ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA
OLEH SUNENGCIH H14052889
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
SUNENGCIH. NRP H14052889. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia (dibimbing oleh SRI MULATSIH) Sektor industri pengolahan memiliki kontribusi terbesar pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada tahun 2008, sektor ini berkontribusi sebesar 557,8 miliar rupiah atau 27,9 persen dari seluruh nilai PDB, dimana 139,9 miliar rupiah dari nilai industri pengolahan disumbangkan oleh industri makanan, minuman, dan tembakau (BPS, 2009). Besarnya nilai sumbangan industri makanan, minuman dan tembakau terhadap PDB tersebut dikarenakan makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Volume kebutuhan terhadap makanan dan minuman akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Berkaitan dengan kondisi tersebut, industri minuman ringan adalah salah satu sektor usaha yang akan terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2005, jumlah minuman ringan yang dikonsumsi adalah sebanyak 13.088 juta liter, jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2008 jumlah minuman ringan yang dikonsumsi adalah sebanyak 17.410 juta liter. Meningkatnya konsumsi minuman ringan berdampak pada bermunculannya berbagai jenis dan merek minuman ringan yang bersaing ketat. Industri minuman ringan pun semakin banyak diminati oleh para pengembang usaha yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar sehingga persaingan antar industri minuman ringan, baik produsen lokal maupun perusahaan multinasional semakin meningkat. Perlu dianalisis apakah dalam struktur persaingan industri minuman ringan terdapat praktek monopoli yang tergolong pada persaingan tidak sehat, mengingat dua dari seluruh produsen minuman ringan di Indonesia yakni PT Coca-Cola Bottling Indonesia dan PT Sinar Sosro termasuk dalam sepuluh besar perusahaan minuman untuk segmen teh kemasan di dunia. PT Sinar Sosro bahkan mampu menjadi salah satu yang terbaik hanya dengan mengandalkan pasaran domestik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur, perilaku dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia serta hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain dengan kinerjanya. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS, ASRIM (Asosiasi Industri Minuman Ringan), Departemen Perindustrian (Depperin), Perpustakaan IPB, serta berbagai media masa dan media elektronik yang berkaitan. Data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar yang dimiliki oleh industri minuman ringan di Indonesia adalah struktur persaingan oligopoli sedang
dengan nilai rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) adalah 44,08 persen. Penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri minuman ringan dipengaruhi oleh penetapan harga pesaingnya. Mengingat industri minuman ringan berada pada struktur persaingan oligopoli sedang bahkan cenderung bersifat longgar, maka perilaku konsumen masih diperhitungkan dalam menentukan harga. Hal ini terbukti dengan adanya produksi second brand product yaitu produk yang serupa dengan produk utama namun lebih murah dari segi harganya. Tren fluktuasi nilai price cost margin (PCM) dan efisiensi internal (X-eff) cenderung meningkat dari tahun 1980 sampai tahun 2005. Fluktuasi PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam, peningkatan mulai terlihat dari tahun 1984 sampai tahun 2000 dan cederung stabil pada tahun berikutnya hingga tahun 2005. Nilai X-eff pada awal 80-an cenderung menurun dan mulai meningkat sekitar tahun 1988. Pada tahun 1999, nilai X-eff melonjak tajam hingga menyentuh angka 132,51 persen untuk kemudian menurun kembali di tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, fluktuasi nilai Growth sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu. Peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun. Dua dari empat variabel independen yang dirumuskan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya yaitu PCM. Kedua variabel tersebut adalah X-eff dan Usaha dengan nilai koefisien masing-masing sebesar 0,320905 dan 0,087169. Sementara nilai CR4 dan Growth tidak berpengaruh signifikan terhadap PCM.
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA
OLEH SUNENGCIH H14052889
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Sunengcih
Nomor Registrasi Pokok
: H14052889
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr.Ir. Sri Mulatsih, M.Sc NIP. 19640529 198903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Sunengcih H14052889
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sunengcih lahir pada tanggal 2 Maret 1987 di Indramayu, yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara, dari pasangan Sukardi dan Wartinah. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Ayu Pertiwi, lalu studi dilanjutkan ke sekolah dasar pada SDN Tukdana 1, lulus pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bangodua hingga lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke SMU Negeri 2 Cirebon, lulus tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia”. Topik ini dipilih karena perlu dianalisis apakah dalam struktur persaingan industri minuman ringan terdapat praktek monopoli yang tergolong pada persaingan tidak sehat, mengingat dua dari seluruh produsen minuman ringan di Indonesia yakni PT Coca-Cola Bottling Indonesia dan PT Sinar Sosro termasuk dalam sepuluh besar perusahaan minuman untuk segmen teh kemasan di dunia. PT Sinar Sosro bahkan mampu menjadi salah satu yang terbaik hanya dengan mengandalkan pasaran domestik. Oleh karena itu skripsi ini akan menggunakan metode Structure-Conduct-Performance (SCP) untuk melihat struktur, perilaku, dan kinerja industri minuman ringan dalam menjalankan kegiatan ekonominya. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Kedua orang tua, ketiga kakak beserta ketiga kakak ipar, serta kedua keponakan (Leo dan Alden) atas kasih sayang, doa serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.
2.
Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc yang telah banyak membantu dalam membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan.
3.
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku penguji utama atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.
4.
Tony Irawan, M.App.Ec selaku Komisi Pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.
5.
Pak Ari Nugraha dan Pak Saman yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di BPS.
6.
Aji atas kebersamaan, bantuan, serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.
7.
Luri, A130 (Iq, QQ, Ocha) dan The Gajah’ers (Penghuni Wisma gajah) atas motivasi, doa, keceriaan dan persahabatan.
8.
Teman-teman IE 42 atas kebersamaan selama di IPB serta orang-orang terdekat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan pada kata-kata yang penulis
gunakan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
Sunengcih H14052889
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 5 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ........................ 8 2.1. Teori Ekonomi Industri........................................................................... 8 2.2. Teori Structure-Conduct-Performance (SCP) ........................................ 9 2.2.1. Struktur (Structure).....................................................................11 2.2.2. Perilaku (Conduct)......................................................................14 2.2.2.1.
Strategi Produk ..........................................................15
2.2.2.2.
Strategi Harga ............................................................16
2.2.2.3.
Stretegi Promosi ........................................................17
2.2.3. Kinerja (Performance)................................................................17 2.3. Hubungan Struktur dan Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja ........18 2.4. Penelitian Terdahulu ...............................................................................19 2.5. Kerangka Pemikiran ...............................................................................20 2.6. Hipotesis Penelitian ................................................................................23 III. METODE PENELITIAN...............................................................................24 3.1. Jenis dan Sumber Data............................................................................24 3.2. Metode Analisis Data.............................................................................. 24 3.3. Analisis Struktur Pasar............................................................................ 24
3.3.1. Pangsa Pasar ...............................................................................25 3.3.2. Konsentrasi Pasar........................................................................25 3.4. Analisis Perilaku Pasar ...........................................................................26 3.5. Analisis Kinerja Pasar.............................................................................26 3.6. Hubungan Struktur dan Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja .......27 3.7. Uji Statistika dan Ekonometrika .............................................................28 3.7.1. Uji R-Squared (R2) .....................................................................29 3.7.2. Uji F ............................................................................................30 3.7.3. Uji t .............................................................................................30 3.7.4. Uji Normalitas ............................................................................31 3.7.5. Uji Multikolinearitas...................................................................31 3.7.6. Uji Autokorelasi..........................................................................32 3.7.7. Uji Heteroskedastisitas ...............................................................32 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MINUMAN RINGAN .........................34 4.1. Definisi Minuman Ringan ......................................................................34 4.2. Perkembangan Industri Minuman Ringan ..............................................37 4.3. Profil Beberapa Perusahaan dalam Indusrtri Minuman Ringan .............40 V. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................43 5.1. Analisis Struktur Industri Minuman Ringan...........................................43 5.2. Analisis Perilaku Industri Minuman Ringan ..........................................45 5.2.1. Strategi Produk ...........................................................................45 5.2.2. Strategi Harga .............................................................................48 5.2.3. Strategi Promosi..........................................................................50 5.3. Analisis Kinerja Industri Minuman Ringan............................................53 5.4. Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja ............................................................................56 5.4.1. Uji R-Squared (R2) .....................................................................57 5.4.2. Uji F ............................................................................................57 5.4.3. Uji t .............................................................................................57 5.4.4. Uji Normalitas ............................................................................58 5.4.5. Uji Multikolinearitas...................................................................58
5.4.6. Uji Autokorelasi..........................................................................59 5.4.7. Uji Heteroskedastisitas ...............................................................60 5.4.8. Hubungan Struktur dan Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja.........................................................................................60 VI. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................63 6.1. Kesimpulan .............................................................................................63 6.2. Saran .......................................................................................................64 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................65 LAMPIRAN..........................................................................................................67
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1.
Produk Domestik Bruto (PDB) atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 sampai 2008...................................... 2
1.2.
Indikator Gaya Hidup ............................................................................. 3
2.1.
Tipe-tipe Pasar Berdasarkan Kondisi Utama ..........................................12
2.2.
Tipe Pasar mulai dari Monopoli Murni sampai Persaingan Murni.........13
2.3.
Karakteristik pada Daur Hidup suatu Produk .........................................16
5.1.
Hasil Regresi Model................................................................................56
5.2.
Matriks Korelasi antar Variabel Independen ..........................................59
5.3.
Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................59
5.4.
Hasil Uji Heteroskedastisitas ..................................................................60
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Hubungan Struktur, Perilaku, dan Kinerja..............................................10
2.2.
Bagan Kerangka Pemikiran ....................................................................22
5.1.
Fluktuasi Nilai CR4 .................................................................................44
5.2.
Fluktuasi PCM, Growth, dan X-eff.........................................................53
5.3.
Grafik Hasil Uji Normalitas....................................................................58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Output dan Jumlah Perusahaan dalam Industri Minuman Ringan Indonesia Tahun 1980 – 2005 ....................................................68
2.
CR4 Industri Minuman Ringan Tahun 1980 – 2005 ...............................69
3.
PCM, Growth, dan X-Eff Industri Minuman Ringan di Indonesia Tahun 1980 – 2005.............................................................70
4.
Hasil Output Komputer...........................................................................71
5.
Produk Domestik Bruto (PDB) atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2004 sampai 2008.........72
6.
