ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA
Oleh INDRI ANDIANI H14101053
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Februari 2006
Indri Andiani H14101053
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Indri Andiani lahir pada tanggal 16 Juni 1983 di Bogor, sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Jawa barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sofwan Bustomi dan Nani Indrawati. Penulis menamatkan pendidikan pada SDN Polisi 4 Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai siswi di SMU Plus BBS Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA
Oleh INDRI ANDIANI H14101053
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN INDRI ANDIANI. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI dan LUKYTAWATI ANGGRAENI). Pergeseran struktur perekonomian dari basis pertanian menuju sektor industri mengakibatkan suatu pemikiran bahwa sektor perindustrian merupakan sektor yang berpotensial untuk menghasilkan value added (nilai tambah). Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu industri muncullah berbagai masalah yang dihadapi suatu industri, salah satunya adalah persaingan usaha. Penelitian ini menganalisis struktur-perilaku-kinerja dari industri susu di Indonesia. Analisis struktur-perilaku-kinerja adalah analisis yang menggambarkan struktur pasar melalui konsentrasi rasio dan hambatan masuk/ keluar perusahaan; perilaku pasar melalui strategi harga, produk dan promosi; kinerja pasar melalui keuntungan/ profit perusahaan-perusahaan suatu industri. Hubungan struktur dan kinerja industri terlihat dari tingkat konsentrasi dan profit yang menjadi suatu hambatan masuk pasar. Metode yang digunakan dalam mengestimasi model persamaan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square) untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara linear. Software komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah E-Views 4.1. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 1983-2002. Data-data penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian, CIC Consulting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri susu memiliki struktur pasar oligopoli ketat dengan nilai konsentrasi rata-rata 73,79 persen. Hasil estimasi menunjukkan CR4 signifikan pada taraf 10 persen. Nilai koefisien CR4 bernilai positif sebesar 0,624595 yang artinya jika CR4 meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,624595 persen. Koefisien produktivitas (prod) sebesar 0,004607 dan nyata pada taraf 10 persen menunjukkan bahwa jika produktivitas meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,004607 persen. Nilai koefisien Efisiensi-X sebesar 0,253553 menunjukkan bahwa jika Efisiensi-X dua tahun sebelumnya meningkat 1 persen maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,253553 persen. Nilai koefisien Growth sebesar 0,254872 menunjukkan bahwa jika Growth tiga tahun sebelumnya meningkat 1 persen maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,254872 persen. Efisiensi-X dan Growth nyata pada taraf 10 persen. Strategi penetapan harga dan produk dilakukan dengan melakukan interdependensi antara pesaing yang satu dengan pesaing lainnya. Strategi penetapan harga dan produk juga dapat ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pada setiap perusahaan dalam industri susu. Strategi produk yang dilakukan adalah melalui diversifikasi produk. Dalam mempromosikan produknya, industri susu melakukan strategi berbentuk merek. Dari segi kinerja, industri susu di Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup tinggi. Peningkatan
utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di pasar yang akan menyeimbangkan antara kelebihan penawaran dan permintaan yang besar. Nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi menggambarkan efisiensi industri susu cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia, oleh karena itu ada beberapa saran yang direkomendasikan untuk perkembangan industri susu di Indonesia. Beberapa saran yang direkomendasikan yaitu para produsen susu diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya melalui peningkatan efisiensi alokatif dengan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang efisien dan efektif, efisiensi teknis yang digambarkan pada efisiensi internal dimana pengelolaan perusahaan dengan peningkatan sumber daya manusia, pemerataan distribusi produk susu di seluruh wilayah Indonesia, penggunaan kemajuan teknologi dalam menghasilkan output, kualitas produk yang bermutu tinggi, perluasan kesempatan kerja dan pencapaian profit perusahaan. Saran yang terakhir, yaitu pemerintah perlu memberikan informasi akurat melalui media maupun penyuluhan mengenai produk susu yang layak dikonsumsi masyarakat sehingga mendorong masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi susu sebagai makanan pelengkap.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Indri Andiani
Nomor Registrasi Pokok : H14101053 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Tanti Novianti, SP, M.Si NIP. 132 206 249
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
KATA PENGANTAR
