BAB 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Profil Responden 4.1.1 Profil Perusahaan 4.1.1.1 Sejarah Singkat The Body Shop®
The Body Shop® International plc adalah sebuah perusahaan kosmetik dan kecantikan global yang mendapatkan inspirasi dari alam dan menghasilkan produkproduk yang bersandar pada nilai-nilai etika. Pertama kali didirikan pada tahun 1976 oleh Dame Anita Roddick di Inggris, saat ini toko The Body Shop® memiliki lebih dari 2,400 toko yang tersebar di 61 negara, dengan lebih dari 1,200 jenis produk yang menggunakan bahan-bahan alami dan bebas dari uji coba pada binatang. The Body
Shop® juga merupakan pioneer perusahaan kosmetik internasional yang menghimbau terhadap Standar Kosmetik untuk Manusia dengan memberantas uji coba terhadap binatang. Pentingnya arti lingkungan yang disadari oleh masyarakat Eropa merupakan alasan utama kehadiran The Body Shop®. Sejak awal berdirinya toko pertama mereka,
The Body Shop® selalu berkomitmen untuk mendukung perubahan lingkungan dan sosial menuju keadaan yang lebih baik melalui berbagai kegiatan kampanye didasari oleh semangat dan nilai-nilai (values) yang dianut dan mendarah daging dalam setiap aktivitas bisnisnya. Kedua hal inilah yang membuat The Body Shop® berbeda dengan para pesaingnya. Semangat The Body Shop® dalam menjalankan bisnisnya adalah “we believe
business can be both profitable and responsible”. Adapun nilai-nilai (values) inti dari The Body Shop® terdiri dari :
89
90 1.
Against Animal Testing Awal prinsip ini bermula dari Save The Whale tahun 1986 ketika Anita
meluncurkan kampanye toko pertamanya. Saat itu The Body Shop® dan Anita mendukung perjuangan Greenpeace dalam mengakhiri pembantaian ikan paus untuk produk komersial seperti minyak ikan paus yang digunakan dalam beberapa produk kosmetik.
The Body Shop® tidak pernah dan tidak akan pernah mengujicobakan bahan dasar maupun produk kepada binatang. Ia percaya bahwa binatang tidak perlu dikorbankan untuk kecantikan. Untuk itu The Body Shop® menggunakan percobaan alternativ yang telah dikembangkan dalam melakukan penelitiannya. Salah satunya adalah eyetex irritection dengan menggunakan protein tumbuhan pengganti mata kelinci untuk menganalisa kadar iritasi mata manusia, mengembangkan metode uji coba (skin
patch) pada para relawan dengan cara yang aman dibawah pengawasan ketat University Hospital of Wales dan setiap pemasok bahan baku untuk kebutuhan kosmetika tidak dipekenankan mengujicobakannya pada binatang sejak 31 Desember 1990. 2.
Support Community Trade The
Body
Shop®
membangun
hubungan
perdagangan
yang
saling
menguntungkan dengan masyarakat melalui program Community Trade yang berawal dari Teddy Exports India tahun 1983. Dengan Community Trade The Body Shop® melakukan perdagangan yang adil dan setara dengan berbagai komunitas di dunia. The
Body Shop® memperoleh bahan baku bermutu, mereka memperoleh kemandirian sosial ekonomi. Nilai ini dilaksanakan dengan peduli terhadap siapa dan cara apa saat melakukan perdagangan; memastikan para pekerja tidak dieksploitasi dan bukan anakanak di bawah umur; menjamin pekerjaan tidak membahayakan jiwa; pekerja mendapat tambahan keterampilan dan pengetahuan; dan menggunakan sumber daya alam yang berkelanjutan. Salah satu contoh kegiatan yang pernah dilakukan adalah pada Januari 2001 Anita mengunjungi 130 petani minyak wijen di Nicaragua yang menerima harga adil dan
91 stabil untuk biji wijen yang mereka jual agar petani mampu membangun bisnis mereka yang berkelanjutan. 3.
Active Self-Esteem
The Body Shop® mendorong setiap perempuan untuk menerima, menghargai dan menggali potensi diri. “Feel good about yourself, respect yourself, look after your body
and soul, and be proud of who and what you are” merupakan pernyataan yang dilontarkan
oleh
Anita Roddick mengenai
bagaimana setiap perempuan
harus
menghargai dirinya. Nilai ini didasarkan atas tanggung jawabnya terhadap para perempuan yang telah menjadi objek penderita dari berbagai ilusi dan impian yang ditawarkan oleh berbagai produk untuk tubuh dan wajah seperti supermodels. Pada kenyataannya dari 3 juta wanita hanya 8 wanita saja yang memiliki tubuh seperti
supermodels. 4.
Defend Human Rights
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar setiap manusia yang hidup di dunia yang masih dianggap sebagai isu yang terkait dengan politik. Padahal hak-hak itu juga terdiri dari isu-isu yang sering dijumpai seperti hak terhadap pendidikan, kesehatan, tempat tinggal yang layak, pekerjaan, dan lain-lain. The Body Shop® senantiasa selalu mendukung untuk ditegakkannya HAM tersebut melalui usaha-usaha perbaikan hidup masyarakat. Di Indonesia hal ini difokuskan pada kampanye Stop Violence In The Home dan hak pendidikan bagi anak-anak usia sekolah melalui program anak asuh yang tersebar di Indonesia dimana para staff The Body Shop® lah yang menjadi penanggungjawabnya. 5.
Protect Our Planet
The Body Shop® menjalankan kebijaksanaan untuk selalu menggunakan bahan yang dapat didaur ulang dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Hingga kini prinsip itu masih terus diterapkan dengan membuat sistem daur ulang sampah, kertas dan kemasan. Melalui hal itu The Body Shop® dapat menghemat 70 ton plastik murni setiap tahunnya. Serta adanya pelarangan penggunaan bahan tidak ramah lingkungan,
92 meminimalkan dampak negatif setiap proses bisnisnya bagi lingkungan dari proses pemilihan bahan baku, produksi, pengemasan, distribusi hingga ke tangan pelanggan. Kelima prinsip atau nilai inilah yang menjadi dasar dilakukannya segala macam kegiatan kampanye yang ada dan kerja Marketing Communication The Body Shop® untuk mengkomunikasikan keunggulan produknya yang tidak pernah dan tidak boleh terlepas dari kelima prinsip tersebut di atas.
4.1.1.2 The Body Shop® di Indonesia
The Body Shop® menggunakan sistem franchise dalam rangka memperluas jaringan usahanya, termasuk di Indonesia. The Body Shop® untuk wilayah Indonesia beralamat di Jl. Profesor Dr. Satrio Blok A3 No. 5, Tangerang. The Body Shop® Indonesia pertama kali membuka tokonya di Pondok Indah Mall pada tanggal 12 Desember 1992 dan sampai saat ini terus memperbanyak gerainya di wilayah Indonesia. Berdirinya The Body Shop® di Indonesia berawal dari kebiasaan berpetualang Toha Azhary (Operation Director The Body Shop® Indonesia) dan Suzy Hutomo (CEO The
Body Shop® Indonesia) untuk benchmarking dan menjajaki peluang bisnis yang dapat dimanfaatkan. Mereka melihat bahwa The Body Shop® sangat menarik dengan produk yang bagus, lengkap, natural, dan sangat nyaman untuk dipakai. Selain itu, hal yang paling unik adalah nilai-nilai (values) yang dipegang teguh oleh merek The Body Shop® dalam menjalankan usahanya yang diwujudkan melalui kepedulian dan tanggung jawab terhadap perubahan sosial dan lingkungan. Nilai-nilai (values) The Body Shop® ini akhirnya dipandang sebagai value added yang sangat signifikan dalam meningkatkan gaya hidup konsumennya. Kesemuanya ini ditambah dengan pengalaman yang menyenangkan selama menjadi konsumen, membuat keduanya yakin bahwa The Body
Shop® akan diterima dengan baik oleh konsumen di Indonesia dan memiliki peluang besar untuk mengembangkannya. Sebesar 95% produk The Body Shop® yang dijual di Indonesia didatangkan langsung dari Inggris dan untuk produk skin care dari Jepang. Sedangkan beberapa
93 produk aksesorisnya merupakan produk lokal yang berasal dari para pengusaha kecil dan pengrajin perorangan di Bandung, Salatiga, dan Baduy. Produk The Body Shop® dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu Wellbeing,
Make-up, Bath and Body, Skin Care, Men’s, Home Fragrance, Fragrance, Hair, Accessories, dan Gifts. Produk-produk The Body Shop® ini umumnya ditujukan untuk perempuan sehingga sebagaian besar konsumen The Body Shop® adalah perempuan. Namun ada juga rangkain produk yang ditujukan untuk konsumen pria sehingga target konsumennya tidak hanya terbatas pada kaum wanita saja. Untuk program komunikasi pemasaran di dalam gerai, The Body Shop® menggunakan poster, leaflet, visual merchandising serta penawaran khusus kepada konsumen. Sedangkan untuk komunikasi pemasaran di luar toko, The Body Shop® melakukannya melalui public relations, iklan layanan masyarakat, dan pengiriman informasi ke pelanggan.
The Body Shop® sebagai salah satu perusahaan kosmetik paling berpengaruh di dunia selalu berpegang teguh pada filosofi serta misi mereka yang salah satunya adalah berusaha untuk melakukan perubahan sosial yang lebih baik.
