BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Perusahaan PT. Mahkotadewa Indonesia adalah salah satu perusahaan yang memproduksi obat tradisional yang terbuat dari herbal di Indonesia.Usaha ini berawal dari Kelompok Wanita Tani Bunga Lili yang didirikan pada tanggal 1 November 1999 dengan menanam tanaman obat disekitar pekarangan rumah masing-masing serta mengolahnya menjadi produk obat tradisional. Prestasi yang telah diraih antara lain mendapatkan Sertifikasi HACCP tahun 2005, Penghargaan Wanita Inspirasi Nova tahun 2006, Penghargaan ISMBEA Majalah Wirausaha dan Keuangan tahun 2007, Bintang Keamanan Pangan – BPPOM tahun 2007, Pemenang SNI Award tahun 2009, Pemenang SNI Award tahun 2010. Kegiatan terus berlangsung, produk obat dari herbal semakin pesat dan kebutuhan akan tanaman obat semakin terasa di mata masyarakat karena manfaat dari tanaman obat bisa memberikan penyembuhan alternatif selain pengobatan medis yang biasa dianjurkan oleh dokter. Seiring dengan berjalannya waktu, maka perlu adanya penanganan secara professional dalam menjalankan bisnis pengolahan dan produksi tanaman obat, maka pada tanggal 1 January 2003 secara resmi dibentuk suatu badan usaha PT. Mahkotadewa Indonesia sebagai wadah organisasi dan kegiatan operasional. PT. Mahkotadewa Indonesia berlokasi di Jalan Gaharu AA-1, Rawa Badak Utara – Jakarta Utara dan merupakan suatu badan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan dan konsultasi.Salah satu kegiatannya adalah memberikan informasi, sarana dan menyediakan jamu olahan yang berasal dari tanaman obat (herbal) sebagai pengobatan alternatif.
4.1.1 Visi, Misi dan Rencana ke Depan Perusahaan Setiap perusahaan memerlukan visi dan misi kedepan agar terorganisir dalam mencapai tujuan dari organisasinya.Demikian pula dengan PT. Mahkotadewa Indonesia memiliki tujuan utama yaitu memberikan tingkat pelayanan yang terbaik kepada customer dan meningkatkan keuntungan pada perusahaan.
51
52 a. Visi Perusahaan Menjadi perusahaan yang terkemuka dalam penyediaan produk obat dari tanaman obat Indonesia yang berkualitas. b. Misi Perusahaan Memberikan pelayanan yang terbaik di bidang pengobatan alternatif. c. Rencana ke depan PT. Mahkotadewa Indonesia akan terus mengembangkan produk herbal berkualitas agar herbal Indonesia dapat mendunia.
Gambar 4.1 Logo PT. Mahkotadewa Indonesia Sumber: PT. Mahkotadewa Indonesia
Gambar 4.2 Logo Produk Teh Herbal Sirsak PT. Mahkotadewa Indonesia Sumber: PT. Mahkotadewa Indonesia
53 4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Sumber : PT. Mahkotadewa Indonesia
Setiap organisasi harus memiliki struktur organisasi untuk memudahkan organisasi dalam menjalankan usaha dan melaksanakan tanggung jawabnya.Dengan adanya struktur organisasi, diharapkan organisasi terhindar dari kesalahan yang dapat terjadi antara satu departemen dengan departemen lainnya. Struktur organisasi pada PT. Mahkotadewa Indonesia adalah sebagai berikut: •
Presiden Direktur Merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengendalikan perusahaan, menentukan garis-garis kebijakan perusahaan dan bertanggung jawab penuh atas segala tindakan dan keputusan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan perusahaan.
•
Manajer Pemasaran Manajer pemasaran mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membuat perencanaan mengenai peningkatan hasil penjualan untuk tahuntahun berikutnya dan memasarkan produk.
•
Manajer Operasional Manajer operasional mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menghasilkan barang dan jasa, serta mengambil keputusan yang berkaitan dengan fungsi operasi dan sistem transformasi.
•
Manajer Keuangan
54 Manajer keuangan mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk merencanakan dan mengatur cash flow dan mengawasi penerimaan serta pengeluaran uang perusahaan. •
Manajer Produksi Manajer produksi mempunyai tugas dan tanggung jawab atas kelancaran proses produksi dan kualitas hasil produksi, serta merencanakan kegiatan-kegiatan produksi.
•
Manajer Klinik Manajer klinik mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mengelola klinik untuk memberikan pelayanan pengobatan yang efektif kepada pasien.
•
Manajer HRD Manajer HRD mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia yaitu dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan sumber daya manusia.
•
Manajer R & D Manajer R & D mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur dan menkoordinir kegiatan penelitian dan pengembangan untuk mengembangkan atau memperbaiki proses yang sudah ada.
4.1.3 Sumber Daya Manusia Perusahaan a. Karyawan Staff yang membantu ataupun terjun langsung dalam memberikan pelayanan pada klinik telah di didik dan dikembangkan untuk menjadi penyelia konsultasi tidak hanya secara professional namun perusahaan melakukan pelatihan secara periodik dan berkala untuk selalu melakukan sesuatu yang lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah karyawan dari PT. Mahkotadewa Indonesia berjumlah sekitar 75 orang karyawan tetap. Tingkat pendidikan karyawan yang bekerja antara lain S2, S1 dan dibawah S1. Prioritas pemilihan karyawan juga diusahakan dari tenaga kerja setempat sehingga usaha ini ikut membantu kesejahteraan lingkungan tempat usaha berada. b. Mitra Usaha
55 Seiring dengan pengembangan pelayanan kesehatan, perusahaan membina mitra usaha sebagai networking demi memenuhi kebutuhan masyarakat luas dan kepada masyarakat daerah khususnya.Adapun mitra usaha perusahaan sudah mencapai lebih dari 80 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia dan juga ada di Kuala Lumpur dan Singapura. Mitra usaha yang tersebar antara lain : Sumatera (Medan, Kisaran, Pekanbaru, Batam, Padang), Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan), di Jawa hampir semua kota besar serta di Denpasar dan Jayapura. Hal ini disebabkan pangsa pasar pengobatan secara tradisional masih besar peminatnya di kalangan masyarakat Indonesia. Pemilihan mitra usaha tidak dilakukan sembarangan.Hal ini juga yang menyebabkan perusahaan terkadang mengalami kendala dalam kualifikasi mitra usaha (sesuai persyaratan) dan jaringan distribusi produk mahkotadewa.Mitra usaha diperlukan sebagai mitra yang bisa bekerjasama dalam satu visi dan misi, menolong orang yang membutuhkan bukan hanya sekedar menjual produk.Syarat utama mitra usaha adalah kesiapan menolong sesama tanpa memandang status sosial dan tanpa membedakan apapun. c. Mitra Produksi Mitra produksi bagi PT. Mahkotadewa Indonesia merupakan pihak-pihak yang melakukan pengolahan dari bahan mentah sampai bahan setengah jadi. Mitra produksi sangat berperan dalam proses produksi perusahaan. Peran dari mitra produksi merupakan hal yang sama pentingnya yaitu memberdayakan sumberdaya manusia dengan menciptakan dan memberikan peluang kerja kepada masyarakat untuk terjun dan berpartisipasi dalam pengembangan bisnis dengan mitra produksi antara lain berada di DKI Jakarta, Sukabumi, dan Yogyakarta. Kegiatan yangmelibatkan banyak ibu rumah tangga ini bertujuan bias memberikan lahan pekerjaan kepada mereka dan menambah penghasilan untuk mensejahterakan keluarganya. d.Mitra Tani Kerjasama mitra tami dilakukan perusahaan untuk menjaga mutu dan mendapatkan pasokan yang pasti serta harga yang terjaga. Pola perusahaan membuat kerjasama dengan petani setempat sangat mendukung kegiatan pertanian dan kepastian menyalurkan produk kepada perusahaan.Beberapa perjanjian sudah dibuat untuk mendukung kerjasama ini dengan petani di daerah Banten, Bogor, Sukabumi, dan Yogyakarta.
