BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Alokasi Spektrum untuk Jaringan LTE di Indonesia Uke Kurniawan Usman (2012:15) mengungkapkan bahwa, “Spektrum merupakan
sumber
daya
terbatas
yang
sangat
diperlukan
untuk
telekomunikasi”. Pada Spektrum 450 Mhz hingga 467 Mhz telah digunakan untuk komunikasi seluler yang bersifat fix wireless, oleh operator Ceria. Pada Spektrum 800-960 Mhz telah ditempati oleh operator-operator baik GSM maupun CDMA seperti Telkomsel, Indosat, Excelcomindo, Bakrie Telecom, Telkom Flexi, serta Mobile 8. Pada range ini sudah tidak dimungkinkan lagi adanya penambahan teknologi. Satu-satunya cara yaitu dengan memindahkan teknologi yang lama ke frekuensi lain sehingga teknologi yang baru bisa masuk. Satu-satunya cara yaitu dengan memindahkan teknologi yang lama ke Spektrum lain sehingga teknologi yang baru bisa masuk.
Gambar 4.1 Identifikasi Pita Frekuensi Mobile Broadband (Sumber: Denny Setiawan, DTE, FT-UI, 2013)
43
44
Berikut adalah data dan strategi dari pihak Telkomsel terkait pemilihan spektrum untuk LTE
Gambar 4.2 LTE Spectrum Assessment oleh Telkomsel (Sumber : Telkomsel, 2013) Gambar diatas menunjukkan beberapa spektrum yang memungkinkan untuk dipakai dalam implementasi teknologi LTE. Dari parameter-parameter yang ada dapat disimpulkan bahwa frekuensi 1800 Mhz merupakan frekuensi yang paling baik untuk digunakan pada implementasi LTE. Berkaitan dengan hal ini pihak Telkomsel ingin band 1800 Mhz agar bisa digunakan untuk jaringan LTE. Agar dapat menggunakan band 1800 Mhz untuk LTE maka yang dilakukan pihak Telkomsel adalah melakukan refarming sebesar 5 Mhz dari 22.5 Mhz bandwith yang tersedia dengan kriteria-kriteria sebagai berikut : - Konfigurasi maximum DCS diperkecil menjadi 8/8/8 dari 12/12/12 per site untuk area refarming LTE 5Mhz. Meningkatkan fractional load akan membawa kemungkinan untuk menurunkan performa DCS - Border Area dibolehkan untuk memiliki konfigurasi 12/8/8 - Untuk voice service menggunakan CSFB, koneksi akan berpindah ke 3G
45
(2100 Mhz) dan tidak akan turun ke 2G sehingga kapasitas 2G tidak akan berkurang dan tetap bisa digunakan untuk LTE Dari pengalokasian frekuensi tersebut didapatkan hasil sebagai berikut: - Normal area menjadi 12/12/12 - DCS site yang baru akan mengikuti alokasi frekuensi dari setiap area - Planning frekuensi menggunakan OPTIMIZER untuk mempertahankan performanya. OPTIMIZER bekerja berdasarkan pengukuran subscriber sebenarnya dan menghasilkan matrix interferensi berdasarkan lokasi traffic. - GFR digunakan untuk melakukan retune dari frekuensi BCCH dan alokasi hopping TCH
Gambar 4.3 Alokasi frekuensi (Sumber : Telkomsel, 2013) Berikut beberapa alasan yang dikemukakan oleh pihak Telkomsel saat rapat evaluasi Trial Bali bersama pihak regulator terkait pemilihan Spektrum 1800 Mhz untuk LTE : 1.
Banyak negara yang sudah melakukan implementasi LTE di 1800 Mhz. Untuk mengetahui negara mana saja yang menggunakan LTE di frekuensi 1800 Mhz dapat dilihat gambar dibawah ini.
46
Gambar 4.4 Deployment LTE di band 1800Mhz (Sumber : GSA.com, 2013) Tercatat terdapat lebih dari 43% LTE yang diluncurkan untuk tujuan komersial berada pada spektrum 1800 Mhz. Terutama Jepang dan Korea serta China yang sedang dalam proses deployment. 2.
Sudah banyak device yang beredar di pasaran yang mendukung LTE di band 1800 Mhz, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
47
Gambar 4.5 Data Device yang mendukung LTE (Sumber : GSA.com, 2013) Dari data diatas dapat dilihat bahwa terdapat 412 device dari total 1240 sample device yang mendukung LTE FDD di band 1800 Mhz. 4.2
LTE Security SAE/LTE
security
memiliki
arsitektur
keamanan
baru
dengan
penambahan hierarki key. Sehingga SIM (Subscriber Identity Module) tidak bisa lagi melakukan akses untuk layanan LTE. Layanan LTE ini hanya memperbolehkan menggunakan USIM (Universal Subscriber Identity Module) saja yang berasal dari Rel - 99. Ini adalah master key (128 bits) dan ada kemungkinan untuk penambahan 256 bit keys nantinya. Dalam keamanan LTE ada 3 konsep yang harus diketahui yaitu : 1.
Otentikasi -
Jaringan
LTE
melakukan
verifikasi
identitas
UE
dengan
menggunakan key dan melaporkan hasilnya. -
Jaringan memeriksa hasilnya apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
2.
Integritas -
Mengirim pesan sinyal untu melakukan verifikasi apakah pesan yang diterima sama dengan pesan yang dikirim transmitter.
-
Pengecekan dilakukan dengan menggunakan Integrity Checksum.
48
-
Hal ini dilakukan untuk mencegah pesan dicegat dan diubah oleh hacker.
3.
Enkripsi -
Pengirim mengenkripsi data dengan menggunakan secret key yang hanya diketahui oleh penerima.
-
Hanya penerima yang bisa memecahkan kode enkripsi.
-
Mencegah hacking.