4.1.1.3 Lingkungan Industri kosmetik dan kecantikan (The Body Shop® Indonesia) Untuk mengenal lebih jauh kondisi persaingan industri kosmetik dan kecantikan di Indonesia, khususnya The Body Shop® Indonesia, maka Peneliti akan menyajikannya dalam bentuk analisis lima kekuatan Porter. Analisis lima kekuatan Porter atau Porter’s
five forces analysis adalah suatu kerangka kerja untuk analisis industri dan pengembangan strategi bisnis yang dikembangkan oleh Michael Porter dari Sekolah Bisnis Universitas Harvard pada tahun 1979. Menurutnya ada lima kekuatan yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri, yaitu (1) ancaman produk pengganti, (2) ancaman pesaing, (3) ancaman pendatang baru, (4) daya tawar pemasok,
94 serta (5) daya tawar konsumen. Adapun analisis lima kekuatan Porter untuk perusahaan
The Body Shop® akan dijelaskan di bawah ini beserta dengan bagannya :
PENDATANG BARU POTENSIAL Ancaman Pesaing
PARA PESAING INDUSTRI PEMASOK
PEMBELI Persaingan di Antara Perusahaan yang Ada Kekuatan tawar‐menawar pembeli
Kekuatan tawar‐menawar pemasok
PRODUK PENGGANTI Ancaman Produk Pengganti Gambar (4.1) Kekuatan-kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri
Sumber : Strategi Bersaing (Porter, 2007) 1.
Ancaman Pesaing Ancaman pesaing merupakan kekuatan yang paling hebat dari lima kekuatan
kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh sebuah perusahaan dapat berhasil jika perusahaan itu dapat menghasilkan keunggulan kompetitif yang lebih baik daripada strategi yang dijalankan oleh perusahaan saingannya. Perubahan strategi suatu perusahaan bisa ditanggapi oleh pesaingnya dengan langkah balasan, seperti penurunan harga, peningkatan kualitas, penambahan fitur, penyediaan layanan, perpanjangan garansi, dan peluncuran iklan secara intensif.
95 Adapun pesaing utama The Body Shop® merupakan perusahaan-perusahaan di bidang toiletries dan kosmetik, yaitu The Face Shop, L’Occitane, dan Lush. Perusahaanperusahaan ini juga merupakan perusahaan multinasional yang menawarkan produk yang terbuat dari bahan-bahan alami dan menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang seperti The Body Shop®. Perusahaan-perusahaan tersebut juga menjunjung tinggi nilai-nilai penting seperti meminimalisasi kerusakan lingkungan, tidak menguji coba produknya pada binatang, dan terus menerapkan tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Persamaan-persamaan ini meskipun tujuannya sangat baik juga menjadi sebuah ancaman bagi The Body Shop® karena nilai-nilai tersebut merupakan kunci yang selalu dipegang teguh oleh The Body Shop® dan telah menjadi
trademark perusahaan selama bertahun-tahun. Namun, bedanya adalah The Body Shop®, selain mensosialisasikan nilai-nilai tersebut The Body Shop® juga meluncurkan kampanye serta petisi untuk mendukung berbagai isu permasalahan di dunia. Mereka mengikutsertakan selebriti, konsumen, serta masyarakat luas untuk ikut menyuarakan permasalahan yang dibahas. Hal inilah yang sangat membedakan The Body Shop® dengan perusahaan kosmetik lainnya. 2.
Ancaman Pendatang Baru Pasar produk kosmetik dan kecantikan membuka celah yang besar kepada para
pendatang baru untuk memasuki pasarnya. Hal ini dikarenakan di Indonesia peluang dan permintaan terhadap produk kosmetik dan kecantikan cukup tinggi. The Body Shop® perlu mewaspadai fakta ini karena banyak perusahaan lain yang menawarkan harga yang lebih murah yang dapat menyebabkan berpindahnya konsumen ke merek lain. 3.
Ancaman Produk Pengganti
Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing dengan industri-industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga maksimum yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam industri. Semakin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, maka
96 semakin ketat pembatasan laba industri. The Body Shop® sebagai suatu perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik dan kecantikan memiliki banyak persaingan dari produk-produk pengganti, seperti produk kosmetik dan perawatan tubuh merek lokal. 4.
Daya Tawar Pemasok Dengan peluncuran Community Trade pada tahun 1987 oleh The Body Shop®,
perusahaan, customer, maupun supplier memperoleh banyak keuntungan. Dengan perdagangan yang adil, The Body Shop® menawarkan kepada para supplier penghasilan yang stabil dan berjangka panjang. Melaluinya, The Body Shop® dapat memperoleh bahan terbaik dari alam yang dikelola dan dipanen oleh petani lokal dengan keahlian tinggi. Dalam prosesnya, Community Trade memungkinkan para supplier untuk memperoleh masa depan yang lebih baik bagi mereka sendiri maupun komunitasnya.
The Body Shop® meminta seluruh supplier mereka untuk menandatangani Code of Conduct yang mendukung program Ethical Trade, yang dikembangkan untuk memperbaiki kondisi bagi seluruh pekerja dalam rantai pasokan dan menghargai hak asasi mereka. Kesepakatan ini diberlakukan dan dimonitor secara ketat untuk menjamin bahwa standar yang terkait dengan pekerja anak, diskriminasi, gaji, jam kerja, serta kondisi kerja karyawan telah dipenuhi. 5.
Daya Tawar Konsumen Pembeli bersaing dengan cara memaksa harga turun, tawar-menawar terhadap
mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing. Konsumen The Body Shop® memiliki kecenderungan untuk membeli produk hanya ketika ada program penawaran khusus, misalnya program diskon, program buy two get one
free, program produk yang dijual dalam paket, dan sebagainya.
4.1.1.4
Filosofi dan Misi Perusahaan Menurut Anita bisnis memiliki kuasa untuk melakukan hal-hal yang baik. Itulah
mengapa misi dari The Body Shop® dimulai dengan komitmen mendedikasikan bisnis untuk mengejar perubahan sosial dan lingkungan. Kegiatan kampanye sosial dan
97 lingkungan yang dilakukan The Body Shop® bukan merupakan “lip service” namun kegiatan-kegiatan itu telah direalisasikan sejak tahun 1985 bersama dengan organisasi sosial lainnya seperti Greenpeace, Friends of The Earth, Human Right Watch, Amnesty
International dan lain-lain. The Body Shop® selalu berusaha untuk berbeda dengan perusahaan lain, terutama perusahaan kosmetika. Sejak Anita membuka toko pertamanya pada tahun 1976, filosofinya tentang bisnis dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat lokal dan global telah mengarahkan The Body Shop® menjadi bisnis yang berbudaya unik. 1.
Filosofi Perusahaan Menentang arus, berjalanan berlawanan arah. Tidak memakai iklan mahal, tidak
menjanjikan hal-hal muluk. Tidak ada produk yang diujicobakan pada binatang. Hanya minimal packaging dan produk yang memiliki dampak minimal terhadap lingkungan. 2.
Misi Perusahaan Tidak hanya itu, The Body Shop® mempunyai Mission Statement (misi) yang menjadikannya berbeda dan istimewa bila dibandingkan dengan produk kosmetika lainnya. Misi dari The Body Shop® adalah: a) Mendedikasikan bisnis ini bagi perusahaan social dan lingkungan. b) Secara kreatif menyeimbangkan kebutuhan financial dan non-finansial dari para
stakeholder yaitu karyawan, pelanggan, pemasok, franchise. c) Memastikan bahwa bisnis ini berkesinambungan secara ekologi: memenuhi kebutuhan saat ini tanpa merugikan kepentingan generasi mendatang. d) Berkontribusi
pada
masyarakat
local,
nasional
dan
internasional
dengan
menjalankan kode etik yang memastikan adanya kepedulian, kejujuran, keadilan, dan saling menghormati. e) Berkampanye bagi kelestarian lingkungan, manusia, hak sipil serta penentangan uji coba binatang dalam industri kosmetika.
98 f)
Selalu bekerja untuk mempersempit celah antara prinsip dan praktek dengan memasukkan semangat, kegembiraan dan kepedulian sebagai bagian dari hidup sehari-hari.
Sampai saat ini misi tersebut masih terus dijalankan dan direalisasikan seoptimal mungkin. 4.1.1.5
Struktur Organisasi
Berikut adalah struktur organisasi The Body Shop® Indonesia : Chief Business Officer
Operations Director
L&G
Organizer & Process Development Manager
Support Manager
Secretary
General Manager Product Category
Acting
Marketing Communic ation Manager
S&E Values and Customer Loyalty Manager
Sales Force Developme nt Manager
Gambar 4.2 Struktur Organisasi The Body Shop® Sumber : The Body Shop® Indonesia
General Manager Retail Operations
99 Adapun job description secara umum dari masing-masing posisi yang terdapat dalam struktur organisasi The Body Shop® : 1. Chief Business Officer Orang yang bertanggung jawab untuk menetukan arah dan strategi-strategi perusahaan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 2. Operations Director Orang yang memimpin seluruh kegiatan operasional yang berada di dalam perusahaan dengan mengimplementasikan arah dan strategi yang telah ditetapkan oleh Chief Business Officer untuk pencapaian sasaran perusahaan dalam jangka waktu 1 – 3 tahun ke depan. 3. Organizer & Process Development Manager Orang yang membantu suatu kelancaran di dalam sistem, proses, prosedur, dan juga pelaksana Operations Director. Selain itu tugasnya juga mengatur keseluruhan jadwal meeting, menyusun dan memperbaiki SOP, mengontrol schedule, dan membuat data pencapaian dalam suatu perencanaan. 4. L&G Support Manager Orang yang bertanggung jawab atas peningkatan kualitas SDM karyawan di dalam perusahaan, salah satu caranya adalah dengan memberikan training yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut. 5. Secretary Orang yang membantu seluruh kegiatan operasional untuk kelancaran di dalam suatu sistem, proses, dan prosedur yang dibutuhkan Operations Director dalam melakukan tugas-tugasnya. 6. General Manager Product Category Orang yang bertanggung jawab untuk memilih, menentukan, dan mengelola produkproduk yang memiliki kualitas terbaik agar dapat memberikan suatu kontribusi penjualan dan keuntungan bagi perusahaan.
