BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1.
Conceptual Framework
Dasar pemikiran konseptual pada thesis ini mengacu pada faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan sebuah pusat perbelanjaan dalam pengelolaannya. Pembentukan suatu pusat perbelanjaan merupakan substitusi pada kegiatan pusat perbelanjaan sebelumnya yang masih tradisional berupa warung, toko atau ruko. Dalam suatu pusat perbelanjaan, beberapa komoditi tersebut diakomodir dalam satu atap sehingga menciptakan suatu sarana baru untuk berbelanja. Beberapa faktor seperti kondisi perusahaan, kondisi industri pusat perbelanjaan, pelanggan, supplier, dan faktor eksternal lainnya membentuk eksplorasi isu bisnis yang akan dianalisa. Pola pemikiran ini yang mendasari penulisan thesis ini, bahwa diperlukan suatu strategi operasi perusahaan dalam menentukan langkah yang tepat dan faktor kunci keberhasilan sebuah pusat perbelanjaan. Beberapa variabel kemudian dipakai untuk menganalisa dalam merumuskan langkah strategi operasi yang tepat. Berdasarkan hasil wawancara dengan tenant dan melihat ke dalam kondisi internal perusahaan, isu utama yang dihadapi oleh IITC Kopo Mall adalah tidak sesuainya strategi perusahaan dan rendahnya kualitas pelayanan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal seperti kondisi industri properti, pesaing, waktu peluncuran, kebutuhan para penyewa dan pelanggan, yang tidak diakomodir oleh faktor internal perusahaan seperti kapasitas pengolahan, strategi operasi dan kompetensi SDM.
17
Peta pemikiran konseptual terhadap penetapan variabel kerja yang komprehensif dan simultan yang kemudian dapat digunakan sebagai faktor pendukung dalam penetapan strategi operasi untuk mencapai strategi korporasi dalam menaikkan profit perusahaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skema Peta Pemikiran Konseptual
18
2.2.
Analisis Situasi Bisnis Pusat Perbelanjaan
2.2.1. Kondisi Internal Perusahaan PT Milan Jaya Pratama sebagai pengembang dan pengelola IITC Kopo Mall saat ini berusaha untuk menjadi perusahaan yang mengelola pusat perbelanjaan terbaik di Bandung selatan. Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai visinya tersebut, antara lain dengan melakukan promosi pada berbagai media promo yang terdapat di Bandung, mengadakan event dan exhibition yang bertujuan menarik customer untuk datang dan berbelanja, memperbaiki sistem layanan kepada tenant dan customer, dan lain sebagainya. Sebagai perusahaan dalam pengelolaan pusat perbelanjaan, tujuan manajemen pusat perbelanjaan adalah untuk menarik pengunjung, mendorong mereka berbelanja, dan membuat mereka datang kembali. Kondisi pusat perbelanjaan yang ramai dan tingkat perputaran uang yang tinggi akan menjadi incaran bagi para tenant untuk bergabung menyewa/membeli unit di pusat perbelanjaan tersebut. Hal ini tentunya berdampak positif terhadap nilai properti yang ditawarkan oleh pihak pengelola, sehingga profit perusahaan akan menjadi tinggi. Kondisi IITC Kopo Mall sendiri masih belum dapat dikategorikan sebagai pusat perbelanjaan yang ramai. Tingkat kedatangan pengunjung masih dibawah rata‐rata. Selain itu juga, tingkat occupancy tenant di IITC Kopo Mall sendiri masih kurang dari 70% dan dari unit yang terisi tersebut hanya 51% yang buka, sisanya merupakan unit kios/toko tutup yang merupakan milik investor yang tidak mau membuka tokonya. Data tingkat occupancy unit dapat dilihat pada tabel 2.1.
