92
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Pengumpulan Data
4.1.1 Data Kecelakaan (Safety) Tabel 4.1 Data Kecelakaan Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Tanggal 26-Nov-07 02-Okt-07 26-Sep-07 25-Sep-07 11-Sep-07 07-Sep-07 01-Sep-07 26-Agust-07 03-Agust-07 02-Agust-07 03-Jul-07 13-Jun-07 04-Jun-07 20-Mei-07 14-Mei-07 14-Mei-07 12-Mei-07 02-Mei-07 29-Apr-07 08-Apr-07 22-Mar-07
Severity Departemen Accident Packaging Accident Packaging Accident Personalia Accident Engineering Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Accident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Incident Packaging Accident Packaging Accident Packaging Accident Packaging
Mesin Inpacker Washer Rotating Gate Mill Inpacker Inpacker Inpacker Inpacker Inpacker Inpacker Unpacker Inpacker Inpacker CIP Caustic Inpacker Inpacker Pasteur Inpacker Labeller Inpacker Conveyor
Frekuensi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
93
Tabel 4.2 Data Kecelakaan Tahun 2007 (Lanjutan) No. 22 23 24 25
Tanggal 11-Mar-07 13-Jan-07 10-Jan-07 03-Jan-07
Severity Departemen Mesin Frekuensi 1 Accident Packaging CIP Caustic 1 Accident Packaging Labeller 1 Incident Packaging Inpacker 1 Incident Packaging Inpacker
(Sumber: Data Internal Safety Pillar)
Tabel 4.3 Total Kecelakaan Per Departemen No. Departemen 1 Packaging 2 Engineering 3 Non Production Area 4 FES 5 Brewing&Cellar 6 Laboratorium
Severity Accident Incident Accident Incident Accident Incident -
Jumlah 15 8 1 0 1 0 0 0 0
Total 23 1 1 0 0 0
94
Total Kecelakaan Per Departemen Tahun 2007 20
102% 100%
15
98% 96%
10 5
94% 92%
0
90% 88%
Packaging Engineering
Non Production
FES
Brewing& Cellar
Laboratoriu m
Accident
8
1
1
0
0
0
Incident
15
0
0
0
0
0
92%
96%
100%
100%
100%
100%
Persen Kumulatif
Diagram 4.1 Diagram Pareto Total Kecelakaan Per Departemen Dari diagram pareto di atas, dapat dilihat bahwa departemen yang memiliki tingkat kecelakaan kerja terbesar adalah departemen packaging. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kegiatan 5S di packaging belum berdampak pada pencegahan kecelakaan kerja karena sebagian besar kegiatan 5S masih seputar cleaning. Dengan tingginya angka kecelakaan di packaging tersebut, maka penulis melihat langsung keadaan lingkungan kerja di packaging dan kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Kemudian, dari data report kecelakaan yang diperoleh dari departemen packaging, diketahui bahwa area yang paling besar tingkat terjadinya kecelakaan adalah area inpacker, berikut datanya:
95
Tabel 4.4 Total Kecelakaan Berdasarkan Mesin di Area Packaging No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Mesin Inpacker Labeller CIP Caustic Unpacker Washer Pasteur Conveyor Depalletizer Inliner Conveyor EBI Filler&Crowner FLD Palletizer
Total Kecelakaan 15 2 2 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0
Total Accident On Machine Basis 120%
20
100%
15
80% 60%
10
40%
5 0
Mesin
20% Inpa Labe CIP Unpa Was Past Conv Depa Inline Filler Palle EBI FLD cker ller Caus cker her eur eyor lletiz r &Cro tizer 15
2
2
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
Persen Kumulatif 65% 74% 83% 87% 91% 96% 100%100% 100% 100% 100% 100% 100%
Diagram 4.2 Diagram Pareto Total Kecelakaan Berdasarkan Mesin
0%
96
Area inpacker merupakan area yang berkaitan dengan kegiatan pemindahan botol dari conveyor ke dalam kardus. Dengan banyaknya botol yang harus dipindahkan maka resiko botol pecah setiap kalinya juga besar. Oleh karena itu, kecelakaan kerja lebih sering terjadi pada area ini dibanding dengan area lain. Kemudian penulis mengelompokkan jenis kecelakaan yang terjadi, sebagai berikut: Tabel 4.5 Jenis Kecelakaan No. 1 2 3 4
Jenis Kecelakaan Cut Himself Machine Hurt Somebody Falling Material Hurt Himself Falling Material Hurt Somebody Chemical Agent Injure 5 Somebody 6 Others
Total 17 3 1 1 1 0
Jenis Kecelakaan 120%
20
100% 15 80% 60%
10
40% 5 20% 0
Falling Falling Chemical Material Hurt Material Hurt Agent Injure
0%
Cut Himself
Machine Hurt
Jenis Kecelakaan
17
3
1
1
1
0
Persen Kumulatif
74%
87%
91%
96%
100%
100%
Diagram 4.3 Diagram Pareto Jenis Kecelakaan
Others
97
Jika dilihat pada diagram pareto di atas, maka terlihat bahwa jenis kecelakaan yang paling sering terjadi di lapangan adalah luka potongan atau sayatan (cut himself) karena terkena pecahan beling atau botol. Hal ini semakin diperkuat melalui proses pengamatan yang dilakukan penulis di lapangan dan wawancara dengan team leader 5S (dapat dilihat pada Lampiran) yang mengacu pada keadaan lingkungan kerja yang memungkinkan untuk terjadinya kecelakaan seperti terkena pecahan botol. Berikut penjelasan diagram sebab-akibatnya:
Diagram 4.4 Diagram Sebab-Akibat Kecelakaan
Penjelasan Diagram Sebab-Akibat Berdasarkan diagram sebab-akibat di atas, terdapat dua faktor penyebab terjadinya kecelakaan kategori cut himself yaitu dari faktor manusia dan lingkungan.
