BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penaksir Robust MCD Metode MCD mencari himpunan bagian dari himpunan X sejumlah h elemen di mana
n p 12 h n
di mana determinan matrik kovariansi
minimum. Misalkan himpunan bagian itu adalah X h . Terdapat nCh kombinasi himpunan bagian yang harus dicari untuk mendapatkan penaksir MCD. Sebagai ilustrasi Tabel 4.1 berikut menyajikan jumlah himpunan bagian yang harus ditemukan (kolom ketiga) berdasarkan jumlah pengamatan n (kolom pertama) dan jumlah variabel p tertentu (kolom kedua).
Tabel 4.1 Jumlah Himpunan Minimal untuk Menghitung Penaksir MCD Jumlah Pengamatan (n) 20 50 100
Jumlah Variabel (p) 2 7 2 10 2 20
Jumlah Kombinasi nCh 167960 38760 1,2155x1014 4,7129x1013 9,8913x1028 1,3746x1028
Sumber: Hasil Perhitungan
Tampak pada Tabel 4.1 jumlah himpunan bagian yang harus ditemukan untuk sejumlah n dan p tertentu sangat besar meskipun untuk jumlah n = 20 dan p = 2. Untuk meningkatkan kecepatan pencarian penaksir MCD, dapat digunakan Teorema C-Steps dari algoritma FAST-MCD. Untuk memperjelas teorema CSteps, berikut disajikan sebuah contoh. T
1 4 4 3 2 3 4 3 1 3 Contoh 4.1 Diberikan himpunan data X . 4 4 4 4 4 3 5 5 2 3
33
Temukan MCD dari himpunan data X! Pertama, himpunan awal X1h ditentukan dengan jumlah elemen him-punan bagian h n p 12 10 2 12 6. Misalkan pengamatan urutan ke-1, 4, 5, 8, 9, dan 10 merupakan elemen X1h . Elemen-elemen himpunan X1h adalah T
1 3 2 3 1 3 X1h . 4 4 4 5 2 3 Berdasarkan definisi t1 , C1 , diperoleh
2,17 0,97 0, 47 1,31 0,57 , C1 0,81 , dan C11 , det . 3, 67 0, 47 1,06 0,57 1,19
t1 , C1
Jarak mahalanobis untuk setiap pengamatan terhadap rata-rata t1 dan kovariansi C1 dinyatakan dengan d1 1,54;1,96;1,96;0,85;0, 48;1, 44;1,93;1,32;1, 69;1.44. Enam pengamatan yang menghasilkan jarak terkecil adalah pengamatan ke-5, 4, 8, 6, 10, dan 1. Keenam pengamatan ini menjadi elemen himpunan X2h yaitu T
1 3 2 3 3 3 X2 h . 4 4 4 3 5 3 Selanjutnya dihitung:
2,50 0, 70 0,10 , ; 3,83 0,10 0,57
t 2 , C2
det C2 0,39;
1, 46 0, 26 1 C , 2 0, 26 1,81
dan d 2 1, 79;1,86;1,86; 0, 68;0, 61;1,19; 2,58;1, 77;3, 29;1,19. Tampak
bahwa
det(C2) < det(C1) tetapi belum konvergen. Oleh karena itu, enam pengamatan yang menghasilkan jarak terkecil yaitu pengamatan ke-5, 4, 6, 10, 8, dan 1 dicari kembali. Keenam pengamatan ini menjadi elemen himpunan X3h . Sehingga T
1 3 2 3 3 3 diperoleh X3h . 4 4 4 3 5 3 Sampai dengan tahap ini telah diperoleh himpunan bagian yang konvergen. CSteps telah mempersingkat pencarian 10C6 210 himpunan bagian menjadi cukup hanya dengan 3 pencarian himpunan bagian saja.
34
Akan tetapi, dengan hanya satu himpunan bagian permulaan tidak cukup. Sebab, ada kemungkinan ditemukan himpunan bagian lain dengan determinan kovariansi yang lebih kecil. Untuk itu, digunakan beberapa himpunan bagian awal untuk memulai iterasi pencarian determinan kovariansi terkecil. Setelah ditemukan konvergensi determinan terkecil dari masing-masing himpunan bagian awal tersebut, dipilih himpunan bagian yang menghasilkan determinan kovariansi terkecil. Untuk lebih jelasnya, pada Contoh 4.1 digunakan himpunan awal lainnya dengan menggunakan pengamatan ke-2, 3, 4, 7, 8, dan 10. Selain itu juga digunakan himpunan awal dengan menggunakan pengamatan ke-2, 3, 4, 6, 7, dan 10. Perbandingan konvergensi determinan kovariansi ketiga himpunan awal disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Perbandingan Konvergensi Determinan Kovariansi No
Urutan Pengamatan Awal
Determinan Kovariansi
1 2 3
1, 4, 5, 8, 9, 10 2, 3, 4, 7, 8, 10 2, 3, 4, 6, 7, 10
0,81 0,16 0,08
Determinan Kovariansi Terkecil 0,39 0,16 0,08
Urutan Pengamatan Akhir 1, 4, 5, 8, 6, 10 2, 3, 4, 6, 7, 8 2, 3, 4, 6, 7, 10
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 4.2 menampilkan proses pencarian himpunan bagian yang menghasilkan determinan kovariansi
terkecil. Kolom kedua menyatakan
himpunan bagian yang pertama kali digunakan. Determinan kovariansi dari himpunan awal ini pada kolom ketiga. Setelah determinan kovariansi terkecil mencapai konvergen, enam pengamatan yang menghasilkan determinan kovariansi
terkecil disajikan pada kolom terakhir. Tampak pada Tabel 4.2,
himpunan bagian yang menghasilkan determinan kovariansii terkecil adalah untuk pengamatan ke- 2, 3, 4, 6, 7, dan 10 dengan determinan kovariansi sebesar 0.08. Rata-rata dan kovariansi dari keenam pengamatan tersebut merupakan penaksir MCD yaitu:
35
3,50 0,30 0,30 , . 3,83 0,30 0,57
t MCD , S MCD
Berdasarkan taksiran rata-rata dan kovariansi dengan metode MCD dapat dihitung jarak robust (robust distance) :
di 6,89;1,12;1,12;1,58; 4, 23;1,12;1,58;3,35; 4, 74;1,12. Visualisasi dari jarak robust dapat diamati pada Gambar 4.1. Garis batas menunjukkan
2 0.975, p = 2.716 sebagai batas pendefinisian outlier. Titik-titik
yang berada di atas garis menunjukkan outlier. Tampak jelas bahwa titik 1, 5, 8 dan 9 berada di atas garis yang berarti titik-titik ini berada relatif jauh dari sebagian besar kelompok pengamatan.