Berikut dapat kita lihat pada gambar dibawah adalah hierarki dari keamanan LTE
Gambar 4.6 USIM (Sumber : Mustafa Ergen, 2009, p.392) 4.3
Interoperabilitas dan Interkoneksi LTE dengan Jaringan Lain 4.3.1 Interoperabilitas LTE dengan jaringan lain Interoperabilitas adalah kapabilitas suatu produk atau sistem untuk dapat berinteraksi dan berfungsi dengan produk dan sistem lain, kini dan dimasa depan tanpa batasan akses atau implementasi. 4.3.1.1 Interoperabilitas
LTE
dengan
produk
3GPP
sebelumnya LTE merupakan perkembangan dari produk 3GPP, yang dimana sebelumnya dimulai dari GSM, GPRS,
49
EDGE, UMTS, dan HSPA. LTE tidak memiliki masalah interoperability dengan produk 3GPP sebelumnya karena LTE masih memiliki satu standart yang sama yaitu standart 3GPP. Hal ini dapat dilihat dari beberapa level. 1.
Dari level arsitektur untuk LTE tidak perlu merombak hardware yang sudah ada dan hanya perlu untuk melakukan upgrade dari sisi software dan hardware bila diperlukan.
2.
Dari level network LTE dapat berkomunikasi dengan generasi sebelumnya yaitu UMTS, HSPA, dan GSM tanpa ada masalah karena semua jaringan baik LTE dengan teknologi sebelumnya memiliki satu backbone jaringan yang sama dan dari sisi User equipment sendiri hampir semua handphone saat ini sudah mendukung dual band sehingga user bisa berpindah dari LTE ke 3G atau dari 3G ke LTE tanpa masalah.
3.
Dari sisi perencanaan frekuensi LTE memiliki perencanaan frekuensi yang fleksibel dan tidak bertabrakan dengan GSM ataupun 3G, sehingga walaupun LTE diimplementasikan GSM dan 3G akan tetap ada dan bisa diakses.
4.3.1.2 Interoperabilitas LTE dengan produk 3GPP2 (CDMA) 1.
Dari level arsitektur akan cukup sulit untuk operator CDMA untuk beralih ke LTE. Peralihan untuk operator CDMA dari High Rate Packet Data (HRPD) untuk LTE akan memerlukan waktu yang lama. Sehingga, operator harus mencari jalur migrasi yang akan meningkatkan HRPD jaringan yang sudah ada. Pilihan jalur migrasi akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk strategi akses radio, jaringan sumber daya strategi, layanan,
50
waktu dan biaya. Untuk jalur migrasi dari CDMA menuju LTE sendiri ada 3 jalur, yaitu: 1.
Overlay - Dalam pendekatan ini, jaringan LTE digunakan sebagai jaringan kedua ke jaringan HRPD yang ada. Namun, ini akan menjadi sangat mahal, dan dengan overlay, pelanggan roaming dari jaringan HRPD ke jaringan LTE akan mengalami kehilangan kontinuitas untuk sesi IP.
2.
UMTS migrasi - Sebuah operator opsional dapat bermigrasi terlebih dahulu ke UMTS sebelum pergi ke LTE, yang memerlukan penyebaran jaringan baru dan konversi semua pelanggan mereka untuk UMTS. Sekali lagi, ini sangat mahal dan masih kekurangan sesi kontinuitas IP antara jaringan HRPD dan jaringan UMTS.
3.
eHRPD - Evolved HRPD adalah metode yang memungkinkan operator mobile untuk mengupgrade HRPD jaringan inti packet yang ada dengan menggunakan unsur-unsur arsitektur SAE / EPC. Selain itu, eHRPD adalah jalur yang lebih evolusioner untuk LTE sementara juga memungkinkan untuk layanan mobilitas yang baik - termasuk perpindahan yang mulus - antara eHRPD dan jaringan LTE.
2.
Dari sisi networking LTE tidak memiliki permasalahan interoperabilty dengan 3GPP2 karena LTE merupakan jaringan yang bersifat all-IP dengan arsitektur yang bersifat sederhana dan terbuka.
LTE
memiliki
interface
yang
memungkinkan LTE untuk interoperating dengan jaringan lain. Antarmuka ini akan memungkinkan pengguna untuk menjelajah ke jaringan melalui
51
antarmuka ini. LTE menyediakan interoperabilitas yang memungkinkan pengguna untuk meninggalkan rumah mereka dan otentikasi secara otomatis ke jaringan
yang
dikunjungi.
Fitur
ini
juga
menyediakan akses ke akses internet publik, layanan data terbaik dan akses VPN ke jaringan rumah mereka. LTE menyediakan interoperabilitas antara jaringan yang berbeda dengan mulus dan lebih sedikit packet loss. 4.3.1.3 Interoperability LTE dengan WiMAX 1.
Dari sisi arsitektur sebenarnya memiliki kasus yang sama dengan 3GPP2, karena memiliki standart yang berbeda dimana WiMAX mengacu pada standart IEEE 802.16 sedangkan LTE pada standart 3GPP. Transisi dari WiMAX ke LTE akan sangat sulit dan memerlukan perombakan arsitektur jaringan.
2.
Dari sisi networking tidak memiliki masalah interoperability dengan WiMAX, karena interface dalam LTE memungkinkan LTE dapat bekerja dengan jaringan lain.
4.3.2 Interkonektivitas LTE dengan jaringan lain Dari sisi operator LTE tidak memiliki masalah interkonektivitas sehingga pengguna LTE dari operator A masih tetap bisa untuk terhubung ke pengguna operator B. Hal ini juga karena operator sebelum bekerja sama dengan pihak vendor harus memastikan apakah jaringan dari pihak vendor dapat terhubung dengan jaringan existing pihak operator. Dari sisi bisnis hal yang harus diperhatikan operator adalah agar perpindahan dari teknologi sebelumnya ke LTE harus berjalan mulus dan memperhatikan agar jangan meninggalkan pelanggan yang masih menggunakan teknologi yang lama.
52
4.4
Trial LTE di Indonesia Selama percobaannya untuk implementasi jaringan LTE, Telkomsel sudah melakukan beberapa testing diantaranya adalah di daerah Universitas Indonesia dan Di daerah Bali pada acara APEC.