19
Tabel 2.1 Absorbsi Lahan JAN 1,077 12,887.62
FEB 1,046 13,896.95
2007 MAR 1,046 12,988.41
13 243.25
14 267.09
23 332.39
25 357.35
26 374.23
SELLABLE AREA Luas (m2)
1,064 12,644.37 100.00%
1,031 13,625.85 100.00%
1,023 12,656.03 100.00%
1,014 12,569.32 100.00%
1,009 12,545.89 100.00%
TERISI Luas (m2) (dari sellable area/m2)
477 7,733.78 61% 285 6,058.92 48% 192 1,674.87 13%
469 8,946.39 66% 275 6,280.04 46% 194 2,666.35 20%
453 7,949.14 63% 264 6,269.13 50% 189 1,680.01 13%
476 8,137.81 65% 279 6,402.37 51% 197 1,735.44 14%
474 8,275.63 66% 287 6,698.05 53% 187 1,577.58 13%
587 4,910.59 38.84% 0 0.00 0.00% 587 4,910.59 38.84%
563 4,683.47 34.37% 0 0.00 0.00% 563 4,683.47 34.37%
570 4,706.89 37.19% 7 57.00 0.45% 563 4,649.89 36.74%
538 4,431.51 35.26% 16 113.90 0.91% 522 4,317.61 34.35%
535 4,270.26 34.04% 17 141.29 1.13% 518 4,128.98 32.91%
KETERANGAN TOTAL UNIT Luas (m2) DIPAKAI PJS Luas (m2)
Buka Luas (m2) (dari sellable area/m2) Tutup Luas (m2) (dari sellable area/m2) VACANT Luas (m2) (dari sellable area/m2) Buka Luas (m2) (dari sellable area/m2) Tutup Luas (m2) (dari sellable area/m2)
APR 1,039 12,926.67
MAY 1,035 12,920.12
Persentase toko buka dalam IITC Kopo Mall sebagian besar adalah di lantai dasar, sedangkan di lantai ground dan lantai satu masih sedikit yang beroperasi. Hal ini mengakibatkan image dari IITC Kopo Mall yang masih belum buka sepenuhnya. Akibat dari cukup banyaknya unit toko yang belum beroperasi, kondisi pusat perbelanjaan menjadi sepi. Pengunjung yang datang dan mendapati mal yang sebagian masih tutup akan berdampak negatif, dengan pilihan komoditi yang tidak 20
terlalu banyak dan kondisi yang cenderung sepi, akan menghambat kesuksesan IITC Kopo Mall sebagai sebuah pusat perbelanjaan. Sumber pendapatan dari properti sebuah pusat perbelanjaan adalah dari biaya sewa/jual lahan unit properti di dalamnya, termasuk segala ruang untuk berjualan dari tenant maupun dari pemakaian lahan untuk kepentingan lainnya seperti ruang iklan, promosi, utilitas, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk pengelolaan gedung, pendapatan diperoleh dari biaya operasional yang meliputi biaya listrik, air bersih dan utilitasnya, service charge, layanan pengelolaan, sewa lahan untuk pameran, exhibition, maupun iklan dan promosi. Hal ini sangat berkaitan, dimana biaya operasional akan mendukung layanan pengelolaan gedung, dimana manajemen pusat perbelanjaan akan meningkatkan kinerja dalam mengendalikan jam buka toko, pemilihan produk, tampilan jendela pajang, presentasi produk di toko dan pengadaan kegiatan acara dan promosi sebuah pusat perbelanjaan untuk menarik pengunjung. Dengan kesuksesan terhadap operasional sebuah pusat perbelanjaan, tentunya akan meningkatkan harga sewa/jual lahan properti di pusat perbelanjaan tersebut. Kesuksesan sebuah properti akan meningkatkan keinginan para calon tenant untuk bergabung di pusat perbelanjaan tersebut dan akan meningkatkan occupancy unit toko di pusat perbelanjaan sehingga biaya operasional juga akan meningkat.