Gambar 4.1 Plot Sebaran Data Berdasarkan Jarak Robust. Berikut ini disampaikan breakdown point untuk Contoh 4.1 di atas. Breakdown point untuk h = 6, n = 10, p = 2 adalah n p 12 5. Tabel 4.3 di bawah menyajikan taksiran MCD untuk rata-rata dan kovariansi t MCD , S MCD pada beberapa persentase outlier. Indeks pada X menunjukkan jumlah pengamatan ekstrim yang menggantikan data X0. Sebagai contoh elemen himpunan X1 diperoleh dari himpunan X0 dengan menggantikan satu pengamatan sembarang, dalam hal ini pengamatan kesembilan, dengan nilai yang berbeda, misal 10 dan 20.
36
Taksiran t MCD , S MCD yang dihasilkan melalui penggantian beberapa nilai pengamatan dengan nilai yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.3 kolom ketiga. Sampai dengan baris kelima, t MCD , S MCD tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Perubahan t MCD , S MCD mulai berbeda signifikan pada baris keenam. Penggantian lima pengamatan dengan nilai ekstrim pada himpunan X0 menghasilkan taksiran t MCD , S MCD yang berbeda signifikan.
Tabel 4.3 Taksiran Rata-rata dan Kovariansi MCD untuk Beberapa Persentase Outlier.
1
2
3
4 5
6
t MCD , S MCD
Data
No
1 4 4 3 2 3 4 3 1 3 X0 4 4 4 4 4 3 5 5 2 3 1 4 4 3 2 3 4 3 10 3 X1 4 4 4 4 4 3 5 5 20 3
3,50 0,30 , 3,83 0,30 3,50 0,30 , 3,83 0,30
0,30 0,57
1 4 4 3 2 3 40 3 10 3 X2 4 4 4 4 4 3 50 5 20 3 1 4 4 3 2 30 40 3 10 3 X3 4 4 4 4 4 30 50 5 20 3
3,14 0, 48 , 3,86 0,30 2,86 1,14 , 4, 00 0, 00
0, 02 0, 48
1 X4 4 10 X5 40
2, 67 1, 07 , 4, 00 0, 00 4,17 8,57 , 6, 67 18, 67
0, 00 0, 40
4 40 3 2 30 40 3 10 3 4 40 4 4 30 50 5 20 3 4 40 3 2 30 40 3 10 3 4 40 4 4 30 50 5 20 3
0,30 0,57
0, 00 0,33
18, 67 43, 07
Sumber: Hasil Perhitungan
4.2 Penaksir Robust MWCD Pada bagian ini dibahas penaksir robust MWCD. Untuk lebih jelasnya berikut disampaikan contoh penaksiran rata-rata dan kovariansi dengan MWCD menggunakan data yang sama seperti Contoh 4.1. Himpunan awal dibutuhkan sebagai langkah awal pencarian taksiran rata-rata dan kovariansi MWCD hingga dicapai taraf konvergen. Untuk itu, digunakan pengamatan 1, 4, 5, 8, 9, dan 10;
37
pengamatan 2, 3, 4, 7, 8, dan 10.; dan pengamatan 2, 3, 4, 6, 7, dan 10. Langkah rinci perhitungan hanya akan diberlakukan pada pengamatan 1, 4, 5, 8, 9, dan 10. T
a.
1 3 2 3 1 3 X1h diperoleh 4 4 4 5 2 3
dari
matrik
data
X
dengan
mengambil h n p 12 10 2 12 6 pengamatan sebagaimana jumlah minimal pengamatan dalam MCD dengan n = 10 dan p = 2.
2,16 4,83 2,33 Selanjutnya dihitung: t1 , C1 , . 3, 67 2,33 5,33 b.
c.
1 p 12 ˆ Dihitung Σ det C1 C1 20,33 1
4,83 2,33 1, 07 0,52 . 2,33 5,33 0,52 1,18
Dihitung rata-rata dan kovariansi dari data pada huruf a,
2,16
, μˆ, Σˆ 3, 67 0,52 1
d.
1
1, 07
0,52 . 1,18
Dihitung jarak setiap pengamatan terhadap rata-rata dengan persamaan ˆ1 ˆ ˆ d12 i xi μ xi μ 1 Σ 1 1 T
d12 i 2,13;3,46;3,46;0,65;0,21;1,87;3,35;1,58;2,57;1,87 e.
Diurutkan jarak dari kecil ke besar.
R1 6, 9, 10, 2, 1, 4, 8, 3, 7, 5 f.
Dihitung pembobotan untuk masing-masing pengamatan dengan persamaan R1i a1 i Norminv 1- , 2 n 1
a1 i 0,60;0,23;0,11;1,34;1,69;0,91;0,35;1,10;0,47;0,75 . g.
Pembobotan diulang dengan mengambil a1 i 0,50 karena h yang ditetapkan optimal.
a1 i 0,60;0; 0;1,34;1,69;0,91;0;1,10;0;0,75. h.
n
ˆ a ˆ = 7,35. ˆ ˆ Hitung fungsi objektif D1 μ d12i μ 1, Σ 1 n R1i 1, Σ 1
38
i 1
i.