56 Pelatihan mitra tani dilakukan perusahaan untuk memberikan keseragaman dalam rangka melayani ketersediaan bahan baku dan kualitas yang lebih baik lagi. PT. Mahkotadewa Indonesia juga memberikan pelatihan terhadap mitra usaha, terutama yang baru mengenai bagaimana menghadapi macam penyakit.Hal ini perlu dilakukan perusahaan agar tetap terjaganya kualitas produk mahkotadewa itu sendiri.
4.1.4 Jenis Produk Perusahaan PT. Mahkotadewa Indonesia telah memproduksi berbagai obat herbal.Jenis produk
dari
tahun
awal
pendirian
perusahaan
telah
mengalami
banyak
pengembangan.Produk – produk mahkotadewa yang dihasilkan merupakan hasil dari uji pra klinis dari Ibu Ning Harmanto dalam menyembuhkan beberapa macam penyakit.Jumlah dari produk yang dihasilkan perusahaan sebanyak kurang lebih 60 dan kemudian dibagi dalam 7 kategori. Produk yang telah dihasilkan oleh PT. Mahkotadewa Indonesia antara lain: a. Produk Racikan yaitu berupa daun, buah maupun umbi dari tanaman obat pilihan yang dikeringkan. b. Produk Instan yaitu minuman kesehatan siap seduh yang segar dan menyehatkan sekaligus untuk penyembuhan beberapa penyakit. c. Produk Teh yaitu Teh celup dari racikan khusus herbal berkualitas yang siap seduh dan baik untuk menjaga kesehatan. d. Produk Kapsul yaitu Tanaman obat alami yang dikemas dalam kapsul. e. Produk Madu yaitu Madu yang dikombinasikan dengan tanaman herbal. f. Obat Luar yaitu balsam herbal dan minyak untuk membantu proses penyembuhan penyakit. g. Produk kecantikan yaitu produk herbal untuk kecantikan antara lain bedak, lulur, hair spa, dan shampoo.
4.1.5 Lokasi Klinik Perusahaan PT. Mahkotadewa Indonesia mendirikan klinik Tradisional Mahkotadewa karena keinginan untuk melayani konsumen dengan lebih baik lagi.Perusahaan melakukan pendekatan dan selalu monitoring kesembuhan pasien, dalam hal ini tidak hanya dilakukan oleh para staff tetapi juga mitra usaha perusahaan.Sampai saat ini telah terdata lebih dari 10.000 pasien dan banyak dari mereka terutama penyakit kanker, diabetes, asam urat, darah tinggi serta banyak yang sudah stadium lanjut.
57 Beberapa klinik mahkotadewa tersebar dibeberapa kota antara lain ; 1. Klinik Pusat Jln. Cemara Angin AA-37, Nyiur melambai II, Rawa Badak Utara – Koja Jakarta Utara. 2. Klinik ITC Cempaka Mas Mall ITC Cempaka Mas, LG Floor No.88 Jakarta Pusat. 3. Klinik Ambassador Mall Ambassador, LG Floor Hall A No.45 Jakarta Selatan. 4. Klinik POINS Mall Poins Square, Lantai UG No.122 Jakarta Selatan. 5. Klinik Bekasi Mega Bekasi Hypermall, Lantai II No.249 Bekasi. 6. Klinik ITC BSD Herbal Treatment Mahkotadewa ITC BSD Lantai Dasar C3 No.7 Tangerang. 7. Klinik Daan Mogot Mall Matahari Lantai 2 No.25 Jakarta Barat 8. Klinik Medan Jln. Jendral Gatot Subroto Km. 4,5 Komplek Panca Budi Medan. 9. Klinik Yogyakarta Jalan MT. Haryono No.46 Yogyakarta.
4.1.6Proses Pembuatan Teh Herbal Sirsak Tahapan proses produksi teh herbal sirsak adalah : a. Tahap Pelayuan Daun teh segar dibuat layu dengan pemanasan agar kadar air berkurang 65-70 persen agar teh tersebut mudah untuk digiling. b. Tahap Penggilingan Penggilingan bahan baku (daun sirsak, teh hijau, daun angelica, daun pegagan, buah mahkotadewa) menggunakan mesin penggiling dengan ukuran kehalusan 60 / ukuran teh celup. c. Tahap Pemaduan Pencampuran komposisi teh herbal sirsak yaitu daun sirsak, teh hijau, daun angelica, daun pegagan, buah mahkotadewa.Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan rasa dan tekstur yang diinginkan.
58 d. Tahap Pengeringan Pengeringan bahan bakudilakukan dengan proses sangrai diatas wajan. Pada tahap ini tidak melakukan mesin dalam proses pemanasan. e. Tahap Sterilisasi Proses sterilisasi bahan baku di BATAN dengan penyinaran sinar gamma (iradiasi) dengan dosis 4-7 kgy. Proses ini bertujuan untuk mematikan bakteri, jamur, mikro organisme lainnya yang tidak terlihat mata sehingga aroma dan kualitas tetap terjaga dan aman untuk dikonsumsi. f. Tahap Pengarungan Pengarungan bahan baku untuk dikirim ke PT. Sariwangi agar dikemas dalam bentuk teh celup. g. Tahap Pengemasan Pengemasan dan pelabelan. Setelah teh herbal sirsak dikemas dalam bentuk celup, teh herbal dikembalikan untuk proses pengemasan oleh PT. Mahkotadewa Indonesia.
4.2 Konsep Pengukuran Kinerja Metode SCOR 4.2.1 Pemetaan Level 1 PT Mahkotadewa Indonesia dalam menjalankan operasi produksinya menerapkan rantai pasok yang melibatkan berbagai tahapan mata rantai dari supplier hingga ke pelanggan.
59 Gambar 4.4 Pemetaan Level 1 SCOR Model Rantai Pasok Produk Teh Herbal Sirsak
Pemasok 1 (Petani buahmahkotade wa) Pemasok 2 (Petani daun sirsak) Pemasok 3 (Petani daun pegagan)
PT. Mahkotadewa Indonesia
Toko mahkotadewa Indonesia /End-user
Pemasok 4 (Petani daun angelica)
Pemasok 5 (Petani teh hijau)
Keterangan :
Aliran material Aliran informasi dan uang
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
Pada pemetaan level 1 terdapat ruang lingkup unsur – unsur proses SCOR pada rantai pasok PT. Mahkotadewa Indonesia Tabel 4.1 Ruang Lingkup Unsur-Unsur Proses SCOR No.
1
Unsur Proses
Mata Rantai 1 (Supplier)
Plan
Perencanaan supply bahan baku seperti buah mahkotadewa, daun sirsak, teh hijau, daun angelica dan daun pegagan.
Mata Rantai 2 ( PT. Mahkotadewa Indonesia) Perencanaan kebutuhan raw material, perencanan persediaan teh herbal sirsak, persiapan peralatan, perencanaan produksi, perencanaan financial dandelivery.
Mata Rantai 3 (Toko / Enduser) Perencanaan pembelian teh herbal sirsak, perencanaan persediaan teh herbal sirsak.
60 2
Source
3
Make
4
Deliver
5
Return
Pengadaan bahan baku untuk memasok bahan baku ke PT. Mahkotadewa Indonesia dan membuat kesepakatan dengan partner. Tidak ada proses membuat, karena bahan baku tersedia dari alam langsung diangkut ke PT. Mahkotadewa Indonesia.
Pemesanan, pengiriman, pemeriksaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pemrolehan bahan baku dari pemasok, memilih pemasok dan membuat kesepakatan dengan pemasok. Mengolah, memproduksi, dan melakukan packaging teh herbal sirsak.
Melakukan pengangkutan bahan baku ke PT.Mahkotadewa Indonesia
Melakukan packaging / pengemasan sesuai prosedur PT. Mahkotadewa Indonesia, melakukan pengiriman dengan transportasi yang tepat dan tepat waktu, mengelola proses pesanan dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Pembuatan klaim atas bahan baku yang tidak sesuai permintaan ke pemasok dan mengelola klaim atas teh herbal yang rusak.
Pembelian teh herbal melalui PT.Mahkotadewa Indonesia.
