ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA
OLEH SARIFAH H01400104
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
SARIFAH. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia (dibimbing oleh ALLA ASMARA).
Air adalah sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua mahluk di dunia ini termasuk manusia. AMDK merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi masyarakat perkotaan seperti Jakarta dan masyarakat yang selalu mengalami kesulitan untuk mengkonsumsi air seperti daerah pinggir pantai, pegunungan atau bukit kapur. AMDK dipilih karena alasan keamanan dan kesehatan, kesenangan (gaya hidup), harganya terjangkau dan praktis dalam mengkonsumsi. Masalah yang dihadapi industri AMDK adalah semakin meningkatnya bahan baku plastik kemasan botol dan galon (Poly Ethylene Thereptalate/PET) dan plastik ukuran gelas (Poly Propylene/PP) sehingga dapat meningkatkan harga pokok produksi dan berpengaruh pada marjin keuntungan yang diperoleh industri. Semakin meningkatnya konsumsi AMDK merupakan peluang bagi pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam industri. Para pelaku usaha dalam industri AMDK tergabung dalam asosiasi yang disebut ASPADIN, dengan adanya asosiasi memungkinkan perilaku yang ”negatif” dari perusahaan yang tergabung didalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar, perilaku dan kinerja serta hubungan antara struktur dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. Industri AMDK merupakan sub sektor dari industri pengolahan. Industri AMDK termasuk golongan ISIC 31340 dan 15540 yang dianalisis dari tahun 1980 sampai tahun 2004. Metode yang digunakan adalah pendekatan Structure,Conduct and Performance (SCP) untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri AMDK sedangkan OLS untuk menganalisis hubungan antara struktur dan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja. Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder atau data yang telah diolah oleh lembagalembaga pemerintah maupun non-pemerintah dari tahun 1980 sampai 2004. Sumber data diperoleh dari BPS, ASPADIN dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk mengetahui struktur pasar pada industri AMDK dilakukan penghitungan dengan menggunakan rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar. Berdasarkan analisis, rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar pada industri AMDK dari tahun 1980 sampai tahun 2004 berfluktuasi setiap tahunnya dan struktur pasar yang terjadi sampai saat ini mengarah pada struktur pasar oligopoli longgar. Pangsa pasar terbesar tahun 2005 dikuasai oleh PT Tirta Investama dengan memproduksi AMDK merk Aqua dan VIT. Hambatan masuk pasar sangat rendah, hal ini dilihat dari semakin meningkatnya jumlah perusahaan setiap tahunnya.
Perilaku dari industri AMDK dapat dilihat dari strategi harga, stategi produk, strategi promosi dan strategi distribusi. Strategi harga dimana harga AMDK biasanya didiskusikan terlebih dahulu antara sesama anggota asosiasi dan produsen menciptakan second brand. Strategi promosi melalui media cetak maupun elektronik dan menjadi sponsor dalam suatu kegiatan (olahraga, musik, dan lainnya). Strategi produk melalui pengembangan mutu (kehigienisan), kemasan (bentuk, bahan, warna dan label kemasan). Strategi distribusi dengan cara multi distributor. Kinerja industri AMDK dapat dilihat dari PCM dan X-eff. Pada tahun 1997-1998 PCM sangat menurun sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi. PCM terendah diperoleh tahun 1984 sebesar 17,8 persen. PCM terbesar diperoleh tahun 1999 sebesar 49,2 persen seiring dengan meningkatnya konsumsi AMDK yang juga meningkatkan produksi yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan. Nilai X-eff industri AMDK terendah diperoleh pada tahun 1984 sebesar 34,3 persen sedangkan nilai X-eff industri AMDK tertinggi diperoleh pada tahun 1999 sebesar 132,5 persen. Nilai X-eff yang tinggi mencerminkan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk proses produksi, artinya perusahaan dikelola dengan baik. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, variabel yang berpengaruh adalah variabel X-eff, dan variabel CR4 sedangkan Growth tidak berpengaruh. Nilai R-Squared (R2) atau koefisien determinasi sebesar 0,95yang menunjukkan bahwa 95 persen keragaman PCM pada industri AMDK dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya sedangkan sisanya 5 persen dijelaskan variabel lain diluar model. Variabel CR4 berpengaruh nyata, namun didapat nilai yang negatif yaitu sebesar -0,09. Artinya jika konsentrasi empat perusahaan terbesar naik 1 persen, ceteris paribus maka keuntungan akan berkurang sebesar 0,09 persen. Hal ini disebabkan semakin banyak perusahaan yang masuk maka keuntungan yang diperoleh berkurang karena semakin banyak yang menikmati keuntungan tersebut namun perusahaan yang masuk adalah perusahaan kecil sehingga produk yang dihasilkan masih jauh lebih rendah daripada 3 perusahaan besar. Koefisien X-eff sebesar 0,33 dan berpengaruh nyata, yang berarti bahwa jika tingkat efisiensi perusahaan dalam industri AMDK meningkat 1 persen, ceteris paribus maka keuntungan meningkat sebesar 0,33 persen. Saran bagi produsen dalam industri AMDK harus dapat mempertahankan efisiensi internalnya karena dengan semakin efisien maka keuntungan akan semakin besar dan itu artinya perusahaan dikelola dengan baik, dan dengan terbentuknya struktur pasar oligopoli merupakan bentuk persaingan yang tidak sempurna sehingga memerlukan pengawasan yang ketat dari pemerintah untuk menghindari perilaku yang tidak sehat seperti kolusi dalam menetapkan harga sehingga dapat merugikan konsumen melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA
Oleh SARIFAH H01400104
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama mahasiswa
: Sarifah
NRP
: H01400104
Program studi
: Ilmu ekonomi
Judul Penelitian
: Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Alla Asmara, S.Pt, M.Si NIP. 132 159 707
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2007
Sarifah H01400104
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sarifah yang lahir pada tanggal 22 Maret 1983 di kota Bogor, Jawa barat. Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan (alm) Mad Soleh dan ibu Iyom. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Margajaya pada tahun 1994 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke SLTP Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) dipilih dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga dapat menjadi sumberdaya yang berguna bagi kota Bogor. Penulis masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
KATA PENGANTAR
Segala puji saya ucapkan kepada Allah SWT, atas izinNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah ”Analisis Struktur,
Perilaku dan Kinerja Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada: 1.
Alla Asmara, S.Pt, M.Si yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Widyastutik, M.Si yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, M.Si, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penulisan skripsi ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
4.
Dosen-dosen penulis yang selama ini telah memberikan ilmunya kepada penulis dengan ikhlas.
5. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi angkatan ’37, ’38 dan angkatan ’40. 6. Para peserta seminar hasil penelitian ini, atas saran dan kritikannya. 7. Penulis juga berterima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 8. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua penulis, yaitu ibu Iyom dan (alm) Mad Soleh, saudara-saudara penulis dan terutama kepada keponakan penulis yang menjadi penyemangat untuk terus melanjutkan
penelitian ini. Kesabaran, do’a dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2007
Sarifah H01400104
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR .........................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah ..............................................................................5 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................7 1.4. Kegunaan Penelitian .............................................................................8 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi AMDK .....................................................................................9 2.2. Konsep Dasar Ekonomi Industri ..........................................................11 2.3. Pendekatan Structure-Conduct and Performance ..............................12 2.3.1. Struktur Pasar ..........................................................................13 2.3.2. Perilaku Pasar ..........................................................................17 2.3.3. Kinerja Pasar ...........................................................................18 2.4. Penelitian Terdahulu ..........................................................................20 2.5. Kerangka Pemikiran ..........................................................................23 2.6. Hipotesis Penelitian ...........................................................................25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................26 3.2. Metode Analisis Data .........................................................................26 3.2.1. Analisis Struktur Pasar............................................................27 3.2.2. Analisis Perilaku Pasar ...........................................................28 3.2.3. Analisis Kinerja Pasar .............................................................29 3.2.4. Hubungan Struktur dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja....................................................................................31 3.3. Uji Statistika dan Ekonometrika ........................................................32 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Industri Air Minum Dalam Kemasan di Indonesia ...37
4.2. Konsumsi dan Produksi AMDK di Indonesia...................................41 4.3. Regulasi Industri AMDK di Indonesia .............................................43 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Struktur Pasar ......................................................................45 5.2.
Analisis Perilaku Industri AMDK.....................................................48
5.3. Analisis Kinerja Industri AMDK di Indonesia ..................................54 5.4. Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pasar .....................................................................................56 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan .......................................................................................62 6.2. Saran .................................................................................................63 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................65 DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................68
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia.......................................................2 1.2. Klasifikasi Industri Pengolahan Menurut ISIC Golongan Pokok 2 Digit .........................................................................................................3 2.1. Persyaratan Mutu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ........................10 2.2. Tipe-tipe Pasar berdasarkan Kondisi Utamanya .......................................15 2.3. Tipe Pasar Berdasarkan Ciri-ciri Yang Dimilikinya .................................20 4.1. Konsumsi AMDK dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Indonesia .........42 4.2. Perkembangan Produksi AMDK di Indonesia ..........................................43 5.1. Pangsa Pasar Berdasarkan Market Volume dan Market Value .................45 5.2. Beberapa Produsen AMDK dan Pangsa Pasarnya Tahun 2001 dan 2002 ................................................................................46 5.3. Tingkat Konsentrasi Industri AMDK di Indonesia Tahun 1980-2004 .....47 5.4. PCM, Growth dan X-eff Industri AMDK di Indonesia ...........................55 5.5. Hasil Output Komputer .............................................................................57 5.6. Matrik Korelasi .........................................................................................59 5.7. Uji Autokorelasi ........................................................................................60 5.8. Uji Heteroskedastisitas ..............................................................................60
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja ........................................................13 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran ......................................................................24 5.1. Fluktuasi Rasio Konsentrasi......................................................................48 5.2. Jalur Distribusi Full Integration ................................................................53 5.3. Jalur Distribusi Taper Integration .............................................................54 5.4. Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff ............................................................56 5.5. Uji Normalitas ...........................................................................................59
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Produsen AMDK Yang Tergabung Dalam Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) .................................68 2. Data PCM Industri AMDK di Indonesia ....................................................72 3. Data X-eff Industri AMDK di Indonesia ....................................................73 4. Data Growth (pertumbuhan output) Industri AMDK di Indonesia.............74 5. Hasil Output Komputer ...............................................................................75 6. Uji Autokorelasi ..........................................................................................75 7. Uji Heteroskedastisitas ................................................................................75 8. Uji Multikolinieritas ....................................................................................75
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Peranan sektor industri pengolahan dan jasa yang semakin besar dalam menopang suatu sistem perekonomian menandai struktur perekonomian yang sudah maju. Sektor industri pengolahan dan jasa yang mencakup industri pengolahan, restoran dan hotel, lembaga keuangan dan jasa berangsur-angsur menggantikan peranan sektor tradisional (pertanian) dalam menyerap tenaga kerja dan sumber pendapatan negara. Pembangunan industri pengolahan di Indonesia diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi yang mendasar, khususnya dalam memperluas kesempatan berusaha, memenuhi kebutuhan dasar rakyat, meratakan pendapatan
masyarakat
serta
mempercepat
pengentasan
kemiskinan.
Pembangunan industri pengolahan sejak pemerintahan Orde Baru sampai saat pemerintahan Indonesia Bersatu telah membawa perubahan yang fundamental dalam struktur perekonomian nasional sekaligus memberikan sumbangan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1997, sumbangan industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah yang paling besar, yaitu sebesar 107,6 miliar dan pada tahun 1998 mengalami penurunan yaitu menjadi sebesar 95,3 miliar (BPS, 2000). Pada tahun 2000 sumbangan industri pengolahan terhadap PDB sebesar 385,5 miliar dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 765,9 miliar rupiah (Tabel 1.1).
2
Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto (PDB) atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2000 sampai 2005 Lapangan Usaha Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Gas dan air minum Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Transportasi dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
2000
2001
PDB (Miliar Rp) 2002 2003
2004
2005
216.831,4
225.685,7
232.973,5
240.387,3
247.163,6
253.726,0
167.692,2
168.244,3
169.932,0
167.603,8
160.100,5
165.085,4
385.597,9
398.323,8
419.388,1
441.754,9
469.952,4
491.421,8
8.393,7 76.573,4
9.058,3 80.080,4
9.868,2 84.469,8
10.349,2 89.621,8
10.897,6 96.334,4
11.584,1 103.483,7
224.452,0
234.273,1
243.409,3
256.516,6
271.142,2
293.877,2
65.012,1
70.276,1
76.173,1
85.458,4
96.896,7
109.467,1
115.463,1
123.085,5
130.928,1
140.374,4
151.123,3
161.384,3
129.754,5 1.389.770,3
133.957,4 1.442.984,6
138.982,3 1.506.124,4
145.104,9 1.557.171,3
152.906,1 1.556.516,8
160.626,5 1.750.656,1
Sumber: BPS, 2006
Perkembangan industri pengolahan yang telah dicapai sampai saat ini, sebagian besar output yang dihasilkan berasal dari berbagai jenis industri yang terbagi atas beberapa kelompok (Tabel 1.2). Pada subsektor industri pengolahan, industri yang menyumbang paling besar terhadap PDB adalah industri makanan dan minuman. Industri tersebut menyumbang lebih dari separuh jumlah PDB yang disumbangkan oleh subsektor industri pengolahan nonmigas setiap tahunnya. Pada tahun 1997, Industri makanan dan minuman menyumbang sebesar 48,9 miliar rupiah dan untuk tahun 2002 sebesar 55,7 miliar rupiah (BPS 2002). Industri minuman terdiri dari beberapa sektor seperti industri minuman keras, industri anggur, dan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Penelitian ini akan membahas subsektor industri minuman yaitu industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
3
Tabel 1.2. Klasifikasi Industri Pengolahan Menurut ISIC Golongan Pokok 2 Digit Kode ISIC Industri 15 Makanan dan minuman 16 Tembakau 17 Tekstil 18 Pakaian jadi 19 Kulit dan barang dari kulit 20 Kayu, barang dari kayu (tidak termasuk furnitur) dan barangbarang anyaman 21 Kertas dan barang dari kertas 22 Penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman 23 Batu bara, pengilangan minyak bumi, pengolahan gas bumi dan bahan bakar nuklir 24 Kimia dan barang-barang dari kimia 25 Karet dan barang dari karet 26 Barang galian bukan logam 27 Logam dasar 28 Barang-barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya 29 Mesin dan perlengkapannya 30 Mesin dan peralatan kantor, akuntansi dan pengolahan data 31 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 32 Radio, televisi dan peralatan komunikasi dan perlengkapannya 33 Peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, jam dan lonceng 34 Kendaraan bermotor 35 Alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih 36 Furnitur dan industri pengolahan lainnya 37 Daur ulang Sumber: BPS, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLU) Industri besar dan sedang (2000)
Air adalah sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua mahluk di dunia ini termasuk manusia. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini, maka seluruh metabolisme dalam tubuh manusia bisa berlangsung dengan lancar. Sebaliknya, jika kekurangan air, maka proses metabolisme terganggu sehingga bisa menimbulkan dehidrasi yang pada tahapan lebih lanjut bisa mengakibatkan kematian.
