ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DI INDONESIA
OLEH: IKA MUSTIKA SARI (H14070056)
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN IKA MUSTIKA SARI. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Pengolahan Susu di Indonesia. (Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO) Industi Pengolahan Susu (IPS) merupakan salah satu industri yang berperan besar dalam perekonomian maupun dalam peningkatan gizi masyarakat. Konsumsi susu di Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya yaitu hanya 11,9 liter per kapita per tahun, India mencapai 42,8 liter per kapita per tahun, Malaysia dan Filipina mencapai 22,1 liter per kapita per tahun, Thailand mencapai 31,7 liter per kapita per tahun, bahkan Vietnam masih lebih tinggi dari Indonesia yaitu 12,1 liter per kapita per tahun (Tetra Pak, 2010). Selain itu, produksi susu di Indonesia juga baru dapat memasok tidak lebih dari 26,5 persen, sisanya 73,5 persen berasal dari impor. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya arus informasi maka diperkirakan konsumsi nasional akan terus meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan industri pengolahan susu. Pertumbuhan industri pengolahan susu yang meningkat menyebabkan persaingan antar produsen semakin meningkat pula. Fenomena yang selanjutnya terjadi adalah timbulnya kekuatan-kekuatan ekonomi yang mengarah kepada terbentuknya konsentrasi kekuatan pasar. Kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi struktur pasar di dalam industri. Kecenderungan yang akan timbul adalah terbentuknya struktur pasar yang mengarah pada monopoli ataupun oligopoli. Selanjutnya struktur pasar tersebut akan mempengaruhi perilaku-perilaku perusahaan-perusahaan pada industri ini sehingga akan mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur-perilaku-kinerja industri pengolahan susu di Indonesia serta hubungan antara struktur dan faktorfaktor lain dengan kinerja industri pengolahan susu. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan data sekunder dari tahun 1984 hingga tahun 2008. Pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) digunakan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri, dapat dilihat dari tingkat keuntungan melalui Price Cost Margin (PCM) menggunakan model regresi yang diduga dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Tingkat keuntungan (PCM) diduga dipengaruhi oleh rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), Minimum Efficiency Scale (MES), produktivitas (PROD), tingkat pertumbuhan produksi (GROWTH), efisiensi internal (Xeff), dan total impor bahan baku (Tm). Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur industri pengolahan susu di Indonesia bersifat oligopoli ketat dengan rata-rata rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) sebesar 72,68 persen dan hambatan masuk untuk indutri cukup tinggi dilihat dari rata-rata MES (29,05 persen), sedangkan perilaku industri pengolahan susu dapat terlihat dari strategi produk, harga dan promosi. Kinerja industri pengolahan susu di Indonesia tergolong rendah, dengan nilai rata-rata PCM, Growth dan Xeff sebesar 25,10 persen, 37,62 persen dan 20,32 persen. Masih rendahnya kinerja yang dihasilkan diduga adanya peningkatan biaya input yang digunakan dalam proses produksi dan kemampuan indutri untuk
meminimumkan biaya input yang digunakan untuk produksi belum dapat dikelola dengan baik oleh perusahaan. Sedangkan hasil analisis menggunakan OLS (Ordinary Least Square) diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kinerja (PCM) diantaranya ialah Minimum Efficiency Scale (MES), pertumbuhan perusahaan (GROWTH) dan efisiensi internal (Xeff). Efisiensi internal merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa hanya efisiensi internal yang berpengaruh positif terhadap kinerja. Perlu adanya perhatian dan dukungan penuh pemerintah untuk memperkuat peternak sapi perah lokal sebagai sumber bahan baku utama industri pengolahan susu dengan menerapkan kebijakan yang mendukung peternak sapi perah serta memberikan lebih banyak pelatihan peningkatan kualitas produk dan peningkatan Sumber Daya Manusia. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan susu dalam negeri pemerintah harus bekerja sama dengan industri untuk memberikan informasi mengenai pentingnya minum susu agar mendorong kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk susu sebagai makanan pelengkap, pencitraan produk susu segar atau cair pun sangat diperlukan untuk membantu industri pengolahan susu mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Dengan demikian industri pengolahan susu di Indonesia dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi sehingga kinerja industri pengolahan susu menjadi lebih baik.
ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DI INDONESIA
Oleh IKA MUSTIKA SARI H14070056
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Pengolahan Susu di Indonesia
Nama
: Ika Mustika Sari
NIM
: H14070056
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir Arief Daryanto, M. Ec. NIP. 19610618 198609 1001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAUPUN LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2011
Ika Mustika Sari H14070056
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ika Mustika Sari dilahirkan pada tanggal 25 Maret 1989 di Bogor. Penulis anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Musanip dan Ibu Elly Suprianti. Penulis memulai pendidikan di TK Sejahtera II (1994-1995), SD Negeri Kebon Pedes I (1995-2001), SLTP Negeri 5 Bogor (2001-2004), dan SMA Negeri 2 Bogor (2004-2007). Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan penulis diterima pada Program Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen melalui proses seleksi yang cukup ketat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kepanitian kemahasiswaan diantaranya kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru tingkat Fakultas tahun 2009 dan HIPOTEX-R yang diselenggarakan oleh Himpunan Profesi Peminat Ekonomi Studi Pembangunan pada tahun 2009.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada jungjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan Islam dan member petunjuk kepada seluruh umat manusia agar selamat di dunia maupun di akhirat. Penelitian ini berjudul “ Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Pengolahan Susu di Indonesia” disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi (S.E) pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak (Musanip) dan Mamah (Elly Suprianti) tercinta, atas segala doa, dukungan baik moril maupun materil, semangat, kepercayaan, dan kasih sayangnya setiap saat kepada penulis. 2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan semangat kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir Sri Mulatsih, MS dan Widyastutik, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak sekali saran dan kritik. 4. Kakak-kakakku serta keluarga besar Yayi Suparyi atas dukungan, nasihat dan doanya serta penghibur disaat keluh kesah. 5. Pegawai Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Perindutrian RI, dan Lembaga Sumber Informasi (LSI) IPB atas kesediaan waktunya untuk membantu dalam pencarian data. 6. Seluruh staf Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB atas bantuan yang diberikan demi kelancaran seminar dan siding skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat penulis (Riska, Nindya, Wati, Asti, Acuy, Apri dan d’Ripux) atas dukungan dan masukannya. Seluruh teman-teman IE angkatan 44 atas bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya. 8. Sahabat dan teman satu PS (Fifi, Nhimas dan Nyenyo) yang telah melewati suka dan duka bersama selama menjalani proses ini. 9. Kakak-kakak IE angkatan 43 yang telah berbagi pengalaman dan Special Thank pada Kak Khilqa Istitho Ati Putri yang telah meminjamkan buku serta memberikan banyak informasi. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materil sehingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bogor, Juni 2011
Ika Mustika Sari H14070056
i
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL...............................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................
vi
I. PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1 Latar Belakang..........................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................
8
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ........
10
2.1 Konsep Industri.........................................................................
10
2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri ...................
11
2.2.1 Struktur Industri ...............................................................
12
2.2.2 Perilaku Industri...............................................................
16
2.2.3 Kinerja Industri ................................................................
17
2.3 Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja ..................................
18
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu ..................................................
19
2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis.....................................................
21
2.6 Hipotesis Penelitian ..................................................................
23
III. METODE PENELITIAN ............................................................
25
3.1 Jenis dan Sumber Data ..............................................................
25
ii
3.2 Metode Analisis ........................................................................
25
3.3 Analisis Struktur (Structure) Industri ........................................
26
3.4 Analisis Perilaku (Counduct) Industri .......................................
28
3.5 Analisis Kinerja (Performance) Industri....................................
28
3.6 Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja .............................................................
30
3.7 Uji Statistik dan Ekonometrika..................................................
32
IV. GAMBARAN INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DI INDONESIA
37
4.1 Sejarah Industri Pengolahan Susu di Indonesia..........................
37
4.2 Profil Beberapa Industri Pengolahan Susu.................................
40
4.3 Perkembangan Industri Pengolahan Susu di Indonesia ..............
45
4.3.1 Bahan Baku dan Populasi Sapi Perah di Indonesia............
45
4.3.2 Kapasitas dan Pertumbuhan Produksi ...............................
49
4.3.3 Perkembangan Nilai Impor...............................................
50
4.4 Jumlah Perusahaan dan Status Penanaman Modal Industri ........
52
4.5 Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Susu di Indonesia .
53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................
59
5.1 Analisis Struktur Pasar Industri Pengolahan Susu di Indonesia..
59
5.1.1 Analisis Rasio Konsentrasi Industri ..................................
59
5.1.2 Analisis Hambatan Masuk Pasar ......................................
62
5.2 Analisis Perilaku Industri Pengolahan Susu di Indonesia...........
65
5.2.1 Strategi Produk.................................................................
65
iii
5.2.2 Strategi Harga ..................................................................
68
5.2.3 Strategi Promosi...............................................................
71
5.3 Analisis Kinerja Industri Pengolahan Susu................................
75
5.4 Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja .............................................................
77
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
84
6.1 Kesimpulan...............................................................................
84
6.2 Saran ........................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
88
LAMPIRAN........................................................................................
90
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Contoh Tipe Pasar ......................................................................
13
2.
Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu ..............
47
3.
Perkembangan Industri Pengolahan Susu ...................................
49
4.
Jumlah Produksi Susu Berdasarkan Jenis Produksi.....................
50
5.
Perkembangan Impor Susu dan Produk Susu di Indonesia ..........
51
6.
Jumlah Perusahaan Menurut Status Penanaman Modal...............
52
7.
Utilitas Kapasitas Produksi Industri Pengolahan Susu ................
64
8.
Komposisi Biaya Input Industri Pengolahan Susu.......................
65
9.
Hasil Regresi Model...................................................................
78
10. Matriks Korelasi antar Variabel Independen...............................
80
11. Hasil Uji Autokorelasi................................................................
81
12. Hasil Uji Heteroskedastisitas......................................................
82
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Pohon Industri Produk Pengolahan Susu ....................................
4
2.
Bagan Kerangka Pemikiran ........................................................
22
3.
Fluktuasi Nilai CR4 ....................................................................
61
4.
Fluktuasi Nilai MES...................................................................
63
5.
Fluktuasi PCM, Growth, dan X-eff.............................................
75
6.
Grafik Hasil Uji Normalitas........................................................
80
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Tingkat Konsentrasi Rasio Tahun 1984-2008................................ 90 2. Price Cost Margin (PCM) Tahun 1984-2008 ................................ 91 3. Minimum Efficiency Scale (MES) Tahun 1984-2008 ..................... 92 4. Nilai Efisiensi-X Tahun 1984-2008............................................... 93 5. Nilai Produktivitas Tahun 1984-2008............................................ 94 6. Nilai Growth Tahun 1984-2008 .................................................... 95
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Keberadaan industri pengolahan susu di Indonesia mempunyai sisi positif
dan negatif. Sisi positifnya adalah industri ini berperan besar dalam perekonomian. Sektor ini mampu memberikan peluang kerja bagi penduduk Indonesia. Selain itu, sektor ini juga menggunakan input dari sektor peternakan. Sedangkan dari sisi negatif, industri ini menghadapi banyak masalah mulai dari persaingan pemasaran baik di pasar domestik maupun pasar internasional, kurangnya pasokan susu dalam negeri serta masih buruknya kualitas susu di tingkat peternak, menyebabkan industri pengolahan susu dalam negeri sulit menggunakan susu lokal sebagai bahan baku pembuatan susu olahan. Saat ini jumlah peternak susu sekitar 118,75 ribu peternak. Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari 361 ribu ekor pada tahun 2005 meningkat menjadi 397 ribu ekor pada tahun 2009.
Hal ini berbanding lurus dimana
produksi susu juga meningkat dari 536 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 658 ribu ton pada tahun 2009. Sementara tingkat konsumsi pada tahun 2005 sebesar 709 ribu ton meningkat menjadi 820 ribu ton pada tahun 2009. Perubahan peningkatan konsumsi susu yang relatif lebih cepat dibandingkan produksi, keterbatasan jumlah sapi perah serta masih rendahnya produksi susu yaitu dibawah 10 liter/hari menyebabkan tingkat produksi susu belum mampu memenuhi seluruh permintaan konsumen di dalam negeri, sehingga sisanya harus diimpor (Deptan dan Deperin, 2009).
2
Industri Pengolahan Susu (IPS) mempunyai peranan penting dan strategis dalam upaya penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat karena menurut FAO (the Food and Agriculture Organization) susu merupakan komoditas pangan yang hampir sempurna karena didalamnya terkandung sembilan bahan nutrisi pokok yang bermanfaat untuk menjaga tubuh manusia agar tetap sehat dan kuat. Ditinjau dari aspek konsumsi susu bangsa Indonesia, berdasarkan data Tetra Pak Indonesia tahun 2010, konsumsi susu di Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yaitu hanya 11,9 liter per kapita per tahun, sedangkan India mencapai 42,8 liter per kapita per tahun, Malaysia dan Filipina mencapai 22,1 liter per kapita per tahun, Thailand mencapai 31,7 liter per kapita per tahun, bahkan Vietnam masih lebih tinggi dari Indonesia yaitu 12,1 liter per kapita per tahun. Selain itu, produksi susu di Indonesia juga baru dapat memasok tidak lebih dari 26,5 persen, sisanya 73,5 persen berasal dari impor. Hal tersebut menunjukkan masih kurangnya pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Konsumsi susu di Indonesia masih akan meningkat seiring dengan permintaan susu dan produk susu serta pertambahan penduduk dunia. Perkiraan pertambahan produksi susu di negara berkembang antara tahun 1997 – 2020 diperkirakan sebesar 2,73 persen atau sebesar lebih kurang 10 – 15 juta ton/tahun (Departemen Perindustrian, 2009). Peluang untuk meningkatkan konsumsi susu cair untuk bahan baku susu olahan masih sangat besar. Konsumsi susu cair lebih rendah dibandingkan dengan susu bubuk dan susu kental manis karena faktor kemasan susu UHT dan susu steril botol yang relatif mahal apabila dibandingkan dengan isi yang dikemas. Fakta menunjukkan bahwa tingkat produksi riil masih
3
lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas produksi terpasang, sehingga peluang untuk meningkatkan produksi atau konsumsi susu cair dengan menggunakan tipe kemasan yang lebih murah masih sangat besar apalagi jika didukung dengan iklan promosi yang tepat sasaran. Penggunaan susu kental manis cukup beragam, pada umumnya sebagai pencampur kopi atau teh, oles roti hingga bahan martabak. Konsumsi susu pasteurisasi masih sangat rendah karena kendala jalur distribusi yang mensyaratkan adanya cold chain (jalur pendingin) dan tidak tahan lama serta mudah rusak. Industri pengolahan susu pada umumnya menggunakan susu segar sebagai bahan baku. Selain bahan baku susu segar, industri ini juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, krim, minyak nabati, dan lain-lain agar dapat diproses menjadi produk olahan lainnya. Jenis diversifikasi produk susu meliputi, susu cair (UHT, pasteurisasi), susu bubuk, susu kental manis (SKM), keju, mentega, yoghurt, dan es krim. Gambar 1 menunjukkan berbagai turunan dari produk industri pengolahan susu.
4
Evaporated Milk Pasterized Milk UHT Milk Butter Milk Krim Susu
Segar
Mentega
Cream Product (single cream, double cream, whipping cream, dll)
Susu
Milk Fat Skim Milk Susu Bubuk (Whole)
Industri
Makanan/
Susu Kental Manis Susu Bubuk (skim)
Rumah
Fermented Milk (yoghurt, kefir,dll)
Ice Cream Milk Powder
Tangga
Es Krim Tahu Susu, Krupuk Susu Keju Whey Protein Concentrate Whey
Laktosa Whey Concentrate
Industri Makanan/ Farmasi/ Makanan Ternak
Sumber: Depperindag (Dir P2H-Nak), 2008 Gambar 1. Pohon Industri Produk Pengolahan Susu Pertumbuhan industri pengolahan susu yang meningkat menyebabkan persaingan antar produsen semakin meningkat pula. Persaingan antara industri pengolahan susu dalam beberapa tahun ini semakin ketat, yang terlihat dari pesatnya jumlah perusahaan dan produk-produk baru yang berinovasi dalam peningkatan mutu gizi serta dapat terlihat dari banyaknya promosi berbagai merek produk susu melalui iklan dimedia cetak maupun televisi guna meraih konsumen pasar yang lebih tinggi. Dalam menghadapi hal tersebut, maka perusahaan yang
5
bergerak dibidang industri pengolahan susu berusaha untuk meningkatkan nilai penjualan dan pangsa pasarnya dalam industri. Nilai penjualan dan pangsa pasar adalah salah satu indikator dalam menilai suatu kinerja perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2006), saat ini bentuk struktur pasar industri pengolahan susu Indonesia ialah oligopoli ketat dilihat dari tingkat konsentrasi rasio yang cukup tinggi dan jenis produk yang heterogen. Dari segi perilaku industri dalam strategi produk, industri pengolahan susu cenderung melakukan diversifikasi dan diferensiasi produk yag berkualitas dan bermutu tinggi. Dalam strategi promosi umumnya industri pengolahan susu melakukan strategi berbentuk merek dan melalui iklan, public relation, dan personal selling. Dari segi kinerja, industri pengolahan susu Indonesia memiliki keuntungan yang cukup tinggi yang dilihat dari nilai PCM yang cukup besar dan nilai efisiensi yang cukup tinggi. Strategi-strategi inilah yang kemudian digunakan oleh industri pengolahan susu di dalam menghadapi ketatnya persaingan industri pengolahan susu antara perusahaan domestik dan perusahaan luar negeri. Contohnya Australia dan New Zealand adalah produsen susu utama di negara-negara ASEAN yang di dalamnya termasuk negara Indonesia. Terlebih pada tanggal 13 Februari 2009 dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 19/PMK.011/2009 tentang penetapan tarif bea masuk atas barang impor produk-produk tertentu. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa tarif bea masuk untuk skim milk powder, full cream milk, yoghurt, butter milk, dan produk pengolahan susu lainnya adalah nol persen.