98
Jika ditinjau dari faktor manusia, berbagai penyebab seperti kurang kepedulian terhadap keselamatan merupakan salah satu yang menjadi permasalahan yang dilihat oleh penulis di lapangan. Diantara para operator banyak yang tidak menggunakan alat pelindung diri, terlebih lagi kebanyakan alat pelindung diri tidak digunakan dengan semestinya atau tidak digunakan sesuai dengan fungsinya. Diamati bahwa alat pelindung seperti kacamata pelindung, ear plug, dan yang paling penting untuk aktivitas inpacker yaitu sarung tangan jarang digunakan. Bahkan alat pelindung seperti kacamata, tidak dipakai untuk melindungi mata tapi diletakkan di kepala sekedar untuk gaya. Ketidakdisiplinan inilah yang menyebabkan kecelakaan kategori cut himself. Sarung tangan sebagai alat pelindung dari pecahan botol tidak digunakan, diantaranya karena rasa kurang nyaman dalam menggunakannya. Selain ketidakdisiplinan manusianya, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Keadaan lingkungan yang masih banyak terdapat pecahan botol dilantai, juga memungkinkan terjadinya kecelakaan karena terkena pecahan botol. Tidak adanya safety road untuk jalan manusia (baik pengunjung maupun pekerja pabrik) juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kecelakaan. Penulis mengamati dan mengalami langsung bahwa berjalan melewati bawah conveyor penuh dengan botol, akan memungkinkan terjadinya kecelakaan karena terkena pecahan botol. Kedua penyebab yang telah dijabarkan di atas, secara tidak langsung berhubungan dengan kondisi penerapan 5S yang berjalan di lapangan. Kondisi
99
lingkungan yang masih banyak terdapat pecahan botol menggambarkan kegiatan 5S diantaranya bersih-bersih belum berjalan dengan baik. Kedisiplinan manusia seperti moral karyawan yang masih kurang menggambarkan keadaan rawat dan rajin yang merupakan komponen 5S masih belum terbentuk. Pada sub-bab berikut akan dijabarkan mengenai kondisi penerapan 5S di lapangan.
4.1.2
Data Audit 5S Terhitung awal tahun 2008, mulai diadakan self audit penerapan 5S yang
dilakukan oleh team 5S packaging. Self audit ini diadakan setiap sebulan sekali dan berikut hasil self audit dari bulan Januari hingga Mei (form self audit bulanan dapat dilihat pada lampiran : Tabel 4.6 Self Audit 5S Per Bulan Tahun 2008
No. 1 2 3 4 5 6 7
Kegiatan Tidak berantakan, dijalan/bawah conveyor,lantai bebas dari kotoran Tidak ada pecahan botol / ceceran karton,kerat dilantai. Alat2 kebersihan tersimpan pada tempatnya. Semua keadaan mesin dan conveyor bersih Semua got/saluran air bersih dari kotoran Ruangan kerja bebas dari hal2 yg tidak diperlukan Dinding, mesin tidak dipakai untuk simpan barang, pakaian, sampah. Jumlah Nilai : Persen
Nilai/Bulan Jan Feb Mart Apr Mei 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 10 11 11 11 11 47,62% 52,38% 52,38% 52,38% 52,38%
Kegiatan audit 5S yang dilaksanakan setiap bulan adalah seputar tujuh kegiatan di atas yang merupakan kegiatan general housekeeping. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kondisi pada poin nomor 5 tidak mengalami kemajuan dari bulan
100
ke bulan, dan nilainya pun menunjukkan bahwa kurang dari 50% kriteria terpenuhi (nilai 1). Untuk kondisi pada poin 6 dan 7, hasil audit menunjukkan bahwa penerapan sudah berjalan cukup baik dengan senantiasa mendapatkan penilaian 2 (75% kriteria terpenuhi) dari bulan ke bulan. Sedangkan kondisi pada poin 1, 2, 3, 4 mengalami keadaan yang fluktuatif (nilainya naik turun) dari bulan ke bulan (tidak berkesinambungan). Hal ini menunjukkan bahwa keadaan pengaturan tempat kerja yang berhubungan dengan kegiatan 5S masih belum baik karena masih terdapat kendala dalam penerapannya. Berdasarkan hasil audit 5S bulanan secara keseluruhan, penerapan 5S belum menunjukkan peningkatan berkesinambungan dilihat dari persen kegiatan 5S yang senantiasa konstan dari bulan ke bulan yaitu 52,38%. Kemudian, jika dilihat dari hasil audit 5S yang dilakukan setiap 6 bulan sekali (form audit dapat dilihat pada lampiran) menunjukkan bahwa penerapan 5S masih berjalan 52%. Nilai yang diperoleh adalah 42 poin dari 81 poin maksimum. Maka seiring dengan hasil audit bulanan, hasil audit 6 bulanan ini juga belum menunjukkan penerapan 5S yang baik disebabkan masih banyak ditemukan kendala di lapangan. Untuk lebih memperjelas keadaan penerapan 5S yang sebenarnya di lapangan, penulis melakukan observasi dan melihat serangkaian masalah atau keadaan yang masih belum sesuai dengan kegiatan 5S. Masalah-masalah tersebut akan dilampirkan pada lampiran:
101
4.2
Analisis Data (Secara Umum) Dari kedua data di atas, menunjukkan kondisi penerapan 5S yang belum baik.