Tidak ada proses membuat oleh toko / end-user. Toko sebagai penjual teh herbal, sedangkan end user sebagai pemakai akhir. Toko melakukan pengiriman kepada end-user setiap ada pembelian. Enduser tidak melakukan proses pengiriman karena dipakai sendiri.
Mengelola Pembuatan klaim pengembalian bahan atas teh herbal baku yang tidak yang rusak ke sesuai permintaan PT.Mahkotadewa dari PT. Indonesia. Mahkotadewa Indonesia dan menyediakan transportasi untuk pengiriman bahan baku pengganti. Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
4.2.1.1 Metrik Kinerja SCOR Level 1 Rantai pasok teh herbal sirsak akan diukur dengan metrik kinerja level 1, yaitu kinerja penyampaian PT. Mahkotadewa Indonesia dalam menyampaikan teh herbal sirsak kepada pelanggan (toko/end-user). Menurut Bolstorff (2003: 41)
61 menjelaskan bahwa analisis level satu dimulai dengan mendefinisikan tujuan bisnis perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok yang akan dilakukan sejalan dengan strategi perusahaan dan fokus pada tujuan utama yang ingin dicapai perusahaan.
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
bagian
produksi
PT.
Mahkotadewa Indonesia, disebutkan bahwa tujuan bisnis perusahaan didefinisikan sebagai berikut: 1. Memberikan tingkat pelayanan yang terbaik. 2. Meningkatkan keuntungan perusahaan. Tujuan pertama dapat dicapai dengan menganalisis nilai dari tiga indikator di bawah ini : a. Delivery performance. b. Responsiveness to customer demand. c. Flexibility to demand changes. Tujuan kedua dapat dicapai dengan menganalisis nilai dari dua indikator dibawah ini : a. Supply chain cost. b. Asset management efficiency. Setelah mengetahui tujuan bisnis diatas, langkah selanjutnya mengukur metrik-metrik pada SCOR yang bersesuaian dengan tujuan bisnis tersebut. Metrikmetrik yang diberikan oleh SCOR dapat dilihat pada kolom data aktual pada Tabel 4.2.Untuk tujuan bisnis yang pertama, data yang tersedia adalah untuk metrik perfect order fulfillment (POF) danorder fulfillment cycle time(OFCT). Sementara untuk tujuan kedua, data yang tersedia adalah untuk metrik cost of goods sold(COGS) dancash-to-cash cycle time(CTCCT). Setelah mendapatkan data aktual dan mengkalkulasi berdasarkan keempat metrik tersebut, langkah selanjutnya menentukan posisi aktual dan menetapkan kinerja target untuk masing-masing metrik berdasarkan data benchmark.Data benchmarkdiperoleh dari asumsi perusahaan. Data benchmark ini digunakan untuk menentukan kinerja target, memberikan gambaran mengenai besarnya gap antara kinerja perusahaan dengan kinerja perusahaan yang menjadi acuan dalam data benchmark dan tren kinerja dari tahun ke tahun, serta membantu dalam mengarahkan pengembangan rantai pasok. Data benchmark terdiri dari 3 kategori, yaitu superior, advantage, danparity. Data pada kategorisuperior diperoleh dari rata-rata nilai dari 10% perusahaan-
62 perusahaan dengan nilai terbaik untuk-untuk masing metrik.Data pada kategori parity diperoleh dari rata-rata nilai perusahaan pada posisi median (rata-rata nilai tengah).Sedangkan data pada kategori advantage merupakan rata-rata nilai tengah antara kategori superior dan parity.Konsep ini diberikan oleh Supply Chain Council dalam Bolstorff (2003: 55). Apabila data aktual dari suatu metrik berada di posisi superior, artinya kinerja perusahaan berdasarkan metrik tersebut sudah dalam posisi terbaik, sehingga tidak perlu lagi dilakukan analisis level 2.Namun, bila data aktual berada diposisi advantage, parity, atau di bawah parity, maka harus dilakukan analisis lebih rinci pada level-level selanjutnya. Dalam menetapkan kinerja target untuk setiap metrik, SCC menjelaskan ketentuan penetapan tersebut dalam Bolstorff (2003: 68). Kinerja target pada kategori superior ditetapkan hanya untuk satu atribut kinerja yang menjadi fokus perusahaan atau metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang utama. Demikian juga dengan kinerja target pada kategori advantage hanya diberikan pada satu atribut kinerja yang menjadi fokus berikutnya. Data aktual dan benchmark dari industri sejenis yang terdiri dari tiga kategori untuk mengetahui posisi kinerja PT. Mahkotadewa Indonesia pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Metrik SCOR Model Level 1 Performance Atribute Supply Chain Reliability
Level 1 Data Aktual Superior Advantage Metrik (a) (b) (c) Perfect Order Fulfillment 91,05% 98% 94,5% (POF) Supply Chain Order Responsiveness Fulfillment 18 hari 10 hari 12 hari Cycle Time (OFCT) Supply Chain Upside Supply Flexibility Chain N/A N/A N/A Flexibility Supply Chain Cost of Goods 40,96% 25,7% 34,67% Cost Sold (COGS) Supply Chain Cash-to-cash Asset cycle time 45 hari 22 hari 32 hari Management (CTCCT). Keterangan : N/A = not available (tidak tersedia)
Parity (d) 86,75%
15 hari
N/A 50,99% 38 hari
Sumber :1. (a) Data Produksi Tahun 2013 PT. Mahkotadewa Indonesia 2. (b),(c),(d) PT. Mustika Ratu, PT. Sidomuncul, Serambi Botani (IPB)
63 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa untuk tujuan bisnis pertama yaitu memberikan tingkatan pelayanan yang terbaik, metrik POF data aktual perusahaan berada di antara parity dan advantage.Sedangkan metrik OFCT berada di bawah parity.Perusahaan harus menetapkan kinerja target untuk POF dan OFCT pada posisi superior karena keduanya sejalan dengan tujuan bisnis yang utama yaitu memberikan tingkat pelayanan yang terbaik. Metrik untuk tujuan bisnis kedua, meningkatkan keuntungan perusahaan, yaitu
COGS
pada
data
aktual
perusahaan
berada
diantara
parity
dan
advantage.Sedangkan CTCCT pada data aktual perusahaan berada dibawah parity.Data aktual COGS dan CTCCT tidak dapat diperoleh dalam satu angka yang pasti, karena data bersifat rahasia. Dalam mengolah data COGS dan CTCCT , data tersebut diperoleh dari wawancara bagian produksi perusahaan dengan memberikan asumsi pendekatan angka dengan data real.Dalam SCOR Model, tidak disarankan terdapat lebih dari satu tujuan bisnis dengan kinerja target pada posisi superior. Lingkup proyek pengembangan rantai pasok yang kompleks, menghendaki adanya pembatasan kinerja target pada posisi superior, agar usaha perbaikan yang dilakukan hanya pada satu tujuan bisnis. Oleh karena itu, kinerja target untuk COGS ditetapkan pada posisi advantage.Terakhir, kinerja target untuk CTCCT, yaitu pada posisi parity. Hal ini juga disebabkan aturan dalam SCOR yang tidak memungkinkan lebih dari satu target pada posisi advantage. Setelah menetapkan kinerja target, langkah selanjutnya adalah melakukan gap analysis yang bertujuan untuk menghitung besarnya perbedaan antara kondisi aktual dengan yang ditargetkan. Kemudian besarnya perbedaan tersebut akan diterjemahkan dalam besarnya peningkatan pendapatan apabila kinerja ditingkatkan sampai mencapai target Bolstorff (2003:78). Besarnya perbedaan berdasarkan gap analysis tersebut disajikan dalam tabel 4.3.Kolom opportunity diisi dengan besarnya peningkatan pendapatan bila kinerja untuk metrik-metrik tesebut ditingkatkan samapi pada posisi yang diatrgetkan. Untuk menghitung opportunity dari POFdiperlukan data nilai total pendapatan
(total
revenue) dan persentase laba kotor (gross profit) yang dihasilkan oleh produk the herbal sirsak, Bolstroff (2003: 78). Namun karena data keuangan bersifat rahasia, maka besarnya opportunity akan dihitung dengan menggunakan beberapa angka pendekatan. Pertama, laba kotor perusahaan diasumsikan berdasarkan data keuangan selama 9 bulan pada tahun 2013.Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per 30
64 September 2013, diketahui besarnya laba kotor sebesar 27%. Kedua, total pendapatan dihitung berdasarkan penjualan dari total produksi teh herbal sirsak selama 9 bulan pada tahun 2013.