6
Pada perilaku pasar misalnya dalam selera konsumsi susu, masyarakat Indonesia lebih menyukai susu bubuk dibanding dengan susu segar. Hal ini diduga karena faktor kemudahan dalam penggunaan dan aman disimpan dalam waktu yang relatif lama. Berbeda dengan negara maju yang lebih banyak mengkonsumsi susu segar dibandingkan susu bubuk. Selera masyarakat yang demikian menyebabkan impor bahan baku meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu kajian mengenai struktur-perilaku-kinerja industri pengolahan susu menjadi menarik untuk diteliti dilihat dari sisi konsumsi, permintaan dan persaingan industri. 1.2
Perumusan Masalah Dari sisi permintaan, produksi susu dalam negeri masih belum mencukupi
untuk menutupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Saat ini produksi dalam negeri baru memasok tidak lebih 30 persen dari permintaan nasional, sisanya berasal dari impor. Produksi susu segar dalam negeri yang masih rendah dibandingkan permintaan susu terhadap industri pengolahan susu serta mutu susu segar dalam negeri yang belum mampu memenuhi Standar Internasional (SI) mengakibatkan kebutuhan impor bahan baku semakin tinggi. Kerugian yang ditimbulkan dari importasi susu dan produk susu diantaranya
terkurasnya
devisa
nasional,
hilangnya
kesempatan
terbaik
(opportunity loss) yang berasal dari tidak dimanfaatkannya potensi sumberdaya yang ada, dan hilangnya potensi revenue yang seharusnya diperoleh pemerintah dari pajak apabila agribisnis persusuan dikembangkan secara baik. Untuk itu, sudah sewajarnya bila pemerintah dan stakeholders lainnya berupaya keras
7
meningkatkan pangsa pasar (market share) para pelaku pasar domestik dalam industri pengolahan susu di Indonesia. Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer dari hasil produksi susu segar nasional yang rendah, dimana sebagian besar (90 persen) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak. Sehingga sampai saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi. Dilihat dari sisi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi produk susu Indonesia akan semakin meningkat seiring peningkatan dalam pengetahuan, pendidikan, pendapatan serta bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Potensi peningkatan konsumsi tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik, karena hal tersebut berdampak pada perilaku pasar yang menginginkan produk dalam bentuk serta kualitas yang berbeda dari industri pengolahan susu. Perilaku pasar ini yang membuat industri pengolahan susu berusaha meningkatkan hasil produk olahannya menjadi lebih baik secara jenis dan kualitas dalam rangka menghadapi pertumbuhan persaingan industri pengolahan itu sendiri.
8
Disamping itu pertumbuhan pasar Internasional dalam industri pengolahan susu pada saat ini menambah deretan faktor-faktor yang dapat merubah kinerja industri pengolahan susu dalam negeri. Mulai dari kebutuhan bahan baku, permintaan pasar, kebijakan dan persaingan dibidang industri pengolahan susu. Berdasarkan uraian di atas, fenomena persaingan industri pengolahan susu ini merupakan suatu hal yang menarik untuk dianalisis. Adapun, permasalahanpermasalahan yang akan dianalisis antara lain: 1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia dalam peningkatan daya saing industri? 2. Bagaimana hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan pemaparan latar belakang serta perumusan masalah di atas,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai industri pengolahan susu antara lain: 1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia dalam peningkatan daya saing industri. 2. Menganalisis hubungan antara struktur dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pengolahan susu di Indonesia.
9
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai
berikut : 1. Memberikan informasi serta gambaran tentang struktur, perilaku dan kinerja industri pengolahan susu nasional sebagai bahan rujukan bagi pengambilan kebijakan pengembangan industri pengolahan susu nasional dalam peningkatan daya saing industri pengolahan susu. 2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam bidang keilmuan yang dipelajari. 3. Penelitian ini juga diharapkan menjadi tambahan informasi untuk penelitian-penelitian lanjutan.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Konsep Industri Konsep-konsep industri sangat penting untuk diketahui dan dipahami.
Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisa mengenai persaingan dan monopoli dengan berbagai macam pasar yang berada di antara keduanya (Jaya, 2001). Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisasiannya memengaruhi cara kerja pasar industri. Definisi ekonomi industri adalah bahwa pada dasarnya teori-teori yang terdapat dalam ekonomi industri menekankan pada ilmu ekonomi studi empiris dan faktor-faktor yang memengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja sehingga tercapai tingkat efisiensi bagi perusahaan, industri serta perekonomian secara keseluruhan (Jaya, 2001). Ekonomi industri ialah studi teoritik dan empirik tentang bagaimana struktur pasar dan tingkah laku penjual pembeli mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan ekonomi. Pengertian industri dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro, pengertian industri adalah kumpulan perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Pengertian industri secara makro adalah kegiatan yang menciptakan nilai tambah, yakni semua produk barang maupun jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian industri secara luas adalah suatu
11
unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada satu bangunan atau lokasi tertentu serta memiliki catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggung jawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993). Industri merupakan suatu kegiatan proses pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi maupun setengah jadi. Definisi perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang bertujuan menghasilkan barang dan jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab atas usaha tersebut (BPS, 2002). 2.2
Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Dalam teori organisasi industri, terdapat sebuah konsep SCP, atau
structure, conduct and performance. Teori tersebut menjelaskan bahwa kinerja suatu industri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh struktur pasar. Struktur pasar (structure) dianggap akan mempengaruhi perilaku dan strategi perusahaan dalam suatu industri dan perilaku (conduct) akan mempengaruhi kinerja (performance). Paradigma SCP berpendapat bahwa konsentrasi pasar yang tinggi membuat perusahaan lebih mudah untuk menguasai pasar dan menghasilkan keuntungan atau marjin yang tinggi, dengan kata lain struktur pasar mempengaruhi profitabilitas secara positif.
12
2.2.1 Struktur Industri Struktur industri menunjukkan atribut industri yang mempengaruhi sifat proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi, konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk dalam pasar, struktur biaya, dan tingkat pengaturan pemerintah. Struktur industri menentukan perilaku perusahaan yang menentukan kinerja industri. Tiga elemen pokok dalam struktur industri yaitu: pangsa pasar (market share), pemusatan (concentration) dan hambatan (barrier to entry). 1. Pangsa Pasar (Market Share) Pangsa pasar adalah persentase pendapatan perusahaan dari total pendapatan industri yang dapat diukur dari 0 persen hingga 100 persen (Jaya, 2001). Semakin tinggi pangsa pasar, semakin tinggi pula kekuatan pasar yang dimiliki perusahaan tersebut. Pangsa pasar dalam praktik bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang tinggi akan menciptakan monopoli yang mengejar keuntungan semaksimal mungkin. Apabila setiap perusahaan pangsa pasarnya rendah maka akan terjadi persaingan yang efektif. Tabel 1. menunjukkan beberapa tipe pasar yang tercipta mulai dari monopoli murni sampai dengan persaingan murni.
13
Tabel 1. Contoh Tipe Pasar TIPE PASAR
KONDISI UTAMA
Monopoli Murni
Suatu perusahaan menguasai 100 persen dari pangsa pasar
Oligopoli Ketat
Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar sebesar 60 persen sampai dengan 100 persen. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relative lebih mudah.
Perusahaan Dominan
Suatu perusahaan yang menguasai minimal 50 persen sampai dengan 100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat.
Oligopoli Longgar
Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar sebesar 40 persen atau kurang. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin.
Persaingan Monopolistik
Banyak pesaing yang efektif dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen.
Persaingan murni
Terdapat lebih dari 50 pesaing dan tidak ada satu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti
Sumber : Jaya, 2001 2. Konsentrasi ( Concentration) Menurut Jaya (2001) konsentrasi adalah kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan ini terdiri dari dua sampai delapan perusahaan. Penerimaan (return) rata-rata industri yang terkonsetrasi adalah lebih tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Indek konsentrasi terbagi menjadi dua, yaitu indeks konsentrasi penuh dan indeks
14
konsentrasi parsial. Indeks konsentrasi tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. 1. Indeks Konsentrasi Penuh Indeks konsentrasi penuh merupakan presentase pangsa pasar untuk keseluruhan perusahaan dalam satu industri. Keterbatasan: a) Terlalu membesar-besarkan peranan perusahaan kecil. b) Berbagai proposi pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan terbesar diketahui, maka indeks Herfindahl yang dihitung berdasarkan atas data ini hanya sedikit berbeda dengan indeks yang dihitung berdasarkan sumbangan seluruh perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Kelebihan: Terletak pada kemampuannya untuk melihat ketidakseimbangan penyebaran skala perusahaan dalam suatu industri. 2. Indeks Konsentrasi Parsial Indeks konsentrasi parsial merupakan presentase produksi, pangsa pasar atau ukuran-ukuran lainnya yang dikuasai oleh beberapa perusahaan besar dalam satu industri. Keterbatasan: Lebih menggambarkan perusahaan-perusahaan dominan dalam industri sehingga tidak dapat menunjukkan besarnya distribusi antar perusahaan. Kelebihan:
15
Pengukuran dengan cara ini lebih relatif sederhana karena didukung oleh datadata yang tersedia. 3. Hambatan Masuk Pasar (Barrier to Entry) Persaingan yang terjadi adalah persaingan yang potensial dimana perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Konsep persaingan potensial dan kemudahan untuk masuk merupakan intuisi sederhana serta telah lama digunakan. Hambatan-hambatan ini mencangkup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama (contoh: paten, franchise). Pada intinya, hambatan untuk masuk mencangkup segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru ( Jaya, 2001). Shepherd (1990) juga mengemukakan dua jenis hambatan, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk masuk kedalam pasar yang bersifat dari luar perusahaan, yang terdiri dari modal, skala ekonomi, diferensiasi produk, diferensiasi intensitas penelitian dan pengembangan, investasi yang besar dan integritas vertikal. Hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm, strategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi pemasaran produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri. Ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki suatu pasar. Pertama, hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan terbagi dalam beberapa tingkatan, mulai dari tanpa hambatan sama
16
sekali, hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi dimana tidak ada lagi jalan masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks dimana hambatan yang besar dapat memperkuat kekuatan pasar suatu perusahaan dominan (Jaya, 2001). 2.2.2 Perilaku Industri Menurut Hasibuan (1993) perilaku industri adalah pola tanggapan dan penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Biasanya perilaku itu dilakukan dengan melihat kondisi pasar yang akan dimasuki. Menurut teori ekonomi industri, perilaku industri menganalisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mangalahkan pesaingnya. Perilaku industri ini terlihat dalam penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan produk. Perilaku Industri Pengolahan Susu terlihat dalam tiga strategi, yaitu: perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi. Perilaku industri dapat menjelaskan mengenai persaingan harga dan jumlah yang ditetapkan perusahaan, kolusi yang terjadi antara perusahaan, diskriminasi harga, differensiasi produk, pengeluaran iklan dan promosi serta pengeluaran riset dan pengembangan. Dalam perilaku perusahaan terdapat kekuatan pemusatan pasar yang terdiri dari pasar monopoli, oligopoli, dan pasar persaingan sempurna. Pada pasar monopoli dimana terdapat kekuatan pasar pada perusahaan tertentu, perilaku perusahaan bertujuan untuk menggapai kondisi
17
perekonomian secara umum bukan untuk menghadapi pesaing. Perilaku perusahaan monopoli dalam menetapkan harga dan jumlah produk bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Monopoli juga menetapkan harga secara administratif bukan melalui mekanisme pasar. Perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan pada kondisi pasar oligopoli. Berbeda halnya dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga, pada oligopoli yang dipimpin oleh suatu perusahaan dominan pada umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti halnya perusahaan monopoli (Jaya, 2001). 2.2.3 Kinerja Industri Menurut Jaya (2001), kinerja industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para ekonom, kinerja pasar biasanya memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi. a. Efisiensi Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Baik secara kuantitas fisik maupun nilai ekonomis (harga). Efisiensi terdiri dari dua kategori, yaitu efisiensi internal dan efisiensi pengalokasian. Efisiensi internal biasanya menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumber daya ekonomi yang
18
dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikan nilai output. b. Kemajuan Teknologi Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang telah ada. Kemajuan teknologi dapat berpengaruh pada produksi, biaya dan harga (Jaya, 2001). c. Kesinambungan dalam Distribusi (Keadilan/Equity) Keadilan dalam pendistribusian sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam
pengalokasian.
Keadilan
mempunyai
tiga
dimensi
pokok
yaitu
kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Kesejahteraan dan pendapatan berkaitan dengan nilai uang. Sementara kesempatan berkaitan dengan peluang yang dimiliki setiap orang. Kinerja pasar atau industri dapat juga dilihat dari pola keuntungan yang didapat dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini digambarkan melalui Price-Cost Margin (PCM). Selain itu pengukuran kinerja dapat juga dilakukan denga metode rasio dari kelebihan keuntungan terhadap penjualan, tingkat pengembalian dari asset atau modal dan nilai pasar dari suratsurat berharga perusahaan. 2.3
Hubungan Struktur, Perilaku dan Kinerja Struktur, perilaku dan kinerja saling berinteraksi yang mempengaruhi
proses alokasi hasil produksi kepada masyarakat dengan efektif dan efisien. Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep SCP dalam ekonomi
19
industri (Jaya, 2001). Struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pasar terutama dalam hal sikap terhadap kebijakan harga, strategi pengembangan usaha serta strategi dalam produk. Selanjutnya struktur dan perilaku yang dilakukan perusahaan akan mempengaruhi kinerja dalam perekonomian. Kinerja yang baik terutama mencangkup harga yang rendah, efisiensi, inovasi dan keadilan. 2.4
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai Analisis Struktur Perilaku Kinerja telah banyak
dilakukan oleh para peneliti ekonomi, terutama penelitian mengenai industri. Hal ini terkait dengan perkembangan industri saat ini yang semakin pesat. Beberapa penelitian mengenai Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri diantaranya: 1. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia yang dilakukan oleh Sunengcih (2009),
hasil penelitian
pengujian menunjukkan bahwa sebanyak dua dari empat variabel independen yang dirumuskan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya (PCM). Kedua variabel tersebut adalah efisiensi-X dan usaha, sementara nilai CR4 dan Growth tidak berpengaruh signifikan terhadap PCM. 2. Andiani (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Struktur Perilaku Kinerja Industri Susu di Indonesia, menyimpulkan bahwa bentuk struktur pasar industri susu Indonesia adalah struktur pasar oligopoli ketat, penetapan harga susu berdasarkan kesepakatan harga antar pesaing, strategi produk yang dilakukan industri susu dengan diferensiasi produk,
20
strategi promosi yang dilakukan perusahaan susu Indonesia umumnya melalui strategi berbentuk merek, iklan, public relation, personal selling. Dari segi kinerja industri susu Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup tinggi dan tingkat efisiensi yang cukup baik. Berdasarkan regresi, CR4 dan PCM mempunyai hubungan yang positif dan nyata pada industri susu. Susu merupakan suatu komoditi yang sangat menarik untuk diteliti, karena didalamnya terdapat banyak sekali permasalahan yang perlu dipecahkan masalahnya mulai dari hulu ke hilir, mulai dari peternak hingga tingkat industri, bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempengaruhi komoditi susu itu sendiri. Penelitian sebelumnya mengenai produk susu diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (1997) mengenai Ekspor-Impor Susu Olahan Indonesia di Pasar Internasional. Hasil penelitian Kusuma (1997) menyimpulkan bahwa ekspor produk susu dalam laju pertumbuhan volume dan nilai ekspor berfluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung menurun, impor susu dalam laju pertumbuhan volume dan nilai impor cenderung stabil, penduduk daerah pedesaan dan perkotaan paling banyak mengkonsumsi susu kental manis serta pemasaran produk susu olahan memiliki prospek cukup baik di pasar domestik. 2. Penelitian selanjutnya Amaliah (2007) mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Susu Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa impor susu Indonesia dari sisi permintaan pada jangka panjang dipengaruhi secara signifikan oleh harga riil susu impor, harga riil susu domestik, nilai tukar riil Rupiah, dan pendapatan perkapita. Pada jangka
21
pendek dipengaruhi secara signifikan oleh produksi susu domestik, harga riil susu impor lag pertama, pendapatan perkapita lag ketiga dan nilai tukar riil Rupiah pada lag kedua dengan pengaruh yang bersifat negatif. Terdapat beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan Kusuma (1997), dan Amaliah (2007) menggunakan variabel, metode analisis dan tujuan penelitian yang berbeda dengan penulis, tetapi memiliki persamaan dalam meneliti produk susu dari perusahaan susu. Penelitian Sunengcih (2009) menganalisis mengenai Industri Minuman Ringan dan memiliki kesamaan dalam hal metode serta alat analisis yang digunakan dalam metode permasalah tersebut. Sedangkan penelitian Andiani (2006) memiliki persamaan dalam hal industri yang diteliti, metode dan variabel yang digunakan, perbedaannya ialah dalam penelitian ini terdapat pengembangan dari penelitian sebelumnya dimana penulis menambahkan beberapa variabel baru dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu Minimum Eficiency Scale dan Total Impor dalam rentang waktu 1984-2008. 2.5
Kerangka Pemikiran Teoritis Dasar pemikiran Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure Conduct
Performance (SCP) pertama kali dicetuskan oleh Edward S. Mason, seorang dosen di University of Harvard tahun 1939, mengemukakan bahwa struktur (structure) suatu indusri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct) yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance) industri itu sendiri. Struktur biasanya diukur dengan rasio konsentrasi. Perilaku antara lain dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi
22
antar produsen. Kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi dan protabilitas (Mason, 1939). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keadaan industri persusuan Indonesia, dimana sebagian besar bahan baku industri persusuan Indonesia masih didatangkan dari luar. Sehingga mempengaruhi struktur perilaku kinerja industri pengolahan susu dan tingkat persaingannya. Dari tinjauan pustaka dan beberapa dasar teori yang ada serta pemahaman terhadap penelitian sebelumnya, maka berikut ini gambar bagan kerangka konseptual dari industri pengolahan susu yang akan diteliti. Pertumbuhan Pasar Internasional
Struktur
Pangsa pasar (Market Share) Konsentrasi (Concentratio n Ratio) Hambatan masuk (Barrier to Entry)
Perilaku Arus informasi & Kemajuan Teknologi
Industri Pengolahan Susu
Strategi harga Strategi produk Strategi promosi
Kinerja
Pola Konsumsi & Permintaan Susu Indonesia
Price Cost Margin Efisiency Growth
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran
Persaingan pada Industri Pengolahan Susu di Indonesia
23
2.6
Hipotesis Penelitian Penelitian mengenai Analisis Struktur Perilaku Kinerja suatu industri telah
banyak dilakukan oleh para peneliti ekonomi. Hubungan variabel-variabel dalam estimasi model analisis dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda tergantung penggunaan proksi atau variabel yang dipakai oleh peneliti. Berdasarkan pengamatan teori dan penelitian terdahulu mengenai analisis struktur perilaku kinerja maka hipotesis yang dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tingkat konsentrasi empat perusahaan (CR4), memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Sebaliknya jika tingkat konsentrasi memiliki pengaruh negative dengan pesaing maka tingkat persaingan akan menurun. 2. Efisiensi-X (Ef-X) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin efisien perusahaan maka tingkat produksi suatu perusahaan lebih sedikit untuk memproduksi komoditi karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jangka panjang lebih murah. Semakin tinggi efisiensi maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat. 3. Pertumbuhan nilai produksi (GROWTH) memiliki nilai positif terhadap PCM. Pertumbuhan nilai produksi merupakan perbandingan nilai barang yang dihasilkan tahun ini dikurangi dengan nilai barang yang dihasilkan tahun sebelumnya. Jika GROWTH meningkat maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan juga meningkat.