4
Komposisi tubuh manusia sebagian besar adalah air (cairan), yaitu sekitar 60 hingga 70 persen. Air adalah esensial dan tidak bisa disintesakan sehingga harus diperoleh dari luar tubuh. Menurut pakar kesehatan, jumlah air yang ideal untuk dikonsumsi adalah 2 liter per hari yang berasal dari air minum dan bahan makanan yang dikonsumsi. Syarat mutlak yang harus dipenuhi air sebagai air siap minum adalah 100 persen bebas dari mikroorganisme (kuman, parasit dan virus), bebas zat kimia (baik terkontaminasi langsung maupun kontaminasi hasil buangan limbah berbagai industri), bebas khlorin, tidak berasa dan tidak berbau. Dalam pemenuhan kebutuhan akan air, masyarakat pada umumnya mendapatkan air dari dua sumber, yaitu dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan air sumur. Pada saat ini masyarakat beranggapan bahwa air yang berasal dari PDAM dan sumur tidak dapat diandalkan lagi, terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan dan daerah pinggir pantai seperti Jakarta. Air yang berasal dari dua sumber tersebut terkadang berwarna keruh, kuning bahkan berbau tidak sedap. Perusakan lingkungan ditengarai turut andil dalam keterbatasan air bersih. Adanya pembangunan perumahan dan perkantoran serta penebangan hutan menyebabkan terbatasnya daerah resapan air sehingga air hujan sulit masuk ke dalam tanah. Pertumbuhan industri juga mengakibatkan tercemarnya air khususnya air tanah. Limbah industri yang dibuang ke sungai mempengaruhi kandungan yang terkandung dalam air tanah di sekitar kawasan industri tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi masalah perolehan air bersih, aman, sehat dan terjamin kebersihannya tersebut, terutama di kota-kota besar adalah melalui
5
produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang dibuat produsen minuman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air minum sehat. Selain alasan kesehatan dan keamanan, konsumen memilih AMDK karena faktor kesenangan atau gaya hidup juga karena harganya terjangkau dan praktis dalam mengkonsumsi. Saat ini AMDK dengan mudah dapat ditemui dimana saja, mulai dari pasar swalayan sampai warung-warung kecil di pinggir jalan, bahkan tidak sedikit pedagang asongan yang menjual AMDK. Kebutuhan konsumsi akan AMDK saat ini semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah, yaitu sekitar 219 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,7 persen per tahun. Namun pertambahan penduduk apabila tidak disertai dengan bertambahnya pasokan air minum dapat menyebabkan kelangkaan (Nurmalina, 2003).
1.2. Perumusan Masalah Pertumbuhan industri AMDK di dalam negeri sangat besar. Sejak Aqua muncul dan meramaikan pasar AMDK di Indonesia, disadari bahwa komoditi ini sudah menjadi barang konsumsi dengan nilai jual cukup tinggi. Konsumsi per kapita per tahun penduduk Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain tetapi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut data yang diperoleh dari Capricorn Indonesian Consult (CIC, 2006), tingkat konsumsi AMDK penduduk Indonesia sebesar 47,51 liter per kapita per tahun. Hal ini lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti AS, tingkat konsumsinya sebesar 80 liter, Perancis 130 liter, dan Italia sebesar 170 liter, sedangkan di negara Asia seperti Uni Emirat Arab tingkat konsumsi AMDK per
6
kapitanya dapat mencapai 113 liter, sementara Thailand tingkat konsumsinya dapat mencapai 75 liter. Peningkatan konsumsi AMDK per kapita per tahun penduduk Indonesia membuka peluang-peluang baru bagi pelaku usaha dalam industri AMDK. Para pelaku usaha dalam industri AMDK tergabung dalam asosiasi yang disebut ASPADIN (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan), dimana dengan adanya asosiasi memungkinkan perilaku yang ”negatif’ dari perusahaan yang tergabung didalamnya. Masalah yang dihadapi industri AMDK adalah semakin meningkatnya harga bahan baku plastik kemasan botol dan galon (Poly Ethylene Thereptalate/ PET) dan plastik ukuran gelas (Poly Propylene/PP) yang diakibatkan oleh naiknya harga minyak bumi dipasaran internasional. Harga PET naik dari US$ 1,540 per metrik ton menjadi US$ 1,700 per metrik ton dan harga PP juga naik dari Rp 25 per buah menjadi Rp 195 per buah. Meningkatnya harga bahan baku plastik mengakibatkan naiknya harga pokok produksi dan secara langsung dapat mempengaruhi marjin keuntungan yang diperoleh industri (Sinar Harapan, 2003). Masalah lain yang juga dihadapi adalah teknologi yang digunakan dalam proses AMDK tidaklah sulit dan modal yang dibutuhkan untuk memulai industri ini relatif kecil, sehingga persaingan dalam industri ini cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang masuk dan merk yang muncul dengan kemasan yang beragam. Selain itu semakin meningkatnya jumlah AMDIU (Air Minum Depot Isi Ulang) yang memasarkan produknya dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga AMDK. Hal ini terjadi karena pengusaha depot rata-rata tidak menyediakan galon sehingga mereka bisa menghapus ongkos
7
produksi yang seharusnya mencakup 75 persen sampai 85 persen dari seluruh biaya produksi. Kondisi ini merugikan perusahaan AMDK, karena perusahaan AMDK sudah menginvestasikan dananya ke galon tersebut. Kemajuan sebuah industri dapat dilihat dari kinerja industri itu sendiri. Kinerja sebuah sektor dapat dipengaruhi dari tingkat keuntungan (Price Cost Margin) perusahaan dalam menghasilkan suatu komoditi. Sementara tingkat keuntungan dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah tingkat produksi yang dipengaruhi secara nyata oleh tingkat harga domestik dan upah rata-rata. Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan dan pembatasan masalah yang dapat dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana struktur pasar industri AMDK di Indonesia ? 2. Bagaimana perilaku perusahaan yang ada dalam industri AMDK di Indonesia ? 3. Bagaimana kinerja dari industri AMDK di Indonesia ? 4. Bagaimana hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis struktur pasar yang terjadi di Industri AMDK. 2. Menganalisis perilaku perusahaan yang berada dalam industri AMDK. 3. Mengukur kinerja industri AMDK di Indonesia.
8
4. Menganalisis hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri AMDK di Indonesia.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi para pembuat kebijakan (policy maker) dan para pembuat kebijakan pembangunan ekonomi nasional khususnya kebijakan mengenai pengembangan industri AMDK dan dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan atau literatur mengenai analisis SCP dalam menganalisis industri AMDK di Indonesia. Di samping itu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pustaka yang berkaitan dengan kajian analisis SCP dalam analisis pada ekonomi industri.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian hanya mencakup industri AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) yang merupakan sub sektor dari industri pengolahan. Industri AMDK termasuk golongan ISIC 31340 dan 15540 yang dianalisis dari tahun 1980 sampai tahun 2004.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Definisi AMDK Air minum adalah semua air, baik yang masih bersifat alami maupun yang telah mengalami proses tertentu, misalnya desalinasi pada air laut dan memenuhi standar air minum yang telah ditetapkan. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (DSN), Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) adalah air yang telah diolah, dikemas dan aman diminum. Beberapa persyaratan mutu yang harus dimiliki dalam proses produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dua standar nasional yang mengatur kualitas air minum, yaitu SNI 01 3553 – 1996 (Standar Nasional Indonesia) dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 907/Menkes/SK/VII/2002, air minum harus memenuhi persyaratan tingkat kontaminasi nol untuk keberadaan bakteri coliform. Menurut PERMENKES No. 907/Menkes/SK/VII/2002, kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan adalah : a. Syarat fisik yaitu jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan temperatur tidak melebihi suhu udara. b. Syarat kimia yaitu tidak mengandung bahan kimia yang beracun dan zat yang menimbulkan gangguan kesehatan. c. Syarat bakteriologi yaitu tidak mengandung kuman parasit, kuman patogen, bakteri E coli.
10
Tabel 2.1. Persyaratan Mutu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) No 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
18. 19.
Kriteria Uji Keadaan • Bau • Rasa • Warna pH Kekeruhan Kesadahan, sebagai CaCO3 Zat yang terlarut Zat Organik (Angka KmnO4) Nitrat dihitung sebagai (NO3) Nitrit dihitung sebagai (NO2) Amonium (NH4) Sulfat (SO4) Klorida (Cl) Fluorida (F) Sianida (CN) Besi (Fe) Mangan (Mn) Klor bebas Cemaran Logam • Timbal (pb) • Tembaga (Cu) • Kadmium (Cd) • Raksa (Hg) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba : • Angka lempeng total awal • Angka lempeng total akhir • Bakteri bentuk coli • •
C. perfringens Salmonela
Satuan Unit PtCo -
Persyaratan
NTU Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l
Tidak berbau Normal Maks. 5 6,5 - 8,5 Maks. 5 Maks. 150 Maks. 500 Maks. 1,0 Maks. 45 Maks. 0,005 Maks. 0,15 Maks. 200 Maks. 250 Maks. 1 Maks. 0,05 Maks. 0,3 Maks. 0,05 Maks. 0,1
Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l
Maks. 0,005 Maks. 0,5 Maks. 0,005 Maks. 0,001 Maks. 0,05
Koloni/ml Koloni/ml APM/100ml Koloni/ml -
Maks. 1.0 × 102 Maks. 1,0 × 105 <2 nol negative/100ml negative/100ml
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (DSN), 1996
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting kualitas air minum. Meskipun jenis bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tertentu secara langsung, tetapi keberadaannya dalam air minum menunjukkan tingkat sanitasi yang rendah. Oleh karena itu, dipersyaratkan bahwa Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) harus bebas dari bakteri semua jenis coliform. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform maka akan semakin tinggi pula resiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan.
11
2.2. Konsep Dasar Ekonomi Industri Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja pasar (Jaya, 2001). Dalam bukunya, Dumairy (1996) menjelaskan bahwa industri memiliki dua arti. Pertama, industri dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan sejenis. Kedua, industri dapat juga diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Menurut Dumairy (1996), sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor lain dalam suatu perekonomian menuju kemajuan. Produk industri selalu memiliki terms of trade yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lainnya. Hal ini disebabkan karena sektor ini memberikan manfaat marjinal kepada pemakainya. Motivasi utama suatu perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan Jaya (2001) mendefinisikan pasar sebagai tempat dimana kelompok pembeli dan penjual saling berkomunikasi dan bertransaksi atas suatu barang yang dapat disubstitusikan.
12
2.3. Pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP) Kerangka analisis SCP merupakan alat analisis ekonomi industri yang dikembangkan oleh para ahli ekonomi modern yang mulai berkembang sejak tahun 1930. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Edward S. Manson seorang dosen di University of Harvard pada tahun 1930-an. Pendekatan ini lalu dikembangkan lagi oleh Bain, Clark dan Caves (Scherer dalam Putri 2004). Struktur, perilaku dan kinerja atau biasa disebut SCP (Structure-ConductPerformance) merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di pasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan. Namun sebenarnya perilaku dan kinerja pun dapat memberikan reaksi balik pada struktur pasar. Jika struktur mempengaruhi kinerja pasar, maka hal ini akan menentukan posisi pasar setiap perusahaan. Setiap perusahaan memiliki posisi tersendiri dalam suatu industri. Sebagian memiliki pangsa pasar kecil dan berada dibawah tekanan persaingan, dan sebagiannya lagi memiliki pangsa pasar yang luas dan menghadapi persaingan yang relatif kecil. Kinerja seluruh pasar merupakan kinerja setiap perusahaan secara agregat, sehingga kinerja pasar merupakan fungsi dari rasio konsentrasi perusahaan di dalam industri. Pendekatan struktur, perilaku dan kinerja pasar dilihat pada Gambar 2.1.
13
Struktur (Structure) Jumlah penjual dan pembeli Struktur biaya Diferensiasi produk Integrasi vertikal Hambatan Masuk (barrier to entry) Skala ekonomi Diversifikasi
Perilaku (Conduct) Strategi harga Iklan Strategi produk Riset dan inovasi Tingkat kerjasama (collusion)
Kinerja (Performance) Efisiensi Full employment Pertumbuhan Pemerataan Kemajuan teknologi
Gambar 2.1. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja Sumber : Hasibuan (1993)
2.3.1. Struktur Pasar Menurut Ferguson (1988), struktur memiliki beragam makna. Pertama, struktur menggambarkan karakteristik dan komposisi pasar dan industri di suatu ekonomi. Kedua, struktur juga dapat berarti jumlah dan ukuran distribusi perusahaan di suatu ekonomi secara keseluruhan. Selain sisi ekonomi, perusahaan yang semakin dominan di suatu negara juga memiliki implikasi politis. Struktur pasar menjadi ukuran penting dalam mengamati variasi perilaku dan kinerja industri, karena secara strategis dapat mempengaruhi kondisi persaingan serta tingkat harga barang dan jasa, dengan demikian pengaruh itu akhirnya sampai pada kesejahteraan manusia. Struktur juga menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan.