100 7. Acting Marketing Communication Manager Orang yang bertanggung jawab untuk membuat suatu strategi, program dan implementasi yang mengkomunikasikan produk-produk, serta juga memberitahukan
brand atau merek kepada calon konsumen. 8. S&E Values and Customer Loyalty Manager Orang yang bertanggung jawab dalam menyusun suatu strategi program dan pelaksanaan dari kegiatan perusahaan dalam menciptakan suatu kepedulian terhadap isu-isu sosial yang sedang berkembang saat ini. Selain itu juga bertanggung jawab dalam pembuatan suatu strategi agar konsumen tersebut tetap loyal kepada perusahaan yang mengeluarkan produk tersebut. 9. Sales Force Development Manager Orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan dan pengembangan suatu armada penjualan atau persediaan yang terdapat di tiap-tiap toko tersebut dengan melakukan pelatihan dan pengembangan, evaluasi kompetensi perusahaan, sampai melakukan promosi untuk tiap-tiap produk. 10. General Manager Retail Operations Orang yang bertanggung jawab dalam pengolahan serta perencanaan atas seluruh kegiatan operasional yang terdapat pada toko-toko tersebut. Dengan melakukan suatu persiapan keperluan yang dibutuhkan oleh toko tersebut, sumber daya manusianya, pelaksanaan pelayanan kepada konsumen, pengolahan hasil penjualan yang didapat, dan juga pengelolaan-pengelolaan pelaksanaan produk atau barang yang ada.
101 4 4.1.2
Prrofil Respon nden
R Responden dalam penelitia an ini berjum mlah 150 oran ng yang meru upakan konsu umen wanita
T Body Sho The hop® Indonesiia. Penyebaraan kuesioner dilakukan deengan menggunakan dua m metode, yaitu u melalui jeja aring sosial F Facebook dan n melalui pen ngisian kuesioner secara m manual. Kon nsumen yang g menjadi rresponden su udah pernah h melakukan pembelian t terhadap prod duk The Body dy Shop® sebaanyak 2 kali atau a lebih. Be erdasarkan pe engumpulan d data melalui penyebaran p k kuesioner, dip peroleh data-d data sebagai berikut :
a. Usia U
15 5-20 tahun 19%
Di atas 30 n tahun 27%
15-20 tahu un 21-25 tahu un 26-30 tahu un Di atas 30 tahun
26-30 0 tahun 24 4%
21-25 tahun 2 n 30%
dasarkan us sia Gambarr (4.3) Grafik Profil Responden berd
Sumb ber : Hasil Peengolahan Pen neliti, 2010. 1 - 20 tahun 15
= 28 orang
2 - 25 tahun 21
= 45 orang
2 - 30 tahun 26
= 36 orang
D atas 30 tahun Di
= 41 orang
T Total
= 150 orang
hasil yang diperoleh mela B Berdasarkan alui pengisian n kuesioner, maka dapat disimpulkan b bahwa jumla ah responden n terbanyak b berdasarkan usia adalah responden wanita w yang
102 b berada di ren ntang usia 21-25 tahun, yaitu sebesar 45 orang d dari 150 resp ponden atau s sebesar 30%.
b. Profesi P
Lain n-lain 21 1%
Pe egawai N Negeri 13% Pegawai Negeri Pegawai Swasta Mahasis swa Lain-lain n wai Pegaw Swastta 31% %
Mah hasiswa 3 35%
( Grafik Profil Respo onden berda asarkan Pro ofesi Gambar (4.4)
Sumb ber : Hasil Peengolahan Pen neliti, 2010.
P Pegawai Nege eri
= 20 orang
P Pegawai Swassta
= 46 orang
M Mahasiswa
= 53 orang
L Lain-lain
= 31 orang
T TOTAL
= 150 orang
B Berdasarkan alui pengisian n kuesioner, maka dapat disimpulkan hasil yang diperoleh mela b bahwa jumlah h responden berdasarkan profesi paling banyak ada alah mahasisswa, dengan j jumlah sebesar 53 orang dari d 150 respo onden atau se ebesar 35%.
103 c. Pendapatan P per bulan
< Rp. 1 juta
6% 17%
Rp. 1 juta-Rp. j 2 ju uta 36% Rp. 2 juta-Rp. j 3 ju uta
41%
> Rp. 3 juta
G Gambar (4.5 5) Grafik Pro ofil Respond den berdasa arkan Penda apatan
Sumb ber : Hasil Peengolahan Pen neliti, 2010.
< Rp. 1.000.000
= 9 orang
R 1.000.000 Rp. 0 - Rp. 2.000.0 000
= 54 5 orang
R 2.000.000 Rp. 0 - Rp. 3.000.0 000
= 61 6 orang
> Rp. 3.000.000
= 26 2 orang
T TOTAL
= 150 1 orang
hasil yang diperoleh mela B Berdasarkan alui pengisian n kuesioner, maka dapat disimpulkan b bahwa jumlah h responden berdasarkan pendapatan per bulan did dominasi oleh h responden d dengan besarr penghasilan n atara Rp. 2 2.000.000 – Rp. R 3.000.000 0 yaitu sebesa ar 61 orang d 150 responden atau sebesar dari s 41%.
104 d. Frekuensi F Pe embelian terrhadap prod duk The Bod dy Shop®
> 8 ka ali 7% 2 kali 2-4 2-4 kali 2 55%
5-8 5 kali 38%
5 kali 5-8 > 8 kali
Gambar (4 4.6) Grafik P Profil Respon nden berdas sarkan Freku uensi
Sumb ber : Hasil Peengolahan Pen neliti, 2010. 2 – 4 kali
= 83 orang
5 – 8 kali
= 57 orang
> 8 kali
= 10 orang
T TOTAL
= 150 orang
B Berdasarkan alui pengisian n kuesioner, maka dapat disimpulkan hasil yang diperoleh mela b bahwa jumlah responden terbanyak berdasarkan b f frekuensi pem mbelian terha adap produk
T The Body S Shop® adalaah sebanyak 2 – 4 kali dengan jumlah h responden sebesar 83 o orang dari 15 50 responden atau sebesarr 55%.
105 4.1.3 Cause Related Marketing (CRM) The Body Shop® Indonesia
The Body Shop® merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan Cause Related Marketing (CRM) dan Corporate Social Responsibility (CSR). Cause Related Marketing (CRM) diterapkan oleh The Body Shop® dengan cara mengkomunikasikan kepada target audience bahwa sebagian dari hasil penjualannya akan didonasikan kepada sebuah kegiatan sosial tertentu. Stop Trafficking of Children and Young People adalah sebuah program The Body Shop® yang akan mendonasikan keuntungan dari penjualan produk Soft Hands Kind Heart Hand Cream kepada ECPAT Indonesia. Kampanye “Stop Trafficking of Children and Young People” merupakan upaya dalam memperluas dukungan publik untuk mendukung ECPAT International (End Child
Prostitution, Child Pornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes) dan mendesak pemerintah untuk serius menghentikan perdagangan seks pada anak dan remaja. The Body Shop® melihat isu ini sebagai suatu permasalahan yang harus ditangani dengan serius, oleh karena itu The Body Shop® mengajak para konsumen dan masyarakat secara umum untuk ikut berpartisipasi dalam kampanye ini dengan cara mengisi petisi
The Body Shop® atau melalui website The Body Shop, di
www.thebodyshop.co.id. Lalu yang paling utama adalah melalui pembelian produk Soft
Hands Kind Heart (Rp. 59.000) dimana keuntungan dari produk ini akan disumbangkan kepada ECPAT Indonesia dan ECPAT International. Pembelian terhadap produk tersebut akan sangat membantu The Body Shop Indonesia dan ECPAT Indonesia karena dengan tersedianya dana yang memadai, ECPAT sebagai organisasi nirlaba dapat lebih mudah menangani masalah sex trafficking. Selain itu, dengan bertambahnya wawasan masyarakat mengenai isu dan kampanye ini, maka masyarakat akan lebih prihatin dan ingin ikut membantu korban-korban perdagangan manusia.
106 4.2
Uraian Hasil Pengambilan Data dan Analisisnya
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam proses terdapat lima prosedur yang harus dilakukan yang pertama, spesifikasi model merupakan tahap yang telah dijelaskan pada bab 3, kemudian sisanya identifikasi, estimasi, uji kecocokan, dan respesifikasi (jika dibutuhkan) akan dibahas pada bab 4.