24
4. Produktivitas tenaga kerja (PROD) memiliki nilai positif terhadap PCM, dimana jika terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan juga meningkat. 5. Minimum Efficiency Scale (MES) memiliki nilai positif terhadap PCM, dimana jika MES meningkat maka hambatan masuk dalam industri tersebut ikut meningkat menyebabkan pesaing baru sulit memasuki pasar sehingga keuntungan perusahaan meningkat dengan sedikitnya jumlah pesaing. 6. Total Impor (Tm) memiliki nilai negatif terhadap PCM. Semakin tinggi intensitas impor berarti penerimaan yang didapat perusahaan akan semakin menurun.
25
III. METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series (data deret
waktu) tahun 1984-2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, beberapa perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu. Data yang diolah adalah data Rasio Konsentrasi Empat (CR4) perusahaan terbesar, Minimum Efficiency Scale (MES), produktivitas (Prod), efisiensi internal (Xeff), Growth (tingkat pertumbuhan barang) serta total impor bahan baku susu (Tm). 3.2
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan ialah dengan menggunakan metode
deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri persusuan Indonesia. Metode kuantitatif dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan SCP untuk menganalisis struktur dan kinerja industri persusuan Indonesia dan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Industri Pengolahan Susu Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel 2007 dan E-Views 6.
26
3.3
Analisis Struktur (Structure) Industri
3.3.1 Pangsa Pasar (MS) Setiap perusahaan mempunyai pangsa pasar yang berbeda-beda berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan. MSi =
Si x 100 % Stot
Dimana: MSi
= pangsa pasar perusahaan i (persen)
Si
= penjualan perusahaan i (rupiah)
Stot
= penjualan total seluruh perusahaan (rupiah)
3.3.2 Rasio Konsentrasi (CR) Tingkat konsentrasi dapat dihitung melalui Concentration Ratio (CR). Rasio konsentrasi merupakan persentase dari total output industri atau pendapatan penjualan. Rasio sejumlah perusahaan mengukur pangsa pasar relatif dari total output industri yang dipertanggungjawabkan oleh perusahaan-perusahaan itu. m
CRm = ∑ msi i=1
Dalam penelitian ini, akan digunakan rasio dari empat perusahaan yang menunjukkan pangsa pasar empat perusahaan terbesar dalam industri persusuan Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut: 4
CR4 = ∑ msi i=1
27
Keterangan: CR4
: rasio konsentrasi sebanyak 4 perusahaan (persen)
msi
: pangsa pasar perusahaan i (persen) Pangsa pasar diukur dari tingkat konsentrasi melalui rasio konsentrasi.
Rasio konsentrasi yang digunakan penjualan
output
perusahaan
menunjukkan besarnya kontribusi nilai
terbesar
terhadap
total
nilai
produksi
industri.Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100) berarti semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen maka bentuk pasarnya adalah monopoli. Sebaliknya berdasarkan analisis struktur dalam ekonomi industri, struktur industri dikatakan berbentuk oligopoli bila empat perusahaan terbesar menguasai minimal 40 persen pangsa pasar penjualan dari industri yang bersangktan (Kuncoro, 2002). 3.3.3 Barrier to Entry (Hambatan) Hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan banyaknya pesaing yang bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk pasar adalah dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan. Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan output total industri, yang disebut sebagai perhitungan Minimum Efficiency Scale (MES), yang dirumuskan sebagai berikut : Output Perusahaan Terbesar MES =
x 100% Output Total
28
3.4
Analisis Perilaku (Counduct) Industri Dalam menganalisis perilaku dalam Industri Pengolahan Susu Indonesia
digunakan analisis deskriptif agar dapat menganalisa secara mendalam mengenai gambaran umum yang obyektif mengenai industri itu sendiri. Analisis ini sengaja dilakukan karena variabel yang mencerminkan perilaku sifatnya kualitatif yang sulit dikualitatifkan. Perilaku industri menganalisis tentang tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaingnya. Dalam perilaku dibahas secara selintas adanya diferensiasi produk yang terjadi pada perusahaan susu mengenai produk yang bervariasi yang terdiri dari produk baru dan produk yang sudah ada dan analisis mengenai peranan advertensi. Proses observasi yang dilakukan dengan mengambil contoh empat perusahaan susu yang mempunyai pangsa pasar terbesar. Ada tiga komponen utama yang akan diteliti, yaitu: 1. Persaingan harga jual antara perusahaan susu 2. Jenis produk barang yang ditawarkan 3. Promosi penjualan barang 3.5
Analisis Kinerja (Performance) Industri Analisis kinerja yang dilakukan untuk menganalisis kinerja industri susu
adalah dengan menggunakan analisis Price Cost Margin (PCM), efisiensi internal (effisiensi-X) dan pertumbuhan output (Growth). PCM ini digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja perusahaan, yang dirumuskan sebagai berikut
29
Nilai tambah – upah PCM =
x 100% Nilai barang yang dihasikan
PCM merupakan salah satu indikator kinerja yang digunakan sebagai perkiraan kasar dari keuntungan industri. PCM dalam penelitian ini digunakan dengan menggunakan proksi nilai tambah yang diperoleh. Artinya semakin tinggi nilai tambah maka semakin efisien kinerja industri tersebut dalam rangka meminimumkan biaya sehingga keuntungan industri semakin besar. PCM juga didefinisikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Efisiensi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin efisien suatu perusahaan maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Nilai efisiensi-X dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai Input Efisiensi-X =
x 100% Nilai Output
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja suatu industri ialah variabel pertumbuhan output (Growth). Variabel ini dapat menunjukkan permintaan pasar sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan dari industri itu sendiri. Growth dapat ditentukan dengan cara membagi selisih antara output pada tahun ke-i dan output tahun sebelumnya dengan output tahun sebelumnya.
30
Nilai barang dihasilkan tahun t – nilai barang dihasilkan (t-1) Growth =
x 100 % Nilai barang dihasilkan (t-1)
3.6
Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja Metode yang digunakan dalam menganalisis hubungan struktur dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kinerja ialah menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat sederhana. Hal ini dilakukan karena metode OLS merupakan metode yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan antar variabel, selain itu metode ini merupakan metode sederhana dibandingkan metode lainnya serta adanya kemudahan dalam penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi. Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut : Yi = β0 + β1X + Ut Metode OLS menduga parameter β0 dan β1 dengan meminimumkan jumlah kuadrat galatna (∑ Ut2). Variabel tak bebas (dependen) yang digunakan dalam metode OLS ialah PCM. PCM dipilih karena mencerminkan keuntungan dari suatu industri serta mewakili variabel kinerja itu sendiri. Sedangkan variabel independen yang diduga yang dapat mempengaruhi variabel dependen terdiri dari enam variabel yaitu konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), Minimum Efficiency Scale (MES), Growth, Produktivitas (Prod), efisiensi-X (Xeff), dan total impor (TM) CR4 (Four Concentration Rasio) digunakan untuk mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total pendapatan
31
penjualan dari industri pengolahan susu Indonesia. Efisiensi-X (Xeff) merupakan kemampuan industri persusuan Indonesia untuk menghasilkan output maksimal dengan input tertentu. MES merupakan salah satu indikator dalam menilai hambatan masuk, produktivitas tenaga kerja merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan nilai tambah berdasarkan input tenaga kerja. Growth dipilih karena mewakili pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan berdasarkan permintaan pasar. Sedangkan Total Impor dipilih untuk melihat dampak impor susu terhadap kinerja Industri Pengolahan Susu Indonesia. Berikut adalah persamaan yang akan diestimasi dalam penelitian ini : PCMt = β0 + β1CR4t + β2(MES) + β3 (Growth)t + β4 Prod+ β5(Xeff)t + β6Tm+Ut Dimana, t
: tahun ke-t
PCM
: proksi keuntungan perusahaan terbesar (persen)
CR4
: rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (persen)
MES
: Minimum Efficiency Scale (persen)
Xeff
: efisiensi internal (persen)
Prod
: Produktivitas Tenaga Kerja(persen)
Growth
: Pertumbuhan Output
Tm
: Total Impor
U
: galat
β0
: intersep (β0 > 0)
β1,β2, β3, β4, β5, β6
: koefisien kemiringan parsial (β1,β2, β3, β4, β5, β6 > 0)
32
3.7
Uji Statistik dan Ekonometrika Metode statistik akan digunakan dalam menganalisis hubungan-hubungan
antar variabel dimana setelah menentukan parameter-parameter yang akan diestimasi maka dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model tersebut dapat dikatakan baik. Pengujian tersebut dilakukan dengan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas (independen) dapat dijelaskan oleh variabel dependen melalui koefisien determinasi (R-Squared). Pengujian ekonometrika yang akan dilakukan antara lain uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas serta uji normalitas. 3.7.1 Uji R-Squared (R2) R-Squared (R2) atau biasa disebut Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel independen yang dimasukan kedalam model. Menurut Gujarati (1995) nilai R2 mempunyai dua sifat, pertama nilai R2 merupakan besaran yang nilainya selalu positif dan besar nilai R2 adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Nilai R2 digunakan untuk melihat layak atau tidaknya suatu model dimana semakin banyak variabel maka semakin tinggi nilai R2. Selain nilai R2 terdapat juga nilai adjusted-R2. Nilai ini digunakan untuk membandingkan dua model, semakin besar nilai R2 adj maka makin baik model tersebut. R2 adj dapat
33
digunakan untuk membandingkan dua model karena niali R2 adj sudah mengalami koreksi terhadap derajat bebas model ( koreksi terhadap ∑ variabel) sehingga dua model yang berbeda derajat bebasnya dapat dibandingkan secara adil. 3.7.2 Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang digunakan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam model. Uji F dapat digunakan juga untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = … = bi = 0 (artinya tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen) HI : minimal ada salah satu bi ≠ 0 (artinya ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen) kriteria uji : probability F-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak Ho dan simpulkan minimal ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. Probability F-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. 3.7.3 Uji t Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel independen atau untuk menguji apakah regresi dari masing-masing variabel independen yang dipakai terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen.
34
Hipotesis : H0 : b1 = b2 = … = bi = 0 (artinya variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel dependen) H1 : bi ≠ 0 atau bi < 0 atau bi > 0 (artinya variabel independen-i mempengaruhi variabel dependen) kriteria uji : Probability t-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak Ho dan simpulkan variabel independen-i berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Probability t-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen-i tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. 3.7.4 Uji Normalitas Uji Normalitas atau disebut juga Jarque-Bera Test digunakan untuk melihat error term. Jika jumlah sampel data yang digunakan kurang dari 30 maka perlu dilakukan uji normalitas dan jika sampel lebih dari 30 maka error term akan terdistribusi normal. Hipotesis : H0 = error term terdistribusi normal H1 = error term tidak terdistribusi normal kriteria uji: Jika nilai probabilitas > taraf nyata (α) maka terima H0 dan kesimpulannya error term terdistribusi normal.
35
3.7.5 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran dalam asumsi OLS. Suatu model dapat dikatakan baik jika tidak terjadi gejala multikolinearitas di dalamnya. Multikolinearitas ialah terjadinya korelasi yang tinggi antar sesama variabel independennya (variabel bebas βi). Salah satu cara untuk mendeteksi adanya Multikolinearitas ialah model yang mengalami Multikolinearitas umumnya memiliki R2/R-Sq tinggi tetapi banyak var Yi yang tidak nyata (nilai t kecil atau P-value besar) atau jika nilai koefisien korelasi lebih besar │0.8│ maka terdapat gejala Multikolinearitas. Konsekuensi atau akibat adanya Multikolinearitas : 1. Jika Multikolinearitas yang terjadi tidak sempurna (Near Multikolinearitas), maka dampak yang terjadi adalah tidak dapat menginterpretasikan koefisien regresi dengan baik karena antar variabel independen berhubungan (asumsi cateris paribus sulit dipenuhi jika terjadi Multikolinearitas). 2. Jika Multikolinearitas yang terjadi sempurna (Perfect Multikolinearitas), maka menyebabkan tidak dapat menduga koefisien regresi. 3.7.6 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Hipotesis : H0 : ρ = 0 H1 : ρ ≠ 0
36
Kriteria uji : Probability Obs*R-Squared < taraf nyata (α), maka tolak H0 yang artinya terjadi autokorelasi (positif ataupun negative) dalam model. Probability Obs*R-Squared > taraf nyata (α), maka terima H0 tidak ada autokorelasi. 3.7.7 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika ragam error tidak konstan atau variabel (Ut) berbeda-beda. Gejala Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa model tersebut tidak memenuhi syarat sebagai model yang baik. Model yang baik ialah memenuhi ragam error yang sama. Gejala tersebut dapat ditunjukan oleh Probability Obs*R-Squared pada uji White Heteroskedastisitas. Hipotesis : H0 : µ = 0 H1 : µ ≠ 0 Kriteria uji : Probability Obs*R-Squared < taraf nyata (α), maka tolak H0 yang artinya terjadi heteroskedastisitas. Probability Obs*R-Squared > taraf nyata (α), maka terima H0 tidak ada heteroskedastisitas.