Tabel 4.3 Gap Analysis antara Data Aktual dengan Kinerja Target Performance Atribute
Level 1 Metrik
Supply Chain Reliability Supply Chain Responsivene ss
POF (%)
Supply Chain Flexibility Supply Chain Cost
OFCT (hari)
Data Aktual
Superior
Advantage
Parity
Requirement Gap
91,05
98
94,5
86,75
6,95%
18
10
12
15
USCF
N/A
COGS (%)
40,96
25,7
34,67
50,99
45
22
32
38
Supply Chain Asset CTCCT Management (hari)
N/A
N/A
N/A
Opportunity
Rp 4.100.152 *) Meningkatk an 8 hari kehandalan pasokan/ pengiriman
N/A
N/A
Rp 6,29% 3.710.785 **) Mengurangi beban bunga 7 hari dan opportunity cost
Keterangan : N/A = not available *) Lihat Tabel 4.4 **) Lihat Tabel 4.5 Sumber :Hasil Pengolahan Data (2013)
Terdapat beberapa metode dalam SCOR Model yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya opportunity untuk POF. Salah satu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah the lost opportunity measure (LOM), Bolstorff (2003: 78). Dengan metode ini dapat diketahui besarnya kesempatan yang hilang untuk memperoleh pendapatan tertentu dengan kinerja POF dan COGS saat ini.Hal tersebut adalah bila perusahaan dapat memperbaiki kinerjanya, maka mengalami peningkatan pendapatan.Cara menghitung opportunity untuk metrik POF dan COGS dijelaskan dalam tabel4.4.
65 Tabel 4.4 Tabel Perhitungan Opportunity untuk POF dengan LOM Komponen Total pendapatan POF aktual POF target (superior) Total Pendapatan x ((100-POF aktual)/100) (a) Total Pendapatan x ((100-POF target)/100) (b) Selisih (a) dan (b) Laba kotor Laba kotor x selisih (opportunity) Sumber :Hasil Pengolahan Data (2013)
Hasil Perhitungan Rp 218.500.000 91,05 % 98 % Rp 19.555.750 Rp 4.370.000 Rp 15.185.750 27 % Rp 4.100.152
Besarnya opportunity untuk metrik OFCT dalam mencapai target sejalan dengan opportunity yang berasal dari POF. Apabila OFCT makin rendah, artinya waktu tunggu makin pendek, maka otomatis membuat nilai POF semakin tinggi dan berdampak pada peningkatan pendapatan Bolstorff (2003: 79). Opportunity untuk metrik COGS diperoleh dengan menghitung besarnya penurunan COGS bila target tercapai. Penurunan tersebut secara langsung menandakan peningkatan dalam laba kotor atau laba operasi seperti terlihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 Tabel Perhitungan Opportunity untuk COGS dengan LOM Komponen
Hasil Perhitungan
Total pendapatan COGS aktual COGS target (advantage) Total Pendapatan x COGS aktual (a) Total Pendapatan x COGS target (b) Selisih (a) dan (b) Laba kotor Laba kotor x selisih (opportunity) Sumber :Hasil Pengolahan Data (2013)
Rp 218.500.000 40,96 % 34,67 % Rp 89.497.600 Rp 75.753.950 Rp 13.743.650 27 % Rp 3.710.785
Terakhir, perhitungan besarnya opportunity dari CTCCT diperlukan data besarnya biaya bunga per hari, tetapi karena perusahaan tidak berkenan memberikannya, maka besarnya opportunity tidak dapat ditentukan.
66 4.2.2 Pemetaan Level 2 Pada pemetaan level 2 ini, setiap proses inti dalam SCOR akan ditampilkan lebih rinci dari proses-proses rantai pasok perusahaan. Ada tiga tipe proses SCOR, yaitu planning (perencanaan), excecution (pelaksanaan) dan enable (pengaturan antara perencanaan dan pelaksanaan). Tipe proses SCOR pada perusahaan dijelaskan sebagai berikut : 1.Planning (Perencanaan) Proses perencanaan pada perusahaan sudah cukup baik. Dimulai dari perencanaan rantai pasok secara keseluruhan, yaitu proses perencanaan pengadaan bahan baku dari pemasok, perencanaan kebutuhan bahan baku oleh PT. Mahkotadewa Indonesia, perencanaan persediaan teh herbal sirsak, persiapan peralatan, perencanaan produksi, perencanaan pengiriman kepada pelanggan, hingga perencanaan
pelayanan
menyeimbangkan
klaim
permintaan
dari
pelanggan.
Perusahaan
dan
penawaran
agregat
telah dalam
dapat bisnis
penyampaian/pengiriman teh herbal sirsak kepada pelangganya sehingga dapat mencapai target dalam mencapai tujuan bisnis yang telah ditetapkan. 2. Excecution (Pelaksanaan) Pelaksanaan proses-proses SCOR pada perusahaan cukup baik.Tetapi ada sedikit masalah dalam pelaksanaan pengadaan bahan baku dari pemasok. Masalah yang sering terjadi adalah keterlambatan kedatangan bahan baku. Pemasok terkadang tidak dapat memenuhi kebutuhan pengadaan bahan baku untuk perusahaan dikarenakan beberapa bahan baku seperti daun sirsak dan daun pegagan yang ditanam atau dibudidayakan oleh petani terbatas sehingga dalam memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan agak terganggu baik dalam waktu maupun jumlah.Sehingga bentuk penjadwalan yang telah dibuat tidak bisa diterapkan sesuai jadwal.Dampaknya, hal ini dapat mengganggu pemenuhan produk pada konsumen. 3. Enable Sistem informasi yang mendukung dalam proses perencanaan dan pelaksanaan sangat penting. Sistem informasi yang diterapkan di perusahaan adalah aplikasi berbasis web. Dari web tersebut dapat mempermudah para konsumen untuk mengetahui produk dari perusahaan. Pada pemetaan level 2 ini akan ditampilkan gambaran rinci dari proses – proses yang ada dalam rantai pasok perusahaan, mulai dari proses yang berkaitan dengan pemasok, aktivitas produksi dan distribusi sampai produk diterima oleh
67 konsumen. Gambar 4.5menampilkan aktivitas – aktivitas yang telah dilakukan untuk kelima proses plan, source, make, deliver dan return di perusahaan. Gambar 4.5Pemetaan Level 2 SCOR Model Rantai Pasok Produk Teh Herbal Sirsak
P2-Plan Source: 1.Perencanaan material handling 2. Vendor planning
P3-Plan Make : 1.Perencanaan SDM 2.Perencanaan proses 3.Material Production Schedule (MPS) 4.Perencanaan mesin/peralatan fasilitas
S2-Source Make- ToOrder Product 1.Pengadaan 2.Kontrak pelayanan 3. Pengiriman material
P4-Plan Deliver : 1.Perencanaan pengiriman 2.Perencanaan standar mutu
M2-Make-to-order 1.Pabrikasi 2.Pengepakan 3.Material placement
SR1-Return Defective Product 1.Claim/Complaint report 2.Pengecekan produk yang rusak 3.Pengembalian produk yang rusak Enable : 1.Membuat dan mengelola aturan main tiap proses Plan Source 2. Melakukan penilaian kinerja tiap proses 3. Mengelola data 4. Mengelola persediaan Rantai pasok/keuangan 5. Mengelola asset modal 6. Mengelola transportasi 7. Mengelola konfigurasi rantai pasok 8. Mengelola peraturan 9. Mengelola resiko proses pada rantai pasokan 10.Mengidentifikasi unsur proses
P5-Plan Return : Perencanaan pelayanan claim pelanggan
Customers
Suppliers
P1 – Plan Supply Chain : Mengidentifikasi, membuat prioritas, dan menghitung aggregate kebutuhan rantai pasok
D2-Deliver Made-toOrder Product 1.Persiapan dokumen 2.Pengiriman 3.Finished good report
DR1-Return Defective Product 1.Claim/Complaint report 2.Perbaikan produk yang rusak 3.Pengembalian produk yang rusak
Make
Deliver
Perjanjian pemasok
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
Return