4.2.1
Identifikasi (Identification)
Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi untuk menjaga agar model yang dispesifikasi bukan merupakan model yang under-identified model atau just-identified model. Dibawah ini adalah proses identifikasinya, dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh Ghozali (2006). t ≤ s/2 t = Jumlah parameter yang diestimasi s = Jumlah varians dan kovarians antara variabel manifest (observed/ manifest); yang merupakan (p + q)(p + q + 1) p = Jumlah variabel manifest BL (endogen) q = Jumlah variabel manifest CRM (eksogen) Hasil perhitungan berdasarkan output awala adalah sebagai berikut: t = 62 paremeter, dengan perincian dibawah ini: 15 parameter faktor loadings dari variabel manifest CRM terhadap variabel eksogen CRM 15 error variances dari variabel manifest CRM 8 parameter faktor loadings dari variabel manifest CI terhadap variabel eksogen CI 8 error variances dari variabel manifest CI 7 parameter faktor loadings dari variabel manifest BL terhadap variabel endogen BL 7 error variances dari variabel manifest BL 1 parameter faktor loadings dari variabel eksogen CRM terhadap variabel endogen BL 1 error variances dari variabel endogen BL
107 Dari matriks tersebut maka dapat diperoleh total parameter yang diestimasi : 15 + 15 + 8 + 8 +7 + 7 + 1 + 1 = 62 Diketahui: t = 62 parameter n = 30 variabel teramati p=7 q = 15 s/2 = (7 + 15) (7 + 15 + 1) s/2 = 506 s = 506/2 s = 253 maka, t ≤ s/2 = 62 ≤ 253 artinya over-identified model
Degree of Fredom = 253 – 62 = 191 > 0 atau positif Berarti, modelnya adalah Over-Identified model. Dalam hal ini lebih dari satu estimasi masing-masing paremeter dapat diperoleh (karena jumlah persamaan yang tersedia melebihi jumlah parameter yang diestimasi). Berdasarkan model yang digunakan peneliti yang memiliki 62 parameter estimasi (t = 62) dengan rincian tersebut diatas, berarti model memiliki informasi yang cukup untuk mengestimasi parameter tersbut.
4.2.2
Estimasi (Estimation)
Dalam penelitian ini direincikan: •
Tipe variabel manifest/ observed (indikator) adalah ordinal
•
Jumlah keseluruhan variabel manifest/ observed (indikator) adalah 30 variabel manifest
•
Estimasi awal yang ditentukan yaitu 62 parameter
•
Banyaknya data adalah 150
108 Berdasarkan
asumsi
estimasi
yang
ditetapkan,
penelitian
ini
seharusnya
menggunakan metode estimasi Weighted Last Square (WLS) karena WLS mempunyai kelebihan dibandingkan (Maximum Likelihood) ML. Meskipun WLS mempunya kelebihan dibandingkan ML, tetapi ukuran sampel yang diperlukan untuk melakukan estimasi menggunakan WLS lebih besar dibandingkan ML. Berdasarkan pernyataan yang ditetapkan oleh Bentler dan Chou dalam Wijanto (2008, p46) menyarankan bahwa bahwa paling rendah rasio rasio 5 responden per variabel teramati akan mencukupu untuk distribusi normal ketika sebuah variabel latent mempunyai beberapa indikator (variabel teramati), dan rasio 10 responden per variabel teramati akan mencukupi untuk distribusi yang lain. Berdasarkan hal ini, maka sebagai rule of thumb, ukuran sampel yang diperlukan untuk estimasi ML adalah minimal 5 responden untuk setiap variabel teramati yang ada didalam model, sedangkan estimasi WLS memerlukan minimal 10 responden untuk setiap variabel teramati. Jadi, dikarenakan asumsi estimasi WLS yang sangat sulit dipenuhi, maka peneliti menggunakan metode estimasi Maximum Likelihood). Pada tahapan estimasi ini peneliti harus terfokus kepada model pengukuran (atau
measurement equations), dan sesuai dengan teori Wijanto (2008, p138) yang harus diperiksa adalah hal-hal sebagai berikut: 1. Offending estimates, terutama adanya negative error variances (Heywood
cases). Jika ada varian kesalahan negatif, maka varian kesalahan tersebut perlu ditetapkan menjadi 0.01 atau 0.005. 2. T-values dari muatan faktor hasil estimasi ≥ 1.96. Jika ada nilai-t dari estimasi muatan faktor < 1.96, berarti muatan faktor tersebut tidak signifikan dan variabel teramati yang terkait bisa dihapuskan dari model. 3. Standardized Loading Factors (muatan faktor standar) ≥ 0.03 atau ≥ 0.05 atau ≥ 0.07. Muatan faktor standar ini dipakai sesuai dengan keinginan peneliti karena ada tiga teori yang memberi batas kritikel model ini. Jika ada nilai muatan faktor lebih kecil dari batas kritikel model tersebut, maka variabel teramati terkait bisa dihapuskan dari model.
109 4.2.3
Uji kecocokan model
Pada bagian ini akan dilakukan analisis data untuk menguji hipotesis yang telah diajukan sebelumnya. Langkah-langkah analisis data diawali dengan penilaian awal model fit lalu dilanjutkan pengujian validitas dan reliabilitas. Kemudian dilakukan analisis Structural
Equation Modeling . Berdasarkan Output Fit awal yang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2, menghasilkan Goodness of Fit (GOF) yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 4.1 Goodness of Fit Statistic Awal Ukuran GOF Chi-square p
Target - Tingkat Kecocokan
Hasil Estimasi
Nilai yang kecil p > 0.05
1456.15 p = 0.0
Kurang Baik
NCP
Nilai yang kecil
Kurang Baik
Interval yang sempit
1228.15 (1111.32 ; 1352.44)
RMSEA ≤ 0.08 p ≥ 0.50
0.19 p = 0.00
Kurang Baik
Interval RMSEA p (close fit)
Tingkat Kecocokan
Nilai yang kecil dan
M* = 10.42
ECVI
dekat dengan ECVI saturated
S* = 3.70 I* = 25.86
AIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
M* = 1552.15 S* = 552.00 I* = 3852.75
Kurang Baik
NFI
NFI ≥ 0.90
0.57
Kurang Baik
NNFI ≥ 0.90
0.56
Kurang Baik
CFI ≥ 0.90
0.61
Kurang Baik Kurang Baik
NNFI CFI
Kurang Baik
IFI
IFI ≥ 0.90
0.61
CN
CN ≥ 200
26.62
Kurang Baik
RMR
Standardized RMR ≤ 0.05
0.12
Kurang Baik
GFI
GFI ≥ 0.90
0.54
Kurang Baik
AGFI
AGFI ≥ 0.90
0.44
Kurang Baik
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Uji kecocokan keseluruhan model atau overall model fit dapat dilihat pada tabel
Goodness of Fit Statistic diatas. Model awal pada dibagian pertama ini merupakan suatu model yang derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara model tidak baik, yang mana akan dijelaskan sebagai berikut:
110 Ada tiga pengelompokan ukuran-ukuran GOF, yaitu; 1. Absolute Fit Measures (Ukuran kecocokan absolut)
1) Chi-Square (df = 228) adalah 1456.15 dan p = 0.00 Nilai Chi-Square sangat besar dan nilai p = 0.00 < 0.05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari Chi-Square, kecocokan kurang baik. Yang diinginkan adalah Chi-Square yang kecil dan p ≥ 0.05. 2) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 1228.15. Berarti terlalu besar penyimpangan dengan model lain (yang fit). Dan 90% confident interval dari NCP = (1111.32 ; 1352.44) adalah lebar, berarti 90% dari nilai NCP akan jatuh pada range tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. 3) Goodness of Fit Index (GFI) = 0.54, GFI < 0.90, berarti marginal fit bukan
good fit. 4) Root Mean Square Residual (RMR) = 0.12, RMR > 0.05, berarti model tidak
fit. 5) Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.19, RMSEA > 0.08, menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model yang kurang baik.
6) Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 10.42, ECVI for Saturated Model = 3.70, ECVI for Independence Model = 25.86, menunjukkan bahwa ECVI
Model lebih dekat ke ECVI Saturated Model dibandingkan ke ECVI Independence Model. Sementara nilai ECVI Model cukup besar, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik. 2. Incremental Fit Measures (Ukuran kecocokan inkeremental)
1) Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.56, NNFI < 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik atau model tidak fit
2) Normed Fit Index (NFI) = 0.57, NFI < 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik atau model tidak fit
111 3) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.44, AGFI < 0.90, berarti model tidak fit atau kurang baik
4) Incremental Fit Index (IFI) = 0.61, IFI < 0.90, berarti model tidak fit. 5) Comparative Fit Index (CFI) = 0.61, CFI < 0.90, berarti model tidak fit 3. Parsimonious Goodness of Fit (Ukuran kecocokan pasrimoni)
1) AIC Model = 1552.15, AIC for Saturated Model = 552.00, AIC
for
Independence Model = 3852.75, menunjukkan bahwa AIC Model lebih dekat ke AIC Saturated Model dibandingkan ke AIC Independence Model. Sementara nilai AIC Model cukup besar, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik.