Indikator Gaya Hidup .............................................................................73
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara dapat dilihat dari nilai pendapatan nasional negara tersebut yang dipengaruhi oleh berbagai sektor usaha ada didalamnya. Salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi suatu sektor usaha terhadap pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1 persen dibandingkan tahun 2007. Nilai PDB pada tahun 2008 mencapai 2.082,1 triliun rupiah, sedangkan pada tahun 2007 nilai PDB adalah sebesar 1.963,1 triliun rupiah (BPS, 2009). Industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan cukup besar pada PDB Indonesia. Pada tahun 2008, sektor industri pengolahan menyumbang sebesar 557.765,6 miliar rupiah atau sebesar 27,9 persen terhadap PDB (Tabel 1.1). Industri pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu industri pengolahan minyak dan gas (migas) serta industri pengolahan non minyak dan gas (non migas). Pada tahun 2008, sumbangan terbesar bagi industri pengolahan berasal dari subsektor industri pengolahan non migas, yaitu sebesar 510.101,7 miliar rupiah atau sebesar 91,45 persen dari seluruh pendapatan industri pengolahan. Subsektor non migas sendiri dikelompokkan menjadi beberapa industri tertentu dimana pada tahun 2008 industri makanan, minuman dan
tembakau memberikan sumbangan terbesar yaitu 139.921,9 miliar rupiah atau setara 6,7 persen dari nilai PDB (Tabel 1.1). Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2008 Lapangan Usaha Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan a.Industri pengolahan minyak dan gas b.Industri pengolahan non minyak dan gas Listrik, gas dan air minum Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Transportasi dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaaan Jasa-jasa Total
PDB (Miliar Rupiah) 2008 284.337,8 172.300,0 557.765,6 47.663,9 510.101,7 14.993,7 130.815,7 363.314,0 166.076,8 198.799,6 193.700,5 2.082.103,7
Sumber: Lampiran 5
Volume kebutuhan makanan dan minuman di Indonesia akan terus meningkat setiap tahunnya. Kecenderungan kenaikan ini disebabkan oleh faktor demografi dan perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dan pertumbuhannya pun cukup signifikan. Kebutuhan masyarakat akan makanan dan minuman pun turut meningkat seiring dengan pertambahan penduduk sehingga industri ini masih dapat terus dikembangkan. Perkembangan jaman, teknologi, dan perekonomian membuat pola hidup masyarakat dalam berkonsumsi turut berubah. Kepraktisan merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan dalam berkonsumsi. Produk-produk yang bersifat siap saji mulai diminati di pasar, salah satunya adalah minuman ringan. Tabel 1.2 tentang indikator gaya hidup dapat menunjukkan besarnya pengeluaran masyarakat untuk mengkonsumsi minuman ringan baik berdasarkan
jumlah liter minuman ringan yang dikonsumsi maupun dalam jumlah dana yang dikeluarkan konsumen untuk mengkonsumsi minuman ringan. Pada tahun 2005, jumlah minuman ringan yang dikonsumsi adalah sebanyak 13.088 juta liter, jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2008 jumlah minuman ringan yang dikonsumsi adalah sebanyak 17.410 juta liter. Sementara jika dilihat dari jumlah dana yang dikeluarkan masyarakat untuk mengkonsumsi minuman ringan pada tahun 2005 sebesar 19.898 miliar rupiah dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga mencapai 24.797 miliar rupiah pada tahun 2008. Angka indikator pada tahun 2009 merupakan angka perkiraan mengingat data tahun 2009 tersebut belum tersedia karena 2009 merupakan tahun berjalan saat perhitungan dilakukan. Tabel 1.2. Indikator Gaya Hidup Variabel Minuman ringan (juta liter) Minuman ringan (Miliar rupiah)
2005
2006
Tahun 2007
2008
13.088
14.491
15.844
17.410
19.289
19.898
21.558
23.080
24.797
26.665
2009*
Sumber : Lampiran 6
Catatan: (*: perkiraan) Berbagai jenis dan merek minuman ringan mulai bermunculan dan bersaing ketat sebagai dampak dari terus meningkatnya konsumsi minuman ringan seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Industri minuman ringan pun semakin banyak diminati oleh para pengembang usaha yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar sehingga persaingan antar industri minuman ringan, baik produsen lokal maupun perusahaan
multinasional
semakin
meningkat.
Setiap
perusahaan
akan
menetapkan strategi tertentu seperti strategi produk, strategi harga, strategi promosi, dan sebagainya dalam memasarkan produknya. Inovasi produk pun bermunculan dalam menghadapi persaingan antar produsen minuman ringan, diantaranya inovasi dalam rasa dan kemasan. Persaingan antar perusahaan tersebut dapat berpengaruh pada kinerja industri minuman ringan. Tingkat keefisienan suatu industri pada teorinya akan meningkat seiring dengan terjadinya peningkatan dalam persaingan antar perusahaan dalam industri tersebut. Variabel keuntungan perusahaan merupakan salah satu indikator dari tingkat keefisienan suatu usaha, dimana setiap perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungannya agar dapat bertahan dalam industri tersebut. Jika dilihat dari potensinya, Indonesia seharusnya bisa mengembangkan industri minuman ringan dengan menggunakan kekuatan lokal. Namun sampai saat ini, pangsa pasar minuman ringan masih dikuasai oleh perusahaan multinasional yaitu PT Coca-Cola Bottling Indonesia yang memproduksi minuman ringan berkarbonasi serta minuman ringan tanpa karbon seperti teh siap saji dan minuman sari buah. Perlu ditelusuri mengapa perusahaan multinasional tersebut dapat memimpin pangsa pasar dalam industri minuman ringan. Oleh karena itulah skripsi ini akan menggunakan metode Structure-ConductPerformance (SCP) untuk melihat bagaimanakah struktur, perilaku, dan kinerja industri minuman ringan dalam menjalankan kegiatan ekonominya.
1.2. Perumusan Masalah Industri minuman ringan sedang berkembang pesat serta menimbulkan ketatnya persaingan antar perusahaan dalam industri. Persaingan tersebut dapat berbentuk persaingan sehat ataupun kurang sehat yang bersifat menjatuhkan dan mengintimidasi pihak lawan. Persaingan yang tidak sehat dapat berupa praktek monopoli, adanya hambatan untuk masuk pasar (barrier to entry), dan sebagainya. PT Coca-Cola Bottling Indonesia dan PT Sinar Sosro adalah penguasa pasar minuman ringan di Indonesia. Menurut data Beverage Market Development Tetra Pack, kedua perusahaan tersebut termasuk sepuluh besar perusahaan dalam industri minuman teh kemasan di dunia pada tahun 2005. Berikut adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk sepuluh besar yaitu Unilever Group, Kirin Brewery Co, Nestle SA, Suntory Ltd, Ito En Ltd, Asahi Breweries, Coca Cola Co, Uni-President, Ting Hsin Intl, dan terakhir PT Sinar Sosro. Pernyataan tersebut sangat menarik mengingat pada posisi kesepuluh adalah PT Sinar Sosro. Walaupun berada di posisi paling akhir dalam top ten produsen minuman teh kemasan, PT Sinar Sosro cukup menonjol mengingat perusahaan-perusahaan lain memasarkan produknya di pasaran internasional sementara PT Sinar Sosro hanya menjual produknya di Indonesia. Perlu dianalisis apakah dalam struktur persaingan industri minuman ringan terdapat praktek monopoli yang tergolong pada persaingan tidak sehat, mengingat dua dari seluruh produsen minuman ringan di Indonesia termasuk dalam sepuluh besar perusahaan minuman untuk segmen teh kemasan di dunia. Salah satu
diantaranya bahkan mampu menjadi yang terbaik hanya dengan mengandalkan pasaran domestik. Dari penjelasan di atas dapat diambil beberapa perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, diantaranya adalah: 1. Bagaimana struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia? 2. Bagaimana perilaku perusahaan yang ada dalam industri minuman ringan di Indonesia? 3. Bagaimana kinerja industri minuman ringan di Indonesia? 4. Bagaimana hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain dengan kinerja minuman ringan di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi yang terjadi pada industri minuman ringan di Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan spesifik dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia. 2. Perilaku industri minuman ringan di Indonesia. 3. Kinerja industri minuman ringan di Indonesia. 4. Hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri minuman ringan di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah agar dapat memberikan informasi mengenai kondisi pada industri minuman ringan di Indonesia. Manfaat penelitian ini secara lebih khusus adalah sebagai berikut : 1. Bagi para pelaku pasar, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu literatur atau rujukan dalam menganalisis industri minuman ringan di Indonesia. 2. Bagi penulis, penelitian ini berguna sebagai proses belajar dalam menganalisis suatu masalah dan tentunya memberi tambahan ilmu pengetahuan serta membuka pemahaman untuk mencari jawaban atas perumusan masalah.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dibatasi mengenai produk minuman ringan berdasarkan kode ISIC 5 dijit dengan nomor 31340 yang berubah menjadi kode ISIC nomor 15540 sejak revisi tahun 1998. Data yang digunakan adalah data yang berasal dari Biro Pusat Statistik (BPS) periode tahun 1980 sampai tahun 2005 serta data yang berasal dari sumber-sumber terkait lainnya. Selain itu, penelitian ini hanya terbatas pada kondisi usaha domestik.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Teori Ekonomi Industri Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang menjelaskan tentang perlunya pengorganisasian pasar dan bagaimana pengorganisasian pasar ini dapat mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan kepada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja pasar (Jaya, 2001). Menurut Hasibuan (1993), pengertian industri dibagi menjadi dua. Pertama, pengertian industri dalam lingkup mikro yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang bersifat saling menggantikan. Kedua, pengertian industri dalam lingkup makro adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Organisasi industri adalah suatu ilmu yang khusus dalam ekonomi, yang dapat membantu dalam menjelaskan mengapa sebuah pasar tersusun dan terorganisir, serta apa dampak dari organisasi yang demikian terhadap perilaku perusahaan yang muncul dalam pasar (Clarkson dan Le Roy 1983 dalam Lestari 2006). Menurut Dumairy (2000), industri mempunyai dua pengertian. Pertama, industri merupakan gabungan dari beberapa perusahaan sejenis. Dalam konteks penelitian ini, industri minuman ringan adalah sekelompok perusahaan yang
menghasilkan produk sejenis yaitu minuman ringan. Kedua, industri diartikan sebagai sebuah sektor ekonomi dengan kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan pengolahan yang bersifat mesinal, elektrikal, ataupun manual.
2.2. Teori Structure-Conduct-Performance (SCP) Untuk lebih memahami organisasi industri minuman ringan diperlukan pengetahuan tentang teori dalam ekonomi industri. Teori-teori yang terdapat dalam ekonomi industri menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar (structure), perilaku (conduct), dan kinerja (performance) sehingga tercapai tingkat efisiensi bagi perusahaan, industri, serta perekonomian nasional secara keseluruhan (Jaya, 2001). Konsep dan teori yang diuraikan ini dikenal dengan teori Structure-Conduct-Performance (SCP). Menurut Mason (1939) dan Bain (1956) dalam Alistair (2004), ajaran dasar pendekatan SCP adalah kinerja ekonomi suatu industri yaitu suatu fungsi dari perilaku pembeli dan penjual yang selanjutnya menyangkut fungsi struktur industri. Kinerja ekonomi diukur dengan derajat maksimalisasi kesejahteraan. Perilaku mengacu pada aktivitas penjual dan pembeli dalam industri. Aktivitas penjual meliputi pemanfaatan dan instalasi kapasitas, kebijakan promosi dan harga, riset dan pengembangan, dan berkompetisi atau kerjasama antar perusahaan. Struktur industri meliputi variabel jumlah dan ukuran pembeli dan penjual, teknologi, derajat diferensiasi, integrasi vertikal dan hambatan keluar masuk pasar (Scherer, 1974).
Struktur (Structure) Jumlah pembeli Diferensiasi produk Hambatan masuk Diversifikasi
Kondisi penjual Struktur biaya Integrasi vertikal Skala ekonomi
Perilaku (Conduct) Strategi harga Strategi produk Strategi promosi
Tingkat kerjasama Advertensi Riset dan inovasi
Kinerja (Performance) Efisiensi Pertumbuhan Kemajuan teknologi
Pemerataan Keuntungan Kesempatan kerja
Gambar 2.1. Hubungan Struktur, Perilaku, dan Kinerja Sumber : Diolah dari Hasibuan (1993) dan Jaya (2001)
2.2.1. Struktur (Structure) Struktur pasar didefinisikan sebagai jumlah penjual dan pembeli serta besarnya pangsa pasar (market share) yang ditentukan oleh adanya diferensiasi produk, serta dipengaruhi oleh keluar masuknya pendatang atau pesaing (Greer, 1992). Sementara menurut Jaya (2001), struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan. Struktur industri biasanya dijelaskan oleh ukuran distribusi perusahaan dalam pasar. Terdapat ukuran-ukuran utama yang biasa diperhatikan dalam struktur pasar yaitu pangsa pasar (market share), konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar. Struktur pasar penting karena akan menentukan perilaku perusahaan yang kemudian akan menentukan kinerja perusahaan.
a.