68 Model SCOR menguraikan dari lima proses level 1 (plan, source, make, deliver, dan return) menjadi 12 tipe proses pelaksanaan (excecution) dan 5 tipe proses perencanaan (planning) Bolstorff (2003: 89). Berikut adalah penjelasan masing-masing untuk tipe proses planning dan excecution : 1. Plan Plan Supply Chain (P1) adalah proses mengambil data permintaan aktual dan membangun suatu rencana pasokan untuk rantai pasok, didefinisikan oleh ruang lingkup rencana metrik rantai pasok. Langkahlangkah dasar memerlukan : a.Unit peramalan yang biasa untuk pemasaran dan penjualan. b.Rencana pasokan yang menbatasi peramalan berdasarkan ketersediaan atau sumber daya, seperti persediaan, kapasitas produksi dan transportasi. c.Suatu langkah seimbang dimana pengecualian demand/supply diselesaikan dan diperbarui pada sistem. Plan Source (P2) adalah proses membandingkan persyaratan total material dengan batasan peramalan P1 yang dibuat dan membangun sebuah perencanaan sumber daya persyaratan material berdasarkan P3 untuk memuaskan landed cost dan tujuan persediaan menurut tipe komoditas. Perubahan bentuk menjadi suatu material ini melepaskan jadwal yang membiarkan pembeli mengetahui berapa banyak produk yang harus terbeli berdasarkan pesanan biasa, persediaan dan persyaratan ke depan. Hal ini dilakukan untuk item pada tagihan material dan dikelompokan berdasarkan pemasok atau tipe komoditas. Tipe proses planning ini berhubungan dengan memulai praktek perencanaan persyaratan material. Plan make (P3) adalah proses membandingkan pesanan produksi aktual sekaligus pesanan replenishment yang berasal dari P4 terhadap perkiraan terbatas P1 yang telah dihasilkan dan menghasilkan rencana sumber jadwal induk produksi untuk memenuhi pelayanan, biaya dan tujuan persediaan. Ini berarti bahwa keperluan material, P2 berdasarkan item dan jadwal induk produksi.Hal ini dilakukan untuk setiap lokasi pabrik dan bisa digabungkan menurut tipe daerah atau tipe geografi lainnya. Tipe proses planning ini sangat dekat dengan praktek-praktek penjadwalan induk produksi. Plan deliver (P4) adalah proses membandingkan pesanan aktual yang telah disepakati dengan P1 dan mengembangkan rencana sumber distribusi
69 untuk memenuhi pelayanan, biaya dan inventory goal. Rencana ini merupakan kebutuhan replenishment yang menginformasikan plant manager seberapa banyak produk yang direncanakan, P3 dan visibilitas dalam inventory yang telah dijanjikan. P4 dilakukan untuk tiap lokasi gudang dan dapat digabungkan ke tingkat regional atau tipe geografi lainnya. Tipe proses planning ini berhubungan dengan praktek dari perencanaan kebutuhan distribusi. Plan return (P5) adalah proses menggabungkan pengembalian yang telah direncanakan dan menghasilkan rencana sumber pengembalian untuk memenuhi pelayanan, biaya dan inventory goal. Rencana ini memiliki arti bahwa kebutuhan pengembalian yang menginformasikan tipe, volume, dan jadwal pengembalian yang telah direncanakan dan pengembalian yang tidak direncanakan tetapi telah diketahui kepada tim pabrikasi, tim perawatan dan tim logistik. P5 dilakukan untuk tiap gudang dan pengembalian perawatan dan dapat digabungkan pada tingkat regional atau tipe geografi lainnya.
2.
Source Tipe proses source level 2, terdiri dari source stocked product (S1), source make-to-order-product (S2) dan source engineer-to-order product (S3), mencirikan suatu perusahaan dalam membeli bahan baku dan barang jadi. Faktor utama dalam menentukan tipe proses source memicu kejadian dari plan, make, dandeliver dan keadaan barang di pemasok ketika pemesanan dilakukan. S1 dibuat untuk persediaan, berdasarkan persyaratan peramalan dari plan, make atau deliver dan pada pemasok telah bersedia item dalam persediaan barang jadi sebelum pesanan pembelian. S2 dibuat untuk pesanan, berdasarkan persyaratan pesanan pelanggan yang spesifik dari make atau deliver dan supplier harus mengubah bahan baku atau barang setengah jadi dalam merespon suatu pesanan pembelian. S3 untuk rekayasa pesanan, berdasarkan pesanan pelanggan dan desain yang spesifik dari make atau deliver. Pemasok yang memenuhi syarat harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum pesanan dilakukan, Jumlah pesanan pembelinya tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik dan sering hanya dilakukan sekali.
70 3.
Make Tipe
prosesmake level 2, yaitu make-to-stock (M1), make-to-order
(M2) dan engineered-to-order (M3), mencirikan suatu perusahaan dalam mengubah status bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan kemudian menjadi barang jadi. Faktor utama dalam menentukan tipe proses make memicu kejadian dari plan atau deliver dan keadaan material ketika pemesanan dilakukan. M1 dipicu oleh peramalan atau keperluan penambahan stok dari plan. Proses pengubahan dilakukan sebelum pesanan pelanggan. Jumlah pesanan yang dikerjakan tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu, tetapi berkaitan dengan skala ekonomis produksi. M2 dipicu oleh persyaratan pesanan pelanggan tertentu dari deliver, yaitu pengubahan bahan mentah atau barang setengah jadi dilakukan sebagai reaksi atas pesanan pelanggan. Jumlah pesanan yang dikerjakan sama dengan jumlah pesanan pelanggan. M3 dipicu oleh persyaratan pesanan pelanggan dan desain yang spesifik dari deliver. Spesifikasi teknik pabrikasi harus diselesaikan sebelum pengerjaan pesanan dilakukan, Jumlah pesanan yang dikerjakan tergantung pada jumlah pesanan pelanggan yang spesifik dan biasanya dilakukan satu kali. 4.
Deliver Tipe proses deliver level 2, yaitu deliver stocked product (D1), deliver make-to-order product (D2) dan deliver engineer-to-order (D3), mencirikan bagaimana suatu perusahaan memproses barang jadi dalam merespon pesanan pelanggan. D1 dipicu oleh peramalan dari plan yang menempatkan barang jadi dalam persediaan di atas basis yang dijanjikan ada sebelum pesanan pelanggan. Tingkat persediaan tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu.D2 biasanya dipicu oleh suatu persyaratan pesanan pelanggan tertentu pada barang jadi yang direncanakan untuk diubah, dikumpulkan atau dibentuk setelah penerimaan pesanan pelanggan.D3 biasanya dipicu oleh suatu persyaratan pesanan pelanggan tertentu dan desain atau spesifikasi manufaktur yang sudah lengkap sebelum penjualan pesanan dilakukan. Jumlah penjualan pesanan sama dengan jumlah pesanan pelanggan dan biasanya hanya sekali dilakukan.
71 5.
Returm Tipe proses return level 2, yaitu return defective product (R1), return maintenance repair and overhoul (MRO) product (R2) dan deliver return excess product (R3), mencirikan suatu perusahaan dalam mengembalikan barang jadi dalam merespon hak pengembalian pelanggan. Proses return seringkali terdapat pada gudang, tetapi dapat pula diterapkan pengiriman langsung pada pabrikan atau pemasok. Ada dua perspektif terbentuk dalam tipe proses return, yaitu return form customer (DRx) dan return to suppliers (SRx). Faktor utama dalam menetukan tipe proses memicu kejadian plan pelanggan dan keadaan barang ketika pesanan pelanggan dilakukan. R1 dipicu oleh warranty claim oleh pelanggan yang skalanya kecil dan product recall oleh sumber daya internal yang skalanya besar. Keduanya, pelanggan dan sumber daya internal, melaksanakan langkah proses dalam plan return. R2 dipicu oleh kejadian pemeliharaan yang direncanakan oleh plan return atau kejadian pemeliharaan yang tidak direncanakan oleh engineering, maintenance atau technical resources lain. R3 dipicu oleh pengembalian persediaan yang direncanakan berdasarkan perjanjian kontrak dengan pelanggan khusus atau pengembalian persediaan yang tidak direncanakan berdasarkan kategori data manajemen untuk ruang yang tidak dibutuhkan bagi retail atau distributor.