4.4.1 Trial di area Universitas Indonesia Trial ini dilakukan di daerah sekitar Universitas Indonesia di Depok pada tanggal 7 Agustus 2012. 4.4.1.1 Tujuan percobaan -
Trial LTE secara bertahap
bertujuan untuk memastikan
pengujian fungsi yang jelas dari partner, mengeksplorasi persyaratan teknis untuk implementasi LTE serta ketersediaan ekosistem -
Untuk menjadi teknologi pertama dan terdepan di Indonesia
-
Untuk memastikan semua fungsi dari setiap elemen jaringan berjalan dengan baik (misalnya eNodeB, MME, SAE-GW, IMS, Semua interface, dan lain-lain)
-
Untuk mengeksplorasi fitur yang didukung oleh peserta trial dan memastikan setiap fitur fungsi.
-
Untuk mengeksplorasi layanan LTE secara spesifik dan memastikan kualitas setiap layanan
-
Untuk memastikan interoperabilitas antara LTE dan jaringan 2G/3G TELKOMSEL saat ini
-
Untuk mengeksplorasi dampak pada spektrum 2100 & 1800MHz (gangguan, tenaga, biaya, dll)
-
Untuk memastikan kesiapan ekosistem untuk implementasi LTE dalam waktu dekat
-
Bagian dari percobaan sinergi dengan TELKOM RDC dengan tujuan akhir untuk membuat dokumen standarisasi LTE
-
Hasilnya akan dilaporkan ke regulator sebagai masukan untuk Implementasi LTE Indonesia
4.4.1.2 Tahap-Tahap Trial Pada trial LTE ini telkomsel memiliki beberapa tahapan
53
dalam melakukan trial, dimana masing - masing trial memiliki sasaran dan tujuan masing - masing.
Gambar 4.7 Fase percobaan (Sumber: Telkomsel, 2012) 4.4.1.3 Topologi yang digunakan selama Trial
Gambar 4.8 Topologi di trial Universitas Indonesia (Sumber: Telkomsel, 2012) Gambar diatas merupakan topologi yang digunakan oleh telkomsel selama trial di Universitas Indonesia berlangsung. Terdapat 2 site yang diletakkan di daerah Universitas Indonesia, dimana nantinya 2 site itu akan terhubung ke core LTE yang terletak di gedung TTC telkomsel di Buaran melalui backhaul Metro E yang disediakan oleh telkom.
54
4.4.1.4 Alokasi frekuensi selama Trial Berikut adalah gambar alokasi frekuensi yang dilakukan selama telkomsel melakukan trial di daerah Universitas Indonesia.
Gambar 4.9 Alokasi frekuensi pada 1.8 GHz (Sumber : Telkomsel, 2012) Menggunakan bandwith 5 Mhz dengan E-ARFCN 1375, frekuensi DL center : 1822.5 Mhz , dan Frekuensi UL center : 1727.5 Mhz, PCI (Physical Cell Identity) 11,12,13,14 4.4.1.5 Pengujian metode CS Fallback untuk layanan panggilan Ada beberapa metode untuk solusi layanan panggilan dalam LTE yang biasa disebut Voice Over LTE, dalam trial kali ini salah satu metode yang akan diuji oleh telkomsel adalah metode CS Fallback.
55
Gambar 4.10 CS Fallback (Sumber : Telkomsel , 2012) 4.4.1.6 Hal - hal yang diuji selama trial : 1.
User Latency
Gambar 4.11 User Latency (Sumber : Telkomsel, 2012) Tujuan Uji: Untuk membandingkan perbedaan latency antara HSPA dan LTE yaitu menggunakan apikasi Groovia lite live streaming Hasil Yang Diharapkan: LTE punya performa yang lebih baik dalam hal latency video streaming
56
2.
Pengujian Streaming Video HD
Gambar 4.12 Streaming video HD (Sumber : Telkomsel, 2012) 3.
Perbandingan User throughput antara HSPA dan LTE
Gambar 4.13 Perbandingan throughput HSPA dan LTE (Sumber : Telkomsel, 2012) Tujuan uji : Untuk membandingkan karakteristik throughput HSPA dan LTE.
57
Hasil yang diharapkan : LTE dapat memberikan user pengalaman yang lebih baik dalam throughputs, browsing dan downloading yang lebih cepat. 4.
Drive Test dan Scanning Frekuensi
Gambar 4.14 Drive test & Frequency scanning (Sumber : Telkomsel, 2012)
4.4.1.7 Hasil Tes selama Trial 1.
Hasil untuk Test User Latency
Gambar 4.15 User latency test (Sumber : Telkomsel, 2012)
58
Dari pengujian didapat perbedaan latency antara LTE dan HSPA kurang-lebih sebesar 5 sec. Dari hasil pengujian juga didapat LTE dapat menurunkan latency secara signifikan dibanding HSPA. 2.
Hasil untuk Test HD Video Streaming
Gambar 4.16 Hasil test HD video streaming (Sumber : Telkomsel, 2012) Dari hasil pengujian didapat LTE dapat menghasilkan throughput lebih dari 30Mbps sehingga dengan LTE, Video HD dapat dijalankan secara lancar tanpa ada kendala buffering.
59
3.
Hasil untuk test perbandingan user throughput
Gambar 4.17 Hasil test throughput (Sumber : Telkomsel, 2012) Dari hasil pengujian didapat beberapa hasil untuk beberapa parameter, dianataranya dari sisi throughput, waktu akses web, dan lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunduh suatu konten. Dimana LTE memiliki throughput yang jauh lebih baik dibanding HSPA dan juga kecepatan unduh yang jauh lebih cepat. 4.
Hasil test RLC Throughput
Gambar 4.18 Hasil test RLC Throughput (Sumber : Telkomsel, 2012)
60
Gambar diatas menunjukkan hasil pengujian terhadap RLC throughput yang dilakukan selama trial LTE berlangsung untuk mengukur bandwidth aktual yang dapat digunakan oleh pengguna di daerah Kampus UI. 5.
Hasil test SINR
Gambar 4.19 Hasil test SINR (Sumber : Telkomsel, 2012) Gambar diatas adalah hasil percobaan SINR yang dilakukan untuk menguji coba apakah terjadi interferensi atau tidak pada frekuensi yang digunakan dengan operator lain.