37
IV. GAMBARAN INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU DI INDONESIA
4.1 Sejarah Industri Pengolahan Susu Indonesia Keberadaan sapi perah di Indonesia berawal pada kebutuhan Susu Sapi segar orang Eropa yang bekerja di perkebunan-perkebunan milik Belanda. Ternak sapi perah pertama yang diimpor adalah jenis Sapi Hissar, yang didatangkan ke daerah Sumatra Timur, terutama di Medan dan Deli Serdang, pada tahun 1885. Sapi Hissar ini kemudian dipelihara oleh peternak sapi yang berasal dari India, yang memang telah lama menetap di daerah Sumatra Timur. Walaupun produksi susu sapi tersebut masih rendah, peternakan sapi perah yang sudah ada dapat mencukupi kebutuhan lokal. Dalam perkembangan sapi perah, kebutuhan akan susu sapi terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah orang Eropa yang datang ke Indonesia. Belanda kemudian memutuskan untuk mendatangkan sapi jantan jenis Friesian Holstein ke Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 1891. Sapi pejantan ini digunakan untuk meningkatkan (grading-up) sapi–sapi lokal menjadi sapi perah. Pada tahun 1900 kembali didatangkan sapi Friesian Holstein ke daerah Lembang, Jawa Barat, yang akhirnya berkembang pesat dan menyebar ke daerah-daerah lain di sekitar Jawa Barat. Pada tahun 1939, 22 ekor sapi pejantan Friesian Holstein didatangkan ke daerah Grati, Pasuruan. Sapi ini melengkapi sapi perah jenis lain seperti : Milking Shorthorn, Ayrshire dan Jersey, yang telah didatangkan sebelumnya dari
38
Australia. Grading-up ini menghasilkan sapi perah bangsa baru yang dikenal dengan nama sapi Grati. Sapi jenis ini telah mendapat pengakuan Internasional sebagai bangsa sapi perah Indonesia. Namun karena tidak ada pembinaan, kemampuan produksi sapi Grati kian hari kian menurun, termasuk juga populasinya. Kebutuhan susu sapi yang terus meningkat tiap tahunnya menyebabkan pemerintah terus melakukan impor sapi perah dari beberapa negara, seperti dari negara Denmark dan Belanda. Tersebarmya sapi perah impor ini, akhirnya memang dapat menaikkan total produksi susu, tetapi tetap tidak maksimal seperti produksi susu di negara asalnya. Penyebabnya adalah pemberian pakan dan tata laksana pemeliharaan yang belum sempurna. Sapi-sapi impor ini juga menyebabkan lahirnya sapi perah peranakan Friesian, yang tidak dapat disebut sebagai sapi bangsa baru, karena merupakan hasil perkawinan yang tidak direncanakan. Produksi susu dari sapi peranakan Friesian sangat rendah, akhirnya banyak dari sapi peranakan Friesian ini dijual belikan sebagai ternak sapi pedaging (sapi potong). Awal mula Industri Pengolahan Susu di Indonesia ditandai dengan berdirinya perusahaan susu PT. Sari Husada pada tahun 1954. Berdirinya perusahaan susu ini karena adanya kerjasama pemerintah Indonesia dengan UNICEF (United Nations Children's Fund) salah satu lembaga dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menekankan pengembangan pelayanan masyarakat untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak. Program kerjasama ini merupakan perwujudan dari program bantuan sosial dunia
39
bagi negara-negara yang sedang berkembang dengan nama perusahaan NV. Saridele. Selanjutnya berdiri PT. INDOMILK (PT. Australia Indonesia Milk Industry) pada tahun 1967 yang merupakan bentuk kerjasama Australia dengan Indonesia sebagai perwujudan penanaman modal asing (PMA) dan pelopor dalam pembuatan susu yaitu susu kental manis secara modern di Indonesia. Berawal dari 200 karyawan, pengembangan produk dan usaha terus dilakukan hingga akhirnya diluncurkan produk lainnya seperti susu pasteurisasi merek INDOMILK pada tahun 1970 , produk mentega dengan merek ORCHID BUTTER dan untuk merek Golden Churn pada tahun 1971, produk es krim untuk merek Peter Ice Cream pada tahun 1972, serta susu bubuk INDOMILK yang diproduksi dengan sistem toll manufacturing pada tahun 1985. Perkembangan industri pengolahan susu tersebut diikuti dengan berdirinya industri-industri pengolahan susu lainnya. Berdirinya industri pengolahan susu di Indonesia cukup mempengaruhi pasar dalam negeri, penyerapan tenaga kerja serta peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat, serta tumbuhnya kesadaran masyarakat perihal manfaat susu bagi kesehatan menyebabkan tingkat konsumsi susu di Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 8 persen pada tahun 2010 dibanding tahun sebelumnya. Variasi minuman susu oleh produsen dalam berbagai bentuk seperti susu siap minum ikut mendorong kenaikan konsumsi.
40
4.2 Profil Beberapa Industri Pengolahan Susu 1. PT Sari Husada PT Sari Husada merupakan salah satu perusahaan susu yang memproduksi produk khusus bayi dan anak-anak di Indonesia. PT Sari Husada mulai berdiri dan beroperasi pada tahun 1954, awal mula berdirinya perusahaan ini merupakan hasil kerjasama UNICEF, FAO, dan pemerintah Indonesia dengan nama NV Saridele. Keluarnya Indonesia dari PBB tahun 1962, menyebabkan UNICEF dan FAO ikut melepaskan Saridele. Kemudian perusahaan berganti nama menjadi PN Sari Husada, dengan memproduksi susu bubuk bayi SGM dan SNM untuk bayi berusia 6 bulan keatas. Hingga kini produk susu tersebut dikenal dan banyak digunakan masyarakat luas. Sekarang perusahaan selain memproduksi susu juga memproduksi produk makanan bergizi untuk bayi dan anak-anak. Pada tahun 1968, perusahaan ini diakuisisi PT. Kimia Farma, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada tahun 1972 Untuk meningkatkan permodalan, PT Kimia Farma mengadakan joint venture dengan PT Tigaraksa dengan komposisi modal Kimia Farma sebesar 55 persen dan Tigaraksa sebesar 45 persen, dan seiring dengan dibelinya sebagian sahamnya oleh PT Tiga Raksa. Pada tahun 1983, PT Sari Husada go public dan komposisi modal dalam Tigaraksa menjadi 39,5 persen, Kimia Farma 33 persen, dan masyarakat 27 persen. Perusahaan ini pun masuk bursa dan saham-sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta. Dalam peta persaingan global, pada tahun 1998 Sari Husada berkerjasama dengan Nutricia International (Royal Numico), dalam memperkuat perusahaan dan kini Nutricia merupakan pemegang saham mayoritas Sari Husada.
41
Pada tahun 2006, agar lebih fokus dalam pengembangan usahanya, perusahaan mengajukan perubahan status dari perusahaan publik menjadi perusahaan privat. Kemudian di tahun 2007, Danone Group mengambil alih Royal Numico. Sejarah perusahaan yang panjang telah membuktikan bahwa Sari Husada merupakan salah satu aset nasional yang sangat penting dan perlu diperhitungkan. Tujuan utama PT Sari Husada adalah memenuhi kebutuhan nutrisi keluarga Indonesia dengan menyediakan produk-produk berkualitas tinggi dengan harga terjangkau. Beberapa produk yang diproduksi PT Sari Husada yaitu SGM, SGM-2, SNM, SNM Soy, LLM, VITALAC, VITALAC-2, Lactamil, VITA-NOVA, SGMJunior, Sari Husada Full Cream Milk Powder, UHT, Lactamil Awal, Kehamilan, Lactamil Ibu Hamil, Lactamil Ibu Menyusui, dan sebagainya.
2. PT Indomilk (PT Australia Indonesia Milk Industry) PT Indolakto yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang diakuisisi sejak 2008 berawal dari nama PT. Australia Indonesian Milk Industry (PT. INDOMILK). PT INDOMILK ini didirikan pada tahun 1967 sebagai perwujudan penanaman modal asing (PMA) dan pelopor dalam pembuatan susu ketal manis di Indonesia. Pada tahun 1986 PT. INDOMILK memperoleh status PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) setelah terjadinya alih teknologi dan permodalan. Produk berikutnya yang diluncurkan setelah perubahan status ini adalah susu kental manis CAP ENAAK. Tahun 1988 susu kental manis produksi INDOMILK telah diimpor
42
oleh berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Bangladesh, Vietnam, Myanmar, Taiwan, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Sejalan dengan perkembangan usaha, INDOMILK Dairy Group telah melahirkan beberapa perusahaan dengan produknya masing-masing. Hingga tahun 2008, INDOMILK Dairy Group telah menaungi beberapa anak perusahaan dan berbagai produk susu sebagai berikut:
1. PT Australia Indonesian Milk Industry ( PT. INDOMILK ) : Susu Kental Manis, Susu Pasteurisasi, Mentega, dan Susu Cair Steril. 2. PT. Indomurni Dairy Industry : Susu Pasteurisasi, Set Yoghurt, Yoghurt Drink, dan Susu Cair Steril. 3. PT. Ultrindo : Susu Bubuk 4. PT. INDOLAKTO : Susu Kental Manis dan Susu Ultra High Temperature 5. PT. Indoeskrim : Es krim
Saat ini produk-produk tersebut sudah diekspor kebeberapa negara, diantaranya: Singapura, Kamboja, Brunei Darussalam, Filipina, Hongkong, Taiwan, Jepang, dan Korea. Pada tahun 2008, untuk memperkuat perusahaan maka dilakukan merger terhadap PT. Australia Indonesian Milk Industry (PT. INDOMILK), PT. Indomurni Dairy Industry, PT. Ultrindo, PT. INDOLAKTO dan PT. Indoeskrim ke dalam satu payung usaha, yaitu PT. INDOLAKTO.
3. PT NESTLE INDONESIA NESTLE pertama kali didirikan oleh Henri Nestle, seorang ahli kimia Jerman yang berhasil menciptakan makanan pendamping bayi yang tidak
43
mendapat cukup ASI. Perusahaan Nestlé terus mengembangkan produknya dan menjadi pelopor beberapa produk, seperti susu kental di Eropa tahun 1905, susu coklat tahun 1929, kopi instant tahun 1938 dan lain-lain Pada Maret 1971 NESTLE resmi mendirikan anak perusahaan di Indonesia dengan sejumlah mitra lokal. Saat ini PT. Nestlé Indonesia mengoperasikan tiga pabrik yang berlokasi di daerah Tangerang (Banten), Panjang (Lampung), dan Kejayan (Jawa Timur). Sesuai
dengan
Peraturan
Pemerintah
yang
mewajibkan
industri
pengolahan susu untuk melakukan kerjasama dengan peternak lokal maka PT Nestle merealisasikan peraturan ini dengan bekerjasama dengan Koperasi Sinar Andandani Ekonomi (SAE) dari Pujon, Malang pada tahun 1975. Sekarang ini seluruh kebutuhan susu segar PT Nestle Indonesia dipasok oleh peternak lokal Jawa Timur yang tergabung dengan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Beberapa merek produk Nestlé yang dipasarkan di Indonesia antara lain : susu bubuk Nestlé Dancow, kopi instant Nescafé, Nestlé Milo, Nestlé Bubur Bayi, Kit Kat, Polo, dan lain-lain. 4. PT Frisian Flag Indonesia PT Frisian Flag Indonesia didirikan pada tahun 1968 oleh PT Mantrust Indonesia dengan Cooperative Condensnfabrick Friesland dari Belanda yang terdiri dari kelompok usaha ‘mantrust’. PT Frisian Flag Indonesia memiliki pabrik di kawasan Cijantung, Jakarta Timur dengan kapasitas produksi untuk Susu Kental Manis mencapai 30,5 ribu ton, susu cair sebesar 12 ribu ton dan susu bubuk sebesar 34 ribu ton.
44
Produk susu olahan perusahaan ini memakai merek BENDERA, baik produk Susu Kental Manis, Susu Cair dan Susu Bubuk. Susu Kental Manis merupakan salah satu produk andalan dari PT Frisian Flag karena hampir 50 persen pangsa pasar SKM dikuasai oleh perusahaan ini. PT Frisian Flag memperluas pasar dengan mengeluarkan produk susu bubuk untuk anak yang diberi merek dagang BENDERA 123 dan susu cair FRISTI. 5. PT Ultrajaya Milk PT Ultrajaya Milk saat ini merupakan perusahaan pertama dan terbesar di Indonesia yang menghasilkan produk-produk susu, minuman dan makanan dalam kemasan aseptik yang tahan lama dengan merek-merek terkenal seperti Ultra Milk untuk produk susu, Buavita untuk jus buah segar dan Teh Kotak untuk minuman teh segar. Perusahaan yang berstatus PMA saat ini memiliki lokasi pabrik yang terletak strategis di Bandung. Pemasaran hasil produksi perusahaan hampir 90 persen dipasarkan di seluruh Indonesia, sementara sisanya diekspor ke negara-negara di Asia, Eropa, Timur Tengah, Australia dan Amerika Serikat. 6. PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutricia Indonesia Sejahtera merupakan salah satu perusahaan PMA dan merupakan perusahaan termuda dalam jajaran industri pengolahan susu Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 12 Mei 1987 dengan modal dasar US$ 3,4 juta. Pendiri dan pemegang sahamnya adalah NV Verenisde Bedrijen Nutricia dari Belanda sebagai mitra asing dan PT Mukti Nugraha Sejahtera sebagai mitra lokalnya.
45
Nutricia adalah salah satu perusahaan terkemuka yang berkembang pesat di pasar Indonesia dengan premi, nutrisi khusus dan inovatif untuk bayi dan balita. Perusahaan ini memiliki kualitas dan standar keamanan pangan yang tertinggi dalam industri dan menjamin kualitas premium produknya. Dengan merek terkemuka dan bergengsi Nutrilon Royal dan Bebelac menawarkan produk nutrisi untuk tahap awal dan sangat penting dari kehidupan anak. Selain susu anak, perusahaan ini memasarkan susu untuk ibu menyusui dengan merek Nutricia Bunda dan susu rendah lemak Protifar. 4.3 Perkembangan Industri Pengolahan Susu Indonesia 4.3.1 Bahan Baku dan Populasi Sapi Perah di Indonesia Permintaan masyarakat akan susu bubuk yang tinggi menyebabkan IPS di Indonesia lebih tertarik memproduksi susu bubuk, selain menggunakan susu segar sebagai bahan baku industri ini juga membutuhkan bahan tambahan dalam membuat susu bubuk seperti skim milk powder, gula, krim, minyak nabati, dan lain-lain agar dapat diproses menjadi produk olahan lainnya. Bahan baku tersebut berasal dari dalam dan luar negeri. Penyedian bahan baku susu lokal dan impor sangat berkaitan erat antar keduanya. Saat ini menurut Dewan Persusuan Nasional 2010, produksi susu nasional hanya sebesar 1,4 juta liter per hari. Sedangkan kebutuhan susu nasional telah mencapai 4 juta hingga 6 juta liter per hari. Ini berarti, produksi susu lokal hanya bisa memenuhi kurang lebih 30 persen kebutuhan konsumsi. Sisanya masih dipenuhi dari pasokan impor. Produsen susu olahan terpaksa harus mengimpor bahan baku disebabkan masih buruknya kualitas susu di tingkat peternak sapi perah. Sehingga, industri susu dalam negeri
46
sulit menggunakan susu lokal sebagai bahan baku pembuatan susu olahan. Hampir bahan baku industri susu dalam negeri seperti whey protein concentrate, lactose, skim milk powder, butter milk powder, masih harus diimpor. Disisi lain, perkembangan populasi sapi perah di Indonesia berpengaruh terhadap produksi susu segar dalam negeri. Untuk meningkatkan konsumsi susu segar masyarakat Indonesia, pemerintah mentargetkan populasi sapi perah di dalam negeri meningkat 200.000 ekor setiap tahunnya. Peningkatan jumlah sapi perah nasional ini diperlukan untuk mendorong angka konsumsi susu segar masyarakat Indonesia, karena keterbatasan populasi sapi ini menyebabkan kebutuhan susu nasional tidak seluruhnya dapat terpenuhi. Dengan langkah ini kedepan diharapkan tingkat konsumsi susu segar masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan. Penyebaran sapi perah di Indonesia, tidak merata karena terkonsentarasi di Pulau Jawa, seperti di :
Jawa Barat : Pangalengan, Lembang, Kabupaten Bandung, Bogor dan Sukabumi.
Jawa Timur : Nongkojajar, Pujon, Batu dan Pasuruan.
Jawa Tengah : Boyolali, Ungaran, Salatiga, Solo.
DKI Jakarta.
Khusus untuk sapi perah yang berada di DKI Jakarta memang sudah tidak dapat dikembangkan dan dipertahankan lagi. Mengingat pengembangan DKI Jakarta sebagai kota metropolitan dimana sudah tidak ada lahan yang peruntukannya sesuai untuk peternakan.
47
Saat ini jumlah peternak susu sekitar 118,75 ribu peternak. Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari 361 ribu ekor (2005) meningkat menjadi 397,5 ribu ekor (2009) atau tumbuh sebesar (8,32 persen/tahun). Hal ini berbanding lurus dimana produksi susu juga meningkat dari 536 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 658,08 ribu ton pada tahun 2009
atau tumbuh sebesar 5,05 persen
pertahun. Tingkat produksi tersebut ternyata belum mampu memenuhi seluruh permintaan konsumen di dalam negeri. Hal ini karena perubahan peningkatan konsumsi susu relatif lebih cepat dibandingkan produksinya. Tabel.2 Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu 2003-2010 Populasi Sapi Perah Produksi Susu Tahun (Ribu Ekor) (Ribu Ton) 2003 374,0 553,40 2004 364,0 549,90 2005 361,0 536,00 2006 369,0 616,50 2007 378,0 636,90 2008 387,5 644,54 2009 397,5 658,08 2010* 407,6 672,56 *) angka sementara Sumber : Deptan dan Indocommercial, 2010 Melihat kenyataan yang terjadi seharusnya kekurangan produksi susu segar
dalam
negeri
merupakan
peluang
besar
peternak
susu
untuk
mengembangkan usahanya. Namun demikian peternak masih menghadapi permasalahan, antara lain yaitu rendahnya kemampuan budidaya khususnya menyangkut kesehatan ternak dan mutu bibit yang rendah. Kekurangan tersebut selain mengakibatkan lambatnya pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijau bagi ternak, tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala
48
usaha peternak yang umumnya hanya memiliki skala 1-3 ekor sapi per peternak juga menjadi penghambat perkembangan produksi susu segar domestik. Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, keberadaan Kepres No 4/1998 mengakibatkan posisi industri pengolahan susu menjadi jauh lebih kuat dibandingkan peternak karena industri pengolahan susu mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri. Permasalahan lain yang dihadapi peternak adalah besarnya ketergantungan peternak terhadap industri pengolahan susu dalam memasarkan susu segar yang dihasilkannya.
