BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai temuan penelitian dan pembahasan dari hasil wawancara, data, informasi dan observasi yang dilakukan dan diperoleh dari
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
mengenai implementasi atau pelaksanaan perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Akses pendidikan yang masih berkekurangan disana-sini, belum merata adalah masalah utama yang sedang diperbaiki terus menerus oleh pemerintah daerah. Berdasarkan pendidikan adanya
masih
hasil
studi
menjadi
dokumentasi
masalah
kemampuan/kompentensi
pendidikan
yang
belum
memadai
akses
dikarenakan pengelolaan dan
topografi
yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang tidak
merata.
Keadaan
tersebut
menjadikan
implementasi perluasan akses pendidikan mengalami keterbatasan dalam pelaksanaannya.
4.1. Kondisi Umum Kabupaten Sumba Timur Kabupaten Sumba Timur merupakan bagian integral dari provinsi Nusa Tenggara Timur yang lokasinya terletak di bagian selatan dan merupakan salah satu dari empat Kabupaten yang berada di Sumba. Berdasarkan data Sumba Timur dalam angka tahun 2012 Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah 57
penduduk sebanyak 234.642 jiwa, dimana jumlah penduduk
laki-laki
sebanyak
120.779
jiwa
dan
perempuan sebanyak 113.863 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 33 jiwa per Km2. Dalam kurun waktu 1980-1990 jumlah penduduk Kabupaten Sumba Timur bertambah sebanyak 53.809 orang atau naik dari 123.078 orang menjadi 176.887 orang, dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2.19 persen. Trend pertumbuhan ini sedikit mengalami penurunan pada dasawarsa 1990-2000 dimana rata-rata pertumbuhan menjadi 1.96 persen. Sedangkan dalam kurun waktu 2000-2011 telah mengalami kenaikan 23.56 persen sehingga pada tahun 2012 penduduk Sumba Timur berjumlah 234.642 orang. Adapun jumlah penduduk usia sekolah dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Sumber : hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2011) Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Usia Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2011 Jenis Kelamin
Kelompok Umur (Tahun) SMU (16SD (7-12 thn)
SMP (13-15 thn)
18 thn)
laki-laki
17.244
7.014
7.031
Perempuan
17.410
7.729
6.658
Jumlah
34.654
14.743
13.689
58
Sumber: RKPD Kabupaten Sumba Timur
Tabel
diatas
menunjukkan
bahwa
semakin
tingginya jenjang pendidikan maka semakin berkurang jumlah Semakin
siswa
yang
tinggi
melanjutkan
jenjang
pendidikan
pendidikannya. maka
terlihat
dengan jelas bahwa jumlah laki-laki yang lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lebih banyak. Melihat data penduduk yang semakin tinggi dan kemauan rendah
melanjutkan dalam
implementasi
setiap
pendidikan jenjang
pemerataan
dan
yang
semakin
pendidikan,
maka
perluasan
akses
pendidikan perlu diperhatikan. Siswa Kabupaten
putus Sumba
sekolah Timur
masih
terdapat
dikarenakan
di
demografi
daerah Sumba Timur, dimana desa-desa di setiap kecamatan berjauhan satu dengan yang lain, sehingga membuat orang tua sulit untuk menyekolahkan anakanak mereka. Jika pemerintah membangun sekolah di setiap desa yang menjadi kendala adalah pemanfaatan dari sekolah terbatas dikarenakan jumlah penduduk usia sekolah tidak memadai. Untuk memudahkan akses pendidikan agar orang tua tidak mengkawatirkan sekolah jauh maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur membangun SD-SD kecil (paralel) di desa-desa terpencil bagi kelas 1-3 karena anak-anak belum bisa menempuh jarak yang jauh. Jika pada pelaksanaannya siswa berkembang 59
dengan
baik
maka
sekolah
kecil
tersebut
akan
ditambahkan ruang kelas sehingga sekolah tersebut berubah menjadi SD reguler.
4.2. Proses
Implementasi
Perluasan
Akses
Kebijakan
Pendidikan
di
Kabupaten Sumba Timur Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Kebijakan mempunyai
adalah
serangkaian
tujuan
tertentu
tindakan
yang
diikuti
yang dan
dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu dengan menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil
(outcome)
kebijakan
(Nugroho,2009). kehidupan
Dalam
bangsa
yang
upaya
seperti
yang
diharapkan mencerdaskan
tercantum
dalam
pembukaan UUD 1945, pemerintah terus berusaha untuk memperbaiki mutu dan memperluas akses pendidikan
dengan
cara
merumuskan
kebijakan-
kebijakan nasional mengenai pendidikan. Kebijakankebijakan nasional yang dirumuskan pemerintah dalam rangka
membantu
implementasi
perluasan
akses
pendidikan serta memberikan kesempatan kepada anak bangsa untuk dapat mengenyam pendidikan meliputi kebijakan
dana
BOS
untuk
meringankan
beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam 60
rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu serta kebijakan DAK untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang belum mencapai standar tertentu atau percepatan pembangunan daerah di bidang pendidikan dasar. Kebijakan-kebijakan pendanaan nasional dibantu dengan dana daerah menjadi tolak ukur pemerintah Kabupaten Sumba Timur dalam memperbaiki sistem pendidikan dalam hal ini implementasi perluasan akses pendidikan menjadi lebih maju dan bagus. Nugroho (2009)
mengatakan
nasional
tersebut
bahwa di
kebijakan-kebijakan
implementasikan
atau
dilaksanakan agar kebijakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Agar tujuan pendidikan dalam hal implementasi perluasan akses pendidikan tercapai, pemerintah Kabupaten Sumba Timur mengakui bahwa pemerintah
daerah
bekerja
sama
dengan
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga terlibat langsung dalam
melakukan
pengelolaan
perluasan
akses
pendidikan dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh
(seperti
dana
BOS,
DAK)
dengan
cara
membangun fasilitas sekolah baru di SD-SMP satu atap, menambah sarana prasarana yang meliputi perpustakaan, penambahan ruang kelas, memperbaiki gedung-gedung
sekolah
yang
sudah
rusak,
laboratorium, bahkan juga memberikan beasiswa bagi 61
guru-guru
yang
melanjutkan
studi di
Universitas
Terbuka (bekerjasama dengan PGSD Udayana Kupang). Edwards III (Winarno 2012) mengatakan bahwa implementasi
kebijakan
adalah
salah
satu
tahap
kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin mengalami kegagalan sekalipun kebijakan tersebut diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan, jika
kebijakan
tersebut
kurang
diimplementasikan
dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Berangkat dari pemahaman tersebut, implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur terfokus pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan dari sisi komunikasi, sumber-sumber,
kecenderungan-kecenderungan
(disposisi), dan struktur birokrasi. 4.2.1.Komunikasi Edwards
III
(Winarno,
2012)
mengatakan
komunikasi adalah penyampaian pesan atau informasi tentang kebijakan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Menurut Edwards persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif 62
adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mencapai keberhasilan implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan
di
Kabupaten
Sumba
Timur
maka
pemerintah harus mengadakan koordinasi yang baik mulai
dari
Pemuda
pemerintah
dan
daerah,
Olahraga,
Dinas
institusi
Pendidikan
sekolah
bahkan
masyarakat. Pembuat kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah pusat, sedangkan pelaksana kebijakan adalah pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga,
institusi
sekolah
dan
masyarakat.