61
6.
Hasil RSRP (Reference Signal Receive Power)
Gambar 4.20 Hasil RSRP (Sumber : Telkomsel, 2012) Gambar diatas adalah hasil pengujian kekuatan sinyal selama trial LTE berlangsung di daerah Universitas Indonesia. 7.
Hasil RSRQ (Reference Signal Receive Quality)
Gambar 4.21 Hasil RSRQ (Sumber : Telkomsel, 2012)
62
Gambar diatas merupakan gambar hasil pengujian untuk melihat kualitas sinyal yang dipancarkan didaerah Universitas Indonesia selama trial LTE berlangsung. 4.4.1.8 Hasil dan Kesimpulan yang didapat setelah diadakan Trial •
TELKOMSEL adalah operator pertama di Indonesia yang pertama kali melakukan trial LTE secara live
•
Drive test menunjukan hasil yang bagus pada SINR, RSRP, RSRQ, dan RLC throughput walaupun hanya menggunakan 2 site (dari total 4 sektor) yang mampu mencakup seluruh area Universitas Indonesia
•
Menggunakan besar bandwith yang sama, LTE memiliki performance
yang lebih
baik
dalam latency
dan
throughput dibanding HSPA sehingga menawarkan user experience yang lebih baik •
CS Fallback call adalah salah satu solusi yang ditawarkan untuk voice over LTE dengan ± 4 sec setup time yang dibutuhkan untuk fallback ke HSPA, hasil tersebut masih dapat diterima.
•
Perpindahan dari LTE ke HSPA dilakukan dengan baik, dengan waktu interupsi yang sedikit dalam perpindahan.
4.4.2 Trial LTE di Bali - Dalam trial LTE saat APEC ini, network element dari LTE diletakkan di Jakarta dan di Bali - Persiapan trial untuk APEC dilakukan dari februari 2013 dan selesai pada September 2013 dan akan terus berlangsung sampai Desember 2013 untuk mendukung terselenggaranya acara WTO
63
4.4.2.1 Timeline untuk Trial saat APEC
Gambar 4.22 Timeline trial APEC 2013 (Sumber : Telkomsel, 2013) Gambar diatas menunjukan timeline dari pihak telkomsel terkait rencana trial LTE di Bali saat APEC berlangsung.
64
4.4.2.2 Daerah coverage LTE selama trial
Gambar 4.23 Penempatan lokasi trial LTE di Bali (Sumber : Telkomsel, 2013) Gambar diatas menjelaskan titik daerah ujicoba LTE di daerah Bali. Titik hitam yang terlihat pada gambar adalah tiang pemancar sinyal.
65
Dibawah ini adalah daftar 39 lokasi peletakkan eNodeB di Bali :
Gambar 4.24 Lokasi eNodeB di Bali (Sumber : Telkomsel, 2013)
66
4.4.2.3 Topologi yang digunakan selama Trial Dalam percobaan LTE APEC, elemen jaringan LTE sudah ditempatkan di Jakarta dan Bali (Denpasar). Ke 39 eNodeB yang sudah diletakkan di Bali bersamaan dengan MME (Mobility Management Entity), SAE GW (System Architecture Evolution Gateway), HSS (Home Subscriber Server) dan DRA (Dinamic Routing Agent) yang mana terhubung ke Bali 2G/3G live network dan live HLR (Home Location Register) untuk memiliki interoperabilitas dan mobilitas dengan jaringan Telkomsel yang ada. Sementara elemen jaringan di Jakarta hanya iOMS untuk pemantauan, Netact untuk berlangganan database dan live HLR, PCRF (Policy and Charging Rules Function) dan gateway Internet yang ada.
Gambar 4.25 Topologi jaringan LTE saat trial di Bali (Sumber : Telkomsel, 2013) Network Element dan jumlahnya • Untuk radio LTE, Telkomsel menggunakan teknologi SDR (Software Defined Radio) di semua 39 eNodeB. • Untuk LTE Core, Telkomsel menggunakan teknologi Core Convergence yang terdiri dari SAE GW untuk payload traffic, MME untuk mengirim sinyal, DRA untuk diameter routing dan border untuk roaming ke jaringan partner, HSS dan One NDS untuk data pelanggan, and OSS Core untuk monitoring.
67
Gambar 4.26 LTE Ran Portion (Sumber : Telkomsel, 2013)
68
Gambar 4.27 Daftar hardware dan software yang dipakai (Sumber : Telkomsel, 2013) Gambar diatas merupakan elemen - elemen jaringan yang digunakan dalam Trial LTE di Bali. Pada data diatas juga dilampirkan jenis hardware dan software yang digunakan. Layer LTE yang digunakan selama trial
Gambar 4.28 Layer LTE saat trial di Bali (Sumber : Telkomsel, 2013)
69
Gambar diatas merupakan LTE layer yang dipakai pada Trial LTE di Bali. 1.
Layer Service & Application merupakan layer yang berhubungan dengan user interface sama seperti layer Application pada OSI layer.
2.
Layer Control & Database adalah layer yang mempunyai fungsi sebagai database dan fungsi autentifikasi seperti Layer Session yang terdapat pada Layer OSI.
3.
Core layer adalah layer yang berfungsi untuk menentukan rute paket data pengguna, mobilitas handover, dan untuk menghubungan LTE dengan teknologi lain.
4.
Transport layer pada LTE layer berfungsi untuk menghubungkan jaringan backbone yang digunakan oleh service provider dan juga mengatur delay dan jitter.
5.
Layer Radio Access adalah layer yang berfungsi untuk mengkonversi aliran data yang dikirimkan dari dan ke User Equipment.
6.
Layer LTE Handsets merupakan perangkat atau terminal pada sisi pelanggan yang berupa handset untuk mengirim dan menerima informasi. Sebenarnya layer - layer pada LTE ini memiliki beberapa
kesamaan dengan model OSI layer. Seperti misalnya pada application layer pada OSI layer dan Service & Application layer pada layer LTE, kedua - duanya sama-sama memiliki fungsi yang berkaitan dengan user interface.
