51
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, akan dijelaskan terlebih dahulu bagaimana cara kerja sistem pengendalian kualitas yang dilakukan pada saat paling awal yaitu mulai dari diterimanya bahan baku dari supplier, tata cara dan prosedur inspeksi kedatangan barang, kemudian masuk ke lantai produksi beserta tata cara dan prosedur inspeksi barang ½ jadi hingga barang jadi, dan juga tata cara dan prosedur penyimpanan barang jadi pada gudang bahan jadi. Setelah itu juga akan dijabarkan aktivitas lain yang berhubungan dengan pengendalian kualitas yakni kalibrasi alat ukur / uji, pembuatan dan pencocokan warna hingga layanan terhadap keluhan / return pelanggan.
52
4.1.1
Sistem Quality control saat ini
Berikut ini akan dijelaskan prosedur yang dilakukan oleh bagian Quality control dalam melakukan inspeksi mulai dari penerimaan barang dari supplier hingga barang masuk ke Gudang Barang Jadi (Lihat Gambar 4.2 halaman 59). Setelah menerima bahan baku dari supplier, ditentukan terlebih dahulu apakah untuk keperluan yang mendesak atau tidak. Jika barang telah mendesak oleh jadwal produksi maka Direktur Operasional berwenang membebaskan barang seperti ini (dalam arti tidak di inspeksi) agar dapat digunakan dalam produksi tetapi QC tidak bertanggung jawab jika kelak barang tersebut dapat mengurangi kualitas produk. Sedangkan jika keperluannya tidak mendesak maka dilakukan inspeksi dengan langkah-langkah sebagai berikut : •
Jika barang yang di inspeksi memiliki Manual Spesifikasi, maka petunjuk inspeksi adalah mengikuti Manual Spesifikasi barang tersebut. Jika barang yang di inspeksi tidak memiliki Manual Spesifikasi maka inspeksi adalah mengikuti Data Spesifikasi yang dikirim oleh supplier
•
Barang yang belum sempat di inspeksi pada hari itu juga ditempatkan di tempat terpisah dan diberi identitas BELUM DI INSPEKSI
53
•
Hasil pemeriksaan barang di catat pada Laporan Pemeriksaan Barang Masuk (LPBM) dengan sistematika penomoran sebagai berikut
•
Metode inspeksi : Lakukan inspeksi sesuai dengan manual spesifikasi barang tersebut. Khususnya untuk kemasan, lakukan inspeksi 100 % dan dapat dibantu oleh personil gudang bahan baku dimana barang yang kemasannya meragukan dipisahkan dulu untuk diputuskan statusnya oleh QC
•
Setiap keputusan dari hasil pemeriksaan mutu barang yang diterima harus diberi identitas yang jelas pada label LPBM : 1. LULUS jika mutu barang yang diterima telah memenuhi syarat yang tercantum di Manual Spesifikasi maka diberi label dengan identitas tanda LULUS 2. TAHAN jika mutu barang yang diterima ada sebagian kecil yang rusak atau timbul keraguan maka diberi label identitas TAHAN dan personil QC harus membuat laporan status barang area karantina
54
3. TOLAK jika mutu barang yang diterima tidak sesuai standar pada Manual Spesifikasi maka diberi identitas TOLAK dan personil QC harus membuat laporan status barang area karantina •
Untuk barang yang dinyatakan TAHAN maka personil QC melakukan inspeksi ulang terhadap barang tersebut. Jika masih dalam batas toleransi (Petunjuk dalam manual spesifikasi) maka barang tersebut akan diterima dan apabila dari inspeksi ulang ternyata barang tersebut ada yang diragukan / tidak sesuai maka barang tersebut akan ditolak.
•
Untuk barang yang ditolak maka personil QC akan menerbitkan Laporan Ketidak Sesuaian (LKS) kepada bagian pembelian dan keputusannya adalah menunggu dari manager QC dan bagian pembelian
•
Laporan pemeriksaan barang masuk selanjutnya diarsipkan di departemen QC, gudang bahan baku dan bagian pembelian
Berikut ini ialah format dari form Laporan Ketidak Sesuaian (LKS) yang aslinya berukuran 21 x 11 cm.