2) Critical N (CN) = 26.62, CN < 200, menunjukkan bahwa model belum cukup untuk merepresntasikan data sampel. Atau ukuran sampel belum mencukupi untuk menghasilkan model fit menggunakan Chi-square trest. Setelah melihat keseluruhan hail output dari Goodness of Fit (GOF), ditarik kesimpulan bahwa model adalah tidak fit dimana kemudian diharuskan untuk melakukan modifikasi atas model yang dibentuk dengan melalukan koreksi atas bebrapa bias yang timbul. Langkah berikutnya adalah evaluasi atau analisis model pemgukuran. Evaluasi ini dilakukan terhadap setiap model pengukuran atau konstruk secara terpisah melalui evaluasi terhadap validitas (validity) dari model pengukuran dan evaluasi terhadap reliabilitas (reliability) dari model pengukuran. Kedua evaluasi tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
4.2.3.1 Kecocokan Model Pengukuran (Measurement Model Fit) A. Validitas Evaluasi terhadap validitas (Validity) dari model pengukuran, menurut Wijanto (2008, p145) bahwa suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruks atau variabel latentnya, jika:
112 1) Nilai-t muatan faktornya (factor loadings) lebih besar atau sama dengan dari nilai kritis (≥ 1.96 atau untuk praktisnya ≥ 2) 2) Muatan faktor standarnya (standardized factor loadings) ≥ 0.70 atau ≥0.50 atau ≥ 0.30 masih bisa dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Nilai-t dapat dilihat dari output format SIMPLIS (Measurement Equation) pada Lampiran 4 dan Lampiran 5, kemudian muatan Faktor Standarnya (Standardized Loading Factors) dapat dilihat dari output format SIMPLIS (Standardized Solution) pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Hasil dari output format SIMPLIS tersebut dapat dirangkum kedalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.2 Standardized Loading Factors dan T-value Variabel Latent Variabel Teramati
CRM SLF*
CI
Nilai-t
SLF*
BL Nilai-t
SLF*
Nilai-t
Ket
CRM1 CRM2 CRM3 CRM4 CRM5
0.55 0.10 -0.02 0.48 0.03
13.21 1.92 -0.34 10.72 0.63
Baik Buruk Buruk Baik Buruk
CRM6 CRM7 CRM8 CRM9 CRM10
0.52 0.49 0.63 0.39 0.23
9.01 8.49 17.06 7.00 4.80
Baik Baik Baik Baik Buruk
CRM11 CRM12 CRM13 CRM14 CRM15
0.21 0.63 0.51 0.37 0.47
4.07 17.15 11.24 7.87 8.23
Buruk Baik Baik Baik Baik
CRMXCI BL1 BL2 BL3
5.77
** 0.49 0.53 0.50
** 8.15 8.28
Baik Baik Baik Baik
BL4 BL5 BL6
0.50 0.46 0.43
7.80 7.78 7.52
Baik Baik Baik
BL7
0.38
7.02
Baik
* SLF = Standardized Loading Factors. Target SLF 0.50 atau ≥ 0.30 ** = Ditetapkan secara default oleh LISREL, nilai-t tidak diestimasi. Target nilai-t ≥ 2 Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010
113 Dari tabel 4.1 diatas kita bisa melihat bahwa: 1) Semua nilai-t muatan faktor variabel > 2, jadi muatan faktor dari variabelvariabel yang ada dalam model adalah signifikan atau tidak sama dengan nol, kecuali variabel teramati CRM2, CRM3, CRM5, CRM10, CRM11, karena nilai-t muatan faktornya adalah < 2. 2) Semua muatan faktor standar (SLF) adalah > 0.30, kecuali variabel teramati CRM2, CRM3, CRM5, CRM10, CRM11. Karena terdapat banyak indikator dalam variabel eksogen dan variabel endogennya maka indikator-indikator tersebut tidak akan didrop pada tahapan respesifikasi. B. Reliabilitas Evaluasi terhadap reliabilitas dari suatu indikator dilakukan dengan memperhatikan nilai
squared multiple correlations dari format LISREL atau dilihat dari output format SIMPLIS (Measurement Equation) dengan melihat R2 disamping kanannya (hanya apabila model telah fit). Untuk mengukur reliabilitas dalam SEM kita dapat menggunakan: composite
reliability measure (ukuran reliabilitas komposit). Syaratnya adalah ≥ 0.70
ܴܥൌ
= ܴܥComposite Reliabel
ߣ = Loading Factor Φ = Error Variance Indicator
ሺΣߣሻଶ ሼሺΣߣሻଶ ΣሺΦሻሽ
114 Variabel Latent BL Σλ
= 0.69 + 0.71 + 0.72 + 0.68 + 0.68 + 0.65 + 0.61
Φ
= 0.53 + 0.50 + 0.48 + 0.54 + 0.54 + 0.58 + 0.63
ܴܥ
= (0.69 + 0.71 + 0.72 + 0.68 + 0.68 + 0.65 + 0.61)2 ÷ {(0.69 + 0.71 + 0.72 + 0.68 + 0.68 + 0.65 + 0.61)2 + (0.53 + 0.50 + 0.48 + 0.54 + 0.54 + 0.58 + 0.63)} = 22.4676 ÷ 26.2647 = 0.86
Variabel Latent CRM
Σλ = 0.86 + 0.16 + (-0.03) + 0.75 + 0.05 + 0.66 + 0.63 + 0.99 + 0.53 + 0.38 + 0.32 + 1.00 +
Φ
0.77+ 0.59 + 0.61
= 0.26 + 0.98 + 1.00 + 0.44 + 1.00 + 0.57 + 0.61 + 0.01 + 0.40 + 0.66 + 0.63
( = ܴܥ0.86 + 0.16 + (-0.03) + 0.75 + 0.05 + 0.66 + 0.63 + 0.99 + 0.53 + 0.38 + 0.32 + 1.00 + 0.77+ 0.59 + 0.61)2 ÷ {(0.86 + 0.16 + (-0.03) + 0.75 + 0.05 + 0.66 + 0.63 + 0.99 + 0.53 + 0.38 + 0.32 + 1.00 + 0.77+ 0.59 + 0.61)2 + (0.26 + 0.98 + 1.00 + 0.44 + 1.00 + 0.57 + 0.61 + 0.01 + 0.40 + 0.66 + 0.63)} = 68.3929 ÷ 74.9529 = 0.91 Variabel Latent CI = ܴܥDitetapkan secara default oleh LISREL, karena variabel latent CI sebagai variabel moderator yang merupakan interaksi dari variabel latent CRM dan variabel latent CI itu sendiri.
115 4.2.3.2 Analisis Model Struktural Bagian ini berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien-koefisien atau parameterparemeter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel latent lainnya. Evaluasi terhadap model struktural pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. T-value dari koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = -0.67; absolut [0.67] < 2 atau 1.96, artinya koefisien tidak signifikan b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 9.05 > 2 atau 1.96, artinya koefisien signifikan 2. Nilai koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = -0.05 b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 1.00 Hasil dari evaluasi ini bisa kita rangkum pada tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.3 Rangkuman Evaluasi Model Struktural Hipotesis
Path
1
CRM → BL
2
CI memoderasi CRM → BL
Estimasi
Nilai - t
-0.05
-0.67
1.00
9.05
Kesimpulan Tidak Signifikan (Hipotesis ditolak) Signifikan (Hipotesis diterima)
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010. Jadi kesimpulannya adalah: 1. Untuk uji kecocokan keseluruhan model berdasarkan GOF bahwa model adalah tidak fit 2. Kecocokan Model Pengukuran (Measurement Model Fit) untuk validitas ada beberapa variabel teramati (indikator) yang tidak valid yaitu CRM2, CRM3, CRM5,
116 CRM10, CRM11, karena nilai-t muatan faktornya adalah < 2 dan muatan faktor standar (SLF) adalah > 0.30 3. Untuk analisis model struktural adanya hasil hipotesis yang tidak diharapkan yaitu hipotesis 1. Berdasarkan kesimpulan diatas maka pada penelitian ini harus dilakukan respesifikasi untuk memperbaiki model yang tidak fit dan mendapatkan hasil hipotesis yang diharapkan. 4.2.4 Respesifikasi (Respesification) atau modifikasi model Estimasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan satu per satu karena menambah suatu hubungan terhadap kemungkinan fit parameter yang kedua, serta “skenario 2” dimana mengasumsikan melakukan estimasi pertama terhadap modification
indicies yang menunjukkan estimasi baru terbesar. Untuk mendapatkan hasil model yang fit, peneliti telah melakukan 4 kali respesifikasi yang sampai akhirnya dapat diketahui model yang paling fit, dengan menambahkan kovariasi antara 2 kesalahan (errors) yang menurunkan Chi-square terbesar dan sebaiknya untuk model pengukuran yang sama. Modifikasi kovariasi antara 2 kesalahan ini dapat dilakukan dengan menambahkan syntax kovariasi pada program SIMPLIS. Keempat respesifikasi yang dimaksud akan dijelaskan sebagai berikut: 4.2.4.1 Respesifikasi pertama Hasil path dan GOF dari respesifikasi pertama dapat dilihat Lampiran 6, Lampiran 7, dan Lampiran 8. Dan hasilnya dapat disimpulkan pada tabel sebagai berikut:
117 Tabel 4.4 Goodness of Fit Statistic Pertama
Ukuran GOF Chi-square p NCP Interval RMSEA p (close fit)
Target - Tingkat Kecocokan
Hasil Estimasi
Tingkat Kecocokan
Nilai yang kecil p > 0.05
416.18 p = 0.0
Kurang Baik
Nilai yang kecil Interval yang sempit
337.16 (275.39 ; 406.51)
Kurang Baik
RMSEA ≤ 0.08 p ≥ 0.50
0.138 p = 0.00
Kurang Baik
Nilai yang kecil dan
M* = 3.76
ECVI
dekat dengan ECVI saturated
S* = 2.30 I* = 22.93
AIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
M* = 560.16 S* = 342.00 I* = 3417.26
NFI
NFI ≥ 0.90
0.79
Kurang Baik
NNFI ≥ 0.90
0.77
Kurang Baik
CFI ≥ 0.90
0.82
Kurang Baik
NNFI CFI
Baik (good fit)
Baik (good fit)
IFI
IFI ≥ 0.90
0.82
Kurang Baik
CN
CN ≥ 200
86.60
Kurang Baik
RMR
Standardized RMR ≤ 0.05
0.075
Kurang Baik
GFI
GFI ≥ 0.90
0.75
Kurang Baik
AGFI
AGFI ≥ 0.90
0.64
Kurang Baik
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Uji kecocokan keseluruhan model atau overall model fit dapat dilihat pada tabel
Goodness of Fit Statistic diatas. Respesifikasi model pada dibagian pertama ini merupakan suatu model yang derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara model tidak baik, yang mana akan dijelaskan sebagai berikut. Ada tiga pengelompokan ukuran-ukuran GOF, yaitu; 1. Absolute Fit Measures (Ukuran kecocokan absolut)
1) Chi-Square (df = 119) adalah 416.18dan p = 0.00 Setelah respesifikasi pertama nilai Chi-square, df, p tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Nilai Chi-Square masih sangat besar dan nilai p = 0.00 < 0.05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari
Chi-Square, kecocokan
kurang baik. Yang diinginkan adalah Chi-Square yang kecil dan p ≥ 0.05.