14
Struktur industri juga berhubungan dengan karakteristik dan pentingnya pasar tertentu (individual) dalam ekonomi. Dalam hal ini struktur menggambarkan lingkungan dimana suatu pasar beroperasi. Kondisi demikian dapat di identifikasikan dengan melihat dari sisi penawaran produk, seperti sifat dari perusahaan yang memproduksi, karakteristik atau jenis biaya produksi dan kemungkinan masuk pasar (entry) , ukuran relatif dan ukuran kekuatan pasar para produsen, jenis barang dari industri dan pendistribusiannya, dan sebagainya. Elemen-elemen dari struktur pasar antara lain adalah pangsa pasar (market share), konsentrasi pasar (market concentration) dan hambatan untuk masuk pasar (barrier to entry). a. Pangsa pasar Pangsa pasar sering digunakan sebagai indikator proksi untuk melihat adanya kekuatan pasar dan menjadi indikator seberapa pentingnya suatu perusahaan dalam pasar. Pangsa pasar yang besar biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar dalam menghadapi persaingan dan sebaliknya. Derajat kekuatan pasar umumnya akan muncul ketika pangsa pasar mencapai 15 persen. Pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu 25 persen sampai dengan 30 persen maka derajat monopoli menjadi signifikan dan pada tingkat 40 persen sampai dengan 50 persen biasanya memberikan market power yang besar. Selain keuntungan dan harga saham, kesuksesan suatu perusahaan juga dapat digambarkan oleh pangsa pasarnya. Pada umumnya terdapat hubungan positif antara pangsa pasar dengan profitabilitas. Tabel 2.2 menunjukkan tipe-tipe pasar berdasarkan kondisi utamanya.
15
Tabel 2.2. Tipe-tipe Pasar Berdasarkan Kondisi Utama Tipe Pasar Kondisi Utama Monopoli Murni Perusahaan menguasai 100 persen pangsa pasar Perusahaan yang Perusahaan minimal menguasai 50 persen sampai dominan dengan 100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat. Oligopoli Ketat Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60 persen sampai dengan 100 persen. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga lebih mudah. Oligopoli Sedang Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar sebesar 40 persen sampai 60 persen. Oligopoli Longgar Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar di bawah 40 persen. Persaingan Banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satu pun Monopolistik yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen. Persaingan Murni Terdapat lebih dari 50 pesaing dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti. Sumber : Jaya (2001)
b. Konsentrasi Consentration (pemusatan) merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan “oligopolis” dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kombinasi pangsa pasar membentuk suatu tingkatan pemusatan dalam pasar. Penerimaan (return) rata-rata industri yang terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada penghasilan dari jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Pemusatan merupakan tingkat oligopoli. Para oligopolis dapat melakukan koordinasi secara ketat seakan-akan mereka merupakan oligopolis sejati, persaingan hebat bisa terjadi diantara mereka atau mungkin mengikuti suatu pola lebih lanjut. Kombinasi kekuatan pasar mereka perlahan-lahan mengurangi pengaruh perusahaan yang mempunyai pangsa pasar utama. Pemusatan dapat menghasilkan suatu bentuk industri yang secara rasio dapat diterima.
16
Hubungan antara konsentrasi rasio dengan pertumbuhan pasar itu sendiri mempunyai hubungan yang positif, yang berarti bahwa pada saat konsentrasi rasio turun pertumbuhan pandapatan cenderung turun. Peningkatan konsentrasi bisa disebabkan karena perluasan yang terjadi pada establishment dan berkurangnya jumlah perusahaan (Jaya, 1993). c. Hambatan Untuk Masuk Pesaing yang potensial adalah perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan untuk masuk mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sah (seperti paten, hak mineral dan franchise). Adanya hubungan yang positif antara keuntungan dan tingkat konsentrasi merupakan halangan masuk yang besar bagi perusahaan baru. Karena dengan keuntungan yang mereka dapatkan, perusahaan-perusahaan yang ada pada industri itu berusaha untuk meningkatkan lagi konsentrasinya. Ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki pasar yang mesti dipahami, yaitu : 1. Hambatan-hambatan timbul dalam kombinasi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisikondisi yang berubah dengan cepat.
17
2.
Hambatan dibagi dalam tingkatan mulai tanpa hambatan sama sekali (free entry), hambatan rendah, sedang sampai tingkat tinggi dimana tidak ada lagi jalan masuk.
3. Hambatan
merupakan
sesuatu
yang
kompleks,
yang
masih
dapat
diperdebatkan oleh para ahli ekonomi.
2.3.2. Perilaku Pasar Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh para pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar menggambarkan tindakan-tindakan perusahaan sebagai akibat dari struktur pasar yang dihadapinya. Perilaku dapat dikelompokan menjadi empat jenis yaitu: perilaku dalam strategi harga, strategi produk, strategi promosi dan strategi distribusi. Pada kondisi pasar oligopoli, perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh suatu perusahaan. Berbeda dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga. Pada kondisi pasar yang dipimpin oleh suatu perusahaan dominan, umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti perusahaan monopoli yang akan menaikkan harga untuk memperoleh keuntungan lebih dan menggunakan diskriminasi harga. Sedangkan pada pasar oligopoli, tindakan yang mereka lakukan terkait oleh strategi dimana pilihan tindakannya seringkali tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pesaing terdekatnya (Jaya, 2001).
18
2.3.3. Kinerja pasar Kinerja pasar atau industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri (Hasibuan, 1993). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keadilan (Jaya, 2001). Dalam mengukur kinerja suatu industri, variabel yang paling umum digunakan adalah Price-Cost-Margin (PCM). Penggunaan PCM sebagai variabel kinerja pertama kali oleh Collins dan Presto (1968-1969). Selain PCM, pengukuran kinerja juga dapat dilakukan dengan metode-metode lain. Pada umumnya, pengukuran kinerja dalam studi empiris terbagi menjadi empat macam. Selain PCM, pengukuran lain yang dapat digunakan adalah rasio dari kelebihan profit terhadap penjualan, tingkat pengembalian dari aset atau modal, dan yang terakhir adalah dengan mengukur nilai pasar dari surat-surat berharga perusahaan. a. Efisiensi Yang dimaksud efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara fisik maupun nilai ekonomis (harga). Efisiensi terbagi menjadi dua, yaitu efisiensi Internal (X-eff) yang menggambarkan perusahaan dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimal dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumberdaya ekonomi yang dialokasikan sedemikian rupa
19
sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai dari output. b. Keadilan Keadilan yaitu keseimbangan dalam distribusi. Keadilan mempunyai tiga dimensi, yaitu kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Keseimbangan mempengaruhi etika dan terdapat kriteria etika yang harus dikombinasikan, yaitu kesamarataan, upaya, dan kontribusi atau produktivitas. c. Kemajuan Teknologi Kemajuan mengacu pada keefektifan dalam pemeliharaan pasar dari perubahan hasil yang baru dan lebih baik serta teknik produksi yang lebih baik. Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan, dengan adanya perubahan dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik dan proses produksi menjadi lebih baik (Burgess, 1989).
Berdasarkan elemen-elemen yang diketahui, maka
dapat diketahui bagaimana ciri-ciri dan tipe pasar yang dihadapi oleh suatu industri (Tabel 2.3).
20
Tabel 2.3. Tipe Pasar Berdasarkan Ciri-ciri Yang Dimiliki Ciri-ciri
Monopoli
Oligopoli
Persaingan Monopolistik Banyak pesaing yang efektif dan tidak satupun memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar
Persaingan Murni Lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti
1000
HHI<100
2500
Gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang pangsa pasarnya 60 persen sampai dengan 100 persen 1000
Satu
Banyak
Sedikit
Banyak
Sangat tinggi Relatif
Relatif rendah Relatif
tinggi
Relatif rendah
Sangat banyak Rendah
Relatif
Relatif
Tidak ada
Sangat besar Tidak ada
Relatif
Relatif
Sedikit
Tidak ada
Besar
Besar
Besar
Tidak ada
Sangat terbatas Berlebih Kurang Baik
Cukup terbuka Berlebih Kurang baik
Terbatas
Cukup terbuka
Terbuka
Agak berlebih Kurang baik
Normal Cukup baik
Normal Baik
Kondisi utama
Memiliki 100 persen pangsa pasar
Indeks HirschmanHerfindal (HHI) Jumlah Produsen Entry/exit barrier Diferensiasi produk Kekuatan menentukan Persaingan selain harga Informasi
HHI 1000
Profit Efisiensi
Perusahaan Dominan Menguasai 50 persen sampai dengan 100 persen pangsa pasar tanpa pesaing kuat
=
Sumber: Hasibuan (1993) dan Jaya (2001)
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang ekonomi industri dengan menggunakan kerangka analisis Structure-Conduct-Performance sudah umum digunakan. Menurut pendekatan SCP, struktur pasar akan menentukan perilaku perusahaan yang selanjutnya akan menentukan kinerja pasar baik industri atau perusahaan. Alistair (2004) melakukan penelitian pada industri tepung terigu dengan judul “Analisis Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja pada Industri Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog”. Penelitiannya bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri tepung terigu
21
pasca penghapusan monopoli bulog. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa struktur pasar tepung terigu di Indonesia adalah bentuk pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan dominan yang setiap tahunnya meraih pangsa pasar lebih dari 50 persen. Hambatan masuk pada industri ini cukup tinggi jika dilihat dari perangkatperangkat legal dan kondisi alamiah yaitu adanya peraturan SNI wajib bagi tepung terigu dan MES yang sangat tinggi. Perilaku yang terjadi menggambarkan perusahaan yang mendominasi pasar memiliki strategi produk dan promosi paling berkembang sedangkan penetapan harga biasanya dilakukan dengan melihat harga bahan baku di pasar internasional yang kemudian dikoordinasikan di antara produsen tepung terigu. Kinerja yang dilihat dari utilisasi kapasitas produksi menggambarkan bahwa produsen tepung terigu tidak memaksimalkan kapasitas produksinya. Hasil lainnya adalah meskipun telah dideregulasi 1998 industri tepung terigu masih dikuasai oleh perusahaan dominan namun rupanya tidak menjadi masalah besar bagi produsen lain. Masalah utama bagi produsen lokal adalah meningkatnya volume impor yang melakukan praktek dumping maupun yang tidak memenuhi persyaratan SNI. Delima (2005) melakukan penelitian pada industri ban dengan judul “Analisis Structure-Conduct-Performance Industri Ban di Indonesia”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa struktur industri ban di Indonesia adalah termasuk ke dalam tipe pasar oligopoli ketat. Perilaku yang terjadi menggambarkan adanya strategi dalam harga berupa adanya kesepakatan harga yang terjadi di dalam pasar yang dilakukan oleh asosiasi ban di Indonesia, pengembangan feature produk dengan cara memodifikasi karakteristik fisik
22
produk, mengembangkan kualitas yang sesuai dengan SNI, dan menambah model serta ukuran. Strategi promosi dilakukan melalui media massa cetak maupun elektronik. Dari segi kinerja, industri ban di Indonesia menerima margin keuntungan (PCM) sebesar 17,4 persen selama tahun 1985 sampai tahun 2003. Penelitian yang meneliti tentang industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sudah banyak dilakukan, namun sebagian besar meneliti tentang ekuitas merk produk AMDK, kelayakan usaha, pengendalian mutu pada proses produksi, dan integrasi vertikal pada
perusahaan AMDK. Penelitian tentang keragaan
industri AMDK secara umum belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penulis meneliti mengenai bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Penelitian terhadap AMDK diantaranya dilakukan oleh Enyta (2004), dalam penelitiannya yang berjudul analisis ekuitas merk AMDK di kota Bogor. Tujuannya adalah untuk menganalisis tingkat asosiasi merk dan tingkat kesadaran merk yang dihasilkan produk AMDK, selain itu juga untuk menganalisis persepsi konsumen terhadap kualitas merk produk AMDK dan menganalisis tingkat loyalitas merk yang dihasilkan pada produk AMDK. Berdasarkan penelitian Enyta dapat disimpulkan bahwa merk Aqua secara umum mendapatkan tempat yang lebih baik pada elemen kesadaran merk (brand awareness). Merk Aqua juga memiliki kondisi yang baik pada elemen loyalitas merk (brand loyality) dengan persentase switcher / price buyer yang paling tinggi. Secara menyeluruh bahwa penelitian ekuitas merk produk AMDK ini menyatakan bahwa merk Aqua memiliki ekuitas yang paling kuat diantara merk lainnya.
23
AMDK merk lainnya diusahakan untuk memperkuat ekuitas merknya dengan menetapkan strategi pemasaran yang efektif. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Importance and performance Analysis dan Brand Switching Pattern Matrix, sedangkan data yang tidak dianalisis dengan instrumen tersebut dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan penelitian terdahulu, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah kinerja industri dapat diukur dari tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar, efisiensi internal, pertumbuhan nilai output dan marjin keuntungan.