Maka wajar saja tingkat kecelakaan seperti yang dijabarkan pada sub-bab 4.1.1 menunjukkan angka yang tinggi, dikarenakan kondisi penerapan 5S seperti yang dijabarkan pada sub-bab 4.1.2 masih fluktuatif dan belum menunjukkan penerapan 5S yang berkesinambungan. Berikut penulis menggambarkan diagram sebab-akibat sebagai gambaran umum penyebab munculnya masalah penerapan 5S yang belum berjalan dengan baik yang merupakan hasil wawancara dengan pihak team leader 5S:
Diagram 4.5 Diagram Sebab-Akibat Penerapan 5S
102
Berdasarkan gambar diagram sebab akibat di atas dapat diketahui faktor penyebab ketidaklancaran penerapan 5S dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Manusia (Man) Manusia merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan lancar atau tidak lancarnya suatu kegiatan. Manusia mempunyai fungsi sebagai pelaku dan pelaksana. Dengan adanya bantuan manusia maka segala kegiatan yang dilakukan akan lebih mudah, namun bukan berarti dengan adanya manusia tidak akan timbul masalah. Bahkan sebagian besar masalah timbul karena faktor manusianya yang kurang peduli atau tidak terlatih. Beberapa penyebab timbulnya masalah dari faktor manusia adalah sebagai berikut: •
Kurangnya kepedulian (Ketidakpedulian) Kecenderungan manusia, bila tidak menyangkut/berkaitan dengan kepentingannya atau tidak langsung mendatangkan manfaat baginya maka mereka cenderung acuh, cuek, dan tidak mau tahu. Terhadap penerapan 5S, para manusianya cenderung kurang peduli dan hanya mengerjakan
ala
kadarnya
dengan
pemikiran
“yang
penting
mengerjakan” tanpa diresapi dan dipahami manfaat yang sebenarnya dari kegiatan 5S tersebut. Kesadaran untuk benar-benar menjalankan
103
dengan tulus belum terbentuk karena tidak ada manfaat langsung yang mereka rasakan dan juga karena persepsi tentang kegiatan 5S itu sendiri yang masih salah. Masih kurangnya kesadaran ini salah satunya dapat dilihat dari ketidakpedulian para pekerjanya terhadap keselamatan dengan tidak/tidak benar menggunakan alat pelindung diri (menyalahgunakan fungsi APD) dan kurang peduli dengan keadaan lingkungan tempat kerjanya seperti melakukan cleaning ala kadarnya. •
Kurangnya pemahaman Untuk dapat menjalankan sesuatu dengan baik dan benar, maka kita harus paham terlebih dahulu mengenai apa yang akan kita lakukan tersebut. Tidak tahu maka tidak paham, tidak paham maka tidak menjalankan.
Hal
inilah
yang
cenderung
membentuk
pada
ketidaklancaran penerapan 5S. Beberapa aspek seperti masih bingung, tidak tahu harus bagaimana dan melakukan apa menjadi pemicu meningkatnya
ketidakpahaman
tersebut
yang
nantinya
akan
menimbulkan ketidakpedulian. Ditambah lagi dengan kurangnya penyuluhan atau bimbingan dari pihak terkait dalam meningkatkan pemahaman pekerja.
104
Kurangnya penyuluhan, terbatasnya informasi, dan kurang terlibatnya atasan dalam memberikan pengarahan langsung di lapangan mengenai penerapan 5S menjadi salah satu penyebab kurang lancarnya penerapan 5S di lapangan. Dengan kurangnya sosialisasi maka tujuan awal dari kegiatan 5S tidak akan dapat dipahami oleh semua pihak, bahkan
akan
menimbulkan
missunderstanding
atau
misscommunication. Untuk itu, sosialisasi sangat penting, diawali dengan keterlibatan dan partisipasi dari atasan terhadap bawahan untuk menjadi teladan (pemberi contoh) dan penggerak (pemberi motivasi). •
Kebiasaan yang belum terbentuk Pepatah mengatakan “ala bisa karena biasa”. Dalam hal ini berarti untuk menyukseskan program 5S, para pekerjanya harus terbiasa dengan budaya 5S itu sendiri. Namun kenyataannya sangat sulit untuk membentuk kebiasaan untuk menanamkan budaya 5S dalam tiap diri pekerja. Nilai kedisiplinan dan tekad serta keseriusan merupakan unsur budaya 5S yang harus dibentuk dan harus ada pada tiap pihak yang terlibat. Di lapangan, para pekerja terlihat belum terbiasa untuk menjaga keadaan tempat kerjanya senantiasa rapi dan bersih, hanya melakukan jika sudah waktunya.
