BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Secara umum RW 03 dan RW 04 Kelurahan Pasir Kuda memiliki pemukiman yang padat dan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Jumlah sampel rumah yang diambil dalam penelitian kali ini yaitu berjumlah 483 rumah dengan jumlah wadah yang diperiksa sebanyak 591 wadah. Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa kondisi air di dalam rumah relatif lebih bersih dibandingkan kondisi air di luar rumah. Kondisi lapang umumnya kotor, bersemak dan banyak kolam yang tidak terawat sehingga menjadi tempat perindukan yang cocok untuk nyamuk Ae. albopictus (Gambar 3).
(A)
(B)
Gambar 3 Kondisi lapang di lokasi penelitian yang kotor dan bersemak serta kolam taman yang tidak terawat menjadi tempat perindukkan nyamuk Aedes. (A: bagian depan halaman rumah; B: bagian belakang halaman rumah) 4.2 Jenis Larva Nyamuk Hasil pengamatan terhadap 591 wadah baik di dalam maupun luar rumah di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor pada periode musim hujan bulan Desember 2010 – Maret 2011 ditemukan 147 wadah atau 24,87% yang positif mengandung larva nyamuk. Wadah yang positif tersebut sebanyak 65,99% berada di dalam rumah dan 34,01% di luar rumah. Jenis larva nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan pada wadah di dalam rumah yaitu sebanyak 82%, sedangkan larva Ae. albopictus dan larva campuran (Ae. aegypti
24
Densitas Larva Nyamuk (%)
100 90 80 70
82,00 68,29
60 50 40 30 20 10 0
66,67
33,33
31,71
Dalam Rumah Luar Rumah
18
Ae. aegypti
Ae. albopictus
Campuran
Jenis Nyamuk
Gambar 4
Persentase jenis larva nyamuk pada wadah di lokasi penelitian di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor (N=591) periode bulan Desember 2010 – Maret 2011.
dan Ae. albopictus) lebih banyak ditemukan di luar rumah yaitu berturut-turut 68,29% dan 66,67% (Gambar 4). Aedes albopictus di Thailand juga lebih banyak dijumpai pada habitat di luar rumah baik pada wadah TPA maupun non TPA (Chareonviriyahap et al., 2009). Ae. aegypti lebih suka meletakkan telurnya pada air yang jernih yang berada di dalam rumah dan tidak terlalu terkena sinar matahari atau berada di bawah naungan. Sebaliknya Ae. albopictus lebih suka bertelur di luar rumah pada wadah non TPA seperti ban bekas, tempat minum burung dan penyiram bunga.
4.3 Indeks Larva 4.3.1 Container Index Hasil pengukuran Container Index (CI) yang menggambarkan tingginya wadah yang mengandung larva nyamuk dari total wadah yang diperiksa dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 memperlihatkan bahwa angka CI wadah non TPA secara umum lebih tinggi dari pada angka CI pada wadah-wadah TPA. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada wadah non TPA selalu dapat ditemukan larva Aedes dibandingkan dengan wadah TPA yang tidak selalu ditemukannya larva Aedes. Kedua angka CI ini memiliki angka kepadatan populasi larva nyamuk yang tinggi berdasarkan angka density figure (WHO, 1972). Tingginya CI pada wadah non TPA, berarti bahwa wadah tersebut menjadi tempat perindukan yang paling baik bagi nyamuk Aedes spp. Rendahnya angka CI 25
pada wadah TPA tersebut kemungkinan disebabkan penduduk lebih sering membersihkan wadah penampungan air (wadah TPA) yang berhubungan langsung dengan aktivitas sehari-hari di dalam rumah dibanding dengan wadah penampungan air di luar rumah (wadah non TPA) seperti vas bunga, kaleng bekas, ban bekas dan tempat minum burung.
160
100
140
90
Jumlah wadah
70
100
60
80
50
60
40 30
40
Jumlah TPA Jumlah non TPA CI TPA CI Non TPA
20
20
10
0
0 Desember
Gambar 5
Container index %
80
120
Januari
Februari
Maret
Angka CI pada jenis wadah TPA, non TPA pada lokasi penelitian di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor periode bulan Desember 2010 – Maret 2011.
Angka CI pada wadah TPA selama periode pengamatan bulan Desember 2010 - Maret 2011 cenderung menurun, sedangkan angka CI pada wadah non TPA perubahannya berfluktuatif.