Selanjutnya
rata-rata
baru
dihitung
dengan
persamaan
n
a R x
t2
2, 54 3,91 an R1i
i 1 n
n
1i
i
i 1
dan n
ˆ ˆ R R xμ a R x μ
C2 i 1
T
n
1i
i
2
2
n
a R i 1
j.
i
n
1i
2, 79 0, 25 . 0, 25 2, 70
Dihitung 2, 79 0, 25 1, 02 0, 09 1 p 12 ˆ Σ det C2 C2 7, 48 . 2 0, 25 2, 70 0, 09 0,99
k.
Rata-rata dan kovariansi dihitung pada tahap kedua ini:
2,54
, μˆ, Σˆ 3,91 0, 09 2
d.
2
1, 02
0, 09 . 0,99
Jarak setiap pengamatan terhadap rata-rata dihitung dengan persamaan ˆ1 ˆ ˆ d 22 i x i μ xi μ 2 Σ 2 2 T
d 22 i 2,34;2,12;2,12;0,22;0,29;0,98;3,59;1,50;6,64;0,98 e.
Jarak yang dihasilkan diurutkan dari kecil ke besar.
R2 8, 6, 7, 1, 2, 3, 9, 5, 10, 4 f.
Pembobotan dihitung untuk masing-masing pengamatan dengan persamaan R2i a2 i Norminv 1- 2 n 1
a2 i 0,35;0,60;0,47;1,69;1,34;1,10;0,23;0,75;0,11;0,91 g.
Pembobotan diulang dengan mengambil a1 i 0,50 ,
a2 i 0,00;1,28;0,00;0,37;0,39;1,07;0,00;1,12;0,00;0,89 h.
n
ˆ a ˆ 5,12. ˆ ˆ Hitung fungsi objektif D2 μ d 22i μ 2, Σ 2 n R2 i 2, Σ 2
39
i 1
ˆ D μ ˆ . Karena nilai fungsi objektif ˆ ˆ Tampak bahwa D2 μ 2, Σ 2 1 1, Σ 1 belum konvergen maka proses dilajutkan. Pada langkah selanjutnya diperoleh
2,88
, μˆ, Σˆ 3,80 0, 07 3
3
0,86
0, 07 ˆ 4,15 . ˆ dan D3 μ 3, Σ 3 1,16
Keseluruhan langkah pencarian penaksir rata-rata dan kovariansi dengan MWCD disarikan pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Fungsi Objektif Penaksir MWCD dari Enam Iterasi
ˆ ˆ Penaksir μ i,Σ i
Tahap
2,16 1, 07 0,52 , 3, 67 0,52 1,18 2,54 1, 02 0, 09 , 3,91 0, 09 0,99 2,880,86 0, 07 , 3,80 0, 07 1,16 2,950, 75 0, 04 , 3, 73 0,04 1,35 2,980, 67 0, 02 , 3, 76 0,02 1, 48 2,980, 67 0, 02 , 3, 76 0,02 1, 48
1 2 3 4 5 6
Fungsi Objektif 7,35 5,12 4,15 4,03 4,01 4,01
Sumber: Hasil Perhitungan.
Dengan demikian penaksir rata-rata dan kovariansi yang diperoleh dengan menyertakan pengamatan ke-1, 4, 5, 8, 9, dan 10 sebagai himpunan awalnya adalah
2.98
, μˆ , Σˆ 3.76 0.02 opt
opt
0.67
0.02 . 1.48
40
Sampai dengan langkah ini belum menjamin taksiran yang dihasilkan memberikan nilai fungsi objektif minimum. Perlu dilakukan pencarian taksiran lainnya dengan menggunkan pengamatan awal yang berbeda. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pengamatan awal lainnya yang dicoba adalah pengamatan ke-2, 3, 4, 7, 8, dan 10 dan pengamatan ke-2, 3, 4, 6, 7,
dan 10. Dengan mengikuti proses pencarian taksira MWCD sebelumnya diperoleh hasil konvergensi untuk masing-masing himpunan pengamatan awal sebagaimana tertera pada Tabel 4.5 di bawah ini. Tampak pada Tabel 4.5 taksiran rata-rata dan kovariansi dengan MWCD diperoleh dengan mengambil himpunan awal yang memuat pengamatan 2, 3, 4, 6, 7, dan 10. Pada tahap awal, rata-rata dan kovariansi yang dihasilkan adalah
3,50
1, 06 1, 06 , 2, 00
, μˆ, Σˆ 3,83 1, 06 1
1
dengan fungsi jarak
d12 i 13,44;0,35;0,35;0,71;5,07;0,35;0,71;3,18;6,36;0,35, dan fungsi pembobot
a1 i 0,00;1,10;0,91;0,75;0,00;1,69;0,60;0,00;0,00;1,34 serta nilai fungsi objektif 2,74. Pada tahap konvergen, taksiran rata-rata dan kovariansi yang dihasilkan adalah
μˆ
MWCD
3, 40 1, 20 1, 24 ˆ ,Σ , MWCD , 3, 62 1, 24 2,12
dengan 2 fungsi jarak d opt i 14,73;0,35;0,35;0,91:5,70;0,19;1,00;4,05;5,73;0,19,
fungsi pembobot
aopt i 0,00;1,10;0,91;0,75;0,00;1,69;0,60;0,00;0,00;1,34 dan
nilai
fungsi
objektifnya 2,56. Pengamatan 1, 5, 8, dan 9 diberi bobot nol. Keempat pengamatan ini memberikan jarak terhadap rata-rata yang besar sehingga memberikan bobot yang lebih kecil daripada 0.50.