Dengan demikian, dari penjelasan tersebut yang merujuk pada Gambar 4.5 SCOR model level 2, PT Mahkotadewa Indonesia melakukan proses planning (P1P5), executing (S2, M2, D2, DR1, SR1) dan enabling. Dalam kasus PT. Mahkotadewa Indonesia yang bergerak dibidang memproduksi teh herbal sirsak, kategori proses yang sangat kritis untuk perusahaan adalah kategori S2. Kategori S2 yaitu source to order yang mana pengadaan bahan baku berdasarkan pesanan. Dalam pemetaan level 2 terdapat dua jenis pemetaan yang akan dilakukan yaitu pemetaan secara geografis (geographic map) dan pemetaan diagram (thread diagram). Kedua pemetaan digunakan untuk memperlihatkan aliran material dan informasi dari pemasok sampai konsumen.
72 Gambar 4.6Geographic Map untuk Produk Teh Herbal Sirsak (As-Is Process)
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
Dari Geograpic map diatas, terlihat aliran pengiriman dan pengembalian produk antara supplier, manufacturing, dan customer pada perusahaan. Selain untuk melihat proses rantai pasok berdasarkan lokasi dari setiap elemen, pemetaan geografis juga membantu untuk membuat pemetaan kedua dalam bentuk diagram (thread diagram).
73 Gambar 4.7Thread Diagram Pemetaan Level 2 untuk Produk Teh Herbal Sirsak (As-Is Process)
P1 P2
P3
P4
Local Suppliers
P2
S2
M2
P3
P5
P4
D2
SR1 S2
M2
Ket : Arti kode-kode lihat Lampiran
D2
DR1
Suppliers
PT. MDI
End Customer
: Aliran Informasi : Aliran Material
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
Pada pemetaan diagram diatas, dapat dilihat bahwa 5 proses inti SCOR sudah dikonfigurasikan dalam aliran data dan material rantai pasok teh herbal sirsak. Thread diagram memberikan gambaran lebih jelas mengenai aliran material dan informasi dari pemasok sampai konsumen. Berdasarkan pemetaan tersebut, aktivitas pengadaan material (source) yang dilakukan berdasarkan pesanan yang datang (source to order) dan proses produksi yang berjalan bila ada pesanan (make to order) memperlihatkan proses yang tidak terhubung dengan baik. Kedua aktivitas inilah yang menyebabkan OFCT menjadi sangat lama dan POF kurang optimal. Setelah melakukan pemetaan secara geografis dan diagram, tahap selanjutnya adalah menentukan pada proses mana yang menyebabkan POF (Perfect Order Fulfillment) dan OFCT (Order Fulfillment Cycle Time) dari perusahaanyang kurang baik.Metrik COGS dan CTCCT tidak perlu diukur karena dengan menganalisis
74 metrik POF dan OFCT maka secara langsung memberikan dampak perbaikan pada COGS dan CTCCT.Dalam perhitungan POF dan OFCT terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu ketepatan waktu (on time), ketepatan kuantitas (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung serta kondisi barang (perfect condition).Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi maka pesanan dari konsumen dapat dikatakan tidak dilayani dengan baik atau sempurna oleh perusahaan.Berdasarkan data produksi tahun 2013 diketahui penyebab ketidaksempurnaandalam pemenuhan pesanan disebabkan oleh pengiriman barang yang tidak tepat waktu (not in time). Untuk itu akan ditelusuri secara bertahap mulai dari hilir ke hulu yaitu mulai dari proses delivery, make, dan source yang menyebabkan pemenuhan pesanan tersebut tidak tepat waktu. Pada proses delivery, nilai POF mencapai 96% artinya tidak terdapat masalah dalam proses ini. Hal ini dikarenakan proses delivery melalui tiki/jne atau customer datang keoutlet Mahkotadewa Indonesia terdekat sehingga pesanan langsung dapat diterima. Nilai OFCT kurang lebih 2 hari sehingga semakin memperkuat bahwa tidak ada masalah dalam proses delivery. Pada proses make nilai POF sekitar 88%, angka ini diperoleh berdasarkan perkiraan atas berapa persen kebutuhan bagian produksi yang dapat dipenuhi oleh bagian pergudangan dalam hal material untuk proses produksi dengan menggunakan ketiga syarat tadi yaitu ketepatan waktu (on time), ketepatan kuantitas (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung serta kondisi barang (perfect condition). Nilai OFCT pada proses make adalah 20 hari. Terakhir adalah nilai POF untuk proses source yaitu sebesar 80%. Nilai ini diperoleh dengan menghitung jumlah pesanan dari perusahaan yang dapat dipenuhi oleh pemasok dengan baik berdasarkan ketiga syarat yang telah disebutkan yaitu ketepatan waktu (on time), ketepatan kuantitas (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung serta kondisi barang (perfect condition). Nilai OFCT pada proses source adalah 30 hari. Berdasarkan nilai POF dan OFCT untuk ketiga proses ini, terlihat bahwa proses source memiliki kinerja yang paling rendah. Oleh karena itu dapat dikatakan penyebab rendahnya kinerja rantai pasok secara keseluruhan disebabkan oleh rendahnya kinerja pada proses source. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan kinerja proses source menjadi rendah maka dilakukan penelitian pada level 3.
75 Tabel 4.6 Nilai POF dan OFCT untuk Deliver, Make dan Source Metrik
Deliver
Make
Source
Perfect Order Fulfillment (POF)
96 %
88%
80%
Order Fulfillment Cycle Time (OFCT)
2 hari
20 hari
30 hari
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
4.2.3 Pemetaan Level 3 Analisis pemetaan level 3 dilakukan untuk melihat lebih rinci proses source, karena memiliki kinerja paling rendah berdasarkan nilai POF dan OFCT pada analisis level 2. Pemetaan level 3 dilakukan atas semua aktivitas dalam proses sourcesehingga diperoleh Gambar 4.8
(As-Is-Process).
Gambar tersebut
memperlihatkan pengelolaan persediaan material (source) di perusahaan yang terdiri dari input (masukan), process elements (proses unsur), dan output (keluaran).
76 Gambar 4.8 Pemetaan Level 3 SCOR Model Rantai Pasok Produk Teh Herbal Sirsak (As-Is Processs) S2 Source Make-to-Order Product
Inputs
(P2.4) Perencanaan pengadaan material (M2.1) Kebutuhan material bulanan (ES.4) Data tingkat persediaan permintaan material
Process Elements
Material dikirim oleh pemasok Surat jalan pengiriman
Bukti penerimaan barang
S2.1
S2.2
S2.3
PO material dikirim
Penerimaan Material
Pengecekan Material
Bukti penerimaan material Hasil pengecekan material (ES1, ES2) salinan PO (ES.1, ES.2, ES.6) Dokumen pengecekan material danmenempatkan material (ES.4)
PO diterima oleh pemasok ES.9) Output (P2.2, Jadwal penerimaan material (M2.1)
Ket : Penjelasan kodekode (mis. S1.1, S1.2, dll) lihat di Lampiran
Payment Term (ES.9) Payment Request (ES.9)
S2.4
S2.5
Pemindahan Material ke Warehouse
Pembayaran material
Ketersediaan Material (P2.2, ES.4, M2.2, D2.8)
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
77 Hasil yang ingin dicapai dari analisis level 3 adalah mencari penyebab terjadinya masalah dalam proses source. Metode yang digunakan untuk menelusuri akar masalah dalam proses tersebut adalah metode fishbone analysis yang berbentuk diagram sebab akibat. Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian Produksi diperoleh diagram sebab akibat untuk proses source dalam Gambar 4.9. Masalah utama yang teridentifikasi adalah lemahnya perencanaan dalam pengelolaan material.Berdasarkan dari masalah utama, ditemukan 4 penyebab lemahnya pengelolaan material tersebut.Dari keempat penyebab ini, dilakukan penyelidikan lebih mendalam dan diperoleh 8 penyebab secara spesifik.