Absennya
keberpihakan
Pemerintah
terhadap
peternak,
menyebabkan harga susu di tingkat peternak relatif rendah. Adanya pemberlakuan standar bahan baku yang ketat oleh kalangan industri pengolah susu mendudukkan peternak sapi perah pada posisi tawar (bargaining position) yang rendah. Selain itu keberadaan industri pengolahan susu di Indonesia yang hanya dikuasa oleh beberapa perusahaan besar, berdampak pada terbentuknya struktur pasar oligopsoni yang tentunya menekan peternak. Selain harga susu yang relatif murah pada struktur pasar tersebut, tekanan yang diterima peternak semakin bertambah dengan adanya retribusi yang diberlakukan oleh kebanyakan Pemda di era otonomi daerah ini. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, seharusnya adanya jalinan kerja sama antara IPS dengan koperasi atau peternak secara langsung. Sehingga dengan demikian, kebutuhan bahan baku susu dari peternak lokal dapat
49
ditingkatkan. Jalinan kerja sama itu otomatis akan mengontrol kualitas susu karena ada kontrol langsung dari IPS. 4.3.2 Kapasitas dan Pertumbuhan Produksi Kapasitas dan pertumbuhan produksi pada industri pengolahan susu tidak terlepas dari banyaknya perusahaan, kapasitas izin dan produksi riil serta konsumsi masyarakat. Tabel 3. Perkembangan Industri Pengolahan susu URAIAN Jumlah Perusahaan Kapasitas Izin
SATUAN Unit Usaha
TAHUN 2005
2006
2007
2008
2009
2010*
35
44
44
46
46
51
Ton
578 919
624 835
639 894
699,815
730 312
769 207
Produksi Riil
Ton
536 000
616 500
636 900
644 540
658 080
672 560
Nilai Poduksi Konsumsi Dalam Negeri
Rp. Milyar
7,034
6,824
7,973
14,967
15,745
16,325
709 428
765 058
798 700
780,895
820 139
848 013
Ton
Sumber : Dirjen Mintem Perindustrian, 2010 (diolah) Ket : *) perkiraan Berdasarkan data dari kementerian Perindustrian 2010, jumlah perusahaan dalam industri pengolahan susu mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 35 perusahaan menjadi 51 perusahaan pada tahun 2010, kapasitas izin, produksi riil serta nilai produksi tiap tahun mengalami peningkatan. Ini menunjukkan bahwa industri pengolahan susu di Indonesia berkembang seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat. Potensi produksi susu di Indonesia terkonsentrasi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan untuk wilayah diluar jawa relatif lebih kecil meliputi Sumatera Selatan, Sumatera Barat. Sementara banyaknya produksi susu yang dilakukan oleh industri pengolahan susu Indonesia berdasarkan jenis produksi dapat terlihat pada tabel 4.
50
Tabel 4. Jumlah Produksi Susu Berdasarkan Jenis Produksi Tahun 2009 Lokasi
Nama Perusahaan
Susu Bubuk
Jawa Timur
Nestle
Frisian Flag Nutricia Greenfields Sekar Tanjung Total Jawa Timur Jawa Barat Indolakto Ultra Jaya Danone Dairy Cisarua Kalbe Total Jawa Barat Jawa Sari Husada Tengah Tigraksa Total Jawa Tengah Jakarta Frisian Flag Diamon Total Jakarta Other Total Keseluruhan
Susu Cair
Total
40,7
Susu Kental Manis 71,6
4,1
116,4
27,7 6,5 -
-
39,8 16,3
27,7 6,5 39,8 16,3
74,9 5 2,9 -
71,6 164,3 6 -
60,2 47,8 89,9 13,8
206,7 217,1 98,8 13,8
6 13,9 41,3
170,3 -
0,2 151,7 -
0,2 6 335,9 41,3
4,9 46,2 -
187,6 187,6
61,2 0,3 61,5
164,7
429,5
282,1
4,9 46,2 248,8 0,3 249,1 28,4 876,3
Persen
23,6
38,4
5,3
28,4 4,3 100,0
Sumber: CIC Consulting 2009 4.3.3 Perkembangan Nilai Impor Impor dalam industri pengolahan susu terdiri dari impor bahan baku dan impor produk susu olahan. Kedua impor tersebut sangat berkaitan dan berpengaruh dalam industri pengolahan susu terutama menjadi salah satu faktor pemicu daya saing industri pengolahan susu dalam negeri dengan produk luar yang semakin marak. Masih rendahnya populasi sapi perah di Indonesia hingga saat ini mendorong ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku susu dan produk susu
51
impor masih terus berlangsung hingga sekarang. Namun dalam 2 tahun terakhir ini impornya cenderung terus menurun. Menurut sumber Badan Pusat Statistik, pada tahun 2004 lalu impor susu dan produk susu baru tercatat sebesar 165.411 ton, yang kemudian meningkat menjadi 173.084 ton pada tahun berikutnya dengan nilai US$ 399.165. Dalam 2 tahun berikutnya impor terus meningkat dan mencapai 198.217 ton pada tahun 2007 senilai US$ 637.007. Pada tahun 2008 impor menurun menjadi 180.913 ton dan menurun lagi menjadi hanya 166.504 ton pada tahun 2009 dengan nilai US$ 411.612. Tabel 5.Perkembangan Impor Susu dan Produk Susu Indonesia 2004-2009 Volume Kenaikan Nilai Kenaikan Tahun (Ton) (%) (US$) (%) 2004 165.411 329.383 2005 173.084 4,6 399.165 21,2 2006 188.128 8,7 416.183 4,3 2007 198.219 5,4 637.007 53,1 2008 180.913 -8,7 665.029 4,4 2009 166.504 -8,0 411.612 -38,1 Rata-rata (persen) per tahun 0,4 9,0 Sumber : BPS (diolah)
Sementara dengan semakin pesatnya perdagangan Internasional, maka semakin mempermudah produk luar masuk ke dalam negeri sehingga semakin banyak produk-produk luar dalam pasar domestik yang menambah tingkat persaingan industri pengolahan susu domestik. Masalah lain dari permasalah impor susu ialah terkait tarif Bea Masuk (BM) pada bahan baku susu impor dan produk susu olahan. Sebelumnya yakni tahun 2003 pemerintah pernah menerapkan BM produk susu olahan impor sebesar 5 persen. Kebijakan tersebut
52
dirasa sudah cukup melindungi industri pengolahan susu domestik. Namun, pada Januari 2009 justru kebijakan baru BM tersebut muncul dan menjadikan BM susu pada posisi nol persen. Dibebaskannya bea masuk tersebut diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan RI No. 145 Tahun 2008 tertanggal 7 Oktober 2008 dan diperbaharui dengan Permenkeu No. 19/PMK.011/2009 tertanggal 13 Februari 2009 yang menyatakan bahwa tarif bea masuk untuk produk olahan susu menjadi 0 persen. Padahal dalam peraturan World Trade Organization (WTO), bea masuk susu olahan impor akan menjadi nol persen pada tahun 2017 mendatang. Ironisnya bahan baku susu impor masih dikenakan tarif Bea Masuk 5 persen. 4.4 Jumlah Perusahaan dan Status Penanaman Modal Berdasarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), industri pengolahan susu dapat digolongkan berdasarkan status penanaman modal, yang terdiri dari Penanam Modal Asing (PMA), Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Lainnya. Perusahaan susu PMA adalah perusahaan yang modalnya berasal dari luar negeri, sedangkan perusahaan PMDN merupakan perusahaan yang modalnya berasal dari dalam negeri. Tabel 6. Jumlah Perusahaan menurut Status Penanaman Modal dan Kode Industri, 2008 PMDN PMA Lainnya Total Kode Industri 15211 Susu- Powdered, condensed and preserved milk Sumber : BPS 2009
13
7
16
46
Perusahaan PMA berawal dari adanya kerjasama antara modal asing dangan partner di Indonesia. Tetapi pada perkembangannya perusahaan PMA ini
53
dapat dimiliki oleh asing sepenuhnya. Perusahaan PMA terdiri dari 7 perusahaan, yaitu PT Nestle Indonesia, PT Frisian Flag Indonesia, PT Nutricia Indonesia Sejahtera, PT Foremost Indonesia, PT Sari Husada, PT Ultrajaya dan PT Danone Dairy Indonesia. Perusahaan PMDN dapat dikelola sesuai dengan kepemilikan modalnya yaitu oleh swasta murni, BUMD ataupun koperasi. Perusahaan PMDN di Indonesia cukup berkembang baik. Terbukti menurut data CIC Consulting 2005, pada tahun 2004 jumlah perusahaan PMDN berjumlah 7 dan meningkat pada tahun 2008 menjadi 13 perusahaan. Beberapa perusahaan yang termasuk kedalam perusahaan PMDN yaitu, PT Indomilk, PT Diamond Cold Storage, dan PT Sugizindo. Status penanaman modal industri pengolahan susu di Indonesia ada pula yang bukan termasuk status PMA ataupun PMDN. Perusahaan susu yang tergolong dalam non PMA atau non PMDN pada tahun 2008 terdiri dari 34 perusahaan, beberapa diantaranya yaitu, PT Citra Nasional, PT Fajar Taurus, PT Gizindo Prima Nusantara, GKSI, PT Griendfields Indonesia, KPBS, PT Minota KSM, PT Netania Kasih Karunia, PT Nutrifood Indonesia dan PT Shangyang Perkasa. 4.5 Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Susu di Indonesia Besarnya
potensi
sumberdaya
alam
yang
dimiliki
Indonesia
memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia. Salah satu komponen dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di
54
Indonesia adalah persusuan. Kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa
wilayah
Indonesia
memiliki
karakteristik
yang
cocok
untuk
pengembangan persusuan. Sejarah kebijakan persusuan di Indonesia diawali dengan kebijakan pemerintah terhadap pengadaan input susu dan seiring perkembangannya mengharuskan pemerintah membuat kebijakan terhadap produksi susu.
4.5.1 Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengadaan Input Susu di Indonesia Kebijakan pengadaan sarana produksi berupa penyediaan bibit sapi, pakan ternak, dan obat-obatan yang dikaitkan dengan sistem kredit yang layak dan mudah merupakan titik strategi dari pembangunan peternakan. Fungsi pengadaan sarana produksi sangat penting, karena pada umumnya peternak sapi perah rakyat kurang berpengetahuan tentang jenis ternak, pakan ternak, disinfektan, dan obatobatan yang baik atau cocok dengan kondisi sehingga diharapkan usaha sapi perah rakyat dapat menghasilkan atau berproduksi dengan hasil yang tinggi dan tentunya efisien. Sedangkan sistem kredit diberikan karena peternak rakyat umumnya berekonomi lemah. Karena itu peran atau fungsi yang sangat penting ini tidak dipercayakan kepada badan usaha yang semata-mata mencari keuntungan. Kebijakan pemasukan bibit ternak sapi perah, terdapat dalam tiga SK Menteri Pertanian, yaitu :
SK Menteri Pertanian Nomor 750/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat pemasukan bibit ternak dari luar negeri.
55
SK Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat teknik bibit sapi perah yang dimasukkan dari luar negeri.
SK Menteri Pertanian Nomor 753/Kpts/Um/10/82 tentang kesehatan bibit sapi perah yang akan dimasukkan dari Australia dan Selandia Baru. Inti dari kebijakan ini adalah menitikberatkan persyaratan teknis agar
impor bibit sapi perah tidak berdampak negatif, terutama penyakit ternak atau mutu genetis sapi perah yang rendah. Hal ini dimaksudkan agar bibit sapi perah yang masuk ke Indonesia terjamin kualitasnya dan mempunyai standar kualifikasi tertentu. Sedangkan para peternak tersebut dilatih terlebih dahulu, agar memahami sepenuhnya apa yang harus dikerjakan untuk menghasilkan sapi-sapi prima. Jika ada peternak berpotensi tetapi terhambat modal maka perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. 4.5.2 Kebijakan Pemerintah terhadap Produksi Susu di Indonesia Tanpa kebijakan pemerintah yang mendukung tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan sulit menyamai dengan negara lain di tingkat ASEAN. Selain itu produk susu segar dalam negeri masih belum memenuhi kebutuhan industri pengolahan susu di Indonesia. Akibatnya sekitar 70 persen bahan baku industri pengolahan susu masih diimpor dari Australia dan New Zealand. Pemerintah melakukan impor susu dalam bentuk bubuk untuk memenuhi permintaan susu dalam negeri yang lebih menyukai susu bubuk dibandingkan susu segar. Susu tersebut diimpor dalam bentuk SMP (Skim Milk Powder) dan AMF (Anhydrous Milk Fat). Susu yang diimpor akan diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dan oleh non Industri Pengolahan Susu.
56
Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia yang cukup signifikan itu tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam bentuk dukungan kebijakan yang bersifat lintas sektoral, perlindungan atau proteksi terhadap usaha peternakan rakyat dan penyediaan fasilitas kredit serta permodalan dalarn meningkatkan skala usaha dan populasi sapi perah di tingkat keluarga peternak. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang selanjutnya dikukuhkan dengan KEPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran susu segar dari peternak ke IPS. Oleh karena itu, IPS wajib menerima susu segar dalam negeri (SSDN) dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan harga bahan baku impor. Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah selama ini adalah adanya (a) rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan dengan keharusan serap susu segar domestik, atau yang lebih dikenal dengan rasio BUSEP (Bukti Serap), dan (b) penerapan tarif impor untuk bahan baku susu impor maupun produk susu (susu bubuk, keju dan mentega). Namun, Sejak ditandatanganinya kesepakatan antara Pemerintah RI dengan IMF pada bulan Januari 1998 tentang penghapusan tataniaga SSDN, maka sejak saat itu sistem rasio BUSEP juga telah dihapus. Dengan ketentuan tersebut sesungguhnya komoditas susu telah memasuki era pasar bebas, meskipun seharusnya baru akan dimulai pada tahun 2003. Hal ini berarti bahwa komoditas susu memasuki pasar bebas lebih awal dari kesepakatan waktu yang telah ditetapkan, sehingga harus memiliki daya saing kuat untuk mengantisipasi masuknya bahan baku susu impor. Oleh karenanya
57
harga SSDN yang berlaku harus merupakan harga pasar yang kompetitif, terutama jika dipertimbangkan ancaman dari produsen susu utama dunia seperti Australia dan New Zealand. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.011/2008, sejak bulan November tahun 2008 untuk mengatasi permasalahan kurangnya supply susu serta tingginya harga susu di tingkat konsumen, pemerintah melakukan program peningkatan daya saing industri susu di dalam negeri yaitu dengan memberikan insentif fiskal berupa penanggungan bea masuk oleh pemerintah atas impor produk olahan dan bahan baku industri pengolahan susu. Hal tersebut juga diperparah dengan dikeluarkannya kebijakan terbaru mengenai penghapusan tarif impor masuk dari 5 persen menjadi 0 persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 19/PMK.011/2009. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa IPS memiliki pilihan yang kuat dalam menentukan harga kontrak, mengingat harga susu impor (bubuk) jauh lebih murah hingga 15 persen dari susu lokal, serta memperburuk kondisi peternak sapi perah, karena mendapatkan harga yang lebih rendah dan posisi tawar yang lemah. Pada akhir Mei 2009, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor :101/PMK.001/2009 tentang Tarif Bea Masuk sebesar lima persen terhadap impor tujuh produk susu tertentu yang terdiri dari 6 produk “Full Cream Milk Powder” (FCMP) dan satu produk susu mentega. Kebijakan itu mengubah kebijakan sebelumnya, yaitu PMK Nomor: 19/PMK.011/2009 pada 13 Februari 2009 yang tidak dikenai biaya atau 0 persen.