55
Gambar 4.1 Laporan Ketidak Sesuaian
Dari Gudang Bahan Baku, terdapat ketentuan dalam tata cara penyimpanannya sebagai berikut : •
Bagian gudang menerima barang dari supplier kemudian barang tersebut disusun pada tempat yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan jenis barangnya.
•
Untuk membuat dan menyusun persediaan / stok tersebut maka personil gudang yang bersangkutan mengatur dan menyusun barang berdasarkan jenis dan jumlah penumpukannya yang telah ditentukan dalam Manual Spesifikasi
56
•
Dalam hal penyusunan barang di gudang tersebut berdasarkan jenis dan bentuk packing sehingga barang tersebut mudah diambil saat dibutuhkan
•
Apabila ada barang yang masih memenuhi persyaratan maka barang tersebut dinyatakan boleh dikirim / dipakai atau tetap disimpan didalam gudang sebagai stok sementara dan akan dilakukan inspeksi ulang dengan menerbitkan status Lulus pada barang.
Kemudian bahan baku diteruskan ke masing-masing unit untuk diproses menjadi barang ½ jadi. Setelah itu dilakukan inspeksi terhadap barang ½ jadi tersebut oleh staff kepala unit yang diinstruksikan oleh kepala unit tersebut dengan metoda inspeksi dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 88 mulai dari inspeksi barang ½ jadi hingga menjadi produk final. Status Tahan diberikan jika barang tersebut dapat dikerjakan ulang atau tidak. Jika dapat dikerjakan ulang maka langsung dikembalikan ke unitnya untuk diperbaiki, Jika tidak dapat diperbaiki maka barang tersebut masuk dalam status unit BS (barang rusak atau cacat). Status Tolak diberikan jika barang tidak dapat diperbaiki lagi. Seluruh hasil inspeksi dalam satu hari dicatat oleh kepala unit tersebut ke LKS kemudian dilaporkan ke bagian QC pada hari berikutnya untuk diminta usulan tindakan perbaikan atau pencegahan, kemudian QC mendokumentasikan hasil laporan tersebut dan
57
melakukan tindakan perbaikan. Terdapat ketentuan dan prinsip dalam penyimpanan barang ½ jadi yaitu : •
Untuk menyusun hasil produksi maka personil unit yang bersangkutan mengatur dan menyusun barang berdasarkan jenis dan jumlah penumpukannya yang telah ditentukan
•
Dalam hal penyusunan barang di gudang berdasarkan jenis dan bentuk packing sehingga barang tersebut mudah diambil saat dibutuhkan
•
Untuk pengambilan barang yang ada di gudang berdasarkan urutan dari pertama masuk dan pertama keluar (FIFO) sehingga barang yang diproduksi pertama bisa diproses dan Adm mencatat ke dalam Laporan Hasil Produksi yang berisi antara lain : 1. No. 2. No. Order 3. Nama barang 4. Ukuran 5. Stock akhir 6. Keterangan
•
Setiap ada pengambilan barang ½ jadi di tempat penyimpanan sementara maka unit wajib memeriksa ketentuan yang sesuai dengan masa penyimpanannya.
58
Barang yang lulus inspeksi disimpan ke dalam Gudang Barang Jadi sedangkan untuk barang yang berstatus Tolak atau reject dibuang ke area BS. Ketentuan penyimpanan barang jadi di gudang sebagai berikut : •
Personil atau Adm GBJ menerima Laporan Hasil Packing barang dari unit yang bersangkutan kemudian barang tersebut dilakukan pengecekan dan disusun pada tempat yang telah ditentukan
•
Untuk menyusun persediaan / stok tersebut maka personil gudang yang bersangkutan mengatur dan menyusun barang berdasarkan jenis dan jumlah penumpukannya yang telah ditentukan.
•
Dalam hal penyusunan barang digudang tersebut berdasarkan jenis dan bentuk packing sehingga barang tersebut mudah diambil saat dibutuhkan
•
Apabila ada barang yang masih memenuhi persyaratan maka barang tersebut dinyatakan boleh dikirim / dipakai atau tetap disimpan didalam gudang sebagai stok sementara
•
Setiap pengambilan barang ditempat penyimpanannya, maka personil gudang wajib memeriksa ketentuan masa penyimpanannya yang telah ditentukan.