Komunikasi yang baik antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan akan menghasilkan output yang baik.
Dalam
mengimplementasikan
kebijakan
pemerataan perluasan akses pendidikan, pemerintah menghimbau seperti
setiap
yang
masyarakat
dikatakan
oleh
tanpa
terkecuali,
sekretaris
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur. Himbauan tersebut yaitu: “agar
masyarakat
mempunyai pendidikan
dan
kesadaran bagi
pemerintah mengenai
anak-anak
selalu
pentingnya
sebagai
generasi
penerus bangsa dengan menggunakan setiap danadana yang diberikan Negara sebagai kebijakankebijakan nasional.”
Penunjang
dalam
menerapkan
implementasi
pemerataan perluasan akses pendidikan adalah melalui 63
dana-dana yang dimiliki daerah tertentu dan dana negara. Dana-dana yang utama akan dibahas tersebut adalah program dana BOS dan DAK. Komunikasi antara pembuat dan pelaksana kebijakan pemerataan perluasan
akses
pendidikan
dalam
menggunakan
kebijakan program dana BOS dan DAK yaitu melalui sosialisasi-sosialisasi dan pertemuan yang diadakan dikantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, sekalipun
program
dana
BOS
dan
DAK
kebijakan nasional. Penerimaan program
adalah
dana BOS
setiap institusi sekolah adalah dalam kurun waktu 3 bulan
dengan
rekening
sistem
sekolah
transfer
penerima.
langsung
Untuk
kepada
memperoleh
program dana BOS masing-masing institusi sekolah membuat
proposal
penggunaan
agar
komunikasi
antara penerima (pelaksana) dan pemerintah bisa berjalan secara efektif. Hal tersebut juga berlaku dan diterapkan pada DAK, perbedaannya adalah DAK diperoleh
untuk
kebutuhan-kebutuhan
institusi
sekolah dalam jumlah yang besar yang tidak bisa dibiayai oleh program dana BOS. Penerimaan DAK adalah melalui kas daerah dilanjutkan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga meneruskannya kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan atau yang perlu
melakukan
perbaikan.
Adapun
proses
komunikasi yang dilakukan adalah dimulai dari sistem 64
perencanaan.
Melalui
perencanaan
tersebut
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga sudah memiliki target-target sekolah yang akan diberikan dana untuk perbaikan infrastruktur menggunakan DAK. Adapun alur
komunikasi
yang
terjadi
untuk
mengimplementasikan kebijakan program dana BOS dan DAK adalah sebagai berikut: KEBIJAKAN PUSAT (program dana BOS dan DAK)
PEMDA Dinas Pendidikan
Sekolah
SKPD
Kecamatan
Gambar
4.1.
Proses
Komunikasi
Implementasi
Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur (Sumber: wawancara
dengan
kepala
sub
bagian
program dan evaluasi)
Sekolah-sekolah yang memiliki keluhan dalam hal infrastruktur memasukkan usulan atau proposal mengenai infrastruktur sekolah yang mau diperbaiki atau ditambah ke kecamatan-kecamatan setempat untuk memohonkan Dana Alokasi Khusus, setelah itu 65
kecamatan mengajukan sekolah-sekolah tersebut ke SKPD
(Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah).
SKPD
meninjau kembali usulan dari kecamatan mengenai sekolah-sekolah mana saja yang membutuhkan DAK kemudian diajukan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. Sekolah-sekolah yang menerima DAK harus memakai dana yang diperoleh untuk kebutuhan yang betul-betul
dibutuhkan
sekolah
sesuai
dengan
Petunjuk Teknis (juknis) DAK. Sedangkan untuk dana BOS, masing-masing sekolah memasukkan data-data siswa ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan dan selanjutnya kementerian mengalokasikan dana dimana dana BOS langsung ditransfer kerekening masingmasing sekolah. Sebelum digunakan sekolah harus membuat RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) terlebih dahulu, melalui tim audit RAPBS dikumpul, di cek oleh tim audit apakah sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) BOS atau tidak. Agar dana-dana tersebut mencapai target yang tepat maka pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga membuat pertemuan yang didalamnya berisi tentang perencanaan dan evaluasi terhadap dana yang sudah terpakai. Apakah dana-dana tersebut terpakai sesuai atau tidak dengan kebutuhan dari setiap institusi sekolah yang memperolehnya. Dengan
adanya
komunikasi 66
yang
baik
antara
pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga,
sekolah-sekolah
dan
masayarakat
di
harapkan pemerataan perluasan akses pendidikan menjadi lebih baik dan membawa perubahan bagi cara pandang masyarakat mengenai pendidikan. Untuk mencapai
tujuan
implementasi
perluasan
akses
pendidikan memang pada dasarnya harus ada kerja sama yang baik dari semua pihak. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (1991) oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan
adalah
tanggung
jawab
keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Komunikasi yang baik ini memang pada dasarnya sudah menunjukkan ada keberhasilan dalam hal memperbaiki akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur (hasil wawancara dengan Sub Bagian Program dan Evaluasi). Banyak hal yang dapat dilihat dari hasil implementasi kebijakan-kebijakan pendanaan nasional tersebut. Setiap sekolah memiliki kesempatan untuk membangun dan memperbaiki gedung-gedung sekolah menjadi layak dipakai, perpustakaan bagi beberapa sekolah
didesa
perpustakaan
(sekalipun sendiri),
belum
memiliki
penambahan
ruang
buku-buku,
semuanya berasal dari penerapan kebijakan dana BOS dan DAK. Bukan hanya berguna dalam perluasan akses pendidikan, implementasi kebijakan ini juga 67
diharapkan dapat memperbaiki mutu pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Komunikasi baik yang terjalin antara pemerintah daerah dan masyarakat juga sudah menunjukkan banyak hal positif yang dicapai seperti pembangunan sekolah-sekolah baru diantaranya sekolah menengah pertama, sekolah menengah kejuruan, SD/SMP satu atap di beberapa kecamatan se-Kabupaten Sumba Timur. Selain mengalami peningkatan namun tidak dipungkiri pemerataan perluasan akses pendidikan juga belum dirasakan oleh semua sekolah apalagi bagi sekolah yang lokasinya didaerah terpencil. Masih adanya beberapa sekolah yang mengalami kekurangan sarana prasarana. Sekalipun sarana prasarana masih berkekurangan namun pemerintah terus berusaha untuk melakukan pembenahan dengan menggunakan dana-dana dari APBN dan APBD untuk implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Pemerintah masyarakat
membangun
agar
anak-anak
komunikasi mereka
yang
dengan putus
sekolah (drop out) dimasukkan kembali ke sekolah karena biaya pendidikan sudah gratis. Hal ini juga merupakan
suatu
kontribusi
pemerintah
untuk
implementasi perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Sekalipun pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga terus menghimbau 68
agar masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan dan pemerintah sudah membebaskan biaya pendidikan bagi SD-SMP, kenyataan yang terjadi dilapangan belum menjawab cita-cita mulia pemerintah tersebut. Masih saja
banyak
anak-anak
putus
sekolah
terutama
dipedesaan (khususnya bagi anak-anak dari keturunan hamba). Hal ini diakui pemerintah Dinas Pendidikan Pemuda
dan
dipikirkan
Olahraga
solusi
sebagai
terbaiknya.