Pangsa Pasar Pangsa pasar adalah ukuran relatif dari sebuah perusahaan melalui
perbandingan antara hasil penjualan dengan total penjualan industri keseluruhan. Konsep pangsa pasar adalah persentase pangsa dari suatu perusahaan terhadap total industri dalam pasar yang berkisar antara 0 sampai 100 persen (Jaya, 2001). Pangsa pasar sering digunakan sebagai indikator untuk melihat adanya kekuatan pasar yang menjadi indikator seberapa pentingnya perusahaan tersebut dalam pasar. Pangsa pasar merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan oleh suatu perusahaan karena secara umum terdapat korelasi yang positif antara pangsa pasar dengan profitabilitas atau keuntungan. Perusahaan dengan pangsa
pasar lebih baik akan mendapatkan keuntungan dari penjualan produk atau kenaikan harga sahamnya sehingga dapat dikatakan bahwa pangsa pasar merupakan tujuan atau motivasi suatu perusahaan. Tabel 2.1. Tipe-tipe Pasar Berdasarkan Kondisi Utama Ciri-ciri Kondisi Utama
Indeks HirschmanHerfindahl (IHH) Jumlah Produsen Entry/Exit Barrier
Monopoli Memiliki 100% pangsa pasar
Perusahaan Dominan Menguasai 50-100% pangsa pasar tanpa pesaing ketat
Gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang pangsa pasarnya 60-100%
Persaingan Monopolistik Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun memiliki lebih dari 10% pangsa pasar
Persaingan Murni Lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti IHH<0.01
Oligopoli
IHH = 1
0.25
0.01
0.01
Satu
Banyak
Sedikit
Banyak
Sangat tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tipe Produk
Heterogen
Heterogen
Homogen atau Heterogen
Heterogen
Homogen
Kekuasaan Menentukan Persaingan selain Harga
Sangat besar
Relatif
Relatif
Sedikit
Tidak ada
Tidak ada
Besar
Besar
Besar
Tidak ada
Sangat terbatas Berlebih Kurang baik
Cukup terbuka Berlebih
Terbatas
Cukup terbuka
Terbuka
Agak berlebih
Normal
Normal
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Informasi Profit Efisiensi
Kurang baik
Sangat banyak Sangat rendah
Sumber : Diolah dari Hasibuan (1993) dan Jaya (2001)
Perusahaan dengan pangsa pasar 100 persen memiliki kekuatan monopoli yang artinya perusahaan tersebut dapat menentukan harga produk yang dijual serta memiliki keleluasaan untuk mengatur pemasaran produknya karena tidak ada pesaing lain dalam industri tersebut. Perusahaan dengan pangsa pasar 50 sampai 100 persen dikatakan sebagai perusahaan dominan dimana terdapat beberapa pesaing namun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Persaingan monopolistik dan persaingan murni adalah jenis-jenis persaingan yang banyak terjadi di pasar dimana setiap perusahaan memiliki tak lebih dari 10 persen pangsa pasar dan terdapat banyak pesaing sehingga tidak ada suatu perusahaan dominan dan mereka tidak bisa menentukan harga pasar, posisinya hanya sebagai price taker (penerima harga).
b. Konsentrasi Pasar Konsentrasi (pemusatan) merupakan tingkat oligopoli dimana kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopoli tersebut membentuk suatu tingkatan
pemusatan
dalam
pasar.
Penerimaan
rata-rata
industri
yang
terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada penghasilan dari jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Tabel 2.2. Tipe Pasar mulai dari Monopoli Murni sampai Persaingan Murni Tipe Pasar Kondisi Utama Monopoli Murni Perusahaan menguasai 100 persen pangsa pasar. Perusahaan yang Perusahaan minimal menguasai 50 persen sampai Dominan dengan 100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing kuat. Oligopoli Ketat Penggabungan empat perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60 persen sampai dengan 100 persen. Oligopoli Sedang Penggabungan empat perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 40 persen sampai dengan 60 persen. Oligopoli Longgar Penggabungan empat perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar dibawah 40 persen. Persaingan Banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satupun Monopolistik yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen. Persaingan Murni Terdapat lebih dari 50 pesaing dan tidak ada satupun yang memiliki pangsa pasar berarti. Sumber : Jaya (2001)
Pengertian konsentrasi sangat erat hubungannya dengan pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu industri. Hal ini dapat dimaklumi karena konsentrasi adalah besarnya pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan relatif terhadap pangsa pasar total yang biasanya diambil dari pangsa pasar perusahaan terbesar di dalam industri dimana perusahaan-perusahaan tersebut berada. Semakin besar pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tersebut relatif terhadap pasar total, maka dapat dikatakan bahwa industri tersebut mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi.
2.2.2. Perilaku (Conduct) Perilaku pasar yang dimaksud adalah pola tanggapan dan penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Perilaku pasar terkait dengan tindakan apa yang harus dilakukan suatu perusahaan dalam menghadapi pesaingnya terhadap harga, tingkat produksi, kualitas produk, tindakan promosi, dan hal penting lainnya yang berkaitan dengan kegiatan operasional perusahaan (Greer, 1992). Sedangkan menurut Hasibuan (1993), perilaku adalah tanggapan dan penyesuaian suatu industri didalam pasar dalam mencapai tujuannya. Dari kedua pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa conduct adalah perilaku suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan dalam harga, tingkat produksi, kualitas produk, dan promosi. Untuk menunjukkan perilaku dapat juga dilihat dari penentuan harga, apakah secara mandiri atau dengan melakukan kolusi dengan
perusahaan lainnya. Promosi dalam hal ini berupa iklan yaitu salah satu upaya untuk meningkatkan atau mempertahankan pangsa pasar.
2.2.2.1. Strategi Produk Strategi produk harus mengikuti perkembangan produk tersebut mengingat adanya siklus produk yang menempatkan perkembangan produk pada fase-fase tertentu. Siklus produk diawali dengan perkenalan dimana suatu produk belum mempunyai jati diri dan belum dikenal konsumen. Strategi yang patut dilakukan pada tahap perkenalan adalah dengan melakukan penelitian dan riset untuk mengetahui reaksi konsumen serta mengembangkan produk sesuai kondisi pasar. Tahapan berikutnya adalah pertumbuhan yang ditandai dengan mulai stabilnya produk sehingga perusahaan perlu melakukan penentuan kapasitas produksi di masa yang akan datang, selain itu perusahaan juga harus siap mengantisipasi kenaikan perminntaan barang dari pasar dengan cara menambah kapasitas produksi. Produk pada tahap kedewasaan berpotensi memunculkan hadirnya produk serupa dari pesaing-pesaing. Perusahaan harus mampu mempertahankan kapasitas produksi dengan cara melakukan inovasi agar tidak kehilangan pasar serta peningkatan pengawasan terhadap produk dan proses produksinya. Tahap terakhir dalam siklus produk adalah terjadinya penurunan penjualan. Pengambilan keputusan yang tegas dari perusahaan penting dilakukan karena jika kondisi penurunan terus berlanjut maka akan berdampak pada keberlangsungan hidup perusahaan.
Tabel 2.3. Karakteristik pada Daur Hidup suatu Produk Siklus Kategori Penjualan Laba Arus Kas
Pengenalan
Pertumbuhan
Kedewasaan
Penurunan
Rendah Kecil Negatif
Naik cepat Tinggi Sedang
Naik perlahan Menurun Tinggi
Pelanggan Pesaing
Coba-coba Sedikit
Masal Bertumbuh
Menurun Rendah atau nol Cenderung rendah Mulai berkurang Berkurang
Biaya Tinggi pemasaran Harga Tinggi Desain Dasar produk Sumber : Jaya (2001)
Masal Banyak Pesaing mulai Merosot
Tinggi menurun Rendah Disempurnakan
Rendah
Paling Rendah Differensiasi
Mulai naik Rasionalisasi
2.2.2.2. Strategi Harga Kemungkinan penentuan harga oleh perusahaan menurut Burgess dalam Hasibuan (1993) ada tiga macam : Menyepakati
harga
jual
yang
sama
dengan
pesaingnya,
menguntungkan bagi perusahaan karena kondisi persaingan cenderung aman namun merugikan konsumen karena harga yang ditetapkan mungkin telalu tinggi. Menentukan harga yang terendah agar dapat menghancurkan pesaingnya Memperlambat laju pemunculan produk baru jika terdapat derajat diferensiasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko.
2.2.2.3. Strategi Promosi Strategi promosi dilakukan untuk meningkatkan jumlah penjualan dari suatu perusahaan. Beberapa strategi yang biasa digunakan oleh perusahaan dalam mempromosikan produknya adalah dengan memberikan diskon atau potongan harga, mengadakan obral, dan yang cukup berperan penting adalah iklan. Diskon atau potongan harga dilakukan untuk menarik minat beli masyarakat dan biasanya dilakukan saat menjelang adanya perayaan khusus, misalnya hari raya. Obral lebih bertujuan untuk menghabiskan stok barang lama yang ada di gudang, oleh karena itu obral biasa dilakukan pada akhir tahun atau akhir periode tertentu. Iklan adalah strategi yang cukup berperan dalam proses penjualan produk. iklan memiliki dua sifat yaitu informasional dan persuasif. Dengan kata lain iklan memberikan informasi tentang suatu produk kepada konsumen sekaligus mengajak atau mempengaruhi konsumen untuk membeli produk tersebut.
2.2.3. Kinerja (Performance) Kinerja pasar dapat diartikan sebagai sebuah usaha yang disesuaikan dengan struktur dan perilaku pasar dengan tujuan akhir memperoleh keuntungan. Selain itu,tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam hal kinerja adalah efisiensi, inovasi, atau kualitas produk yang lebih baik karena berkembangnya teknologi, serta distribusi yang merata (Shepherd, 1990). Menurut Jaya (2001), tujuan kinerja ada 4, yaitu: Efisiensi dalam pengalokasian sumberdaya
Kemajuan teknologi dan penggunaanya Keseimbangan dalam distribusi Dimensi lain berupa kebebasan individu dalam memilih, keamanan dari bahaya yang mengancam dan keanekaragaman budaya yang ada
2.3. Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja. Keterkaitan antara struktur, perilaku, dan kinerja yang saling berinteraksi mempengaruhi proses alokasi hasil produksi kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Hubungan antara struktur, perilaku, dan kinerja ini bukan hanya bersifat searah, tetapi dapat berhubungan timbal balik. Keterangannya adalah sebagai berikut :
Struktur mempengaruhi perilaku (semakin rendah konsentrasi, semakin tinggi tingkat persaingan di pasar)
Perilaku mempengaruhi kinerja (semakin tinggi tingkat kompetisi, semakin rendah market power atau semakin rendah keuntungan perusahaan)
Struktur mempengaruhi
kinerja (semakin rendah tingkat konsentrasi
pasar, semakin rendah pula tingkat kolusi atau semakin tinggi tingkat kompetisi, dan market power pun semakin rendah) Hubungan antara struktur pasar dan kinerja industri dapat dijelaskan dengan tiga macam hipotesis. Pertama, traditional hypothesis yang menjelaskan bahwa adanya hubungan yang positif antara konsentrasi industri dengan
profitabilitas. Kedua, efficient structure hypothesis yang menyatakan bahwa konsentrasi industri tidak terjadi secara acak, melainkan lebih merupakan hasil dari efisiensi perusahaan. Ketiga, product differentiation yang menyebutkan bahwa besarnya pangsa pasar disebabkan oleh adanya diferensiasi produk.
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang ekonomi industri dengan menggunakan kerangka analisis SCP sudah umum digunakan. Menurut pendekatan SCP, struktur pasar akan menentukan perilaku perusahaan yang selanjutnya akan menentukan kinerja pasar baik industri ataupun perusahaan. Andiani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Susu Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) dan Metode Kuadrat Terkecil (OLS). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa industri susu memiliki struktur oligopoli ketat. Winsih (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) untuk menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri manufaktur dan pendekatan panel data untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri manufaktur Indonesia. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa industri manufaktur Indonesia mempunyai struktur pasar oligopoli yang tingkatannya bervariasi, dan hasil analisis panel data menunjukkan bahwa variabel
yang berpengaruh terbesar pada PCM adalah produktifitas dan efisiensi X, sedangkan variabel CR4, growth, ekspor, dan impor tidak signifikan pada peningkatan keuntungan. Sarifah (2007) melakukan penelitian pada Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan judul Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa struktur pasar pada industri AMDK sampai saat ini cenderung mengarah pada struktur oligopoli longgar. Perilaku industri AMDK pada strategi harga menciptakan second brand yaitu produk lapis kedua yang harganya lebih murah dibanding produk pertama. Kinerja industri AMDK dapat dilihat dari
nilai X-eff yang mencerminkan kemampuan industri untuk
meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk proses produksi dikelola dengan baik.
2.5. Kerangka Pemikiran Skripsi ini akan membahas tentang industri minuman ringan di Indonesia yang sedang berkembang saat ini. Pertumbuhan industri minuman ringan ini dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, faktor pola konsumsi dan permintaan minuman ringan dimana masyarakat modern yang cenderung menghargai waktu mulai mementingkan kepraktisan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman sehingga permintaan akan minuman ringan yang merupakan produk siap saji semakin meningkat.