118 2) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 337.16. Nilai tersebut masih terlalu besar penyimpangannya dengan model lain (yang fit). Dan 90%
confident interval dari NCP = (275.39 ; 406.51) adalah lebar, berarti 90% dari nilai NCP akan jatuh pada range tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. 3) Goodness of Fit Index (GFI) = 0.75, GFI < 0.90, berarti marginal fit bukan
good fit. 4) Root Mean Square Residual (RMR) = 0.075, RMR > 0.050, berarti model tidak fit. 5) Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.138, tetapi pada GOF dibulatkan menjadi 0.14, RMSEA > 0.08, menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model masih belum dikategorikan sebgai model fit.
6) Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 3.76, ECVI for Saturated Model =
2.30, ECVI for Independence Model = 22.93, menunjukkan bahwa ECVI Model lebih dekat ke ECVI Saturated Model dibandingkan ke ECVI Independence Model. Sementara nilai ECVI Model menunjukkan penurunan yang signifikan, jadi dapat disimpulkan pada respesifikasi pertama ini kecocokan keseluruhan model adalah baik. 2. Incremental Fit Measures (Ukuran kecocokan inkeremental)
1) Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.77, NNFI < 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik atau model tidak fit
2) Normed Fit Index (NFI) = 0.79, NFI < 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik atau model tidak fit
3) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.64, AGFI < 0.90, berarti model tidak fit atau kurang baik
4) Incremental Fit Index (IFI) = 0.82, IFI < 0.90, berarti model tidak fit. 5) Comparative Fit Index (CFI) = 0.82, CFI < 0.90, berarti model tidak fit
119 3. Parsimonious Goodness of Fit (Ukuran kecocokan pasrimoni)
1) AIC Model = 560.16, AIC for Saturated Model = 342.00, AIC
for
Independence Model = 3417.26, menunjukkan bahwa AIC Model lebih dekat ke AIC Saturated Model dibandingkan ke AIC Independence Model, dengan perbedaan yang cukup signifikan. Artinya, kecocokan keseluruhan model adalah baik.
2) Critical N (CN) = 86.60, CN < 200, menunjukkan bahwa model belum cukup untuk merepresntasikan data sampel. Atau ukuran sampel belum mencukupi untuk menghasilkan model fit menggunakan Chi-square test. Analisis Model Struktural Bagian ini berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien-koefisien atau parameterparemeter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel latent lainnya. Evaluasi terhadap model struktural pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. T-value dari koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = -0.00; absolut [0.00] < 2 atau < 1.96, artinya koefisien tidak signifikan b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 7.42 > 2 atau ≥ 1.96, artinya koefisien signifikan 2. Nilai koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = -0.00 b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.91 Hasil dari evaluasi ini bisa kita rangkum pada tabel 4.5 sebagai berikut:
120 Tabel 4.5 Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural setelah respesifikasi pertama Hipotesis
Path
1
CRM → BL
2
CI memoderasi CRM → BL
Estimasi
Nilai - t
-0.00
-0.00
0.91
7.42
Kesimpulan Tidak Signifikan (Hipotesis ditolak) Signifikan (Hipotesis diterima)
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010. Setelah melihat keseluruhan hail output dari Goodness of Fit (GOF), serta analisis model struktural, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setelah respesifikasi pertama model secara kesluruhan dinilai tidak fit dimana kemudian diharuskan untuk melakukan modifikasi model atau respesifikasi kedua atas model yang dibentuk dengan melalukan koreksi atas bebrapa bias yang timbul. 4.2.4.2 Respesifikasi kedua Hasil path dan GOF dari respesifikasi kedua dapat dilihat pada Lampiran 9, Lampiran 10, dan Lampiran 11. Hasilnya dapat disimpulkan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.6 Goodness of Fit Statistic Kedua
Ukuran GOF Chi-square p NCP Interval RMSEA p (close fit)
Target - Tingkat Kecocokan
Hasil Estimasi
Tingkat Kecocokan
Nilai yang kecil p > 0.05
124.30 p = 0.0
Kurang Baik
Nilai yang kecil Interval yang sempit
118.19 (105.19 ; 196.50)
Kurang Baik
RMSEA ≤ 0.08 p ≥ 0.50
0.101 p = 0.00
Kurang Baik
Nilai yang kecil dan
M* = 3.15
ECVI
dekat dengan ECVI saturated
S* = 2.08 I* = 20.13
AIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
M* = 430.31 S* = 212.00 I* = 3110.26
NFI
NFI ≥ 0.90
0.89
Kurang Baik
NNFI ≥ 0.90
0.87
Kurang Baik
CFI
CFI ≥ 0.90
0.92
Baik (good fit)
IFI
IFI ≥ 0.90
0.92
Baik (good fit)
NNFI
Baik (good fit)
Baik (good fit)
121 CN
106.90
Kurang Baik
Standardized RMR ≤ 0.05
0.065
Kurang Baik
GFI ≥ 0.90
0.75
Kurang Baik
0.64
Kurang Baik
CN ≥ 200
RMR GFI AGFI
AGFI ≥ 0.90
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Uji kecocokan keseluruhan model atau overall model fit dapat dilihat pada tabel
Goodness of Fit Statistic diatas. Model awal pada dibagian pertama ini merupakan suatu model yang derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara model tidak baik, yang mana akan dijelaskan sebagai berikut: Ada tiga pengelompokan ukuran-ukuran GOF, yaitu; 1. Absolute Fit Measures (Ukuran kecocokan absolut)
1) Chi-Square (df = 112) adalah 124.30 dan p = 0.00 Setelah respesifikasi kedua nilai Chi-square, df, p belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Nilai Chi-Square masih sangat besar dan nilai p = 0.00 < 0.05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari
Chi-Square, kecocokan
kurang baik. Yang diinginkan adalah Chi-Square yang kecil dan p ≥ 0.05. 2) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 118.19. Nilai tersebut masih terlalu besar penyimpangannya dengan model lain (yang fit). Dan 90%
confident interval dari NCP = (105.19 ; 196.50) adalah lebar, berarti 90% dari nilai NCP akan jatuh pada range tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. 3) Goodness of Fit Index (GFI) = 0.75, GFI < 0.90, berarti marginal fit bukan
good fit. 4) Root Mean Square Residual (RMR) = 0.065, RMR > 0.050, berarti model tidak fit. 5) Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.101, RMSEA > 0.08, menunjukkan
bahwa
kecocokan
dikategorikan sebgai model fit.
keseluruhan
model
masih
belum
122 6) Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 3.15, ECVI for Saturated Model =
2.08, ECVI for Independence Model = 20.13, menunjukkan bahwa ECVI Model lebih dekat ke ECVI Saturated Model dibandingkan ke ECVI Independence Model. Sementara nilai ECVI Model menunjukkan penurunan yang signifikan, jadi dapat disimpulkan pada respesifikasi pertama ini kecocokan keseluruhan model adalah baik. 2. Incremental Fit Measures (Ukuran kecocokan inkeremental)
1) Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.87, NNFI < 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik atau model tidak fit
2) Normed Fit Index (NFI) = 0.89, NFI < 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik atau model tidak fit
3) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.64, AGFI < 0.90, berarti model tidak fit atau kurang baik
4) Incremental Fit Index (IFI) = 0.92, IFI < 0.90, berarti model good fit. 5) Comparative Fit Index (CFI) = 0.92, CFI < 0.90, berarti model good fit 3. Parsimonious Goodness of Fit (Ukuran kecocokan pasrimoni)
1) AIC Model = 430.31, AIC for Saturated Model = 212.00, AIC
for
Independence Model = 3417.26, menunjukkan bahwa AIC Model lebih dekat ke AIC Saturated Model dibandingkan ke AIC Independence Model, dengan perbedaan yang cukup signifikan. Artinya, kecocokan keseluruhan model adalah baik.
2) Critical N (CN) = 106.90, CN < 200, setelah respesifikasi kedua terjadi perubahan pada Critical N yang cukup signifikan, tetapi masih belum mencukupi standar good of fit yaitu CN > 200. Jadi, bisa diartikan bahwa model belum cukup untuk merepresentasikan data sampel. Atau ukuran sampel belum mencukupi untuk menghasilkan model fit menggunakan Chi-
square test.
123 Analisis Model Struktural Bagian ini berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien-koefisien atau para meterparemeter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel latent lainnya. Evaluasi terhadap model struktural pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. T-value dari koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.96 < 2 atau < 1.96, artinya koefisien tidak signifikan b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhdap Variabel Dependent BL = 7.82 > 2 atau ≥ 1.96, artinya koefisien signifikan 2. Nilai koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.24 b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.94 Hasil dari evaluasi ini bisa kita rangkum pada tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural setelah respesifikasi kedua Hipotesis
Path
Estimasi
Nilai - t
Kesimpulan
1
CRM → BL
0.24
0.96
Tidak Signifikan (Hipotesis ditolak)
2
CI memoderasi CRM → BL
0.94
7.82
Signifikan (Hipotesis diterima)
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Setelah melihat keseluruhan hail output dari Goodness of Fit (GOF), ditarik kesimpulan bahwa setelah respesifikasi kedua terdapat perubahan beberapa ukuran GOF menjadi
good fit tetapi secara keseluruhan dinilai masih belum fit dimana kemudian diharuskan untuk melakukan modifikasi model atau respesifikasi ketiga atas model yang dibentuk dengan melalukan koreksi atas beberapa bias yang timbul.