Sedangkan
perbedaan dapat dilihat pada layer transport dimana pada OSI layer transport bertugas untuk mengatur end to end error control sedangkan pada layer LTE bertugas untuk mengatur kapasitas transport serta mengatur delay dan jitter. Seperti yang kita ketahui pada 7 Layer OSI layer pertama merupakan layer fisikal sehingga jika kita bandingkan dengan layer yang dipakai dalam Trial LTE ini maka LTE Handsets merupakan layer yang bersesuaian dengan layer fisikal. Radio
70
Access mempunyai fungsi yang sama dengan layer data link pada OSI layer yaitu untuk mengontrol dan mengawasi pengiriman sinyal dari dan ke layer fisikal. 4.4.2.4 Service yang ditawarkan Telkomsel selama trial 1.
LTE Voice dan USSD Pelanggan Telkomsel tetap dapat menikmati layanan suara melalui mekanisme CSFB (Circuit-Switched Fall Back). Di mekanisme CSFB, ketika pelanggan berasal atau menerima panggilan saat di jaringan LTE, jaringan secara otomatis akan mundur atau memindahkan koneksi ke 3G yang ada sehingga layanan suara dapat dilakukan dengan sukses. Setelah panggilan selesai, koneksi secara otomatis akan kembali ke LTE sehingga pelanggan dapat terus menikmati kecepatan tinggi broadband di jaringan LTE. Mekanisme yang sama juga berlaku untuk layanan USSD.
2.
LTE SMS Pelanggan Telkomsel juga dapat mengirim atau menerima SMS yang merupakan salah satu layanan CS saat mereka berada di jaringan LTE. Untuk layanan SMS, Telkomsel menggunakan SMS lebih dari SG mekanisme di mana sambungan akan tetap pada jaringan 4G LTE dan tidak mundur ke jaringan 3G/2G seperti di CSFB.
3.
LTE Highspeed Broadband Keuntungan utama dari LTE dibandingkan dengan jaringan 3G/2G yang ada adalah pelanggan dapat menikmati data yang lebih cepat atau kecepatan tinggi broadband di jaringan LTE. Dengan LTE, operator atau operator dapat memberikan layanan data (broadband) dengan kapasitas yang jauh lebih besar (~ 1.7x) dengan bandwidth yang sama (5 MHz). Selain kecepatan yang lebih tinggi daripada yang ada, LTE juga menawarkan delay rendah sehingga pelanggan dapat menikmati layanan data real-time seperti suara, video streaming dan
71
online-game dengan kualitas yang lebih baik dan kurang penundaan. 4.
Aplikasi Digital Salah satu tujuan dari LTE percobaan adalah untuk mengembangkan aplikasi berbasis LTE. Terkait dengan tujuan
ini,
untuk
APEC
LTE
Trial,
Telkomsel
dipromosikan 5 aplikasi 100% buatan Indonesia yang sesuai dengan jaringan LTE dan mampu mendukung pariwisata, seperti Hi Bali (informasi pariwisata), UzOne (entertainment), Langit Musik (entertainment), Smile Messenger (media sosial), dan Toresto (informasi kuliner). 5.
Website untuk LTE Untuk mendidik pelanggan dan masyarakat tentang LTE, Telkomsel membuat halaman khusus di situs Telkomsel sebagai salah satu portal informasi tentang berhenti Telkomsel LTE termasuk FAQ, Video, Aplikasi yang paling cocok dengan jaringan LTE dan LTE Roaming Partners.
4.4.2.5 Hasil Trial Data mengenai pengguna LTE selama trial -
259 kartu trial USIM Simpati 4G LTE yang diaktifkan selama APEC 2013
-
114 kartu USIM yang digunakan pada device yang mendukung LTE
-
145 kartu USIM yang digunakan di device yang tidak mendukung LTE
-
LTE digunakan oleh pengguna telkomsel dan juga oleh pengguna operator lain (Inbound Roamers)
-
Rata-rata, Total user yang menggunakan LTE adalah sebanyak 280 user per harinya
72
Dari 114 kartu USIM yang diaktifkan pada device yang mendukung LTE, berikut rincian datanya berdasarkan jenis device yang digunakan.
Gambar 4.29 Device yang mendukung LTE (Sumber : Telkomsel, 2013) Dari 145 kartu USIM yang diaktifkan pada device yang tidak mendukung LTE, berikut rincian datanya berdasarkan jenis device yang digunakan.
Gambar 4.30 Device yang tidak mendukung LTE (Sumber : Telkomsel, 2013)
73
Berikut adalah data pengguna LTE selama acara APEC berjalan.
Gambar 4.31 Pengguna LTE di APEC (Sumber : Telkomsel, 2013) LTE Inbound Roamers -
Saat APEC berjalan, Telkomsel sudah membuat persetujuan mengenai roaming dengan : ●
Singtel Singapore
●
Globe Philippine
●
CSL Hongkong
●
Mobily Saudi Arabia
74
-
Rata - rata, total pengguna yang melakukan inbound roamer menggunakan LTE adalah 170 user per hari
Gambar 4.32 LTE inbound roamers (Sumber : Telkomsel, 2013) Data mengenai device yang digunakan user selama APEC Perbandingan antara inbound roamers dengan pengguna telkomsel
Gambar 4.33 Perbandingan LTE handsets (Sumber : Telkomsel, 2013)
75
Data mengenai jumlah total handsets LTE yang ada di pulau Bali selama event berjalan. Jumlah rata-rata 5000 handsets
Gambar 4.34 Banyaknya handsets LTE selama APEC (Sumber : Telkomsel, 2013) Data mengenai handsets LTE yang berada pada daerah coverage LTE. Jumlah rata-rata 1500 handsets
Gambar 4.35 LTE handsets in LTE coverage (Sumber : Telkomsel, 2013)
76
Data handsets LTE yang menggunakan Telkomsel. Rata-rata 150 handsets.