58
Secara garis besar, kebijakan Pemerintah Indonesia tidak pernah berpihak pada peternak kecil. Hal ini menyebabkan peternak kecil tetap miskin dan harga susu tidak terjangkau oleh masyarakat bawah. Kebijakan tentang susu tersebut hanya ditujukan untuk kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional. Petani tidak punya hak untuk menentukan harga. Yang berhak menentukan harga dan kuota susu dari peternak hanya IPS. Ketergantungan yang merugikan itu terus berlanjut hingga hari ini. Sekitar 90 persen susu segar peternak diserap oleh IPS, yang hanya terdiri dari lima perusahaan besar. Kelima perusahaan itu adalah PT Nestle, PT Frisian Flag, PT Ultra Jaya, PT Sari Husada, dan PT Indomilk. Para peternak tidak pernah mendapatkan harga yang sesuai untuk produk susunya karena ketergantungan terhadap IPS. Nasib peternak tetap berada di tangan perusahaan-perusahaan asing dan dipermainkan oleh mekanisme pasar global. Misalnya, dalam 6 bulan sejak akhir Desember 2008, Nestle telah dua kali menurunkan harga beli susu dari peternak. Kebijakan yang berpihak kepada peternak kecil, serta pengalokasian dana yang tepat oleh pemerintah akan menjamin terjadinya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia,
ketersediaan suplai susu yang terjamin,
meningkatnya pendapatan peternak dan pelaku usaha lainnya di bidang peternakan dan terwujudnya masyarakat terutama anak-anak yang lebih sehat dan lebih pintar. Sehingga menjadikan usaha peternakan sapi perah rakyat dan persusuan nasional menjadi instrumen untuk mengatasi pengangguran, dan meningkatkan potensi pedesaan.
59
V.HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Struktur Pasar Industri Pengolahan Susu di Indonesia Terdapat tiga elemen pokok dalam menganalisis struktur pasar, yaitu pangsa pasar, konsetrasi dan hambatan masuk. Kondisi struktur persaingan pasar dalam Industri Pengolagan Susu dapat dianalisis dengan menggunakan pangsa pasar masing-masing perusahaan dalam industri, namun karena adanya keterbatasan data masing-masing perusahaan maka struktur pasar dalam penelitian ini dianalisis melalui konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dalam industri pengolahan susu serta berdasarkan besarnya hambatan masuk pasar yang diteliti berdasarkan data Minimmum Effisiency Scale (MES). Rasio konsentrasi diperoleh dengan mengukur besarnya kontribusi penjualan empat perusahaan terbesar terhadap total penjualan industri, sedangkan hambatan masuk dapat diidentifikasi berdasarkan persentase output perusahaan terbesar terhadap total output industri pengolahan susu di Indonesia. 5.1.1 Analisis Rasio Konsentrasi Industri Pengolahan Susu di Indonesia Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaanperusahaan “oligopolis” dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Pengukuran rasio konsentrasi dilakukan pada empat perusahaan terbesar (CR4) dalam industri pengolahan susu berdasarkan total penjualan serta jumlah tenaga kerja. Pengelompokan empat perusahaan terbesar ini berdasarkan klasifikasi susu secara umum. Perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kelompok empat
60
perusahaan terbesar merupakan perusahaan-perusahaan yang memproduksi bermacam-macam jenis susu, yaitu susu cair, susu kental manis, dan susu bubuk. Data CR4 dalam industri pengolahan susu dapat dilihat pada Lampiran 1. Perkembangan nilai CR4 industri pengolahan susu dari tahun 1984 hingga 2008 cenderung fluktuatif. Rata-rata rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar dari tahun 1984 hingga 2008 cukup tinggi, yaitu sebesar 72,68 persen. Dalam rentang waktu 1984-2008 nilai rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 94,17 persen. Nilai CR4 tertinggi terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 94, 17 dan nilai terendah terjadi pada tahun 1990 yaitu sebesar 60,67 persen. Tingginya nilai CR4 pada tahun tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 yang menyebabkan berkurangnya jumlah perusahaan dalam industri pengolahan susu sehingga perusahaanperusahaan susu yang sudah mempunyai posisi kuat berusaha mempertahankan posisinya dalam pasar dengan meraih pangsa pasar dengan sebesar-besarnya. Sebaliknya rendahnya nilai CR4 diduga karena prospek pasar industri pengolahan susu yang tinggi membuat banyak perusahaan baru tertarik untuk masuk ke industri sehingga pangsa pasar empat perusahaan terbesar menurun karena sebagian pasar diambil oleh perusahaan baru.
61
CR4 100
94.17
89.89 77.22
80
79.64
70.74 69.16 65.49 61.99 60.67
69
78
60 40 20 0 1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2004
2008
Sumber : BPS, 1984-2008 Gambar 3. Fluktuasi Nilai CR4 Tingkat konsentrasi industri pengolahan susu yang relatif tinggi ini dapat disimpulkan bahwa struktur pasar pada industri pengolahan susu di Indonesia tahun 1984-2008 rata-rata diatas 60 persen per tahun, yaitu sebesar 72,68 persen. Dimana menurut ekonom bila terdapat kondisi gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang pangsa pasarnya (CR4) antara 60-100 persen maka dapat dikatakan bahwa struktur pasar industri pengolahan susu di Indonesia mengambarkan struktur pasar oligopoli ketat. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, jumlah produsen relatif sedikit, barrier to entry cukup tinggi, jenis produk dapat berupa produk homogen maupun heterogen, serta persaingan selain harga cukup besar. Industri pengolahan susu yang memiliki struktur pasar oligopolis ketat mempunyai kecenderungan kearah kerjasama atau kolusi dengan tujuan menaikan harga dan memperoleh keuntungan di atas keuntungan normal.
62
5.1.2 Analisis Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar pada industri pengolahan susu dapat terlihat dari mudah tidaknya pesaing potensial untuk masuk ke suatu pasar. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan dalam industri pengolahan susu tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal tapi juga dapat terjadi secara alami. Sejalan dalam rangka reformasi dan restrukturisasi perekonomian nasional perkembangan industri pengolahan susu di Indonesia tidak luput dari perhatian pemerintah. Keppres mengenai mekanisme rasio penyerapan susu yang ditiadakan mengharuskan mekanisme perdagangan yang terjadi diserahkan pada mekanisme pasar. Pemerintah dalam mekanisme pasar berperan sebagai regulator terhadap perkembangan industri pengolahan susu untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat. Mekanisme pasar ini menyebabkan perusahaan-perusahaan baru lebih mudah untuk masuk dalam industri. Akan tetapi pada kenyataannya mekanisme pasar ini justru dimanfaatkan antar produsen untuk membuat kesepakatan. Salah satu cara yang digunakan agar dapat bersaing maka para pesaing harus memiliki Minimum Effisiency Scale (MES). Dengan mengukur skala ekonomis melalui pendekatan nilai output perusahan terbesar dibagi dengan total output industri, dapat mempertahankan keberadaan perusahaan susu dalam industri susu. Tinggiya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru untuk memasuki pasar suatu industri.
63
Pada Tabel 7, terlihat Skala Efisiensi Minimum industri pengolahan susu tahun 1984-2008 memiliki nilai rata-rata sebesar 29,54 persen. Nilai tersebut merupakan patokan output minimal bagi pesaing baru untuk bersaing dalam industri pegolahan susu. Apabila pesaing baru memasuki industri dengan nilai output dibawah nilai MES, maka pesaing tersebut tidak dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang sudah eksis di industri susu tersebut. Menurut Comanous dan Wilson (1967) dalam Alistair (2004) nilai MES yang lebih besar dari 10 persen mengambarkan hambatan masuk pasar yang tinggi pada industri. Kondisi MES yang cukup tinggi ini dipengaruhi karena industri pengolahan susu termasuk ke dalam jenis industri yang padat modal, penguasaan teknologi yang tinggi serta tingkat produksi minimal yang tinggi. Gambar 4. Fluktuasi Minnimum Efisiency Scale (MES)
MES 50 45 40
PE R S E N
35 30 25
MES
20 15 10 5 0 1984198619881990199219941996199820002002200420062008
Sumber : BPS, 1984-2008 Agar pesaing baru dapat memasuki industri, industri tersebut harus menghasilkan output besar yang ditunjang dengan kapasitas produksi yang besar,
64
fasilitas yang menunjang serta modal yang mencukupi. Bila dilihat pada utilitas kapasitas produksi industri pengolahan susu di Indonesia, industri ini tidak pernah berproduksi pada kapasitas penuh. Utilitas kapasitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 90,23 persen. Sedangkan utilitas kapasitas terendah terjadi tahun 2006 yaitu sebesar 85,56 persen. Secara rata-rata utilitas kapasitas produksi industri pengolahan susu di Indonesia pada periode 2005-2010 cukup tinggi yaitu sebesar 88,81 persen. Tabel 7. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Pengolahan Susu SUSU KAPASITAS IZIN PRODUKSI RIIL UTILITAS KAPASITAS TAHUN (Ton) (Ton) PRODUKSI (%) 2005 578919 536000 89,22 2006 624835 616500 85,56 2007 639894 636900 90,23 2008 699815 644540 88,98 2009 730312 658080 89,43 2010* 769207 675600 89,42 RATA-RATA 88,81 Ket : *) angka perkiraan Sumber : Dit Mintem Kemenperin Diolah Utilitas kapasitas produksi ini berpengaruh pada persaingan usaha dalam industri pengolahan susu di Indonesia. Kondisi industri yang belum berproduksi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki sengaja dimanfaatkan para produsen. Sehingga setiap ada perkembangan pasar, established firm masih dapat memenuhi permintaan yang ada dengan menggunakan ekses kapasitas yang mereka miliki. Kondisi diatas bisa juga merupakan tindakan pre-emptive expansion untuk menghambat masuknya pemain baru ke dalam pasar guna menjaga market share mereka. Peningkatan utilitas kapasitas produksi perusahaan susu yang sudah ada
65
akan mengancam keberadaan pesaing dalam industri pengolahan susu. Peningkatan utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di pasar bahkan jumlah produk susu ini akan lebih beragam dengan inovasi-inovasi baru yang akan menarik konsumen. Hal ini menyebabkan para pelaku dalam industri pengolahan susu baik baru maupun yang sudah ada merasa terancam karena takut produknya tersaingi. Industri pengolahan susu di Indonesia yang padat modal menyebabkan biaya input bahan baku dan biaya investasi lebih besar dari pada pengeluaran tenaga kerja. Selain itu industri pengolahan susu juga merupakan industri padat energi karena dalam biaya inputnya terdapat biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik dan gas. Ini dapat terlihat melalui Tabel 9. Tabel 8. Komposisi Biaya Input Industri Pengolahan Susu Tahun 2004-2008 TAHUN (%) JENIS INPUT 2004 2005 2006 2007 Bahan baku 77,25 93,01 88,99 89,41 Bahan bakar, tenaga kerja, listrik & gas 11,02 2,63 2,01 3,69 Sewa gedung, mesin & alat-alat 0,34 0,60 0,40 0,52 Jasa non industry 11,39 3,76 8,60 6,38 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber :BPS (diolah)
5.2 Analisis Perilaku Industri Pengolahan Susu di Indonesia 5.2.1 Strategi Produk Produk olahan hasil ternak, yakni susu kini telah berkembang sedemikian kompleks. Secara bisnis, produk susu pertumbuhannya lebih banyak didorong oleh berkembangnya susu pertumbuhan. Berdasarkan data Nielsen Indonesia, secara umum pertumbuhan susu bubuk secara volume adalah sebesar 6,6 persen, sedangkan dari segi
2008 88,87 1,87 0,37 8,89 100,00
66
nilai adalai 1,8 persen. Sementara itu, susu dengan segmen anak dari segi volume tumbuh 9,9 persen dan dari segi nilai tumbuh 6,9 persen pada 2010 ini dibanding 2009. Dari data itu, terlihat bahwa perkembangan bisnis susu bubuk pada segmen khusus untuk anak, melebihi pertumbuhan total seluruh susu bubuk. Perhatian yang tinggi pada anak, ternyata cukup menjadi pendorong bagi pertumbuhan tersebut. Strategi marketing yang tepat membuat produsen berhasil meyakinkan para orang tua (terutama ibu-ibu) untuk memberikan konsumsi susu secara berkelanjutan. Strategi segmentasi susu pertumbuhan berdasarkan usia cukup efektif dalam meningkatkan pangsa pasar. Produsen susu dalam segmentasi anak fokus dalam perkembangan otak dan tulang, mereka memfortifikasi produknya dengan asam lemak esensial, terutama asam arakhidonat (AA) dan Asam Docosahexaenoat. Kedua zat gizi tersebut ditujukan untuk mendukung perkembangan otak. Sedangkan untuk pertumbuhan fisik, kalsium menjadi komponen terpenting. Selain zat gizi tersebut, beberapa produsen juga melengkapi produknya dengan zat gizi lain seperti FOS (Fruktoologosakarida) dan GOS (Galaktooligosakarida) sebagai sumber prebiotik, bakteri probiotik seperti Lactobacillus sp., karoten sebagai antioksidan, nukleotida untuk meningkatkan fungsi imun, dan sebagainya. Takaran fortifikasi disesuaikan berdasarkan usia. Menurut The Nielsen Indonesia, ada empat segmentasi produk susu di Indonesia, yaitu untuk bayi, anak-anak, dewasa, dan wanita hamil/menyusui. Susu pertumbuhan sendiri berada pada kategori susu bayi (tahap 1 dan tahap 2), dan kategori anak-anak (tahap 3, 4, dan 5). Produsen susu pertumbuhan di Indonesia cukup bervariasi, misalnya Nestle dengan Dancow 1+, Dancow 3+, dan Dancow 5+; Frisian Flag dengan Bendera 123 dan Bendera 456; Sari Husada dengan SGM 2, SGM 3, dan SGM 4; Nutricia dengan Bebelac dan Nutrilonnya; serta lainnya.