41
Tabel 4.5. Perbandingan Nilai Fungsi Objektif Penaksir MWCD. No
Urutan Pengamatan Awal
1 2 3
1, 4, 5, 8, 9, dan 10 2, 3, 4, 7, 8, dan 10 2, 3, 4, 6, 7, dan 10
Nilai Objektif Awal 7,35 3,65 2,74
Konvergensi Urutan Nilai Fungsi Pengamatan Objektif Akhir 4,01 2, 4, 5, 6, 8, dan 10 3,58 2, 3, 4, 6, 7, dan 8 2,56 2, 3, 4, 6, 7, dan 10
Sumber: Hasil Perhitungan. Baik taksiran MCD maupun MWCD menghasilkan pengamatan 2, 3, 4, 6, 7, dan 10 sebagai pengamatan yang memberikan determinan kovariansi terkecil dan nilai fungsi objektif MWCD terkecil. Hal ini disebabkan karena MWCD sesungguhnya perluasan dari MCD yang membrikan bobot yang didasarkan pada urutan jarak terhadap rata-rata. Dalam thesis ini fungsi pembobot jarak MWCD yang digunakan adalah berupa fungsi menurun (non-increasing). Fungsi pembobot menurun memberikan bobot yang lebih besar pada jarak yang lebih dekat dengan rata-ratanya dan memebrikan bobot terkecil pada jarak yang paling jauh dari rata-rata data. Dengan fungsi ini taksiran MWCD menjadi serupa dengan taksiran MCD. 4.3 Analisis Diskriminan Kuadratik 4.3.1 Simulasi Data Perbandingan kinerja penaksir robust MCD dan MWCD dalam analisis dsikriminan kuadratik melalui simulasi data dimaksudkan untuk mencari penaksir mana yang menghasilkan rata-rata proporsi salah pengelompokkan terkecil. Untuk maksud tersebut dibangkitkan berbagai variasi simulasi data sebagaimana telah dijelaskan pada BAB 3 Metodologi Sub Bab 3.1.1. Hasil keseluruhan simulasi data dapat diamati pada Lampiran 1.A sampai dengan Lampiran.L. Kedua belas gambar pada Lampiran 1.A-L menunjukkan perbandingan kinerja tiga penaksir yaitu klasik (garis merah dengan simbol segitiga), MCD (garis terputus biru dengan simbol lingkaran) dan MWCD (garis hijau dengan simbol lingkaran).
42
Sumbu absis menunjukkan persentase outlier dan sumbu ordinat menunjukkan rata-rata proporsi salah pengelompokkan dari fungsi diskriminan kuadratik. Semakin
rendah
posisi
garis
semakin
kecil
rata-rata
proporsi
salah
pengelompokkan yang berarti semakin baik kinerja suatu penaksir dalam analisis diskriminan kuadratik. Untuk lebih jelasnya, berikut dibahas perbandingan kinerja ketiga penaksir dalam diskriminan kuadratik pada data terkontaminasi shift outlier.
(a)
(b)
(a)
(b)
Gambar 4.2 Perbandingan Kinerja Penaksir Klasik, MCD, dan MWCD dalam Analisis Diskriminan Kuadratik pada Data Terkontaminasi Shift Outlier vQ p 5 (a) dan vQ p 10 (b) dan n1 = n2 = 100 (atas) dan n1 = n2 = 1000 (bawah) . Gambar 4.2 di atas menggambarkan kondisi data terkontaminasi shift outlier pada sampel kecil dan sampel besar serta jumlah pengamatan pada kedua kelompok sama. Tampak bahwa terdapat kesamaan pola perubahan kenerja fungsi diskriminan yang dihasilkan. Kinerja penaksir klasik dan MWCD dalam diskriminan kuadratik tampak tidak robust. Setiap persentase outlier bertambah,
43
bertambah pula rata-rata proporsi salah pengelompokan. Berbeda dengan penaksir MCD, penambahan persentase outlier sampai dengan 25 persen tidak mempengaruhi rata-rata proporsi salah pengelompokkan. Rata-rata proporsi salah pengelompokkan dari penaksir MCD di bawah 10 persen sama seperti kondisi data tanpa outlier bahkan lebih kecil.
(a)
(b)
(a)
(b)
Gambar 4.3 Perbandingan Kinerja Penaksir Klasik, MCD, dan MWCD dalam Analisis Diskriminan Kuadratik pada Data Terkontaminasi Shift Outlier vQ p 5 (a) dan vQ p 10 (b) dan n1 = 150, n2 = 50 (atas) dan n1 = 1500, n2 = 500 (bawah) .
Sementara itu, dibandingkan ketika jumlah pengamatan pada kedua kelompok sama, Gambar 4.3 menunjukkan kinerja ketiga penaksir dalam diskriminan
kuadratik
menunjukkan
pola
yang
berbeda.