Kedua, pertumbuhan jumlah penduduk. Setiap tahunnya jumlah penduduk akan terus bertambah sehingga kebutuhan masyarakat akan makanan dan minuman sebagai bahan konsumsi pokok dalam hidup pun turut bertambah dan pada akhirnya mendorong tumbuhnya produsen-produsen minuman baru untuk memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut. Ketiga, faktor globalisasi, pasar bebas, dan kemajuan teknologi yang menyangkut terciptanya kondisi persaingan tanpa adanya hambatan berarti dalam memasuki suatu industri serta pengembangan teknologi-teknologi baru yang dapat mempermudah proses produksi. Hal tersebut tentunya mendorong tumbuhnya perusahaan-perusahaan baru dalam industri minuman ringan. Perkembangan
industri
minuman
tersebut
selanjutnya
dianalisis
menggunakan teori SCP yang akan menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri minuman ringan di Indonesia. Struktur dapat dianalisis melalui pangsa pasar dan konsentrasi. Perilaku dianalisis secara deskriptif melalui strategi harga, produk, dan promosi. Sementara kinerja dianalisis melalui price cost margin (PCM), efisiensi internal, dan Growth. Struktur akan berdampak pada perilaku dan perilaku akan turut mempengaruhi kinerja. Oleh karena itulah kinerja akan dianalisis secara lebih mendalam dengan melihat hubungan dari struktur serta faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja. PCM yang mencerminkan keuntungan dari suatu industri dipilih sebagai variabel yang mewakili kinerja. Variabel konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dipilih untuk mewakili struktur, sementara faktor-faktor lainnya yang diduga dapat mempengaruhi adalah efisiensi internal
(X-eff), pertumbuhan output (Growth), dan jumlah perusahaan dalam industri minuman ringan di Indonesia (Usaha).
Pola Konsumsi Dan Pemintaan Minuman Ringan
Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Globalisasi, Pasar Bebas, dan Kemajuan Teknologi
Industri Minuman Ringan
Struktur: a.Pangsa Pasar b.Konsentrasi
Perilaku: a.Harga b.Produk c.Promosi
Kinerja: a.PCM b.Efisiensi c.Growth
PCM = f(CR4, X-eff, Growth, Usaha)
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran
2.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Struktur industri minuman ringan di Indonesia merupakan struktur pasar oligopoli. 2. Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) berpengaruh positif terhadap PCM 3. Efisiensi internal (X-eff) berpengaruh positif pada PCM 4. Pertumbuhan output (Growth) berpengaruh positif terhadap PCM 5. Jumlah perusahaan (Usaha) berpengaruh positif terhadap PCM
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS, ASRIM (Asosiasi Industri Minuman Ringan), Departemen Perindustrian (Depperin), Perpustakaan IPB, serta berbagai media masa dan media elektronik yang berkaitan. Data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2005.
3.2. Metode Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan memberikan gambaran dari hasil penelitian maupun secara kuantitatif dengan melihat pengaruh variabelvariabel yang saling berhubungan. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri minuman ringan di Indonesia. Sementara metode kuantitatif adalah dengan menggunakan pendekatan SCP, serta pendekatan Ordinary Least Lquare (OLS) untuk menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri minuman ringan.
3.3. Analisis Struktur Pasar Struktur industri yang digunakan untuk menganalisis seberapa jauh konsentrasi perusahaan terbesar dalam industri minuman ringan di Indonesia.
3.3.1. Pangsa Pasar Pangsa pasar perusahaan berkisar antara 0 sampai 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. msi =
x 100%
Dimana: msi
: pangsa
pasar perusahaan i (persen)
Si
: penjualan perusahaan i (juta rupiah)
Stot
: Penjualan
total seluruh perusahaan (juta rupiah)
3.3.2. Konsentrasi Pasar Rasio konsentrasi yang umum digunakan adalah CR4, yang menunjukkan pangsa pasar empat perusahaan terbesar dalam industri yang dirumuskan sebagai berikut : CR4 =
msi
Dimana : CR4
: rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (%)
msi
: pangsa pasar perusahaan i (persen) Berdasarkan analisis struktur dalam ekonomi industri, struktur industri
dikatakan berbentuk oligopoli bila empat perusahaan terbesar menguasai minimal 40 persen pangsa pasar penjualan dari industri yang bersangkutan (Kuncoro, 2002).
3.4. Analisis Perilaku Pasar Perilaku industri minuman ringan di Indonesia dianalisis secara mendalam dan obyektif dengan menggunakan analisis deskriptif yang berdasarkan observasi atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui survei dan penelitian kepustakaan. Observasi dilakukan dengan mengamati tiga komponen dalam perilaku industri minuman ringan di Indonesia, yaitu: 1. Persaingan harga jual antar perusahaan dalam industri minuman ringan. 2. Jenis produk yang ditawarkan. 3. Promosi penjualan barang.
3.5. Analisis Kinerja Pasar Analisis kinerja industri pada penelitian ini dilakukan menggunakan analisis price cost margin (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan output (Growth). PCM dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga di atas biaya produksi. PCM juga dapat diidentifikasikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Tingkat PCM yang tinggi pada umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi pasar yang tinggi.
PCM =
Nilai tambah-upah × 100% Nilai barang yang dihasilkan
Efisiensi internal menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin efisien suatu perusahaan maka semakin besar pula keuntungan yang dapat diperoleh. Untuk mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dan nilai input industri tersebut. X-eff =
Nilai tambah industri × 100% Nilai input Variabel pertumbuhan output (Growth) juga dapat mempengaruhi kinerja
industri karena dapat menunjukkan permintaan pasar. Growth dapat ditentukan dengan cara membagi selisih antara output pada tahun ke-i dan output tahun sebelumnya dengan output tahun sebelumnya.
Growth =
Nilai barang dihasilkan tahun t – nilai barang dihasilkan t-1
3.6. Hubungan Kinerja
Nilai barang dihasilkan tahun t-1
× 100%
Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi
Metode analisis regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menganalisis hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja. Metode ini digunakan karena dianggap lebih sederhana dibanding metode lainnya serta adanya kemudahan dalam penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi. PCM yang mencerminkan keuntungan dari suatu industri dipilih sebagai variabel yang mewakili kinerja dan dijadikan sebagai variabel tak bebas (dependen). Variabel independen yang digunakan dalam model terdiri dari tiga
variabel yaitu konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (Xeff), pertumbuhan output (Growth), dan jumlah perusahaan (Usaha). Berikut adalah model dalam penelitian ini: PCMt = β0 + β1CR4t + β2Growtht + β3X-efft + β4Usaha + Ut Dimana : t
: tahun ke-t
PCM
: proksi keuntungan perusahaan (%)
CR4
: rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (%)
Growth
: pertumbuhan output (%)
X-eff
: efisiensi internal (%)
Usaha
: jumlah perusahaan
U
: galat
β0
: intersep
β1, β2, β3,β4
: koefisien kemiringan
(β0 > 0) parsial ( β1, β2, β3, β4 > 0)
3.7. Uji Statistika dan Ekonometrika Setelah mendapatkan parameter estimasi kemudian dilakukan pengujianpengujian agar suatu model tersebut dapat dikatakan baik. Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel independen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dependennya melalui koefisien determinasi (R-Squared). Sementara pengujian
ekonometrika yang dilakukan antara lain uji autokorelasi, uji multikolinearitas, heteroskedastisitas serta uji normalitas
3.7.1. Uji R-Squared (R2) Uji koefisien determinasi (R-Squared) digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Menurut Gujarati (1995) nilai R2 mempunyai dua sifat sebagai berikut : 1. R2 merupakan besaran yang nilainya selalu positif 2. Besar nilai R2 adalah 0 ≤ R2 ≤ 1 Jika nilai R2 sebesar nol maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel dependen dengan variabel independen sedangkan jika nilai R2 sebesar satu maka terdapat kecocokan yang sempurna antar variabel dependen dengan variabel independen. Selain nilai R2 terdapat juga nilai adjustedR2. Nilai ini merupakan penalti atau hukuman terhadap setiap penambahan variabel yang tidak memberikan pengaruh. Nilai adj R2 bahkan dapat turun jika ditambahkan variabel independen yang tidak perlu. Untuk model yang memiliki kecocokan rendah, nilai adj R2 dapat memilki nilai yang negatif.
3.7.2. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui apakah model penduga sudah layak digunakan untuk menduga parameter yang ada dalam model. Selain itu, uji F juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = … = bi = 0 yang artinya tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya. H1 : minimal ada salah satu bi ≠ 0 yang artinya ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya. Kriteria uji: Probability F-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Probability F-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.
3.7.3. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel independen atau untuk menguji apakah regresi dari masing-masing variabel independen yang dipakai terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependennya. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = … = bi = 0 mempengaruhi variabel dependennya.
yang artinya variabel independen-i tidak
H1 : bi ≠ 0 atau bi < 0 atau bi > 0 yang artinya variabel independen-i mempengaruhi variabel dependennya. Kriteria uji : Probability t-Statistic < (α), maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen-i berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Probability t-Statistic > (α), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan.
3.7.4. Uji Normalitas Jika jumlah sampel data yang digunakan kurang dari 30, maka perlu dilakukan uji normalitas karena jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal. Uji ini disebut Jarque-Bera Test. Hipotesis H0 = error term terdistribusi normal H1 = error term tidak terdistribusi normal Kriteria : Jika nilai probabilitasnya > taraf nyata maka terima H0 dan kesimpulannya error term terdistribusi normal.
3.7.5. Uji Multikolinearitas Suatu model dapat dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas di dalamnya. Multikolinearitas adalah adanya korelasi yang kuat pada sesama variabel independennya. Uji multikolinearitas
dilakukan dengan menganalisis koefisien korelasi antar variabel independennya yang terdapat pada matriks korelasi. Jika ada nilai koefisien korelasi lebih besar │0.8│maka terdapat gejala multikolinearitas.
3.7.6. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Hipotesis : H0 : ρ = 0 H1 : ρ ≠ 0 Kriteria uji : Probability Obs*R-Squared < α, maka tolak H0 yang artinya terjadi autokorelasi (positif ataupun negatif) dalam model Probability Obs*R-Squared > α, maka terima H0 tidak ada autokorelasi
3.7.7. Uji Heteroskedastisitas Adanya gejala heteroskesastisitas menunjukkan bahwa model tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai model yang baik. Model yang baik harus memenuhi kriteria homoskedastisitas atau memenuhi ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedatisitas dapat ditunjukkan oleh probability Obs*RSquared pada uji White heteroskedastisitas.
Hipotesis : H0 : µ = 0 H1 : µ ≠ 0 Kriteria uji : Probability Obs*R-Squared < α, maka tolak H0 yang artinya terjadi heteroskedastisitas Probability Obs*R-Squared > α, maka terima H0 tidak ada heteroskedastisitas
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MINUMAN RINGAN
4.1. Definisi Minuman Ringan Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau bentuk cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik menggunakan bahan alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan sehingga dapat langsung dikonsumsi (Ditjen Bea Cukai, 2002). Bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya yang disebutkan dalam pengertian minuman ringan di atas dapat diperjelas sebagai berikut: a. Bahan makanan alami meliputi buah-buahan dan atau produk dari buah-buahan, daun-daunan dan atau produk dari daun, akar-akaran, batang atau kayu tumbuhan, rumput laut, susu dan atau produk dari susu. b. Bahan makanan sintetik meliputi sari kelapa, vitamin, stimulan. c. Tambahan lainnya meliputi: pemberi rasa, pemberi asam, pemberi aroma, pewarna dan pengawet, garam. Minuman ringan terdiri dari dua jenis yaitu minuman ringan berkarbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi dibuat dengan cara mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum, salah satu contohnya adalah Coca Cola. Sementara minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman ringan selain minuman ringan dengan karbonasi. Teh, air mineral dan sari buah merupakan beberapa contoh minuman ringan tanpa karbonasi.
Berikut ini disampaikan penjelasan-penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan minuman ringan. 1.
Air berkarbonasi merupakan kandungan terbesar di dalam carbonated soft drink. Air yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi, yaitu: jernih, tidak berbau, tidak berwarna, bebas dari organisme yang hidup dalam air, alkalinitasnya <50 ppm, total padatan terlarut <500 ppm, dan kandungan logam besi dan mangan <0,1 ppm. Sederet proses diperlukan untuk mendapatkan kualitas air yang diinginkan, antara lain: klorinasi, penambahan kapur, koagulasi, sedimentasi, filtrasi pasir, penyaringan dengan
karbon
aktif,
dan
demineralisasi
dengan
ion
exchanger.
Karbondioksida yang digunakan juga harus semurni mungkin dan tidak berbau. Air berkarbonasi dibuat dengan cara melewatkan es kering (dry ice) ke dalam air es. 2.