hal
yang
Oleh
terus
karena
itu
pemerintah terus menerus memberikan himbauan kepada
masyarakat
agar
memahami
pentingnya
pendidikan bukan hanya bagi mereka yang beruntung namun
bagi
semua
kalangan.
Dengan
adanya
kebijakan perluasan akses pendidikan diharapkan perlahan-lahan,
masyarakat
akan
memahami
pentingnya pendidikan dan merubah cara pandang mereka. Tidak ditemukan kendala-kendala berarti dalam pelaksanaan program dana BOS dan DAK sebagai kebijakan nasional dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan menjadi lebih baik. Edwards III dalam Winarno hambatan
(2012) yang
mentransmisikan
mengungkapkan bisa
saja
perintah-perintah
ada timbul
beberapa dalam
implementasi.
Pertama, pertentangan pendapat antara para pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis 69
hierarki birokrasi. Kedua hambatan yang dikemukan Edwards III tersebut tidak begitu nampak terlihat, karena
kebijakan
pendanaan
perluasan
akses
pendidikan dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) BOS dan DAK. Dengan adanya kebijakan nasional tersebut dirasakan sangat membantu dalam pemerataan perluasan akses. Dikatakan oleh kepala Sub
bagian
Program
memgimplementasikan
dan
evaluasi
bahwa
kebijakan-kebijakan
dalam
tersebut
tidak ada pertentangan pendapat karena pelaksanaan kebijakan BOS dan DAK didasarkan pada petunjuk teknis (juknis) yang sudah diatur pemerintah pusat. Misalnya DAK dibuat untuk rehab gedung sekolah maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga harus mencari
sekolah-sekolah
yang
betul-betul
membutuhkan rehab sehingga DAK tersebut tidak bisa dipakai untuk pembangunan yang lain. Begitu juga dengan BOS (misalnya hanya untuk membayar gaji guru honor maka dana tersebut hanya dikeluarkan untuk biaya itu saja). Sehingga dinas pendidikan tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat tersebut. 4.2.2.Sumber Daya Sumber daya adalah hal mutlak yang diperlukan dalam melaksanakan sebuah kebijakan agar kebijakan tersebut tercapai dan terlaksana dengan baik (Edwards III dalam Agustino, 2006). Sumber daya dalam hal ini 70
adalah staf, informasi, dan wewenang. Sumber daya utama dalam mengimplementasikan suatu kebijakan adalah
staf.
Dalam
menjalankan
implementasi
kebijakan dibutuhkan sumber daya yang berkualitas dibidangnya masing-masing. Tidak penting mengenai jumlah
staf
yang
melaksanakan
kebijakan,
yang
terpenting adalah sumber daya tersebut memiliki kualitas dan motivasi yang bagus, serta memiliki keterampilan-keterampilan
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan pekerjaan (Edwards III dalam Winarno 2012). Sumber daya manusia boleh dikatakan sangat menunjang
implementasi
kebijakan
pemerataan
perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Sumber daya manusia merupakan bagian terpenting untuk menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan Kinerja
tugas-tugas
sebuah
pelayanan
lembaga/organisasi
pemerintah. akan
sangat
ditentukan oleh kapasitas sumber daya aparatur yang ada didalamnya. Kapasitas sumber daya aparatur lebih didekatkan
pada
kualifikasi
pendidikan
yang
menunjang kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi sebuah
kelembagaan/organisasi.
Dalam
mengelola
kebijakan-kebijakan program dana BOS dan DAK untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba
Timur
mengakui 71
bahwa
masih
adanya
kekurangan dalam hal staf. Untuk pembangunan fisik dibutuhkan staf yang latar belakang pendidikannya adalah sarjana teknis. Sedangkan Dinas Pendidikan Pemuda
dan
Olahraga
Kabupaten
Sumba
Timur
memiliki tenaga teknis yang terbatas. Misalnya dana yang diberikan besar, target dan sasarannya banyak sedangkan
dalam
menu
DAK
diharuskan
yang
mengelola dan melakukan perencanaan terhadap dana yang besar adalah ahli teknis, maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga meminta bantuan Dinas terkait seperti Dinas Pemilihan Umum (PU) yang berhubungan dengan
teknis
untuk
membantu
perencanaan. Semuanya tergantung
melakukan
dari petunjuk
teknis (juknis) penggunaan dana yang bersangkutan. Untuk
perencanaan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Sumba Timur, melakukan kajian awal secara kasat mata misalnya melihat bangunan yang perlu diperbaiki apakah mengalami kategori rusak ringan, sedang dan berat. Tenaga pendidik adalah sumber daya yang juga dimiliki oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur.
Sekretaris
dinas
pendidikan
mengatakan
bahwa: “Tenaga
pendidik
merupakan
sumber
daya
manusia yang menjadi tulang punggung dalam mendidik siswa atau siswi sebagai bagian dari pemerataan
perluasan
akses
pendidikan
peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.”
72
serta
Untuk
menunjang
implementasi
pemerataan
perluasan akses pendidikan menjadi lebih baik lagi, pemerintah daerah juga menyiapkan beasiswa bagi setiap guru yang berprestasi untuk melanjutkan studi di
Universitas
meningkatkan
Terbuka kualitas
dari
(UT)
dengan
tim
tujuan
pendidik.