Gambar
4.3
menggambarkan data terkontaminasi shift outlier pada saat jumlah pengamatan
44
pada kedua kelompok berbeda. Dalam penelitian ini diamati perbandingan jumlah pengamatan kelompok satu dan dua sebesar 3:1. Pada kondisi ini tampak fungsi diskriminan kuadratik dengan penaksir MWCD sangat tidak robust. Di sisi lain, fungsi diskriminan kuadratik dengan penaksir MCD sangat robust pada persentase outlier kurang dari 25 persen. Bahkan pada persentase 50 persen sekalipun, ratarata proporsi salah pengelompokkan dari fungsi diskriminan kuadratik yang dihasilkan masih di bawah 15 persen. Pada kasus data terkontaminasi shift outlier ini, tidak satupun simulasi data yang menunjukkan kinerja penaksir MWCD lebih baik daripada metode klasik. Rata-rata proporsi salah pengelompokkan dari fungsi diskriminan kuadratik dengan penaksir MWCD cenderung lebih besar daripada penaksir klasik. Berbeda dengan penaksir MWCD, penaksir MCD senantiasa menghasilkan fungsi diskriminan
kuadratik
yang
meminimumkan
rata-rata
proporsi
salah
pengelompokkan khususnya pada data terkontaminasi shift outlier kurang dari 25 persen. Lampiran 1.E sampai dengan Lampiran 1.H menggambarkan data terkontaminasi scale outlier dengan faktor pengali K = 9 (atas) dan K = 100 (bawah). Pada faktor pengali K = 9, kinerja penaksir robust MCD dalam fungsi diskriminan kuadratik terbaik dibanding kinerja dua penaksir lainnya. Rata-rata proporsi salah pengelompokkan dari fungsi diskriminan kuadratik yang dihasilkan dengan menggunkan penaksir robust MCD selalu lebih rendah. Sementara itu, kinerja penaksir robust MWCD lebih baik daripada penaksir klasik pada data terkontaminasi scale outlier dengan jumlah sampel pada kedua kelompok sama dengan 1000. Pada data dengan jumlah sampel kecil kinerja penaksir MWCD sama dengan penaksir klasik bahkan lebih buruk. Rata-rata proporsi salah pengelompokkan yang dihasilkan fungsi diskriminan kuadratik dengan penaksir MWCD hampir sama dengan penaksir klasik. Begitu juga pada data dengan sampel besar tetapi jumlah kedua kelompok tidak sama (perhatikan Lampiran 1.H bawah). Pada data dengan kontaminasi scale outlier dengan faktor pengali K = 100 kinerja ketiga penaksir berbeda nyata. Tampak kinerja penaksir klasik dalam fungsi diskriminan kuadratik buruk meskipun persentase scale outlier hanya lima
45
sampai sepuluh persen. Rata-rata proporsi salah pengelompokkan fungsi diskriminan kuadratik klasik 20 - 44 persen. Sementara itu, rata-rata proporsi salah pengelompokkan dari penaksir robust MCD dalam fungsi diskriminan kuadratik sangat rendah pada persentase outlier kurang dari 25 persen. Kinerja penaksir MCD lebih baik dari penaksir klasik pada persentase scale outlier kurang dari 39 persen dengan jumlah sampel pada kelompok sama. Jika jumlah sampel pada kedua kelompok berbeda, kinerja penaksir MCD lebih baik daripada penaksir klasik dan MWCD pada persentase scale outlier berapapun. Berbeda dengan kasus data terkontaminasi shift outlier, kinerja penaksir MWCD pada kasus data terkontaminasi scale outlier lebih baik daripada metode klasik khususnya pada faktor pengali K = 9 dan jumlah sampel n1 = n2 = 1000. Pada faktor pengali K = 100 terdapat perpotongan daris antara penaksir MWCD dan penaksir klasik. Pada persentase scale outlier kurang dari 40 persen, perbedaan rata-rata proporsi salah pengelompokkan antara penaksir MWCD dan penaksir klasik cukup besar baik pada sampel besar maupun sampel kecil. Kinerja penaksir MWCD lebih baik daripada MCD pada persentase scale outlier antara 29 dan 39 persen (Lampiran 1.H atas). Kontaminasi radial outlier (Lampiran 1.I-L), mengandung sifat shift outlier dan scale outlier. Pada saat shift outlier ± 5 dan scale outlier K = 9, kinerja penaksir MCD mengikuti kasus data terkontaminasi scale outlier K = 9. Begitu juga dengan kasus data terkontaminasi shift outlier ± 10 dan scale outlier K = 100, perbandingan kinerja ketiga penaksir mengikuti pola data terkontaminasi scale outlier K = 100. Perbedaannya terletak pada perpotongan garis penaksir MCD dan MWCD terjadi pada n1 = n2 = 1000. Kinerja penaksir MCD lebih baik daripada MWCD pada persentase radial outlier kurang dari 30 persen (Lampiran 1. K). Sebaliknya di atas persentase outlier lebih dari 30 persen, kinerja penaksir MWCD lebih baik daripada MCD. Meskipun demikian, rata-rata proporsi salah pengelompokkan masih tetap tinggi yaitu di atas 20 persen. Rata-rata proporsi salah pengelompokkan rendah hanya ditemui pada kinerja penaksir MCD dengan persentase outlier kurang dari 25 persen.
46
4.3.2
Penglompokkan Rumah Tangga Miskin di Propinsi Jawa Timur
Tahun 2002 dengan Analisis Diskriminan Kuadratik. Pada bagian ini dibahas penerapan analisis diskriminan kuadratik baik metode klasik maupun metode robust. Pertama dikemukankan penentuan rumah tangga miskin. Selanjutnya, pemilihan variabel-variabel determinan yang dapat membedakan secara nyata antara rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2002. Langkah berikutnya adalah me-
Kabupaten/Kota
JawaTimur 78.KotaSurabaya 77. KotaMadiun 76. KotaMojokerto 75.KotaPasuruan 74.KotaProbolinggo 73. KotaMalang 72. KotaBlitar 71. KotaKediri 29. Sumenep 28.Pamekasan 27. Sampang 26. Bangkalan 25.Gresik 24. Lamongan 23. Tuban 22. Bojonegoro 21. Ngawi 20.Magetan 19. Madiun 18. Nganjuk 17. Jombang 16.Mojokerto 15. Sidoarjo 14. Pasuruan 13.Probolinggo 12. Situbondo 11. Bondowoso 10. Banyuwangi 09. Jember 08.Lumajang 07. Malang 06.Kediri 05. Blitar 04. Tulungagung 03.Trenggalek 02. Ponorogo 01.Pacitan -
7,53 2,30 3,45 1,48 2,88 1,78 3,08 5,74 1,32 13,00 11,28 29,46 5,07 3,16 5,92 8,00 8,62 9,53 1,77 7,98 5,62 7,66 5,29 1,07 7,17 11,54 21,02 22,72 8,94 9,94 4,54 5,74 8,34 4,13 5,17 9,39 6,51 2,23 5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
Persen
Gambar 4.4 Persentse Rumah Tangga Miskin di Propinsi Jawa Timur Tahun 2002 Berdasarkan 8 Variabel Kemiskinan.