Bahan pemanis yang digunakan dalam minuman ringan terbagi dalam dua kategori: a. Natural (nutritive), antara lain gula pasir, gula cair, gula invert cair, sirup jagung,dengan kadar fruktosa tinggi, dan dekstrosa b. Sintetik (non nutritive), satu-satunya yang direkomendasikan oleh Food & Drugs Administration Standard (FDA) Amerika Serikat adalah sakarin.
3.
Pemberi asam (acidulants) ditambahkan dalam minuman dengan tujuan untuk memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula, berlaku sebagai pengawet, dan dapat mempercepat inversi gula dalam sirup/minuman. Acidulant yang digunakan dalam minuman harus dari jenis asam yang dapat
dimakan (edible or food grade) antara lain asam sitrat, asam phosphate, asam malat, asam tartarat, asam fumarat, asam adipat, dan lain-lain. 4.
Pemberi aroma disiapkan oleh industri yang berkaitan dengan industri minuman dengan formula khusus, kadang-kadang telah ditambah dengan asam dan pewarna, dalam bentuk: a. Ekstrak alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan alkoholik), misalnya: jahe, anggur, lemon-lime dan lain-lain b. Larutan alkoholik (melarutkan bahan dalam larutan air-alkohol), misalnya: strawberry, cherry, cream soda dan lain-lain. c. Emulsi (mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi, misalnya: vegetable gum), misalnya untuk citrus flavor, rootbeer dan kola. d. Fruit juices, misalnya: orange, grapefruit, lemon, lime dan grape. e. Caffeine, sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulan) f. Ekstrak biji kola. g. Sintetik flavor, misalnya: ethyl acetate or amyl butyrate yang memberikan aroma grape.
5.
Pewarna untuk meningkatkan daya tarik minuman: a. Natural, misalnya dari grape, strawberry, cherry dan lain-lain. b. Semi sintetik, misalnya: caramel color c. Sintetik, dari 8 jenis pewarna yang dapat dimakan (food grade), hanya 5 yang diperkenankan oleh FDA untuk digunakan sebagai pewarna dalam minuman ringan.
6.
Pengawet, misalnya asam sitrat untuk mencegah fermentasi dan sodium benzoate.
7.
Proses pembuatan Proses produksi dimulai dengan pembuatan sirup, yaitu mencampur gula dengan air dingin, kemudian dijernihkan dengan penambahan karbon aktif dan bahan penyaring yang dilanjutkan dengan penyaringan menggunakan alat berupa plat atau frame filter. Larutan sirup kemudian dapat disterilisasi dengan penyinaran ultra violet. Sirup, bahan tambahan, air, dan karbondioksida diaduk dengan temperatur dan tekanan diatur pada kondisi tertentu, kemudian produk akhir berupa minuman ringan dikemas dalam kemasan tertentu.
8.
Pengemasan, minuman berkarbonat umumnya dikemas dalam botol (gelas atau plastik) atau kaleng, sedangkan minuman tanpa karbonat dapat juga dikemas dalam kotak kardus dengan persyaratan umum sebagai berikut: a. Mempunyai
kekuatan
mekanis
sehingga
dapat
menjaga
mutu,
penampilan dan kandungan produk. b. Mempunyai penampilan yang menarik. c. Steril pada setiap pemakaian. d. Mudah dalam pengisian maupun penyegelan
4.2. Perkembangan Industri Minuman Ringan Industri minuman merupakan salah satu segmen industri pangan yang cepat melakukan inovasi dan perubahan dibandingkan segmen industri lainnya.
Industri minuman yang awalnya menghasilkan produk minuman penghilang rasa haus kemudian berkembang dan muncul dengan berbagai inovasi dan konsep baru tentang minuman. Konsep awal minuman dimodifikasi bukan hanya sebagai penghilang rasa haus namun juga menawarkan fitur fungsi lainnya seperti penambahan rasa dan warna, penambahan kandungan minuman seperti vitamin, mineral dan sejenisnya, minuman yang mengandung karbon, minuman sari buah, dan lain-lain. Perkembangan konsep tersebut berdampak pada berkembangnya minuman ringan yang memadukan fungsi dasar minuman sebagai penghilang rasa haus dengan penambahan fungsi-fungsi lain seperti yang dijelaskan pada paragraph sebelumnya. Industri minuman ringan juga menambahkan fungsi kepraktisan dalam berkonsumsi dengan cara mengemas berbagai produk minuman tersebut kedalam kemasan-kemasan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Euromonitor melaporkan bahwa dari 2003 sampai 2008, penjualan global industri minuman ringan meningkat mencapai 37 persen. Pada tahun 2006 penjualan minuman fungsional di AS mencapai angka US$21,3 miliar dan di pasar Eropa mencapai US$8 miliar. Sementara di Indonesia, The Nielsen Indonesia menyebutkan bahwa pertumbuhan minuman ringan di Indonesia sangat tinggi, yakni mencapai 33,8 persen. Survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga independen (LPEM Universitas Indonesia) dan sebuah perusahaan riset pemasaran DEKA menunjukkan bahwa :
Pada tahun 1999, 85 persen dari konsumen bulanan minuman ringan mempunyai pendapatan rumah tangga rata-rata di bawah Rp 1 juta per bulan, 46 persen diantara mereka berpenghasilan kurang dari Rp 500.000
72 persen konsumen mingguan mempunyai penghasilan rata-rata kurang dari Rp 1 juta perbulan lebih dari 40 persen diantara mereka adalah pelajar karyawan paruh waktu dan para pensiunan.
Diantara konsumen mingguan, minuman ringan dikonsumsi sama seringnya dengan minuman sirup dan makanan ringan, dan jauh lebih sering dikonsumsi dibandingkan dengan es krim. Survei tersebut menunjukkan bahwa konsumen utama dari minuman
ringan adalah golongan pendapatan rendah yang merupakan golongan mayoritas yang ada pada penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 200 juta jiwa. Dapat disimpulkan pula bahwa pangsa pasar industri minuman tergolong besar sehingga output dari industri tersebut termasuk tinggi. Perkembangan industri minuman ringan di Indonesia juga dapat dianalisis dengan pertumbuhan jumlah outputnya. Output industri minuman ringan dari tahun 1980 sampai 2005 cenderung mengalami peningkatan dari 23.799.584 ribu rupiah pada tahun 1980 menjadi 5.810.032.207 ribu rupiah pada tahun 2005 (Lampiran 1). Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa permintaan pasar akan minuman ringan terus meningkat setiap tahunnya. Tingginya nilai permintaan berujung pada bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi minuman ringan. Pada Lampiran 1 dapat dilihat
bahwa jumlah perusahaan juga cenderung mengalami peningkatan dari sebanyak 77 perusahaan pada tahun 1980 menjadi 263 perusahaan pada tahun 2005. Industri minuman ringan juga termasuk salah satu industri yang tidak terlalu terganggu oleh krisis multisektor yang terjadi pada tahun 1997/1998. Hal ini terbukti dengan tetap meningkatnya jumlah output serta jumlah perusahaan yang bergerak di indusri minuman ringan pada tahun 1999. Kondisi setelahnya juga tampak tidak terlalu terpengaruh mengingat nilai penurunan dan peningkatannya termasuk dalam batas normal. Beberapa tahun belakangan industri minuman ringan sedang mengalami pertumbuhan cukup signifikan yang ditandai dengan merebaknya berbagai jenis dan merek minuman ringan yang beredar di pasaran. Hal tersebut menjadi salah satu indikator bahwa konsumen menyukai produk-produk minuman ringan sehingga permintaannya meningkat dan merangsang munculnya pesaing-pesaing baru dengan strategi penjualan masing-masing.
4.3. Profil Beberapa Perusahaan dalam Industri Minuman Ringan Industri minuman ringan terdiri dari beberapa perusahaan yang memproduksi berbagai jenis dan merek minuman ringan. Dua diantara perusahaan produsen minuman ringan adalah PT Coca-Cola Bottling Indonesia yang menguasai pangsa pasar minuman ringan dengan spesifikasi minuman berkarbon dan PT Sinar Sosro yang menguasai pangsa pasar minuman ringan berjenis teh kemasan.
a. PT Coca-Cola Bottling Indonesia PT Coca-Cola Bottling Indonesia merupakan nama dagang yang terdiri dari perusahaan-perusahaan patungan (joint venture) antara perusahaanperusahaan lokal yang dimiliki oleh pengusaha-pengusaha independen Indonesia dan Coca-Cola Amatil Limited, yang merupakan salah satu produsen dan distributor terbesar produk-produk Coca-Cola di dunia. Coca-Cola Amatil pertama kali berinvestasi di Indonesia pada tahun 1992. Produksi pertama Coca-Cola di Indonesia dimulai pada tahun 1932 dengan jumlah produksi tahunan sekitar 10.000 krat dan mempekerjakan karyawan sebanyak 25 orang. Sejak saat itu hingga tahun 1980-an, berdiri 11 perusahaan
independen
di
seluruh
Indonesia
guna
memproduksi
dan
mendistribusikan produk-produk The Coca-Cola Company. Pada awal tahun 1990-an, beberapa diantara perusahaan-perusahaan tersebut mulai bergabung menjadi satu. Tepat pada tanggal 1 Januari 2000, sepuluh dari perusahaanperusahaan tersebut bergabung menjadi satu di bawah nama PT Coca-Cola Bottling Indonesia. Saat ini, jumlah karyawan yang dipekerjakan sekitar 10.000 orang dengan jumlah produksi yang mencapai angka jutaan krat dan didistribusikan melalui lebih dari 400.000 gerai eceran yang tersebar di seluruh Indonesia. Coca-Cola Bottling Indonesia memproduksi minuman ringan baik yang berkarbonasi maupun tanpa karbonasi. Produk minuman yang berkarbonasi adalah Coca-Cola, Fanta, Sprite, Diet Coke, Schweppes. Sementara produk minuman yang tanpa karbonasi adalah Frestea, Frestea Frutcy, Frestea Green.
Untuk kategori lainnya, PT Coca-Cola Bottling Indonesia mempunyai produk air mineral dengan merk Ades, A&W yang merupakan produk root beer, serta Powerade Isotonik dan ExtraJoss Strike sebagai produk minuman penambah energi.
b. PT Sinar Sosro PT Sinar Sosro berdiri pada tahun 1974 di kawasan Ujung Menteng dengan produk awal yang diproduksi adalah Teh Botol Sosro yang merupakan produk teh siap minum dalam kemasan botol yang pertama di Indonesia dan di dunia. Pada tahun 1975, produksi mulai menggunakan sistem semi otomatis yang kemudian terus berkembang hingga saat ini. PT Sinar Sosro dalam perkembangannya mulai mendirikan pabrik di berbagai kota penting di Indonesia dengan tujuan menghemat biaya distribusi dan meningkatkan efisiensi. Pada tahun 1978 didirikan pabrik di Gresik, tahun 1991 di Ungaran, tahun 1994 di Medan, Pandeglang tahun 1996, Gianyar tahun 2000, dan Cibitung tahun 2002. Output dari PT Sinar Sosro sebagian besar adalah produk minuman ringan tanpa karbonasi yang berbahan dasar dari teh, diantaranya adalah Teh Botol Sosro, Frut Tea, Joy Tea Green, dan S-Tee. Selain itu, Sosro juga memproduksi minuman teh berkarbonasi yang bermerek Tebs, minuman sari buah dengan nama Happy Jus dan Country Choice, serta air mineral dengan nama Prim-A.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Struktur Industri Minuman Ringan Minuman ringan sering diidentikkan dengan minuman bersoda atau berkarbonasi oleh konsumen. Berangkat dari hal tersebut, masyarakat tentunya mengenal PT Coca-Cola Bottling salah satu produsen minuman ringan. Dalam pengertian sesungguhnya, konteks minuman ringan tidak hanya mengacu pada minuman bersoda, melainkan berbagai jenis minuman ringan lainnya seperti minuman teh dan minuman sari buah. Definisi lengkap mengenai minuman ringan yang diteliti dalam skripsi ini telah dijelaskan pada bab gambaran umum sebelumnya. Selain PT Coca-Cola Bottling, PT Sinar Sosro dengan produk minuman teh kemasannya juga sangat dikenal konsumen minuman ringan. Kondisi tersebut memungkinkan untuk terjadinya praktek persaingan tidak sehat dalam industri minuman mengingat pangsa pasar kedua perusahaan sangat besar. Kondisi struktur persaingan pasar dalam industri minuman dapat dianalisis dengan menggunakan pangsa pasar masing-masing perusahaan dalam industri minuman, namun karena adanya keterbatasan data masing-masing perusahaan maka struktur pasar dalam penelitian ini dianalisis melalui konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dalam industri minuman. Data CR4 dalam industri minuman ringan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tren nilai CR4 dari industri minuman ringan dari tahun 1980 sampai 2005 cenderung mengalami penurunan seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.1.