Penurunan angka CI wadah TPA selama
periode pengamatan tersebut kemungkinan terkait rutinitas pengurasan wadah TPA dan respon penduduk yang muncul akibat seringnya kunjungan kami (tim penelitian) saat mengambil sampel larva di wadah TPA. Angka CI wadah non TPA selama periode pengamatan pun mengalami penurunan meskipun berfluktuatif. Angka yang berfluktuatif ini disebabkan pada wadah non TPA yang mengandung larva, tidak sepenuhnya hanyut saat hujan mengguyur deras karena terdapat banyak pula wadah non TPA yang terletak di sebuah naungan atap rumah yang saling berdempetan.
26
4.3.2 House Index House index (HI) menggambarkan jumlah rumah yang mengandung larva dari pengamatan larva yang berada pada wadah-wadah baik wadah di dalam rumah maupun di luar rumah. Dengan demikian, angka HI menunjukkan luas penyebaran nyamuk dalam masyarakat. Angka HI pada bulan Desember 2010 yaitu sekitar 30% kemudian cenderung menurun menjadi 17,59% pada akhir pengamatan (Maret 2011) (Gambar 6). Pada musim hujan, air untuk rumah tangga tersedia melimpah sehingga penduduk cenderung tidak menampung air dalam waktu yang lama. Selain itu, ketersediaan air yang melimpah pada musim hujan menyebabkan wadah non TPA yang berada di luar rumah ikut terkuras. Pola perubahan angka HI tersebut mirip dengan pola perubahan angka CI wadah TPA. Angka HI yang diperoleh dalam penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan angka HI yang diperoleh di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Bogor yaitu 73,27% (Hadi
2
et al. 2008). Namun dari angka HI yang tertinggi
pada bulan Desember 2010 yaitu sebesar 30,17% termasuk ke dalam kepadatan populasi larva nyamuk (density figure) yang sedang menurut WHO (1972).
4.3.3 Breteau Index Angka BI menggambarkan jumlah wadah di dalam maupun di luar rumah yang mengandung larva dari total rumah yang diamati. Menurut Soedarmo (2009) angka BI merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk dan di Indonesia rata-rata angka BI adalah 50%. Angka BI tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 42,86%. Angka ini termasuk dalam tingkat kepadatan populasi larva nyamuk yang sedang menurut WHO (1972), meskipun angka ini tergolong dalam tingkat kepadatan yang sedang namun masih dapat berpotensi menimbulkan KLB. Angka BI ini lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh di Thailand baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan, yaitu 99 – 190 (Chareonviriyaphap et al., 2009). Pola perubahan angka BI hampir mirip dengan angka CI dan HI, tetapi dengan angka yang lebih tinggi (Gambar 6). Hal ini disebabkan dalam satu rumah dapat memiliki lebih dari satu wadah. Pada
27
bulan Februari – Maret angka BI menurun karena air dalam wadah yang ada di
Indeks larva (%)
luar rumah sering mengalami pergantian oleh curah hujan yang terus menerus. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
42,86 33,86 19,84
30,17
17,59
Desember
Januari
Februari
Maret
Waktu pengamatan CI
Gambar 6
HI
BI
Indeks larva (angka CI, HI dan BI) di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor pada bulan Desember 2010 – Maret 2011.
4.4 Jenis, Bahan dan Warna Wadah Tempat Perindukan Larva 4.4.1 Jenis-jenis wadah yang ditemukan Hasil penelitian ditemukan sembilan jenis wadah non TPA yaitu kaleng bekas, vas bunga, aquarium, kubangan, dispenser, tempat minum burung, tempat siram bunga, talang air dan penutup sumur, empat wadah TPA yaitu bak mandi/WC, ember, drum, tempayan dan satu cekungan air alamiah yaitu ketiak tangkai daun tanaman hias. Jumlah wadah yang sering teramati adalah wadah TPA terutama ember dan bak mandi yaitu berturut-turut 182 unit dan 333 unit sedangkan wadah lainnya yang meliputi wadah TPA maupun non TPA secara umum sangat sedikit yaitu antara 2 – 11 unit. Oleh karena itu dalam penelitian ini hanya disampaikan data angka CI yang berasal dari wadah yang paling banyak ditemukan yaitu bak mandi dan ember. Angka CI pada wadah TPA berupa ember dan bak mandi secara umum mengalami penurunan selama periode penelitian (Gambar 7). Angka CI ember dan bak mandi pada bulan Februari mengalami penurunan yang tajam daripada angka CI bak mandi. Hal ini disebabkan pergantian air pada ember relatif lebih sering dilakukan dibandingkan dengan pergantian air pada bak mandi yang
28
volume air lebih banyak. Faktor kunjungan survei dan petugas jumantik berpengaruh terhadap respon warga untuk melakukan PSN 3M. Angka CI tertinggi baik pada ember maupun bak mandi yaitu sekitar 25% kemudian
120
30
100
25
80
20
60
15
40
10
20
5
0
Jumlah bak mandi Jumlah ember CI Bak mandi CI Ember
0 Desember
Gambar 7
Container index %
Jumlah wadah
menurun pada akhir periode pengamatan yaitu berturut-turut sebesar 11 dan 13%.