Gambar 4.9 Fishbone Analysis untuk Proses Source
Forecast yang kurang teliti Lemahnya kebijakan perusahaan Tidak ada forecast model
Kapasitas persediaan belum mencukupi
Kinerja pemasok kurang memadai
Perencanaan pasokan tidak terintegrasi Peran dan tanggung jawab perencanaan pasokan hanya di satu lokasi
Lemahnya koordinasi antar bagian Lemahnya
pengelolaan
Tidak ada aturan bagi pemasok atas ketersediaan persediaan Tidak ada pengecekan persediaan di warehouse
material Warehouse tidak memberi sinyal posisi stok
Manajemen persediaan kurang baik
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia
4.3 Pembahasan Pembahasan akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan dalam analisis. Dimana antara tahap satu ke tahap berikutnya saling berkaitan satu sama lain. Pembahasan dimulai dari analisis level 1 dan seterusnya.
78 a. Level 1 Aplikasi SCOR Model diawali dengan mengetahui unsur-unsur proses SCOR seperti plan, source, make, deliver, dan return pada PT. Mahkotadewa Indonesia. Setelah mengetahui unsur proses SCOR lalu mendefinisikan tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok fokus pada tujuan yang ingin dicapai.Tujuan bisnis dari perusahaan adalah memberikan tingkat layanan yang terbaik dan meningkatkan keuntungan perusahaan.Untuk mengetahui seberapa baik tujuan tersebut telah dicapai, dilakukan pengukuran terhadap empat metrik dalam SCOR yang bersesuaian dengan tujuan bisnis. Tabel 4.2 menunjukkan nilai aktual dari keempat metrik tersebut dan data benchmark yang diperoleh berdasarkan asumsi dari perusahaan. Data benchmark terdiri dari tiga kategori, yaitu superior, advantage, danparity dengan urutan dari terbaik sampai menengah. Kategori superior diperoleh dari rata-rata 10% perusahaan dengan angka teratas.Kategori parity merupakan median (nilai tengah) dari seluruh perusahaan yang menjadi sample.Sementara, angka pada kategori advantage merupakan titik tengah antara parity dan superior. Perfect order fulfillment (POF) merupakan metrik yang mengukur berapa persen jumlah pesanan dari total pesanan yang diterima dari customer yang terkirim sempurna secara kuantitas, waktu, dan kelengkapan kondisi serta dokumen pendukung. Nilai POF pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebanyak 91,05% dari total pesanan produk teh herbal sirsak telah dilayani dengan sempurna oleh perusahaan selama tahun 2013. Order fulfillment cycle time (OFCT) mengukur lamanya waktu antara pesanan diterima oleh perusahaan dari konsumen sampai pesanan diterima oleh konsumen dari perusahaan.Dan waktu yang dibutuhkan konsumen untuk memperoleh produk teh herbal sirsak dari perusahaan adalah 18 hari. Metrik biaya dalam SCOR Model, yaitu Cost of goods sold (COGS) digunakan untuk mengukur besarnya porsi biaya produk di dalam total pendapatan. Hal ini dapat memperlihatkan seberapa efisien perusahaan mengelola proses produksi sehingga biaya produksi dapat ditekan. Namun, data COGS ini tidak dapat diperoleh dan dianalisis lebih lanjut karena bersifat rahasia.Cash to cash cycle time (CTCCT) mengukur rentang waktu antara pembayaran account payable dari perusahaan ke pemasok sampai pembayaran account receivable dari konsumen ke perusahaan. Untuk metrik CTCCT, perusahaan mencatat waktu yang dibutuhkan adalah 45 hari. Untuk meningkatkan kinerja berdasarkan metrik-metrik itu, terlebih dahulu harus ditetapkan kategori mana yang menjadi kineja target (target performance)
79 untuk masing-masing metrik. Karena kompleksitas rantai pasok yang cukup tinggi dan penekanan pada strategi fokus, maka target superior hanya ditetapkan untuk metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang pertama, yaitu POF ditargetkan mencapai 98% dan OFCT mencapai 16 hari. Sementara, target untuk metrik pendukung dari sisi biaya, COGS ditargetkan pada posisi advantage yaitu sebesar 34,67% dan CTCCT ditargetkan pada parity menjadi sebesar 38 hari. Target-target yang telah ditetapkan akan digunakan untuk menghitung besarnya peningkatan pendapatan dengan berpedoman pada persentase laba kotor. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.4 dan 4.5 memperlihatkan besarnya opportunity atau kemungkinan besarnya peningkatan pendapatan bila kinerja untuk tiap metrik ditingkatkan sampai level yang ditargetkan. Pada metrik POF, besarnya peningkatan pendapatan yang bisa diperoleh bila tercapai target superior adalah Rp. 4.100.152 per tahun. Untuk metrik OFCT, perbaikan hingga mencapai target superior berdampak pada kehandalan dalam pengiriman dan pengelolaan persediaan. Pada metrik COGS, peningkatan laba kotor yang dapat dihasilkan adalah Rp. 3.710.785 per tahun. Terakhir, peningkatan yang dapat diperoleh untuk metrik CTCCT tidak dapat dihitung karena data bersifat rahasia. Namun, secara konsep semakin rendahnya CTCCT akan berdampak pada beban bunga yang harus dibayar. Jika CTCCT dapat dipercepat dari 45 hari menjadi 38 hari, artinya perputaran uang menjadi lebih cepat selama 7 hari. Interval waktu perputaran uang dimulai dari pembayaran account payable ke pemasok sampai pembayaran account receivable dari konsumen. Perputaran yang semakin cepat ini akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar bunga atas hutang perusahaan. Besarnya beban bunga yang harus ditanggung
sangat
tergantung
pada
lamanya
waktu
pembayaran.Dengan
meningkatnya kemampuan membayar bunga membuat beban bunga yang harus dibayar pun menurun.
Disamping dapat mengurangi beban bunga yang harus
dibayar, semakin cepatnya perputaran uang juga dapat mengurangi opportunity cost sehingga uang yang diperoleh dapat diinvestasikan di tempat atau bidang yang lain. Keputusan yang dapat diambil dari pembahasan level 1adalah kinerja rantai pasok perusahaan untuk memberikan layanan yang terbaik dan keuntungan bagi perusahaan masih tergolong kurang baik. Untuk itu perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut apa yang menyebabkan kinerja rantai pasok maish rendah. Penelusuran dilakukan pada level berikutnya yaitu di level 2.
80 b. Level 2 Berdasarkan hasil dari level 1, evaluasi kinerja rantai pasok dilanjutkan dengan melakukan pemetaan secara rinci atas semua aktivitas yang ada dalam pemenuhan kebutuhan konsumen.Pemetaan pertama pada Gambar 4.6 berupa pemetaan secara geografis (geographic map) memperlihatkan aliran material dan informasi secara geografis mulai dari pemasok sampai konsumen terakhir.Terlihat bahwa pemasok berinteraksi langsung dengan perusahaan dan semua konsumen akhir dilayani langsung oleh perusahaan. Dalam pemetaan ini juga diperlihatkan aktivitas make, source, deliver, dan return yang dilakukan oleh setiap elemen rantai pasok. Selain untuk melihat proses rantai pasok berdasarkan lokasi dari setiap elemen, pemetaan geografis juga membantu untuk membuat pemetaan kedua dalam bentuk diagram (thread diagram). Diagram dalam Gambar 4.7 memberikan gambaran lebih jelas mengenai aliran material dan informasi dari pemasok sampai konsumen dan melihat aktivitas yang tidak terhubung dengan baik. Berdasarkan pemetaan tersebut, aktivitas pengadaan material (source) yang dilakukan berdasarkan pesanan yang datang (source to order) dan proses produksi yang berjalan bila ada pesanan (make to order) memperlihatkan proses yang tidak terhubung dengan baik. Kedua aktivitas inilah yang menyebabkan OFCT menjadi sangat lama dan POF kurang optimal. Hasil tersebut diperkuat dengan data kuantitatif, yaitu dengan mengukur nilai POF dan OFCT pada masing-masing proses source, make, dan deliver. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bagian Produksi, nilai OFCT dan POF dapat dilihat pada Tabel 4.6. Proses source memiliki kinerja yang paling rendah karena memiliki nilai POF paling kecil yaitu 80% dan OFCT paling lama yaitu 30 hari. Hal ini merupakan bukti bahwa kinerja rantai pasok yang rendah (POF = 91,05% dan OFCT = 18 hari) untuk mendukung tujuan bisnis pertama disebabkan oleh kinerja source yang rendah.