124 4.2.4.3 Respesifikasi Ketiga Hasil path dan GOF dari respesifikasi ketiga dapat dilihat pada Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14. Hasilnya dapat disimpulkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.8 Goodness of Fit Statistic Ketiga Target - Tingkat Kecocokan
Hasil Estimasi
Nilai yang kecil p > 0.05
52.04 p = 0.02
Kurang Baik
Nilai yang kecil Interval yang sempit
49.04 (38.53 ; 57.28)
Kurang Baik
RMSEA ≤ 0.08 p ≥ 0.50
0.091 p = 0.00
Kurang Baik
ECVI
Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated
M* = 2.46 S* = 1.80 I* = 19.20
AIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
M* = 306.04 S* = 142.00
Ukuran GOF Chi-square p NCP Interval RMSEA p (close fit)
Tingkat Kecocokan
Baik (good fit)
Baik (good fit)
I* = 2589.45 NFI NNFI CFI
NFI ≥ 0.90
0.92
Baik (good fit)
NNFI ≥ 0.90
0.93
Baik (good fit)
CFI ≥ 0.90
0.95
Baik (good fit) Baik (good fit)
IFI
IFI ≥ 0.90
0.95
CN
CN ≥ 200
152.91
Standardized RMR ≤ 0.05
0.056
Kurang Baik
RMR
Kurang Baik
GFI
GFI ≥ 0.90
0.90
Baik (good fit)
AGFI
AGFI ≥ 0.90
0.76
Kurang Baik
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Uji kecocokan keseluruhan model atau overall model fit dapat dilihat pada tabel
Goodness of Fit Statistic diatas. Model awal pada dibagian pertama ini merupakan suatu model yang derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara model tidak baik, yang mana akan dijelaskan sebagai berikut: Ada tiga pengelompokan ukuran-ukuran GOF, yaitu; 1. Absolute Fit Measures (Ukuran kecocokan absolut) 1) Chi-Square (df = 85) adalah 52.04 dan p = 0.02
125 Setelah respesifikasi ketiga nilai Chi-square, df, p tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Nilai Chi-Square masih sangat besar dan nilai p = 0.02 < 0.05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari
Chi-Square, kecocokan
kurang baik. Yang diinginkan adalah Chi-Square yang kecil dan p ≥ 0.05. 2) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 49.04. Nilai tersebut masih terlalu besar penyimpangannya dengan model lain (yang fit). Dan 90%
confident interval dari NCP = (38.53 ; 57.28) adalah lebar, berarti 90% dari nilai NCP akan jatuh pada range tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. 3) Goodness of Fit Index (GFI) = 0.90, GFI ≥ 0.90, berarti marginal fit adalah
good fit. 4) Root Mean Square Residual (RMR) = 0.056, RMR > 0.050, berarti model tidak fit. 5) Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.091, RMSEA > 0.08, menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model hampir mendekati batas kritis RMSEA ≤ 0.08 dan dinyatakan masih belum dikategorikan sebagai model fit.
6) Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 2.46, ECVI for Saturated Model =
1.80, ECVI for Independence Model = 19.20, menunjukkan bahwa ECVI Model lebih dekat ke ECVI Saturated Model dibandingkan ke ECVI Independence Model. Sementara nilai ECVI Model menunjukkan penurunan yang signifikan, jadi dapat disimpulkan pada respesifikasi pertama ini kecocokan keseluruhan model adalah baik. 2. Incremental Fit Measures (Ukuran kecocokan inkeremental)
1) Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.93, NNFI > 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah baik atau model good fit
126 2) Normed Fit Index (NFI) = 0.92, NFI > 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah baik atau model good fit
3) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.76, AGFI < 0.90, berarti model tidak fit atau kurang baik
4) Incremental Fit Index (IFI) = 0.95, IFI > 0.90, berarti model good fit. 5) Comparative Fit Index (CFI) = 0.95, CFI > 0.90, berarti model good fit 3. Parsimonious Goodness of Fit (Ukuran kecocokan pasrimoni)
1) AIC Model = 306.04, AIC for Saturated Model = 142.00, AIC
for
Independence Model = 2589.45, menunjukkan bahwa AIC Model lebih dekat ke AIC Saturated Model dibandingkan ke AIC Independence Model, dengan perbedaan yang cukup signifikan. Artinya, kecocokan keseluruhan model adalah baik.
2) Critical N (CN) = 152.91, CN < 200, menunjukkan bahwa model belum cukup untuk merepresentasikan data sampel. Atau ukuran sampel belum mencukupi untuk menghasilkan model fit menggunakan Chi-square test. Analisis Model Struktural Bagian ini berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien-koefisien atau para meterparemeter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel latent lainnya. Evaluasi terhadap model struktural pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. T-value dari koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 1.90 < 2 atau < 1.96, artinya koefisien tidak signifikan b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 7.40> 2 atau ≥ 1.96, artinya koefisien signifikan 2. Nilai koefisien/ parameter
127 a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.33 b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.94 Hasil dari evaluasi ini bisa kita rangkum pada tabel 4.9 sebagai berikut: Tabel 4.9 Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural setelah respesifikasi Ketiga Hipotesis
Path
Estimasi
Nilai - t
Kesimpulan
1
CRM → BL
0.33
1.90
Tidak Signifikan (Hipotesis ditolak)
2
CI memoderasi CRM → BL
0.94
7.40
Signifikan (Hipotesis diterima)
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Setelah melihat keseluruhan hail output dari Goodness of Fit (GOF), ditarik kesimpulan bahwa setelah respesifikasi ketiga model secara kesluruhan dinilai tidak fit dimana kemudian diharuskan untuk melakukan modifikasi model atau respesifikasi keempat atas model yang dibentuk dengan melalukan koreksi atas beberapa bias yang timbul. 4.2.4.4 Respesifiaksi keempat Hasil path dan GOF dari respesifikasi keempat dapat dilihat pada Lampiran 15, 16, dan Lampiran 17. Hasilnya dapat disimpulkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.10 Goodness of Fit Statistic Keempat Target - Tingkat Kecocokan
Hasil Estimasi
Nilai yang kecil p > 0.05
18.91 0.80
NCP Interval
Nilai yang kecil
0.0
Interval yang sempit
(0.0 ; 1.31)
RMSEA p (close fit)
RMSEA ≤ 0.08
0.08
p ≥ 0.50
p = 0.80
ECVI
Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated
M* = 0.55 S* = 0.86
AIC
Nilai yang kecil dan
Ukuran GOF Chi-square p
Tingkat Kecocokan Baik (good fit) Baik (good fit) Baik (good fit)
Baik (good fit)
I* = 3.01 M* = 55.90
Baik (good fit)
128
NFI
dekat dengan AIC saturated
S* = 96.00 I* = 538.12
NFI ≥ 0.90
0.96
Baik (good fit)
NNFI ≥ 0.90
0.99
Baik (good fit)
CFI
CFI ≥ 0.90
0.98
Baik (good fit)
IFI
IFI ≥ 0.90
0.98
Baik (good fit)
CN
CN ≥ 200
218.55
Baik (good fit)
RMR
Standardized RMR ≤ 0.05
0.04
Baik (good fit)
GFI
GFI ≥ 0.90
0.95
Baik (good fit)
0.91
Baik (good fit)
NNFI
AGFI
AGFI ≥ 0.90
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Penilaian model fit berdasarkan output Goodness of Fit adalah sebagai berikut: 1. Absolute Fit Measures (Ukuran kecocokan absolut) 1) Chi-Square (df = 29) adalah 18.91 dan p = 0.80 Setelah modifikasi terakhir (modifikasi ke-4 kali) terjadi penurunan yg cukup signifikan dari model sebelumnya yaitu penurunan terjadi sebesar 33.13, dengan nilai Chi-square sebesar 18.91 dan p = 0.80 (p > 0.05), artinya kecocokan model adalah good fit. 2) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0, berarti penyimpangan dengan model lain (yang fit) adalah kecil. Dan 90% confident interval dari NCP = (0.0 ; 1.31) adalah jarak yang cukup sempit, artinya 90% dari nilai NCP akan jatuh pada range tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecocokan keseluruhan model baik atau model fit. 3) Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95, GFI > 0.90, berarti marginal fit nya adalah good fit. 4) Root Mean Square Residual (RMR) = 0.08, RMR > 0.05, berarti menunjukkan bahwa model fit 5) Root Mean Square Error Approximation (RMSEA) = 0.08, RMSEA ≥ 0.08, nilai RMSEA sebenarnya adalah 0.078 tetapi dibulatkan oleh GOF menjadi 0.08, penurunan nilai RMSEA memperlihatkan perubahan yang signifikan dari 0.19
129 menjadi 0.078 setelah dilakukannya modifikasi model sebanyak 28 kali. Hasil ini menunjukkan bahwa model dapat dilihat sebagai model yang fit.
6) Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.55, ECVI for Saturated Model = 0.86, ECVI for Independence Model = 3.01, menunjukkan bahwa ECVI Model lebih dekat ke ECVI Saturated Model dibandingkan ke ECVI Independence
Model. Sementara nilai ECVI Model cukup kecil, dapat diambil kesimpulan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik atau model fit untuk di replikasi untuk penelitian selanjutnya. 2. Incremental Fit Measures (Ukuran kecocokan inkeremental)
1) Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99, NNFI > 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah baik atau good fit
2) Normed Fit Index (NFI) = 0.96, NFI > 0.90, berarti kecocokan keseluruhan model adalah baik atau good fit
3) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0. 0.91, AGFI > 0.90, berarti model baik atau good fit
4) Incremental Fit Index (IFI) = 0.98, IFI > 0.90, menunjukkan bahwa model adalah baik atau good fit.
5) Comparative Fit Index (CFI) = 0.95, CFI < 0.90, artinya model adalah good fit 3. Parsimonious Goodness of Fit (Ukuran kecocokan pasrimoni)
1) Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.45, PGFI < GFI, setelah 28 kali modifikasi model ternyata tidak ada perubahan yang signifikan pada PGFI, sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak dapat diperbandingkan atau memiliki asumsi hanya bisa diterapkan pada model yang diajukan.
2) AIC Model = 55.90, AIC for Saturated Model = 96.00, AIC for Independence Model = 538.12, menunjukkan bahwa AIC Model lebih dekat ke AIC Saturated Model dibandingkan ke AIC Independence Model. Sementara nilai
130 AIC Model jauh lebih kecil dari model awal, berarti kecocokan keseluruhan model adalah lebih baik dari dari model awal, jadi bisa dikatakan good fit.
3) Critical N (CN) = 218.55, CN < 200, menunjukkan bahwa sebuah model cukup untuk merepresntasikan data sampel. Atau ukuran sampel mencukupi untuk menghasilkan model fit menggunakan Chi-square trest. Analisis Model Struktural Bagian ini berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien-koefisien atau para meterparemeter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel latent lainnya. Evaluasi terhadap model struktural pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. T-value dari koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 2.13 > 2 atau < 1.96, artinya koefisien signifikan b. Variabel Moderator CI memoderasi pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 7.40> 2 atau ≥ 1.96, artinya koefisien signifikan 2. Nilai koefisien/ parameter a. Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.46 b. Variabel Moderator memoderasi CI pengaruh Variabel Independent CRM terhadap Variabel Dependent BL = 0.78 Hasil dari evaluasi ini bisa kita rangkum pada tabel 4.11 sebagai berikut: Tabel 4.11 Evaluasi Terhadap Koefisien Model Struktural setelah respesifikasi keempat Hipotesis
Path
1
CRM
2
CI memoderasi CRM
BL BL
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
Estimasi
Nilai - t
Kesimpulan
0.46
2.13
Signifikan (Hipotesis diterima)
0.78
5.23
Signifikan (Hipotesis diterima)
131 Berdasarkan tabel 4.11 diatas terlihat bahwa nilai NCP adalah 0.0, begitu pula dengan nilai RMSEA yaitu 0.078 yang dibulatkan menjadi 0.08. NCP adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur tingkat penyimpangan antara sampel covariance matrix dan
fitted (model) covariance matrix, sementar RMSEA adalah rata-rata perbedaan degree of freedom yang diharapkan terjadi pada populasi dan bukan dalam sampel. Yang berarti tidak ada perbedaan per degree of freedom dan juga tidak ada lagi penyimpangan, berarti model yang dibuat sudah fit dimana tidak ada lagi yang harus dikoreksi. Itu adalah alasan kenapa pada penelitian ini membuat model dan memodifikasinya hingga dapat model yang sempurna. 4.2.5
Hasil Akhir Penilaian Model Fit
Hasil akhir penilaian model fit dapat dilihat pada Lampiran 18 output format SIMPLIS
Lisrel 8.54. Dan dibawah ini akan dijelaskan dalam bentuk tabel. Tabel 4.12 Completely Standardized Solution
Variabel Latent Variabel Teramati
BL
CRM
CRM1 CRM4 CRM6 CRM7
0.86 0.85 0.73 0.71
CRM8 CRM9 CRM12 CRM13
0.92 0.61 0.92 0.74
CRM14 CRM15 CRMXCI BL1 BL2
0.66 0.72 0.63 0.66
BL3 BL4 BL5 BL6 BL7
0.73 0.64 0.69 0.66 0.60
CI
1.00
Sumber : Hasil Pengolahan Peneliti, 2010.
132
Dari tabel diatas menunjukkan kontribusi variabel teramati terhadap variabel latentnya, yang akan dijelaskan sebagai berikut: BL (Loyalitas Konsumen) •
Indikator BL1 dapat menjelaskan variabel endogen BL (Loyalitas merek) sebesar 0.63 atau 63%. Dan 37% dijelaskan oleh faktor lain
•
Indikator BL2 dapat menjelaskan variabel endogen BL (Loyalitas merek) sebesar 0.66 atau 66%. Dan 34% dijelaskan oleh faktor lain
•
Indikator BL3 dapat menjelaskan variabel endogen BL (Loyalitas merek) sebesar 0.73 atau 73%. Dan 27% dijelaskan oleh faktor lain
•
Indikator BL4 dapat menjelaskan variabel endogen BL (Loyalitas merek) sebesar 0.64 atau 64%. Dan 36% dijelaskan oleh faktor lain
•
Indikator BL5 dapat menjelaskan variabel endogen BL (Loyalitas merek) sebesar 0.69 atau 69%. Dan 31% dijelaskan oleh faktor lain
•
Indikator BL6 dapat menjelaskan variabel endogen BL (Loyalitas merek) sebesar 0.66 atau 66%. Dan 34% dijelaskan oleh faktor lain
•
Indikator BL7 dapat menjelaskan variabel endogen BL (Loyalitas merek) sebesar 0.60 atau 60%. Dan 40% dijelaskan oleh faktor lain
CRM (Cause Related Marketing) 1) Indikator CRM1 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.86 atau 86%. Dan 14% dijelaskan oleh faktor lain 2) Indikator CRM4 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.85 atau 85%. Dan 15% dijelaskan oleh faktor lain 3) Indikator CRM6 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.73 atau 73%. Dan 27% dijelaskan oleh faktor lain 4) Indikator CRM7 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.71 atau 71%. Dan 29% dijelaskan oleh faktor lain
133 5) Indikator CRM8 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.92 atau 92%. Dan 8% dijelaskan oleh faktor lain 6) Indikator CRM9 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.61 atau 61%. Dan 93% dijelaskan oleh faktor lain 7) Indikator CRM12 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.92 atau 92%. Dan 8% dijelaskan oleh faktor lain 8) Indikator CRM13 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.74 atau 74%. Dan 26% dijelaskan oleh faktor lain 9) Indikator CRM14 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.66 atau 66%. Dan 34% dijelaskan oleh faktor lain 10) Indikator CRM15 dapat menjelaskan variabel eksogen CRM (Cause Related
Marketing) sebesar 0.72 atau 72%. Dan 28% dijelaskan oleh faktor lain CI (Keterlibatan konsumen) Indikator
CRMXCI
dapat
menjelaskan
variabel
moderator
CI
(Keterlibatan
konsumen) sebesar 1.00 atau 100%. 100% merupakan nilai default dari LISREL, karena CRMXCI merupakan factor scores dari indikator variabel CRM dan indikator variabel CI. 4.3
Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi terlihat langsung dari penelitian baik secara teori maupun terapan beserta studi kasusnya bagaimana metode Structural Equation Modeling (Model Persamaan Struktural) dengan menggunaan aplikasi LISREL 8.54 dapat menganalisa Cause Related Marketing yang diasumsikan memiliki pengaruh secara positif terhadap loyalitas merek The Body
Shop®. Dan juga dapat menjelaskan seberapa kuat keterlibatan konsumen dalam memperkuat pengaruh Cause Related Marketing terhadap loyalitas konsumen The Body
Shop®, seperti yang telah diasumsikan. Poin-poin yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
134 1. Penerapan program Cause Related Marketing (CRM) melalui kampanye ”Stop
Trafficking Children and Young Peaople” pada program pemasaran The Body Shop® mempengaruhi Brand Loyalty (BL) The Body Shop® secara signifikan. Hal ini terbukti pada hasil analisis yang menyatakan T-value dari koefisien/ parameter variabel CRM terhadap BL adalah sebesar 2.13 atau lebih besar dari titik kritis T-value yaitu 2 atau ≥ 1.96. Artinya jika program Cause Related
Marketing ini ditingkatkan maka loyalitas merek The Body Shop® akan ikut meningkat. 2. Consumer Involvement (keterlibatan konsumen) memperkuat secara signifikan pengaruh
penerapan program Cause Related Marketing (CRM)
melalui
kampanye ”Stop Trafficking Children and Young People” pada program pemasaran The Body Shop® terhadap Brand Loyalty (BL) The Body Shop®. Hal ini terbukti pada hasil analisis yang menyatakan T-value dari koefisien/ parameter variabel CI memoderasi CRM terhadap BL adalah sebesar 5.23 atau lebih besar dari titik kritis T-value yaitu 2 atau ≥ 1.96. Artinya konsumen sangat terlibat pada penerapan program Cause Related Marketing (CRM) The Body
Shop®, sehingga mendukung kenaikan tingkat Brand Loyalty
(BL) The Body
Shop®. Dari hasil yang signifikan, model yang good fit, serta semua hipotesis diterima, maka penelitian ini bisa untuk diteliti lebih lanjut atau diteliti ulang pada tempat dan kasus yang berbeda, serta untuk perusahaan bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengambil keputusan strategi manajemen The Body Shop®.