47
01. Pacitan
Gambar 4.5
03. Trenggalek
Ruta Miskin
48
23. Tuban
29. Sumenep
72. Kota Blitar
Ruta Tidak Miskin
700.000,00
600.000,00
500.000,00
400.000,00
300.000,00
200.000,00
100.000,00
0,00
29. Sumenep
73. Kota Malang
72. Kota Blitar
71. Kota Kediri
75. Kota Pasuruan 76. Kota Mojokerto 77. Kota Madiun 78. Kota Surabaya
75. Kota Pasuruan
76. Kota Mojokerto
77. Kota Madiun
78. Kota Surabaya
74. Kota Probolinggo
Kabupaten/Kota
74. Kota Probolinggo
73. Kota Malang
27. Sampang 28. Pamekasan
total
71. Kota Kediri
Ruta Miskin
27. Sampang
25. Gresik 26. Bangkalan
menghasilkan
28. Pamekasan
23. Tuban 24. Lamongan
dari
26. Bangkalan
25. Gresik
24. Lamongan
22. Bojonegoro
21. Ngawi
20. Magetan
19. Madiun
18. Nganjuk
diukur
22. Bojonegoro
21. Ngawi
20. Magetan
19. Madiun
17. Jombang
terbentuk
18. Nganjuk
16. Mojokerto
15. Sidoarjo
14. Pasuruan
13. Probolinggo
12. Situbondo
11. Bondowoso
yang
17. Jombang
16. Mojokerto
15. Sidoarjo
14. Pasuruan
09. Jember 10. Banyuwangi
diskriminan
13. Probolinggo
12. Situbondo
07. Malang 08. Lumajang
yang
11. Bondowoso
10. Banyuwangi
09. Jember
08. Lumajang
05. Blitar 06. Kediri
diskriminan
07. Malang
06. Kediri
03. Trenggalek 04. Tulungagung
fungsi
05. Blitar
04. Tulungagung
01. Pacitan
adalah
02. Ponorogo
Rupiah
model
02. Ponorogo
Rupiah
nerapkan analisis diskriminan kuadratik robust untuk mengelompokkan rumah
tangga di Propinsi Jawa Timur menurut status kemiskinan. Kinerja kebaikan perbandingan prediksi
pengelompokkan dengan kelompok sebenarnya. Fungsi diskriminan terbaik proporsi salah
pengelompokkan minimum.
600.000,00
500.000,00
400.000,00
300.000,00
200.000,00
100.000,00
0,00
Kabupaten/Kota
Ruta Tidak Miskin
Rata-rata Pengeluaran Makanan (atas) dan Non Makanan (bawah) per Bulan oleh Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin di Propinsi Jawa Timur tahun 2002.
Gambar 4.5 di atas menggambarkan perbandingan rata-rata pengeluaran makan dan non makanan per bulan dari rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin di Propinsi Jawa Timur tahun 2002. Keterbandingan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan dari rumah tangga miskin dan rumah tangga miskin ditunjukkan oleh garis putus-putus dengan simbol lingkaran dan garis tebal dengan simbol kotak. Tampak bahwa rata-rata pengeluaran per bulan rumah tangga tidak miskin lebih besar daripada rumah tangga miskin baik untuk konsumsi makanan maupun non makanan. Dengan demikian rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan dapat dijadikan sebagai variabel pembeda antara rumah tangga miskin dan tidak miskin.
Luas Lantai Per Kapita (meter per segi)
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
77. Kota Madiun
78. Kota Surabaya
75. Kota Pasuruan
76. Kota Mojokerto
74. Kota Probolinggo
72. Kota Blitar
73. Kota Malang
29. Sumenep
71. Kota Kediri
27. Sampang
28. Pamekasan
25. Gresik
26. Bangkalan
23. Tuban
24. Lamongan
21. Ngawi
22. Bojonegoro
19. Madiun
20. Magetan
18. Nganjuk
17. Jombang
15. Sidoarjo
16. Mojokerto
14. Pasuruan
12. Situbondo
13. Probolinggo
11. Bondowoso
09. Jember
10. Banyuwangi
07. Malang
08. Lumajang
05. Blitar
06. Kediri
03. Trenggalek
04. Tulungagung
01. Pacitan
02. Ponorogo
0,00
Kabupaten/Kota Ruta Miskin
Ruta Tidak Miskin
Gambar 4.6 Perbandingan Luas Lantai per Kapita Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin di Propinsi Jawa Timur Tahun 2002. Karakteristik lainnya yang biasa ditemui pada rumah tangga miskin adalah sebagian besar mereka menempati rumah dengan kepadatan cukup tinggi. Fenomena ini dapat diukur dengan menghitung luas lantai per kapita. Semakin kecil luas lantai per kapita semakin padat tingkat hunian rumah. Perbandingan luas lantai per kapita antara rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin
49
ditampilkan pada Gambar 4.6 di atas. Sumbu absis menyatakan kabupaten/kota dan sumbu ordinat menyatakan luas lantai per kapita dalam satuan meter persegi. Tampak pada Gambar 4.6 rumah tangga miskin di Propinsi Jawa Timur menempati tempat tinggal dengan luas lantai perkapita yang lebih kecil dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin khususnya di kota-kota di Jawa Timur. Perbedaan luas lantai per kapita antara rumah tangga miskin dan tidak miskin tidak tampak nyata di tingkat kabupaten. Sebelum dilakukan analisis diskriminan kuadratik, perlu dilakukan pendeteksian outlier pada data SUSENAS Jawa Timur tahun 2002. Langkah ini penting untuk mengetahui struktur data. Pendeteksian outlier melalui pendekatan perbandingan
