BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data ini terdapat 2 jenis data yang digunakan yaitu:
Uraian dari tahapan proses pengerjaan ruang Puri Ratna pada proyek tempat penulis melakukan observasi dan data perbandingan antara jadwal perencanaan dan pelaksanaan proyek per tahapan kerja beserta sub-sub kerjanya.
4.1.1
Proses Kerja. Pekerjaan Persiapan 1. Pembersihan lapangan dari segala hal yang dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan 2. Pengukuran untuk membuat tanda tetap sebagai ukuran ketinggian lantai dan bagian-bagian bangunan lainnya. 3. Penyediaan alat-alat ukuran sepanjang masa pelaksanaan berikut ahli ukur yang berpengalaman. 4. Koordinasi dengan pengelola bangunan dan penanggung jaawab M &E seta peralatan audio visual dan sound system. 5. Pengukuran dan pengecekan ulang pekerjaan yang akan dikerjakan.
Pekerjaan Bongkaran
1. Penyesuaian bagian eksisting interior yang akan dibongkar dengan layout interior baru sesuai gambar perencanaan. 2. Pembuatan shop drawing rencana bagian eksisting interior yang akan dibongkar untuk dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari konsultan perencana. 3. Relokasi elemen-elemen ruang berupa artwork/ornament yang melekat pada lantai, dinding/kolom maupun plafon. 4. Pengerjaan pembongkaran. Pekerjaan Lantai Karpet 1. Penyediaan bahan material, peralatan, dan tenaga kerja. 2. Penyerahan contoh-contoh karpet yang akan dipasang untuk mendapat persetujuan KP. 3. Pengukuran dimensi luas ruangan yang akan dipakai untuk pemasangan karpet. 4. M eneliti keadaan permukaan dasar lantai karpet (leveling mortal) sebelum pekerjaan dimulai dimana permukaan lantai harus dalam keadaan kering, rata, bersih dan bebas dari cacat. 5. Penyemprotan lem pada permukaan lantai dan pada karpet untuk memperkuat pemasangan karpet pada pertemuan antara lantai dengan dinding. 6. Penyediaan sisa karpet minimal 5% untuk cadangan penggantian terhadap setiap jenis dan warna dari bahan karpet yang lunak. 7. Pembersihan karpet. Pekerjaan Dinding yang terdiri dari: Partisi Gypsum
1. Persiapan bahan • Bahan rangka Dari besi hollow 40/40 (4x4x400 dan 2x4x400) produk dalam negeri yang disetujui KP/Perencana dengan ukuran tebal bahan minimum 1,8 mm dan nilai batas deformasi yang diizinkan 2 mm. Bahan yang diproses harus sesuai dengan toleransi, ukuran, ketebalan, kesikuan, kelengkungan dan pewarnaan yang disyaratkan serta terlebih dahulu dicat anti karat. • Bahan pelapis Dari bahan gypsum board (0.9x120x240) yang telah disetujui KP/Perencana dengan tebal bahan 12 mm sesuai yang ditunjukkan dalam detail gambar. Pemasangan pada bagian luar/dalam difinish. • Accesories Terdiri dari angker, sekrup, pelat, baut yang harus digalvanish terlebih dahulu. Bahn pelengkap lain harus sesuai dengan ukuran panel dan material rangka panel yang dipasang. • Bahan finishing Dari bahan vynil/wallpaper produk merek Runon yang disetujui perencana. Bahan yang digunakan harus disertai jaminan dan flamibility rated dari pabrik pembuatnya. 2. Persiapan alat Berupa alat pemotong rangka dan board, pembuat lubang atau block out 3. M arking area sesuai dengan layout. 4. Leveling (ukuran pelurusan).
5. Pemasangan rangka. Rangka tegak dipasang dengan jarak 40 cm dan arah horizontal dipasang berjarak 40 cm, rapi, tegak lurus dan presisi terhadap lantai, dinding, dan plafond disekelilingnya. 6. Penutupan gypsum. • Sebelum dipasang penutup partisi semua kotoran dan bekas bahan lain harus dibersihkan dan seluruh instalasi telah terpasang di posisi yang benar. • Pemasangan papan gypsum pada rangka menggunakan paku sekrup embedding khusus dan dipasang setiap jarak 15 cm. 7. Compound Digunakan untuk menutup sambungan gypsum 8. Ampelas 9. Finishing wallpaper (Non woven + Vynil wall). • Sebelum pemasangan wallpaper, dinding diplamir dan dicat halus agar permukaan rata/tidak bergelombang dan dalam kondisi yang bersih. • Pemotongan wallpaper dilakukan dengan cutter yang tajam sehingga hasil potongan rapi tidak melekuk dan juga harus memperhatikan motif wallpaper agar sambungan terlihat bagus dan serasi. • Sebelum pemasangan dinding diberi lem perekat begitu pula dengan wallpaper. • Setelah didiamkan sebentar wallpaper direkatkan atau dipasang di dinding dengan menggunakan kapi untuk meratakan lem atau menghilangkan rongga udara.
10.
Finishing cat (Cat emulsion). • Sebelum pengecatan terlebih dahulu bidang-bidang harus dibersihkan dari kotoran yang melekat serta dibuat rata dengan menggosok dengan menggunakan kertas gosok. • Setelah bersih bidang yang akan dicat dialkali secara merata dengan menggunakan roll. • Setelah lapisan alkali kering baru dilakukan aplikasi cat dasar dengan menggunakan kuas, rol dan lain-lain. • Setelah lapisan cat dasar kering dilakukan pengecatan finish sampai menjadikan permukaan dinding tertutup sempurna oleh warna cat.
Partisi Plywood (Panel kayu) Pada dasarnya pekerjaan partisi plywood ini sama dengan pengerjaan partisi gypsum (point 1-5), perbedaan terletak pada bahan pelapisnya yaitu triplek dan plywood dan di finishing dengan melamic. Pekerjaan ini juga meliputi pekerjaan kolom. Adapun langkah pemasangan lebih lanjut dapat dijabarkan sebagai berikut: 6. Pemasangan Triplek dan plywood • Sebelum dipasang penutup partisi semua kotoran dan bekas bahan lain harus dibersihkan dan seluruh instalasi telah terpasang di posisi yang benar. • Pemasangan triplek sesuai jarak yang ditentukan dalam gambar teknis (shop drawing).
• Penutupan dengan panel kayu dengan ketebalan yang diijinkan (12mm) menggunakan lem khusus serta bahan pembantu paku yang ditumpulkan ujungnya, kemudian ditutup dengan dempul. 7. Pemasangan List/Plin kayu List/Plin kayu terdiri dari 3 jenis yaitu list dado. list plint, dan list corniche yang masing-masing terletak di bagian atas dan bawah panel kayu serta atas wallpaper
yang
berhubungan
dengan
plafond.
Untuk
list
corniche
pemasangannya dilakukan setelah plafond selesai dikerjakan. Adapun langkah pengerjaan lis lainnya antara lain: • Pengukuran plin kayu yang akan digunakan yang disesuaikan dengan panjang dan lebar wallpaper dan panel kayu yang telah terpasang sebelumnya. • Pemasangan plin. • Finishing dengan polishing atau amplas untuk memperoleh permukaan yang halus. 8. Finishing Bahan penutup plywood yang sudah dinyatakan kerataannya baru dilapis cat atau melamic sesuai spesifikasi dan setelah disetujui M K-Pemberi tugasPerencana. Langkah finishing cat sama dengan finishing cat pada partisi gypsum sebelumnya. Pemasangan Kolom.
Dalam pekerjaan kolom ini dimensi kolom sendiri telah dilakukan bersamaan dengan marking dinding termasuk pekerjaan rangka hollownya. Adapun langkahlangkah pengerjaanya lainnya terdiri dari: 1. Pemasangan melaminto 2. Pemasangan lampu Pemasangan lampu itu sendiri dilakukan oleh M E namun terkadang CDI juga ikut membantu agar M E lebih mudah melakukan pasang lampu tersebut. Lampu ini selain sebagai penerang juga dipakai untuk menerangi ukiran sido mulyo yang telah terpasang di sisi luar pada acrylic. 3. Pembuatan pintu box lampu Pintu Box Lampu yang digunakan merupakan hasil produksi dari CDI sendiri dimana dimensi dan bahan yag digunakan disesuaikan dengan desain dalam Shop Drawing. Produk dari workshop CDI ini kemudian dikirim ke lapangan untuk dipasang oleh pekrja dengan metode pemasangan sekrup dalam sehingga tampak luar hanya terlihat seperti lembaran balok kayu biasa. 4. Pemasangan tutup kolom dengan plywood megasungkai Setelah semua instalasi listrik selesai pekerjaan dilanjutkan degan tutup kolom yang menggunkan ply wood megasungkai yang merupakan permintaan dari owner sendiri. Sama seperti pintu box lampu, plywood megasungkai ini pun diproduksi dalam workshop dengan ukuran sesuai Shop Drawing kolom dari owner. 5. Pemasangan acrylic ukiran sidomulyo.
M aket ukiran sidomulyo yang telah jadi kemudian dicetak ke acrylic sehingga pada permukaan acrylic tersebut terpampang pola ukiran yang dicetak. 6. Finishing cat atau melamic. Finishing ini dilakukan agar permukaan kayu pada kolom menjadi mengkilat dan terlihat lebih indah. M elamic digunakan untuk bagian-bagian sudut kayu yang kurang rapi.
Pekerjaan Pintu dan Aksesoris 1. Persiapan bahan Terdiri dari kusen pintu, daun pintu kayu, dan gambar layout 2. Persiapan alat 3. Pengukuran dimensi pintu yang akan dipasang 4. Penyesuaian detail kusen dan sambungan material dengan tipe pintu yang akan dipasang dimana kusen harus lurus dan siku. 5. Pemasangan kusen dengan penambahan angkur-angkur yang dilanjutkan dengan penyekrupan kusen ke panel kayu. 6. Pemasangan pintu ke kusen sesuai letak dan posisi yang telah ditentukan sebelumnya. 7. Pemasangan monkey hair sebagai penyekat tengah untuk mencegah cahaya masuk atau keluar ruangan. 8. Finishing melamic • Perataan permukaan yang akan difinishing dengan amplas menggunakan kertas gosok searah serat kayu.