Gambar 4.36 LTE handsets yang memakai Telkomsel (Sumber : Telkomsel, 2013) Hasil Kecepatan LTE dan Traffic selama trial Maksimal kecepatan download per nodeB adalah 30 Mbps
Gambar 4.37 LTE downlink speed (Sumber : Telkomsel, 2013)
77
Maksimal Kecepatan Upload per node b adalah 9 Mbps
Gambar 4.38 LTE uplink speed (Sumber : Telkomsel, 2013) Maksimal payload traffic per hari adalah 24GB/hari
Gambar 4.39 LTE traffic (Sumber : Telkomsel, 2013) Dari data diatas dapat disimpulkan : -
Kecepatan Download sampai dengan 30 Mbps dengan rata-rata yang didapat sebesar 10 Mbps
-
Kecepatan Uplink sampai dengan 9 Mbps dengan rata rata yang didapat adalah 3 Mbps
-
Traffic data terbanyak yang digunakan pada jaringan
78
LTE adalah sebesar 24 GB 4.4.2.6 Kesimpulan dari hasil Trial oleh Telkomsel : - LTE dapat diimplementasikan dalam frekuensi 1800 MHz dengan
kualitas
dan
cakupan
yang
baik
tanpa
mempengaruhi kinerja DCS (2G 1800 MHz). - Melihat pengguna LTE yang besar dan terus tumbuh di Indonesia, Telkomsel merekomendasikan pemerintah untuk segera mengatur pelaksanaan 4G-LTE di Indonesia 4.5
Pandangan regulator (Kemkominfo) terhadap LTE 4.5.1 Pandangan regulator terhadap Implementasi LTE di Indonesia Berdasarkan penjelasan di dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, disebutkan bahwa dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong pertumbuhan serta peningkatan daya saing bangsa. Masalah utama dalam pembangunan pos dan telematika adalah terbatasnyakapasitas, jangkauan, serta kualitas sarana dan prasarana pos dantelematika yang mengakibatkan rendahnya kemampuan masyarakat mengakses informasi. Kondisi itu menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan digital, baik antardaerah di Indonesia maupun antara Indonesia dan negara lain. Dari sisi penyelenggara pelayanan sarana dan prasarana pos dan telematika (sisi supply), kesenjangan digital itu disebabkan oleh : (a)
terbatasnya kemampuan pembiayaan operator sehingga kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada dan pembangunan baru terbatas;
(b)
belum terjadinya kompetisi yang setara dan masih tingginya hambatan masuk (barrier to entry) sehingga peran dan mobilisasi dana swasta belum optimal;
(c)
belum berkembangnya sumber dan mekanisme pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana pos dan
79
telematika, seperti kerja sama pemerintah-swasta, pemerintahmasyarakat, serta swasta-masyarakat; (d)
masih rendahnya optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada sehingga terdapat aset nasional yang tidak digunakan (idle);
(e)
terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi;
(f)
terbatasnya
pemanfaatan
industri
dalam
negeri
sehingga
ketergantungan terhadap komponen industri luar negeri masih tinggi; dan (g)
masih terbatasnya industri aplikasi dan materi (content) yang dikembangkan oleh penyelenggara pelayanan sarana dan prasarana. Globalisasi,
kemajuan
teknologi,
dan
tuntutan
kebutuhan
masyarakat yang makin meningkat untuk mendapatkan akses informasi menuntut
adanya
penyempurnaan
dalam
hal
penyelenggaraan
pembangunan pos dan telematika. Walaupun pembangunan pos dan telematika saat ini telah mengalami berbagai kemajuan, informasi masih merupakan barang yang dianggap mewah dan hanya dapat diakses dan dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat. Oleh sebab itu, tantangan utama yang dihadapi dalam sektor sarana dan prasarana pos dan telematika adalah meningkatkan penyebaran dan pemanfaatan arus informasi dan teledensitas pelayanan pos dan telematika masyarakat pengguna jasa. Tantangan lainnya antara lain adalah
konvergensi
teknologi
informasi
dan
komunikasi
yang
menghilangkan sekat antara telekomunikasi, teknologi informasi dan penyiaran. Dalam upaya meningkatkan penyebaran dan pemanfaatan arus informasi dan teledensitas pelayanan pos dan telematika, maka disusunlah sasaran pembangunan komunikasi dan informatika di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014 melalui penetapan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014 tersebut merupakan turunan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.
80
Sasaran pembangunan komunikasi dan informatika yang terkait dengan upaya meningkatkan teledensitas adalah tersedianya akses dan layanan komunikasi dan informatika yang modern. Di dalam sasaran tersebut ditetapkan adanya 5 indikator dan target pencapaian di akhir tahun 2014 sebagai akhir dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yaitu : 1.
Tingkat penetrasi pengguna Internet sekurang-kurangnya 50 persen;
2.
Tingkat
penetrasi
pengguna
layanan
broadband
sekurang-
kurangnya 30 persen; 3.
Jumlah ibukota kabupaten/kota yang dilayani jaringan broadband mencapai 75 persen dari total ibukota kabupaten/kota;
4.
Tingkat penetrasi siaran TV digital terhadap populasi sekurangkurangnya 35 persen; dan
5.