jarak
robust
setiap
pengamatan
dengan
jumlah
variabel
sebagaimana pendeteksian outlier pada (2.13). Level signifikansi yang digunakan sebesar 2,5 persen. Dengan demikian, outlier yang terdeteksi dapat diyakini dengan tingkat kepercayaan 97.5 persen. Berdasarkan pendeteksian outlier diketahui bahwa 343 dari 2.138 (16,04 persen) rumah tangga miskin dan 5.309 dari 26.886 (19,75 persen) rumah tangga tidak miskin terdeteksi sebagai outlier. Dilihat dari jenis outlier, data ketiga variabel penelitian terkontaminasi radial outlier. Rata-rata dan kovariansi antara data outlier dan bukan outlier baik pada rumah tangga miskin dan tidak miskin berbeda nyata (lihat Lampiran 2.A-B). Dengan ditemukannya sejumlah outlier dalam pengelompokkan rumah tangga miskin, ulasan selanjutnya difokuskan pada penerapan analisis diskriminan kuadratik pada pengelompokkan rumah tangga miskin di Propinsi Jawa Timur tahun 2002. Total proporsi salah pengelompokkan fungsi diskriminan kuadratik dengan menggunakan penaksir klasik, MWCD dan MCD akan dibandingkan. Pengelompokkan rumah tangga dikatakan salah apabila terdapat perbedaan alokasi kelompok antara sebelum dan sesudah pengelompokkan dengan fungsi diskriminan yang dibentuk. Fungsi diskriminan kuadratik adalah suatu fungsi yang dapat memisahkan beda dua kelompok atau lebih. Fungsi diskriminan kuadratik klasik adalah fungsi diskriminan kuadratik yang taksiran rata-rata dan kovariansi data diperoleh
50
dengan metode MLE. Istilah klasik mengacu pada penggunaan metode MLE yang telah digunakan sejak fungsi diskriminan diperkenalkan. Taksiran rata-rata dan kovariansi dengan metode klasik untuk kelompok rumah tangga miskin dan tidak miskin dinyatakan oleh indeks 1 untuk rumah tangga miskin dan indeks 2 untuk rumah tangga tidak miskin. Kolom pertama, ˆMLE masing-masing menyatakan rata-rata luas kedua, dan ketiga dari vektor μ lantai per kapita, rata-rata pengeluaran makanan perbulan, dan rata-rata pengeluaran non makanan per bulan. Tampak bahwa rata-rata luas lantai per kapita, rata-rata pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan rumah tangga miskin lebih kecil daripada rumah tangga tidak miskin.
ˆ μ 21,70 240.350,00 1MLE ˆ μ 23,19 388.860,00 2 MLE
88.130,00 260.820,00
,
Di sisi lain, variansi pengeluaran makanan dan non makanan di antara rumah tangga miskin dan tidak miskin sangat besar. Variansi pengeluaran rumah tangga miskin yang besar sejalan dengan ditemukannya beberapa pengamatan outlier. Matrik kovariansi selengkapnya sebagai berikut: ˆ Σ 1MLE
ˆ Σ 2 MLE
4,54x102 -1,15x106 -2,42x105 4,58x102 -6,48x105 5,76x105
-1,15x106 1,98x1010 4,58x109 -6,48x105 4.60x1010 4,42x1010
-2,42x105 4,58x109 dan 5,84x109 5,76x105 4,42x1010 . 3.43x1011
Dengan terbentuknya rata-rata dan kovariansi, selanjutnya dibentuk fungsi diskriminan kuadratik. Fungsi diskriminan kuadratik dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:
QMLE x xT A MLE x bTMLE x cMLE dengan
1 ˆ1 ˆ1 A MLE Σ 2 MLE Σ 1MLE 2
-1,65x10-4 -5,62x10-8 1,82x10-9
-5,62x10-8
-2,26x10-11 2,29x10-11
51
1,82x10-9 2,29x10-11 -1,03x10-10
ˆ1 μ ˆ1 μ ˆ ˆ b MLE Σ 1MLE 1MLE Σ 2 MLE 2 MLE
cMLE
2.60x10 2 6.00x106 6.99x106
ˆ Σ pˆ 2 MLE 1 1 T ˆ1 T ˆ1 μ ˆ2 MLE Σ2 MLE μ ˆ ˆ ˆ log μ μ Σ log 2 -5,48x10-1 . 2 MLE 1MLE 1MLE 1 MLE ˆ 2 2 Σ 1 pˆ 1MLE
Aplikasi penaksir MCD pada fungsi diskriminan kuadratik sangat sesuai dengan struktur data dalam penelitian ini. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, data SUSENAS Propinsi Jawa Timur tahun 2002 terkontaminasi radial outlier. Dengan menerapkan penaksir MCD pada fungsi diskriminan kuadratik diharapkan prediksi kelompok tidak dipengaruhi oleh pengamatan outlier. Taksiran rata-rata dan kovariansi data dengan MCD sebagai berikut: ˆ μ 1,80x10 1MCD ˆ μ 1,93x10 2 MCD
ˆ Σ 1MCD
ˆ Σ 2 MCD
1,42x10 2 -7,02x105 -1,70x105
7,66x104 , 1,75x105
2,31x105 3,57x105
-7,02x105 1,38x1010 2,53x109
1,15x102 -4,88x105 -1,32x105
-4,88x105 2,36x1010 8,99x109
-1,70x105 2,53x109 , 1,41x109 -1,32x105 8,99x109 . 1,06x1010
Fungsi diskriminan kuadratik robust yang terbentuk dinyatakan dalam bentuk persamaan:
QMCD x xT A MCD x bTMCD x cMCD dengan:
1 ˆ1 ˆ1 A MCD Σ 2 MCD Σ 1MCD 2
-2,30x105 -9,32x108 -2,46x107
52
-9,32x108 -2,91x1011 6,12x1011
-2,46x107 6,12x1011 -4,70x1010
ˆ1 μ ˆ1 μ ˆ ˆ b MCD Σ 1MCD 1MCD Σ 2 MCD 2 MCD