59
Gambar 4.2 Flow chart Quality control saat ini
60
4.1.2 Kalibrasi
Kalibrasi merupakan pengendalian alat ukur / timbang dengan tujuan menjamin semua semua alat ukur / timbang / uji memiliki kemampuan pengukuran yang akurat agar sesuai dengan persyaratan. Kalibrasi pada PT. FFZ yaitu Kalibrasi Eksternal yakni melakukan kalibrasi untuk master alat ukurnya ke pihak luar (dilakukan 2 tahun sekali) dan Kalibrasi Internal yakni melakukan kalibrasi sendiri untuk penyesuaian alat dengan masternya (dilakukan 1 tahun sekali). Berikut ini ialah prosedur kalibrasi internal pada PT. FFZ : o Berdasarkan jadwal kalibrasi internal, alat ukur / timbang / uji
yang terdaftar perlu dikalibrasi ulang oleh departemen QC dan dikerjakan oleh kalibrator yang memenuhi kualifikasi kalibrator yang sudah pernah di training manual teknik dan instruksi kerja yang berkaitan dengan kalibrasi o Pada saat melakukan kalibrasi ulang, laporan kalibrasi terdahulu
harus dilampirkan dan alat yang dikalibrasi harus dalam keadaan baik (tidak rusak). o Cara kalibrasi ialah setiap alat yang dikalibrasi harus dibersihkan
terlebih dahulu termasuk masternya. Alat yang dinyatakan lulus kalibrasi adalah yang hasil pengukurannya sama dengan masternya
61
sekurang-kurangnya 5 kali diadakan pencocokan dari kemampuan ukur tersebut. o Alat yang sudah dikalibrasi diberi label kalibrasi baru yang
mencantumkan : Tanggal / bulan / tahun selesai dikalibrasi Tanggal / bulan / tahun jatuh tempo kalibrasi ulang o Setelah alat selesai dikalibrasi dikembalikan kepada unit kerja
yang terkait dengan disertai laporan kalibrasi yang asli sedangkan copy laporan kalibrasi dan catatan kalibrasi diarsipkan departemen QC. o Setiap ada penggantian alat maka harus dikalibrasi dan apabila alat
rusak dan masih dapat diperbaiki maka harus dikalibrasi ulang setelah diperbaiki.
4.1.3
Matching warna
Bagian matching warna menerima konfirmasi matching warna dari departemen QC dengan dilampiri contoh warna yang akan diproses matching sesuai dengan permintaan dari pelanggan. Tahap pembuatan matching warna akan dijelaskan sebagai berikut :
62
o Sebelum melakukan proses matching, contoh warna tersebut di
analisa kemudian membuat kriteria zat warna dan komposisi yang diperlukan. o Setiap permintaan matching warna, maka sedikitnya harus
dibuatkan 2 macam contoh warna untuk dikirim ke pelanggan sebagai alternatif pilihan untuk di ACC oleh pelanggan. o Hasil matching yang sudah dianggap sesuai atau mendekati dengan
contoh dari pelanggan, diserahkan pada manager QC untuk ditanda tangani beserta data permintaan matching untuk diteruskan ke PPIC untuk disetujui dan dikirim ke pelanggan (dan sebagian di arsipkan di departemen QC sebagai data matching). o Apabila salah satu contoh sudah di ACC dari pelanggan maka dari
departemen QC akan memberitahukan bahwa hasil matching warna yang dikirim sudah di ACC dan departemen QC akan meminta komposisi pemakaian obat untuk warna tersebut dan diteruskan kepada bagian produksi yang bersangkutan. o Apabila pelanggan menolak warna hasil matching tersebut, maka
berdasarkan pemberitahuan dari departemen QC dilakukan matching ulang.