2.5. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian mengenai industri AMDK ini akan dijelaskan mengenai struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang terdapat dalam pasar. Pada model analisis SCP dikatakan bahwa struktur akan mempengaruhi perilaku perusahaan yang ada didalamnya, kemudian perilaku akan mempengaruhi kinerja dari industri. Analisis mengenai struktur pasar menggunakan pangsa pasar, tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dan hambatan masuk pasar. Konsentrasi ini akan menunjukan bentuk pasar yang dihadapi oleh industri. Struktur pasar akan berdampak pada perilaku industri. Perilaku dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Perilaku yang terjadi dianalisis dengan melihat strategi harga, strategi promosi, strategi produk, strategi distribusi dan kemungkinan terjadinya kolusi oleh perusahaan dalam memasarkan produknya. Perilaku pasar akan berdampak pada kinerja industri. Kemudian akan dilihat mengenai bagaimana kinerja industri yang ditinjau dari PCM (Price-Cost Margin), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan output
24
(Growth). PCM digunakan sebagai proksi yang mencerminkan tingkat keuntungan dari suatu industri. Selain itu juga akan dibahas mengenai hubungan antara struktur dan kinerja industri AMDK di Indonesia. Pada struktur pasar variabel yang digunakan adalah CR4 dan variabel lain yang di duga dapat berpengaruh terhadap keuntungan antara lain
efisiensi internal
(X-eff) dan
pertumbuhan output (Growth), dengan nilai X-eff yang tinggi diduga dapat meningkatkan keuntungan. Industri AMDK
Struktur Pasar Rasio konsentasi empat perusahaan terbesar (CR4) Pangsa pasar Hambatan masuk pasar
Perilaku Pasar Strategi Harga Strategi Promosi Strategi Produk Strategi Distribusi
PCM = f (CR4, X-eff, Growth)
Kinerja Pasar PCM X-eff Growth
Gambar 2.2. Bagan Kerangka pemikiran
25
2.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Struktur pasar industri AMDK di Indonesia merupakan struktur persaingan oligopoli. 2. Struktur pasar yang ada menyebabkan adanya perilaku tertentu pada industri AMDK seperti penetapan strategi harga, produk, promosi, distribusi. 3. Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. 4. Efisiensi internal (X-eff) memiliki pengaruh yang positif terhadap PCM. 5. Pertumbuhan ouput (Growth) memiliki pengaruh yang positif terhadap PCM.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder atau data yang telah diolah oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Data yang digunakan merupakan hasil olahan yang diperoleh dari lembaga-lembaga dan instansi terkait seperti ASPADIN, BPS, Depperindag, perpustakaan IPB, dan berbagai media massa. Data yang digunakan merupakan data time series dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2004. Data yang diperoleh dari ASPADIN adalah data aktual mengenai perusahaan-perusahaan pada industri AMDK di seluruh Indonesia yang merupakan anggota ASPADIN. Sedangkan data yang diperoleh dari BPS dan Depperindag merupakan data statistik dan laporan tahunan mengenai industri AMDK di Indonesia meliputi nilai input, nilai output, nilai tambah, tingkat upah pekerja.
3.2. Metode Analisis Data Analisis data dilakukan baik secara deskriptif dengan memberikan gambaran dari hasil penelitian maupun secara kuantitatif dengan melihat pengaruh variabel-variabel yang saling berhubungan. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri AMDK. Metode kuantitatif dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance) untuk menganalisis struktur dan kinerja industri AMDK dan pendekatan OLS digunakan untuk menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri AMDK.
27
3.2.1. Analisis Struktur Pasar a. Pangsa Pasar Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Menurut literatur neo-klasik, landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. msi =
si x 100% stot
(3.1)
Dimana: msi
: pangsa pasar perusahaan i (persen),
si
: penjualan perusahaan i (juta rupiah),
stot
: Penjualan total seluruh perusahaan (juta rupiah).
b. Konsentrasi Pasar
Untuk mengetahui tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar digunakan rumus rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar, yang merupakan persentase dari total pendapatan penjualan. Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) berarti semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen maka bentuk pasarnya adalah monopoli (Jaya, 2001). x
CRm = ∑ msi i =1
dimana: CRm
= rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (%),
msi
= pangsa pasar perusahaan ke-i (%).
(3.2)
28
c. Hambatan Masuk Pasar
Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaingpesaing potensial untuk masuk ke pasar. Jika pesaing-pesaing baru dapat dengan leluasa masuk dan mengurangi kekuatan pasar perusahaan-perusahaan lama, maka dapat dikatakan hambatan tersebut tidak ada. Hambatan ini tidak hanya dalam bentuk perangkat-perangkat yang legal, tetapi juga dapat terjadi secara alami. Hambatan masuk pasar dibagi menjadi dua yaitu hambatan teknis yang terjadi karena ketidakmampuan teknis dan hambatan legal berupa undang-undang khusus atau hak khusus seperti hak paten.
3.2.2. Analisis Perilaku Pasar
Analisis secara deskriptif digunakan untuk memperoleh deskripsi secara mendalam dan obyektif mengenai perilaku industri AMDK berdasarkan observasi dan literatur-literatur yang diperoleh. Perilaku industri yang dianalisis antara lain : strategi penetapan harga, strategi promosi, strategi produk, strategi distribusi. a. Strategi Harga
Strategi penetapan harga suatau industri tergantung dari beberapa faktor produksi terutama bahan baku. Dalam hal ini akan melihat bagaimana strategi penetapan harga yang dilakukan oleh Industri AMDK serta apakah ada perilaku kesepakatan harga antara sesama pesaing yang dapat menimbulkan persaingan tidak sehat. b. Strategi Produk
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam suatu industri akan melakukan strategi dalam mengeluarkan produknya. Dalam hal ini akan dilihat
29
apakah terdapat strategi khusus dalam menentukan produk yang akan dijual seperti adanya diversifikasi produk ataupun kesepakatan jumlah penawaran produk. c. Strategi Promosi
Selain stategi harga dan produk, di dalam suatu industri terdapat pula kebijakan lain seperti perilaku advertensi yang dilakukan sebagai strategi promosi dalam menarik konsumen. Promosi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pemasangan iklan di media massa baik cetak maupun elektronik. d. Strategi Distribusi
Produsen melakukan strategi distribusi yang bertujuan agar produk yang dihasilkan dapat didistribusikan secara optimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Dalam hal ini akan dilihat apakah ada strategi khusus dalam pendistribusian produk yang dihasilkan.
3.2.3. Analisis Kinerja Pasar
Analisis kinerja dilakukan dengan menggunakan analisis Price-Cost Margin (PCM) dan efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan output (Growth).
Efisiensi internal menunujukkan kemampuan persahaan dalam suatu industri dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Semakin efisien suatu perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Untuk mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan input industri tersebut (Jaya, 2001).
30
Nilai Tambah Nilai Input
X-eff =
(3.3)
Nilai tambah diperoleh dengan mengurangkan biaya input terhadap nilai outputnya. Nilai output itu sendiri adalah nilai dari seluruh barang dan jasa juga sebagai
produk
yang
dihasilkan
oleh
sektor-sektor
produksi
dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia. Sementara itu nilai input memiliki pengertian yang dibagi dua, yaitu: 1. Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. 2. Input primer adalah biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi antara lain tenaga kerja, tanah, modal dan kewirausahaan. Variabel yang digunakan sebagai indikator kinerja yang lainnya adalah proksi dari keuntungan Price Cost Margin (PCM). PCM dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga di atas biaya produksi. PCM juga diidentifikasikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Tingkat PCM yang tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi pasar yang tinggi. PCM diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah terhadap output yang dihasilkan (Jaya, 2001). PCM =
Nilai Tambah - Upah Total Nilai Output yang dihasilkan
(3.4)
31
Variabel pertumbuhan output (Growth) diduga dapat mempengaruhi kinerja industri karena variabel ini dapat menunjukkan permintaan pasar. Untuk mengukur tingkat pertumbuhan output (Growth) adalah dengan membagi selisih antara output pada tahun ke-i dan output tahun sebelumnya dengan output tahun sebelumnya. Growth =
Output pada tahun (t) - Output pada tahun (t - 1) Output pada tahun (t - 1)
(3.5)
3.2.4. Hubungan Struktur dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Hubungan
struktur
pasar
dan
faktor-faktor
lainnya yang
dapat
mempengaruhi kinerja dapat dilihat dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS). Penggunaaan metode OLS untuk meramalkan model disebabkan oleh mudahnya penggunaan serta
pendeskripsian hasil dari regresi. Disamping itu metode ini juga lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode lain. Metode ini merupakan salah satu metode yang sering digunakan para peneliti dibidang ekonomi untuk melihat hubungan antar variabel-variabel ekonomi. Variabel terikat dalam model ini adalah proksi dari keuntungan yaitu PCM. Variabel bebas yang digunakan adalah konsentrasi empat perusahaan
terbesar (CR4), efisiensi internal (X-eff) dan Growth. Penelitian ini menggunakan model yang pernah digunakan oleh Delima (2005). Pemilihan variabel CR4 dilakukan karena variabel ini dapat mewakili kondisi industri AMDK di Indonesia. Variabel Produktivitas, Tm, Tx tidak digunakan dalam penelitian ini karena keterbatasan data.
32
Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya maka model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: PCMt = β0 + β1CR4t + β2Growth t +β3 X-efft + Ut
(3.5)
dimana: t
: tahun ke-t,
PCM
: proksi keuntungan perusahaan (%),
CR4
: rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (%),
Growth
: pertumbuhan output (%),
X-eff
: efisiensi internal (%),
U
: galat,
β0
: intersep (β0 > 0),
β1 , β2 , β3
: koefisien kemiringan parsial (β1, β2, β3 > 0).
3.3. Uji Statistika dan Ekonometrika
Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap parameter estimasi tersebut agar suatu model dikatakan baik. Pengujian-pengujian tersebut yaitu uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas dapat dijelaskan oleh variabelvariabel terikatnya melalui koefisien determinasi (R-Squared). Uji ekonometrika yang dilakukan antara lain uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas.
33
a. Uji R-Squared (R2)
Mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel terikat. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarannya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Sedangkan jika R2 sebesar satu maka terdapat kecocokan yang sempurna antara variabel terikat dengan variabel bebas. Selain nilai R2 terdapat juga nilai Adjusted-R2. Nilai ini merupakan penalti atau hukuman terhadap setiap
penambahan variabel yang tidak memberikan pengaruh. Nilai adj R2 bahkan dapat turun jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu. Dan untuk model yang memiliki kecocokan yang rendah (goodness of fit) adj R2 dapat memiliki nilai yang negatif. b. Uji F
Probability F-statistik digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh
secara keseluruhan dari variabel bebas terhadap PCM. Hipotesis untuk melakukan uji F-statistik adalah : H0 : semua
βi = 0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh
terhadap PCM. H1 : βi ≠ 0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap PCM Apabila
probability
F-statistik
kurang
dari
α
(prob<α),
maka
kesimpulannya adalah tolak H0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi PCM secara nyata. Namun sebaliknya jika probability F-statistik
34
lebih besar dari α (prob>α), maka dapat disimpulkan terima H0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap PCM. c. Uji t
Probability t-statistik menunjukkan besarnya pengaruh nyata untuk
masing-masing variabel. Apabila probability untuk masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari α (prob<α), maka dapat disimpulkan variabel bebas tersebut berpengaruh nyata. Begitu pula sebaliknya, jika probability lebih besar dari α (prob>α), maka variabel bebas tersebut tidak mempengaruhi PCM. Dalam melakukan analisis metode OLS perlu diperhatikan masalah pelanggaran asumsi klasik. Model persamaan yang baik harus terhindar dari pelanggaran asumsi linier klasik. Pelanggaran yang harus dihindari dalam proses pengujian model persamaan regresi adalah multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas (Gujarati, 1978). d. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30, karena jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal. Uji ini disebut Jarque-Bera Test. Nilai probabilitasnya dijadikan acuan untuk menerima atau
menolak H0. H0
= error term terdistribusi normal
H1
= error term tidak terdistribusi normal Jika nilai probabilitasnya > taraf nyata maka terima H0, maka
kesimpulannya error term terdistribusi normal.
