hanya untuk menutupi permintaan bulan Desember saja, sedangkan untuk Januari 2008 tetap lewat overtime.
171 4.3
Usulan Penerapan
Dari 3 model perencanaan agregat yang ada, Stable workforce-variable work hours merupakan gaya kerja yang selama ini merupakan yang sudah lazim di PT MBI,
di mana fluktuasi permintaan produk ditutup oleh overtime, dengan jumlah persediaan yang stabil. Namun model ini memiliki biaya total tertinggi dibanding model agregat yang lain. Sedangkan model level strategy memang memiliki biaya total terendah dari 3 alternatif yang ada. Namun model ini berdampak pada kualitas dan kesegaran produk (khususnya bir), akibat disimpan dalam periode yang cukup lama. Sehingga cukup riskan untuk menggunakan perencanaan agregat model ini. Model ketiga, yakni mixed strategy dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas produksi di bulan November untuk memenuhi permintaan di bulan December, itupun hanya untuk produk non-alcohol, sehingga produk bir yang rentan kualitasnya, tetap terjaga karena permintaan Desember tetap diproduksi pada bulan Desember. Sedangkan permintaan yang tinggi di bulan Januari tetap akan dipenuhi dengan overtime di bulan Januari. Mixed Strategy yang sebaiknya diterapkan oleh perusahaan, karena dari segi biaya lebih baik (Stable Workforce-Rp 177,097,514 dan Mixed Strategy-Rp 176,883,256) dan dari segi kualitas juga tidak mengorbankan kualitas bir yang faktor kesegaran produknya harus sangat diperhatikan, selain itu sisi positif dari mixed strategy yang dapat memenuhi permintaan seandainya terjadi fluktuasi di bulan Desember dengan stok yang dimilikinya di bulan November, sehingga potensi kehilangan penjualan pun dapat diminimalkan.