Dinas
pendidikan Pemuda dan Olahraga juga memberikan kesempatan kepada masyarakat lulusan SMA untuk melanjutkan pemerintah
studi dalam
di
UT
PGSD
pemenuhan
sebagai
standar
upaya
kualifikasi
akademik di Kabupaten Sumba Timur. Masalah sumber daya manusia dalam hal guru juga dirasakan masih menjadi masalah utama yang sedang dan sementara di carikan solusi, karena kekurangan tim pendidik hingga saat ini masih 1.267 tim pendidik. Hal ini bukan saja menjadi masalah bagi perluasan akses pendidikan. Selain staf sebagai sumber daya yang patut dimiliki suatu daerah pelaksana kebijakan, informasi adalah sumber penting kedua dalam implementasi kebijakan (Edwards III dalam Winarno, 2012). Edwards III mengemukakan bahwa informasi harus diberikan kepada
pelaksana-pelaksana
kebijakan
mengenai
bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. Dalam pelaksanaan kebijakan perluasan akses pendidikan melalui program dana BOS dan DAK, pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, kepala sekolah, dan para guru sudah mengetahui 73
mengenai tata pelaksanaan program dana BOS dan DAK dengan dibantu melalui petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan
yang
dibuat
oleh
pemerintah
pusat.
Dengan adanya petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan tersebut
maka
pelaksana
kebijakan
juga
harus
mentaati peraturan yang sudah dibuat pemerintah. Hasil wawancara dengan salah seorang kepala sekolah mengatakan bahwa: Sebagai
pelaksana
atau
penerima
untuk
melaksanakan kebijakan program BOS dan DAK, kami
sudah
diberikan
petunjuk-petunjuk
pelaksanaannya, sehingga kami
merasa sangat
terbantu dengan informasi yang disediakan yang juga sekaligus merupakan peraturan. Peraturanperaturan tersebut harus kami lakukan agar kami tidak sampai membuat suatu pelanggaran yang bisa saja menyeret kami masuk penjara.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa informasi yang tersedia dalam menunjang pelaksanaan kebijakan perluasan akses pendidikan melalui program dana BOS dan DAK di Kabupaten Sumba Timur sudah sangat mencukupi atau memadai, serta informasi tersebut juga membuat pelaksana-pelaksana kebijakan merasa harus tunduk dalam setiap peraturan pemerintah yang telah dibuat agar tidak sampai melakukan suatu pelanggaran. Dengan adanya informasi yang cukup maka konsekuensi-konsekuensi yang bisa saja terjadi bisa diminimalisir. 74
Selain
sumber
daya
manusia
implementasi
perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur juga didukung oleh dana-dana APBN didalamnya termasuk dana BOS, APBD (provinsi dan kabupaten Sumba Timur), BOS dan DAK. Dana-dana tersebut bertujuan untuk memperbaiki sarana prasarana yang berkekurangan disana-sini, bahkan untuk memberikan beasiswa-beasiswa bagi siswa dan tenaga pendidik. Adapun rincian penggunaan dana-dana tersebut dalam menunjang perluasan akses pendidikan adalah sebagai berikut: Dana
APBD
kabupaten
Sumba
Timur
bertujuan
membiayai: “program pelayanan administrasi kantor, peningkatan
sarana
aparatur,program
dan
pendidikan
program prasarana
anak
usia
dini,
program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, program pendidikan menengah, program pendidikan non formal, program pendidikan luar biasa, program peningkatan
mutu
pendidik
dan
tenaga
kependidikan, dan program manajemen pelayanan pedidikan”.
Dana APBD Provinsi bertujuan untuk membiayai beberapa kegiatan sebagai berikut: Program pendidikan menengah (bantuan khusus siswa, beasiswa super semar), program pendidikan luar sekolah (insentif bagi pendidik PAUD, gugus PAUD, dana mitra PAUD, keaksaraan fungsional
75
dasar, keaksaraan usaha mandiri, paket B setara SMP).
Selain sumber dana APBD Provinsi NTT, dinas PPO Kabupaten Sumba Timur juga mendapatkan dana untuk beberapa kegiatan dengan sumber dana APBN selain DAK pendidikan yaitu sebagai berikut: Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (kegiatan rehabilitasi berat ruang kelas sekolah, bantuan social, bantuan social fasilitas sarana kesenian,
bantuan
operasional
sekolah
(BOS
reguler), bantuan beasiswa bagi siswa miskin, pembangunan SMP SATAP, pembangunan lab IPA, pembangunan ruang kelas tahap II, pembangunan ruang perpuastakaan tahap II), program pendidikan menengah
(pembangunan
ruang
kelas
baru,
bantuan ruang praktek siswa, bantuan ruang kelas baru),
program
pendidikan
luar
sekolah
(pembangunan unit gedung PAUD, blockgrant dana rintisan,
dana
operasional
pendidikan
PAUD,
tunjangan fungsional guru TK non PNS, tunjangan kualifikasi guru TK non PNS, program pendidikan berkelanjutan), program peningkatan mutu tenagga pendidik.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42 ayat 1 mengatakan bahwa setiap pendidikan wajib memiliki
sarana
yang
meliputi
perabot,
perlatan
pendidikan, media pendidikan, buku, dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan untuk menunjang proses pembeljaran yang teratur dan 76
berkelanjutan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bahwa pemerintah mengakui masih banyak kekurangan yang terjadi dalah hal sarana terkususnya bagi
sekolah-sekolah
yang
lokasinya
di
desa.
Kekurangan sarana yang dimaksud adalah kekurangan sarana
komputer
kendalanya
adalah
dikarenakan
lokasi sekolah yang belum memiliki tenaga listrik, namun untuk sarana lain yang tidak membutuhkan tenaga listrik hampir semuanya sudah memadai baik itu sekolah-sekolah dikota ataupun didesa. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42 ayat 2 mengatakan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata
usaha,
laboratorium,
ruang
ruang
bengkel
perpustakaan, kerja,
ruang
ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
tempat
berkreasi,
beribadah, dan
tempat
ruang/tempat
bermain, lain
yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Dalam hal prasarana diakui oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga masih mengalami kekurangan disana-sini. Pemerintah juga terus berusaha memperbaiki dan terus berusaha menambah tersebut.