Januari
Februari
Maret
Jenis wadah dan angka CI wadah pada lokasi penelitian di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor periode bulan Desember 2010 – Maret 2011.
4.4.2 Bahan wadah yang ditemukan Wadah yang umumnya digunakan oleh penduduk adalah berbahan semen, plastik, dan keramik. Ketiga jenis bahan wadah tersebut pada awal penelitian (Desember 2010) memiliki CI yang tinggi yaitu semen sekitar 28%; keramik sekitar 32% dan plastik sekitar 38% (Gambar 8). Pada pengamatan bulan selanjutnya angka CI cenderung mengalami penurunan. Penurunan angka CI yang paling tajam yaitu pada bahan wadah dari plastik, sedangkan penurunannya yang landai adalah bahan dari semen. Penurunan angka CI bahan wadah plastik yang umumnya berupa ember tersebut disebabkan karena ember memiliki volume relatif kecil sehingga lebih sering mengalami penggantian air yang berpotensi terkurasnya larva-larva yang berada di dasar ember. Penurunan angka CI wadah dari semen yang relatif lebih rendah dibandingkan bahan plastik dan keramik kemungkinan terkait dengan karakter
29
dari bahan semen itu sendiri. Bahan wadah dari semen yang memiliki permukaan relatif kasar dan berongga menyebabkan larva masih dapat bersembunyi saat bak mandi dikuras, sehingga angka CI yang didapat pun cenderung lebih tinggi dibandingkan angka CI keramik. Larva masih dapat ditemukan pada wadah TPA berbahan keramik. Wadah dari bahan keramik walaupun memiliki permukaan yang licin dan halus, sambungan antar ubin membentuk celah yang dapat menjadi tempat
perlindungan
larva
sehingga
dapat
berpotensi
sebagai
tempat
perkembangbiakan larva. Selain itu, bahan wadah bak semen umumnya dimiliki oleh warga dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah dibanding dengan warga yang memiliki bak dari bahan keramik.
Hal tersebut kemungkinan berpengaruh terhadap respon
warga untuk melakukan PSN 3M. Hasil penelitian di Thailand juga menunjukkan bahwa TPA dari bahan semen merupakan habitat yang disukai larva Ae. aegypti
80
45
70
40
60
35 30
50
25
40
20
30
15
20
10
10
5
0
0 Desember
Gambar 8
Januari
Februari
Container index %
Jumlah wadah
(Chareoviriyaphap et al., 2009).
Semen Plastik Keramik Semen Plastik Keramik
Maret
Bahan wadah yang diperiksa dan angka CI pada lokasi penelitian di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor periode bulan Desember 2010 – Maret 2011.
4.4.3 Warna wadah yang ditemukan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dijumpai delapan jenis warna wadah sebagai penampungan air yaitu biru, cokelat, putih, abu-abu, hijau, merah, merah jambu dan hitam. Warna wadah yang paling sering dijumpai yaitu warna abuabu, putih dan biru. Oleh sebab itu dalam penelitian ini hanya disajikan angka kepadatan jentik (CI) dari ketiga jenis bahan tersebut. Angka CI wadah berwarna
30
40
100 80 60 40 20 0
30 20 10 0
Wadah berwarna biru
Jumlah wadah
CI
CI
50 40 30 20 10 0
80 60 40 20 0
Wadah berwarna putih
Container index %
jumlah wadah
Wadah berwarna abu
Container index %
100 80 60 40 20 0
Container index %
Jumlah wadah
100 80 60 40 20 0
CI
Gambar 9 Warna wadah dan angka CI pada lokasi penelitian di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor periode bulan Desember 2010 – Maret 2011. abu-abu dan biru yang umumnya adalah TPA di dalam rumah mengalami penurunan selama periode pengamatan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kunjungan survei dan petugas lapangan. (Gambar 9).
Wadah
berwarna putih umumnya dijumpai pada wadah non TPA di luar rumah seperti kaleng bekas cat tembok yang relatif jarang diperhatikan dibandingkan wadah dalam rumah sehingga angka CI cenderung turun-naik.