63
4.1.4
Customer service
Gambar 4.3 Diagram alur proses penanganan return pelanggan Prosedur dalam penanganan return dari pelanggan akan dijelaskan di bawah ini : o Marketing menerima keluhan dari pelanggan melalui telepon dan
keluhan tersebut diteruskan ke PPIC melalui laporan keluhan pelanggan o Jika hasil analisa ternyata kesalahan dari pelanggan maka
marketing akan menjelaskan kepada pelanggan mengenai hasil analisa tersebut dan tidak ada proses return atau ganti barang
64
o Jika hasil analisa dari departemen terkait diatas ternyata kesalahan
PT. FFZ maka :
Return adalah pelanggan tidak bisa pakai atau dijual ke pelanggan lain dan marketing akan membuat surat persetujuan return untuk GBJ dan jika barang yang direturn telah sampai di GBJ maka marketing akan membuat laporan return barang (LRB) untuk PPIC
Potong harga adalah pelanggan masih bisa pakai / dijual sesuai dengan kesepakatan negosiasi antara marketing dan pelanggan kemudian marketing akan membuat persetujuan perubahan harga (PPH) untuk accounting.
4.2
Analisis Data
Berikut ini dijelaskan kekurangan-kekurangan yang ada pada Sistem QC pada PT. FFZ saat ini. 4.2.1 Inspeksi kedatangan barang
Sebelumnya dijelaskan bahwa setelah menerima barang dari supplier, jika kebutuhan mendesak oleh jadwal produksi maka tidak dilakukan inspeksi dan langsung masuk ke lantai produksi untuk diproses menjadi barang ½ jadi.
65
Di sini terjadi gambling dimana jika kebetulan barang yang diterima dari supplier tersebut memenuhi standar spesifikasi maka tidak terjadi masalah. Tetapi apabila barang tersebut tidak memenuhi standar yang diinginkan, tentu saja perlu pertimbangan yang serius apakah dapat diproses dalam arti akan mempengaruhi standar kualitas, atau akan menjadi unit BS dan terpaksa perlu diganti. Jika ternyata barang dari supplier tersebut tidak bisa digunakan maka departemen QC tidak bertanggung jawab. Tentu saja ini menjadi kerugian tersendiri karena departemen QC harusnya menjamin tiap barang yang masuk, yang digunakan dan dihasilkan memiliki mutu yang telah diawasi secara ketat oleh departemen QC.
4.2.2
Inspeksi barang ½ jadi dan barang jadi
Pada inspeksi barang ½ jadi dan barang jadi, terdapat kesalahan dan kelambatan dalam melaporkan hasil produksi produk yang cacat. Setelah memproduksi hingga selesai sesuai jumlah pesanan, baru dilakukan inspeksi oleh kepala unit yang bersangkutan yang dibantu oleh staffnya. Jika ditemukan produk yang cacat, kepala unit menerbitkan LKS yang memberitahukan jenis produk yang cacat beserta kodenya, jumlah produk yang diperiksa, jumlah produk yang cacat, tanggal periksa dan alasan cacat. Laporan LKS ini baru
66
disampaikan ke departemen QC keesokan harinya untuk diminta tindakan perbaikan dan pencegahan. Sistem inspeksi tersebut menyebabkan banyak barang ½ jadi yang dihasilkan cacat, berstatus Tolak dan perlu diganti. Untuk data banyaknya produk yang cacat selama bulan Januari hingga April 2006 dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 89. Pada Lampiran 2 dapat dilihat jumlah produk cacat yang begitu besar. PT. FFZ menetapkan status “TAHAN atau TOLAK” jika cacat yang ditemukan melebihi 2% dari jumlah sample yang diambil sedangkan data jumlah produk cacat pada Lampiran 2 sangat besar dan mencapai 100%. Tentu saja ini menimbulkan masalah pada PT. FFZ karena mereka harus mengganti dan memperbaiki produk cacat tersebut. Pada Lampiran 2 juga dapat dilihat bahwa karakteristik cacat yang paling banyak terjadi ialah karena masalah warna yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ini lebih disebabkan karena setelah dilakukan konfirmasi warna ke pelanggan dan setelah di ACC, pengecatan langsung berjalan hingga akhir sehingga tidak lagi diperiksa
secara
berkala
apakah
masih
sesuai
atau
tidak.
Permasalahan tidak sesuainya warna yang diinginkan juga terjadi di data Keluhan / return pelanggan pada Lampiran 3 halaman 90.