21
Gambar 2.2 Hirarki Hubungan Pusat Perbelanjaan Kondisi yang terjadi di IITC Kopo Mall adalah dengan masih kecilnya tingkat occupancy tenant, sehingga kondisi pusat perbelanjaan sepi dengan pengunjung yang masih sedikit. Hal ini kemudian menjadi alasan bagi para tenants untuk menunggak biaya operasional. Biaya yang belum tertagih ini menjadi permasalahan bagi operasional IITC Kopo Mall karena termasuk dalam komponen pembayaran biaya listrik, biaya perawatan gedung, biaya perusahaan outsourcing dan supplier seperti jasa keamanan, pengelolaan parkir, cleaning service dan toilet, dan juga termasuk biaya operasional kantor manajemen dan gaji karyawan majemen IITC Kopo Mall. 22
2.2.2. Kebutuhan Pemilik Properti dan Tenant Bisnis properti merupakan ketergantungan satu sama lain antara owner sebagai pemilik properti dengan tenant/individual owner yang menyewa/membeli properti tersebut. Dalam sebuah pusat perbelanjaan, keberadaan tenant merupakan hal yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah pusat perbelanjaan. Mal dengan tingkat occupancy tenant yang tinggi dengan kesuksesan tenant yang baik, akan menjadi kesuksesan pusat perbelanjaan tersebut. Untuk itu, perlu diselaraskan antara kebutuhan pemilik properti dengan tenant.
Gambar 2.3 Posisi Property Management Peran pengelola gedung dalam memenuhi kebutuhan masing‐masing pihak sangat menentukan untuk menentukan kesuksesan sebuah pusat perbelanjaan, untuk itu
23
diperlukan strategi operasi yang tepat untuk menentukan kunci keberhasilan pengelolaan tersebut. 2.2.3. Kondisi Industri Pusat Perbelanjaan dan Persaingannya Awal tahun 1990‐an, industri properti pusat perbelanjaan di Bandung masih sangat sedikit dan didominasi oleh sejumlah properti dengan tingkat persaingan yang rendah. Beberapa pusat perbelanjaan yang ada antara lain; Bandung Indah Plaza, Palaguna, King’s Shopping Center, Plaza Parahyangan, Sultan Plaza, Rumah Matahari Banceuy. Gedung‐gedung yang mengakomodir perbelanjaan di kota Bandung masih sedikit, sehubungan dengan gaya hidup para perbelanja yang kebanyakan masih mendatangi pasar‐pasar tradisional atau toko‐toko langganan tertentu. Kondisi perkembangan industri properti di Bandung mulai berkembang pesat paska krisis ekonomi yang melanda di tahun 1997. khususnya di Bandung, beberapa Mal baru bermunculan di tahun 2000‐an. Mulai dari Istana Plaza, Bandung SuperMall, Bandung Electronic Center, Istana Building Commodity Center, BeeMall, Pasarbaru Trade Center, Bandung Trade Center, Cihampelas Walk, Mollis, Jatinangor Town Square, Metro Trade Center, Paris Van Java, dan lain sebagainya. Pertumbuhan properti pusat perbelanjaan ini menunjukkan tingginya minat masyarakat akan sebuah pusat perbelanjaan dan hiburan yang memang sangat sesuai dengan image kota Bandung sebagai ‘leisure city’. IITC Kopo Mall sendiri termasuk mall dengan ‘angkatan’ terbaru yang muncul. Opening di bulan Oktober 2006, berdekatan dengan Jatinagor Town Square di bulan September 2006, dan BeeMall di September 2006. Perkembangan industri pusat perbelanjaan di Bandung merupakan trend yang cenderung meningkat dalam waktu yang singkat. Perkembangan pusat perbelanjaan yang mengalami metamorfosis yang cukup drastis, sehingga dalam kurun waktu 24