• Pelapisan wood filler dengan kuas atau digosok dengan kayu bal secara merata agar pori-pori tidak kelihatan. • Setelah wood filler kering permukaan kembali di amplas dengan kertas gosok searah serat kayu. Kemudian disbanding sealer dengan disemprot • Selanjutnya permukaan kayu diberi lapisan wood stain dengan kuas, bal atau semprot dan dibiarkan sampai mengering dengan dianginkan. • Diamkan selama 1 hari kemudian semprot dengan clear doff PU supaya hasil bagus dan tidak bau. • Setelah finishing melamic selesai, pekerjaan dilanjutkan dengan finishing cat. 9. Pemasangan aksesoris. • Persiapan bahan Terdiri dari Flush bolt/grendel untuk daun pintu double, floor hinge, lock set, back plate dan handle. • M arking area sesuai gambar layout. • Pemasangan Sebagian besar dilakukan dengan pengelasan dan
pemakuan, dimana
aksesoris yang terpasang tepat pad siku dan membentuk sudut yang proporsional dengan kusen dan pintu yang telah terpasang sebelumnya. Pekerjaan Plafond 1. Persiapan bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah gypsum board ex. Jaya Board dengan tebal 9 mm berukuran 120x240 cm. Adapun untuk rangka penggantungnya dari bahan
galvanis dan alumunium yang terdiri atas: Spline, carrying channel, cross clip, adjustable hanger, bolt dll. 2. M arking area sesuai layout/shop drawing Termasuk didalamnya kegiatan leveling untuk mengukur ketinggian plafond dan uji kemiringan lantai dengan bantuan waterpass. 3. Pemasangan rangka • Buat rangka plafond sesuai dengan rencana ketinggian plafond dan gambar kerja shop drawing yang telah disetujui. Rangka harus memiliki presisi yang tinggi dengan sudut yang benar agar tidak mempersulit pemasangan tutup. • Pemasangan rangka, dimana posisi fitting pekerjaan M E sebelumnya telah terpasang dengan baik agar tidak saling menggangu. Rangka juga perlu memperhitungkan kebutuhan beban yang dipikul plafond dengan segala instalasi M E yang ada serta beban manusia saat melakukan maintenance. • Rangka plafond digantungkan pada plat beton menggunakan penggantung dari bahan galvanised suspension yang dapat atur ketinggian (standard original fabric). 4. Pemasangan gypsum board • Pembersihan rangka dari segala kotoran dan bekas bahan lain. Seluruh instalasi di atas plafond harus sudah selesai terpasang dan sudah diuji coba. • Lembaran gypsum dikaitkan pada rangka dengan sistem fitser yang sebelumnya pada letak fitser dibuat pahatan/lubang sedalam 5 mm dengan diameter 25 mm. Setelah pemasangan fitser ditutp kembali dengan kompon dan papertape/plester khusus.
• Dalam pemasangan pertemuan ini bahan penutup plafond harus saling tegak lurus dan siku terhadap pekerjaan lain di sekitarnya (lantai, dinding, dan plafond). • Pekerjaan compound untuk menutup sambungan gypsum. 5. Pemasangan lis profil. Lis profil merupakan penyambung antara plafond dengan partisi, dipasang dengan menggunakan lem khusus dan di lem sepanjang sisi yang menempel ke dinding dan plafond secara merata. Penyambungan dilakukan secara verstek agar tidak terlihat gap saat muai-susut bahan karena cuaca. Garis-garis profil harus bertemu dengan akurat dan bebas dempul agar sambungan tidak terlihat. 6. Finishing cat plafon. Proses ini baru dapat dimulai setelah pemasangan aksesoris plafond seperti lampu, AC, Springkler selesai dilakukan oleh M E. Dempul dapat digunakan untuk menutup sekrup, paku penguat atau komponen pengikat lainnya yang mungkin terlihat.
4.1.2
Jadwal Kerja Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna
No
I
Waktu
Delay
Rencana Realisasi
Time
Pekerjaan
Persiapan
30
25
1. Pembersihan lapangan
14
12
2. M arking area
7
5
3. Penyediaan alat
3
2
4.Koordinasi dengan M E dan
3
3
5. Remarking
3
3
Pekerjaan Bongkaran
90
106
16
1. Persiapan (alat, material dan tenaga
3
2
-
2. Penyesuaian dengan layout
3
5
2
3. Pembuatan shop drawing
18
22
4
4 M arking area
3
5
2
5 Relokasi elemen ruangan
3
4
1
6 Pengerjaan bongkaran
60
68
8
pengelola bangunan
II
kerja)
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan) Waktu No
III
Delay
Pekerjaan Time
Rencana
Realisasi
S creeding lantai
35
41
6
1 Persiapan (alat dan tenaga kerja)
1
1
-
2 Pengukuran (waterpass) termasuk
10
11
1
17
20
3
pasang tanda (kepala) 3 Plester
IV
4 Pengeringan
4
4
-
5 Pengacian (finishng)
3
5
2
Partisi Gypsum
14
26
12
1 Persiapan (alat, bahan, tenga kerja)
1
1
-
2 M arking area sesuai layout (temasuk 1
2
1
leveling)
V
3 Pasang rangka
4
7
3
4 Penutupan gypsum
7
14
7
5 Finishing compound dan ampelas
1
2
1
Pekerjaan Plafond
30
81
51
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja)
1
1
-
2 M arking area
3
4
1
3 Pasang rangka
7
25
18
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
No.
VI
Waktu
Delay
Rencana Realisasi
Time
Pekerjaan
4 Penutupan gypsum
11
39
28
5 Finishing cat plafon
8
12
4
Pekerjaan partisi panel kayu
9
16
7
1 Persiapan
1
2
1
2 M arking area
1
2
1
3 Pasang rangka
2
4
2
4 Pasang triplek dan plywood
2
3
1
VII
5 Pasang openingan kusen
1
3
2
6 Finishing cat/melamic
2
2
-
Pekerjaan kolom
30
56
26
1 Persiapan
3
3
-
2 M arking area
1
1
-
3 Pasang rangka hollow
2
2
-
4 Pasang melaminto
1
1
-
5 Pasang lampu
1
1
-
6 Pembuatan pintu box lampu
14
25
11
7 Pasang tutup kolom dengan
1
7
6
plywood mega sugkai Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
No.
VIII
IX
Waktu
Delay
Rencana Realisasi
Time
Pekerjaan
8 Pasang acrylic ukiran sido mulyo
5
14
9
9 Finishing cat/melamic
2
2
-
Pekerjaan wallpaper
20
41
21
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja)
1
3
2
2 Labelling (plamir dan cat halus)
3
3
-
3 Pemotongan wallpaper
3
7
4
4 Lem dinding dan wallpaper
7
12
5
5 Pemasangan wallpaper ke dinding
5
14
9
Pekerjaan list kayu
14
27
13
X
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja)
3
7
4
2 M arking area (termasuk leveling)
1
2
1
3 Pengukuran list yang akan dipakai
1
2
1
4 Pemasangan
7
13
6
5 Finishing amplas dan melamic
2
3
1
Pekerjaan plint kayu
7
15
8
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja)
1
2
1
2 M arking area (termasuk leveling)
1
3
2
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
No.
Waktu
Delay
Rencana Realisasi
Time
Pekerjaan
3 Produksi list yang akan dipakai
2
5
3
4 Pemasangan
2
3
1
5 Finishing dengan amplas dan
1
2
1
Pekerjaan kusen dan pintu kayu
14
40
26
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja)
1
1
-
2 M arking area (ternasuk leveling)
1
2
1
3 Produksi kusen dan pintu
7
21
14
4 Pemasangan kusen
1
2
1
5 Pemasangan pintu ke kusen
1
7
6
6 Pemasangan monkey hair
1
2
1
melamic XI
XII
7 Finishing melamic
1
2
1
8 Pemasangan aksesoris
1
3
2
Pekerjaan lantai karpet
7
10
3
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja)
1
1
-
2 M arking area
1
1
-
3 Penyerahan contoh karpet
1
3
2
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan) Waktu No.
Delay
Pekerjaan Rencana 4 M eneliti keadaan permukaan dasar 1
Realisasi
Time
2
1
lantai 5 Penyemprotan lem pada lantai
1
3
2
6 Pemasangan karpet
2
4
2
30
52
22
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja)
3
3
-
2 M arking area
3
5
2
3 Pasang rangka
7
15
8
4 Penutupan gypsum
5
11
6
5 Compound
2
3
1
6 Pasang acrylic
3
7
4
7 Finishing cat
7
8
1
XIII Pekerjaan dome
4.2
Pengolahan dan Analisis Data Pada tahap ini data jadwal proyek yang telah diperoleh sebelumnya diolah melalui
diagram pareto untuk mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan mana yang menjadi mayoritas penyebab keterlambatan proyek. Pekerjaan-pekerjaan tersebut kemudian dicari kendala-kendalanya untuk kemudian diselidiki akar permasalahannya. Dari akar penyebab masalah ini kemudian dilakukan analisa yang dapat menjadi tolak ukur dalam pemecahan masalah.