31
Bila dinyatakan dalam persentase, kesukaan nyamuk Aedes spp. terhadap warna wadah untuk bertelur tertinggi berturut-turut adalah wadah berwarna biru (38,4%), abu-abu (31,8%) dan putih (25%) (Tabel 2). Lounibos et al. (1993) dalam penelitiannya menggunakan ketiak daun Heliconia caribaea dan Aechmea yang diberi genangan air untuk mengetahui kesukaan warna wadah yang sering digunakan nyamuk bertelur menyimpulkan bahwa nyamuk tidak mempunyai kesukaan khusus pada jenis warna tertentu dalam meletakkan telur (ovoposition). Perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan karena penelitian Lounibos et al. (1993) dilakukan di luar rumah (outdoor) pada semua jenis nyamuk, sedangkan dalam penelitian ini dilakukan pengamatan baik di luar maupun di dalam rumah dan khusus terhadap jenis nyamuk Aedes spp. Tabel 2 Kesukaan warna wadah untuk bertelur nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Pasir Kuda pada bulan Desember 2010 – Maret 2011. Warna Jumlah Jumlah wadah Kesukaan nyamuk wadah wadah dengan larva terhadap warna wadah diamati untuk bertelur (%) Abu-abu 85 27 31,8 Biru 125 48 38,4 Putih 108 27 25 4.5 Pengaruh Curah Hujan dan Suhu Terhadap Kepadatan Larva Menurut Bentley & Day (1989) peletakan telur nyamuk Aedes spp. dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti curah hujan, kelembaban, suhu, dan kecepatan angin. Fluktuasi angka CI pada Ae. aegypti dan Ae. albopictus selama bulan Desember 2010 – Maret 2011 memiliki pola yang berbeda (Gambar 10).
32
70
25
60 50
20
40
15
30
10
20
5
10
0
0 Desember
Januari
Februari
Index Curah Hujan (mm)
Container Index (%)
30
Maret
Waktu Pengamatan Ae. aegypti
Ae. albopictus
ICH
Gambar 10 Angka CI Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan data curah hujan di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor pada bulan Desember 2010 – Maret 2011. 30
27,2 27 26,8
20
26,6 26,4
15
26,2
10
26
Suhu Udara (°C)
Container Index (%)
25
25,8
5
25,6
0
25,4 Desember
Januari
Februari
Maret
Waktu Pengamatan Ae. aegypti
Ae. albopictus
suhu
Gambar 11 Angka CI Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan data suhu udara di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor pada bulan Desember 2010 – Maret 2011. Angka CI pada Ae. aegypti mula-mula cukup tinggi pada bulan Desember 2010 yaitu 22,05% sedikit meningkat pada bulan Januari 2011 yaitu sebesar 25,88%, kemudian menurun tajam pada bulan Februari – Maret 2011 yaitu 33
berturut-turut 11,54% dan 7,25%. Grafik hubungan antara curah hujan dan angka CI pada kedua jenis nyamuk tersebut (Gambar 10) berfluktuasi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa antara curah hujan dan angka CI pada nyamuk Ae. aegypti memiliki koefisen korelasi Spearman (ρ) = 0,6 dan tidak berkorelasi secara nyata (P < 0,01). Tempat perkembangbiakan larva Ae aegypti yang umumnya berada di dalam rumah tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Pola perubahan CI pada Ae. albopictus terlihat sejalan dengan pola perubahan curah hujan. Hal ini kemungkinan disebabkan tempat perkembangbiakan larva Ae. albopictus lebih banyak terdapat di luar rumah dan di bawah sehingga larva relatif mudah hanyut karena air hujan. Namun, uji statistik menunjukkan bahwa angka koefisien korelasi Spearman antara curah hujan dan angka CI pada Ae. albopictus tersebut, yaitu 0,8 yang tidak berkorelasi nyata (P < 0,01). Grafik suhu dan angka CI pada kedua jenis nyamuk (Gambar 11) menujukkan pola yang berfluktuasi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan angka CI pada nyamuk Ae. aegypti memiliki koefisen korelasi Spearman (ρ) = 0 dan tidak berkorelasi secara nyata (P < 0,01). Suhu dalam penelitian ini adalah suhu makro Kota Bogor yang diperoleh dari BMKG Darmaga sehingga kemungkinan dapat berbeda dengan suhu aktual di lokasi penelitian. Menurut Akram & Jin (2004) secara umum kisaran suhu udara pada 19 – 27oC merupakan suhu lingkungan yang sangat disenangi nyamuk Ae. albopictus untuk bertelur sehingga masih merupakan suhu ideal bagi nyamuk untuk bertelur yang diperlihatkan oleh angka CI yang cukup tinggi. Namun, hasil uji statistik Spearman menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan angka CI pada Ae. albopictus memiliki koefisien korelasi negatif (ρ) yang kuat, yaitu -1. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan angka CI berkorelasi secara nyata (P < 0,01). Hal tersebut berarti semakin tinggi suhu di atas 25,5oC angka CI Ae. albopictus makin menurun.
34