BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi DK pada tikus putih menunjukkan adanya perubahan gambaran histopatologi organ hati dan ginjal. Perubahan histopatologi terjadi terhadap kedua organ tersebut, pada pemberian dosis ekstrak dan fraksi DK yaitu fraksi heksan (F-H), fraksi etilasetat (F-EtAc), fraksi air (F-H2O), dan ekstrak etanol (E-EtOH), yang secara berurutan sebesar 57,5 mg/hari/ekor, 40 mg/hari/ekor, 209 mg/hari/ekor, dan 297,5 mg/hari/ekor. 4.1 Organ Hati Pengamatan histopatologi organ hati menunjukkan adanya kematian seluler hati (hepatosit) dengan terlihatnya ciri inti sel yang mengalami karyolisis. Kematian hepatosit tersebut berupa apoptosis. Hal ini dikarenakan tidak adanya infiltrasi sel radang (limfosit) yang membentuk kelompok padat. Apoptosis hepatosit ini terlihat pada sekitar daerah portal dan vena sentralis. Pengamatan apoptosis hepatosit dilakukan dengan cara menghitung rasio dari hasil skoring lesio pada kedua daerah tersebut. Rasio apoptosis hepatosit pada daerah portal dan vena sentralis dapat dilihat pada Tabel 4 dan gambaran histopatologi kedua daerah tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Tabel 4 Rasio apoptosis hepatosit pada daerah portal dan vena sentralis hati tikus yang diberi berbagai ekstrak dan fraksi DK sejak bunting sampai 10 hari postpartus. Kelompok Ekstrak
Rasio Apoptosi Hepatosit Pada Daerah
Rasio Apoptosis Hepatosit Pada
dan Fraksi DK
Portal
Daerah Vena Sentralis
Kontrol
38.937 ± 13.94b
54.191 ± 72.34a
F-H
27.233 ± 9.25b
20.500 ± 4.61a
E-EtOH
11.689 ± 6.48 a
14.122 ± 9.40a
F-EtAc
9.950 ± 3.68a
9.796 ± 5.95a
F-H2O
8.055 ± 8.12a
4.364 ± 1.13a
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).
Gambar 7 Apoptosi hepatosit pada daerah vena sentralis ditandai dengan inti karyolisis (panah putih) H&E.
Gambar 8 Apoptosis hepatosit pada daerah portal ditandai dengan inti karyolisis (panah putih) H&E.
Hasil pengamatan histopatologi di hati pada daerah portal kelompok kontrol terlihat adanya apoptosis hepatosit. Secara fisiologis hal ini merupakan peristiwa yang lazim terjadi pada setiap sel tubuh termasuk hati. Kematian tersebut merupakan kematian hepatosit setelah masa hidup nya terlampaui, yang kemudian sel-sel tersebut akan diganti dengan yang baru untuk menunjang fungsi hati secara sempurna. Mitchel dan Cotran (2007) juga mengatakan bahwa sel yang
normal dapat mengalami proses penuaan dan kematian sel secara fisiologis (apoptosis). Semua kelompok ekstrak dan fraksi DK (F-H2O, F-EtAc, E-EtOH, dan FH) menyebabkan rasio kematian hepatosit yang lebih sedikit dari pada kelompok kontrol, terutama F-H2O, F-EtAc, dan E-EtOH menunjukkan penurunan yang nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini kemungkinan adanya senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak dan fraksi tersebut yang mampu melindungi sel, yang menyebabkan jumlah apoptosis berkurang. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti senyawa apa yang bertanggung jawab terhadap penghambatan kematian sel tersebut. Ada kemungkinan beberapa senyawa seperti flavonol,
yaitu
3-O-β-D-glucosyl(1-6)-β-D-glucosyl-kaempferol,
3-O-β-D-
glucosyl-7-O-α-L-rhamnosyl kaempferol mempunyai peran penting dalam melindungi terhadap percepatan kematian hepatosit (Wang dan Lee 1997). Hal ini diperkuat juga oleh temuan Suprayogi (2004) bahwa senyawa aktif kaempferol merupakan antioksidan kuat. Oleh karena itu, dengan adanya penambahan antioksidan yang terkandung dalam daun katuk dapat menurunkan jumlah kerusakan (Moskaug et al. 2004). Bila melihat rasio apoptosis hepatosit di daerah vena sentrali dengan rasio apoptosis hepatosit di daerah portal, ada kemiripan pola penurunan rasio yaitu terutama pada fraksi air, fraksi etilasetat, dan ekstrak etanol dibandingkan dengan kelompok kontrolnya. Hal ini dikarenakan adanya senyawa aktif yang mampu menghambat kematian seluler hati, seperti telah diuraikan diatas walaupun terlihat adanya rasio kerusakan hepatosit dari vena sentralis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). 4.2 Organ Ginjal Pengamatan histopatologi organ ginjal menunjukkan adanya apoptosis yang ditandai dengan ciri inti epitel yang mengalami piknosis. Nekrosis ini terjadi pada inti epitel tubuli kontorti ginjal. Pengamatan apoptosis epitel tubuli kontorti ginjal dilakukan dengan cara menghitung rasio dari hasil skoring lesio pada daerah tersebut. Rasio apoptosi epitel tubuli ginjal dapat dilihat pada Tabel 5 dan gambaran apoptosisnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 5 Rasio apoptosi epitel tubuli kontorti ginjal tikus yang diberi berbagai ekstrak dan fraksi DK sejak bunting sampai 10 hari postpartus. Kelompok Ekstrak dan Fraksi DK
Rasio Apoptosis Epitel Tubuli Kontorti Ginjal
Kontrol
1.99 ± 1.32a
F-H
5.57 ± 0.87a
E-EtOH
5.16 ± 4.29a
F-EtAc
9.22 ± 8.60a
F-H2O
4.34 ± 2.73a
Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05).