lima tahun terakhir telah banyak bermunculan beberapa pusat perbelanjaan baru yang memberikan tekanan yang besar bagi tiap pusat perbelanjaan untuk menonjolkan keunggulannya masing‐masing dalam meraih sukses. Dengan melebarnya volume ruang pusat perbelanjaan di Bandung, diperlukan strategi yang handal dalam melakukan pengelolaan manajemen pusat perbelanjaan agar pelanggan bersedia datang dan kembali lagi. Untuk itu perlu latar belakang pemikiran, strategi, pertimbangan dan penyesuaian untuk menghasilkan langkah‐ langkah tepat dalam menunjang keberhasilan sebuah pusat perbelanjaan. Untuk menganalisa lingkungan industri properti pusat perbelanjaan, digunakan model Five Forces Porter. Dari analisa tersebut, disimpulkan bahwa tantangan pemain berasal dari pendatang baru dan pemain yang sudah ada. Jumlah mall dan pusat perbelanjaan dengan kualitas baik yang kian marak di Bandung menyebabkan persaingan yang sangat tinggi. 25
Potential New Entrance
- Hambatan untuk masuk besar dengan banyaknya pertumbuhan mall baru
Supplier - Kekuatan pemasok kecil karena pemasok banyak dan bersaing untuk masuk
Competitor - Persaingan antar competitor sangat besar
Customer - Kekuatan pembeli menengah karena banyak pilihan properti sedangkan jumlah penduduk terbatas
Substitute
- Banyak tersedia mall pengganti yang lebih baik dan sudah mempunyai loyal customer
Gambar 2.4. Analisa Industri Pusat Perbelanjaan menurut Five Forces Porter a. Persaingan Industri Persaingan industri properti terutama pusat perbelanjaan sangat tinggi dengan berkembang pesatnya pusat perbelanjaan baru di Bandung, sehingga perbandingan jumlah pelanggan lebih sedikit dari pusat perbelanjaan yang ada. Hal ini cukup memberatkan bagi para pemain industri properti di Bandung, dimana mereka harus berebut konsumen untuk mengejar keuntungan. Kondisi yang ada adalah dengan bertambahnya sebuah pusat perbelanjaan baru, bukan menambah jumlah pelanggan baru namun merebut pelanggan pusat perbelanjaan lain menjadi konsumen loyal mereka. 26
b. Pendatang Baru Ancaman pendatang baru pada industri properti pusat perbelanjaan juga cukup tinggi. Di tahun 2006 saja, di Bandung telah muncul 4 pusat perbelanjaan baru yaitu : IITC Kopo Mall, Bandung Electronic Mall (BeeMall), Jatinangor Town Square (Jatos), dan Paris Van Java Mall (PVJ). Di tahun 2007/2008 mendatang, diperkirakan sejumlah pusat perbelanjaan baru akan bermunculan, antara lain : Lucky Square, Bandung Trade Mall, Soreang Plaza, Mollis (renovasi), Cimahi Mall, Champs, dan lain sebagainya. Ancaman pendatang baru ini cukup mengkhawatirkan dengan pola berebut konsumen, sehingga diperlukan suatu strategi untuk mempertahankan pelanggan yang telah ada. c. Produk Pengganti Produk pengganti untuk properti pusat perbelanjaan juga telah banyak, sebagian menyatu dengan pusat perbelanjaan sebagai sebuah tenant seperti Carrefour di Paris Van Java, namun sebagian juga berdiri sendiri seperti Riau Junction milik Yogya yang memiliki gedung sendiri seperti sebuah pusat perbelanjaan. Selain itu perkembangan Factory Outlet di Bandung semakin berkembang sehingga pelanggan kadang lebih memilih berbelanja di butik outlet daripada di pusat perbelanjaan. d. Profil Pelanggan Pelanggan dari manajemen IITC KOPO Mall yang diwakili oleh property manager selaku pengelola terdiri dari : tamu/shoppers sebagai end customer dari mall, tenant/retailers sebagai penyewa ruang yang melakukan perdagangan di mall, kontraktor sebagai badan atau perusahaan yang melakukan jasa/service dalam 27
operasional mall (seperti cleaning service, security, parking, dsb) dan owners sebagai pemilik gedung/land lord.