4..2.1 Identifikasi Major Cause S eluruh Tahap Kerja Puri Ratna Tabel 4.2 Perhitungan Overtime Tahap Kerja Puri Ratna Job
Plan
Real
Overtime
Cum. Percentage of overtime
Plafond
30
81
51
24,17
Kolom
30
56
26
36,49
& 14
40
26
48,81
30
52
22
59,24
Pintu Kusen Dome
Wallpaper
20
41
21
69,19
Bongkaran
90
106
16
76,77
List Kayu
14
27
13
82,93
Tabel 4.2 Perhitungan Overtime Tahap Kerja Puri Ratna (Lanjutan) Job
Plan
Real
Overtime
Cum. Percentage of overtime
Gypsum
14
26
12
88,62
Plint kayu
7
15
8
92,41
Panel
9
16
7
95,73
Screeding
35
41
6
98,57
Karpet
7
10
3
100
Total
211
Histogram Seluruh Aktivit as Renovasi Puri Rat na 60
50
40
30
20
10
0
Overtime
Plafond
Kolom
Pintu & Kusen
Dome
51
26
26
22
P. Bongkaran List Kayu Wallpaper 21
16
13
Gypsum
Plint kayu
Panel
12
8
7
Screeding P.Karpet 6
3
Diagram 4.1 Histogram M ajor Cause Tahap kerja Puri Ratna
Analisa Diagram 4.1: Dari hasil pareto diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan plafond merupakan major cause terjadinya keterlambatan jadwal penyelesaian proyek, dengan total kemunduran waktu sebesar 51hari. Urutan kedua ditempati oleh pekerjaan kolom dan pekerjaan kusen dan pintu yang sama-sama menyebabkan keterlambatan sebesar 26 hari. Untuk pekerjaan dome dan seterusnya grafik terlihat tersebar merata. Berdasarkan fungsinya sebagai diagram pareto, penulis memperkecil pembahasan hanya pada 2 jenis pekerjaan yaitu pekerjaan plafond dan pekerjaan kolom. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa penyebab terjadinya kemunduran terbesar pada pekerjaan plafond dikarenakan faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah keberadaan kontraktor lain yaitu M E yang
pekerjaannya dilakukan sebelum pekerjaan plafond dapat dimulai. Pada pekerjaan tersebut terjadi masalah berupa kebocoran plumbing yang mengakibatkan pihak CDI harus melakukan rework atas pekerjaan plafondnya. Pekerjaan yang awalnya telah selesai dilakukan kini harus dibongkar lagi agar pihak M E tersebut dapat melakukan perbaikan. Selain masalah tersebut, dari sisi internal pun terdapat masalah dalam penyelesaian pekerjaan plafond ini, antara lain material, metoda kerja, dan skill pekerja yang tidak kompeten (Penjelasan lebih detail akan diberikan pada analisa 5 why). Dengan banyaknya kendala yang dihadapi tersebut wajarlah jika pekerjaan plafond menyumbangkan nilai keterlambatan terbesar dalam proyek renovasi ruang puri ratna - sahid hotel ini. Pekerjaan berikutnya yang juga berdampak besar pada proyek adalah pekerjaan kolom dimana keterlambatan disebabkan kendala-kendala seperti: Keterlambatan material, kesalahan dalam pengukuran, dan adanya perubahan desain dari owner. M aterial yang dipakai dalam pekerjaan kolom ini diproduksi sendiri oleh CDI selaku kontraktor desain interior proyek hotel sahid ini. M aterial seperti pintu box lampu, panel, lis panel, furniture, ornamen, dan ukiran acrylic diproduksi dalam workshop yang memiliki sistem produksi semi-otomatis. Dalam pelaksanaannya workshop ini masih memiliki banyak kekurangan dan masalah dalam produksinya. Salah satu masalah tersebut yakni penyediaan pintu box lampu berpengaruh terhadap kelangsungan pelaksanaan pekerjaan kolom dimana permintaan terhadap pintu box lampu ini seringkali tak dapat dipenuhi sesuai perjanjian, sehingga pihak pelaksana lapangan tidak dapat segera menyelesaikan pekerjaannya karena harus menunggu kiriman barang datang. M asalah lain dalam pengerjaan kolom adalah seringnya terjadi perubahan desain ukiran sido mulyo pada acrylic yang dipasang di kolom. Kolom yang semula akan segera
masuk tahap finishing harus ditunda karena acrylic yang ada di lapangan akan diganti dengan yang memiliki desain baru, waktu tunggu untuk menghasilkan ukiran baru ini juga tidaklah singkat karena perlu persetujuan kesana-kemari yang harus melalui jalur dan tahap yang cukup rumit. Kendala-kendala semacam inilah yang menyebabkan pekerjaan kolom menjadi urutan ke-2 terbesar penyebab kemunduran jadwal penyelesaian proyek. Pekerjaan lain tentunya juga memiliki kendala sendiri namun dampak yang diakibatkan tidak terlalu menyebabkan kemunduran jadwal sebesar yang diberikan oleh pekerjaan plafond dan kolom.
4.2.2 Pengolahan dan Analisis Data Major Cause I (Pekerjaan Plafond). Dari hasil diagram pareto 4.1 diketahui bahwa pekerjaaan plafond merupakan major cause 1 dari seluruh tahap kerja dalam ruang Puri Ratna, pekerjaan plafond ini terdiri dari beberapa sub-kerja. M elalui diagram pareto akan diketahui sub-sub kerja mana saja yang berpotensi menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaaan proyek. Dari sub kerja ini kemudian didata kendala-kendala yang terjadi untuk kemudian dianalisa melalui bantuan metode 5 Why’s. Tabel 4.3 Perhitungan Waktu Overtime Sub Kerja Plafond Job
Overtime
Cum. percentage
Gypsum
28
54,90
Rangka
18
90,2
Finishing
4
98,04
M arking
1
100
Persiapan
0
Total
51
100
Diagram 4.2 Diagram Pareto M ajor Cause Sub Kerja Plafond
Analisa Pareto Pekerjaan Plafond: Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa pada pekerjaan plafond sub kerja yang menyebabkan pekerjaan banyak mengalami kemunduran adalah subkerja gypsum dan
rangka. Terjadi demikian karena kedua pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan inti yang tahap pengerjaannya memerlukan ketelitian dan pengawasan penuh dari supervisornya. Kesalahan yang terjadi harus sesegera mungkin diperbaiki agar tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan selanjutnya. Untuk gypsum, dalam pelaksanaannya seringkali terjadi masalah pada jumlah material di lapangan, dan finishing penutupan gypsumnya, belum lagi kemungkinan dilakukannya pembongkaran gypsum akibat kebocoran plumbing seperti yang telah disinggung pada analisa sebelumnya. Kerja pasang rangka juga tak lepas dari kemungkinan terjadinya error dimana berdasarkan temuan-temuan masalah yang ada, error tersebut seringkali disebabkan oleh ulah pekerja yang tidak teliti dalam bekerja. Error ini juga seringkali terlambat dideteksi sehingga saat pekerjaan hampir selesai, baru diketahui adanya ketidak sesuaian, dengan demikian pekerjaan terpaksa harus dirombak dan dikerjakan dari awal lagi. Untuk pekerjaan finishing sama dengan pekerjaan rangka, kendala utama juga terletak pada skill pekerjanya dimana pekerjaan-pekerjaan kecil seringkali dianggap sepele apalagi jika menyangkut pekerjaan finishing yang di mata para pekerja juga supervisornya tidak terlalu membutuhkan perhatian extra dalam pelaksanaannya. Padahal pekerjaan sepele tersebut dapat berdampak besar pada keseluruhan pekerjaan. Contoh: Penutupan fitser dengan lis/dempul. Dari gambar juga dapat dilihat bahwa pekerjaan persiapan meruapakan satusatunya pekerjaan yang tidak mengalami keterlambatan. Hal ini wajar jika terjadi karena pekerjaan persiapan hanya melibatkan pengecekan dan pengadaan alat, bahan dan tenaga kerja. Untuk pekerjaan plafond alat yang diperlukan bersifat general tools, mudah didapat dan juga dipakai pada pekerjaan lain sehingga jika mengalami kekurangan dapat
diminta pada bagian lain. Untuk bahan walaupun material seringkali terlambat datang tapi besarnya kemunduran waktu tidak dimasukkan dalam tahap persiapan ini karena persiapan diasumsikan dimulai pada starting point hari ke-1 dimana bahan pasti telah tersedia berapapun banyaknya.
4.2.2.1 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Gypsum pada Plafond. Kendala Pengerjaan Gypsum 1)
Pembongkaran Gypsum
Diagram 4.3 Root Cause Analysis kendala Gypsum 1.
Analisa Root Cause Analysis kendala gypsum (1) pada pekerjaan plafond : Pada dasarnya pekerjaan gypsum merupakan pekerjaan yang tidak terlalu sulit, kesulitan terbesar hanya pada saat pemotongan gypsum mengikuti pola rangka dan penempelannya agar presisi dengan dimensi rangka, namun jika dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti pasang rangka dan marking secara keseluruhan pasang gypsum merupakan pekerjaan yang sederhana dan mudah. Namun pada kenyataannya dalam proyek renovasi desain interior hotel sahid ini, pekerjaan gypsum plafond justru secara tak langsung menyumbangkan jumlah keterlambatan paling besar. Berdasarkan diagram 5 Why yang tersaji diatas salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah
adanya
pembongkaran gypsum akibat terjadinya kebocoran pada plumbing yang berdampak gypsum menjadi menguning. Gypsum yang telah menguning tentu mengurangi nilai estetika ruangan dan harus diganti dengan yang baru. Untuk sekedar mengganti gypsum dengan yang baru bukanlah hal yang sulit tapi kendala sekarang terletak pada pihak M E yang menjadi penyebab dari terjadinya kebocoran ini. M enurut hasil pengamatan dan wawancara dengan pekerja di lapangan penyebab terjadinya kebocoran ini mungkin disebab kan karena M E tidak bekerja dengan baik, dimana dalam pemasangan plumbingnya M E tidak dilakukan pengawasan terhadap metoda kerja dan bahan yang dipakai. Sehingga cacat yang berpotensi menimbulkan kerusakan plumbing di masa datang tidak terdeteksi. Oleh sebab itulah kebocoran baru terjadi saat gypsum telah terpasang.