Faktor penyebabnya adalah semakin bertambahnya perusahaan yang bermain dalam pasar industri minuman ringan (Lampiran 1), pesaing-pesaing baru yang potensial tentunya dapat mengambil pasar dari perusahaan-perusahaan besar yang
Persen
telah ada sebelumnya.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
CR4
Tahun Sumber: BPS, 1980-2005 (diolah) Gambar 5.1. Fluktuasi Nilai CR4 Pada tahun 1980 sampai tahun 1984, nilai CR4 mengalami peningkatan yang diduga terjadi karena pada awal periode 1980-an jumlah perusahaan dalam industri minuman ringan belum terlalu banyak, selain itu jenis minuman ringan yang diproduksipun relatif sedikit sehingga perusahaan-perusahaan terbesar pada saat itu menguasai pasar yang dengan konsentrasi yang tinggi. Pada periode ini struktur persaingan industri minuman ringan berada pada tingkatan oligopoli ketat.
Tahun 1984 sampai tahun 1988, nilai CR4 mengalami penurunan yang cukup tajam. Hal ini diduga karena meluasnya pasar industri minuman ringan sehingga bermunculan perusahaan-perusahaan baru dalam industri sehingga konsentrasi dari keempat perusahaan terbesar mengalami penurunan. Fluktuasi nilai CR4 dari tahun 1988 sampai tahun 2005 tidak terlalu tajam. Pada periode ini kondisi persaingan dalam industri industri mulai mengalami tren penurunan dimana industri minuman ringan mempunyai tingkat persaingan oligopoli sedang. Antara tahun 2000 sampai 2005 memang sempat terjadi peningkatan yang kemudian menurun kembali pada tahun 2005, namun peningkatannya masih berada pada kisaran oligopoli sedang. Konsentrasi empat perusahaan tertinggi dicapai pada tahun 1984 dengan nilai 73,12 persen. Sementara nilai konsentrasi terendah bernilai 30,21 persen pada tahun 2004. Nilai rata-rata CR4 adalah 44,08 persen juga mengindikasikan bahwa industri minuman di Indonesia memiliki struktur pasar oligopoli sedang dimana terdapat saling ketergantungan antar perusahaan. Setiap perusahaan tidak bisa menentukan kebijakan penjualan produk tanpa melihat kebijakan pesaingnya.
5.2. Analisis Perilaku Industri Minuman Ringan 5.2.1. Strategi Produk Jaya (2001) mengatakan bahwa strategi produk harus mengikuti perkembangan produk itu sendiri. Dikatakan pula bahwa suatu produk memiliki daur hidup tersendiri yang terdiri dari fase perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Produk yang baru dipasarkan pada awalnya akan memiliki tingkat
penjualan yang rendah karena konsumen belum mengenal produk tersebut sehingga perusahaan akan melakukan upaya-upaya untuk memasarkan produk, salah satunya adalah melakukan penelitian untuk pengembangan produk dan membangun jaringan distribusi yang baik. Seiring berjalannya waktu, produk akan mendekati kestabilan dan mengalami peningkatan penjualan dengan adanya strategi pemasaran dari perusahaan. Meningkatnya nilai penjualan akan mencapai suatu titik tertentu yang merupakan kondisi tertinggi penjualan. Tingginya nilai penjualan dapat mengindikasikan bahwa permintaan akan produk tersebut tinggi. Kondisi tersebut akan memancing timbulnya perusahaan-perusahaan lain yang memproduksi produk serupa sehingga jumlah pesaing akan bertambah. Jika perusahaan tidak dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, maka penjualan produk akan terus menurun dan mencapai titik akhir dari siklus produk. Masalah penurunan nilai penjualan produk harus segera diatasi karena jika dibiarkan maka keberlangsungan usaha perusahaan akan terancam dan dapat menyebabkan kebangkrutan. Beberapa cara yang dapat ditempuh perusahaan untuk meningkatkan kembali penjualannya adalah mengembangkan atau memperbaharui produk yang telah ada, menciptakan produk baru yang benarbenar berbeda dari produk sebelumnya, dan melakukan diferensiasi produk dengan tidak hanya memproduksi satu jenis produk saja tapi juga merambah produk lain yang potensial untuk diminati konsumen. Pertama, mengembangkan atau memperbaharui produk yang telah ada. Riset dan penelitian terhadap pasar dan produk sangat diperlukan karena perusahaan harus peka dalam melihat kebutuhan atau tuntutan konsumen lalu
mengimplementasikannya untuk pengembangan produk yang telah ada. Salah satu indikator yang dapat mewakili kebutuhan atau tuntutan konsumen adalah tren pasar,
misalnya
merebaknya
produk-produk
yang
bertema
kepraktisan
menggambarkan bahwa konsumen menginginkan produk yang praktis untuk dikonsumsi. Sebagai contoh nyata, PT Sinar Sosro mengeluarkan produk Teh Botol dalam kemasan pouch karena produk ini lebih praktis daripada Teh Botol kemasan botol kaca. Selain untuk membuat konsumen tidak merasa bosan, strategi pengemasan dalam pouch ini juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan kepraktisan produk mengingat saat ini kesibukan masyarakat dalam beraktifitas membuat berkurangnya waktu untuk berkonsumsi demi keefisienan waktu yang terpakai. Kedua, menciptakan produk baru yang berbeda dari produk yang telah diproduksi sebelumnya. Penciptaan produk baru ini harus berdasarkan pertimbangan dan perhitungan bahwa produk baru akan akan disukai konsumen, dengan kata lain produk ini potensial untuk dikonsumsi. Contoh aplikasinya dalam industri minuman ringan adalah PT Coca-Cola Bottling yang terkenal dengan produk berupa minuman berkarbon juga memproduksi minuman isotonik dengan merk Powerade Isotonik yang mengangkat isu kesehatan dalam pemasaran produk ini dimana produk diperkenalkan sebagai minuman penambah energi. Peluncuran produk ini dianggap akan menarik minat beli masyarakat mengingat kesehatan merupakan variabel yang penting dalam kelangsungan hidup seseorang.
Ketiga, melakukan diferensiasi produk dengan tidak hanya memproduksi satu jenis produk saja. Cara ini dilakukan agar saat konsumen merasa bosan atau tidak menyukai produk yang satu maka mereka dapat memilih untuk mengkonsumsi produk lainnya yang diproduksi oleh perusahaan yang sama. Penjualan yang rendah pada salah satu produk akan ditutupi oleh penjualan dari produk lainnya, dengan begitu perusahaan tetap bisa beroperasi dan bertahan dalam persaingan industri tersebut. Contoh, PT Sinar Sosro tidak hanya memproduksi minuman dengan tema teh, mereka juga memproduksi air mineral dalam kemasan dengan merk Prima, dan minuman sari buah atau jus dengan merk Happy Jus dan Country Choice. Minuman bertema teh pun terdiri dari berbagai jenis yaitu Teh Botol untuk rasa teh asli, Fruit Tea dengan teh rasa buah, dan Tebs untuk teh bersoda.
5.2.2. Strategi Harga Industri minuman ringan memiliki struktur persaingan usaha dalam bentuk oligopoli, berarti adanya saling ketergantungan dan saling mempengaruhi antara suatu perusahaan dengan pesaing-pesaing lainnya. Dalam persaingan oligopoli, keputusan seorang oligopolis akan dipengaruhi oleh harapan atau perkiraan oligopolis tersebut terhadap apa yang akan dilakukan oligopolis lain. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri minuman ringan akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya. Kolusi rawan terjadi pada kondisi oligopoli ketat. Jika kolusi terjadi, maka masyarakat akan dirugikan karena perusahaan-perusahaan dalam industri dapat
menetapkankan harga tinggi pada produknya yang dapat merugikan konsumen. Mengingat industri minuman ringan berada pada struktur persaingan oligopoli sedang bahkan cenderung bersifat longgar, maka perusahaan-perusahaan dalam industri minuman ringan kurang potensial untuk melakukan kolusi. Mereka tetap harus mempertimbangkan willingness to pay masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam mempengaruhi penetapan harga. Artinya perusahaan tidak bisa menentukan harga sesuai dengan keinginan mereka. Penetapan harga pada perusahaan dalam industri minuman dipengaruhi penetapan harga oleh pesaing, terbukti pada harga-harga minuman ringan yang tidak berbeda jauh antara yang satu dan lainnya selama produk tersebut masih sejenis. Sebagai contoh harga minuman sari buah atau jus kemasan tetra pack dengan isi 250 ml, Country Choice Rp 3000, ABC Sari Buah Rp 3300, Buavita Rp 3500 dimana ketiga merek tersebut merupakan output dari tiga perusahaan berbeda. Penentuan harga oleh produsen juga dapat dipertimbangkan dari perilaku konsumen. Beberapa konsumen mengasumsikan bahwa semakin mahal harga suatu produk maka kualitas produk tersebut semakin tinggi. Namun bukan berarti konsumen akan selalu memilih produk yang berharga mahal, sebagian akan memilih untuk mencari produk yang serupa namun dengan harga yang lebih murah. Peluang ini dimanfaatkan perusahaan untuk memproduksi second brand product yaitu produk yang serupa dengan produk utama namun lebih murah dari segi harganya. Contoh, PT Sinar Sosro memproduksi minuman teh rasa asli dalam kemasan botol dengan dua merk, produk utamanya adalah Teh Botol Sosro
sementara merk second brand product nya adalah S-Tee. Keduanya sama-sama mematok harga sebesar Rp 2.000,00 namun dengan jumlah isi yang berbeda, Teh Botol Sosro berisi 220 ml sedangkan S-Tee berisi 318 ml. Dengan harga yang sama, konsumen akan mendapatkan jumlah yang lebih banyak jika memilih STee, dengan kata lain S-Tee lebih murah dibanding Teh Botol Sosro. Second brand product merupakan srategi untuk meningkatkan jumlah penjualan dengan membidik pasar konsumen yang memiliki budget konsumsi relatif lebih rendah, namun tidak menutup kemungkinan konsumen dengan budget lebih tinggi pun akan memilih produk ini. Pemilihan untuk membidik konsumen dengan budget relatif lebih rendah bukan tanpa alasan, sebagian besar penduduk Indonesia adalah penduduk kalangan menengah ke bawah yang tentunya anggaran belanjanya lebih rendah dibandingkan dengan kalangan yang berpenghasilan tinggi.
5.2.3. Strategi Promosi Strategi promosi dilakukan untuk menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar dan bertujuan menarik minat konsumen akan produk tersebut. Strategi promosi yang dijalankan perusahaan minuman ringan dalam industrinya adalah melalui promosi dalam bentuk iklan, strategi penyampaian produk atau distribusi produk, diskon atau potongan harga, product display di tempat penjualan, serta kegiatan-kegiatan lainnya. Strategi yang paling banyak digunakan adalah iklan karena dianggap paling berperan dalam menunjang keberhasilan usaha meningkatkan jumlah
penjualan. Iklan dilakukan di berbagai media diantaranya televisi, radio, majalah, koran, katalog, poster, dan papan reklame. Iklan merupakan usaha peningkatan penjualan yang bersifat informasional dan persuasif yang berarti memberikan informasi tentang suatu produk serta mengarahkan preferensi konsumen untuk mengkonsumsi produk dari perusahaan yang beriklan. Usaha informasional dan persuasif dilakukan dengan cara menonjolkan keunggulan produk dan membuat tagline agar mudah diingat. Contoh nyata dalam periklanan minuman ringan yaitu iklan Coca-Cola yang menonjolkan kesegaran produk dan mempunyai tagline “Hidup ala Coca-Cola”. Teh Botol Sosro juga menonjolkan keunggulan produk yang sesuai untuk dikonsumsi kapan saja dan dapat dipadukan dengan berbagai jenis makanan sehingga mempunyai tagline “Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro”. Kemudahan memperoleh produk merupakan salah satu pertimbangan konsumen
dalam
berkonsumsi,
oleh
karenanya
perusahaan
harus
mempertimbangkan faktor ini. Keberhasilan iklan akan menjadi sia-sia jika ternyata konsumen tidak dapat memperoleh produk tersebut di pasar. Beberapa perusahaan minuman ringan menanggapi masalah distribusi ini dengan cara membentuk distributor resmi yang khusus mendistribusikan produk dari perusahaan tersebut di berbagai wilayah agar penyampaian produk dari produsen hingga ke tangan konsumen lebih mudah. Contoh perusahaan minuman ringan yang memiliki distributor khusus adalah PT Coca-Cola Bottling dan PT Sinar Sosro.