105
2. Metode (Method) Metode dalam hal ini berarti peraturan atau prosedur-prosedur yang ada yang dibuat untuk mendukung penerapan 5S agar berjalan dengan baik dan benar. Dari segi metode sendiri, juga ditemukan beberapa kendala yan menyebabkan kurang lancarnya penerapan 5S di lapangan, seperti: •
Peraturan belum jelas Peraturan sangat penting sebagai suatu prosedur, persyaratan, dan ketentuan dalam menjalankan sesuatu. Permasalahannya disini, peraturan tersebut sudah ada namun dalam pelaksanaanya masih belum menyeluruh dan masih sulit dimengerti. Untuk itu, sangat penting untuk memperjelas peraturan yang dapat dimengerti oleh semua pihak dan mencakup segala persepsi orang. Jika peraturan tidak jelas, maka pelaksanaan dari kegiatan itu sendiri akan rancu dan setiap pihak yang menjalankannya akan bingung karena berbagai persepsi dan pemahaman yang berbeda. Hal ini, sedikit banyaknya akan mempengaruhi penerapan 5S di lapangan, karena para pekerja juga bingung harus menerapkan apa dan bagaimana karena tidak ada patokan dan ketentuan yang jelas. Selain itu, ketidakjelasan ini juga dapat disebabkan oleh tidak sampainya maksud dan tujuan dari
106
peraturan tersebut ke semua pihak (komunikasi dari atasan ke bawahan yang kurang lancar). •
Peraturan belum mengikat Selain peraturan tersebut harus jelas agar mudah dipahami oleh seluruh pihak, peraturan tersebut haruslah mengikat. Mengikat bukan arti memberikan batasan dan larangan yang merugikan, namun mengikat dalam arti mampu memberikan pengertian dan pembelajaran serta mampu membangun kesadaran dan kepedulian pelaksananya. Peraturan yang berlaku di lapangan terlihat belum benar-benar berjalan dan belum memberikan kontribusi kuat dalam membentuk sikap kerja pekerjanya. Dari pengamatan di lapangan, dapat dilihat belum adanya peraturan yang mengikat dan tegas sehingga hal ini cenderung membentuk kebiasaan pekerja yang cuek.
3. Material Yang dimaksud dengan material adalah alat atau perlengkapan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan 5S. Seperti alat kebersihan, papan informasi, lembar kerja, prosedur, dan lain-lain. Sulitnya menemukan material yang diperlukan karena penyimpanan yang kurang tepat dan tidak diletakkan pada tempatnya sehabis memakai. Selain itu, jumlah yang masih terbatas dari masing-masing material, seperti masih minimnya alat kebersihan di lapangan
107
yang berguna untuk membantu dalam penerapan 5S. Bahkan beberapa material cenderung tidak dirawat, terlihat dari banyak yang sudah usang, kotor, rusak, dan lain-lain. Hal ini tentu saja akan menimbulkan sikap malas untuk mencari material karena memakan waktu (pemborosan waktu) untuk mencari yang akhirnya pekerjaan dilakukan asal-asalan, ala kadarnya, dan terburu-buru. Kemudian, akibatnya akan berdampak pada penerapan 5S yang tidak maksimal dan setengah-setengah oleh masing-masing pekerja. 4. Mesin (Machine) Umur mesin yang sudah lama sehingga membutuhkan perawatan ekstra juga menjadi kendala dan hambatan dalam menjalankan 5S. Karena rentan dan untuk membersihkannya, mesin harus dimatikan terlebih dahulu yang akan menghambat proses produksi. Sehingga kegiatan 5S pada mesin menjadi terabaikan karena harus mempertimbangkan berbagai faktor dan sulit. Dikarenakan hal itu juga yang menyebabkan mesin terlihat kotor dan kurang perawatan, selain karena tidak dibersihkan dengan benar. Oleh karena itu, kegiatan 5S harus benar-benar direncanakan agar maksimal dan tidak mengganggu kinerja mesin serta diperlukan perencanaan untuk perawatan mesin secara berkala.
108
5. Lingkungan Masih terlihatnya masalah di tempat kerja seperti masih ditemukannya pecahan botol dimana-mana, lantai yang selalu basah, mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan kerja masih kurang baik dan masih belum mendukung dalam terciptanya kondisi penerapan 5S yang baik. Keadaan ini juga menimbulkan kurang amannya tempat kerja dimana masih tercatat adanya kecelakaan kerja di lapangan disebabkan pecahan botol maupun lantai yang licin walaupun tidak fatal. Namun kondisi lingkungan yang seperti ini harus diubah, selain demi mencapai keselamatan kerja juga untuk membentuk suasana kerja yang nyaman.
4.3
Analisis Akar Penyebab Masalah Salah satu sasaran dari 5S adalah dicapainya konsistensi dan peningkatan
berkesinambungan/continuous improvement (Kaizen) dalam berbagai aspek. Agar dapat mencapai hal tersebut, kita haruslah mampu dalam mengenali masalah dan mengidentifikasi masalah secara mendalam. Untuk itu digunakan metode root cause analysis atau analisis lima-mengapa (five-why) untuk mengidentifikasikan dan menggali penyebab masalah yang lebih mendalam secara sistematis untuk menemukan cara penanggulangan yang lebih dalam pula. Taiichi Ohno seorang manajer Toyota pada tahun 1950 mengatakan “pemecahan masalah yang sebenarnya
109
membutuhkan identifikasi ‘akar penyebab’ bukan ‘sumber’, akar penyebab terletak tersembunyi di balik sumber”. (Sumber: Toyota Way) Oleh karena itu, penullis berusaha untuk menggali akar penyebab masalah dari permasalahan penerapan 5S belum berjalan dengan baik. Terlebih dahulu penulis menjabarkan penyebab-penyebab masalah pada diagram sebab-akibat. Penyebab (cause) yang dijabarkan pada diagram sebab-akibat tersebut merupakan penyebab secara umum yang biasa dilihat dalam pengamatan sehari-hari. Diantara penyebabpenyebab yang dijabarkan pada diagram sebab-akibat, belum tentu merupakan akar sebenarnya dari munculnya masalah, bisa jadi penyebab tersebut masih merupakan penyebab dasar dari permasalahan atau mungkin ada diantaranya yang sudah mendekati akar penyebab masalah. Jadi berdasarkan diagram sebab-akibat masih belum terlihat jelas mana akar penyebab masalahnya. Tujuan dari menemukan akar penyebab ini adalah untuk mengetahui mana penyebab yang sebenarnya dari suatu masalah sehingga dalam mencari pemecahan dari masalah tersebut langsung tepat sasaran. Berikut beberapa analisis 5 “Why?” dari permasalahan penerapan 5S yang belum berjalan dengan baik:
110
111
Berdasarkan diagram root cause analysis di atas, dapat diketahui bahwa dari kelima faktor (4M+1E) yang dijabarkan pada diagram sebab-akibat sebelumnya, hanya dua faktor yang muncul sebagai akar penyebab masalah yaitu faktor manusia (man) dan metode (method). 1. Faktor manusia (man) Jika dilihat dari kenyataan di lapangan, dimulai dari persepsi mengenai 5S yang hanya diartikan sebagai kegiatan bersih-bersih, masih banyaknya masalah-masalah yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan penerapan 5S seperti tingkat kecelakaan yang tinggi serta keadaan lingkungan dan mesin yang masih kurang terawat, dan lain sebagainya, menunjukkan bahwa masalah utama berasal dari manusia. Dimulai dari masih kurangnya kesadaran, kepedulian yang rendah terhadap lingkungan kerja dan keselamatan, sikap kerja pekerjanya yang acuh tak acuh, hingga pemahaman yang masih kurang akan kegiatan 5S. Semua hal tersebut disebabkan oleh komitmen dari para top manajemen yang masih kurang dalam menerapkan 5S secara baik dan berkesinambungan, peran atasan atau pemimpin dalam menjadi teladan dan pemberi contoh masih kurang, dan tentu saja budaya 5S yang masih belum terbentuk dalam diri karyawan dan pekerja. Hal tersebut terlihat jelas pada penjabaran akar penyebab masalah pada diagram di atas sebagai akar penyebab penerapan 5S yang kurang lancar.