Gambar 2.5 Pelanggan Properti Manajemen Pelanggan utama pada sebuah pusat perbelanjaan adalah pengunjung/shoppers yang datang untuk berbelanja. Di Bandung, perilaku pembelanja sebagai pelanggan sangat mendukung keberadaan pusat perbelanjaan. Perilaku konsumeritas dalam masyarakat kota Bandung merupakan ciri identik yang tidak dapat dipisahkan dari image ‘Leisure City’ yang disandangnya. Hal ini bahkan membudaya bagi para pengunjung luar kota seperti Jakarta, Bogor, Tasikmalaya, Garut, dan daerah Jawa Barat lainnya yang berkunjung ke Bandung untuk berbelanja. Mulai dari oleh‐oleh khas Bandung, makanan khas Bandung, sampai dengan pusat busana yang tersedia di Factory Outlet dan Mall lainnya, menjadikan Bandung sebagai kota wisata belanja. Trend berbelanja ini juga berdampak positif terhadap beberapa pusat perbelanjaan di Bandung. Pada akhir pekan, setiap pusat perbelanjaan di Bandung selalu ramai dikunjungi, terutama bagi para pengunjung dari luar kota. 28
Dari sisi pelanggan, dengan tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi yakni mencapai sekitar 1,5 juta per tahun, namun dengan jumlah pusat perbelanjaan yang cukup besar dan pilihan produk substitusi banyak membuat semakin kuatnya posisi tawar pelanggan. e. Pemasok Pemasok yang dipakai oleh pusat perbelanjaan adalah pemasok untuk pekerjaan perawatan dan jasa layanan dalam operasional gedung. Mulai dari utilitas teknik seperti kontraktor bangunan, jasa perawatan AC, escalator, lift, lampu penerangan, pompa dan utilitas air, Sewage Treatment Plant (STP), juga jasa operasional gedung seperti cleaning service dan toilet, security, parking. Banyaknya pemasok yang bersaing untuk masuk dalam jasa pengelolaan gedung menjadikan kekuatan penawarannyanya lemah. Penggunaan sistem outsource pada pengelolaan mall membuat perusahaan pemasok saling bersaing yang tentunya menguntungkan pihak mall. 2.2.4. Faktor Eksternal Bisnis properti pada lingkungan makro banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang timbul akibat dari perubahan dan perkembangan dari lingkungan industri properti itu sendiri, seperti kondisi dan situasi politik, ekonomi, sosial dan perkembangan teknologi yang sangat cepat berubah, kondisi persaingan, tuntutan pasar dan tuntutan kepuasan pelanggan yang bergerak dinamis terhadap kualitas layanan serta persaingan harga yang kompetitif. 29
a. Regulasi Pemerintah Dukungan kebijakan peraturan pemerintahan akan pembangunan properti menjadi pemicu semakin bergairahnya perkembangan properti di Indonesia. Bank‐bank semakin memberikan kemudahan serta bunga murah untuk pinjaman baik dalam pengadaan unit properti pada pengusahan sebagai land lord, maupun kepemilikan unit toko/kios oleh individual owners. Selain itu kebijakan investasi bank oleh pemerintah Indonesia dengan menerapkan dana maksimal yang dijamin pemerintah adalah Rp 100 juta, membuat sektor properti lebih digemari untuk investasi. Selain itu pemberlakuan UU No 8/99 tentang perlindungan konsumen yang mengakibatkan semakin kuatnya posisi tawar pelanggan, sehingga penyelenggara bisnis harus menunjukkan : •
Penyedia layanan / produk yang handal dan berkualitas.
•
Pelayanan yang memberikan kesempatan berinteraksi lebih mendalam (customer service).
b. Faktor Kondisi Ekonomi Didukung kondisi perekonomian Indonesia yang semakin membaik, yang ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi, seperti pertumbuhan GDP, penurunan tingkat inflasi, penurunan suku bunga SBI, dan peningkatan cadangan devisa negara. Kondisi ini dapat dilihat sebagai potential market oleh para investor untuk investasi terutama di sektor properti di Indonesia. 30