Jaringan
backbone
serat
optik
telekomunikasi
yang
menghubungkan antarpulau besar mencapai 100 persen. Dengan melihat realisasi pembangunan infrastruktur dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 di dalam Buku I Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013, maka dapat teridentifikasi bahwa pertumbuhan ibukota kabupaten/kota yang terhubung secara broadband mengalami peningkatan. Pada akhir tahun 2009, sebagai titik awal RPJMN Tahun 20102014, terdata bahwa baru ada 311 ibukota kabupaten/kota yang terhubung secara broadband atau sama dengan 63% dari total jumlah ibukota kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Akhir tahun 2011, data tersebut mengalami kenaikan menjadi 328 ibukota kabupaten/kota atau setara dengan 66% dari total jumlah ibukota kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada akhir tahun 2012, data tersebut kembali meningkat menjadi 343 ibukota kabupaten/kota atau setara dengan 69% dari total jumlah ibukota kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dengan memandang pertumbuhan tersebut, maka target jumlah ibukota kabupaten/kota yang dilayani jaringan broadband mencapai 75%
81
dari total ibukota kabupaten/kota sebagaimana ditetapkan di dalam RPJMN Tahun 2010-2014 optimis akan tercapai. Bahkan di pertengahan tahun 2013, tepatnya di bulan Mei 2013, Pemerintah menetapkan target baru untuk melampaui target RPJMN, yaitu menjadi 88% dari total ibukota kabupaten/kota yang dilayani jaringan broadband untuk dicapai di akhir tahun 2014. Target sebesar 88% tersebut sama artinya dengan 437 ibukota kabupaten/kota. Untuk mengejar target tingkat penetrasi pengguna layanan broadband sekurang-kurangnya 30% yang dicanangkan di dalam RPJMN Tahun 2010-2014, Pemerintah di dalam Masterplan Percepatan dan
Perluasan
Pembangunan
Ekonomi
Indonesia
2011-2025
menargetkan adanya pembangunan National Broadband Network (NBN). Berangkat dari data jumlah penduduk sebanyak 240 juta jiwa di akhir tahun 2009, dimana 1,4%-nya telah teridentifikasi sebagai pelanggan broadband (setara dengan 850 ribu jiwa), maka diharapkan di akhir tahun 2014 dengan proyeksi jumlah penduduk Indonesia mencapai 252 juta jiwa terdapat sekurang-kurangnya 66 juta jiwa penduduk Indonesia yang telah menjadi pelanggan dari layanan broadband. Guna
mewujudkan
National
Broadband
Network
(NBN),
Pemerintah menyusun suatu Rencana Pembangunan Pita Lebar Indonesia atau disebut juga Indonesia Broadband Plan (IBP) yang konsep dokumennya telah mulai dikonsultasipublikkan sejak bulan Juni 2013. Di dalam dokumen rancangan IBP tersebut dijelaskan bahwa IBP merupakan elaborasi rencana pembangunan broadband nasional yang tetap mengacu kepada visi pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005‐2025 dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Di dalam dokumen rancangan IBP tersebut diakui bahwa akses broadband Indonesia sangat tergantung pada ketersediaan spektrum frekuensi radio. Dengan tingginya pertumbuhan komunikasi data dan menurunnya komunikasi suara, kebutuhan akan spektrum frekuensi radio semakin meningkat sedangkan pertumbuhan pendapatan operator seluler mengalami penurunan. Kondisinya saat ini, Indonesia sudah mengalami
82
krisis spektrum frekuensi radio akibat kenaikan trafik mobile broadband. Dengan melihat potret di satu sisi adanya ketergantungan Indonesia pada akses broadband melalui media spektrum frekuensi radio, sedangkan di sisi lain terdapat fakta bahwa pertumbuhan pendapatan operator seluler mengalami penurunan dan adanya krisis spektrum frekuensi radio, maka solusi satu-satunya untuk menciptakan suatu National Broadband Network (NBN) dan mengejar target penetrasi layanan broadband adalah dengan meningkatkan kecanggihan teknologi seluler yang diaplikasikan oleh operator seluler. 4.5.2 Pandangan sekarang dan masa yang akan datang menurut regulator LTE merupakan teknologi mobile broadband terkini yang telah diidentifikasi oleh ITU (International Telecommunication Union), organ PBB yang bertanggung jawab menangani telekomunikasi, sebagai teknologi seluler generasi keempat (4th Generation / 4G) tentunya merupakan suatu titik cerah sekaligus jalan keluar yang dicari oleh operator
seluler
untuk
meningkatkan
pendapatannya
sekaligus
memberikan keuntungan kepada masyarakat dengan memberikan layanan broadband yang jauh lebih baik dibandingkan teknologi 3G. Dengan demikian, secara otomatis, target Pemerintah pun akan tercapai. Seiring dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi telekomunikasi berbasis nirkabel (wireless telecommunication), mulai dari teknologi generasi pertama (1G / 1st Generation), generasi kedua (2G / 2nd Generation), hingga generasi ketiga (3G / 3rd Generation), pola konsumsi pengguna layanan telekomunikasi nirkabel di Indonesia terbukti mulai bergerak dari jasa teleponi ke arah jasa akses Internet pita lebar (broadband communication). Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka baik saat ini maupun yang akan datang, pengembangan teknologi seluler merupakan suatu hal yang vital dalam rangka memberikan pelayanan akses telekomunikasi kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Kondisi trafik data yang begitu tinggi saat ini tentunya mendorong Pemerintah bersama dengan operator seluler untuk mengaplikasikan teknologi seluler yang lebih canggih dibandingkan teknologi seluler yang dinikmati
83