M asalah tersebut sebenarnya juga bukan murni kesalahan M E seorang, CDI pun turut bersalah dalam hal ini. Dikatakan demikian karena sejatinya dalam proyek perlu
adanya komunikasi yang intens antar kontraktor dan pelaksana lapangan lain. Komunikasi ini bertujuan agar masing-masing pihak mengetahui progress kerja masingmasing, kendala apa saja yang dialami oleh masing- masing kubu dan apa ada pengaruh dengan pekerjaannya sendiri. Hal semacam ini sangat berguna bagi kubu-kubu tersebut untuk mengawasi kualitas proses kerja dan hasilnya. Namun demikian kondisi ideal ini sepertinya tidak begitu diindahkan oleh pelaksana proyek renovasi hotel sahid. Dari pengamatan yang dilakukan, penulis tidak melihat adanya kerja sama yang baik antar pelaksana proyek, dalam bekerja mereka lebih fokus pada kepentingan masing-masing, adapun komunikasi yang dilakukan hanya terjadi saat masalah muncul, hal ini mungkin juga disebabkan oleh tuntutan waktu dari owner untuk segera menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang lebih cepat dari kontrak perjanjian dalam tender. Keputusan ini menyebabkan tiap kontraktor menjadi tertekan dalam bekerja, yang pada akhirnya menyebabkan hasil kerja tidak optimal dan tidak secara utuh mengikuti prosedur kerja karena diburu waktu, selain itu dari segi psikologis egosentrisme masing-masing kontraktor semakin meningkat yang menyebabkan suasana kerja menjadi tidak nyaman, setiap kesalahan kecil dibesar-besarkan, semua pihak merasa dirinya yang paling benar, yang berujung pada terhambatnya komunikasi antar pihak.
Sebenarnya masalah ini bisa diatasi jika ada pihak yang bertugas mengontrol dan menggerakkan kerja tim dalam proyek. M elalui keberadaan MK, masalah dapat segera diatasi karena M K yang baik akan mengetahui karakteristik masing-masing tim, dapat memandang permasalahan secara objektif, dapat menjadi penengah yang baik dengan menjadi kubu netral yang tidak memihak pada satu sisi. Dengan demikian jalan keluar
akan lebih mudah didapat. Namun untuk kesekian kalinya sangat disayangkan bahwa tugas yang dilimpahkan pada M K ini ternyata tidak diemban dengan baik. Dalam prakteknya MK jarang sekali hadir di lapangan, bahkan pada saat rapat koordinator pun seringkali M K tersebut diwakilkan oleh asisten atau orang kepercayaannya yang tentu tidak akan memberikan hasil rapat yang efektif karena walaupun perwakilan tersebut memiliki latar belakang pengetahuan proyek ia tetap orang luar yang tidak tahu menahu tentang detail kejadian sebenarnya dalam proyek, usulan dan suggest yang diberikan kemungkinan besar tidak relevan dengan kondis i proyek dan keinginan para pelaksana. Jika M K saja tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan baik, wajar jika banyak terjadi masalah intern dalam proyek, karena tak ada sosok pemimpin yang dapat dijadikan pedoman dalam pemecahan masalah.
2)
Penundaan Tutup Gypsum
Diagram 4.4 Root Cause Analysis Kendala Gypsum 2
Analisa Root Cause Analysis kendala gypsum (2) pada pekerjaan plafond : Kebocoran pada plumbing yang terjadi akibat kesalahan M E berimbas pada penundaan penutupan gypsum dimana dalam pelaksanaannya plumbing juga tidak dapat langsung diperbaiki saat
kebocoran terjadi. Hal ini dikarenakan pihak M E harus menunggu
perintah dari owner untuk melakukan perbaikan yang dikeluarkan dalam bentuk surat instruksi (SI). Lama tidaknya SI dikeluarkan bergantung pada 2 faktor yaitu:
a)
Keputusan owner Owner selaku penyelenggara proyek memiliki wewenang penuh terhadap
jalannya proyek, setiap masalah dan cacat yang terjadi wajib dilaporkan pada owner
untuk diambil keputusan langkah selanjutnya. Dalam hal ini owner akan berkonsultasi dengan konsultan yang telah dipilih sendiri untuk mencari jalan pemecahan masalah terbaik, karena pada dasarnya owner hanya sebagai user yang memiliki modal untuk pelaksanaan proyek namun dasar tentang bagaimana proyek itu sendiri tidak terlalu diketahui. SI yang dikeluarkanpun memiliki unsur suara dari konsultan namun keputusan final tetap berada di tangan owner selaku penyandang dana proyek, jika saat itu dana yang ada di owner tidak mencukupi untuk pembiayaan perbaikan maka SI tidak akan dikeluarkan dan perbaikan kebocoran pun harus ditunda sampai SI keluar. Namun jika konsultan yang dipilih benar-benar kompeten di bidangnya kendala di atas dapat diminimalisir karena konsultan dapat memberi masukan dan alternatif penanganan terhadap masalah keuangan ini misalnya dengan melakukan perhitungan terhadap cost benefit analysis, cost of quality, bahkan analisa kurva s. b)
Lamanya informasi sampai ke owner. Setiap kejadian dalam proyek dilaporkan kepada owner melalui serangkaian jalur
informasi yang melibatkan pelaksana-pelaksana dalam proyek. Dalam hal ini yang berperan sebagai perantara langsung antara owner dengan orang proyek adalah M K. Pada proyek renovasi hotel sahid ini informasi yang diperoleh dari lapangan perlu waktu yang lama untuk sampai ke tangan owner, salah satu penyebabnya telah disinggung sebelumnya, yaitu kinerja M K. Kehadiran M K yang sangat minim ke tempat proyek berpengaruh besar terhadap keakuratan penyampaian informasi. Dikatakan demikian karena M K tidak mengetahui secara persis kondisi nyata di lapangan sehingga setiap kendala yang terjadi tidak dapat dilaporkan dengan tepat sasaran kepada owner. Imbasnya MK perlu melakukan observasi ulang ke lapangan untuk mengetahui detail
kejadian, dan dapat diduga waktu penyampaian informasipun akan semakin bertambah lama. M inimnya kehadiran M K ini mungkin disebabkan karena M K memegang proyek di tempat lain namun jika dilihat dari segi profesionalisme kerja hal tersebut tak dapat dijadikan alasan, karena sudah menjadi keputusannya sendiri memegang lebih dari 1 proyek dan selalu ada resiko terhadap keputusan tersebut.
Kendala lain dari penundaan penutupan gypsum ini adalah seringnya terjadi kekurangan material yang di sebabkan oleh 2 hal yaitu:
a)
Keterlambatan pengiriman material Keterlambatan ini terjadi karena dalam pemesanannya CDI tidak memiliki
metode perhitungan khusus seperti EOQ, JIT, Kanban, dll. Perhitungan kebutuhan dilakukan secara manual dimana setiap bagian ruangan yang akan di tutup gypsum dihitung luas totalnya lalu dibagi dengan dimensi luas per item gypsum baru di dapat jumlah gypsum yang dibutuhkan. Proses perhitungan memiliki resiko terjadinya kesalahan dalam pengukuran sehingga jumlah kebutuhan sebenarnya tidak diperoleh dengan tepat. Lamanya waktu dari kegiatan perhitungan manual ini semakin diperlama dengan kenyataan bahwa laporan permintaan yang diperoleh saat itu tidak dapat langsung diberikan pada orang kantor CDI karena perlu menunggu pesanan dari ruangan lain yang membutuhkan barang yang sama. Langkah ini dilakukan dengan tujuan memperoleh potongan harga karena memesan dalam jumlah besar.
Proses ini pun tidak berhenti
sampai disini, setelah laporan permintaan sampai ke kantor CDI, dilakukan lagi proses crosscheck ke lapangan dengan tujuan menghindari terjadinya perbedaan perhitungan
karena dimensi dalam shop drawing seringkali tidak persis sama dengan dimensi di lapangan. Untuk pekerjaan plafond, ketidaksamaan dimensi ini dikarenakan beberapa detail di shop drawing dalam bentuk aslinya tidak bisa 100% sama jka dibentuk dalam gypsum. Contoh: Sudut lekukan pada ceiling bertingkat. Pemesanan yang awalnya dijadwalkan sampai pada tgl xx akibat rangkaian kendala di atas menjadi mundur beberapa hari bahkan minggu dari rencana awal. Keterlambatan pengiriman juga dikarenakan CDI tidak memiliki model estimasi tentang kepastian frekuensi pengiriman dan kapan pemesanan sebaiknya dilakukan sehingga kebutuhan mendadak terhadap material tidak bisa diantisipasi. Kebutuhan mendadak ini dipengaruhi oleh sifat proyek yang serba tidak pasti terutama waktu pengerjaannya, sehingga pemesanan yang telah dilakukan pada tanggal x bisa saja dibatalkan karena pekerjaan yang semula akan dilakukan pada tanggal x tersebut harus ditunda untuk waktu yang tak dapat diprediksi karena terhalang pekerjaan lain. Begitu pula sebaliknya material yang dijadwalkan sampai pada t gl xx ternyata dalam pengerjaan di lapangannya dibutuhkan beberapa hari lebih awal karena pekerjaan selesai lebih awal. Tanpa adanya metoda perhitungan inventory yang pasti CDI akan kesulitan dalam melakukan penjadwalan permintaan yang pada akhirnya berakibat pada keterlambatan pengiriman dimana-mana.