Diskon mempunyai daya tarik tersendiri dimata konsumen. Sebagian konsumen lebih tertarik pada produk yang lebih murah namun berkualitas tidak jauh berbeda dengan produk yang harganya lebih mahal. Diskon ada beberapa macam, diantaranya potongan harga langsung, penambahan isi dalam kemasan dengan harga tetap (ekstra isi), bonus produk (misal beli dua produk akan mendapatkan tambahan satu produk gratis), dan sebagainya. Perusahaan dalam industri minuman ringan biasanya menerapkan diskon produk dengan cara penambahan isi atau ekstra isi dan bonus produk dalam periode promosi tertentu. Contohnya Teh Botol Sosro kemasan pouch memberikan bonus penambahan 15 persen isi namun dengan harga yang tetap. Product display di tempat penjualan juga dapat mempengaruhi preferensi konsumen, cara penyajian di tempat penjualan harus dibuata semenarik mungkin agar menarik minat beli calon konsumen. Penyajian minuman ringan di beberapa tempat penjualan sudah dikemas dengan baik, misalnya untuk periode promosi tertentu di supermarket atau swalayan besar disediakan tester di gelas-gelas yang di tawarkan oleh sales promotion yang berada di sekitar counter atau rak penjualan produk, selain itu disediakan pula lemari pendingin khusus untuk produk dari satu produsen tertentu yang di desain untuk menonjolkan produk tersebut. Tempat penjualan yang lebih kecil seperti warung atau pedagang kaki lima juga difasilitasi dengan lemari atau box pendingin yang dikemas khusus untuk menyajikan produk seperti yang dilakukan oleh PT Sinar Sosro. Keempat strategi di atas hanya sebagian dari usaha-usaha yang dilakukan perusahaan untuk mempromosikan produk. Masih ada cara-cara lain yang dapat
ditempuh untuk mempromosikan produk kepada konsumen, misalnya dengan mensponsori acara bazar, konser musik, kegiatan amal, kegiatan olahraga, penyuluhan kesehatan, dan sebagainya.
5.3. Analisis Kinerja Industri Minuman Ringan Penelitian ini menggunakan variabel Price Cost Margin (PCM), pertumbuhan (Growth), dan efisiensi internal (X-eff) untuk menganalisis kinerja industri. PCM menggambarkan proksi keuntungan yang diterima oleh suatu industri, growth menggambarkan pertumbuhan industri dari tahun ke tahun, sedangkan
X-eff
menunjukkan
tingkat
efisiensi
suatu
industri
dalam
meminimalisasi biaya produksinya. Berikut adalah grafik fluktuasi nilai PCM, Growth, dan X-eff 140,00 120,00 100,00
60,00
PCM
40,00
Growth
20,00
X-eff
-40,00
2005
2000
1996
1992
1988
-20,00
1984
0,00 1980
Persen
80,00
Tahun
Sumber: BPS, 1980-2005 (diolah) Gambar 5.2. Fluktuasi PCM, Growth, dan X-eff
Fluktuasi nilai PCM dan X-eff memiliki tren yang cenderung meningkat. Fluktuasi PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam, peningkatan mulai terlihat dari tahun 1984 sampai tahun 2000 dan cederung stabil pada tahun berikutnya hingga tahun 2005. Nilai X-eff pada awal 80-an cenderung menurun dan mulai meningkat sekitar tahun 1988. Pada tahun 1999, nilai X-eff melonjak tajam hingga menyentuh angka 132,51 persen untuk kemudian menurun kembali di tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, fluktuasi nilai Growth sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu. Peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun. Nilai PCM tertinggi terjadi pada tahun 1999 sebesar 49,28 persen. Penyebab tingginya nilai PCM ini diduga karena meningkatnya jumlah perusahaan yang bermain di industri minuman ringan (Lampiran 3). Peningkatan jumlah perusahaan selanjutnya berdampak pada peningkatan jumlah output yang kemudian turut meningkatkan nilai tambah atau keuntungan. Nilai PCM terendah terjadi pada tahun 1981 sebesar 8,93 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengeluaran untuk tenaga kerja meningkat sementara keuntungan cenderung tetap. Nilai PCM rata-rata dari tahun 1980 sampai 2005 adalah 25,6 persen. Efisiensi internal industri minuman ringan juga tergolong tinggi yakni memiliki nilai rata-rata 67,74 persen berarti menggambarkan bahwa industri minuman ringan memiliki kinerja yang baik. Nilai X-eff tertinggi sebesar 132,51 persen pada tahun 1999 diduga disebabkan oleh terjadinya krisis 1997/1998 yang menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan nilai efisiensinya jika tidak ingin
terbuang dari industri. Nilai terendah sebesar 34,36 persen diperoleh pada tahun 1984. Fluktuasi nilai Growth cukup tajam dimana Growth terendah bernilai -13,16 persen dan nilai tertinggi sebesar 84,91 persen. Nilai pertumbuhan terendah pada tahun 1990 diduga karena diberlakukannya Undang-undang perindustrian tahun 1990 tentang pengesahan standar syarat mutu, cara uji bahan baku dan hasil industri, dan standar rekayasa serta penetapannya sebagai standar industri Indonesia. Pemberlakuan Undang-undang ini membuat perusahaanperusahaan yang tidak memiliki atau memenuhi standar baku yang ditentukan keluar dari industri, dilihat pada Lampiran 3 yang menunjukkan penurunan jumlah perusahaan yang cukup besar dalam industri minuman ringan dari 142 perusahaan pada tahun 1989 menjadi 119 perusahaan pada tahun 1990. Penurunan jumlah perusahaan tentunya akan berpengaruh pada turut menurunnya jumlah output yang dihasilkan industri minuman hingga pertumbuhannya bernilai negatif. Sementara itu pada tahun 1985 output industri minuman mengalami pertumbuhan tertinggi senilai 84,91 persen yang diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah perusahaan dari 84 perusahaan pada tahun 1984 menjadi 109 perusahaan pada tahu 1985. Peningkatan jumlah perusahaan pada industri minuman merupakan cerminan tingginya permintaan konsumen akan produk minuman ringan yang menyebabkan masuknya perusahaan-perusahaan baru demi memenuhi tingginya permintaan konsumen. Nilai PCM, Growth, dan X-eff yang digambarkan di atas menunujukkan bahwa rata-rata nilai ketiga variabel tersebut cukup tinggi. Selain itu, tren
fluktuasi nilai PCM dan X-eff cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari kedua faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja industri minuman ringan di Indonesia cukup baik.
5.4. Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja Hubungan struktur daan faktor-faktor lainnya dalam mempengaruhi kinerja pada penelitian ini dianalisis menggunakan suatu model yang kemudian diolah melalui software E-Views. Tabel 5.1. Hasil Regresi Model Variable C CR4 GROWTH X_EFF USAHA
Coefficient 18,44871 0,007416 -0,021781 0,320905 -0,087169
R-squared Adjusted R-squared Prob(F-statistic)
Prob. 0,0017 0,9151 0,4906 0,0000 0,0001 0,965018 0,958355 0,000000
Sumber : Lampiran 4
Model tersebut terdiri dari Price Cost Margin (PCM) sebagai variabel dependen yang mewakili kinerja serta konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), pertumbuhan output (Growth), efisiensi internal (X-eff), dan jumlah perusahaan (Usaha) sebagai variabel independen yang diduga mempengaruhi kinerja. Dari Tabel 5.1, keterkaitan antara PCM dengan variabel independennya dapat dirumuskan ke dalam persamaan regresi berikut: PCM = 18,44871 + 0,007416CR4 – 0,021781Growth + 0,320905X-eff - 0,087169Usaha
5.4.1. Uji R-Squared (R2) Nilai koefisien determinasi atau nilai R-Squared yang diperoleh adalah sebesar 0,965018 yang berarti 96,50 persen keragaman PCM sebagai variabel dependen pada industri minuman ringan dapat dijelaskan oleh variabel independen pada model yang terdiri dari CR4, Growth, dan X-eff. Sisa nilai koefisien determinan sebesar 3,50 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
5.4.2. Uji F Taraf nyata yang digunakan adalah 5 persen. Nilai probability F-statistic sebesar 0,000000 yang lebih kecil daripada taraf nyata 5 persen atau 0,05. Kesimpulannya adalah minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga model penduga tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi.
5.4.3. Uji t Hasil uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel independennya. Variabel CR4 dan Growth memiliki nilai probabilitas masingmasing 0,9151 dan 0,4906 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa CR4 dan Growth tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Sementara variabel X-eff dan Usaha memiliki nilai probabilitas masing-masing 0,0000 dan 0,0001 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 5
persen sehingga dapat disimpulkan bahwa X-eff dan Usaha berpengaruh nyata terhadap PCM.
5.4.4. Uji Normalitas Hasil uji normalitas dianalisis melalui nilai probabilitas yang diperoleh untuk menentukan bahwa error term pada model dapat terdistribusi normal. Nilai probabilitas pada uji normalitas sebesar 0,527740 lebih besar dari taraf nyata sebesar 5 persen, artinya error term pada model tersebut terdistribusi normal. 6
Series: Residuals Sample 1980 2005 Observations 26
5 4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3 2 1
Jarque-Bera Probability
0 -5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-1.73E-15 -0.034833 4.395044 -4.860509 2.700660 -0.203048 1.992499 1.278304 0.527740
5
Gambar 5.3. Grafik Hasil Uji Normalitas 5.4.5. Uji Multikolinearitas Gejala multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel
independennya.
Gejala
multikolinearitas
dianalisis
menggunakan matriks korelasi dengan memperhatikan nilai antar variabel
independennya. Jika nilai antar variabel independennya lebih besar dari │0,8│maka model yang dianalisis mengalami masalah multikolinearitas. Tabel 5.2. Matriks Korelasi antar Variabel Independen CR4 GROWTH X_EFF USAHA
CR4 1,000000 0,262665 -0,519695 0,670649
GROWTH 0,262665 1,000000 -0,279874 0,163865
X_EFF -0,519695 -0,279874 1,000000 -0,808228
USAHA 0,670649 0,163865 -0,808228 1,000000
Pengujian pada model untuk penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat nilai antar variabel independen yang lebih besar dari │0,8│ yaitu antara variabel efisiensi internal (X-eff) dan jumlah perusahaan (Usaha). Namun menurut Uji Klein hal tersebut dapat diabaikan selama nilai korelasi antar variabel bebasnya tidak melebihi nilai Adjusted R-squared. Besarnya nilai korelasi antara X-eff dengan Usaha adalah -0,808228 sedangkan nilai dari Adjusted R-squared yang diperoleh dalam analisis adalah 0,958355. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gejala multikolinearitas yang terjadi dapat diabaikan selama nilai korelasi antar variabel bebasnya (X-eff dan Usaha) tidak melebihi nilai Adjusted R-squared.
5.4.6. Uji Autokorelasi Tabel 5.3. Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1,192361 Probability Obs*R-squared 2,899396 Probability
0,325218 0,234641
Uji autokorelasi dilakukan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probability Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala autokorelasi pada model. Pada Tabel 5.3 Diketahui bahwa nilai probability
Obs*R-Squared adalah 0,234641. Nilai taraf nyata yang digunakan adalah 5 persen. Kesimpulan dari dua pernyataan tersebut adalah model yang dirumuskan tidak mengandung autokorelasi karena nilai probability Obs*R-Squarednya lebih besar dari taraf nyata.
5.4.7. Uji Heteroskedastisitas Pengujian
heteroskedatisitas
dilakukan
menggunakan
uji
White
Heteroskedasticity dengan ketentuan nilai probability Obs*R-Squarednya harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya variabel penggangu yang memiliki varians sama pada model. Dari hasil uji yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai probability Obs*R-Squared model lebih besar daripada taraf nyata 5 persen yaitu 0,247096. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Tabel 5.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 1,528512 Obs*R-squared 17,17261
Probability Probability
0,242539 0,247096
Serangkaian uji yang dilakukan terhadap model menunjukkan bahwa model ini layak digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, dimana dalam model tersebut kinerja diwakili oleh variabel PCM.