c. Faktor Sosial (Pertambahan Penduduk dan Industri) Populasi penduduk Indonesia yang semakin besar mencapai 1,5 juta per tahun, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin meningkat, gaya hidup masyarakat yang semakin berubah dari kebutuhan berbelanja menjadi sebuah rekreasi ke tempat‐tempat pusat perbelanjaan. Keberadaan pusat perbelanjaan kemudian bermetamorfosis menjadi sarana bergaul dan bersosialisasi bagi kaum muda di kota‐ kota besar. Perkembangan ini membuat sejumlah investor semakin optimis akan perkembangan industri properti pusat perbelanjaan. d. Faktor Teknologi Teknologi sektor properti terutama dalam bangunan tingkat tinggi (high rise) yang semakin berkembang juga mendukung peningkatan pembangunan gedung pusat perbelanjaan dengan biaya yang semakin murah dan waktu yang singkat. Dengan ditemukannya teknologi mortar yaitu semen tanpa campuran, teknologi struktur bangunan tahan gempa, teknologi pencegahan bahaya kebakaran, sistem CCTV dan monitor keamanan, dan lain sebagainya menjadikan gedung pusat perbelanjaan menjadi investasi yang menarik bagi pelanggan. 2.2.5. Proses Bisnis IITC Kopo Mall Secara Global Sebagai perusahaan pengembang sebuah pusat perbelanjaan, IITC Kopo Mall berusaha menjadi pusat perbelanjaan yang mengakomodasi sektor perdagangan retail dari sejumlah komoditi, seperti fashion, asesoris, toko buku, elektronik, telepon genggam, supermarket, kebutuhan rumah tangga, permainan dan hiburan, travel, bank, food court dan restaurant, dan lain sebagainya. 31
Inti bisnis dari sebuah pusat perbelanjaan adalah mengubah lahan berharga murah menjadi sebuah gedung yang mengakomodasi perdagangan dan hiburan untuk menjadi investasi yang menguntungkan dengan cara menyewakan atau menjual lahan tersebut kepada peritel, yaitu penyewa/pembeli, yang kuat dengan harga sewa/jual tinggi yang berlaku di pasar. Di sisi lain, para peritel mencari lokasi usaha yang dapat memberikan tingkat penjualan tertinggi. Oleh karena itu pemilik properti dan peritel mempunyai keterikatan saling tergantung satu sama lain.
Pemilik properti mengubah lahan murah menjadi sebuah pusat perbelanjaan yang bernilai investasi tinggi
Pusat perbelanjaan dibangun dengan konsep trade mall yang mempunyai kenyamanan berbelanja yang nyaman
Nilai investasi menjadi lebih tinggi dengan harga sewa dan jual yang lebih baik
Profit bagi pemilik properti
Gambar 2.6 Proses Bisnis Global IITC Kopo Mall Konsep properti yang dipilih oleh IITC Kopo Mall adalah trade mall, yaitu perpaduan antara konsep mall dan trade center. Konsep mall yang memberikan layanan berbelanja kepada para pengunjung dengan sarana dan prasarana yang nyaman seperti adanya lift, escalator, air conditioner, koridor yang luas, atrium untuk event dan exhibition, dimana sistem kepemilikan tenant adalah dengan menyewa dengan harga sewa per meter persegi. Sedangkan konsep trade center adalah pusat perbelanjaan dengan unit toko yang lebih kecil, dengan fasilitas seadanya, dan status kepemilikan tenant adalah Hak Guna Bangunan dengan ketentuan strata title sesuai undang‐undang satuan rumah susun yang berlaku.
32
Perpaduan ini kemudian digabung menjadi konsep Trade Mall yang bertujuan memberikan kenyamanan berbelanja sekelas mall, namun dengan harga yang lebih murah dan terjangkau seperti trade center. Tenant Mix di dalamnya juga beragam, terdiri dari tenant yang membeli unit dengan status kepemilikan Hak Guna Bangunan, dan tenant yang menyewa dengan status penyewa selama beberapa waktu yang telah ditentukan. 2.2.6. Proses Bisnis Building Management Bisnis pengelolaan pusat perbelanjaan adalah mengelola para penyewa dan pengunjung melalui operasional gedung untuk memberikan layanan terbaik dalam melakukan kegiatan perbelanjaan dan aktifitas pusat perbelanjaan sehari‐hari. Kebutuhan tenant adalah suatun tempat perdagangan dalam sebuah pusat perbelanjaan dengan harga sewa/jual yang terjangkau namun dapat memberikan keuntungan tingkat penjualan yang tinggi. Manajemen pusat perbelanjaan perlu mengelola kebutuhan tenant ini agar terakomodir sesuai kebutuhannya untuk menghidupkan aktifitas perbelanjaan. Beberapa ditempuh atara lain dengan memberikan layanan yang baik terhadap para tenant, melakukan grouping terhadap zona komoditi dagangan untuk memudahkan para pengunjung berbelanja. Kebutuhan para pengunjung adalah mendapatkan suatu sarana perbelanjaan yang lengkap, mudah dicapai dan nyaman. Pelayanan terhadap para pengunjung adalah dengan mengelola gedung agar tetap nyaman, aman, bersih dan teratur. 33
Tenant/Retailer
Operasional Gedung
Building Management
Mengelola gedung untuk mengakomodasi kegiatan operasional
Pengunjung/ Shopper
Gambar 2.7 Proses bisnis Building Management 2.3.