b)
Jumlah pengiriman tidak sama dengan permintaan M asalah ini terkait dengan penetapan kebijakan pihak CDI yang menghindari
sistem stock. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Dalam suatu proyek, besar sekali kemungkinan terjadinya perubahan start waktu pengerjaan yang secara tak langsung
mempengaruhi waktu kebutuhan material yang dipakai. Pihak CDI sendiri sudah sangat jelas dengan keadaan ini, oleh karena itu setiap permintaan material yang datang dari lapangan tidak akan selalu dikirim sesuai dengan jumlah yang tertera dalam surat permintaan tersebut, karena belum tentu semua material tersebut habis dipakai dalam sekali permintaan tersebut. Daripada material dibiarkan menganggur dan rusak, lebih baik material dikirim secara bertahap. Namun pemikiran tersebut tidak didukung dengan penerapan metode penjadwalan permintaan barang yang tepat sehingga pada akhirnya terjadi kekurangan material karena sisa material yang belum dikirim tak tersedia tepat pada saat pengerjaan yang membutuhkan material tersebut akan dilanjutkan. Langkah tersebut dilakukan oleh CDI juga terkait dengan tujuan mereka untuk sedapat mungkin mengurangi biaya simpan sekaligus untuk menjaga kualitas barang terutama dengan keadaan proyek yang tidak rapi dan berpotensi menyebabkan barang rusak terlebih untuk gypsum yang bahannya rapuh dan mudah rusak. Tapi ironisnya terkadang kebijakan ini justru sering merugikan pihak CDI karena dengan penjadwalan pemesanan yang tidak teratur dan tidak sistematis serta didukung oleh ketidakpastian jadwal kerja dalam proyek seringkali material yang dipesan tidak terpakai dan terpaksa harus disimpan/distock di tempat proyek, dan dengan minimnya gudang ini terkadang suka tidak ada lagi space yang tersisa untuk menempatkan gypsum yang belum terpakai ini, akibatnya gypsum harus ditempatkan di luar yang tak terlindung dan beresiko rusak akibat jatuh, tertimpa barang, maupun pengaruh cuaca. Untuk mengantisipasi ini jalan yang dapat dilakukan adalah dengan: (a) M empekerjakan seseorang untuk menjaga tumpukan gypsum, dalam
hal ini CDI
memiliki 2 alternatif pilihan yaitu : M emakai jasa tukang diluar pekerja CDI untuk
menjaga tumpukan gypsum atau menugaskan pekerja CDI sendiri untuk menjaga dengan resiko kemunduran penyelesaian satu pekerjaan akibat kekurangan tenaga kerja dari hasil penugasan; (b) M embiarkan gypsum tertumpuk di tempat proyek dengan resiko terjadinya kerusakan. Kesemua pilihan tersebut sama-sama berpeluang memaksa CDI untuk kehilangan /mengorbankan sejumlah uang.
3)
Plafond Bergelombang
Diagram 4.5 Root Cause Analysis Kendala Gypsum 3 Analisa Root Cause Analysis kendala gypsum (3) pada pekerjaan plafond: Kendala lain pada pekerjaan gypsum yang juga berperan sebagai penyebab terjadinya kemunduran dalam penyelesaian pekerjaan plafond adalah hasil compound yang kurang sempurna sehingga mengakibatkan plafond bergelombang. Plafond bergelombang ini terjadi karena 3 sebab yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut: a)
Pemasangan gypsum tidak sempurna Bahan gypsum yang dipakai sebagai penutup rangka pada plafond ini dikirim
dalam bentuk lembaran dimana di setiap ujungnya diberi lekukan sebagai tempat
compound sehingga hasil compound nantinya dapat rata dengan permukaan gypsum. Namun dalam pengerjaan di lapangan tidak semua prosesnya dapat berjalan sesuai rencana diatas, dalam artian gypsum yang akan dipasang pada rangka akan berupa potongan-potongan yang nantinya akan disambung satu persatu sampai rangka tertutup seluruhnya oleh gypsum tersebut. Sambungan dari potongan gypsum ini terkadang tidak selalu sejajar atau dengan kata lain terdapat perbedaan ketinggian pada sambungannya. Hal ini terjadi apabila dalam penyambungannya antar ujung gysum yang memiliki lekukan tidak saling bertemu (Contoh: ujung gypsum yang berlekuk bertemu dengan gypsum yang ujungnya rata). Dengan sambungan yang tidak sejajar proses compound akan menjadi lebih sulit dan jika tidak dilakukan dengan teliti berpeluang besar menyebabkan plafond bergelombang. Secara logis dalam pemasangan gypsum memang tidak mungkin gypsum yang dipasang seluruhnya berupa lembaran utuh, karena gypsum yang dipakai menyesuaikan dengan ukuran ruangan sehingga sedikit banyak pasti ada space pada ruangan tersebut yang ukurannya ½,1/4,1/8,dll dari ukuran lembaran gypsum. Dengan Demikian mau tidak mau gypsum harus dipotong agar dapat menutupi space tersebut.
b)
Compound kurang sempurna Plafond bergelombang juga disebabkan oleh hasil compound yang kurang
sempurna dimana hasil pengolesan compound tersebut tidak rata dengan permukaan gypsum. Hal ini dikarenakan pekerja terlalu banyak menggunakan bahan compound
untuk menutup sambungan gypsum sehingga kelebihan compound tersebut akan menyebar keluar ke permukaan gypsum di sekitarnya. M enurut prosedur hasil compound yang menempel pada permukaan gypsum masih dapat diterima asalkan dalam proses pengecatannya nanti compound tersebut dapat tertutup oleh ketebalan cat. Namun jika sisa compound tersebut sudah terlalu banyak dan tak dapat dikikis hasil pengecatan tentu akan menjadi tidak sempurna sehingga nilai estetika plafond akan berkurang. Dalam satu area plafond tersebut terdapat banyak sambungan gypsum yang perlu dicompound dan akibat pengerjaan oleh pekerja yang berbeda-beda yang masing-masing memiliki tingkat ketelitian dan skill yang juga berbeda-beda, kemungkinan ketepatan hasil compound pun akan ikut bervariasi. Semakin variatif hasil compound semakin besar pula kemungkinan plafond menjadi bergelombang, terlebih jika supervisor kurang ketat dalam mengawasi pekerjanya.
c)
Terdapat kotoran pada rangka Gypsum yang telah terpasang di rangka perlu di compound agar tidak terlihat
sambungan pada gysum tersebut. Namun seringkali proses ini tidak dapat terpenuhi dalam sekali kerja. Hasil compound seringkali bergelombang sehingga perlu dilakukan compound ulang. Salah satu penyebab adalah masih tersisanya kotoran pada rangka, kotoran ini dapat berupa debu, sisa bahan plumbing dari pekerjaan M E, dan kotoran-
kotoran lainnya yang akibat tingginya kelembaban di langit-langit dapat melekat pada permukaan rangka. Seringkali kotoran seperti ini lupa dibersihkan oleh pekerja saat finishing rangka karena bentuknya tidak terlalu kasat mata, sehingga ketika dilakukan pemasangan gypsum kotoran tersebut bergeser ke sela-sela sambungan gypsum dan membentuk koagulat (gumpalan keras) yang jika di lakukan compound akan menjadi bergelombang. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan mudah jika sebelum memasang gypsum pekerja terlebih dahulu membersihkan, namun kebiasaan untuk hal tersebut rupanya belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh para pekerja. Kurangnya pengawasan dari supervisor dan mandor terhadap kerja para bawahannya juga berpengaruh terhadap timbulnya masalah diatas. Kotoran ini semakin sering muncul seiring banyaknya kegiatan perbaikan yang dilakukan baik pada pekerjaan gypsum (perbaikan akibat kebocoran plumbing) maupun rangka, pada rangka, perbaikan dilakukan akibat:
•
Pekerjaan tambahan Pekerjaan tambahan merupakan pekerjaan di luar BQ yang permintaannya datang
dari owner dan terjadi saat proyek berjalan. Pada dasarnya pekerjaan tambahan ini tidak menyebabkan kemunduran jadwal karena owner akan memberikan toleransi waktu di luar schedule yang telah disepakati agar para kontraktor dapat tetap bekerja dengan baik. Namun hasil dari pekerjaan tambahan ini banyak juga yang menimbulkan masalah. Contoh nyatanya adalah pekerjaan penambahan ceiling bertingkat yang terjadi pada plafond ini, dimana permintaan akan pengerjaannya datang saat rangka telah selesai
dipasang dan ditutup gypsum. Pihak CDI dalam hal ini mau tak mau harus membongkar lagi gypsum yang telah terpasang tersebut dan mulai mengerjakan ulang pekerjaan rangkanya. Akibatnya rangka menjadi semakin berpeluang terkena kotoran.
•
Kesalahan dalam leveling. Kesalahan yang dimaksud disini terjadi akibat human error dimana pekerja
bersangkutan tidak melakukan pengukuran dengan presisi yang tepat yang menyebabkan rangka miring dan tidak sesuai shop drawing. Dalam perbaikan rangka ini kegiatan utamanya yaitu pemasangan galvanised suspension ke beton menghasilkan sisa kotoran berupa serpihan beton dalam jumlah cukup banyak. Serpihan beton ini berupa partikel yang cukup besar dan bila dibiarkan menumpuk dengan kotoran lain pasti menyebabkan hasil compound tidak rata.
4.2.2.2Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Rangka Pada Plafond Kendala Pekerjaan Rangka: 1)
Elevasi Tidak Sesuai Shop Drawing
Diagram 4.6 Root Cause Analysis kendala rangka 1.