prasarana
Banyaknya
yang sekolah 77
masih yang
berkekurangan masih
belum
memiliki
ruangan
perpustakaan,
kelas
bahkan
yang
boleh
memadai, dikatakan
ruang masalah
prasarana adalah masalah utama yang masih terus diusahakan untuk diperbaiki kedepannya. Masalah ini bukan hanya dialami sekolah-sekolah yang lokasinya didesa namun di kotapun masalah prasarana terjadi. Dengan adanya pendanaan yang sudah dipaparkan diatas,
diharapkan
perluasan
akses
pendidikan
mendapatkan solusi yang terbaik. Meskipun ada begitu banyak kekurangan dalam hal prasarana, pemerintah daerah merasa sangat terbantu dengan adanya penerapan kebijakan danadana BOS dan DAK sebagai kebijakan nasional di Kabupaten Sumba Timur dan sudah mulai terlihat adanya perubahan dalam pembangunan sekolah baru, atau perbaikan ruang-ruang kelas menjadi layak pakai, namun
tidak
di
pungkiri
juga
masih
saja
ada
kekurangan yang terjadi. Setidaknya sekolah dan masyarakat
merasa
terbantu
dengan
penerapan
kebijakan BOS dan DAK dalam peningkatan sarana prasarana pendidikan yang baik. Terbukti bahwa staf pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah, dan masyarakat terus bekerja sama dengan baik untuk mengimplementasikan akses pendidikan menjadi lebih baik dan terus maju. Dengan adanya perluasan akses pendidikan tersebut, maka penduduk Sumba Timur 78
diharapkan bisa mendapatkan pendidikan yang layak, walaupun masih saja adanya desa-desa terpencil yang belum bisa mengakses pendidikan. 4.2.3.Kenderungan-kecenderungan Implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal jika para pelaksana kebijakan mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan, demikian sebaliknya jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena
konflik
kebijakan
akan
kepentingan
maka
menghadapi
kendala
implementasi yang
serius
(Edwards III dalam Winarno, 2012). Dalam mengimplementasikan kebijakan danadana untuk pendidikan yaitu melalui program dana BOS dan DAK, untuk pemerataan perluasan akses pendidikan,
pemerintah
daerah,
Dinas
Pendidikan
Pemuda dan Olahraga tidak melakukannya sendirian namun bekerjasama dengan setiap institusi sekolah. Supaya berjalan dengan baik (seperti yang sudah dipaparkan pada point komunikasi) program dana BOS di peroleh setiap sekolah dengan cara via transfer langsung ke buku tabungan masing-masing sekolah setiap 3 bulan sekali, serta DAK melalui daerah dan selanjutnya
ke
Dinas
Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga. Untuk memperoleh dana tersebut masingmasing sekolah membuat RAPBS (Reancana Anggaran 79
Pendapatan dan Belanja Sekolah). Setelah itu pihak sekolah
bertugas
untuk
melaporkan
pengeluaran-
pengeluaran dari dana BOS atau DAK kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai bukti bahwa dana
tersebut
benar
adanya
digunakan
sebaik
mungkin. Proses ini dilakukan untuk menghindari kecenderungan-kecenderungan negatif para pelaksana kebijakan serta dampak negatif yang bisa terjadi dalam pelaksanaan
implementasi
kebijakan
seperti
yang
dikatakan oleh Anderson (1979) . Disposisi seperti ini sangat memudahkan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan melalui dana-dana (BOS dan DAK) yang diterima untuk kepentingan perluasan akses pendidikan menjadi lebih baik. Dalam implementasi kebijakan program dana BOS dan DAK tidak ditemui hambatan-hambatan yang nyata
dikarenakan
setiap
pelaksana
kebijakan
perluasan akses pendidikan melalui dana BOS dan DAK adalah institusi pendidikan serta pelaksanaannya melalui
petunjuk
teknis
pelaksanaan.
Pelaksana
kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan melalui
program
dana
BOS
dan
DAK
sangat
mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Kebijakan nasional mengenai program dana BOS dan DAK adalah kebijakan yang pelaksanaannya untuk kepentingan masyarakat, diterima dan disetujui oleh sebagian besar 80
masyarakat yang mengerti. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Winarno (2012) bahwa jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu,
dan
hal
ini
berarti
adanya
dukungan,
kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana
yang
diinginkan
oleh para
pembuat
keputusan awal. Adapun kecenderungan-kecenderungan yang bisa menjadi
tantangan
dalam
implementasi
perluasan
akses pendidikan dilansir dari dokumentasi RENSTRA Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur adalah kesadaran masyarakat relatif rendah tentang pendidikan, topografi yang berbukitbukit dan penyebaran penduduk yang tidak merata, kemampuan/kompetensi pengelolaan pendidikan yang belum memadai, sarana prasarana yang tersedia belum menunjang
operasional
pelaksanaan
tugas,
masih
rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam pengelolaan pendidikan, masih rendahnya koordinasi dalam penyelenggaraan pengelolaan pendidikan, serta masih
adanya
peraturan
perundang-undangan
dibidang pendidikan yang belum sepenuhnya dapat diterapkan. Sekalipun pemerintah melihat kecenderungankecenderungan sebagai kendala dalam implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan tersebut namun pemerintah
terus
berusaha 81
agar
perluasan
akses
pendidikan
bisa
berjalan
dengan
baik,
melalui
kekuatan yang dimiliki yaitu eksistensi Dinas PPO sebagai penyelenggara urusan wajib dalam pengelolaan pendidikan di Kabupaten Sumba Timur, memiliki sumber
daya
manusia
yang
berkualitas
yang
merupakan hasil pembangunan dibidang pendidikan, serta
adanya
kepastian
pembiayaan
dari
APBD
Kabupaten Sumba Timur (RENSTRA Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur).
Kecenderungan-kecenderungan menghalangi
implementasi
bila
mungkin para
pelaksana
kebijakan benar-benar tidak sepakat dengan substansi suatu kebijakan (Winarno,2012). Ketika para pelaksana kebijakan memilih untuk tidak mengikuti substansi kebijakan yang sudah ada maka kebijakan tersebut tidak akan pernah bisa berjalan dengan baik. Kebijakan program dana BOS dan DAK karena merupakan kebijakan
nasional,
tidak
begitu
terlihat
adanya
kecenderungan-kecenderungan yang dilakukan dari para pelaksana khususnya dalam institusi sekolah, karena pelaksanaannya berdasarkan petunjuk teknis (juknis) yang sudah dirumuskan. Edwards III (Winarno,2012) mengatakan para pelaksana kebijakan diharapkan untuk tidak berada atau masuk dalam “zona ketidakacuhan”. Dimana para pelaksana perintah
kebijakan yang
tidak
diberikan
menyetujui
yaitu 82
antara
perintahkeputusan-
keputusan kebijakan dan pencapaian kebijakan sebab dalam
kasus-kasus
seperti
ini
para
pelaksana
kebijakan akan menggunakan keleluasaan dan kadangkadang
dengan
cara
implementasi kecenderungan
yang
halus
kebijakan. yang
terjadi
menghambat
Kecenderungankarena
pelaksana
kebijakan berada dalam “zona ketidakacuhan” boleh dikatakan tidak sampai terjadi. Jikalau sampai terjadi, kecenderungan tersebut terjadi dikalangan sekolah yang
dikarenakan
pelaksana
kebijakan
adanya dalam
ketidaktahuan hal
ini
guru
para untuk
mengelola uang. Guru sebagai pelaksana dari kebijakan tidak diajarkan secara khusus mengenai pengelolaan keuangan sehingga pengetahuan pengelolaan keuangan sangat kurang. Tugas guru adalah mengajar akan tetapi guru harus melakukan administrasi keuangan yang tidak terlalu mereka pahami, sehingga mungkin saja adanya kesalahan dalam pemakaian dana-dana meskipun dalam petunjuk teknis (Juknis) sudah jelas mengenai kegunaan kebijakan dana-dana tersebut. Petunjuk teknis tidak semua di baca dan dipahami oleh guru sebagai pelaksana kebijakan program dana BOS dan DAK untuk perluasan akses pendidikan. 4.2.4.Struktur Birokrasi Anderson (1979) mengungkapkan bahwa salah satu aspek yang perlu dikaji dalam implementasi kebijakan adalah siapa yang mengimplementasikan 83
atau
dengan
kata
lain
siapa
yang
melakukan
implementasi tersebut. Implementasi kebijakan boleh mencapai sasaran yang tepat ketika dilakukan dengan tepat
pula.