67
Untuk barang jadi, jumlah cacat yang dihasilkan tidak terlalu besar karena pada tahap produksi barang ½ jadi telah dilakukan tindakan perbaikan sehingga kecacatan telah berkurang. Data banyaknya produk yang cacat selama Januari hingga April 2006 dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 91.
Sistem inspeksi yang digunakan oleh PT. FFZ saat ini dapat digambarkan sebagai The Detection model dalam Gambar 4.4 berikut :
Repair / Rework
Process
Inspection
Shipment
Scrap / Waste
Gambar 4.4 The Detection model
Dalam Detection model tersebut dapat dijelaskan bahwa QC baru menemukan permasalahan seperti produk cacat setelah benarbenar terjadi. Memang dalam Detection model tersebut dapat mengatasi produk yang cacat, tetapi metode untuk melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan harus menunggu keputusan dari manajer QC.
68
4.3
Hasil Perancangan
Berikut ini ialah usulan untuk perbaikan sistem QC pada PT. FFZ per bagian-bagiannya. 4.3.1
Manajemen Mutu
Pada manajemen mutunya saya mengusulkan perubahan pada struktur organisasi dan peran jabatan dalam departemen QC. Jika pada struktur organisasi saat ini, Kabag Matching Cat, Matching dan Katalog merupakan jabatan berbeda maka saya mengusulkan untuk dikoordinasikan dalam satu jabatan sehingga untuk bagian kontrol terhadap matching warna tidak terpisah-pisah. Jadi kontrol terhadap matching warna selain bertanggung jawab terhadap pembuatan warna dari pelanggan tetapi juga bertanggung jawab dalam pembuatan katalog warna sebagai patokan utama jenis warna. Selain itu, inspeksi untuk barang ½ jadi dan barang jadi dikoordinasikan oleh Kabag barang ½ jadi dan barang jadi yang dibantu oleh staffnya. Berikut ini ialah usulan struktur organisasi untuk departemen QC pada PT. FFZ beserta fungsinya :
69
Manager QC
ADM
Kabag Matching Cat
Kabag barang ½ jadi Dan barang jadi
Kalibrator
Staff
Gambar 4.5 Struktur organisasi QC usulan
Berikut ini ialah fungsi-fungsi untuk jabatan yang baru : •
Kabag Matching Cat o Bertanggung jawab terhadap pembuatan warna-warna baru sesuai
dengan order dari pelanggan dan matching warna o Bertanggung jawab terhadap pemeliharaan, penggunaan peralatan dan
prasarana kerja o Membuat laporan sesuai dengan pekerjaannya kepada manager QC o Melaksanakan pembuatan katalog warna sesuai dengan kebutuhan
70
•
Kabag barang ½ jadi dan barang jadi o Bertanggung jawab mem-verifikasi tindakan koreksi dan pencegahan
yang telah selesai dilakukan dan mencatat di Daftar Status Tindakan Koreksi dan Pencegahan atas Ketidaksesuaian o Berkewajiban melakukan perawatan dalam pemeliharaan terhadap
alat-alat kerja dan dokumen-dokumen yang digunakan guna memperlancar pekerjaan o Membuat laporan / mengisi log book sesuai petunjuk kerjanya
•
Staff o Bertanggung jawab melakukan inspeksi mutu barang ½ jadi dan
barang jadi dan melakukan tindakan perbaikan o Membuat laporan hasil inspeksi dan perbaikan dan menyerahkannya
kepada atasan
4.3.2
Quality control pada penerimaan barang masuk
Pada saat menerima barang dari supplier harus dilakukan pemeriksaan barang masuk. Kebutuhan mendesak tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak melakukan inspeksi barang masuk sehingga diharapkan Inventory Control dapat memenuhi kebutuhan
71
bahan baku agar tidak terjadi kekurangan material. (Lihat poin B2 pada Gambar 4.10 halaman 82).
4.3.3
Quality control pada produksi
Sebagai pengganti dari sistem Detection model saat ini, saya menyarankan untuk menggunakan sistem Prevention Model yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut :
Process
Output
Shipment
Inspect with SPC
Improve Analyze
Gambar 4.6 The Prevention model
Pada dasarnya Prevention model berusaha untuk memperbaiki kualitas melalui usaha untuk mengurangi produk yang dihasilkan cacat. Dengan metode SPC (Statistical Process Control) yaitu 7 Tools diharapkan dapat mengurangi dan menghindari terjadinya produk cacat. Disini terdapat perbedaan dengan Detection model yaitu metode inspeksi dengan SPC, menganalisa dan langsung memperbaiki.