Akar Masalah
Berdasarkan data keuangan dan tingkat huni serta aktifitas jumlah pengunjung yang ada di IITC Kopo Mall, didapat bahwa kondisi pusat perbelanjaan ini sedang tidak sehat. Dari data keuangan, tingkat pendapatan operasional yang diperoleh dari penagihan biaya operasional meliputi biaya listrik, air bersih dan service charge, masih tidak tertagih sekitar 40% dari total seluruh biaya. Beberapa alasan yang ditemui berdasarkan hasil wawancara dengan para tenant, sebagian merasa bahwa kondisi pusat perbelanjaan yang masih sepi, banyaknya toko/kios yang masih tutup, iklan dan promosi pusat perbelanjaan yang kurang, serta masih belum beroperasionalnya lantai 2 dan 3 yang direncanakan menjadi dunia fantasi indoor terbesar belum 34
terealisasi, membuat para tenant tidak dapat memenuhi target penjualannya. Dengan alasan inilah sebagian mereka tidak membayar biaya operasional, terutama service charge. Kondisi inipun berdampak negatif terhadap unit toko lainnya, yang merasa penjualan tidak mencapai target sehingga beberapa pemilik toko mulai menutup unit dagangnya dengan tujuan menunda untuk berdagang sampai kondisi pusat perbelanjaan kembali ramai. Sedangkan dari pengunjung, kondisi mall dengan banyaknya unit toko yang tutup membuat mereka kurang mendapatkan pilihan akan barang yang dibutuhkan. Dengan kondisi tersebut, para pengunjung yang datang kemudian kecewa dan tidak kembali ke mall, namun akan beralih ke pusat perbelanjaan lain yang lebih ramai dan memiliki pilihan barang yang lebih banyak.
Gambar 2.8 Akar Masalah Fungsi ketergantungan satu dengan lainnya inilah yang menjadi efek berantai pada tiap pihak. Di satu sisi tenant membutuhkan para pengunjung untuk menjadi ramai sehingga bisa mencapai omset perdagangan mereka, namun karena sebagian unit 35
yang masih tutup membuat para pengunjung untuk lebih memilih pusat perbelanjaan lainnya untuk berbelanja. Di lain sisi, para tenant yang tutup tersebut merasa dengan omset yang tidak mencapai target, mereka merasa rugi dan memilih untuk menutup dulu unit tokonya sampai pengunjung ramai kembali. Permasalahan yang klasik adalah mana yang harus dilakukan dahulu. Para tenant membuka semua unit usahanya dengan demikian tingkat huni pusat perbelanjaan bisa terisi dan buka semua sehingga mall menjadi hidup dengan bermacam‐macam pilihan produk dengan harapan para pengunjung menjadi ramai berbelanja, atau menunggu para pengunjung ramai dahulu baru membuka unit usahanya. Ditambah lagi dengan para investor yang telah membeli unit namun bukan sebagai pedagang, namun mengharapkan unit tokonya dapat disewa kepada pihak lain, sehingga bagi investor yang masih belum mendapatkan penyewanya akan menutup unit tokonya sampai laku disewakan. Dari analisa tersebut terlihat ketidaksesuaian kebutuhan pelanggan dengan sumber daya operasional perusahaan, terutama sasaran dan korelasi pemenuhannya. Hasil Penelusuran akar masalah bersumber pada dua faktor eksternal, yaitu pertumbuhan jumlah penduduk di kota Bandung yang menjadi pelanggan bagi pusat perbelanjaan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan industri pusat perbelanjaan yang terlalu banyak, dan ancaman kompetitor pusat perbelanjaan lain yang semakin tinggi. Namun terdapat juga faktor yang merupakan akar sebagian masalah IITC Kopo Mall yaitu ketidakseimbangan antara kebutuhan pelanggan dengan sumber daya operasional perusahaan. Penelusuran akar masalah ini dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut.
36
Gambar 2.9 Penelusuran Akar Masalah IITC Kopo Mall
37
38