Analisa Root Cause Analysis kendala rangka pada pekerjaan plafond:
Pada pekerjaan plafond proses pasang rangka merupakan kendala ke-2 terbesar yang menyebabkan keterlambatan dalam penjadwalan proyek. Dalam pemasangan rangka perlu diperhatikan kapasitas beban yang dapat ditopang oleh rangka, termasuk di dalam beban ini adalah beban manusia saat maintanance dan beban dari segala instalasi/sparing/fixture dan fitting pekerjaan M E. Pada pelaksanaan proyek sahid ini, terjadi kesalahan dalam estimasi beban topang pada rangka yang mana dalam penentuan beban maksimalnya jumlah varians data yang digunakan sebagai tolak ukur penentuan rata-rata berat badan orang tidak cukup banyak sehingga hasil perhitungan yang didapat tidaklah valid. Selain itu ukuran berat badan yang digunakan tidak menggunakan standar ukuran berat badan internasional yang lebih bersifat umum, dengan demikian saat dilakukan perbaikan plafond akibat kebocoran pada plumbing rangka bergeser turun dan menyebabkan permukaan gypsum pada plafond miring. Semakin banyak varians data berat badan yang digunakan dalam perhitungan akan semakin baik karena dalam kondisi realnya nanti rangka akan lebih flexibel terhadap berbagai kombinasi beban dari berat manusia yang ditopangnya. Selain itu akibat kurangnya komunikasi antara kontraktor, menyebabkan pihak CDI tidak mendapat informasi pasti tentang berapa banyak total instalasi, fitting, dan sparing yang dihasilkan M E sehingga penambahan beban pekerjaan dari M E ke dalam perhitungan total beban topang rangka tidak sepenuhnya akurat. Kesalahan lain yang juga berpengaruh terhadap kapasitas beban topang ini adalah pengabaian pertimbangan terhadap beban-beban tak terduga. Akibatnya jika terjadi sedikit saja overweight rangka akan langsung turun, kondisi ini akan berbeda jika saja tim
memberikan allowance bagi kemungkinan terjadinya overweight dengan batas tertentu mis 0.25 pounds. Selain masalah estimasi beban diatas kekuataan rangka juga dipengaruhi oleh hasil pemasangan rangka ke beton yang dalam hal ini menggunakan sejenis alat bernama galvanised suspension. Rangka yang dipasang dengan tepat dan kuat akan memberikan daya topang rangka yang lebih besar dan tahan lama. Sebaliknya jika terjadi sedikit saja kesalahan dalam pemasangan, kekuatan rangka akan berkurang dari kondisi optimalnya. Kesalahan dalam pemasangan galvanised suspension ini biasanya diakibatkan ketidak telitian pekerja dalam menentukan dalamnya lubang fitting untuk galvanised suspension ini sehingga ketika plafond sering ditaiki dan rangka sering dinaik-turunkan ketinggiannya untuk penambahan ceiling bertingkat akibat adanya perubahan desain, tancapan galvanised pada beton menjadi lebih cepat bergeser. Dengan demikian kemungkinan terjadinya kemiringan pada plafond semakin tinggi. Dari penelusuran hasil root cause analysis diatas diperoleh keterangan bahwa akar penyebab terjadinya semua masalah tersebut adalah minimnya skill pekerja lapangan dan juga pengawasan dari supervisor/mandor bersangkutan.
4.2.2.3 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Finishing Pada Plafond Kendala Finishing: 1)
Permukaan Plafond tidak rapi.
Diagram 4.7 Root Cause Analysis Kendala Finishing 1
Analisa Root Cause Analysis kendala finishing pada pekerjaan plafond: Pekerjaan finishing merupakan peringkat 3 kendala terbesar yang menyebabkan pekerjaan plafond tertunda. Pada hakikatnya sebelum proses finishing dilakukan permukaan gypsum harus sudah dalam keadaan rata dan bersih ini. Bersih dalam hal ini berarti bebas dari kotoran dan komponen yang tampak dari luar. Komponen tesebut berupa baut, paku, sekrup, dan peralatan lain yang digunakan untuk pekerjaan fitting/instalasi listrik M E dan pekerjaan tempel gypsum dengan alat tembak sekrup. Pihak CDI sendiri sebenarnya telah menyiapkan langkah antisipasi terhadap kejadian seperti ini yaitu dengan melakukan penutupan dengan lis atau dempul. Namun dalam pelaksanaannya seringkali hal-hal kecil seperti ini banyak dilanggar pelaksanaannya, para pekerja seringkali lupa untuk menutupi komponen tersebut. Kalaupun dilaksanakan, hasil lis dan dempul tersebut tidak rata sehingga ketika dilakukan pengecatan, hasil akhir plafond dari luar terlihat tidak rapi dan halus. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya kesadaran dari setiap pekerja untuk selalu melakukan inspeksi setiap kali selesai bekerja. M ereka beranggapan bahwa hal tersebut merupakan tugas dari mandor atau supervisor. Ironisnya mandor dan supervisor inipun tidak selalu standby di tempat dan hanya fokus pada pengawasan terhadap pekerjaan yang sifatnya kompleks yang mereka prediksikan akan lebih banyak terjadi kesalahan dalam pengerjaannya. Kesalahpahaman seperti inilah yang kemudian menyebabkan hal kecil seperti penutupan lis/dempul seringkali lolos dari pengawasan. M asalah supervisor yang tidak dapat selalu standby di lokasi dikarenakan supervisor tersebut juga membantu penanganan divisi lain karena CDI hanya memiliki jumlah
pekerja interior (termasuk supervisor dan mandor) sebesar 27 orang menangani 5 ruangan. Dapat dibayangkan berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Penyebab lain terjadi akibat masuknya pekerja baru dalam proyek dimana pekerja ini tidak diberikan pelatihan dan pengetahuan dasar tentang standart kerja di proyek tersebut sehingga ketentuan-ketentuan sederhana seperti di atas tidak ia ketahui. Pemberitahuan dari rekan kerja pun tidak terlalu bisa diharapkan karena selain mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing mereka sendiri pun terkadang suka lupa melakukan ketentuan tersebut.
4.2.3 Pengolahan dan Analisis Data Major Cause II (Pekerjaan Kolom). Pada diagram pareto 4.1, selain pekerjaan plafond sebagai major cause, terdapat 2 pekerjaan lain yang nilai overtimenya cukup besar (21 hari) yaitu pekerjaan kolom dan pekerjaan pintu& kusen. Sebagai batasan masalah, penulis hanya akan membahas tentang pekerjaan kolom karena pekerjaan ini termasuk pekerjaan inti yang diprioritaskan penyelesaiannya. Sama seperti pengolahan dan analisis pekerjaan plafond, pekerjaan kolom juga memiliki beberapa subkerja dan melalui bantuan diagram pareto akan diketahui sub-sub
kerja mana saja yang berpotensi menyebabkan
terjadinya
keterlambatan pelaksanaaan proyek. Dari sub kerja ini kemudian didata kendala-kendala yang terjadi untuk kemudian dianalisa melalui bantuan metode 5 Why’s.
Tabel 4.4 Perhitungan Waktu Overtime Sub Kerja Kolom Job
Lack of Time
Cum. Percentage
Pintu Box lampu
11
42,31
Acrylic
9
76,92
Tutup Kolom
6
100
12
Hollow
0
100
10
M elaminto
0
100
8
Lampu
0
100
6
M arking
0
100
4
Finishing
0
100
2
Persiapan
0
100
Total
26
Diagram 4.8 Diagram Pareto Major Cause Sub Kerja Kolom
Analisa Pareto pekerjaan kolom: Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa dalam pekerjaan kolom terdapat 3 sub kerja yang memberikan sumbangan kemunduran waktu terbesar yaitu: Pemasangan pintu box lampu, pasang acrylic, dan tutup kolom. Sedangkan sisanya berjalan sesuai waktu yang ditentukan. Untuk pekerjaan pintu box lampu besarnya kemunduran waktu yang diberikan adalah 11 hari, kendala terbesar disebabkan oleh waktu pengadaan dari pintu box lampu ini, dimana produksinya dilakukan oleh PT. CDI sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan, penulis menemukan beberapa kendala dan masalah yang terjadi dalam workshop yang menyebabkan kapasitas produksi mereka menurun. Hal inilah yang menyebabkan permintaan terhadap pintu box lampu yang datang dari proyek seringkali
0
Pin la
Overtime C umm ula tiv e Percen tage
4
mengalami keterlambatan sehingga pelaksanaannya di lapangan terpaksa harus diundur karena barang belum tersedia. Kendala lain yang sering terjadi pada pintu box lampu ini adalah ketidaksesuaian ukuran antara barang yang diproduksi dengan ukuran yang ada di proyek. Hal ini kembali diakibatkan oleh faktor produksi yang ada di workshop CDI dimana berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor dan pemiliknya langsung, sebagian besar masalah ini terjadi akibat kesalahan dari operatornya yang kurang teliti dalam melakukan pemotongan melalui mesin sehingga hasil potongan tidak sesuai dengan kriteria dan terkadang tidak seragam antar pintu box lampu satu dengan lainnya. Pekerjaan lain yang menyebabkan keterlambatan adalah pemasangan acrylic, sebenarnya dalam pemasangannya, peluang terjadinya masalah sangat kecil bahkan tidak ada jika pekerjaan dilakukan dengan penuh ketelitian dan pengawasan tinggi. Sama seperti kasus pintu box lampu masalah jusru terjadi pada faktor pengadaan acrylic itu sendiri. M asalah tersebut adalah besarnya frekuensi terjadinya perubahan dalam desain ukuran yang digunakan pada acylic ini. Desain ukiran tersebut merupakan hasil permintaan dari owner dengan konsep yang dirancang bersama-sama dengan tim konsultannya. Perubahan desain tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu bahkan pada saat acrylic telah dipasang sehingga CDI terpaksa melakukan pemasangan ulang.
Untuk pekerjaan tutup kolom kemunduran waktu yang disumbangkan sebesar 6 hari. Sama seperti kasus pada pintu box lampu, hal ini disebabkan oleh kesalahan dalam proses produksi sehingga dimensi panel kayu yang digunakan untuk menutup kolom tidak seragam dan saat dipasang menyebabkan dimensi kolom tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan hasil pemasangan harus dibongkar dan dikerjakan
ulang. Pekerjaan sisanya seperti pasang rangka hollow, melaminto, pasang lampu, marking, finishing, dan persiapan tidak mengalami kemunduran waktu pengerjaan. Hal ini mungkin dikarenakan material yang digunakan mudah didapat sehingga tidak perlu ada waktu tunggu yang dapat menyebabkan kemunduran kerja dari jumlah hari yang telah ditetapkan dalam jadwal.