35
e. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas didefinisikan sebagai adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas pada model persamaan. Multikolinieritas dapat menyebabkan koefisien variabel bebas cenderung tidak signifikan terhadap variabel respon. Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien yang lebih besar dari │0,8│maka dapat disimpulkan terjadi multikolinieritas pada model persamaan yang digunakan. f. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi yang terjadi antara unsur gangguan (galat) pada tahun sekarang dengan galat tahun sebelumnya. Autokorelasi bisa terjadi pada data deret waktu (time series). Pengujian autokorelasi dapat diketahui dengan menggunakan Breusch-godfrey serial Correlation LM Test, yang hasil kesimpulannya dapat diketahui dari nilai Probability Obs*R-squared. Jika nilai Probability Obs*R-squared lebih kecil dari
taraf nyata, maka terjadi autokorelasi di dalam model persamaan. Begitu pula sebaliknya, jika nilai Probability Obs*R-squared ternyata lebih besar dari taraf nyata maka tidak terjadi autokorelasi pada model persamaan yang digunakan. g. Uji Heteroskedastisitas
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yamg sama. Heteroskedastisitas tidak merusak ketakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar (yaitu
36
asimtotik) (Gujarati, 1978). Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh probability Obs* R – Squared pada uji White Heteroskedasticity. Kriteria uji yang digunakan: 1. Jika nilai probabilitas Obs* R – Squared > taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas. 2. Jika nilai probabilitas Obs* R – Squared < taraf nyata (α) yang digunakan, maka persamaan mengalami heteroskedastisitas
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Perkembangan Industri Air Minum Dalam Kemasan di Indonesia Pada tahun 1973, Tirto Utomo atau Kwa Sien biauw mulai mengusahakan AMDK dengan merk Aqua. Pada awalnya, industri AMDK di Indonesia masih benar-benar impian. Tirto Utomo mendirikan PT Aqua Golden Missisipi yang bagi sebagian penduduk Indonesia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ada investor yang berani mempertaruhkan modal dalam industri ini. Air minum dikemas dan dijual dengan harga yang mahal bahkan lebih mahal jika dibandingkan dengan harga bensin. Tidaklah mengherankan jika pada awal perkembangan industri ini sangat tidak menarik investor lain. Kurangnya air minum bersih di Indonesia mengilhami Tirto Utomo untuk membangun perusahaan air minum botol. Adanya orang asing yang tinggal di Indonesia merupakan pasar yang terbuka bagi bisnis AMDK, karena pada saat itu belum ada perusahaan yang memproduksi air minum botol secara komersil. Produk pertama yang dipasarkan adalah Aqua kemasan 950 ml (botol kaca) dengan kapasitas produksi 6 juta liter per tahun. Tidak berkembang bisnis ini dalam masa awalnya dapat dilihat dari lamanya PT Aqua Golden Missisipi menjadi produsen tunggal AMDK di Indonesia, karena baru pada tahun 1975 Alfindo Putra Setia Tbk, PT masuk menjadi produsen ketika itu masih bernama Ades Alfindo Putra Setia. Seiring dengan perkembangan aktivitas dan kebutuhan penduduk dunia, Indonesia pada khususnya, ternyata AMDK hingga saat ini menjadi salah satu kebutuhan hidup
38
yang cukup penting dan mempunyai nilai jual cukup tinggi. Sumber air yang pada masa lalu melimpah saat ini diperebutkan oleh sekian banyak pelaku bisnis yang ingin merasakan keuntungan dari bisnis AMDK. Mulai tahun 1990-an bisnis AMDK mulai diminati, hal ini dilihat dari semakin banyak perusahaan yang berkecimpung dalam industri ini dan terus melakukan ekspansi untuk memperluas jaringan pasar produk-produknya. Jika ditinjau dari sudut produksi dan merk dalam struktur industri AMDK di Indonesia perusahaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang pertama produsen yang memproduksi AMDK dan yang kedua pemegang merk yaitu perusahaan yang memiliki merk walaupun tidak memiliki pabrik atau pengelolaan AMDK, sampai akhir tahun 2005 jumlah merk yang beredar di pasaran berjumlah sekitar 800 merk. Pada tahun 2001 jumlah perusahaan yang beroperasi dan terdaftar sebagai anggota ASPADIN sebanyak 70 perusahaan, pada akhir 2002 terdapat 106 perusahaan (lampiran 1) dan pada tahun 2006 jumlahnya meningkat menjadi 490 perusahaan. Peningkatan jumlah perusahaan menandakan pertumbuhan industri AMDK didalam negeri sangat pesat terutama diluar pulau Jawa. Contohnya, di Sumatera pada tahun 2003 hanya terdapat 3 sampai 4 pelaku usaha namun pada akhir 2004 terdapat 20 pelaku usaha. Beberapa profil perusahaan AMDK yang besar adalah sebagai berikut: a. PT Aqua Golden Missisipi (AGM) PT Aqua Golden Missisipi (AGM) adalah produsen air mineral terbesar dan pionir industri AMDK di Indonesia. Didirikan oleh Tirto Utomo pada tahun
39
1973. Saat ini AGM memiliki kapasitas 875 juta liter per tahun, 640 juta liter diproduksi oleh Aqua Golden Missisipi dan sisanya 235 juta liter diproduksi oleh 8 perusahaan afiliasi. Aqua grup menguasai 49 persen dari kapasitas produksi nasional. Aqua memiliki 12 pabrik pengolahan diseluruh Indonesia, ditambah armada pengiriman yang terdiri dari truk perusahaan dan truk distributor, serta ditunjang 56 lokasi depo. Semua itu menjamin pasokan dan ketersediaan Aqua yang teratur keseluruh pelosok daerah. Serangkaian penghargaan internasional yang telah diterima Aqua merupakan bukti pengakuan dunia terhadap tingginya mutu Aqua. Untuk industri AMDK, pabrik Aqua merupakan pabrik yang pertama kali di kawasan Asia yang mendapatkan sertifikat ISO 9002. Selanjutnya selama dua tahun berturut-turut survey pembaca Readers Digest di Singapura menempatkan Aqua sebagai SuperBrand tahun 1999 dan tahun 2000. Aqua merupakan perusahaan AMDK pertama yang mendorong perkembangan proses perkembangan daur ulang botolbotol bekas AMDK. Sampah dari botol-botol bekas yang berasal dari bahan dasar PET (botol plastik) ternyata dapat diolah menjadi bahan dasar untuk pembuatan tali plastik, rambut boneka sampai kaset. b. PT Tirta Investama Perusahaan ini didirikan pada tahun 1994 oleh Lisa Tirto Utomo (istri Tirto Utomo) dan ketiga orang anaknya setelah Tirto Utomo meninggal dunia. Modal dasar perusahaan ini adalah 30 milyar. Kapasitas pabrik perusahaan ini adalah 75.000 Kilo Liter dengan merk dagang Aqua. Kemudian Perusahaan ini
40
menambah modal dengan menambah dua pemegang saham yaitu Feddian pte, Ltd dan Fetlar Investama pte, Ltd yang merupakan anak perusahaan Danone grup yang berada di Paris. Danone memiliki 51 persen saham dan keluarga Tirto Utomo 49 persen. Pada tahun 2001 modal dasar ditingkatkan, yaitu menjadi 750 milyar dan saham Danone grup menjadi 87,21 persen dan keluarga Tirto Utomo sebesar 12,79 persen. Dengan dukungan modal yang begitu besar maka PT Tirta Investama mengakuisisi semua perusahaan yang diberi lisensi untuk memproduksi Aqua, yaitu PT Tirta Jaya Mas Unggul, PT Tirta Dewata Semesta, PT Tirta Menara Nusa, PT Tirta Dramaga Pesanggrahan, PT Tirta Sulut Klabatindo, PT Tirta Babakan Pari, PT Tirta Mangli, PT Tirta Graha Panama. Selain itu, PT Tirta Investama juga mengakuisisi PT Varia Inti Tirta yang memproduksi Vit. . c. PT Alfindo Putra Setia, Tbk Perusahaan ini berdiri pada tanggal 6 Maret 1975 dengan nama PT Alfindo Putra Setia
dengan modal dasar 1 milyar rupiah, yang didirikan oleh Alfi
Gunawan dan Effendi Gunawan. Tahun 1991 modal dasar ditingkatkan menjadi 20 trilyun rupiah. Pada tanggal 20 Oktober 1993 dilakukan perubahan nama menjadi Ades Alfindo Putra Setia dan juga dengan meningkatkan modal dasar menjadi 23 trilyun rupiah. Untuk meningkatkan struktur modalnya, PT Ades Alfindo Putra Setia menjual sahamnya sebanyak 39,47 persen kepada masyarakat sehungga namanya berubah menjadi PT Alfindo Putra Setia, Tbk dan untuk memperkuat jaringan dan struktur keuangan maka perusahaan menjual merk dagang Ades, Desca dan Vica kepada The Coca Cola Company sebesar US$ 19.900.000 atau senilai 185,766 trilyun rupiah pada tahun 2000, selain merk
41
dagang juga dijual formula proses produksi dan pemasaran dari ketiga merk tersebut. d. PT Tang Mas Pada tahun 1991 perusahaan ini mulai aktif memproduksi AMDK melalui pabriknya yang berada di Cimanggis, Jawa Barat dengan kapasitas produksi 25 juta liter pertahun dan meningkat menjadi 167 juta liter pertahun pada tahun 1995 seiring dengan dibangunnya pabrik kedua di Sukabumi. Merk dagang yang diluncurkan ke masyarakat adalah 2 Tang, Aria, Arta, Mon air. Perusahaan ini terkonsentrasi di pulau Jawa khususnya Jabotabek dengan alasan di luar pulau Jawa sulit bersaing karena biaya transportasi yang cukup tinggi. Perusahaan ini memproduksi AMDK ukuran 240 ml sampai 1500 ml tetapi tidak memproduksi ukuran galon dengan alasan ukuran kecil lebih banyak diminati masyarakat. e. PT Sinar Sosro Pada tahun 1991 perusahaan ini memproduksi AMDK melalui pabriknya yang berada di Bekasi, Jawa Barat dengan kapasitas produksi sebesar 8.800 Kilo Liter pertahun. Merk dagang yang digunakan adalah Air Sosro yang diproduksi dalam berbagai ukuran yaitu 220 ml sampai 1500 ml sedangkan untuk kemasan galon merk dagang yang digunakan adalah Prim-A. Perusahaan ini menambah kapasitas produksinya dengan menambah pabrik baru yang mempunyai kapasitas terpasang 83.150 Kilo Liter.
4.2. Konsumsi dan Produksi AMDK di Indonesia Konsumsi AMDK pada saat ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa
42
pertambahan penduduk dan konsumsi AMDK dari tahun 1997 sampai tahun 2005 selalu meningkat. Tabel 4.1. Konsumsi AMDK dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Indonesia Pertumbuhan Jumlah Konsumsi/kapita Konsumsi Konsumsi Tahun Penduduk (liter) (KL) (%) (000) 1997 196.353,1 2.417.342 ----12,31 1998 198.333,4 2.124.907 -12,10 10,71 1999 200.951,8 3.142.845 47,90 15,64 2000 203.025,3 4.068.963 29,47 20,04 2001 206.193,3 5.600.555 37,64 27,16 2002 209.192,4 6.583.290 17,55 31,47 2003 213.722,0 7.824.276 18,85 36,61 2004 216.415,0 9.205.587 17,65 42,54 2005 219.142,0 10.412.460 13,11 47,51 Sumber : Capricorn Indonesian Consult (2002) dan (2006)
Pada tahun 1997 konsumsi AMDK penduduk Indonesia mencapai 2,4 juta KL (Kilo Liter) dengan konsumsi/kapita/tahun sebesar 12,3 liter dan turun pada tahun 1998 akibat krisis yang terjadi yaitu sebesar 2,1 juta KL dengan pertumbuhan konsumsi sebesar -12,10 persen, namun keadaan ini tidak berlangsung lama, tahun 1999 konsumsi AMDK meningkat kembali yaitu sebesar 3,1 juta KL dan pada tahun 2005 semakin meningkat menjadi 10,4 juta KL dengan konsumsi/kapita/tahun sebesar 47,5 liter. Tingginya konsumsi AMDK menyebabkan meningkatnya volume produksi AMDK. Tabel 4.2 menunjukkan pertumbuhan produksi AMDK yang semakin meningkat meskipun pertumbuhan yang terjadi cukup fluktuatif. Pertumbuhan produksi diatas 10 persen menarik minat perusahaan-perusahaan untuk masuk ke dalam industri AMDK.
43
Tabel 4.2. Perkembangan Produksi AMDK di Indonesia Tahun Produksi (KL) Pertumbuhan Produksi (%) 1997 2.435.062 ------1998 2.126.393 12,68 1999 3.167.474 32,73 2000 4.097.356 29,36 2001 5.629.172 37,39 2002 6.693.671 18,91 2003 7.998.714 19,50 2004 9.323.443 16,56 2005 10.980.511 17,77 Sumber : Capricorn Indonesian Consult (2002) dan (2006)
Pada tahun 1997 produksi AMDK di Indonesia sebesar 2,4 juta KL dan turun pada tahun 1998 yaitu sebesar 2,1 juta KL akibat adanya krisis moneter yang melanda Indonesia. Pada tahun 1999 produksi AMDK kembali meningkat sebesar 3,1 juta KL dengan pertumbuhan produksi sebesar 32,7 persen dan pada tahun 2005 produksi AMDK sebesar 10,9 juta KL dengan pertumbuhan produksi sebesar 17,77 persen.
4.3. Regulasi Industri AMDK di Indonesia Kebijakan industri AMDK tertuang dalam keputusan Menperindag No. 705/MPP/Kep/11/2003 yang ditandatangani pada tanggal 21 November 2003 tentang persyaratan teknis industri AMDK dan perdagangannya. Dalam Bab VI tentang kemasan yaitu pasal 9 ayat 3 disebutkan bahwa kemasan suatu merk AMDK pakai ulang hanya boleh diisi ulang oleh perusahaan merk yang bersangkutan. Latar belakang keluarnya keputusan ini adalah banyaknya keluhan dari para pengusaha AMDK yang galonnya dipakai oleh depot air minum isi ulang karena rata-rata pengusaha depot tidak menyediakan galon sendiri.
44
Akibatnya perusahaan AMDK merugi karena pengusaha sudah menginvestasikan dananya ke galon tersebut. Selain itu Depperindag juga memperketat pengawasan mutu air minum sesuai standar SNI yang ditetapkan oleh DSN (Dewan Standarisasi Nasional) yang berlaku secara nasional, yaitu SNI 01 3553 – 1996 tepatnya tertuang dalam pasal 12 yang terangkum dalam Bab VIII tentang pemasaran. Isi pasal 12 adalah AMDK yang diedarkan atau dipasarkan harus memenuhi SNI sesuai keputusan Menperindag tentang SNI. Selain itu produk ini juga harus dilengkapi dengan nomor MD/ML, yaitu kode dan nomor pendaftaran yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk makanan produksi dalam negeri/luar negeri.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar dapat dilihat dengan menggunakan pangsa pasar. Pangsa pasar merupakan ukuran relatif dari sebuah perusahaan melalui perbandingan antara hasil penjualan dengan total penjualan industri. Pangsa pasar yang ada terbagi diantara produsen yang ada berdasarkan market volume dan market value. PT Tirta Investama merupakan market leader dengan market volume sebesar 25 persen dan market value sebesar 21 persen (Tabel 5.1). Tabel 5.1. Pangsa Pasar Berdasarkan Market Volume dan Market Value Perusahaan Market Volume (%) Market Value(%) PT Tirta Investama 25 21 PT Aqua Golden Missisipi 17 14 PT Ades Alfindo Putra Setia 5 4 PT Tirta Sibayakindo 2 3 PT Tang Mas 2 2 Sumber: CIC, 2005
Pada tahun 2002 PT Aqua Golden Missisipi mempunyai pangsa pasar terbesar yaitu sebesar 44,72 persen dengan merk Aqua dan VIT. Sementara itu 55,28 persen terbagi oleh perusahaan-perusahaan AMDK yang lain seperti PT Ades Alfindo (Ades, Vica), PT Tang Mas (2 Tang dan Mon air), Santa Rosa Indonesia (Oasis, Avion), PT Sinar Sosro (Prim-A), PT Artokyo Utomo (Club), PT Ima Montaz Sejahtera (Mount Aqua), PT Panglima Pamenang (Total) dan PT Royal Tirta (Royal). Pangsa pasar beberapa perusahaan dapat dilihat pada Tabel 5.2.