5.4.8. Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja Hasil regresi model menunjukkan bahwa sebanyak dua dari empat variabel independen yang dirumuskan berpengaruh nyata dan signifikan terhadap PCM.
Kedua variabel tersebut adalah variabel X-eff dan Usaha dengan nilai koefisien masing-masing sebesar 0,320905 dan -0,087169 (Tabel 5.1). Variabel X-eff berpengaruh positif terhadap PCM sebesar 0,320905 yang berarti peningkatan X-eff sebesar 1 persen akan turut meningkatkan PCM sebesar 0,320905 persen. Pola hubungan antara PCM dengan X-eff dalam penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian. X-eff atau efisiensi internal adalah kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu tambahan input menunujukkan bahwa semakin efisien suatu perusahaan. Keefisienan akan meningkatkan nilai proksi keuntungan atau nilai PCM karena nilai tambah perusahaan akan meningkat. Koefisien variabel Usaha bernilai negatif yang berarti peningkatan nilai Usaha sebesar 1 persen akan menurunkan PCM sebesar 0,087169 persen. Hubungan ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Ketidaksesuaian ini diduga terjadi karena semakin bertambahnya jumlah perusahaan maka biaya promosi yang dikeluarkan baik oleh perusahaan baru untuk penetrasi pasar maupun perusahaan lama untuk mempertahankan pangsa pasarnya akan meningkat. Hal ini akan mengurangi keuntungan secara agregat yang diterima perusahaan dalam industri minuman ringan. Pengeluaran biaya yang besar untuk promosi merupakan hal yang dapat diterima oleh perusahaan karena berdasarkan penjelasan mengenai strategi promosi pada perilaku pasar, promosi adalah strategi yang efektif untuk meningkatkan penjualan dan menambah pangsa pasar.
CR4 dan Growth tidak berpengaruh nyata pada PCM dalam model tersebut karena nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Tidak signifikannya Growth pada model diduga karena berdasarkan data yang diperoleh, fluktuasi nilai Growth cukup tajam sehingga tidak memiliki tren tertentu yang dapat menggambarkan kondisinya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada industri minuman ringan di Indonesia dari tahun 1980 sampai tahun 2005 maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Struktur pasar yang dimiliki oleh industri minuman ringan di Indonesia adalah struktur persaingan oligopoli sedang dengan nilai rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar adalah 44,08 persen. 2. Penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri minuman ringan akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya. Mengingat industri minuman ringan berada pada struktur persaingan oligopoli sedang bahkan cenderung bersifat longgar, maka perilaku konsumen masih diperhitungkan dalam menentukan harga. Hal ini terbukti dengan adanya produksi second brand product yaitu produk yang serupa dengan produk utama namun lebih murah dari segi harganya. 3. Kondisi PCM dan X-eff cenderung mengalami tren nilai yang meningkat. Nilai PCM tertinggi diperoleh pada pada tahun 1999 sebesar 49,28 persen. X-eff juga mengalami peningkatan nilai yang cukup tajam pada tahun tersebut dengan angka sebesar 132,51 persen. Sementara fluktuasi nilai Growth sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu. Peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun.
4. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sebanyak dua dari empat variabel independen yang dirumuskan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya yaitu PCM. Kedua variabel tersebut adalah X-eff dan Usaha dengan nilai koefisien masing-masing sebesar 0,320905 dan -0,087169. Sementara nilai CR4 dan Growth tidak berpengaruh signifikan terhadap PCM.
6.2. Saran 1. Industri minuman ringan harus dapat mempertahankan efisiensi internal (X-eff) yang telah dicapai dan diharapkan mampu meningkatkannya menjadi lebih baik lagi. 2. Bagi penelitian selanjutnya, agar menggunakan CR2 atau konsentrasi dua perusahaan terbesar sebagai variabel yang digunakan untuk menentukan konsentrasi industri minuman ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Alistair, A. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Andiani, I. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 1980-2004. Statistika Industri Besar dan Sedang. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. “Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah)” [BPS]. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=11 ¬ab=2 [27 April 2009] Buyung. 1 Mei 2009. “Dominasi Konsumsi, Sampai Kapan?”. Kompas: 36. David, F.R. 2006. Manajemen Strategis. Salemba Empat, Jakarta. Direktorat Janderal Bea Cukai. 2002. “Kajian Terhadap Minuman Ringan Sebagai Calon Barang Kena Cukai dalam Rangka Ekstensifikasi Objek Barang Kena Cukai” [Ditjen Bea Cukai]. http://www.beacukai.go.id/library/data/Softdrink.htm [18 Juni 2009] Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Greer, D.F. 1992. Industrial Organization and Public Policy. Third Edition. Macmillan Publishing Company. Singapore. Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Sumarno, S dan Zain, P (Penerjemah). Erlangga, Jakarta. Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi. LP3ES, Jakarta. Hidayat, T. 2006. “Debut Garudafood di Bisnis Minuman” [Swa Online]. http://www.swa.co.id/swamajalah/praktik/details.php?cid=1&id=4504.htm [29 Juni 2009]. Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta. Kotler, P. 1981. Manajemen Pemasaran. Erlangga, Jakarta.
Kuncoro, A. 2002. Strategi Pemasaran Produk Meubel Kayu di Perkampungan Industri Kecil Pulogadung Jakarta [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Lestari, E.D.S. 2006. Analisis Industri Farmasi di Indonesia : Pendekatan Organisasi Industri [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nachrowi, D.N. dan U. Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Pambudi, T.S. 2009. “Beraksi di Panggung Global” [Swa Online]. http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=8796 [19 Februari 2009]. Puspasari, C. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Mi Instan di Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sarifah. 2007. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Scherer, F.M. 1974. Economic of Scale as a Determinant. In H.J. Goldschmid, H.M. Man and F.W. Wetson (eds). Industrial Concentration : The New Learning. Boston: Little Brown. Shepherd, W.G. 1980. The Economics of Industrial Organization. Prentice-Hall, New Jersey. Soegijapranata. 2005. “Mendulang Emas di Industri Minuman” [Kronik Online]. http://www.unika.ac.id/kronik/2005/28012005.pdf [28 Januari 2009]. Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta. Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Output (dalam ribuan rupiah) dan Jumlah Perusahaan dalam Industri Minuman Ringan Indonesia Tahun 1980 – 2005 Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber: BPS
Jumlah Output 23.799.584 29.805.630 43.084.202 55.602.782 69.699.666 128.881.611 126.347.030 162.243.348 241.058.316 285.844.305 248.225.179 320.246.985 456.683.106 620.162.232 985.494.946 1.103.637.776 1.380.685.576 1.581.802.563 1.841.213.456 1.885.283.242 2.609.409.315 2.974.895.275 3.388.939.875 3.645.000.556 4.062.850.790 5.810.032.207
Jumlah Perusahaan 77 72 77 81 84 109 105 115 145 142 119 117 148 169 180 213 236 242 227 241 223 218 222 212 240 263
Lampiran 2. CR4 Industri Minuman Ringan Tahun 1980 – 2005 (persen) Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata Sumber: BPS
Nilai CR4 56,45 58,73 65,39 70,32 73,12 54,41 44,62 43,78 39,55 42,08 42,46 44,37 40,01 39,51 41,65 35,07 36,92 35,47 35,46 32,23 40,03 40,15 42,73 31,23 30,21 30,23 44,08
Lampiran 3. PCM, Growth, dan X-eff Industri Minuman Ringan di Indonesia Tahun 1980 - 2005 Tahun
Jumlah Perusahaan 77 72 77 81 84 109 105 115 145 142 119 117 148 169 180 213 236 242 227 241 223 218 222 212 240 263
1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata Sumber: BPS (diolah)
PCM 16,32 8,93 18,72 17,82 9,84 10,82 9,97 9,31 10,02 15,04 19,35 16,82 14,82 18,03 28,89 23,13 33,34 31,24 30,26 49,28 46,22 43,44 47,50 48,24 43,98 44,43 25,61
Growth Output 23,05 25,24 44,55 29,06 25,35 84,91 -1,97 28,41 48,58 18,58 -13,16 29,01 42,60 35,80 58,91 11,99 25,10 14,57 16,40 2,39 38,41 14,01 13,92 7,56 11,46 43,00 26,07
X-eff 65,21 43,19 57,02 55,24 34,36 36,95 45,03 38,35 35,95 42,44 49,06 57,70 51,45 55,56 69,18 55,49 75,63 71,05 54,66 132,51 107,90 92,98 112,55 120,57 100,05 101,13 67,74
Lampiran 4. Hasil Output Komputer Dependent Variable: PCM Method: Least Squares Date: 08/06/09 Time: 11:31 Sample: 1980 2005 Included observations: 26 Variable Coefficient C 18.44871 CR4 0.007416 GROWTH -0.021781 X_EFF 0.320905 USAHA -0.087169 R-squared 0.965018 Adjusted R-squared 0.958355 S.E. of regression 2.946661 Sum squared resid 182.3391 Log likelihood -62.21343 Durbin-Watson stat 1.482322
Std. Error t-Statistic 5.113584 3.607784 0.068731 0.107902 0.031045 -0.701600 0.036235 8.856330 0.018432 -4.729257 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0017 0.9151 0.4906 0.0000 0.0001 25.60631 14.43943 5.170264 5.412206 144.8290 0.000000
Lampiran 5. Produk Domestik Bruto (PDB) atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2004 sampai 2008 Lapangan Usaha Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan a.Industri pengolahan minyak dan gas b.Industri pengolahan non minyak dan gas Listrik, gas dan air minum Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Transportasi dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaaan Jasa-jasa Total
Sumber: BPS
2004
2005
PDB (Miliar Rupiah) 2006
2007
2008
247.163,6
253.881,7
262.402,8
271.401,2
284.337,8
160.100,5
165.222,6
171.422,1
172.300,0
469.952,4
491.561,4
514.100,3
538.084,6
557.765,6
51.583,9
48.658,8
47.851,2
47.823,0
47.663,9
418.368,5
442.902,6
466.249,1
490.261,6
510.101,7
10.897,6
11.584,1
12.251,0
13.517,1
14.993,7
96.334,4
103.598,4
112.233,6
121.901,0
130.815,7
271.142,2
293.654,0
312.518,7
338.807,2
363.314,0
96.896,7
109.261,5
124.808,9
142.327,2
166.076,8
151.123,3
161.252,2
170.074,3
183.659,3
198.799,6
152.906,1 1.656.516,8
160.799,3 1.750.815,2
170.705,4 1.847.126,7
181.972,1 1.963.091,8
168.031,7
193.700,5 2.082.103,7
Lampiran 6. Indikator Gaya Hidup Variabel
Tahun 2007
2005 2006 2008 Pengeluaran makanan 100.430 117.472 129.608 78.632 (juta dollar AS) Penggunaan internet 21.284 27.100 33.277 16.000 (ribu) Registrasi mobil 222 200 162 penumpang 364 baru (ribu) Belanja produk elektronik 19.528 20.064 21.785 18.885 (miliar rupiah) Makanan anjing dan kucing 99 106 114 92 (miliar rupiah) Minuman ringan 14.491 15.844 17.410 13.088 (juta liter) Minuman ringan 21.558 23.080 24.797 19.898 (Miliar rupiah) Rokok 49.210 50.686 51.700 47.091 (miliar rupiah) Kosmetik dan alat 12.104 12.690 13.301 kecantikan 11.541 (miliar rupiah) Devisa dari pariwisata 4.522 4.448 4.386 4.325 (miliar dollar AS) PDB berdasarkan paritas 705.162 767.988 838.479 909.061 daya beli (juta dollar AS) Pengeluaran konsumen 181.977 225.888 271.374 309.617 (juta dollar AS) Pendapatan kotor tahunan 227.076 285.721 347.355 388.701 (juta dollar AS) Pendapatan yang bisa 237.006 287.012 320.446 dibelanjakan (juta dollar 188.900 AS) Sumber : Euromonitor Internasional dalam Kompas edisi 1 Mei 2009
2009* 133.375 39.342 nn nn 123 19.289 26.665 53.251 13.924 nn 962.252 326.117 415.455 341.741