112
Berkaitan dengan akar penyebab tersebut dianalisis bahwa: •
Komitmen, keterlibatan, dan kepemimpinan yang kurang dari pimpinan di setiap jenjang.
•
Para manajer yang kurang memberikan dukungan dan prioritas pada kegiatan 5S.
•
Manajer menganggap kegiatan 5S sebagai kegiatan tambahan dan bukan tanggung jawabnya.
•
Budaya masyarakat atau lingkungan tempat tinggal karyawan seharihari kurang menunjang penerapan 5S atau sulitnya adaptasi perubahan budaya yang lama ke budaya 5S.
•
Kegiatan 5S masih dianggap sebagai beban tambahan yang manfaatnya tidak dapat dirasakan secara langsung.
Berbagai kondisi dan latar belakang tersebut di ataslah yang menggambarkan masih kurangnya komitmen dan peran pemimpin serta budaya 5S yang sulit terbentuk. Jika melihat kondisi di lapangan, terlihat bahwa tidak ada sama sekali spanduk, pamflet, atau segala sesuatu yang bersifat pengingat, petunjuk, dan informasi yang berkaitan dengan 5S terpasang di sekitar pabrik. Hal ini membuktikan bahwa komitmen manajemen dalam mensosialisasikan dan mengkomunikasikan program 5S secara menyeluruh belum serius. Bahkan terkadang informasi dan petunjuk yang dibuat dan diberlakukan tidak sampai
113
dengan baik ke seluruh pihak yang terlibat atau informasi terputus sehingga yang sampai pada para pekerja hanya setengah-setengah. Kurangnya koordinasi top-down dalam sosialisasi 5S ini disebabkan oleh komitmen dari para top management itu sendiri yang masih setengah-setengah. Terlihat dengan tidak semua pihak dilibatkan dalam melancarkan dan mencapai penerapan 5S yang berkesinambungan. Penerapan 5S hanya menjadi tanggung jawab team 5S, belum ada partisipasi, keterlibatan langsung, serta kekompakan dalam menerapkan 5S dari semua pihak manajemen (yang bukan merupakan tanggung jawabnya, maka tidak peduli). Pimpinan adalah teladan atau contoh bagi anak buahnya. Untuk itu peran pemimpin sangatlah penting sebagai motor penggerak dan pemberi motivasi bagi karyawannya. Kebanyakan pemimpin hanya memberikan tuntutan pada para pekerjanya tanpa memberikan tuntutan yang sama pada diri sendiri. Jadi, bagaimana bisa budaya kerja 5S terbentuk jika semua pihak tidak mau bekerja sama satu sama lain untuk membangun dan membentuknya dalam diri masing-masing. Untuk melancarkan program 5S, tidak cukup hanya menyuruh karyawan pabrik saja untuk melaksanakannya, tapi manajemen juga harus melaksanakan. Manajemen harus dimulai dengan 5S dan diakhiri dengan 5S pula, karena disiplin pribadi tidaklah tumbuh dengan sendirinya melainkan sebagai hasil dari partisipasi kegiatan yang bermanfaat yang melibatkan dan menuntut kerjasama segala pihak.
