BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari Gambar 6 tampak bahwa dari solusi yang diperoleh membentuk profil soliton dengan amplitudo yang cukup stabil yaitu 1,189 pm. Dari hasil ini, seperti pada penelitian Hermanudin13, maka dapat dikatakan persamaan ansatz (tebakan) yang digunakan sudah tepat. Dari gambar juga tampak gambaran umum dari proses replikasi (denaturasi) DNA yang bergerak dominan ke arah un.
yn (pm)
Melalui penerapan metode bedahingga dengan interpolasi Lagrange sebagai syarat batas terkait, maka solusi numerik dari dinamika dan interaksi soliton DNA model PBD dapat dicari dan disajikan dalam bentuk grafik tiga dimensi. Hasil perhitungan dibagi menjadi empat keadaan, yaitu keadaan tanpa gangguan kecil, dengan gangguan kecil, serta interaksi antara dua buah solusi soliton. Untuk solusi numerik pada kondisi stabil (tanpa gangguan), dihasilkan solusi soliton yang memiliki
karakteristik stabil sejak waktu awal (T = 0) hingga waktu akhirnya. Hasil solusi numerik pada kondisi stabil ini ditunjukkan oleh Gambar 6.
T (s)
nl (pm)
yn (pm)
(a)
nl (pm) (b) Gambar 6. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 stabil. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi. (b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat Takhir.
13
4.1. Simulasi Perambatan Soliton Akibat Gangguan pada Amplitudo Setelah diperoleh solusi untuk persamaan NLS kubik soliton DNA model PBD yang stabil, selanjutnya, solusi stabil tersebut diberikan gangguan kecil terhadap amplitudo yaitu dengan cara mengalikan Persamaan (68) yang stabil dengan suatu nilai 1+𝜀 [lihat Persamaan (69a) pada halaman 11]. Dalam hal ini digunakan nilai ε = 0,25.
yn (pm)
Pada kasus pertama ini, tampak terjadi perubahan dari solusi stabil (Gambar 6) sebelumnya setelah diberikan gangguan. Soliton DNA yang terbentuk mengalami undulasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7(a). Pada saat
undulasi terjadi penyempitan yang diiringi dengan kenaikan amplitudo, yang pada waktu awal amplitudo sebesar 1,495 pm, sedangkan pada puncak undulasinya amplitudo mencapai 2,87 pm. Pada Gambar 7(b) juga ditunjukkan bahwa amplitudo untuk solusi gangguan pertama ini lebih tinggi daripada solusi stabilnya. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan yang diberikan pada ansatz akan mempengaruhi amplitudo dari soliton. Dengan memberikan gangguan pada solusi stabilnya, artinya akan mengubah profil soliton sendiri. Selain mengalami perubahan amplitudo, tampak pula pada Gambar 7(b), soliton mengalami dispersi yang lebih besar daripada solusi stabilnya (Gambar 6(b)).
(a)
T (s)
yn (pm)
nl (pm)
nl (pm) (b) Gambar 7. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan I. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi. (b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, grafik biru menunjukkan grafik pada saat Takhir, dan grafik hijau menunjukkan saat terjadinya undulasi.
14
Artinya, gangguan yang diberikan juga mempengaruhi hubungan dispersi pada persamaan Hamiltoniannya.
yn (pm)
Selanjutnya, gangguan kecil kembali diberikan pada persamaan ansatz untuk solusi stabil dengan cara mengubah Persamaan (68) dengan Persamaan (69b) [lihat halaman 11]. Untuk gangguan kedua ini digunakan ε = 0,5. Profil yang ditunjukkan pada solusi gangguan kedua ini hampir sama dengan gangguan kecil sebelumnya, tetapi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8(a), undulasi yang terjadi tampak lebih lebar dibandingkan dengan gangguan ε = 0,25, namun amplitudo undulasi yang terbentuk
lebih kecil, yaitu 2,437 pm. Dari Gambar 8(b) juga terlihat bahwa amplitudo soliton ini lebih tinggi daripada solusi stabilnya. Dispersi yang terjadi pada kasus dengan gangguan ε = 0,5 lebih besar dan sama seperti kasus ε = 0,25 dimana undulasi pada kasus dengan ε = 0,5 tersebut juga mengakibatkan pengurangan jumlah nukleotida dalam proses denaturasi, hanya saja pada kasus ini, nukleotida yang berkurang lebih sedikit daripada kasus dengan ε = 0,25. Dari hasil simulasi gangguan dengan dua nilai ε berbeda tersebut tampak bahwa pada keduanya terjadi peristiwa undulasi.
T (s) (a)
yn (pm)
nl (pm)
nl (pm) (b) Gambar 8. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan II. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi. (b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat Takhir.
15
Ketika terjadi penyempitan pada soliton atau dalam kata lain terjadi undulasi, efek nonlinier mengalami ketidakstabilan yang lebih dominan daripada efek dispersinya. Setiap terjadi undulasi menunjukkan terjadinya pengurangan jumlah eksitasi nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi, dimana nukleotida yang pada awalnya dapat meregang terhalangi oleh efek nonlinier ini.
