66
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengumpulan Data Dari seluruh data yang telah dikumpulkan, dilakukan pengolahan data yang dapat dilihat secara keseluruhan pada lampiran .
4.2
Analisis Data
4.2.1 OPC (Operation Process Chart) Operation Process Chart yang ada menunjukkan bahwa proses produksi yang ada pada PT. PKM berupa single line operation. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada proses perakitan di dalam proses produksinya. Bahan baku berupa scrap akan terus berada dalam satu garis operasi hingga menjadi produk jadi. Tercatat
dalam
proses
produksinya, terdapat satu kali proses gabungan, satu kali proses pengangkutan, satu
kali
pemeriksaan, Gambar 4.1 Situasi lapangan PT. PKM (3)
satu
kali
proses delay, serta lima kali proses operasi.
(lihat lampiran 4, halaman 83)
proses
67
4.2.2 Perhitungan Waktu Baku dan Routing Sheet •
Kapasitas produksi = 1800 ton / hari = 75 ton / jam
•
Penyesuaian (p) dengan sistem westinghouse menurut I.Z. Sutalaksana (1979, p145)
•
Average Skill (D)
=0
Average Effort (D)
=0
Poor Condition (F)
= -0,07
Fair Consistency (E)
= -0,02
Total
= -0,09
Kelonggaran (k) dengan menggunakan tabel “Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh” menurut I.Z. Sutalaksana (1979, p151) a. Tenaga yang dikeluarkan (sedang, pria)
= 12 %
b. Sikap kerja (berdiri di atas dua kaki)
= 2%
c. Gerakan kerja (agak terbatas)
= 1%
d. Kelelahan mata (pandangan yang terputus-putus) = 1 % e. Temperatur tempat kerja (tinggi)
= 30 %
f. Keadaan atmosfer (cukup)
= 3%
g. Keadaan lingkungan (luar biasa)
= 10 %
h. Kebutuhan pribadi
= 2 %
Total
= 62 %
68
Asumsi yang dilakukan adalah untuk efisiensi pabrik yaitu sebesar 95%.
Seluruh kegiatan operasi pada OPC disertakan dalam perhitungan waktu baku serta routing sheet ini. Untuk nilai penyesuaian didapat nilai -0,09 dan untuk nilai kelonggaran didapat nilai 62%. Oleh karena saat pada proses peleburan tidak menggunakan satuan unit atau buah untuk menandai hasil outputnya, melainkan menggunakan satuan ton. Maka hal ini berpengaruh hingga proses produksi akhir dan kapasitas produksinya. Selain itu terdapat juga siklussiklus produksi yang lamanya di atas satu jam. Dua hal di atas tersebut sedikit menyulitkan untuk mencari kapasitas alat teoritis per jam dari setiap mesin yang ada. Oleh karena itu sebelum mencari nilai kapasitas alat teoritis per jam, terlebih dahulu dilakukan konversi, dengan mencari nilai siklus per jam lalu disusul dengan nilai kapasitas per siklus. (lihat lampiran 5, halaman 84) Untuk penyesuaian dan kelonggaran, keduanya dibuat untuk seluruh kegiatan produksi yang ada di lapangan. Hal ini dikarenakan situasi kerja yang ada bersifat homogen untuk seluruh area. Untuk penyesuaian, nilainya memiliki rentang antara average hingga poor. Hal ini tidak berlebihan mengingat memang rendahnya kualitas pekerja serta macam pekerjaannya yang memang sangat kasar. Begitu pula dengan kelonggarannya, dibutuhkan kelonggaran yang cukup tinggi terutama pada tenaga, temperatur serta keadaan lingkungan pekerjaan yang memang relatif keras.
69
Berikut adalah jumlah mesin teoritis dari setiap peralatan yang ada. Tabel 4.1 Tabel Jumlah Mesin Teoritis Nama Peralatan Electric Arc Furnace Continuous Casting Cutting Machine Reheating Furnace Rolling Mill Cutting Tool
Jumlah Mesin Teoritis 2,99 2,63 2,34 3,93 5,73 0,40
4.2.3 Luas Lantai Produksi Asumsi-asumsi yang diambil: •
Allowance Operator EAF
: 400%
•
Allowance Operator CCM
: 10%
•
Allowance Operator Reheating Furnace : 10%
•
Allowance Operator Rolling Mill
: 10%
•
Allowance Gang EAF
: 100%
•
Allowance Gang CCM
: 25%
•
Allowance Gang Reheating Furnace
: 10%
•
Allowance Gang Rolling Mill
: 20%
Jumlah mesin yang dibutuhkan diambil dari jumlah mesin sebenarnya. Jumlah mesin sebenarnya tidak menggunakan perhitungan khusus, melainkan hanya berupa pembulatan ke atas dari jumlah mesin teoritis. Nilai yang ada ditambahkan dengan luas kantor lantai produksi yang berupa total luas kantor-
70
kantor kecil yang tersebar pada lantai produksi. Dari perhitungan didapat total luas lantai produksi sebesar 34100 m2. (lihat lampiran 7, halaman 86) 4.2.4 Luas Warehouse Perhitungan luas area yang dibutuhkan untuk menyimpan hasil produk jadi. Perhitungan luas storage tidak dilakukan, dikarenakan bahan baku berupa scrap yang tidak memiliki ukuran panjang dan lebar, melainkan hanya berupa “gunungan scrap”. (lihat lampiran 8, halaman 87) Tabel 4.2 Tabel Luas Warehouse No 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Produk Steel Billet (Bilet Baja) Equal Angle Bars (Besi Siku) U Channel (Besi Kanal) Plain Bars (Besi Beton Polos) Deformed Bars (Besi Beton Total :