114
2. Faktor metode (method) Dari segi metode yang diterapkan, akar penyebab masalah yang diperoleh adalah peraturan yang belum tegas dan belum mengikat, belum adanya penghargaan atau reward yang diberikan, dan masih minimnya penggunaan visual manajemen. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa untuk membentuk manusia yang sadar, harus ada paksaan untuk mematuhi peraturan yang ada. Kurangnya kesadaran pekerja dalam melakukan kegiatan 5S diantaranya adalah karena masih kurang tegas dan belum mengikatnya pearturan yang ada. Peraturannya sudah ada dan dibuat sedemikian rupa namun kenyataannya tidak berjalan sehingga berpengaruh pada moral pekerjanya. Paksaan untuk mematuhi diperlukan untuk memicu langkah awal kesadaran pekerja, sehingga peraturan perlu untuk dipertegas lagi. Tempatkan nilai tertinggi dan berikan penghargaan kepada karyawan untuk membentuk motivasi dan lakukan yang terbaik untuk mendengar suara dan ideide yang datang dari karyawan. Jika dirasa suatu pekerjaan akan memberikan manfaat langsung bagi karyawan, maka karyawan akan berusaha melaksanakan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya seperti bekerja untuk mendapatkan gaji. Berkaitan dengan program 5S, memberikan penghargaan atau reward yang dapat membangun semangat kerja, kesadaran dan inisiatif merupakan salah satu pemicu positif yang diberikan sebagai wujud perhatian dan keseriusan manajemen terhadap karyawannya. Sehingga karyawan akan merasa hasil kerja
115
dan upaya mereka selama ini dihargai. Berawal dari motivasi untuk mendapatkan penghargaan, maka lama-lama akan membentuk kebiasaan dan budaya kerja yang baik. Kendali visual adalah setiap alat komunikasi yang digunakan dalam lingkungan kerja untuk menunjukkan dalam waktu sekejap bagaimana pekerjaan seharusnya dilakukan dan apakah terjadi penyimpangan terhadap standar. Hal ini membantu karyawan yang ingin melakukan pekerjaannya dengan baik agar dengan segera dapat melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya. Masalah yang diamati oleh penulis adalah pemborosan waktu yang masih terjadi dalam melakukan kegiatan seperti inspeksi mesin, lubrikasi, maupun kegiatan lainnya. Kurang efektifnya visual management dalam memberikan petunjuk dalam bekerja merupakan penyebab terhambatnya atau lamanya pekerja dalam melakukan pekerjaan. Bahkan ditemukan di lapangan beberapa visual management yang tidak terawat sehingga menyulitkan pekerja dalam melihat karena kotor ataupun rusak. Padahal visual management sangat penting dalam membantu mempercepat dan mempermudah pekerjaan terutama untuk memperlancar kegiatan 5S. Dengan visual manajemen, maka masalah akan dapat segera diketahui sehingga dapat segera diatasi. Visual manajemen merupakan salah satu pendukung dan penunjang bagi kelancaran program 5S. Oleh karena itu, penggunaan visual manajemen sangat perlu ditingkatkan.
116
4.4
Usulan Perbaikan
117
Meningkatkan komitmen manajemen dan peran pemimpin Kembangkan pemimpin yang benar-benar memahami pekerjaannya, menjiwai filosofi, dan mengajarkannya kepada orang lain. Hingga manajemen senior mampu menyingkirkan ego mereka dan melebur ke dalam tim dan memimpin mereka semua. Manajemen harus dimulai dengan 5S dan diakhiri dengan 5S pula. Manajemen harus turut serta dalam menyukseskan program 5S tidak hanya sebagai pembuat kebijakan dan menuntut karyawan untuk menerapkan, tapi harus mampu bekerja sama dan menunjukkan teladannya kepada karyawan. Manajemen harus mampu menunjukkan komitmen dan keseriusan terhadap program 5S, dengan memperkuat kebijakan manajemen yang sudah ada. 1. Organisasi 5S: Membuat beberapa fungsi yang berkaitan dengan program 5S serta memperjelas sasaran dan tanggung jawab dari masing-masing fungsi.
Gambar 4.7 Organisasi 5S
118
119
120
2. Waktu untuk 5S: z Setiap akhir shift, disediakan waktu 10 menit untuk melaksanakan 5S. z Sebelum libur akhir pekan, disediakan waktu 10 menit untuk 5S. z Sekali dalam sebulan, disediakan waktu 30 menit untuk melaksanakan program 5S di seluruh pabrik. z Sediakan satu hari pada minggu pertama, dimana manajemen akan mengelilingi pabrik guna melaksanakan patroli 5S. z Tetapkan satu hari dalam seminggu sebagai hari 5S atau 5S day, dimana pada jam yang telah ditentukan pada hari tersebut dilakukan kegiatan 5S secara bersama-sama mulai dari top manajemen hingga bawahan (top manajemen turun langsung ke lapangan melakukan kegiatan 5S bersama karyawan lainnya). 3. Tinjauan Manajemen Setiap enam bulan sekali, di dalam rapat manajemen akan dilaksanakan tinjauan terhadap hasil penerapan 5S. Setiap bulan, hasil penerapan program 5S akan ditinjau langsung oleh manajemen di shopfloor. 4. Penerapan 5R
akan dimasukkan ke dalam kriteria “Disiplin” di dalam
Performance Appraisal.
121
Genchi Genbutsu dalam meningkatkan peran pemimpin dan membentuk budaya kerja karyawan.