c. Level 3 Analisis level 3 dilakukan berdasarkan hasil dari analisis level 1 yang memperlihatkan bahwa kinerja rantai pasok yang rendah disebabkan oleh kinerja pada proses source yang rendah pula. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan kinerja proses source menjadi rendah, maka pada level 3 ini dilakukan pemetaan atas
81 semua aktivitas dalam proses source yang terbagi atas tiga bagian, yaitu input, proses, dan output. Gambar 4.8 menampilkan semua aktivitas yang dilakukan dalam proses source mulai dari perencanaan produksi sampai pembayaran material yang dipesan dari pemasok. Dengan mengamati aktivitas-aktivitas yang cukup panjang tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dengan proses make to order seharusnya didukung dengan proses source to stock (menyimpan persediaan) untuk memperpendek waktu tunggu (OFCT) dan meningkatkan pelayanan (POF). Untuk itu dilakukan perubahan dari proses source to order pada Gambar 4.8 (As-Is Process) menjadi source to stock pada Gambar 4.10 (To-Be process). Kurang sesuainya penggunaan proses source to order jika dipasangkan dengan proses make to order diperkuat oleh sejumlah masalah yang tergambar dalam diagram sebab akibat atau fishbone analysis (Gambar 4.9). Pengelolaan material yang buruk disebabkan oleh 4 penyebab secara umum dan dirinci dalam 8 sebab secara spesifik. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Produksi PT. Mahkotadewa Indonesia dikatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan lemahnya pengelolaan material adalah manajemen persediaan kurang baik.Kurang baiknya manajemen persediaan disebut sebagai faktor utama karena faktor ini juga yang menyebabkan munculnya sebagian besar penyebab umum lainnya.Berdasarkan hubungan ini maka dapat dikatakan bahwa akar masalah dari lemahnya pengelolaan adalah karena manajemen persediaan kurang baik. Kurang baik atau rendahnya kinerja manajemen persediaan dipicu oleh beberapa hal, diantaranya adalah perencanaan persediaan yang buruk karena bagian pergudangan tidak memberikan sinyal mengenai posisi stok secara akurat.Selain itu perencanaan persediaan menjadi lemah juga disebabkan oleh adanya masalah dalam koordinasi antara bagian-bagian yang terkait dengan aktivitas pemesanan material. Oleh karena itu, di gudang seringkali terjadi penumpukan beberapa jenis material atau komponen sedangkan komponen lain sama sekali tidak tersedia (kosong). Kondisi ini membuat proses produksi terhambat dan akhirnya pengiriman pesanan kepada konsumen menjadi terlambat.
4.4 Implikasi Penelitian Setelah dilakukan pengukuran kinerja manajemen rantai pasok pada perusahaan, maka dapat dilihat berdasarkan hasil dari analisis level 1 yang
82 memperlihatkan bahwa kinerja rantai pasok yang rendah disebabkan oleh kinerja pada proses source yang rendah pula. Dengan mengamati aktivitas-aktivitas yang cukup panjang tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dengan proses make to order seharusnya didukung dengan proses source to stock (menyimpan persediaan) untuk memperpendek waktu tunggu (OFCT) dan meningkatkan pelayanan (POF). Penerapan perubahan pengelolaan material dari source to order menjadi source to stock terbagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Perubahan pengelolaan material diterapkan untuk semua material. Perubahan dilakukan agar waktu tunggu (OFCT) menjadi lebih pendek dan tingkat layanan dengan sempurna (POF) meningkat. b. Apabila perubahan tidak memungkinkan diterapkan pada semua material, maka perubahan pengelolaan material dapat diberlakukan hanya untuk material tertentu yang memiliki waktu tunggu paling lama. Sedangkan pengelolaan material yang lain masih tetap menggunakan proses source to order. Dengan melakukan perubahan dalam proses source, perusahaan juga harus merubah strategi untuk mendukung perubahan ini. Selain mengubah strategi, perusahaan juga harus memperhatikan biaya-biaya yang timbul akibat perubahan ini seperti meningkatnya biaya penyimpanan (holding cost), kerusakan dan lain sebagainya.Peningkatan biaya ini dapat dibandingkan dengan besarnya kenaikan pendapatan yang diperoleh dari gap analysis untuk menghitung biaya dari alternatif ini. Untuk melakukan perubahan proses source ini terdapat beberapa hal penting yang harus dipersiapkan oleh perusahaan, yaitu: •
Dana untuk investasi yang lebih besar karena meningkatnya persediaan.
•
Meningkatkan kapasitas gudang untuk menampung peningkatan persediaan.
•
Sistem manajemen persediaan yang baik untuk menjaga keseimbangan jumlah persediaan. Selain melakukan perubahan proses source dari source to order menjadi
source to stock, alternatif lain yang dapat dilakukan adalah menerapkan Vendor Managed Inventory (VMI). Vendor Managed Inventory adalah suatu strategi kolaborasi yang terjalin diantara pihak-pihak yang terkait dalam supply chain., dimana manufaktur mempunyai wewenang untuk memutuskan sebuah keputusan. Konsep dari VMI adalah pengalihan tugas pengelolaan persediaan (inventory) dari
83 perusahaan ke pemasok.Dengan menerapkan VMI diharapkan kebutuhan material terpenuhi dengan baik namun biaya persediaan dapat dikurangi.Vendor Managed Inventory secara konsisten memberikan keuntungan yang signifikan bagi pemasok dan perusahaan yaitu : 1. Untuk perusahaan, VMI menghasilkan peningkatan profitabilitas karena meningkatnya persediaan, mengurangi biaya administrasi, dan peningkatan penjualan (untuk distributor dan retailer). 2. Untuk pemasok, VMI menghasilkan peningkatan profitabiltas karena peningkatan penjualan, mengurangi biaya operasi, dan hubungan pelanggan yang baik. 3. Bagi kedua belah pihak, VMI juga menghasilkan: a. informasi yang lebih baik untuk perencanaan b. Hubungan kerja yang lebih efektif antara kedua belah pihak yang bekerja sama untuk menjual produk lebih banyak dan menjadi lebih baik melayani pelanggan.
Berikut ini pemetaan level 3 pada proses source yang lebih baik digunakan pada PT. Mahkotadewa Indonesia.
84 Gambar 4.10 Pemetaan Level 3 SCOR Model Rantai Pasok Produk Teh Herbal Sirsak (To-Be Process) S1 Source Make-to-Stock Product
Inputs
(P2.4) Perencanaan pengadaan material (M2.1) Kebutuhan material bulanan (ES.4) Data tingkat persediaan permintaan material
Process Elements
Material dikirim oleh pemasok Surat jalan pengiriman
Bukti penerimaan barang
S1.1
S1.2
S1.3
PO material dikirim
Penerimaan Material
Pengecekan Material
Dokumen pengecekan material danmenempatkan material (ES.4)
Hasil pengecekan material (ES1, ES2)
Bukti penerimaan material salinan PO (ES.1, ES.2, ES.6)
Output
PO diterima oleh pemasok (P2.2, ES.9) Jadwal penerimaan material (M2.1)
Payment Term (ES.9) Payment Request (ES.9)
S1.4
S1.5
Pemindahan Material ke Warehouse
Pembayaran material
Ketersediaan Material (P2.2, ES.4, M2.2, D2.8)
Sumber: Wawancara dengan bagian produksi PT. Mahkotadewa Indonesia