4.2. Simulasi Interaksi Dua Buah Soliton
yn (pm)
Pada simulasi ini, ditinjau propagasi dua soliton yang memiliki jarak x diantara
keduanya. Persamaan modifikasi yang digunakan adalah Persamaan (69c), [lihat halaman 11] dengan membuat variasi pada 𝜋 nilai θ, yaitu θ = 0, θ= , dan θ = π. Hasil 2 simulasi untuk θ = 0 ditunjukkan oleh Gambar 9. Gambar 9(a) menunjukkan bahwa untuk kasus dengan θ = 0 ini, akan terbentuk dua buah soliton yang kemudian mengalami superposisi dengan memberikan kondisi x = 0,03 pm dan θ = 0. Artinya diberikan jarak antara soliton satu dengan yang lain adalah 0,03 pm dengan beda fase 0. Pada gangguan ini tampak pada gambar, kedua soliton yang awalnya terpisah dengan jarak 0,03 pm
T (s) nl (pm)
yn (pm)
(a)
nl (pm) (b) Gambar 9. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = 0. (b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat Takhir.
16
bahwa kondisi ini menggambarkan keadaan tarik-menarik antar kedua soliton. Perubahan ini tampak jelas pada Gambar 9(b), dimana pada grafik berwarna merah yang menunjukkan kondisi pada T = 0, masih terdapat dua buah profil soliton yang terpisah, tetapi kemudian pada grafik biru yang menunjukkan kondisi pada T akhir, hanya terdapat satu profil soliton. Dua soliton yang terbentuk menunjukkan bahwa nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi terlokalisasi dalam dua ruang. Artinya, ketika terjadi superposisi, nukleotida-nukleotida yang terlokalisasi dalam dua ruang menyatu kembali.
yn (pm)
menjalar dengan bentuk dan kecepatan yang sama, namun pada T = 1,37 x 10-10 s kedua soliton semakin mendekat dan keduanya berangsur-angsur bergabung menjadi satu soliton (mengalami superposisi). Sebelum terjadi superposisi, masing-masing soliton memiliki amplitudo sebesar 0,6594 pm. Amplitudo terus menurun hingga 0.44 pm pada T = 1,37 x 10-10 s, kemudian seiring bertambahnya waktu terjadi superposisi dan amplitudo berangsur-angsur kembali meningkat seperti amplitudo awalnya. Jika iterasi diteruskan (T diperpanjang) kedua gelombang terpisah kembali dengan bentuk dan kecepatan yang sama dengan sebelum terjadinya superposisi. Jelas
T (s)
nl (pm)
yn (pm)
(a)
nl (pm) (b) Gambar 10. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III. 𝜋 (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ= . 2
(b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat Takhir.
17
𝜋
kedua soliton saling tolak menolak dan mengalami perubahan yang asimetrik. Dapat terlihat jelas juga dari grafik hubungan yn (pm) dan nl (pm) pada Gambar 10(b), awalnya profil amplitudo dua soliton sama (grafik merah), namun kemudian di T akhir, kedua soliton memiliki amplitudo yang berbeda dari sebelumnya, selain itu terjadi pula dispersi yang cukup signifikan dari kondisi awalnya (grafik berwarna biru). Untuk θ = π, profil soliton yang terbentuk ditunjukkan oleh Gambar 11. Dari Gambar 11(a), tampak dua soliton yang terbentuk awalnya memiliki profil yang sama dengan amplitudo yang semakin menurun hingga saat T = 1,35 x 10-10 s.
yn (pm)
Sementara itu untuk kondisi θ= , hasil 2 simulasi ditunjukkan oleh Gambar 10. Pada Gambar 10(a) tampak bahwa, pada awalnya terbentuk dua buah soliton yang terpisah dengan jarak 0,03 pm dengan amplitudo dan kecepatan yang sama, namun kemudian amplitudo berangsurangsur mengecil seiring pertambahan waktu dari keadaan awal amplitudo 0,6237 pm, kemudian pada saat T = 1,35 x 10-10 s hingga waktu akhir amplitudo salah satu soliton kembali meningkat, namun pada soliton yang lain, amplitudo mengalami penurunan. Artinya, terjadi perbedaan amplitudo dari kedua soliton, yang satu meningkat sementara yang lain menurun. Hal ini menunjukkan
T (s) (a)
yn (pm)
nl (pm)
nl (pm) (b) Gambar 11. Karekteristik solusi persamaan NLS soliton DNA model PBD hingga orde-3 Gangguan III. (a) profil soliton DNA dalam tiga dimensi untuk θ = π. (b) plot hubungan yn (pm) terhadap nl (pm), dimana grafik berwarna merah menunjukkan grafik pada saat Tawal, dan grafik biru menunjukkan grafik pada saat Takhir.