4.2.3.1 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Pintu Box Lampu Pada Kolom Kendala Pasang Pintu Box Lampu: 1)
Kekurangan M aterial
Diagram 4.9 Root Cause Analysis Kendala Pintu Box Lampu 1
Analisa Root Cause Analysis kendala pintu box lampu pada pekerjaan kolom (1): Berbeda dengan material gypsum, dalam pengadaannya pintu box lampu memiliki kendala terbesar yang berhubungan langsung dengan sistem produksi materialnya yang mana untuk pintu box lampu ini produksinya dilakukan oleh PT. CDI sendiri dalam workshop yang bersifat semi-otomatis. Dalam produksinya material-material yang dihasilkan selain pintu box lampu adalah list dan panel kayu, ornamen, furniture, dan ukiran acrylic. Kesemua barang ini dihasilkan di lantai produksi yang sama melalui mesin-mesin yang bersifat general (umum). Adapun kendala yang sering dihadapi adalah minimnya kapasitas produksi yang dihasilkan sehingga permintaan terhadap produk banyak yang tak bisa terpenuhi salah satunya pintu box lampu ini. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, penulis menemukan beberapa faktor penyebab minimnya kapasitas ini antara lain:
a.
Sistem produksi yang kurang baik Titik lemah terbesar dalam sistem produksi workshop dari PT. CDI ini adalah
ketiadaan target produksi yang ditetapkan bagi operator-operatornya, dalam sehari mereka dibebaskan untuk memproduksi berapa pun jumlah produk sesuai kemampuan dan jumlah jam kerja yang tersedia. Dengan sistem produksi make to order yang ditetapkan oleh CDI keadaan menjadi semakin sulit karena kebijakan tersebut menuntut kesigapan dari pihak pabrik untuk dapat memenuhi permintaan konsumen dalam jangka waktu yang singkat, padahal dalam kenyataannya CDI selalu menghadapi problema yang sama dari waktu ke waktu yaitu kesulitan dalam pemenuhan kapasitas produksinya. Ketidakmampuan dalam adapatasi ini yang pada akhirnya menimbulkan masalah dalam pelaksanaan proyek nantinya yang berdampak pada keterlambatan waktu pelaksanaan proyek dari jadwal yang sudah disepakati dalam kontrak kerja.
b.
Skill pekerja Selain masalah sistem produksi di atas kendala lain terjadi dari sisi operatornya
sendiri dimana dalam pengaplikasian kerjanya terlihat masih banyak kekurangan yang terdapat pada kompetensi pekerjanya, mulai dari keterampilan ukur-mengukur, kemampuan menggunakan peralatan dan mesin, sampai kemampuan mengikuti prosedur dan standar kerja. Hal ini mungkin terjadi karena dalam perekrutan pekerjanya tidak dilakukan pelatihan/training intensif tentang alur kerja dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses produksi di workshop PT. CDI ini. Bagian HRD mungkin berpikiran bahwa pekerjaan manufaktur dalam workshop ini merupakan pekerjaan yang umum dan mudah diaplikasikan sehingga tidak perlu lagi dilakukan pelatihan yang membuang waktu dan biaya. Ternyata pada kenyataannya pemikiran seperti ini justru menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks dan menimbulkan kerugian bagi mereka sendiri.
c.
Lingkungan kerja yang tidak kondusif Lingkungan kerja merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap
kinerja dan performansi dari pekerja di dalamnya. Dengan kondisi lingkungan kerja yang kondusif, pekerja akan merasa lebih nyaman dan bersemangat dalam melaksanakan kewajibannya. Untuk PT. CDI ini, keadaan workshopnya tidak terlalu ber”sahabat” dengan pekerja di dalamnya. Dalam artian dari suhu ruangan, aliran udara, kebersihan, penerangan, dan tata letak barang serta ruang geraknya tidak menunjang dalam upaya terciptanya produktivitas yang tinggi. Banyaknya debu dan kotoran yang menempel pada tiap sudut ruangan menjadikan sirkulasi udara menjadi semakin tidak baik bagi kesehatan pernapasan para operator, ditambah lagi dengan penataan ruangan yang tidak rapi membuat ruang gerak dan mood pekerja menjadi menurun dan mereka pun akan lebih cepat lelah. Hal-hal seperti itulah yang secara kumulatif akan menyebabkan produktivitas semakin menurun sehingga kemampuan pencapaian target menjadi tidak sempurna.
Selain masalah dengan workshop tersebut kendala lain yang menjadi penyebab terjadinya kekurangan material di tempat proyek adalah keterlambatan pengiriman yang
disebabkan panjangnya jalur informasi yang harus dilewati untuk mendapat persetujuan pengiriman barang oleh owner CDI. Besarnya permintaan yang datang dari tempat proyek tidak langsung diproses oleh owner karena mereka perlu melakukan pengecekan ulang ke lapangan tentang kebenaran dari informasi ini. Hal ini dilakukan karena terkadang dimensi dalam shop drawing tidak sama dengan dimensi hasil ukur di lapangan, sehingga agar tidak terjadi kerugian bahan diperlukan data yang seakurat mungkin. M aterial seperti pintu box lampu ini jarang sekali dijadikan stock, karena dengan ukurannya yang kecil akan lebih beresiko terjadinya kehilangan barang di lapangan karena dengan tingkat aktivitas kerja yang padat dan sibuk, pengawasan terhadap barang-barang kecil seperti itu tidak akan diprioritaskan. Jadi akan lebih bijaksana jika ketersediaannya hanya pada saat barang dibutuhkan untuk dilakukan pengerjaan terhadapnya. Namun sangat disayangkan sistem tersebut justru menjadi masalah yang mengakibatkan terjadinya kekurangan material karena dengan keadaan workshop saat ini (kapasitas tidak tentu dan minim) sangat sulit untuk memenuhi permintaan yang harus ada tepat pada saat dibutuhkan.
2)
Ketidaksesuaian Ukuran Produksi dengan Permintaan Lapangan.
Diagram 4.10 Root Cause Analysis Kendala Pintu Box Lampu 2
Analisa Root Cause Analysis kendala pintu box lampu pada pekerjaan kolom (2): Kendala ini berasal dari pekerjaan produksi pintu box lampu dimana pintu box lampu yang diminta oleh pihak pelaksana proyek tidak sesuai dengan ukuran yang diproduksi dalam workshop. Ketidaksesuaian ini disebabkan terjadinya kesalahan dalam proses produksi yang sebagian besar disebabkan oleh faktor human error yang dalam hal ini adalah operator yang tidak teliti dalam melakukan pekerjaan pengukuran dan pemotongan.
Dalam pengukurannya dilakukan
secara manual sehingga besar
kemungkinan terjadinya ketidakseragaman dalam presisi ukurannya. Sedangkan pemotongannya dilakukan dengan alat bantu berupa mesin potong yang bersifat semiotomatis. Hasil pengukuran yang akan dipotong tidak diperiksa sebelumnya sehingga
ketika masuk tahap pemotongan secara otomatis hasil potongannya pun menjadi tidak sesuai kriteria yang diminta oleh orang proyek. Kalaupun hasil ukurannya tepat terkadang kesalahan terjadi pada proses pemotongannya dimana operator yang menjalankan mesin skillnya kurang dan tidak teliti ataupun tidak konsentrasi sehingga pemotongan terkadang tidak tepat dengan alur hasil pengukuran yang telah tercetak di kayu bahan pintu box yang akan dibuat tersebut. Setelah diselidiki lebih dalam ternyata akar permasalahan terjadinya human error ini disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja dalam workshop yang tidak kondusif. Dalam penataan ruangannya terkesan tidak teratur dengan tumpukan bahan material yang diletakkan secara acak dan mengganggu kerja dari operator karen atidak memberikan ruang gerak (luas gang) yang cukup bagi mereka. Selain masalah tersebut kebersihan dari ruanganpun sangat minim, banyak debu sisa pengerjaan terutama serbuk kayu yang tidak dibersihkan dan dibiarkan menumpuk di segala sudut ruangan. Keadaan ini diperparah dengan sirkulasi udara dan pencahayaan yang tidak baik. Seluruh masalah tersebut tentu berpengaruh besar terhadap kinerja dari operator dimana produktivitas yang seharusnya dapat ditingkatkan jika keadaan lingkungan kerjanya baik, mengalami penurunan akibat hal ini. Keberadaan supervisor juga ikut ambil andil dalam penyebab terjadinya kesalahan ini. Dikatakan demikian karena dengan pengawasan dari supervisor jumlah kesalahan dan cacat pada produk dapat diminimalisir, dan sayangnya dalam workshop di PT. CDI ini supervisor yang disediakan di lantai produksi sangat sedikit (hanya 1 orang untuk ruangan seluas 4 m x 5 m). Keadaan ini diperparah oleh minimnya kehadiran dari supervisor di lantai produksi dalam artian supervisor tersebut tidak selalu standby di tempat sehingga ketika terjadi kesalahan tidak terdeteksi oleh pihak manajemen dan barang cacat tersebut diterima
menjadi barang jadi. Kehadiran bagian pengendali kualitas juga tidak terlalu bermanfaat karena pengecekan hanya dilakukan berdasarkan sampel.