cMCD
4,84x102 3,97x10 6 4,59x105
ˆ Σ pˆ 2 MCD 1 1 T T ˆ1 μ ˆ1 μ ˆ ˆ ˆ ˆ log μ μ log 2 2, 69. 2 MCD Σ 2 MCD 2 MCD 1MCD Σ 1MCD 1MCD ˆ 2 2 Σ 1 pˆ 1MCD
Sebagai pembanding, fungsi diskriminan kuadratik dengan menggunakan penaksir MWCD diterapkan pada pengelompokkan rumah tangga miskin di Propinsi Jawa Timur. Taksiran rata-rata dan kovariansi data dengan MWCD diperoleh ˆ μ 1,46x10 1MWCD ˆ μ 1,56x10 2 MWCD
ˆ Σ 1MWCD
ˆ Σ 2 MWCD
6,67x104 , 3,09x105
2,02x105 2,66x105
4, 46 x10 -2,97 x105 -7, 68 x105
-2,97 x105
3,08x10 -1,51x105 -3,59x104
-1,51x105
-7, 68 x105 1, 20 x109 , 1, 41x109
5, 08 x109 1, 20 x109
-3,59x104 2,12x109 . 1,87x109
8,07x109 2,12x109
Berdasarkan rata-rata dan kovariansi MWCD di atas, fungsi diskriminan kuadratik yang terbentuk adalah:
QMWCD x xT A MWCD x bTMWCD x cMWCD dengan
1 ˆ1 ˆ1 A MWCD Σ 2 MWCD Σ 1MWCD 2
1,91x102 2,40x107 7,13x10 7
ˆ1 μ ˆ1 ˆ ˆ b MWCD Σ 1MWCD 1MWCD Σ 2 MWCD μ 2 MWCD
2,40x107 -1,84x1011 -6,38x1011
-8,05x10 1 4,52x105 -2,22x10 4
cMWCD
53
7,13x107 -6,38x10 11 4,11x1010
ˆ Σ pˆ 2 MWCD 1 1 T T ˆ1 ˆ1 μ ˆ ˆ ˆ ˆ log μ μ log 2 32, 4. 2 MWCD Σ 2 MWCD μ 2 MWCD 1MWCD Σ 1MCD 1MCD ˆ 2 2 Σ 1 pˆ 1MWCD
Tahap selanjutnya, rumah tangga dikelompokkan ulang menurut masingmasing fungsi diskriminan. Perbandingan hasil pengelompokkan rumah tangga disajikan selengkapnya pada Tabel 4.6. Berdasarkan Tabel 4.6 di bawah dapat diketahui kinerja fungsi diskriminan kuadratik klasik, MWCD dan MCD. Dengan menggunakan fungsi diskriminan kuadratik, sebanyak 706 dari 2.138 rumah tangga miskin diprediksi sebagai rumah tangga tidak miskin dan 6.738 dari 26.886 rumah tangga tidak miskin digolongkan sebagai rumah tangga miskin. Proporsi salah pengelompokkan dari fungsi kuadratik dengan pendekatan metode klasik sebesar: 706 6.738 29.024 x100% 25, 64 persen.
Tabel 4.6 Perbandingan Pengelompokkan Rumah Tangga Berdasarkan Fungsi Diskriminan Kuadratik Klasik dan MCD. Status Rumah Tangga Miskin Tidak Miskin Total
Klasik MWCD MCD Tidak Tidak Tidak Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin 1.432 706 1.208 930 4 2.134
Total 2.138
6.738
20.148
4.692
22.194
4
26.882
26.886
8.170
20.854
5.900
23.124
8
29.016
29.024
Sumber: Hasil Perhitungan
Dengan langkah serupa, total proporsi salah pengelompokkan dari fungsi diskriminan kuadratik dengan MWCD dan MCD dapat dihitung. Hasil perbandingan total salah pengelompokkan rumah tangga disajikan selengkapnya pada Tabel 4.7. Berdasarkan Tabel 4.7 di bawah, kinerja penaksir MCD dalam analisis diskriminan kuadratik menghasilkan proporsi salah pengelompokkan paling kecil (7,37 persen). Meskipun demikian, proporsi salah pengelompokkan secara parsial sangat besar hampir 100 persen. Jarak masing-masing pengamatan dari kelompok rumah tangga miskin lebih dekat ke pusat data kelompok rumah tangga tidak miskin yang ditaksir dengan rata-rata MCD. Akibatnya, sebanyak
54
2.134 rumah tangga miskin dialokasikan sebagai kelompok tidak miskin dan hanya empat rumah tangga tidak miskin yang dialokasikan sebagai kelompok miskin.
Tabel 4.7 Perbandingan Proporsi Salah Pengelompokkan Fungsi Diskriminan Kuadratik Menurut Metode Penaksir MLE, MCD, dan MWCD. Metode Penaksir MLE MCD MWCD
Proporsi Salah Pengelompokkan Rumah Tangga (%) Miskin Tidak Miskin Total 33,02 25,06 25,64 99,81 1,50 7,37 43,50 17,45 19,37
Sumber: Hasil Perhintungan.
Di sisi lain, meskipun total proporsi salah pengelompokkan rumah tangga dari fungsi diskriminan kuadratik klasik paling besar tetapi proporsi salah pengelompokkan rumah tangga miskin relatif lebih kecil daripada metode penaksir robust. Sementara itu, kinerja penaksir MWCD dalam diskriminan kuadratik berada di antara penaksir klasik dan MCD. Hal ini sesuai dengan hasil simulasi data terkontaminasi radial outlier pada sampel besar dengan jumlah pengamatan pada kedua kelompok berbeda (lihat Lampiran 1.L). Total proporsi salah pengelompokkan rumah tangga dengan menggunakan penaksir MWCD 19,37 persen lebih kecil daripada penaksir MLE tetapi lebih besar daripada penaksir MCD. Dengan demikian, penerapan penaksir robust MCD dalam analisis dikriminan kuadratik menghasilkan total proporsi salah pengelompokkan terkecil baik melalui simulasi data maupun dalam pengelompokkan rumah tangga miskin dan tidak miskin di Propinsi Jawa Timur tahun 2002. Meskipun demikian, proporsi salah pengelompokkan secara parsial pada kelompok rumah tangga miskin masih sangat tinggi.
55
56