46
Tabel 5.2. Beberapa Produsen AMDK dan Pangsa Pasarnya Tahun 2001 dan 2002 Pangsa Pasar (%) Merk 2001 2002 Aqua, VIT 43,36 44,72 Ades 5,41 5,04 2 Tang, Mon air 1,92 1,83 Vica 1,02 0,96 Oasis, Avion 0,98 0,85 Prim-A, Air Sosro 0,90 0,98 Club 0,73 0,59 Total 0,43 0,51 Mount Aqua 0,27 0,24 Merk Lainnya 42,98 44,30 Jumlah 100 100 Sumber: Tunggal, 2003
Analisis struktur pasar pada industri AMDK juga dapat diketahui dengan menggunakan rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar. Berdasarkan analisis, rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar pada industri AMDK tahun 1980 sampai tahun 1981 struktur pasarnya oligopoli sedang, tahun 1982 sampai tahun 1984 struktur pasarnya oligopoli ketat, tahun 1985 sampai tahun 1987 struktur pasarnya oligopoli sedang, tahun 1988 struktur pasarnya oligopoli longgar, tahun 1989 sampai tahun 1992 struktur pasarnya oligopoli sedang, tahun 1993 struktur pasarnya oligopoli longgar, tahun 1994 struktur pasarnya oligopoli sedang, tahun 1995 sampai tahun 1999 struktur pasarnya oligopoli longgar, tahun 2000 sampai tahun 2002 struktur pasarnya oligopoli sedang, dan tahun 2003 sampai tahun 2004 struktur pasarnya adalah oligopoli longgar (Tabel 5.3). Elemen struktur pasar yang lain yang perlu diperhatikan adalah hambatan masuk pasar. Hambatan untuk masuk pasar ini rendah, hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya jumlah perusahaan yang beroperasi, tahun 2001 jumlah perusahaan sekitar 70 perusahaan dan meningkat menjadi 490 perusahaan di tahun
47
2006. Peningkatan jumlah perusahaan terjadi karena dengan modal kurang dari 10 milyar sudah dapat mendirikan pabrik yang tidak terintegrasi sedangkan untuk perusahaan yang terintegrasi seperti Aqua yang memiliki mesin untuk membuat kemasan diperlukan modal yang besar. Tabel 5.3. Tingkat Konsentrasi Industri AMDK di Indonesia Tahun 1980-2004 Tahun CR4 (%) Stuktur Pasar 1980 56,45 Oligopoli Sedang 1981 58,73 Oligopoli Sedang 1982 65,39 Oligopoli Ketat 1983 70,32 Oligopoli Ketat 1984 73,12 Oligopoli Ketat 1985 54,41 Oligopoli Sedang 1986 44,62 Oligopoli Sedang 1987 43,78 Oligopoli Sedang 1988 39,55 Oligopoli Longgar 1989 42,08 Oligopoli Sedang 1990 42,46 Oligopoli Sedang 1991 44,37 Oligopoli Sedang 1992 40.01 Oligopoli Sedang 1993 39,51 Oligopoli Longgar 1994 41,65 Oligopoli Sedang 1995 35,07 Oligopoli Longgar 1996 36,92 Oligopoli Longgar 1997 35,47 Oligopoli Longgar 1998 35,46 Oligopoli Longgar 1999 32,23 Oligopoli Longgar 2000 40,03 Oligopoli Sedang 2001 40,15 Oligopoli Sedang 2002 42,73 Oligopoli Sedang 2003 31,23 Oligopoli Longgar 2004 30,21 Oligopoli Longgar Sumber : BPS (1980-2004)
Konsentrasi empat perusahaan terbesar berfluktuasi setiap tahunnya. Fluktuasi peningkatan dan penurunan CR4 dapat dilihat pada gambar 5.1. Kecenderungan penurunan rasio konsentrasi mengindikasikan bahwa pangsa pasar
48
industri AMDK menurun, hal ini karena jumlah perusahaan yang masuk pasar
80 70 60 50 40 30 20 10 0
04 20
01 20
98 19
95 19
92 19
89 19
86 19
83
CR4 (%)
19
19
80
Persen
semakin meningkat.
Tahun
Gambar 5.1 Fluktuasi Rasio Konsentrasi
5.2. Analisis Perilaku Industri AMDK Analisis perilaku pasar dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar yang telah ada. Berdasarkan analisis, struktur pasar dalam industri AMDK adalah oligopoli. Hal ini akan menimbulkan beberapa perilaku yang dilakukan oleh perusahaan AMDK di Indonesia. Perilaku yang dilakukan perusahaan AMDK antara lain adalah strategi harga, strategi promosi, strategi produk dan strategi distribusi. a. Strategi Harga Pada suatu industri, para produsen perlu memiliki strategi tertentu dalam penetapan harga. Hal ini diperlukan untuk menghadapi persaingan dengan produk-produk sejenis. Dalam pasar oligopoli, umumnya para pesaing saling
49
tergantung dalam penetapan harga, baik secara langsung maupun dengan adanya kesepakatan yang terbuka atau dengan hanya memberikan sinyal perubahan harga. Produsen AMDK di Indonesia memiliki Asosiasi yang mampu membela kepentingan anggotanya. Dalam menetapkan harga biasanya didiskusikan terlebih dahulu. Dalam menetapkan harga suatu produk, perusahaan tentunya perlu mempertimbangkan segi biaya produksi dan laba yang ingin diperoleh. Selain itu, perusahaan juga perlu mengetahui seberapa jauh minat serta kemampuan konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut. Dilihat dari segi kebutuhan, AMDK merupakan kebutuhan utama bagi konsumen. Jika suatu produk banyak dibutuhkan oleh konsumen, maka semakin tinggi nilai dari produk tersebut. Artinya meskipun mahal, konsumen akan tetap membeli produk tersebut karena mereka membutuhkannya. Beberapa konsumen mengasumsikan bahwa mahal harga suatu produk maka semakin baik kualitas dari produk tersebut, namun tidak semua konsumen akan memilih produk yang lebih mahal harganya, mereka akan memilih produk yang berkualitas sama tetapi dengan harga yang lebih murah. Hal inilah yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan sebagai produsen AMDK, akibatnya banyak produsen AMDK yang mengeluarkan second brand. Sebagai contoh PT Aqua Golden Missisipi , selain mengeluarkan Aqua juga memproduksi VIT dengan harga yang lebih murah, untuk merk Aqua dengan ukuran 240 ml satu karton dijual dengan harga Rp 15.000 sedangkan Vit dijual dengan harga Rp 12.000. Perusahaan lain juga menerapkan strategi yang sama seperti PT Tang Mas yang mengeluarkan produknya dengan merk 2 tang dan Mon air.
50
b. Strategi Promosi Dalam usaha meningkatkan volume penjualan dan menarik pelanggan, produsen melakukan strategi promosi dengan berbagai cara. Pemasangan iklan di berbagai media cetak dan elektronik sudah pasti dilakukan oleh setiap produsen termasuk juga dalam pemasangan iklan di tempat umum. Selain promosi secara langsung, beberapa perusahaan juga menggelar suatu kegiatan ataupun mensponsori kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain (Olahraga, musik, dan lainlain), undian berhadiah, potongan harga bagi distributor dan hadiah langsung bagi retailer seperti kaos, jam, payung dan lain sebagainya. c. Strategi Produk Produsen dalam usahanya menarik konsumen tidak hanya dengan menggunakan strategi promosi tetapi juga dengan menggunakan strategi produk. Faktor kehigienisan merupakan faktor yang paling penting bagi konsumen dalam memilih produk AMDK. Kehigienisan berhubungan erat dengan kualitas air (mutu). Faktor mutu merupakan unsur yang paling penting karena produk ini merupakan produk konsumsi sehingga konsumen akan lebih teliti dalam memilih produk. Contohnya, produsen Aqua menerapkan teknologi In-Line Process (satusatunya di Indonesia), teknologi In-Line Process menciptakan produk Aqua yang higienis dalam lingkungan yang terkontrol kondisi mikrobiologisnya. Teknologi ini memungkinkan pemrosesan air dan pembuatan kemasan botol dilakukan pada saat bersamaan. Penerapan cara produksi yang sangat terkontrol tersebut juga membawa Aqua meraih sertifikasi Good Manufacturing Practice (GMP) dan National Sanitation Foundation (NSF) di USA.
51
Karakteristik produk air minum dalam kemasan sebagai produk minuman yang sulit dibedakan baik rasa maupun aromanya sehingga memudahkan produsen-produsen baru untuk memasuki pasar. Namun produsen tetap memperhatikan proses produksi agar rasa dan aroma tetap terjaga dengan kualitas yang baik. Faktor lain yang dapat dikembangkan adalah kemasan. Kemasan tidak lagi sebagi wadah atau pelindung produk namun kemasan merupakan media untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada konsumen sehingga tertarik untuk membeli produk
tersebut.
Hal
yang
perlu
diperhatikan
oleh
produsen
dalam
mengembangkan kemasan adalah bentuk, bahan, warna dan label kemasan. Bentuk kemasan dibuat semenarik mungkin agar konsumen tertarik untuk membeli produk ini. Bahan kemasan yang digunakan harus bersifat inert sehingga dapat menjaga kehigienisan produk. Warna kemasan yang disukai adalah biru karena warna tersebut melambangkan kejernihan air. Label kemasan diusahakan semenarik mungkin sehingga konsumen tertarik untuk membeli produk tersebut. Selain itu ukuran kemasan juga sangat berpengaruh. Hal ini disebabkan motif pembelian konsumen disesuaikan dengan jenis ukuran yang mewakili berbagai jenis kebutuhan. Kemasan gelas lebih disukai karena dapat memenuhi kebutuhan sekali minum. Kemasan galon 19 liter merupakan pilihan kedua karena banyaknya kebutuhan konsumen akan jumlah konsumsi air minum dalam kemasan. Sebagai contoh PT Tang Mas bermain dalam kemasan 240 ml, 330 ml sampai 1500 ml, tidak memproduksi kemasan galon.
52
d. Strategi Distribusi Faktor kemudahan dalam mendapatkan produk merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi konsumen dalam memilih produk AMDK. Konsumen cenderung memilih produk yang mudah didapatkan karena produk ini merupakan kebutuhan pokok konsumen. Promosi menjadi sia-sia apabila produk tidak ada di pasaran. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ukuran gelas dan botol lebih efektif apabila didistribusikan melalui agen dan retailer. Ukuran galon akan lebih efektif apabila dipasarkan ke perkantoran, industri dan rumah tangga. Strategi distribusi yang sesuai diterapkan bagi produsen AMDK adalah multi distributor. Jalur distribusi perusahaan AMDK umumnya dibagi dua, yaitu : 1. Full integration, yaitu dimana produsen menyalurkan outputnya melalui distributor kemudian kepada agen besar lalu ke pengecer (Gambar 5.2), contoh perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah PT Tirta Investama dengan distributor PT Tirta Investama (Div. VIT) dan PT Tirta Investama (Div. Aqua). Selain itu PT Aqua Golden Missisipi dengan distributor PT Wirabuana Interent dan PT Puspadhimas. Kelebihan strategi ini adalah fleksibilitas distribusi terjamin artinya produsen hanya menetapkan segmen pasar yang ingin diraih dengan pencapaian penjualan dalam satu periode tertentu sedangkan strategi dan pemasaran produk tanggung jawab distributor yang ditunjuk. Kekurangan dari strategi ini adalah sering terjadi bentrok antar distributor yang satu dengan yang lain.
53
Produsen
Distributor Agen Besar
Agen Besar galon Institusi : Perkantoran Hotel Pabrik Rumah Tangga
galon
Pengecer
konsumen Kemasan kecil
Gambar 5.2. Jalur Distribusi Full Integration Sumber : ASPADIN, 2005. 2. Taper integration, yaitu dimana produsen menjual sebagian produknya sendiri dan menjual sebagian produk lainnya melalui distributor kemudian kepada agen besar, pengecer lalu kepada konsumen, seperti yang terlihat dalam Gambar 5.3. Contoh perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah PT Varia Industri Tirta dengan distributor PT Mulia Multi Mandiri, PT Hari-hari Sembada, PT Wirabuana Agung. Kelebihan strategi ini adalah dengan penyaluran langsung kepada konsumen diharapkan dapat meningkatkan marjin keuntungan yang akan diraih perusahaan, sedangkan kelemahan strategi ini adalah produsen harus memikirkan produksi dan juga distribusi sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan produksi dari perusahaan tersebut.
54
Sebagian dipasarkan sendiri
Produsen
Distributor Agen Besar
Agen Besar galon Institusi : Perkantoran Hotel Pabrik Rumah Tangga
galon
Pengecer
konsumen Kemasan kecil
Gambar 5.3. Jalur Distribusi Taper Integration Sumber : ASPADIN, 2005.