Gambar 9 Apoptosis epitel tubuli kontorti ginjal yang ditandai dengan inti piknotis (panah putih) H&E. Rasio apoptosis pada berbagai kelompok fraksi dan ekstrak daun katuk cenderung terlihat lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini kemungkinan adanya metabolit yang berasal dari hati menimbulkan efek samping yang dapat mempercepat kematian sel epitel tubuli kontorti ginjal. Senyawa metabolit tersebut mungkin saja terjadi, mengingat bahan aktif ekstrak DK ketika memasuki hepatosit akan mengalami proses biotransformasi untuk menghasilkan bahanbahan metabolit. Bahan-bahan metabolit ini kemudian menyebar ke organ-organ tubuh lain, terutama ginjal sebagai organ ekskresi.
Kematian sel epitel tubuli tersebut tidak berbeda nyata. Oleh karena itu ada kemungkinan kematian sel tersebut masih bersifat apoptosis. Proses kematian sel apoptosis ini secara fisiologis dialami oleh semua sel normal setiap sel dalam tubuh yang mengalami penuaan yang diakhiri dengan kematian sel, dan akan digantikan oleh sel baru melalui proses regernerasi (Mitchel dan Cotran 2007). 4.3 Diskusi Umum Pengamatan histopatologi organ hati menunjukkan adanya kematian seluler hati (hepatosit) yang berupa apoptosis. Apoptosis hepatosit ini terlihat pada sekitar daerah portal dan vena sentralis. Hal ini juga terjadi pada ginjal. Pengamatan histopatologi organ ginjal menunjukkan adanya apoptosis yang terjadi pada inti epitel tubuli kontorti ginjal. Bila melihat rasio apoptosis hepatosit di daerah vena sentrali dan di daerah portal, terlihat ada kemiripan pola penurunan rasio apoptosis. Keseluruhan perlakuan (F-H2O, F-EtAc, E-EtOH, dan F-H) dalam penelitian menunjukkan rasio apoptosis yang lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol. Secara berurutan penurunan rasio apoptosis tersebut yaitu dari kelompok kontrol menurun terus menuju perlakuan F-H, E-EtOH, F-EtAc, dan F-H2O. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak dan fraksi ekstrak DK yang mampu melindungi sel, sehingga kematian seluler di hati dapat dihambat. Namun, sampai saat ini belum diketahui secara pasti senyawa apa yang bertanggung jawab terhadap penghambatan kematian sel tersebut. Ada kemungkinan beberapa senyawa aktif yang ditemukan seperti flavonol, yaitu 3-Oβ-D-glucosyl
(1-6)-β-D-glucosyl-kaempferol,
rhamnosyl-kaempferol,
dan
3-O-β-D-glucosyl
3-O-β-D-glucosyl-7-O-α-L(1-6)-β-D-glucosyl-7-O-α-L-
rhamnosyl-kaempferol mempunyai peran penting dalam menghambat kematian hepatosit (Wang dan Lee 1997). Hal ini diperkuat juga oleh temuan Suprayogi (2004) bahwa senyawa aktif kaempferol merupakan antioksidan kuat. Sebaliknya, hasil pengamatan rasio apoptosis yang terjadi pada ginjal pada berbagai kelompok perlakuan (F-H2O, F-EtAc, E-EtOH, dan F-H) cenderung terlihat lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol (P>0,05). Apoptosis epitel tubuli kontorti tersebut kemungkinan merupakan efek samping yang terjadi akibat hasil metabolit dari ekstrak dan fraksi DK di hati yang kemudian didistribusikan dan diekskresikan ke ginjal. Penelitian ini menunjukkan bahwa kematian sel kelompok fraksi air terlihat lebih rendah dari kelompok fraksi yang lain, walaupun tidak berbeda nyata (P>0,05).
Kematian sel yang terjadi pada daerah portal, vena sentralis, maupun yang terjadi pada epitel tubuli kontortorti ginjal, merupakan suatu kematian sel yang bersifat apoptosis. Melihat hasil rasio keseluruhan yang terjadi, baik pada organ hati maupun ginjal menunjukkan bahwa pemberian fraksi air daun katuk merupakan pemberian fraksi yang paling baik diantara ekstrak dan fraksi yang lain, karena mempunyai sifat hepatoprotektor yang relatif tinggi dengan efek samping yang relatif rendah.