Dari
semua
kegiatan
implementasi
kebijakan yang dilaksanakan, peran serta pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, instaitusi sekolah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Kesemuanya membentuk sinergi dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Tanpa adanya hubunganhubungan yang baik antara pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah dan masyarakat implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan tidak akan berlangsung dengan baik. Edwards
III
(Winarno,
2012)
mengatakan
birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan dan birokrasi tidak hanya berada dalam organisasi-orgasasi swasta namun juga dalam institusiinstitusi
pendidikan.
Adapun
struktur
kebijakan
perluasan
akses
pelaksana
birokrasi pendidikan
melalui program dana BOS dan DAK adalah Dinas Pendidikan
Pemuda
dan
Olahraga
dan
institusi
sekolah, melibatkan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Sekolah-sekolah dibantu
oleh peran komite sebagai perwakilan masyarakat untuk menunjang tercapainya tujuan implementasi perluasan akses pendidikan. 84
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga memiliki struktur birokrasi sendiri, institusi-institusi sekolah juga memiliki birokrasinya sendiri untuk melaksanakan atau menjalankan setiap kebijakan yang ada. Struktur birokrasi yang ada didinas pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Kepala Dinas 2. Sekretaris membawahi: a. Sub bagian umum dan kepegawaian b. Sub bagian program dan evaluasi c. Sub bagian keuangan 3. Bidang Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) membawahi: a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan, bahasa dan seni b. Seksi pembinaan ketenagaan c. Seksi sarana dan prasarana 4. Bidang Sekolah Menengah Pertama (SMP) membawahi: a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan, bahasa dan seni b. Seksi pembinaan ketenagaan c. Seksi sarana dan prasarana 5. Bidang Sekolah
Sekolah
Menengah
Menengah
membawahi:
85
Atas
Kejuruan
(SMA)/ (SMK)
a. Seksi pembinaan kurikulum, kesiswaan, bahasa dan seni b. Seksi pembinaan ketenagaan c. Seksi sarana dan prasarana 6. Bidang
Pendidikann
Luar
Sekolah
membawahi: a. Seksi pendidikan kesetaraan b. Seksi pendidikan berkelnajutan c. Seksi PAUD non formal (RENSTRA Dinas Pendidikan) Struktur meliputi
birokrasi
kepala
dalam
sekolah,
institusi
sekolah
kepala
sekolah,
wakil
sekretaris dan bendahara sekolah. Dengan adanya struktur organisasi tersebut implementasi kebijakan perluasan
akses
pendidikan
diharapkan
dapat
membantu mencapai target yang diinginkan dalam memperbaiki mutu pendidikan. Struktur
birokrasi memiliki dua karakteristik
utama yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau Standart Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi
(Edwards
III
dalam
Winarno,2012).
Implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan melalui dukungan dana BOS dan DAK di Kabupaten Sumba Timur memiliki prosedur-prosedur kerja ukuran dasar (SOP) dimana SOP yang dimaksudkan adalah petunjuk teknis (juknis). Sehingga dalam pelaksanaan implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di 86
Kabupaten Sumba Timur, SOP tidak menghalangi implementasi. Fragmentasi tidak terjadi dalam struktur birokrasi dikarenakan pelaksanaan kebijakan sesuai dengan petunjuk teknis yang sudah ada.
4.3. Hasil Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur Perluasan akses pendidikan merupakan pilar kebijakan yang diarahkan untuk memperluas daya tampung satuan pendidikan, dengan tujuan agar semua masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkan layanan pendidikan. Dengan akses pendidikan
yang
semakin
mudah
dijangkau
oleh
masyarakat bahkan masyarakat didaerah terpencil sekalipun akan membantu IPM dan APK suatu daerah semakin meningkat sebagai indikator dalam mengukur keberhasilan pembangunan suatu daerah. Suksesnya
suatu
pembangunan
sangat
tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat yang merupakan
salah
satu
pilar
terpenting
dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator utama yang dipakai untuk mengukur keberhasilan adalah Indeks Pembangunan Manusia. Berdasarkan data dari RKPD Kabupaten Sumba Timur tahun 2013 besaran angka
IPM kabupaten Sumba
Timur pada tahun 2009 sebesar 61,841. Pada tahun 87
2010 angka IPM meningkat sebesar 61,80 dan terus meningkat lagi tahun 2011 menjadi 62,50. Berdasarkan criteria
IPM
:
<
50
=
low
level,
50-80
=
moderate/middle,>80 = high level, dengan demikian angka IPM Kabupaten Sumba Timur termasuk dalam level
sedang/moderate.
IPM
tersebut
terus
menunjukkan peningkatan meskipun masih berada di level
sedang
dan
perlahan-lahan
akan
menjawab
sasaran target pemerintah Kabupaten Sumba Timur dimana ingin meningkatkan IPM dari 0,6184 pada tahun
2010
menjadi
0,6400
pada
tahun
2015.
Sehingga dengan demikian masih diperlukan sedikit tidaknya target 0,015 untuk dapat mencapai sasaran IPM yang diharapkan. Dalam implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan tidak ditemui bahwa ada satuan-satuan sekolah yang gagal. Melihat usaha yang dilakukan dibandingkan dengan keadaan sebelum program dana BOS dan DAK berlangsung boleh dikatakan setiap sekolah berhasil dalam penerapan kebijakan melalui BOS dan DAK. Seperti pada pembahasan sebelumnya bahwa banyak sekolah yang pada mulanya tidak memiliki gedung sekolah yang baik sekarang sudah bisa memiliki gedung sekolah yang layak. Saat ini akses sekolah menengah atas dan kejuruan juga sudah tersebar
disetiap
kecamatan.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa tidak ada kecamatan-kecamatan 88
dan sekolah-sekolah yang mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan
kebijakan
perluasan
akses
pendidikan di Kabupaten Sumba Timur. Agar sasaran kebijakan implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan dapat tercapai dengan target
yang
diinginkan
pertama-tama
yang
harus
diperhatikan adalah visi dan misi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur. Visi Dinas
Pendidikan
“Terwujudnya
Pemuda
layanan
dan
Olahraga
pendidikan,
adalah
pemuda
dan
olahraga yang bermutu dan berdaya saing untuk membentuk insan yang cerdas, sehat, kreatif, mandiri dan demokratis”. Sedangkan misi Dinas Pendidikan Pemuda
dan
Olahraga
adalah
“meningkatkan
ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan, meningkatkan
kualitas/mutu
layanan
pendidikan,
meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan,
meningkatkan
kepastian/keterjaminan
memperoleh layanan pendidikan”. Tujuan dari tiap misi yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Sumba Timur adalah sebagai
berikut: 1. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan anak usia dini non formal dan informal yang bermutu dan berkesetaraan.