Genchi genbutsu mempunyai arti pergi dan lihat sendiri ke gemba (tempat sebenarnya) untuk memahami situasi yang sebenarnya. Genchi genbutsu ini merupakan suatu pendekatan atau cara yang banyak dilakukan dalam memahami dan menganalisis masalah yag terjadi di lapangan. Suatu masalah tidak dapat dipahami secara benar jika tidak dilihat langsung dan hanya mengandalkan laporan yang ada. Hal inilah yang banyak terjadi pada kebanyakan perusahaan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari di lapangan. Penyelesaian masalah hanya berdasarkan laporan-laporan yang ada tanpa mengetahui situasi dan keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Pabrik merupakan tempat dimana berbagai macam masalah mungkin terjadi, bahkan masalah yang tersembunyi sekalipun. Untuk itu, agar dapat memahami dan menganalisis masalah sesuai dengan keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan,
122
haruslah melihat secara langsung apa yang terjadi. Hal ini juga berkaitan dengan peranan pemimpin dalam terlibat langsung di lapangan. Apabila pemimpin mau pergi dan melihat serta memahami situasi yang sebenarnya maka akan memudahkan dalam menganalisis dan menyelesaikan masalah. Dengan pergi dan melihat langsung ke lapangan dapat diamati dan dipahami masalah-masalah apa saja yang terjadi bahkan masalah tersembunyi yang tidak terlihat secara langsung. Genchi genbutsu lebih dari sekedar pergi dan melihat. Kita haruslah mengerti mengenai “Apa yang terjadi? Apa yang dilihat? Apa yang menjadi isu? Apa masalahnya?” dan yang terpenting dari itu semua “Apakah kita sudah benar-benar menganalisisnya? Apakah kita benar-benar sudah memahami isu apa yang sedang terjadi?”. Dengan genchi genbutsu kita belajar bagaimana menganalisis dan memecahkan masalah berdasarkan fakta bukan hanya berdasarkan teori. Dengan langsung melihat fakta yang terjadi di lapangan, kita dapat secara langsung menemukan dan menganalisis akar masalah yang sebenarnya terjadi. (Sumber: Toyota Way)
Oleh karena itu, penting sekali bagi tiap individu untuk menerapkan prinsip genchi genbutsu ini untuk mendapatkan fakta atas informasi yang diperoleh. Tentu saja para pemimpin tidak terlepas juga dari genchi genbutsu. Karena seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, pemimpin memiliki kontribusi yang besar dalam membentuk budaya kerja di perusahaan.
123
Pemberian penghargaan atau reward kepada karyawan untuk membentuk budaya kerja dan membangun motivasi kerja.
Area yang nilai hasil audit 5S nya sangat baik akan memperoleh bendera Emas. Area yang nilai hasil audit 5S nya paling kecil akan memperoleh bendera Hitam. Setiap awal bulan, hasil penilaian 5S (beserta foto) akan diumumkan di papan pengumuman. Karyawan yang secara terus-menerus menerapkan 5S, akan memperoleh penghargaan (yearly). Penghargaan dapat dalam bentuk apapun, seperti berpengaruh pada nilai performance appraisal, piagam, atau pemberian bonus pada akhir tahun.
124
Peningkatan promosi dan publikasi 5S sebagai bentuk keseriusan program 5S dan komitmen dari manajemen dalam melancarkan program 5S.
Spanduk
Poster
Umbul-umbul
Gambar 4.2 Beberapa Bentuk Alat Publikasi dan Promosi 5S
125
Penetapan sanksi bagi yang tidak melaksanakan program 5S Sebagai salah satu cara untuk membentuk budaya kerja adalah dimulai dengan paksaan melalui sanksi dan hukuman. Walaupun sanksi dan hukuman cenderung berkesan negatif, namun hal ini dirasa perlu dilakukan. Tergantung dari bagaimana tujuan sanksi dan hukuman itu dibuat dan dijalankan. Jika dengan menjalankan program 5S akan mendapatkan penghargaan, maka dengan tidak menjalankannya akan mendapatkan sanksi. Beberapa bentuk sanksi yang mungkin dapat ditetapkan adalah seperti memberikan score minus pada performance appraisal berkaitan dengan disiplin, memasang foto pihak yang lalai pada papan pengumuman kegiatan (progress) 5S, dan lain-lain.
Meningkatan penggunaan form penilaian (checklist) dan evaluasi form pada tiap-tiap kegiatan 5S. Form penilaian dan evaluasi yang dilaksanakan secara berkala dalam waktu yang tidak ditentukan. Sehingga penilaian dapat lebih maksimal sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan (tidak direkayasa atau dibuat-buat karena akan dilakukan penilaian). Nilai yang digunakan pada penilaian berkisar antara 1-5, dimana nilai 1 untuk penerapan 5S yang sangat kurang, 2 untuk kurang, 3 untuk cukup, 4 untuk baik, dan 5 untuk penerapn 5S yang sangat baik. Beberapa form penilaian dan evaluasi 5S dapat dilihat pada lampiran.
126
Meningkatan Penggunaan Visual Management Gunakan pengendalian visual agar tidak ada masalah yang tersembunyi. Kendali visual adalah setiap alat komunikasi yang digunakan dalam lingkungan kerja untuk menunjukkan dalam waktu sekejap bagaimana pekerjaan seharusnya dilakukan dan apakah terjadi penyimpangan terhadap standar. Hal ini membantu karyawan yang ingin melakukan pekerjaannya dengan baik agar dengan segera dapat melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya. Ia mungkin akan menunjukkan dimana item harus disimpan, berapa banyak item yang seharusnya ada disana, prosedur standar apa saja yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, status dari barang dalam proses, dan banyak jenis informasi penting lainnya untuk mengalirkan aktivitas pekerjaan. Gunakan pendekatan visual “sebuah gambar mengandung beribu-ribu kata”, dengan bertindak berdasarkan fakta bahwa manusia berorientasi visual. 1. Bahan baku 2. Pekerjaan sedang berlangsung 3. Suku Cadang 4. Produk jadi
Klasifikasi
5. Mesin/Peralatan 6. Barang Cetakan 7. Alat Tulis Kantor 8. Lain-lain
Nama item Jumlah Pesanan Kuantitas/nilai
_________________item
Alasan
1. Tidak Diperlukan 2. Cacat 3. Tidak Penting
Tanggung Jawab seksi
Departemen:_________Seksi_________Kelompok_________
Tindakan
1.Dibuang 2. Dikembalikan 3. Dipindahkan pada tempat penyimpanan berlabel merah Sudah Selesai 4. Simpan secara terpisah 5. Lain-lain
Tanggal
Label ditempelkan Tgl______Bulan______Th______
Nilai Per Item:
Total:
4. Bahan sisa 5. Tidak diketahui 6. Lain-lain
Tindakan yang diambil Tgl______Bulan______Th______
No. Referensi
Gambar 4.3 Bentuk Label/Penanda Merah
127
Label merah merupakan teknik ringkas yang sangat penting. Segera setelah barang yang diperlukan ditemukan, barang harus ditandai dengan label merah, sehingga setiap orang dapat secara jelas melihat apa yang perlu dibuang atau dipindahkan.