67
The Nielsen Indonesia (2010) mengungkapkan bahwa Dancow, Bendera, SGM, Bebelac, dan Nutrilon masuk dalam top 5 brands susu segmen anak di Indonesia. Kemudian diikuti oleh Child kid, Pediasure, Sustagen, Procal, dan Enfagrow. Dua merek milik Nutricia, yakni Bebelac dan Nutrilon cukup menarik perhatian, karena selama 2009 pertumbuhannya adalah yang tertinggi dibanding merek-merek lainnya, yakni untuk Bebelac mencapai 46,4 persen dan Nutrilon mencapai 20,2 persen. Persaingan industri pengolahan susu begitu ketat baik persaingan dengan produsen lokal maupun persaingan dengan produsen luar. Adanya KTT ASEAN ke-14 di Thailand pada tanggal 27 Februari 2009 telah ditandatangani kesepakatan AANZ-FTA (ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area). Salah satu hasil kesepakatan itu adalah bea masuk susu impor dari Australia dan Selandia Baru ke Indonesia akan mengalami penurunan bertahap hingga 0 persen pada tahun 20172019. Produk impor susu olahan semakin marak sehingga peredaran susu impor ikut meramaikan perdagangan susu di Indonesia. Tiap produsen memiliki sejumlah merek dagang dengan variasi produk yang beraneka ragam. Jika tidak ingin terancam maka perusahaan perlu memiliki sejumlah strategi untuk mengatasi hal tersebut. Beberapa cara yang dapat ditempuh perusahaan untuk mengatasi persaingan yang semakin ketat yaitu, pertama mengembangkan atau memperbarui produk yang telah ada. Riset dan penelitian terhadap pasar dan produk sangat diperlukan karena perusahaan harus peka dalam melihat kebutuhan atau tuntutan konsumen lalu mengimplementasikannya untuk mengembangkan produk yang telah ada. Sehingga penting adanya departemen R&D (Research and
68
Development) dalam industri pengolahan susu. Departemen ini memiliki peranan penting dalam perusahaan dan menjadi indikator kemajuan dari suatu perusahaan. Kedua, menciptakan produk baru yang berbeda dari produk yang telah diproduksi sebelumnya. Penciptaan produk baru ini harus berdasarkan pertimbangan dan perhitungan bahwa produk baru akan disukai konsumen. Dalam produk susu tuntutan konsumen menjadi penting dalam pengembangan produk. Sebagai contoh tuntutan produk yang kaya akan kandungan gizi dalam meningkatkan kecerdasan otak anak, kesehatan tulang, penambah berat badan, susu kesehatan, susu non fat, serta kebutuhan susu untuk ibu hamil serta menyusui semakin tinggi mengingat arus informasi yang semakin deras. Ketiga, melakukan diferensiasi produk dimana perusahaan tidak hanya memproduksi susu tetapi juga memproduksi produk lain. Hal ini dimaksudkan agar saat konsumen merasa bosan atau tidak menyukai produk yang satu maka mereka dapat memilih untuk mengkonsumsi produk yang lainnya yang diproduksi oleh perusahaan yang sama. Sebagai contah PT Nestle selain memproduksi produk susu olahan, PT Nestle memproduksi juga kopi dengan merek Nescafe, bubur bayi dengan merek Nestle Bubur Bayi, coklat dengan merek KIT KAT dan masih banyak produk lainnya yang dikeluarkan oleh PT Nestle untuk menarik minat konsumen. 5.2.2 Strategi Harga Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa struktur pasar industri pengolahan susu berbentuk oligopoli. Dimana dalam pasar oligopoli adanya saling ketergantungan dan saling mempengaruhi antara suatu perusahaan dengan
69
pesaing-pesaing lainnya. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri pengolahan susu akan dipengaruhi oleh penetapan harga pesaingnya. Pada pasar oligopoli ketat, kolusi antar perusahaan sangat rawan terjadi. Jika hal tersebut terjadi maka yang akan dirugikan ialah konsumen, dimana perusahaan-perusahaan tersebut berkolusi menetapkan harga tinggi pada produknya. Kesepakatan dalam penyesuaian harga pada oligopoli salah satunya untuk mencegah terjadinya pemotongan harga. Penentuan harga dapat dipertimbangkan dari perilaku konsumen. Beberapa konsumen mengasumsikan bahwa semakin mahal harga suatu produk maka kualitas produk tersebut semakin tinggi. Namun bukan berarti konsumen akan selalu memilih produk yang berharga mahal, sebagian akan memilih produk yang serupa namun dengan harga yang lebih murah. Namun jika dibandingkan dengan produk luar, umumnya susu olahan impor masih lebih mahal daripada susu olahan domestik sehingga susu domestik masih diminati oleh masyarakat. Namun harga susu internasional saat ini sedang mengalami penurunan dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika cenderung menguat, menyebabkan harga produk impor menjadi turun dan lebih rendah dari harga Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). Tidak dapat dipungkiri bahwa harga susu olahan di Indonesia masih dipengaruhi harga bahan baku susu, sisi transportasi dan distribusi. Hampir 70 persen bahan baku susu Indonesia masih impor dari luar negeri, sehingga kenaikan harga bahan baku susu bubuk di pasaran dunia mempengaruhi harga
70
produk olahan susu domestik. Penetapan harga susu olahan selain dipengaruhi oleh biaya input industri dipengaruhi juga faktor luar, seperti kenaikan harga susu Internasional membuat produsen lokal ikut menaikan harga jual produk susu olahannya. Hal itu yang menyebabkan harga susu relatif mahal. Salah satu produk yang terkena dampaknya ialah produk susu untuk bayi dan balita. Sehingga untuk masyarakat menengah ke bawah masih kesulitan untuk membeli susu. Perkembangan arus informasi yang pesat menyebabkan masyarakat mulai menyadari bahwa susu merupakan sumber makanan bergizi yang penting bagi pertumbuhan bayi dan anak. Berdasarkan hal tersebut, produsen susu menawarkan produk susu dalam kemasan lebih kecil atau berbentuk saset agar dapat menekan harga susu sehingga terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah. Salah satu produsen susu yang memasang strategi ini adalah PT Nestle Indonesia. Produk yang mereka kategorikan sebagai popularly positioned products ini sudah memberi sumbangan hingga sepertiga dari total pendapatan Nestle Indonesia. Melihat potensi yang sangat besar terhadapan strategi segmentasi menengah kebawah, banyak produsen yang mulai melirik strategi tersebut. Salah satunya ialah PT Sari Husada. Produk susu PT Sari Husada yang dikeluarkan untuk segmentasi ini tidak menggunakan merek yang sudah ada tetapi memilih mengeluarkan merek baru bernama Gizikita. Ada beberapa produk keluaran Gizikita, diantaranya produk susu bagi ibu hamil dan menyusui dengan harga Rp 2.000 per saset, produk bubur tim anak berusia satu hingga dua tahun dengan
71
harga Rp 1.500 per saset dan produk suplemen vitamin untuk anak yang dijual dengan harga Rp 500 per saset. 5.2.3 Strategi Promosi Starategi promosi merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan penjualan dengan menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar sehingga dapat menarik minat konsumen akan produk tersebut. Pada dasarnya banyak strategi promosi yang dilakukan oleh industri pengolahan susu salah satunya ialah dengan strategi merek, mengandalkan program edukasi, iklan, serta product display ditempat penjualan dan lain-lain. Di pasar yang serba kompetitif seperti sekarang ini, merek mempunyai peranan penting bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Apalagi pemasaran di masa yang akan datang lebih menjadi persaingan antar merek, yaitu persaingan untuk merebut konsumen melalui merek. Selain itu merek bukan hanya dianggap sebagai sebuah nama, logo ataupun simbol. Lebih dari itu merek merupakan nilai yang ditawarkan sebuah produk bagi konsumen yang memakainya. Merek sebenarnya merupakan sarana untuk membedakan barang-barang dari satu produsen dengan produsen yang lain bahkan mrek dapat memainkan sejumlah peran penting untuk meningkatkan hidup konsumen dan nilai keuangan perusahaan. Dengan kata lain bahwa merek dapat menjadi sumber penghidupan perusahaan karena itu merek merupakan salah satu keputusan strategis yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Merek dapat memberikan manfaat yang besar bagi produsen maupun konsumen. Bagi konsumen merek mampu menambah nilai bagi konsumen. Dimana adanya persepsi dan keyakinan atas produk yang
72
menyebabkan konsumen ingin terasosiasikan dan membelinya, sehingga konsumen tidak segan membayar mahal untuk mendapatkan produk dengan merek tertentu. Konsumen bersedia membayar lebih tinggi suatu produk karena melekat padanya merek yang merupakan jaminan kosistensi kualitas dan nilai tertentu yang diyakini terkandung didalamnya, tanpa adanya merek konsumen menjadi kurang merasa aman dari kemungkinan buruk diluar harapan. Pada kenyatannya sebuah merek memang sudah dianggap sebagai aset (equity) oleh sebuah perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah ekuitas merek. Ada lima kategori aset yang terdiri dari : (1) kesetiaan merek (brand loyality), (2) kesadaran merek (brand awareness), (3) mutu yang dirasakan (perceived quality), (4) asosiasi merek (brand association), dan (5) aset kepemilikan lainnya (property brand assets) seperti pola, merek dagang dan saluran distribusi. Merek dapat dibagi dalam empat golongan, yaitu: brand as a product, brand as an organization, brand as a person dan brand a symbol. Melalui citra merek yang kuat, maka pelanggan akan memiliki asumsi positif terhadap merek dari produk yang ditawarkan oleh perusahaan sehingga konsumen tidak akan ragu untuk membeli produk yang akan ditawarkan perusahaan. Citra merek menjadi hal yang sangat penting diperhatikan perusahaan, melalui citra merek yang baik, maka dapat menimbulkan nilai emosional pada diri konsumen, dimana akan timbulnya perasaan positif (positive feeling) pada saat membeli atau menggunakan suatu merek. Demikian sebaliknya apabila suatu merek memiliki citra (image)
73
yang buruk dimata konsumen kecil kemungkinan konsumen untuk membeli produk tersebut. Salah satu indikator bahwa merek suatu produk sukses dan dikenal luas oleh masyarakat adalah masuk di dalam jajaran kategori peringkat merek nasional. Survei peringkat merek biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga survei yang berkompeten seperti yang dilakukan oleh majalah Marketing. Perusahaan ternyata masih menjadikan survei merek sebagai salah satu indikator bahwa merek mereka sukses di pasaran. Salah satu survei merek yang dijadikan sebagai indikator kesuksesan sebuah merek adalah top brand award yang dipelopori oleh majalah Marketing yang bekerja sama dengan lembaga survei Frontier Consulting Group. Konsep tentang top brand mengenai merek suatu produk didasarkan pada tiga parameter yaitu: merek yang paling diingat (top of mind), merek yang terakhir kali dibeli atau dikonsumsi (last used), serta merek yang akan dipilih kembali di masa mendatang (future intention). Program edukasi yang dilakukan oleh industri pengolahan susu bertujuan untuk merubah persepsi masyarakat mengenai produk susu. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui strategi komunikasi pemasaran yang tepat. Tujuan dari komunikasi pemasaran disini adalah untuk mengedukasi target audiences, sehingga akhirnya merubah persepsinya dengan pembuktian langsung, pendapat ahli, dan pendapat orang lain. Selain itu program edukasi dapat dilakukan dengan melatih kader-kader ibu-ibu PKK untuk menjelaskan tentang suatu produk di posyandu-posyandu sehingga bisa langsung tersampaikan pada masyarakat, dapat pula melalui SPG yang dapat menjelaskan pada saat membeli produk.
74
Strategi promosi selanjutnya dapat melalui iklan (media cetak dan media elektronik). Iklan merupakan media promosi yang paling sering digunakan karena lebih mudah dijangkau secara luas baik melalui media cetak maupun media elektronik. Iklan biasanya dibuat semenarik mungkin untuk menarik perhatian konsumen. Umumnya iklan susu melalui media elektronik akan menggunkan public figure yang sudah terkenal. Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk adalah melalui tempat dimana produk tersebut terjual yang dinamakan product display. Media promosi tersebut dapat menarik perhatian konsumen yang melewati sehingga tertarik untuk membelinya. Tempat yang terdapat product display antara lain supermarket, toko, mall, warung dan lain-lain. Selain itu masih banyak strategi-strategi promosi yang dilakukan para produsen susu. Mulai dengan ikut mensuksekan suatu kongres kesehatan. Seperti contoh PT Sari Husada yang mempunyai tim dokter untuk memberikan nasihat dalam mempromosikan produk diberbagai acara kesehatan, selain itu memberikan undangan gratis pada para bidan di Indonesia untuk mengunjungi pabrik susu juga merupakan kegiatan promosi yang cukup menunjang keberlangsungan suatu produk. Produsen susu yang lain banyak menyertakan hadiah pada produk susunya untuk menarik konsumen. Hadiah-hadiah tersebut dapat berupa mug lucu, Digital Video Disk (DVD) kesehatan dan buku cerita anak. Direct selling pun merupakan cara mempromosikan produk susu yaitu dengan mengadakan minum susu bersama tiap sekolah. Ada juga yang melakukan kegiatan amal untuk menarik
75
simpatik konsumen sehingga mendorong konsumen untuk menggunakan produk susu tersebut. Promosi produk susu juga dapat dijalankan melalui bentuk kegiatan perlombaan seperti lomba foto bayi, bayi sehat dan lain-lain. 5.3 Analisis Kinerja Industri Pengolahan Susu Salah satu indikator yang dipergunakan untuk menganalisi kinerja industri pengolahan susu di Indonesia adalah melalui perolehan keuntungan dalam industri.
Namun
data
mengenai
keuntungan
perusahaan
tidak
dapat
dipublikasikan. Untuk menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan Price Cost Margin (PCM) sebagai proksi keuntungan dari perusahaan susu, Efisiensi internal (X-eff) menunjukkan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksi dan Growth yang menggambarkan pertumbuhan industri industri dari tahun ke tahun. Berikut adalah grafik fluktuasi nilai PCM, Xeff dan Growth. 120 100 80 60 40 20
-20
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0
-40 PCM
Growth
XeffX
Sumber : BPS, 1984-2008 (diolah) Gambar 5. Fluktuasi PCM, Growth, dan X-eff
76
Fluktuasi nilai PCM dan X-eff memiliki tren yang cenderung meningkat. Fluktuasi PCM tergolong stabil dengan peningkatan dan penurunan yang tidak terlalu tajam. Peningkatan mulai terlihat dari tahun 1992 sampai tahun 2000 dan cenderung stabil pada tahun berikutnya hingga tahun 2004. Nilai X-eff pada tahun 1984 sampai tahun 1988 cenderung meningkat tetapi pada tahun berikutnya mengalami penurunan sampai dengan tahun 1992. Nilai X-eff relatif meningkat stabil dari tahun 1993 sampai 2004. Sementara itu, fluktuasi nilai Growth sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu dimana peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun. Berdasarkan data pada Lampiran 2, Lampiran 4 dan Lampiran 6 nilai ratarata PCM, Xeff dan Growth dari tahun 1984 sampai 2008 adalah 25,10 persen, 37,62 persen dan 20,32 persen. Nilai terendah PCM terjadi pada tahun 1989 yaitu sebesar 11,64 persen, nilai terendah Xeff sebesar 13,88 persen pada tahun 1987 dan nilai terendah Growth bernilai -16,25 persen pada tahun 2005. Nilai PCM dan Xeff tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 60,36 persen dan 101,39 persen. Kondisi ini membuktikan bahwa pertumbuhan pendapatan (PCM) memiliki hubungan positif dengan efisiensi internal (Xeff), dimana tingginya pertumbuhan pendapatan dapat mencerminkan tingginya efisiensi perusahaan. Tingginya nilai pertumbuhan pendapatan (PCM) dan Xeff dapat disebabkan adanya inovasi produk yang lebih baik. Efisiensi dan inovasi merupakan kombinasi yang solid bagi perusahaan untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang tinggi. Sementara nilai Growth tertinggi bernilai106,43 persen pada tahun 1999. Nilai Growth tertinggi pada tahun 1999 diduga karena pada tahun 1998
77
terjadi kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan IMF mengenai penghapusan kebijakan-kebijakan persusuan yang ada. Penghapusan kebijakan persusuan tersebut mengakibatkan perusahaan susu baru mudah memasuki pasar sehingga terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang bermain di industri pengolahan susu yang selanjutnya berdampak pada peningkatan jumlah output yang kemudian berpengaruh terhadap nilai Growth. Berdasarkan penelitian maka dapat diketahui bahwa dalam periode tahun 1984 sampai tahun 2008 kinerja industri pengolahan susu memiliki kinerja yang kurang baik karena memiliki nilai persentase rata-rata yang masih dibawah 50 persen. Rendahnya ketiga nilai tersebut diduga karena adanya peningkatan biaya input yang digunakan untuk proses industri sementara kemampuan industri untuk meminimumkan biaya yang digunakan untuk produksi masih rendah. Sehingga pertumbuhan industri berjalan lambat. 5.4 Hasil Analisis
Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang
Mempengaruhi Kinerja Hubungan struktur dan faktor-faktor lainnya dalam mempengaruhi kinerja pada penelitian ini dianalisis menggunakan suatu model yang kemudian diolah melalui software E-Views.
78
Tabel 9. Hasil Regresi Model Method: Least Squares Sample: 1984 2008 Included observations: 25 Variabel
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C CR4 MES GROWTH PROD XEFF Tm
-4.756341 0.097113 -0.163838 -0.030865 0.000549 0.593103 0.086761
3.084642 0.058916 0.069576 0.017224 0.000414 0.019102 0.069477
-1.541943 1.648338 -2.354815 -1.791922 1.325393 31.04990 1.248781
0.1405 0.1166 0.0301 0.0900 0.2016 0.0000 0.2277
R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob(F-statistic)
0.989468 0.985957 281.8444 0.000000
Model tersebut terdiri dari Price Cost Margin (PCM) sebagai variabel dependen yang mewakili kinerja sedangkan yang menjadi variabel independen yang diduga mempengaruhi variabel dependen ialah konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), Skala minimum efisiensi (MES), pertumbuhan output (Growth), produktifitas (PROD), efisiensi internal (X-eff), dan total impor bahan baku (Tm). Berdasarkan tabel 10, keterkaitan antara PCM dengan variabel independennya dapat dirumuskan ke dalam persamaan regresi berikut: PCM = -4,756341 + 0,097113CR4 – 0,163838MES – 0,030865Growth + 0,000549Prod + 0,593103Xeff + 0,086761Tm 5.4.1 Uji R-Squared (R2) Nilai koefisien determinasi atau nilai R-Squared yang diperoleh adalah sebesar 0.989468 yang berarti 98,95 persen keragaman PCM sebagai variabel dependen pada industri pengolahan susu dapat dijelaskan oleh variabel independen pada model yang terdiri dari CR4, MES, Growth, Produktivitas, X-eff
79
dan total impor. sisa nilai koefisien determinan sebesar 1,05 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 5.4.2 Uji F Taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen. Nilai probability F-statistic sebesar 0,000000 yang lebih kecil daripada taraf nyata 10 persen atau 0,1. Kesimpulannya adalah minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen sehingga model penduga tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. 5.4.3 Uji t Hasil uji t dapat dilihat dari nilai probabilitas masing-masing variabel independennya. Variabel CR4, produktivitas dan total impor memiliki nilai probabilitas masing-masing 0,1166; 0,2016 dan 0,2277 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 10 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Sementara variabel MES, Growth, Xeff memiliki nilai probabilitas
masing-masing 0,0301 ; 0,09 dan 0,0000 yang
nilainya lebih kecil dari taraf nyata 10 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa MES, Growth dan Xeff berpengaruh nyata terhadap PCM.
5.4.4 Uji Normalitas Hasil uji normalitas dianalisis melalui nilai probabilitas yang diperoleh untuk menentukan bahwa error term pada model dapat terdistribusi normal. Nilai probabilitas pada uji normalitas sebesar 0,238589 lebih besar dari taraf nyata sebesar 10 persen, artinya error term pada model tersebut terdistribusi normal.
80
8
Series: Residuals Sample 1984 2008 Observations 25
7 6 5 4 3 2 1
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-6.55e-15 -0.027502 3.707245 -2.166829 1.310630 0.757342 3.676103
Jarque-Bera Probability
2.866026 0.238589
0 -2
-1
0
1
2
3
4
Gambar 6. Grafik Hasil Uji Normalitas
5.4.5 Uji Multikolinearitas Gejala multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel
independennya.