89
2. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu, relevan dan berdaya saing. 3. Tersedianya
tenaga
kependidikan
pendidik
yang
dan
tenaga
berkualifikasi
dan
berkompetensi. 4. Terjaminnya
kepastian
memperoleh
layanan
pendidikan yang bermutu dan berkesetaraan. 5. Tersedianya kurikulum yang berkearifan lokal. Berlandaskan
visi,
misi,
dan
tujuan
Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur maka sasaran kebijakan implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur
adalah
meningkatkan
prosentase
tingkat
pendidikan dengan indikator. Kinerja pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator utama yaitu melalui Angka Partisipasi Kasar (APK) dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang Sekolah Menengah Pertama, rasio siswa per gedung dan rasio siswa per guru. Gambaran mengenai tingkat partisipasi pendidikan dari jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari tahun 2010-2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
90
Tabel 4.2 Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Pendidikan SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010-2013 No.
Jenjang
Jenjang
Penduduk
Pendidikan
Angka Partisipasi Kasar % 2010-
2011-
2012-
2011
2012
2013
1
7-12 tahun
SD
105,27
104,75
112,09
2
13-15 tahun
SMP
74,62
80,72
86,36
Sumber: Dinas PPO Kabupaten Sumba Timur, 2013
Table
4.2
diatas
menunjukkan
APK
untuk
jenjang SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur cenderung mengalami
peningkatan.
Pendidikan
Pemuda
Menurut
dan
Olahraga
data pada
Dinas jenjang
pendidikan SD, SMP dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan secara signifikan dimana pada tahun 2012-2013 untuk SD yaitu 112,09, SMP menjadi 86,36. Namun angka partisipasi ini belum cukup tinggi untuk mencapai APK 100 persen sebagai target APK yang diinginkan Pemerintah. APK SD yang mencapai angka 112,09 persen secara signifikan lebih besar dibandingkan sasaran APK yang ditentukan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga yaitu 100 persen. Hal itu menunjukkan bahwa masih banyak siswa berusia dibawah 7 tahun dan diatas 12 tahun yang masih bersekolah dijenjang SD. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Sumba Timur menargetkan 91
sasaran yang harus dicapai untuk Angka Partisipasi Kasar SD menjadi 100% ditahun 2015.
Sedangkan
pada jenjang pendidikan SMP untuk mencapai target penuntasan wajib belajar masih diperlukan kenaikan Angka Partisipasi Kasar SMP sebesar 13.64 persen untuk mencapai sasaran Angka Partisipasi Kasar menjadi 100% pada tahun 2015. Dapat disimpulkan bahwa masih banyak anak usia sekolah 13-15 tahun yang masih belum mendapatkan layanan pendidikan SMP. Adanya anak yang putus sekolah juga membuat Angka Partisipasi Kasar daerah belum mencapai target Angka Partisipasi Kasar yang ditentukan. Rasio
siswa
terhadap
guru
untuk
tingkat
pendidikan Sekolah Dasar tahun 2011 adalah 14 persen yang berarti satu orang guru mengasuh 14-15 siswa,
rasio
tersebut
cukup
ideal
akan
tetapi
penyebaran guru yang tidak merata antar satuan pendidikan
terutama
permasalahan
di
tersendiri
pedesaan
dikarenakan
menjadi demografi
Kabupaten Sumba Timur. Rasio siswa terhadap guru pada jenjang pendidikan SMP adalah 14 persen atau satu orang guru mengasuh 15-16 siswa. Rasio siswa per gedung dan rasio siswa per guru dapat dilihat pada table berikut ini:
92
Table 4.3 Rasio Siswa Per Gedung dan Rasio Siswa Per Guru Di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2011
Prasarana Pendidikan
Jumlah Satuan Pendidikan (S)
Jumlah Siswa (M)
Jumlah Guru (G)
Rasio Siswa/Guru (M/G)
Rasio Siswa/Sekolah (M/S)
SD/MI
236
40.033
2.902
14,00
169,63
SMP
59
13.046
910
14,00
221,12
Sumber : Indikator Kesra Tahun 2011 dan Sumba Timur Dalam Angka 2012
Dari
tabel
tersebut
diatas
maka
dapat
disimpulkan bahwa meningkatnya rasio siswa/sekolah SD dari 169,63 pada tahun 2011 menjadi 156 pada tahun 2015. Oleh karena itu dibutuhkan pengurangan sedikitnya 13.63 untuk mencapai sasaran indikator yang diharapkan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur.