Beri label merah pada setiap barang yang tidak diperlukan.
Pada
bagian
produksi,
berarti
memeriksa
persediaan
bahan
baku,
peralatan/mesin, dsb.
Pada bagian administrasi – termasuk dokumen, alat tulis dan mesin
Menentukan standar untuk label merah: “Membuang barang itu pemborosan !” “Merepotkan bagi saya untuk membuat semua ini” “Kita mungkin masih akan menggunakannya lagi dikemudian hari” Ungkapan diatas sangat umum dan reaksi yang spontan terhadap gagasan untuk membuang barang yang tidak diperlukan, baik itu di rumah atau di pabrik. Sangat penting untuk menentukan standart yang jelas tentang “apa yang benar-benar diperlukan” dan “apa yang tidak diperlukan” untuk mengatasi perdebatan ini. Label berwarna merah agar langsung terlihat dan menarik perhatian apabila ada “kotoran” di pabrik. Label merah ini juga untuk memperingatkan orang agar memperhatikan keselamatan orang lain.
128
Menempelkan label merah:
Menempelkan label-label memerlukan pandangan dari orang kedua.
Itu artinya bahwa orang lain selain yang menempati ruang/tempat tersebut yang berhak menempelkan label merah.
Tempelkan label merah pada setiap barang yang meragukan!
Selain dengan penggunaan label merah, visual manajemen dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa bentuk visual manajemen yang sudah diterapkan dapat dilihat pada lampiran.
Melengkapi Alat Keselamatan Untuk Mencegah Kecelakaan •
Melengkapi alat pelindung diri terutama sarung tangan panjang (sampai siku) untuk melindungi tangan/lengan dari pecahan botol. karena berdasarkan data kecelakaan, tangan adalah bagian tubuh yang paling sering terkena pecahan botol.
•
Penggunaan masker untuk digunakan pada area yang berbau menyengat.
•
Membuat safety road pada lantai packaging yang diberi warna merah, sebagai area aman bagi pengunjung maupun pekerja untuk berjalan.
129
•
Pengadaan kotak atau perlengkapan P3K pada tiap-tiap area. Terutama area dengan tingkat kecelakaan paling tinggi.
•
Penting bagi pekerja dan karyawan untuk mengetahui tindak pertolongan pertama pada luka. Sekaligus melengkapi tiap area kerja dengan petunjuk menangani luka yang dipasang berdampingan dengan perlengkapan P3K. Luka yang sering terjadi pada area packaging adalah luka potongan atau sayatan karena terkena pecahan botol, selain itu juga terkadang terjadi luka lecet atau memar. Berikut langkah-langkah mengatasi jenis luka tersebut: Luka lecet: -
Bersihkan luka dengan air dan berikan obat antissptik yang ada.
-
Tutup luka dengan kasa dan plester atau balut.
-
Balutan harus diganti setiap hari sampai luka sembuh.
-
Apabila luka lecet mempunyai area yang cukup luas, segera lakukan desinfeksi dengan memberikan obat antispetik dan segera bawa ke dokter untuk ditangani lebih lanjut.
Luka memar: -
Jaringan kulit yang memar dikompres dengan es, dan kalau perlu diberi balutan penekan.
-
Untuk mengurangi pembengkakan pada luka memar, dapat dicegah dengan memberikan salep Lasonil atau sejenisnya.
130
Luka iris: -
Lakukan desinfeksi dengan menggunakan obat antispetik atau pemberian antibiotika.
-
Tutup luka dengan kasa dan balutan sebaiknya bersifat menekan.
Menjadi Organisasi Pembelajar Melalu Peningkatan Berkesinambungan (Kaizen) Menjadi organisasi pembelajar maksudnya adalah selalu melakukan evaluasi dan review mengenai apa saja yang telah dilakukan, apa yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan, dan apa yang perlu dipertahankan. Dengan menjadi organisasi pembelajar diharapkan kita dapat belajar dari keadaan atau data masa lalu. Hal ini erat kaitannya dengan kegiatan dokumentasi kegiatan dan perkembangannya. Dokumentasi ini dapat dijadikan sebagai proses refleksi diri untuk belajar dari pengalaman yang ada. Dengan senantiasa menjadi organisasi pembelajar maka diharapkan dapat dicapai peningkatan berkesinambungan (kaizen) dengan mengetahui masalah dan tidak melakukan kesalahan yang sama dua kali. Kunci menuju pembelajaran organisasi adalah menyelaraskan tujuan seluruh karyawan untuk mencapai tujuan bersama. Namun, untuk membuat semua orang terlibat
dalam
peningkatan
berkesinambungan
agar
berkontribusi
terhadap
peningkatan perusahaan yang luar biasa besarnya, diperlukan sasaran dan target yang
131
selaras dan terus menerus dilakukan pengukuran terhadap kemajuan menuju sasaran tersebut. Untuk itulah perlu dibuat suatu perencanaan untuk mencapai sasaran dan target di masa datang yang melibatkan seluruh kalangan. Berikut contoh penjabaran kebijakan (Hoshin Kanri) yang menggambarkan sasaran dari tingkat atas perusahaan ke tingkat kelompok kerja di bawah.
Gambar 4.4 Proses Penjabaran Kebijakan (Hoshin Kanri)