oleh masyarakat Indonesia saat ini. Teknologi tersebut tentunya harus di atas teknologi 3G, yaitu teknologi 4G. Berdasarkan perkembangan alur evolusi teknologi seluler, yang semula bercabang, kini di era 4G semuanya mengarah pada 1 jenis standar teknologi, yaitu LTE (Long Term Evolution). Teknologi LTE sebetulnya sudah diberikan kesempatannya untuk diaplikasikan di Indonesia sejak tanggal 14 September 2011, yaitu pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 19/PER/M.KOMINFO/09/2011 tentang Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) Berbasis Netral Teknologi. Namun, dalam perkembangannya di lapangan, rupanya operator BWA baru dapat memperkenalkan produk akses Internet berbasis teknologi LTE pada tanggal 24 Desember 2013 yaitu dengan diluncurkannya produk modem Bolt! Super 4G LTE. Operator BWA yang memperkenalkan layanan broadband berbasis LTE tersebut adalah PT Internux sebagai salah satu operator BWA yang memiliki izin penggunaan pita frekuensi radio 2,3 GHz di Zona 4 (Provinsi Banten, DKI Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi). 4.5.3 Langkah-langkah atau strategi regulator dalam menerapkan teknologi LTE di Indonesia Dalam menerapkan teknologi LTE di Indonesia, langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pertama-tama adalah dengan melakukan penataan ulang sejumlah pita frekuensi radio yang berpotensi besar untuk diaplikasikan teknologi LTE. Dari banyak pilihan pita frekuensi radio yang dapat digunakan untuk teknologi LTE, Kemkominfo mengarahkan target penataan ulangnya dalam waktu dekat adalah di pita frekuensi radio 850 MHz dan 1800 MHz yang saat ini digunakan untuk teknologi CDMA (850 MHz) dan GSM (1800 MHz). Proses penataan ulang setiap pita frekuensi radio tidaklah mudah karena melibatkan banyak pemangku kepentingan di dalamnya. Selain operator seluler yang telah mendapatkan penetapan izin penggunaan pita frekuensi radio di dalam pita frekuensi radio yang akan dilakukan
84
penataan ulang, Kemkominfo pun melibatkan sejumlah instansi lain, seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, dan dalam kondisi tertentu bahkan juga melibatkan KPPU. Tahapan tersulit dari suatu penataan ulang pita frekuensi radio adalah pada saat pembahasan dengan operator seluler yang terkait. Pembahasan tersebut dapat berlangsung hingga puluhan kali dan memakan waktu berbulan-bulan sebelum akhirnya disepakati mekanisme penataan ulang yang menimbulkan implikasi gangguan paling minimal terhadap jaringan eksisting. Setelah pembahasan dengan operator seluler selesai, selanjutnya Menteri Kominfo akan menetapkan suatu Peraturan Menteri sebagai alas hukum dijalankannya penataan ulang suatu pita frekuensi radio. Di akhir proses penataan ulang tersebut, diterbitkanlah suatu Keputusan Menteri yang menetapkan kondisi akhir di pita frekuensi radio tersebut. 4.5.3.1 Rencana regulator Kemkominfo saat ini sedang mengkaji secara khusus penggunaan pita frekuensi radio 1800 MHz, yang diantaranya secara bertahap direncanakan dapat dipakai untuk teknologi LTE. Oleh karenanya, penataan ulang pita frekuensi radio 1800 MHz akan menjadi prioritas sebelum bergulirnya LTE pada pita frekuensi radio tersebut. Selain itu, Kemkominfo juga mengamati perkembangan kurang sehat pada industri seluler dan Fwa yang menggunakan teknologi CDMA pada pita frekuensi radio 850 MHz. Sempitnya lebar pita yang dimiliki setiap operator dan bersatunya arah evolusi teknologi 4G ke dalam standar 3GPP (LTE) menjadi salah satu penyebabnya. Oleh karenanya, Menteri Kominfo telah menginstruksikan kepada BRTI untuk mendalami dan mencari solusi sebagai upaya menyehatkan kembali industri seluler di pita frekuensi radio 850 MHz ini. Beberapa masukan diantaranya seperti mengganti teknologinya menjadi teknologi yang netral untuk dapat menuju LTE, kerjasama operasi, bahkan akuisisi dan merger, menjadi bahan pertimbangan.
85
Terhadap trial – trial teknologi LTE yang telah dilakukan oleh sejumlah operator seluler, seperti Telkomsel, Indosat, dan XL, Kemkominfo menyambut baik dan mendukung pelaksanaan trial tersebut. Kegunaan dari trial tersebut adalah untuk melihat kesiapan banyak aspek dalam pengimplementasian lebih lanjut teknologi LTE, seperti misalnya ekosistem perangkat pengguna, model bisnis yang akan dijalankan operator, dampak migrasi teknologi terhadap jaringan seluler eksisting yang telah dimiliki oleh operator, dan potensi interferensi pada penggunaan pita frekuensi radionya. Dari trial yang dilakukan oleh Telkomsel di Bali sebagai bagian dari dukungan untuk mensukseskan KTT APEC tahun 2013, terbukti bahwa teknologi LTE telah siap diimplementasikan di pita frekuensi radio 1800 MHz karena secara teknis, Telkomsel sendiri telah menyiapkan jaringan selulernya untuk siap dimigrasikan dari teknologi GSM ke teknologi LTE. Sejumlah pengukuran dan tes kecepatan data menunjukkan bahwa teknologi LTE menjanjikan kapasitas layanan broadband yang jauh lebih baik dibandingkan 3G. Ke depannya, Kemkominfo tidak akan lagi mengizinkan adanya trial LTE di pita frekuensi radio 1800 MHz karena dirasa semua aspek yang ingin diketahui dari trial sudah didapatkan dan kini tinggal dieksekusi dalam sebuah regulasi implementatif. Direncanakan, penataan pita frekuensi radio 1800 MHz akan dimulai di tahun 2014. Dengan demikian, diharapakan di akhir tahun 2014, target jumlah ibukota kabupaten/kota yang terlayani broadband sebanyak 88% dari total ibukota kabupaten/kota di seluruh Indonesia dapat tercapai. 4.5.3.2 Rekomendasi
frekuensi
menurut
regulator
serta
perkembangan dari awal hingga sekarang Adapun untuk kepastian alokasi pita frekuensi yang saat ini dapat digunakan untuk LTE adalah pada Band 40 (2300 – 2400 MHz) menyusul telah ditetapkannya Peraturan Menteri Komunikasi
dan
Informatika
Nomor
:
86
19/PER/M.KOMINFO/09/2011
tentang
Penggunaan
Pita
Frekuensi Radio 2.3 GHz Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) Berbasis Netral Teknologi. Dalam waktu dekat, direncanakan ada 2 pita frekuensi radio lain yang akan diaplikasikan teknologi LTE yaitu pita frekuensi radio 850 MHz dan 1800 MHz. Selain kedua pita frekuensi radio tersebut, pita – pita frekuensi radio lain yang saat ini digunakan oleh operator seluler juga memungkinkan untuk diaplikasikan teknologi LTE, seperti pita frekuensi radio 450 MHz, 900 MHz, 1900 MHz, dan 2.1 GHz. Ada juga pita frekuensi radio yang saat ini peruntukannya bukan untuk seluler tetapi memiliki potensi sangat bagus untuk digunakan sebagai pita frekuensinya seluler, yaitu pita frekuensi radio 700 MHz yang saat ini masih digunakan oleh lembaga- lembaga penyiaran TV free-to-air.