Sedangkan untuk SMP rasio siswa/sekolah
pada tahun 2010 adalah 119.15, tahun 2011 adalah 221.21 menjadi
290 pada tahun 2015. Adanya
perubahan yang signifikan dari tahun 2010 ke tahun 2011 dan membutuhkan jumlah 68.79 untuk mencapai sasaran indikator Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur. Rasio siswa/guru untuk tingkat SD pada tahun 2011 adalah 14.00 ditargetkan pada tahun 2015
93
mengalami peningkatan menjadi 32. SMP pada tahun 2011 adalah 14.00 mnjadi 32 pada tahun 2015. Berdasarkan data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
tahun
2011
Kabupaten
Sumba
Timur
memiliki sarana pendidikan mulai dari PAUD sebanyak 78 prasarana dengan jumlah siswa sebanyak 2.340 orang dan diasuh oleh tenaga pendidik sebanyak 156 guru. TK/RA sebanyak 38 prasarana dengan jumlah siswa sebanyak 2.329 siswa yang di asuh tenaga guru sebanyak 235 orang. Hal tersebut menjawab kebijakan strategis yang disusun dalam rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan bagi anak usia 0-6 tahun
untuk
memiliki
kesempatan
tumbuh
dan
berkembang dan memiliki kesiapan dalam mengikuti pendidikan di SD/MI (RENSTRA Depdiknas 20052009). Untuk SD/MI/PLB jumlah satuan pendidikan 236 buah dengan jumlah siswa sebanyak 40.033 siswa diasuh oleh tenaga guru 2.902 guru, SLTP/MTs sebanyak 59 satuan pendidikan dengan jumlah siswa sebanyak 13.046 orang yang diasuh oleh tenaga guru sebanyak 18 buah dengan jumlah siswa sebanyak 9.908 orang yang diasuh oleh tenaga guru sebanyak 608 guru. Keberhasilan akses pendidikan juga dapat dilihat dari Angka Melek Huruf dan Buta Huruf yang dapat dilihat dari angka persentase penduduk 10 tahun 94
keatas
yang
memiliki
kepandaian
membaca
dan
menulis. Indikator ini merupakan gambaran yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan penduduk, karena
apabila
presentase
penduduk
yang
dapat
membaca dan menulis semakin besar menunjukkan bahwa semakin banyaknya penduduk yang dapat memahami
dan
melaksanakan
kebijakan
pembangunan. Tabel 4.4 Persentase Penduduk yang Berumur 10 Tahun keatas Menurut Jenis Kelamin dan Kepandaian Membaca dan Menulis Kepandaian Membaca dan Menulis
Tahun 2009
tahun 2010
tahun 2011
LK
Pr
LK
Pr
LK
Pr
Dapat Membaca dan Menulis
84,66
90,65
89,49
83,37
87,68
85,54
Buta Huruf
15,34
9,35
10,51
16,63
12,31
14,56
Sumba Timur
100
100
100
100
100
100
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006-2011
Melalui sasaran kebijakan yang direncanakan pemerintah, terlihat adanya peningkatan-peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun seperti terlihat pada tabel-tabel diatas. Dengan
demikian
sasaran
kebijakan
yang
direncanakan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga diharapkan pada tahun 2015, akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur dapat dicapai dengan baik dan
bisa
dijangkau
oleh 95
semua
masyarakat.
Diharapkan akses pendidikan mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, siap terjun dalam dunia kehidupan yang sebenarnya. Terstrukturnya sasaran kebijakan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah terus
berusaha
memperbaiki
perluasan
akses
pendidikan. Adanya program dana BOS
dan DAK juga
dirasakan oleh pemerintah Kabupaten Sumba Timur membawa perubahan yang baik bagi akses pendidikan. Sekalipun terkadang Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diperoleh tidak sesuai dengan belanja masing-masing daerah (hasil wawancara dengan kepala sub bagian program dan evaluasi). Melalui program dana BOS biaya pendidikan bagi siswa-siswi dibebaskan. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan yang tercantum dalam
RENSTRA
Depdiknas
2005-2009
yaitu
menghapus hambatan biaya (cost barries) melalui pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) bagi semua siswa pada jenjang Dikdas baik pada sekolah umum
maupun
madrasah
yang
dimiliki
oleh
pemerintah atau masyarakat, yang besarnya di hitung berdasarkan
per
siswa
dikalikan
dengan
jumlah
seluruh siswa pada jenjang tersebut. Dan terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Beberapa kebijakan strategis yang disusun dalam rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan dalam RENSTRA Depdiknas sudah memperlihatkan 96
hasil yang baik bagi perluasan akses pendidikan, membentuk bagi daerah terpencil yang berpenduduk jarang dan terpencar, memperluas akses bagi anak usia sekolah 7-15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan yang belum mendapat layanan pendidikan dijalur non formal
maupun
pendidikan
terpadu,
akses
bagi
pendudukbuta aksara usia 15 tahun keatas dilakukan melalui program paket A, B, dan C yang dilakukan atas kerjasama masyarakat dan sekolah disetiap desa. Namun
belum
semua
kebijakan dalam
RENSTRA
Depdiknas berhasil, masih ada beberapa kebijakan yang belum terealisasi pelaksanaannya.
4.4. Hambatan
yang
Dihadapi
dan
Membatasi Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010 s/d 2012 Beberapa
hambatan
yang
dihadapi
dan
membatasi pelaksanaan implementasi perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur antara lain: 4.4.1. Kesadaran masyarakat relatif masih rendah tentang pendidikan. Masyarakat adalah pilar utama suatu daerah yang bertanggungjawab penuh dalam pembangunan suatu daerah. Pembangunan daerah berjalan dengan 97
baik jika masyarakat tersebut memiliki pendidikan yang memadai. Hambatan utama dalam implementasi perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur adalah kesadaran masyarakat masih sangat rendah
tentang
pendidikan.
Adanya
pemikiran
masyarakat bahwa mengenyam pendidikan hanyalah membuang
waktu
mereka
semata.
Pemerintah
mengakui bahwa mereka tidak berdiam diri begitu saja tetapi terus berupaya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat dengan cara menghimbau masyarakat
tentang
pentingnya
pendidikan
bagi
kehidupan masyarakat bahkan untuk daerah. 4.4.2. Topografi
yang
berbukit-bukit
dan
penyebaran penduduk yang tidak merata. Masalah topografi daerah yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang tidak merata adalah hambatan yang membatasi implementasi perluasan akses
pendidikan
berlangsung
dengan
baik.
Masyarakat merasa kasihan dengan anak-anak mereka yang masih kecil untuk kesekolah yang jauh dari rumah. Oleh karena itu kebijakan pemerintah yaitu dengan membangun sekolah kecil di desa-desa yang memiliki penduduk memungkinkan dan ketika sekolah kecil yang dibangun mengalami perkembangan yang pesat
pemerintah
kemudian
membangun
sebuah
sekolah. Dengan demikian permasalahan topografi sedikit teratasi. 98
4.4.3. Masih
banyaknya
sekolah
yang
belum
bersertifikat. Adanya sekolah-sekolah yang belum bersertifikat juga adalah hambatan dalam implementasi perlusan akses pendidikan. Kondisi ini, rawan memicu gugatan warga
sehingga
dapat
menimbulkan
terganggunya
implementasi perluasan akses pendidikan. Banyaknya tanah
sekolah
yang
belum
bersertifikat
juga
dikarenakan kurangnya anggaran untuk pendataan. 4.4.4. Rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam pengelolaan pendidikan. Kemajuan merupakan
IPTEK
salah
dalam
satu
bidang
faktor
pendidikan
pendukung
dalam
pemerataan perluasan akses pendidikan. Kebijakan dalam RENSTRA menyebutkan agar memanfaatkan secara optimal radio, televise, computer dan perangkat TIK
lainya
untuk
digunakan
sebagai
media
pembelajaran dan untuk pendidikan jarak jauh sebagai sarana belajar alternative selain menggunakan modul atau
tutorial,
terutama
bagi
daerah
terpencildan
mengalami hambatan dalam transportasi, serta jarang penduduk. penguasaan
Namun dan
di
Kabupaten
penerapan
IPTEK
Sumba
Timur
masih
sangat
terbatas. Hal tersebut juga merupakan hambatan bagi implementasi akses pendidikan.
99