Gejala
multikolinearitas
dianalisis
menggunakan matriks korelasi dengan memperhatikan nilai antara variabel independennya. Jika nilai antar variabel independennya lebih besar dari │0,8│maka model yang dianalisis mengalami masalah multikolinearitas. Tabel 10. Matriks Korelasi antar Variabel Independen CR4 MES Growth Prod Xeff 1.000000 0.708286 -0.107481 -0.003074 0.102553 CR4 1.000000
0.221379
0.176830
0.119040
Growth -0.107481 0.221379
1.000000
0.318534
0.486875 -0.034299
Prod
-0.003074 0.176830
0.318534
1.000000
0.448217
0.564951
Xeff
0.102553
0.119040
0.486875
0.448217
1.000000
0.348885
Tm
0.399277
0.262181 -0.034299 0.564951
0.348885
1.000000
MES
0.708286
Tm 0.399277 0.262181
81
Pengujian pada model untuk penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat nilai variabel independen yang lebih besar dari │0,8│sehingga dapat diartikan bahwa diantara variabel independen dalam model tidak terdapat gejala multikolinearitas. 5.4.6 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test dengan ketentuan nilai probability Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya gejala autokorelasi pada model. Pada tabel 12. diketahui bahwa nilai probability Obs*RSquared adalah 0,0976. Nilai taraf nyata yang digunakan adalah 10 persen. Sehingga dapat diambil kesimpulan dengan melihat nilai probability Obs*RSquared yang tidak lebih besar dari taraf nyata maka model yag dirumuskan tidak mengandung autokorelasi. Tabel 11. Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
1.830094
Prob. F(2,16)
0.1924
Obs*R-squared
4.654314
Prob. Chi-Square(2)
0.0976
5.4.7 Uji Heteroskedastisitas Pengujian
heteroskedastisitas
dilakukan
menggunakan
uji
White
Heteroskedasticity dengan ketentuan nilai probability Obs*R-Squared harus lebih besar dari taraf nyatanya untuk membuktikan tidak adanya variabel pengganggu yang memiliki varians sama pada model. Dari hasil uji yang telah dilakukan
82
diketahui bahwa nilai probability Obs*R-Squared model lebih besar dari taraf nyata 10 persen yaitu 0,1835. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Tabel 12. Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
1.637758
Prob. F(6,18)
0.1941
Obs*R-squared
8.828394
Prob. Chi-Square(6)
0.1835
Scaled explained SS
5.950310
Prob. Chi-Square(6)
0.4288
Serangkaian uji yang dilakukan terhadap model menunjukkan bahwa model ini layak digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, dimana dalam model tersebut kinerja diawali oleh PCM. 5.4.8 Hubungan Struktur dan Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja Hasil regresi model menunjukkan bahwa sebanyak tiga dari enam variabel independen yang diduga berpengaruh nyata terhadap PCM, dengan taraf nyata 10 persen. Ketiga variabel tersebut adalah variabel MES, Growth dan Xeff dengan nilai koefisien masing-masing sebesar -0.163838, -0.030865 dan 0.593103 (Tabel 12). Selama periode 1984-2008 ternyata variabel MES dan variabel Growth berpengaruh negatif terhadap PCM. Hal itu berarti peningkatan MES sebesar 1 persen akan menurunkan PCM sebesar 0.163838 persen, begitu pula dengan peningkatan Growth sebesar 1 persen menyebabkan penurunan PCM sebesar 0,030865 persen. Pola hubungan antara MES, Growth terhadap PCM dalam
83
penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian dimana MES dan Growth seharusnya bernilai positif terhadap PCM. Ketidaksesuaian hasil dengan hipotesis diduga karena permintaan efektif pasar industri pengolahan susu tersebut hanya dapat dilayani oleh perusahaan-perusahaan berskala besar dan kekuatan empat perusahaan terbesar tidak bisa disaingi oleh perusahaan-perusahaan berskala kecil. Sehingga lama-kelamaan perusahaan-perusahaan berskala kecil akan keluar dari pasar sementara perusahaan-perusahaan baru relatif sulit masuk pasar, jumlah permintaan pada pasar industri relatif terbatas, sehingga pertumbuhan pendapatan turun (PCM). Sementara peningkatan output dapat menurunkan PCM diduga karena faktor biaya produksi dan promosi meningkat untuk menarik perhatian konsumen sehingga menyebabkan PCM menurun. Koefisien variabel Xeff bernilai positif yang berarti peningkatan nilai Xeff sebesar 1 persen akan meningkatkan PCM sebesar 0.593103 persen. Ini berarti hubungan PCM dan Xeff sesuai dengan hipotesis awal penelitian. Xeff adalah kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin sedikit biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu tambahan input menunjukkan bahwa semakin efisien suatu perusahaan. Keefisienan akan meningkatkan nilai proksi keuntungan atau nilai PCM karena nilai tambah perusahaan akan meningkat. Sedangkan variabel independen lainnya seperti CR4, Produktivitas, dan total impor tidak berpengaruh nyata pada PCM dalam model tersebut karena nilai probabilitasnya lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
84
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada industri pengolahan susu di Indonesia diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bentuk struktur pasar yang dimiliki oleh industri pengolahan susu di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli ketat yang terlihat dari rata-rata nilai CR4 sebesar 72,68 persen. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, jumlah produsen relatif sedikit, barrier to entry cukup tinggi, jenis produk dapat berupa produk homogen maupun heterogen, serta persaingan selain harga cukup besar. Industri pengolahan susu yang memiliki struktur pasar oligopolis ketat mempunyai kecenderungan kearah kerjasama atau kolusi dengan tujuan menaikan harga dan memperoleh keuntungan di atas keuntungan normal. 2. Produk industri pengolahan susu cenderung lebih banyak didorong oleh berkembangnya susu pertumbuhan. Strategi produk yang dilakukan ialah dengan melakukan segmentasi susu pertumbuhan berdasarkan usia. Untuk menarik perhatian konsumen industri pengolahan susu melengkapi produknya dengan
berbagai
zat
gizi.
Strategi
lainnya
yang
dilakukan
ialah
mengembangkan atau memperbarui produk yang telah ada, menciptakan produk baru yang berbeda dari produk yang telah diproduksi sebelumnya, diferensiasi produk dimana perusahaan tidak hanya memproduksi susu tetapi juga memproduksi produk lain.
85
3. Harga susu di Indonesia masih dipengaruhi oleh harga bahan baku susu itu sendiri karena sebagian besar bahan baku masih di impor dari luar negeri, walaupun pada kenyataannya bahan baku susu domestik cukup memenuhi kebutuhan industri pengolahan susu. Dalam struktur pasar oligopoli ketat strategi harga yang dapat dilakukan ialah para oligopolis mencapai kesepakatan dalam bentuk penyesuaian harga dan penaikan harga atau dalam bentuk mencegah terjadinya pemotongan harga. 4. Strategi promosi yang dilakukan oleh industri pengolahan susu untuk meningkatkan
penjualan
diantaranya
ialah
dengan
strategi
merek,
mengandalkan program edukasi, iklan, serta product display. 5. Dari segi kinerja, industri pengolahan susu di Indonesia memiliki kinerja yang kurang baik. Terlihat dari faktor tingkat keuntungan (PCM), pertumbuhan nilai output (Growth) dan efisiensi internal (X-eff) yang menunjukkan nilai rata-rata dibawah 50 persen. Dari hasil penelitian, rata-rata nilai PCM yaitu sebesar 25,10 persen. Hal tersebut diduga disebabkan adanya peningkatan biaya input yang digunakan untuk proses produksi terutama bahan baku industri pengolahan susu. Selain itu, rata-rata nilai Growth pun masih rendah yaitu sebesar 37,62 persen. Sementara untuk nilai Xeff memiliki rata-rata 20,32 persen ini diduga masih rendahnya kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk produksi. 6. Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja industri pengolahan susu memiliki hubungan nyata dan positif dengan efisiensi internal (Xeff). Sementara Variabel MES dan Growth berpengaruh negatif dan
86
nyata. Pola hubungan antara MES, Growth terhadap PCM dalam penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal penelitian dimana MES dan Growth seharusnya bernilai positif terhadap PCM. Ketidaksesuaian hasil dengan hipotesis diduga karena permintaan efektif pasar industri pengolahan susu tersebut hanya dapat dilayani oleh perusahaan-perusahaan berskala besar dan kekuatan empat perusahaan terbesar tidak bisa disaingi oleh perusahaanperusahaan berskala kecil. Sehingga lama-kelamaan perusahaan-perusahaan berskala kecil akan keluar dari pasar sementara perusahaan-perusahaan baru relatif sulit masuk pasar. Dan jumlah permintaan pada pasar industri relatif terbatas, sementara peningkatan output seharusnya dapat meningkatkan PCM tetapi karena biaya produksi dan promosi meningkat akhirnya pertumbuhan pendapatan turun (PCM). 7. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas, multikolinearitas dan mempunya error term yang menyebar normal sehingga menghasilkan koefisien dugaan terbaik (BLUE). 6.2 Saran Perkembangan industri pengolahan susu tidak terlepas dari peternak sapi perah dimana peternak tersebut menghasilkan bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi. Kinerja industri pengolahan susu di Indonesia yang kurang baik salah satunya diakibatkan dari peningkatan biaya input yang digunakan untuk proses produksi dalam hal ini bahan baku industri.
87
Ketergantungan impor bahan baku menyebabkan industri pengolahan susu mengalami imbas yang cepat dari kenaikan harga susu dunia dan fluktuasi nilai tukar. Selain itu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 19/PMK.011/2009 tentang penetapan tarif bea masuk atas barang impor menyebabkan tarif bea masuk susu olahan menjadi 0 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan tarif bea masuk bahan baku susu sebesar 5 persen, sehingga industri pengolahan susu di Indonesia sulit bersaing dengan produk luar yang harganya lebih murah. Masalah ini dapat dihindari dengan perhatian dan dukungan penuh pemerintah untuk memperkuat peternak sapi perah lokal sebagai sumber bahan baku utama industri pengolahan susu dengan menerapkan kebijakan yang mendukung peternak sapi perah serta memberikan lebih banyak pelatihan peningkatan kualitas produk dan peningkatan Sumber Daya Manusia. Guna meningkatkan daya saing industri pengolahan susu dalam negeri pemerintah perlu bekerja sama dengan industri untuk memberikan informasi mengenai pentingnya minum susu agar mendorong kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk susu sebagai makanan pelengkap, pencitraan produk susu segar atau cair pun sangat diperlukan untuk membantu industri pengolahan susu mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Dengan
demikian industri
pengolahan
susu di
Indonesia dapat
meningkatkan produktivitas dan efisiensi sehingga kinerja industri pengolahan susu menjadi lebih baik. Bagi peneliti selanjutnya disarankan supaya dapat melakukan survei langsung di industri pengolahan susu terutama terkait dengan aspek perilaku.
88
DAFTAR PUSTAKA Alfarisi, D. 2005. Analisis Struktur dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas Indonesia [jurnal]. KPPU RI. Alistair, A. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja pada Industri Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Amaliah. 2007. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Impor Susu Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Andiani, I. 2006. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Industri Besar dan Sedang Tahun 19842008. Berbagai Terbitan, Jakarta. Capricorn Indonesia Consult. 2006. Perkembangan Produksi Susu dan Sapi Perah Indonesia. Capricorn Indonesia Consult, Inc. Departemen Perindustrian. 2009. Road Map Industri Susu. Dirjen Industri Agro dan Kimia. Gujarati, D.1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hasibuan, N.1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES, Jakarta. Kuncoro, A. 2002. Strategi Pemasaran Produk Meubel Kayu di Perkampungan Industri Kecil Pulogadung Jakarta [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kusuma. 1997. Eksport-Import Susu Olahan Indonesia di Pasar Internasional [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. PT BPFE, Yogyakarta. Mason, E. 1939. Price and Production Policies of Large-Scales Enterprises. American Economic Review Volume 29, PP 61-74. Shepherd, W.G.1990. The Economics Of Industrial Organization. Third Edition. Prentice Hall, New Jersey
89
Sunengcih. 2009. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Winarno, W. 2007. Analisis Ekonometrika Dan Statistika Dengan Eviews. Unit Penerbitan dan Percetakan STIM YKPN, Yogyakarta.
90
Lampiran 1 Tingkat Konsentrasi Rasio Industri Pengolahan Susu di Indonesia Tahun 1984-2008 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata Sumber : BPS, 1984-2008 (diolah)
CR4 (%) 89,89 79,20 77,22 79,58 61,99 65,30 60,67 68,69 70,74 66,61 69,16 71,24 65,49 61,65 94,17 86,26 79,64 62,56 61,00 76,00 69,00 81,00 72,00 70,00 78,00 72,68
91
Lampiran2 Price Cost Margin Industri Pengolahan Susu di Indonesia tahun 19842008
Tahun
Nilai Tambah (000 Rp)
1984 39227236 1985 45358153 1986 48643404 1987 38616318 1988 117091261 1989 80368929 1990 103833658 1991 161605780 1992 195080116 1993 241467642 1994 285597442 1995 326684710 1996 455234673 1997 450725000 1998 959789417 1999 2113396573 2000 1251943122 2001 1693482550 2002 4255467362 2003 2484394634 2004 3000896338 2005 1414282395 2006 2268950058 2007 3182419236 2008 2829287634 Sumber : BPS,1984-2008
Pengeluaran Tenaga Kerja (000 Rp) 6540966 9044547 8797689 11057412 13001619 16499208 18986846 29339807 31577065 21868345 34871535 35466163 40133323 52442747 59071640 78583944 97608570 150328365 176332412 255940762 178887516 197912676 111808605 278437518 250225756
Barang yang dihasilkan (000 Rp) 189074000 234798202 265224938 329708323 476575893 548661837 643574820 852117912 946950908 960989057 1189219898 1353821818 1764107875 1857387000 1890037316 3901583379 3879551663 4720366352 6758543365 6165078129 8638683528 7234570079 7936173023 11134754069 12878918435
PCM (%) 17,29 15,47 15,02 8,36 21,84 11,64 13,18 15,52 17,27 22,85 21,08 21,51 23,53 21,44 47,66 52,15 29,75 32,69 60,36 36,15 32,67 16,81 27,18 26,08 20,03
92
Lampiran 3 Minimum Efficiency Scale (MES) Industri Pengolahan Susu di Indonesia Tahun 1984-2008 Tahun
MES (%)
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata
39,32 33,13 31,45 34,61 22,42 25,66 26,17 28,23 31,53 26,37 23,89 21,45 18,45 19,81 35,34 4,6 2,9 17,15 25,35 28,22 24,67 30,15 34,24 38,35 41,89 29,54
Sumber : BPS,1984-2008
93
Lampiran 4 Nilai Efisiensi-X Industri Pengolahan Susu di Indonesia Tahun 1984-2008 Nilai Tambah Nilai Input Tahun (000 Rp) (000 Rp) X-eff (%) 1984 39227236 1985 45358153 1986 48643404 1987 38616318 1988 117091261 1989 80368929 1990 103833658 1991 161605780 1992 195080116 1993 241467642 1994 285597442 1995 326684710 1996 455234673 1997 450725000 1998 959789417 1999 2113396573 2000 1251943122 2001 1693482550 2002 4255467362 2003 2484394634 2004 3000896338 2005 1414282395 2006 2268950058 2007 3182419236 2008 2829287634 RATA-RATA Sumber : BPS,1984-2008
148477738 189719050 210803753 278208268 350535201 469743140 544482881 694644595 754480913 725726297 935690328 1124983000 1318258211 1414984000 1465082943 2355558300 3090871648 3626709108 4196778944 4466199805 6437340653 5951541707 5815530226 8134655631 10335120387
26,42 23,91 23,07 13,88 33,40 17,11 19,07 23,26 25,86 33,27 30,52 29,04 34,53 31,85 65,51 89,72 40,50 46,69 101,39 55,63 46,62 23,76 39,01 39,12 27,37 37,62
94
Lampiran 5 Produktivitas Industri Pengolahan Susu di Indonesia Tahun 1984-2008 Tahun
Nilai Output
1984 190946272 1985 240233382 1986 266683345 1987 332404399 1988 480944978 1989 555660053 1990 652114676 1991 861807545 1992 956697100 1993 979901223 1994 1237424136 1995 1477909664 1996 1818297699 1997 1949531000 1998 2486101636 1999 4490816788 2000 4342814770 2001 5320191658 2002 8452246306 2003 6950594439 2004 9438236991 2005 7365824102 2006 8084480284 2007 11317074867 2008 13164408021 Sumber : BPS,1984-2008
Nilai Input TK
Produktivitas (%)
6540966 9044547 8797689 11057412 13001619 16499208 18986846 29339807 31577065 21868345 34871535 35466163 40133323 52442747 59071640 78583944 97608570 150328365 176332412 255940762 178887516 197912676 111808605 278437518 250225756
2919,24 2656,11 3031,29 3006,17 3699,12 3367,80 3434,56 2937,33 3029,72 4480,91 3548,52 4167,10 4530,64 3717,45 4208,62 5714,67 4449,21 3539,05 4793,34 2715,70 5276,07 3721,75 7230,64 4064,49 5261,01
95
Lampiran 6 Growth Industri Pengolahan Susu di Indonesia Tahun 1984-2008 Barang yang dihasilkan (000 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Rp) 189074000 234798202 265224938 329708323 476575893 548661837 643574820 852117912 946950908 960989057 1189219898 1353821818 1764107875 1857387000 1890037316 3901583379 3879551663 4720366352 6758543365 6165078129 8638683528 7234570079 7936173023 11134754069 12878918435 RATA-RATA
Sumber : BPS, 1984-2008
Growth (%) -1,89 24,18 12,96 24,31 44,54 15,12 17,30 32,40 11,13 1,80 23,75 13,84 30,30 5,29 1,76 10,43 -0,56 21,67 43,18 -8,78 40,12 -16,25 9,69 40,30 15,66 20,31
LAMPIRAN