5.3. Analisis Kinerja Industri AMDK di Indonesia Salah satu indikator yang dapat menunjukkan kinerja pasar adalah keuntungan yang diperoleh dalam suatu industri. Tingkat keuntungan dapat dilihat melalui PCM (Price Cost Margin). Berdasarkan analisis diketahui bahwa selama periode 1980 sampai 2004 tingkat keuntungan yang diperoleh industri AMDK mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 1997 sampai tahun 1998 keuntungan yang diperoleh sangat menurun sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi. Tingkat keuntungan terendah diperoleh pada tahun 1984 sebesar 17,8 persen. Tingkat keuntungan terbesar diperoleh pada tahun 1999 sebesar 49,2 persen seiring dengan meningkatnya konsumsi AMDK yang juga meningkatkan produksi dan pada akhirnya meningkatkan keuntungan (Tabel 5.4)
55
Tabel 5.4. PCM, Growth dan X-eff Industri AMDK di Indonesia (dalam persen) Tahun PCM Growth X-eff 1980 28,69 18,08 66,13 1981 19,70 25,24 43,19 1982 27,63 44,55 57,02 1983 26,90 29,15 55,28 1984 17,88 25,26 34,36 1985 19,46 84,91 36,95 1986 20,92 0,46 45,64 1987 18,71 25,31 38,35 1988 18,69 48,58 35,95 1989 22,54 18,58 42,44 1990 26,42 -13,16 49,06 1991 25,43 47,14 43,61 1992 29,71 25,04 51,45 1993 27,41 35,80 55,56 1994 34,76 58,91 69,18 1995 30,43 9,39 58,83 1996 38,13 28,07 75,63 1997 36,20 14,57 71,05 1998 30,26 16,40 54,66 1999 49,28 2,39 132,51 2000 46,35 40,79 108,67 2001 43,44 12,08 92,98 2002 47,43 14,31 112,51 2003 48,11 7,64 120,26 2004 42,67 11,82 99,86 Sumber: BPS Tahun 1980-2004, diolah
Fluktuasi peningkatan dan penurunan PCM, Growth dan X-eff diperlihatkan Gambar 5.4. Untuk mengetahui lebih lanjut tingkat kinerja industri AMDK
digunakan
pendekatan
efisiensi
internal
(X-eff).
X-eff
dapat
menggambarkan apakah industri AMDK sudah dikelola dengan baik atau belum. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.4 nilai X-eff industri AMDK terendah diperoleh pada tahun 1984 sebesar 34,3 persen sedangkan nilai X-eff industri AMDK tertinggi diperoleh pada tahun 1999 sebesar 132,5 persen. Nilai X-eff yang tinggi mencerminkan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah
56
biaya input yang digunakan untuk proses produksi, artinya perusahaan dikelola dengan baik. 140.00 120.00 100.00
Persen
80.00 PCM (%)
60.00
Growth (%) 40.00
Xeff (%)
20.00
04 20
01 20
98 19
95 19
92 19
89 19
86
83
19
19
-20.00
19
80
0.00
-40.00 Tahun
Gambar 5.4. Fluktuasi PCM, Growth dan X-eff Variabel pertumbuhan (Growth) diduga dapat mempengaruhi kinerja industri karena variabel ini dapat menunjukkan permintaan pasar. Jika permintaan pasar meningkat maka perusahaan akan meningkatkan outputnya untuk memenuhi permintaan yang ada. Pertumbuhan output paling tinggi terjadi tahun 1985 dan terendah tahun 1990.
5.4. Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pasar Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software Excell dan E-views, didapatkan hasil seperti pada Tabel 5.5, menurut Gujarati (1978) model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria ekonometri dan kriteria
57
statistik. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik yang artinya harus terbebas dari gejala multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t. Tabel 5.5. Hasil Output Komputer Variabel terikat PCM Jumlah Observasi 25 dari tahun 1980 sampai tahun 2004 Variabel Koefisien Konstanta 13,06 CR4 -0,09 0,01 Growth X-eff 0,33
Probabilitas
R-squared Durbin-Watson statistik Prob(F-statistik)
0,00 0,06 0,54 0,00 0,95 1,27 0,00
Berdasarkan hasil pengolahan data, keterkaitan antara variabel-variabel yang membentuk fungsi PCM dapat diformulasikan ke dalam persamaan regresi berikut: PCM = 13,06 – 0,09 CR4 + 0,01 Growth + 0,33 X-eff a. Uji R-Squared Nilai R-Squared (R2) atau koefisien determinasi yang didapat dari hasil pengolahan sebesar 0,95. Artinya 95 persen keragaman PCM pada industri AMDK dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya (CR4, Growth dan X-eff) sedangkan sisanya 5 persen dijelaskan variabel lain diluar model. b. Uji F Beradasarkan hasil pengolahan data, nilai probabilitas F-statistik adalah sebesar 0,00. Taraf nyata yang digunakan adalah 1 persen, maka nilai probabilitas
58
F- statistik lebih besar dari taraf nyata sehingga kesimpulannya adalah model ini lulus uji F. c. Uji t Pada uji t-statistik, tidak semua variabel bebas berpengaruh nyata. Nilai probabilitas variabel CR4 adalah 0,06 dan taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen sehingga kesimpulannya variabel CR4 berpengaruh nyata. Variabel X-eff nilai probabilitasnya 0,00 dan taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen maka kesimpulannya variabel X-eff berpengaruh nyata. Variabel Growth nilai probabilitasnya adalah 0,54 dan taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen sehingga kesimpulannya variabel GROWTH tidak berpengaruh nyata. d. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term terdistribusi dengan normal. Berdasarkan hasil pengolahan, nilai Jarque-Bera sebesar 1,49 dan nilai probabilitasnya sebesar 0,47 sedangkan taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen sehingga nilai probabilitasnya lebih besar daripada taraf nyata. Maka kesimpulannya adalah error term terdistribusi normal (Gambar 5.5).
59
Gambar 5.5. Uji Normalitas 7 Series: Residuals Sample 1980 2004 Observations 25
6 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2 1
Jarque-Bera Probability
0 -5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
-8.47E-15 0.477905 3.224429 -4.617017 2.281246 -0.315782 1.984245 1.490240 0.474677
4
e. Uji Multikolinieritas Pada uji multikolinieritas, suatu model diasumsikan terdapat gejala multikolinieritas apabila terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel bebasnya. Uji multikolinieritas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas pada matrik korelasi. Jika antar variabel bebas lebih besar dari │0.8│maka model regresi yang dihasilkan terdapat gejala multikolinieritas. Pada model regresi pada penelitian ini asumsi tidak terdapat gejala multikolinieritas terpenuhi. Hal ini terlihat pada matrik korelasi (Tabel 5.6) yang menggambarkan korelasi antar variabel bebas dalam tabel tersebut tidak terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari│0.8│. Tabel 5.6. Matrik korelasi CR4 GROWTH XEFF
CR4 1,00 0,31 -0,48
GROWTH 0,31 1,00 -0,33
XEFF -0,48 -0,33 1,00
60
f. Uji Autokorelasi Pada uji Autokorelasi, dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Pada uji tersebut didapatkan nilai probabilitas Obs*RSquared lebih besar dari taraf nyata yaitu sebesar 0,10. Taraf nyata yang digunakan adalah 1 persen, sehingga model regresi dalam penelitian ini tidak mengandung gejala autokorelasi (Tabel 5.7). Tabel 5.7. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistik 2,06 Probabilitas Obs*R-squared 4,46 Probabilitas
0,15 0,10
g. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity Test, dimana nilai probabilitas Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata yaitu sebesar 0,32. Taraf nyata yang digunakan adalah 1 persen, sehingga model regresi dalam penelitian ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas (Tabel 5.8). Tabel 5.8. Uji heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistik 1,14 Obs*R-squared 6,91
Probabilitas Probabilitas
0,37 0,32
Berdasarkan hasil estimasi koefisien Variabel CR4 signifikan pada taraf 10 persen, namun didapat nilai yang negatif yaitu sebesar -0,09. Artinya jika konsentrasi empat perusahaan terbesar naik 1 persen, ceteris paribus maka keuntungan akan berkurang sebesar 0,09 persen. Berlawanan dengan hipotesa yang diajukan diawal, dimana PCM dan CR4 berpengaruh positif. Hal ini disebabkan semakin banyak perusahaan yang masuk maka keuntungan yang
61
diperoleh berkurang karena semakin banyak yang menikmati keuntungan tersebut namun perusahaan yang masuk adalah perusahaan kecil sehingga produk yang dihasilkan masih jauh lebih rendah daripada 3 perusahaan besar. Koefisien Xeff sebesar 0,33 dan signifikan pada taraf 10 persen yang berarti bahwa jika tingkat efisiensi perusahaan dalam industri AMDK meningkat 1 persen, ceteris paribus maka keuntungan meningkat sebesar 0,33 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan bahwa efisiensi internal memiliki hubungan yang positif dengan PCM. Variabel GROWTH tidak berpengaruh pada taraf 10 persen, hal ini diduga karena pada beberapa tahun terlihat persentase pertumbuhan output yang terjadi kecil.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada industri AMDK di Indonesia dari tahun 1980 sampai tahun 2004 maka dapat diperoleh kesimpulan: 1. Struktur pasar pada industri AMDK diketahui dengan menggunakan rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar. Berdasarkan analisis, rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar pada industri AMDK tahun 1980 sampai tahun 2004 berfluktuasi setiap tahunnya dan struktur pasar yang terjadi sampai saat ini mengarah pada struktur pasar oligopoli longgar. Pangsa pasar terbesar tahun 2005 dikuasai oleh PT Tirta Investama dengan memproduksi AMDK merk Aqua dan VIT. Hambatan masuk pasar sangat rendah, hal ini dilihat dari semakin meningkatnya jumlah perusahaan setiap tahunnya. 2. Perilaku dari industri AMDK dapat dilihat dari strategi harga, stategi produk, strategi promosi dan strategi distribusi. Pada strategi harga, produsen AMDK menciptakan second brand yaitu produk lapis kedua yang harganya lebih murah dibandingkan produk yang pertama, contohnya produsen Aqua selain memproduksi Aqua juga memproduksi Vit yang harganya lebih murah. Harga AMDK biasanya didiskusikan terlebih dahulu antara sesama anggota asosiasi. Strategi promosi melalui media cetak maupun elektronik dan menjadi sponsor dalam suatu kegiatan (olahraga, musik, dan lainnya). Strategi produk melalui pengembangan mutu (kehigienisan), kemasan (bentuk, bahan, warna dan label kemasan). Strategi distribusi dengan cara multi distributor.
63
3. Kinerja industri AMDK dapat dilihat dari PCM dan X-eff dan Growth.. Berdasarkan analisis diketahui bahwa selama periode 1980 sampai 2004 tingkat keuntungan yang diperoleh industri AMDK mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 1997 sampai 1998 keuntungan yang diperoleh sangat menurun sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi. Tingkat keuntungan terendah diperoleh pada tahun 1984 sebesar 17,88 persen. Tingkat keuntungan terbesar diperoleh pada tahun 1999 sebesar 49,28 persen seiring dengan meningkatnya konsumsi AMDK yang juga meningkatkan produksi yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan. Berdasarkan hasil analisis nilai X-eff industri AMDK terendah diperoleh pada tahun 1984 sebesar 34,36 persen sedangkan nilai X-eff industri AMDK tertinggi diperoleh pada tahun 1999 sebesar 132,51 persen. Nilai X-eff yang tinggi mencerminkan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk proses produksi, artinya perusahaan dikelola dengan baik. 4. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara struktur dan faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja, variabel yang berpengaruh adalah variabel X-eff, dan variabel CR4 sedangkan Growth tidak berpengaruh.
6.2 Saran Dari kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat dituliskan untuk peningkatan kinerja industri AMDK di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Terbentuknya struktur pasar oligopoli merupakan bentuk persaingan yang tidak sempurna sehingga memerlukan pengawasan yang ketat dari pemerintah untuk menghindari perilaku yang tidak sehat seperti kolusi dalam menetapkan harga
64
sehingga dapat merugikan konsumen melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 2. Bagi produsen dalam industri AMDK harus dapat mempertahankan efisiensi internalnya karena dengan semakin efisien maka perusahaan mampu menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan sehingga keuntungan akan semakin besar dan itu artinya perusahaan dikelola dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alistair, A. 2004. Analisis Pendekatan Struktur-Perilaku-kinerja pada Industri Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Amelia, M. 2004. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Preferensi Konsumen Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Bogor [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Batarfie, M.U.A. 2006. Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi AMDK SBQUA (studi kasus di PT Sinar Bogor Qua, Pajajaran-Bogor) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik, 1980-2004. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta. -------------------------, 2000. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLU) Industri Besar dan Sedang. Jakarta. Burgess, G.H. 1989.” Industrial Organization”. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Capricorn Indonesian Consult. 2006. Perkembangan Produksi dan Konsumsi AMDK di Indonesia. Capricorn Indonesian Consult, Inc. Delima, D.K. 2005. Analisis Struktur-Conduct-Performance Industri Ban di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Enyta. 2004. Analisis Ekuitas Merek AMDK di Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ferguson, P.L. 1988. “Industrial Economics: Issue and Perspectives”. London: Macmillan Education Ltd. Firdaus, J. 2006. Analisis kelayakan Usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pada CV. Usaha Hidup Istiqomah-Bekasi [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga. Jakarta.
66
Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, LP3ES. Jakarta.
Monopoli dan Regulasi.