Luas Total (m2) 550 1100 550 2750 4950 9900
4.2.5 MHPS (Material Handling Planning Sheet) Data dan kondisi perpindahan material pada perancangan ini didasarkan pada situasi sebenarnya dari lapangan karena untuk selanjutnya data akan dibandingkan dengan rancangan yang baru. Beberapa penyesuaian dilakukan pada kolom-kolom yang ada karena teori yang diajarkan di kelas tidak dapat diterapkan di lapangan, seperti teori mengenai frekuensi per jam. Teori menyebutkan bahwa jumlah frekuensi per jam didapat dari pembagian antara kemampuan maksimum dari peralatan material handling, dibagi dengan berat total dari bahan baku. Akan tetapi pada PT. PKM, pengangkutan bahan baku
71
tidak dilakukan sekaligus pada saat satu kali operasi peleburan, melainkan secara berurut. Hal ini dikarenakan prosedur operasi dari mesin EAF yang tidak memperbolehkan pemasukan bahan baku sekaligus dalam jumlah besar, walaupun peralatan material handling-nya memiliki daya angkut yang sangat besar dan dapat mengangkut seluruh bahan baku yang diperlukan dalam satu kali operasi secara sekaligus. Oleh karena itu nilai dari frekuensi per jam, didapat dari operator dimana nilai tersebut merupakan nilai pasti yang selalu terjadi pada setiap operasinya dan tidak berasal dari suatu perhitungan. Upah rata-rata = Rp 6.250 per jam, Rp 1.500.000 per bulan Jam kerja per hari = 8 jam Asumsi untuk 8 jam kerja per hari = 8 × Rp 6.250,- = Rp 50.000,Seluruh tenaga kerja untuk material handling adalah operator overhead crane. 1 meter perpindahan overhead crane, ekuivalen dengan 3 detik. Dari perhitungan didapat total cost pada tahap planning sebesar Rp 1333,33 per jam. (lihat lampiran 9, halaman 88) 4.2.6 FTC (From To Chart) Pada pembuatan from to chart, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara FTC Inflow dan Outflow. Perbedaan hanya terlihat pada bagian billet yard yang mendapat masukan dari 3 stasiun yaitu CCM I hingga III. Perbedaan yang tidak mencolok ini dikarenakan alur produksi yang ada berupa single line dan tidak ada perakitan komponen. (lihat lampiran 10-12, halaman 89-91)
72
4.2.7 Skala Prioritas Skala prioritas dibuat berdasarkan FTC Inflow dan Outflow yang telah dibuat. Terlihat di sini bahwa seluruh relationship yang ada bernilai A. Hal ini dikarenakan pada FTC yang ada, baik inflow maupun outflow, aliran yang ada seimbang dan tidak ada aliran yang lebih banyak pada satu stasiun tertentu. (lihat lampiran 13, halaman 92) 4.2.8 ARC (Activity Relationship Chart) Activity Relationship Chart merupakan suatu teknik yang digunakan untuk merencanakan keterkaitan antara setiap kegiatan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Activity Relationship Chart menggunakan beberapa simbol huruf seperti skala prioritas sebagai penanda derajat kedekatannya dan beberapa simbol angka berurutan sebagai wakil alasan penggunaan simbol huruf derajat kedekatan yang ada. Beberapa derajat kedekatan lain ditambahkan selain dari derajat kedekatan yang sudah didapat dari skala prioritas. Hal ini berguna untuk memperjelas beberapa relationship yang belum ada dan penting untuk diketahui. (lihat lampiran 14, halaman 93) 4.2.9 ARD (Activity Relationship Diagram) Activity Relationship Diagram merupakan dasar perencanaan keterkaitan antara pola aliran material dan lokasi kegiatan pelayanan yang dihubungkan dengan kegiatan produksi yang dibuat berdasarkan skala prioritas sebagai data derajat hubungan yang harus ada dan harus dipenuhi.
73
Pada ARD yang telah dibuat, selain letak kotak yang disesuaikan dengan teori, posisinya pun telah disesuaikan agar mendekati rancangan yang ada. (lihat lampiran 15, halaman 94) 4.2.10 MHES (Material Handling Evaluation Sheet) Perhitungan mengenai perencanaan perpindahan material yang baru. Data dan kondisi perpindahan material pada perancangan ini didasarkan pada hasil rancangan layout yang baru, untuk selanjutnya data dibandingkan dengan situasi dan kondisi perpindahan material pada layout yang lama. Terdapat perubahan jumlah mesin dan metode perhitungan jarak pada MHES ini. Jumlah CCM bertambah dari dua mesin menjadi tiga mesin. Dari perhitungan didapat total cost pada tahap planning sebesar Rp 1265,63 per jam. (lihat lampiran 16, halaman 95)
Gambar 4.2 Situasi lapangan PT. PKM (4)
74
4.3 4.3.1
Hasil Perancangan Kondisi Sekarang
Gambar 4.3 Layout PT. Pangeran Karang Murni (Sekarang)
75
4.3.2
Hasil Perubahan
Gambar 4.4 Layout PT. Pangeran Karang Murni (Usulan)