72
Dari poin B2 hingga B7 pada Gambar 4.10 kurang lebih sama dengan alur QC saat ini (poin A3 sampai A8 pada Gambar 4.2). Pada kontrol terhadap barang in-process saya mengusulkan untuk menempatkan staff QC pada tiap unit produksi. Staff QC tersebut bertanggung jawab dalam inspeksi barang ½ jadi hingga barang jadi. Jadi, setiap 1 jam dilakukan inspeksi terhadap produk yang dihasilkan untuk memperkecil kemungkinan besarnya jumlah produk cacat dengan menggunakan check sheet. Jika ditemukan produk yang cacat, staff QC tersebut menerbitkan Check sheet dan langsung dilakukan pelacakan ke sumber penyebab cacat dan langsung menangani permasalahan tersebut (B7.2B.2). Laporan terjadinya cacat dalam satu hari tersebut yang dituliskan di form check sheet beserta tindakan perbaikan yang telah dilakukan
langsung
dilaporkan
ke
departemen
QC
sebagai
dokumentasi (B7.2B.3). Sistem ini juga berlaku untuk inspeksi barang jadi (B10.2B.1 sampai B10.2B.3). Untuk metode inspeksi menjadi berubah (lihat Lampiran 5 halaman 92) dimana interval waktu sampling berubah dari minimal 3 kali (lihat Lampiran 1) menjadi 1 jam dan jumlah sample berubah menjadi 20% dari jumlah yang dihasilkan dalam interval waktu tersebut. Alasan menggunakan jumlah sample 20% dari jumlah yang
73
dihasilkan untuk mengantisipasi berubahnya jumlah produk yang dihasilkan dalam kurun waktu satu jam tersebut.
4.3.4
Penggunaan Seven Tools dalam analisa data
Untuk
membantu
QC
dalam
menganalisa
data,
saya
menyarankan untuk menggunakan 7 Tools dimana alat yang berguna yakni : •
Histogram
Histogram digunakan sebagai presentasi data yang didapat dalam per bulannya. Dalam data per bulan tentu saja terdapat jumlah produksi dan jumlah produk yang cacat. Pada jumlah produk yang cacat tersebut terdapat kategori cacat berdasarkan bagian unitnya. Sebagai contoh lihat Lampiran 6 halaman 93. Pada Lampiran 6 terdapat data produksi per bulannya dimana juga terdapat jumlah produk yang cacat sesuai masing-masing unit yaitu unit Gapping, unit Lem Film, unit Pinbox, unit Potong dan unit Sortir. Di sini dapat dilihat unit mana yang paling banyak menghasilkan produk cacat. Setelah membuat Histogram, staff QC harus melakukan analisis ke unit tersebut untuk mengetahui lebih detil mengenai cacat yang terjadi dengan menyusun diagram Pareto dan melakukan perbaikan dengan diagram Fishbone.
74
•
Check Sheets
Dengan
menggunakan
check
sheet
dapat
membantu
mempermudah staff QC nantinya dalam melakukan inspeksi barang sehingga tidak perlu menulis berulang-ulang. Pada check sheet ini juga terdapat keterangan mengenai kategori cacat, penyebab cacat serta tindakan koreksi yang telah dilakukan. Check sheet ini berguna sebagai pengganti LKS. Untuk format dari check sheet usulan dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut. Jika kategori cacat tidak terdapat pada pilihan maka dapat dituliskan di bagian keterangan di bawah check sheet.