Jaya, W. K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE. Yogyakarta. Juanda, B. 2003. Metodologi Penelitian. Diktat Kuliah Metodologi Penelitian. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Lestari, E.D.S. 2006. Analisis Industri Farmasi di Indonesia: Pendekatan Organisasi Industri [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi, edisi kesepuluh, Terjemahan dari Economics 10th Edition, Alih Bahasa oleh Wasana, Kibrandoko dan Bujianto, Bina Rupa Aksara, Jakarta. Nurmalina, R, 2003. Ketersediaan, Penggunaan dan Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan. Makalah,. Program PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor. Puspitasari, E. 2005. Analisis Keragaan Industri Susu Olahan di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rohman, A. 2006. Peramalan Penjualan AMDK PT. TIRTA INVESTAMASUBANG, Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simanjuntak, R.D.H. 2006. Formulasi Strategi Pemasaran Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) “Prim-A” di Kantor Penjualan PT. Sinar Sosro Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suara
Karya. Air Minum Isi Ulang tercemar Bakteri Coliform. http//www.suarakarya-online.com/news,html ? id = 623123 Air [April 2007]
Standar Nasional Indonesia. 1996. Air Minum Dalam Kemasan. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. Supriatna, B. 2005. Tingkat Integrasi Vertikal Pada Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
67
Suprihatin, 2004. Keamanan Air Minum Isi Ulang. www.Kompas.com/kompas/0401/07/inspirasi/785616.html-41k-[April 2007]. Tunggal, A.W. 2003. Tanya Jawab Manajemen Strategik. Havarindo. Jakarta. Wardjaja, S. 2000. Analisa Struktur Industri Komunikasi Seluler. Tesis. Program PascaSarjana, Universitas Indonesia, Jakarta. Wibisono, L dan I gede Agung Yudana. Mencari Mutu Air Kemasan. http//www.Indomedia.com/intisari/2001/jun/air udara. Htm. [April 2007]
Lampiran 1. Produsen AMDK Yang Tergabung Dalam Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN). No Nama Perusahaan Merek Alamat Produk Wilayah Pusat 1. Bandangan Tirta Agung, PT PROE Jln. Veteran, Banjarmasin 2. Ima Montaz Sejahtera, PT Mount Drink Jln. Medan, Banda Aceh 3. Intim Qua Perdana Gelegar Ujung Pandang, Sulsel Antar Buana, PT 4. Central Karya Pratama, PT ALDA Ujung Pandang, Sulsel 5. Tirta Investama-Bali,PT AQUA Badung, Bali 6. Tirta Sibayakindo, PT AQUA Pulo Gadung, Jakarta 7. Lingga Harapan, PT Arthess Jln. Moh Roem, Jambi 8. Tirta Investama-Lampung, AQUA Bandar Lampung PT 9. Tirta Investama, PT AQUA Pulo Gadung, Jakarta 10. Tanggamus Matra Tirta, PT Amust Jln. Hayam Wuruk, Quadis Jakarta 11. Tirta Osmosis Sampurna, Alfa One Palembang PT 12. Kutrindo Indonesia, PT NEBALI Gianyar, Bali 13. Bumi Pasir Putih, PT Airness Palembang 14. Djarum Emas Unggul, PT AIRA Palembang Wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta 1. Aqua Golden Missisipi, PT AQUA Pulo Gadung, Jakarta 2. Santa Rosa Indonesia, PT OASIS Pulo Gadung, Jakarta AVION 3. Varia Industri Tirta, PT VIT Pulo Gadung, Jakarta 4. Indodrinks, PT AVI Tanah Abang, Jakarta 5. Sinar Sosro, PT Prim-A Cakung, Jakarta 6. Alfindo Putra Setia, PT ADES Jakarta Barat 7. Teh Giju, PT Sari Cup Cirebon 8. Central Arena Perkasa, PT AQUARIN Pluit, Jakarta 9. Meji Sinar Kasih, PT Bonanza Ciracas, Jakarta 10. Sendang Tri Dharma Upaya, AMIN Sidomukti, Depok PT AQUATRI 11. Toyamilindo, PT Mountoya Cirebon 12. Tang Mas, PT 2 tang Cimanggis, Jakarta 13. Pusaka Kali Agung, PT Tirta Alam Cirebon 14. PDAM Tirta Sanita Prayoga AMIRAL Depok INTAN 15. Tirta Babakan Pari, PT AQUA Pulo Gadung, Jakarta 16. Sumber Warih Sejahtera, PT AYYA Jakarta Selatan 17. Royal Tirta, PT Royal Gunung Putri, Bogor 18. Tiga Raksa/ Aires Mega, PT Airess Sukabumi
69
Lampiran 1. Produsen AMDK Yang Tergabung Dalam Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN). No Nama Perusahaan Merek Alamat Produk 19. Grahamas Intitirta, PT 20. Triusaha Mitra Raharja, PT 21. Aquamas Hudaya Situhiyang, PT 22. Lima Gajah Tirta Persada, PT 23. Panfila Indosari, PT 24. Cisalada Jaya Tirtatama, PT 25. Tirta Mas Megah, PT 26. Baksomas Sugiharto Pacifik, PT 27. Buana Air Segar, PT 28. Subur Tirta Sejuk, PT 29. Tirta Tekno Sys, PT 30. Tirta Investama- Subang, PT 31. Kurnia Makmur lancar, PT 32. 33.
34. 35. 36. 37. 38. 39.
1. 2. 3. 4. 5.
Batavia AQUELA Aquamas
Jakarta Jakarta Barat Jakarta Barat
Alfaqua
Jakarta selatan
RON 88 Aquina TOTAL Ben Air
Bandung Pulo Gadung, Jakarta Cicurug, Sukabumi Jakarta Pusat
Citra Sejuk Water Store AQUA Air Minum Kumala Multi Mineral Perkasa INZON Tirta Bahari, CV Rainer Evis Bahari Kemala Tirta Food Aritama, PT AriQua Jumelindo, PT Yumey Air Minum Wahana Eka Tirta, PT WET Krakatau Daya Listrik, PT Air minum Quelle Tirta Chandra Anugerah Tiara Illahi, PT Tirta Jaya Anugerah Fuente Mandiri Cascada Wilayah Jawa Tengah Lumutmas Interindo, PT ZAM Tirta Megah Cendana, PT SIPP Indotirta Jaya Abadi, PT AGUARIA Ades Alfindo Putra Setia, ADES PT Seta Wijaya Bhakti Sentosa, ADI PT
Jakarta Jakarta Pluit, Jakarta Utara Subang Jakarta Pusat Jakarta Pademangan, Jakarta
Jakarta Cengkareng, Jakarta Pondok Gede, Bekasi Cilegon Tambun, Bekasi Serpong, Tangerang
Tegal Semarang Semarang Semarang Slawi
70
Lampiran 1. Produsen AMDK Yang Tergabung Dalam Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN). No Nama Perusahaan Merek Alamat Produk 6. 7.
Tirta Mas Megah, PT Coca Cola Amatil Indonesia Cntral Java, PT 8. Tirta Investama-Wonosobo, PT 9. YKPP Quatra Jasa Mineral, PT 10. Kurniawan Sejati, CV 11. 12. 13.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
TOTAL BONAQA
Temanggung Semarang
AQUA
Wonosobo
Quatra
Kendal
Milan Snow Pancasan Tirta Alami, PT Aeroz Bayu Adji Nusantara Java Industries, PT Banyu Biru Tirta Purbalingga Adijaya, AS PT SQUOS OYAKU Wilayah Jawa Timur Asian Food & Beverage, co, ASIA PT Prima Tirtawaluyo, PT JC Bengawan Murni, PT SAM Ice Cool Tirta Bahagia, PT CLUB Tirtamas Megah, PT TOTAL Pamargaha Indojatim, PT ADES VICA Tirta Investama Pandaan, AQUA PT Atlantic Biru Raya, PT CHEERS Good Day Artotoyo Utomo, PT VITAQA SALAM Hutama Naela, PT HN SQUADES Tirta Sari, PT ATLANTA
12. Gunungarta Manunggal, PT 13. Inti Citra Baverages, PT 14. Bromo Tirta Lestari, PT
REFILL CERIA Nicky ALAMO
Semarang Banyumas Ambarawa Purbalingga
Surabaya Surabaya Mojokerto Surabaya Pasuruan Surabaya Pandaan Pandaan Surabaya Pasuruan Gresik Surabaya Pasuruan Surabaya Probolinggo
71
Lampiran 1. Produsen AMDK Yang Tergabung Dalam Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN). No Nama Perusahaan Merek Produk Alamat 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Sariguna Primatirta, PT Superindo Utama Corp, PT Sumber Bening Lestari, PT Sari Rejeki, PT Swa Bina Gatra, PT Aneka Tirta Sukuindo, PT
AQUANDA AQUASE AQUADA VIVI SWA Pure AQUA Oce 21. Tirta Yakin Sejahtera, PT AMSIL 22. Naya Tirta Abar, PT OLLA 23. Tirta Nusa Surya Timur, PT AIRO VINA 24. Karunia Tirtamas Abadi, PT AIRQITA AQUADAENG 25. Indo Tirta Niagara, CV Joy, Frons, Toyo, Medola 26. Tiasta Sejahtera, PT GRIS 27. Indah Permai, PT NETRAL 28. Narmada Awet Muda, PT Naemada Wilayah Riau & Kep. Riau 1. Tirta Jatim Mandiri, PT Forever Forest 2. Lautan Bening, CV ASTAR, YUKI, YUBISTAR, STAR 3. Alam Inti Raya, PT Ozoniri 4. Gumung Tajam, CV AGUNTA 5. Multi Sindo Arian, PT GUMARU 6. Garden Tirta Fedani, PT ADERA 7. Tondy Bersaudara, PT ASMI, MINDY, FREZON 8. Kapuas Kencana, CV ILUVA, ADAIR Wilayah Sumatera Barat 1. Amanah Insanillahia, PT AMIA 2. Agrimitra Utama Persada, SMS PT 3. Asia Megah Food Asia Bagus Manufacture, PT 4. Aquawibawa Industri, PT SLING Sumber : ASPADIN, 2003.
Sidoarjo Surabaya Surabaya Surabaya Gresik Malang Surabaya Surabaya Surabaya Surabaya Makasar Mojokerto Surabaya Lombok Lombok Batam Batam
Pekanbaru, Riau Pangkal pinang Nagoya, Batam Batam Batam Teluk Kering, Batam Batusangkar, Sumbar Padang Padang Sicincin, Sumbar
72
Lampiran 2. Data PCM Industri AMDK di Indonesia Nilai Tambah Upah Output Tahun (000 Rp) (000 Rp) (000 Rp) 1980 9473518 2645705 23799584 1981 8990887 3118685 29805630 1982 15644968 3739984 43084202 1983 19810384 4844214 55644722 1984 17822860 5360904 69699666 1985 34770563 9694339 128881611 1986 40576135 13483510 129475965 1987 44974682 14615463 162243348 1988 63747145 18685487 241058316 1989 85171887 20747091 285844305 1990 81692875 16116552 248225179 1991 110909892 18023105 365235125 1992 155142654 19478578 456683106 1993 221495862 51527571 620162232 1994 402977011 60441284 985494946 1995 399305988 71247655 1078052540 1996 594560009 68173246 1380685576 1997 657066009 84401340 1581803263 1998 650693064 93457222 1841213456 1999 1074438200 145298070 1885283242 2000 1382308736 151989240 2654341772 2001 1433363479 140925313 2974895275 2002 1800386384 187425684 3400588751 2003 1998554306 237586395 3660375522 2004 2045152435 298758235 4093202083 Sumber: BPS Tahun 1980-2004, diolah.
PCM (%) 28,69 19,70 27,63 26,90 17,88 19,46 20,92 18,71 18,69 22,54 26,42 25,43 29,71 27,41 34,76 30,43 38,13 36,20 30,26 49,28 46,35 43,44 47,43 48,11 42,67
73
Lampiran 3. Data X-eff Industri AMDK di Indonesia Nilai Tambah (000 Rp) 1980 9473518 1981 8990887 1982 15644968 1983 19810384 1984 17822860 1985 34770563 1986 40576135 1987 44974682 1988 63747145 1989 85171887 1990 81692875 1991 110909892 1992 155142654 1993 221495862 1994 402977011 1995 399305988 1996 594560009 1997 657066009 1998 650693064 1999 1074438200 2000 1382308736 2001 1433363479 2002 1800386384 2003 1998554306 2004 2045152435 Sumber: BPS Tahun 1980-2004, diolah Tahun
Input (000 Rp) 14326066 20814743 27439234 35834338 51876806 94111048 88899830 117268666 177311171 200672418 166532304 254325233 301540452 398666370 582517935 678746552 786125567 924737254 1190520392 810845042 1272033036 1541531796 1600202367 1661821216 2048049648
X-eff (%) 66,13 43,19 57,02 55,28 34,36 36,95 45,64 38,35 35,95 42,44 49,06 43,61 51,45 55,56 69,18 58,83 75,63 71,05 54,66 132,51 108.67 92,98 112,51 120,26 99,86
74
Lampiran 4. Data Growth (pertumbuhan output) Industri AMDK di Indonesia Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Output 23799584 29805630 43084202 55644722 69699666 128881611 129475965 162243348 241058316 285844305 248225179 365235125 456683106 620162232 985494946 1078052540 1380685576 1581803263 1841213456 1885283242 2654341772 2974895275 3400588751 3660375522 4093202083
Sumber: BPS Tahun 1980-2004, diolah
Growth (%) 18.07554337 25.23592849 44.55054968 29.1534238 25.25835963 84.9099406 0.461162764 25.30769552 48.5782431 18.57890229 -13.16070509 47.13862891 25.03811237 35.79706012 58.90921684 9.391990733 28.0721973 14.56650888 16.39964963 2.393518571 40.79273145 12.07657229 14.30952812 7.639464517 11.82464909
75
Lampiran 5. Hasil output Komputer Dependent Variable: PCM Method: Least Squares Date: 08/22/07 Time: 12:24 Sample: 1980 2004 Included observations: 25 Variable C CR4 GROWTH XEFF R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient 13.06921 -0.094902 0.015680 0.330944 0.950535 0.943469 2.438754 124.8980 -55.58123 1.274928
Std. Error t-Statistic 3.108819 4.203916 0.049228 -1.927805 0.025801 0.607740 0.020315 16.29048 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0004 0.0675 0.5499 0.0000 31.08618 10.25709 4.766499 4.961519 134.5149 0.000000
Probability Probability
0.154000 0.107060
Lampiran 6. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
2.067720 4.468728
Lampiran 7. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 1.147015 Obs*R-squared 6.914703
Probability Probability
0.376114 0.328808
Lampiran 8. Uji Multikolinieritas CR4 GROWTH XEFF
CR4 1.000000 0.314570 -0.488080
GROWTH 0.314570 1.000000 -0.332310
XEFF -0.488080 -0.332310 1.000000