4.2.3.2 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Acrylic Pada Kolom Kendala Pasang Acrylic: 1)
Sering Terjadi Perubahan Desain
Diagram 4.11 Root Cause Analysis Kendala Pasang Acrylic 1
Analisa Root Cause Analysis Kendala Acrylic Pada Pekerjaan Kolom: Acrylic yang akan dipasang memiliki desain ukiran sido mulyo yang berasal dari ide dan keinginan owner. Segala perubahan desain yang terjadi wajib ditindak lanjuti oleh CDI selaku pemasang acrylic. Ada 2 penyebab terjadinya perubahan desain ini, yaitu perubahan yang berasal dari permintaan owner dan perubahan akibat kesalahan penyampaian desain oleh konsultan owner. Untuk penyebab pertama tidak berpengaruh terhadap penjadwalan proyek karena segala resiko dan biaya extra yang dikeluarkan merupakan tanggungan dari owner. Dengan kata lain owner tahu akibat dan kompensasi dari tindakannya merubah desain terlebih jika acrylic telah terpasang. Kalaupun seandainya owner melayangkan komplain terhadap kemunduran jadwal proyek akibat terjadinya perubahan desain ini pihak CDI dapat melakukan pertahanan melalui surat penandatanganan persetujuan pemasangan desain acrylic yang menunjukkan bukti bahwa owner menyatakan sendiri bahwa acrylic yang terpasang adalah fix dan sesuai kontrak perjanjian yang berlaku. Penyebab kedua adalah perubahan desain yang diakibatkan kesalahan dalam penyampaian desain ukiran sido mulyo kepada owner. Dalam hal ini konsultan yang merupakan perantara langsung owner dengan pelaksana proyek adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan kegiatan tersebut. Ukiran sido mulyo yang telah selesai dibuat oleh CDI diserahkan pada konsultan untuk diperiksa dan disampaikan pada owner. Namun seringkali ukiran yang telah terpasang pada acrylic ini harus dibongkar lagi karena saat owner datang ke proyek untuk melakukan peninjauan beliau menyatakan tidak suka karena tidak sesuai dengan keinginannya.
Akibatnya waktu pekerjaan kolom menjadi semakin mundur penyelesaiannya. M asalah tersebut dapat terjadi karena:
a.
Dalam penyampaian desain ke owner, konsultan tidak menyertakan desain dalam
bentuk sampel, yang notabene antara gambar dengan sampel pasti memiliki perbedaan.
b.
Owner selaku pihak yang masih awam dalam hal ukiran dan teknik prosesnya,
tidak mengetahui detail pekerjaan dan hal-hal apa saja yang tidak mungkin dilaksanakan sesuai dengan rancangan sehingga permintaan terhadap perubahan atau perbaikan desain yang sudah mengikuti keinginan owner(sama dengan sampel yang diajukan) tetap tidak disetujui oleh beliau.
Sebenarnya dalam prosedurnya setiap hasil ukiran atau desain yang diberikan pada owner haruslah dalam bentuk sampel namun masih banyak pula pihak-pihak yang melanggar aturan ini tergantung dari dedikasi dan pengalaman kerjanya. Untuk hal ini penulis dapat mengatakan bahwa konsultan yang dipilih oleh owner bukanlah konsultan yang kompetitif dalam bidangnya. Hal ini sebenarnya juga merupakan kesalahan dari owner sendiri karena pemilihan yang dilakukan terhadap konsultan dan rekan kerjanya tidak berlandaskan asas profesionalisme tapi lebih karena hubungan relasi yang kenyataannya performansi mereka belum tentu lebih baik dibanding pihak lain yang bukan relasi owner. Dalam hal ini mungkin owner tersebut jalan pikirannya masih tertutup sehingga selalu berpendapat bahwa menggunakan rekan lama adalah jalan paling aman untuk melaksanakan proyeknya tanpa melakukan pengecekan kinerja rekan
tersebut selama beberapa periode sebelumnya. Beruntung jika ternyata rekan tersebut tetap konsisiten dalam kinerjanya tapi jika tidak maka owner sendirilah yang dirugikan.
4.2.3.3 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Tutup Kolom Pada Kolom Kendala Tutup Kolom: 1)
Perbedaan Dimensi Antar Kolom
Dimensi antar kolom tidak sama
Perbedaan ketebalan panel kayu yang digunakan
Ukuran yang diminta dengan yang dikirimkan tidak sama
Pengawasan material kurang ketat (hanya melalui surat jalan)
Menghemat waktu
Salah dalam proses produksi
Operator tidak teliti
Kurang pengawasan dari supervisor
Diagram 4.12 Root Cause Analysis kendala tutup kolom 1
Analisa Root Cause Analysis kendala tutup kolom: Kendala ini terjadi pada proses penutupan kolom dimana dalam pelaksanaannya sering terjadi kesalahan yang menyebabkan timbulnya perbedaan dimensi antar kolom. Kesalahan tersebut berasal dari proses produksi pada workshop yang memproduksi panel kayu yang digunakan sebagai bahan penutup kolom. Hasil dari kesalahan tersebut perbedaan dimensi ketebalan panel kayu yang dikirimkan ke tempat proyek. Terjadinya perbedaan tersebut dikarenakan banyak faktor salah satunya kesalahan operator dalam mengoperasikan mesin potong sehingga hasil ukuran sebelum dan sesudah proses pemotongan tidak sama. Faktor lain berupa lingkungan kerja, lemahnya pengawasan dari supervisor terhadap kinerja operator, maupun lemahnya pengendalian kualitas terhadap produk cacat yang semuanya telah dijelaskan pada sub analisa sebelumnya. Selain kesalahan dari pihak workshop, pelaksana proyek pun tak lepas dari kesalahan dan kesalahan terbesar mereka terletak pada metode pengawasan barang yang masuk ke proyek. Barang yang dimaksud disini adalah panel kayu hasil produksi tadi dimana panel kayu yang sebenarnya cacat dan tidak sesuai dengan kriteria yang diminta oleh orang proyek tetap bisa lolos ke gudang dan dipakai untuk pemasangan tutup kolom pada ruang Puri Ratna. Lolosnya barang cacat ini tak lain dikarenakan pihak QS selaku pengawas terhadap
segala material yang digunakan dalam proyek melakukan
pengawasan terbatas pada surat jalan saja. Dengan demikian kemungkinan masuknya barang cacat semakin besar. Adapun alasan dilakukannya hal tersebut karena orang proyek tersebut berniat menghemat waktu agar proyek yang dijadwalkan dapat selesai pada waktunya bahkan jika bisa lebih cepat dari jadwal.
Alasan tersebut sebenarnya tidak salah tapi jika dilihat dari dampaknya sekarang, kebijakan tersebut justru menjadi “senjata makan tuan” bagi pihak pelaksana proyek karena selain mereka harus melakukan rework, mereka juga menanggung kerugian biaya berupa penambahan ongkos kerja dan kerugian jangka panjang berupa berkurangnya kepercayaan dari owner untuk kembali bekerja sama dengan CDI. Padahal jika ditinjau ulang usaha peningkatan pengawasan dengan mengecek langsung ke barang yang dikirim ini tidaklah begitu sulit dan membuang waktu jika saja pihak yang berwenang dapat melakukan pengaturan waktu dan penugasan pekerja yang efektif. Terlebih dengan kenyataan bahwa jumlah panel kayu yang dikirim tidak terlalu banyak (tidak seperti gypsum yang wajar saja jika pemeriksaannya hanya melalui sampel karena: Kiriman dalam jumlah sangat besar dan potensi barang cacatnya juga minim karena bersifat mass production oleh supplier yang kompeten). Sebenarnya masalah sosialisasi peraturan kerja juga berpengaruh, dikatakan demikian karena pada hakikatnya semua proses pengawasan pasti menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan langsung ke barang yang diterima, namun karena peraturan tersebut tidak disosialisasikan dengan baik maka dalam pelaksanaannya tidak timbul budaya dan kebiasaan dari pekerjanya untuk melakukan hal tersebut.
4.3
Model S istem Jaminan Mutu Dari hasil Root Cause Analysis, tiap akar permasalahan yang diperoleh kemudian
dicari solusinya. Adapun cara penjabaran solusi yang paling sesuai untuk kondisi proyek ini adalah dengan menggunakan “model sistem penjaminan mutu” karena lebih mudah dimengerti baik oleh pelaksana proyek maupun pihak manajemen proyek. M odel sistem penjaminan mutu ini berisi prosedur dan usulan penulis terhadap cara antisipasi maupun penanggulangan terhadap akar permasalahan yang saat ini terjadi dalam proyek. M elalui hasil sistem model ini diharapkan proyek dapat berjalan tepat waktu dan memenuhi seluruh persyaratan mutu yang ditetapkan.
Diagram 4.13 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kehadiran MK
Diagram 4.14 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengawasan MK
Diagram 4.15 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kerja Tim
Diagram 4.16 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Koordinasi Tim
Diagram 4.17 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk kebocoran Plumbing
Diagram 4.18 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pencapaian Deadline Waktu
Diagram 4.19 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Lamanya Perbaikan Plumbing
Diagram 4.20 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Prosedur dan Jalur Informasi
Diagram 4.21 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Penerbitan Surat Instruksi
Diagram 4.22 Model Sistem Penjaminan untuk Pelaksanaan Job Desk
Diagram 4.23 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Inventory Gpysum
Diagram 4.24 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Jumlah Pengiriman
Diagram 4.25 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pasang Gypsum
Diagram 4.26 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Proses Compound
Diagram 4.27 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kebersihan Rangka
Diagram 4.28 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kekuatan Topang Rangka
Diagram 4.29 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Hasil Pasang komponen Pada Finishing
Diagram 4.30 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengawasan Supervisor
Diagram 4.31 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Sistem Produksi CDI
Diagram 4.32 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengiriman Barang
Diagram 4.33 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Jumlah Pengiriman Barang
Diagram 4.34 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kesalahan Dalam Proses produksi
Diagram 4.35 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Faktor Fisik dan Lingkungan
Diagram 4.36 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kinerja Operator
Diagram 4.37 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kriteria Pemilihan Konsultan
Diagram 4.38 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Penyerahan Desain Kepada Owner
Diagram 4.39 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kesalahan Dalam Proses Produksi CDI
Diagram 4.40 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengawasan Material