75
CHECK SHEET PT. FAJARINDO FALIMAN ZIPPER TANGGAL :
UNIT
JAM
NAMA BARANG :
:
GIGI RUSAK
:
JUMLAH INSPEKSI :
GIGI TIDAK STANDAR GOSOKAN TIDAK LICIN
JUMLAH CACAT :
JAHITAN TIDAK RAPI JAHITAN TIDAK RATA KAIN KOTOR
NO. LOT :
KAWAT TIDAK LOCK LEM FILM LEPAS PERMUKAAN KASAR SLIDER BELAH SLIDER SERET
STATUS
SLIDER TIDAK LOCK
TAHAN
WARNA TIDAK MERATA TOLAK
WARNA TIDAK SESUAI KETERANGAN : PERBAIKAN :
DIBUAT OLEH
DIKETAHUI OLEH
QC NAMA JELAS
KANIT / KARU
Gambar 4.7 Check sheet usulan
76
•
Diagram Pareto
Setelah melakukan inspeksi dengan menggunakan check sheet, staff QC telah mendapatkan data-data yang diperlukan untuk menyusun diagram Pareto. Diagram Pareto dapat mempermudah dalam menampilkan kategori-kategori cacat yang terjadi saat dilakukan pemeriksaan. Dengan diagram ini, staff QC dapat menentukan kategori cacat yang paling dominan yang terjadi dalam 1 hari tersebut sesuai dengan masing-masing unitnya. Data berikut ialah data rekayasa sebagai gambaran dalam membuat diagram Pareto pada unit Sortir : Tabel 4.1 Data cacat unit sortir No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Kategori cacat Warna tidak sesuai Gosokan tidak licin Gigi tidak standar Warna tidak merata Slider tidak lock Slider belah Slider seret Kain kotor
Jumlah (Kg) 121.2 52.3 65.8 70 4.2 8.5 24.8 7.3
Sebelum menyajikan data ke dalam diagram Pareto, staff QC perlu mengurutkan terlebih dahulu data yang didapat mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil kemudian dicari persentasenya. Berikut ini ialah data yang telah diurutkan berdasarkan besar persentasenya :
77
Tabel 4.2 Data cacat unit sortir yang telah diurutkan No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Kategori cacat Warna tidak sesuai Warna tidak merata Gigi tidak standar Gosokan tidak licin Slider seret Slider belah Kain kotor Slider tidak lock
Jumlah (Kg) 121.2 70 65.8 52.3 24.8 8.5 7.3 4.2
Persen 34.2276 19.7684 18.5823 14.7698 7.00367 2.40045 2.06157 1.18611
Diagram Pareto Unit Sortir
Persentase
40 35
Warna tidak sesuai
30
Warna tidak merata Gigi tidak standar
25
Gosokan tidak licin
20
Slider seret
15
Slider belah
10
Kain kotor
5
Slider tidak lock
0 Cacat
Gambar 4.8 Diagram Pareto unit Sortir
Setelah diagram Pareto ini tersusun, staff QC dapat melihat ternyata cacat Warna Tidak Sesuai memiliki proporsi yang besar yakni sekitar 34,23 % dari keseluruhan kategori cacat. Kemudian untuk
78
melakukan analisa untuk mencari penyebab dari terjadinya hal tersebut, staff QC dapat menggunakan diagram Fishbone.
•
Peta Kontrol
Karena data yang dianalisa ialah data atribut, maka saya menyarankan untuk menggunakan peta kontrol p dengan pertimbangan bahwa tidak mungkin untuk menggunakan peta kontrol np karena harus memiliki sample yang konstan sedangkan jumlah yang di inspeksi dapat dengan mudah berubah-ubah. Langkah-langkah dalam membuat peta kontrol p ialah : 1. Pilih bagian unit mana yang akan dilakukan kontrol. Saya menyarankan masing-masing unit memiliki peta kontrol sendiri. 2. Kumpulkan data. Data yang telah dikumpulkan melalui check sheet dapat digunakan untuk peta kontrol dimana nantinya akan terdapat jumlah inspeksi, jumlah produk yang diinspeksi, jumlah produk yang cacat, dan proporsi cacat. 3. Hitung nilai rata-rata dan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah dengan menggunakan rumus pada Persamaan (1),(2), dan (3) halaman 28.
79
4. Hitung kembali nilai rata-rata, Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah jika terdapat data yang keluar dari batas dengan rumus pada Persamaan (4),(5), dan (6) halaman 28 dan 29.
•
Diagram Fishbone
Setelah Diagram Pareto tersusun, dapat dilihat kategori cacat yang paling dominan sehingga manajer QC, beserta para Staff dan bagian Produksi dapat berkumpul bersama dan melakukan brainstorming dalam pembuatan Diagram Fishbone. Bagian Produksi berperan penting dalam mengumpulkan informasi mengenai penyebab-penyebab yang terjadi dan mungkin terjadi sehingga menyebabkan produk menjadi cacat. Setelah informasi terkumpul, Manajer dan Staff QC dapat mengelompokkan kategori penyebab cacat ke dalam 4 bagian utama yakni Material, Manusia, Metode dan Mesin. Berikut ini ialah Diagram Fishbone untuk kategori cacat Warna Tidak Sesuai.
80
Material
Jenis cat hampir sama
Obat kadaluarsa
Metode
Kombinasi Warna yang salah Campuran Obat salah Warna Tidak Sesuai
Tidak berpengalaman Penyemprotan terlalu tebal Inspeksi Visual
Manusia
Mesin
Gambar 4.9 Diagram Fishbone untuk cacat Warna Tidak Sesuai
Pada Gambar 4.9 dapat dilihat apa saja yang menyebabkan terjadinya cacat Warna tidak Sesuai. Pada Materialnya terdapat jenis cat yang warnanya hampir sama tetapi berbeda kualitas warnanya dan juga karena obat yang kadaluarsa menyebabkan warna menjadi berubah. Pada Metodenya terdapat kombinasi warna yang salah dan campuran obat yang tidak sesuai dengan jenis cat yang digunakan. Pada Manusianya biasanya disebabkan operator penanganan warna yang tidak berpengalaman sehingga mencampur warna atau obat yang salah. Selain itu juga karena kesesuaian warna diinspeksi secara visual
81
sehingga jika warna dianggap mendekati warna yang diinginkan maka dianggap Lulus Inspeksi. Pada bagian Mesin disebabkan oleh intensitas penyemprotan yang tebal menyebabkan warna menjadi berubah setelah proses pengecatan. Setelah
selesai
menyusun
diagram
Fishbone
tersebut,
departemen QC bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan langsung ke penyebab masing-masing masalah tersebut dan berusaha untuk melakukan tindakan pencegahan agar jumlah produk cacat akibat proses tersebut dapat dikurangi kemudian dilakukan dokumentasi ke departemen QC sebagai manual mutu sebagai patokan dalam pengendalian kualitas di masa yang akan datang.
82
B1 Kiriman barang dari Supplier B2 Inspeksi kedatangan bahan baku
B3
B3.1
Tidak
Diterima ?
Area karantina
Ya
B4
B3.2
Gudang Bahan Baku
Dianalisa
B5 Proses barang Setengah jadi
B3.2A
B6 Inspeksi proses Barang ½ jadi
Tahan B3.2A.1A Ya
B7.1
Tidak
Diterima atas kesepakatan
B7
Area karantina
Tidak Terima ?
Tolak
Lulus ?
B3.2B.1
B3.2A.1 B7.2
B7.2B
B7.2A
Tolak
Terbitkan Laporan Ke bagian pembelian
B8 Ya Proses barang jadi
Dianalisa
Tahan
B3.2B
B3.2B.2
B9 Inspeksi proses Barang jadi
Minta usulan Perbaikan/ pencegahan
B3.2B.3 B7.2A.1
B7.2B.1 Tidak Dijadikan BS
B7.2B.2 Staff QC memantau Dan memperbaiki
B7.2B.3 QC melengkapi logbook
Dapat Dikerjakan Ulang ?
Ya
B10 Lulus ?
QC memantau Dan melengkapi logbook
B10.1
Tidak
Area karantina B10.2
B7.2A.1A
Dikerjakan ulang Atas kesepakatan
Ya
Dianalisa
B11 Gudang Barang Jadi
B10.2B Tolak B10.2B.1 Dijadikan BS
B10.2A Tahan B10.2A.1 Dapat Tidak Dikerjakan Ulang ?
B10.2B.2 Staff QC memantau Dan memperbaiki
B10.2B.3
Ya Dikerjakan ulang Atas kesepakatan
B10.2A.1A
QC melengkapi logbook
Gambar 4.10 Flow chart Quality control usulan