Segala puji milik Allah SWT, pemilik seluruh alam semesta beserta isinya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Perkembangan perindustrian di Indonesia sudah semakin maju, salah satunya adalah industri susu. Industri susu merupakan industri yang telah memberikan kontribusi pada perekonomian dan pembangunan bangsa. Berkenaan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul skripsi ”Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Susu di Indonesia”. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Tanti Novianti, SP, M.Si dan Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis dalam pembuatan skripsi ini hingga akhirnya skripsi dapat diselesaikan, 2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji dan memberikan saran dan perbaikan pada penelitian ini, 3. Widyastutik, SE, M.Si sebagai Tim Komisi Pendidikan atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. 4. Orang tua penulis, yaitu Ir. Sofwan Bustomi, M.Si dan Nani Indrawati serta adik-adik penulis. Perhatian, kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses pembuatan skripsi ini. 5. Sahabat-sahabat penulis serta pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas segala dorongan dan bantuannya.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2006
Indri Andiani H14101053
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR................................................................................
ii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
iii
I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN..........
8
2.1 Konsep Industri .............................................................................
8
2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri......................
10
2.2.1 Struktur Industri ...................................................................
10
2.2.2 Perilaku Industri ...................................................................
16
2.2.3 Kinerja Industri ....................................................................
17
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................
18
2.4 Kerangka Konseptual ....................................................................
23
2.5 Penelitian Terdahulu .....................................................................
24
III. METODE PENELITIAN .................................................................
27
3.1 Jenis dan Sumber Data ..................................................................
27
3.2 Metode Analisis ............................................................................
27
3.2.1 Analisis Struktur Industri .....................................................
27
3.2.2 Analisis Perilaku Industri.....................................................
28
3.2.3 Analisis Kinerja Industri ......................................................
29
3.2.4 Uji Statistik dan Ekonometrika ............................................
30
3.3 Definisi Operasional......................................................................
34
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI SUSU DI INDONESIA ..........
36
4.1 Sejarah Industri Susu di Indonesia................................................
36
4.2 Gambaran mengenai Produk Susu di Indonesia............................
39
4.2.1 Gambaran Produk Susu........................................................
39
4.3 Kapasitas Industri Susu di Indonesia ............................................
44
4.4 Bahan Baku Susu .........................................................................
44
4.4.1 Perkembangan Populasi Sapi perah di Indonesia .................
45
4.4.2 Produksi susu di Indonesia....................................................
46
4.4.3 Perkembangan Impor Susu Segar di Indonesia.....................
47
4.5 Penyebaran Industri Susu di Indonesia .........................................
48
4.6 Perusahaan Susu dan Status Penanaman Modal ...........................
49
4.7 Merek Lisensi Produk Susu dalam Industri Susu di Indonesia.....
50
4.8 Kebijakan Persusuan di Indonesia ................................................
51
4.9 Profil Beberapa Perusahaan Susu di Indonesia.............................
55
4.10 Sistem Sewa Produksi (Makloon)...............................................
61
V. ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA..................................................................................
62
5.1 Analisis Struktur Industri Susu ......................................................
62
5.1.1 Pangsa Pasar..........................................................................
65
5.1.2 Hambatan Masuk Pasar.........................................................
67
5.2 Analisis Perilaku Industri Susu ......................................................
72
5.2.1 Strategi Harga dan Produk ....................................................
72
5.2.2 Strategi Promosi ....................................................................
78
5.3 Analisis Kinerja Industri Susu .......................................................
80
5.4 Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Susu ...............................
82
VI. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................
88
6.1 Kesimpulan ....................................................................................
88
6.2 Saran...............................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
91
LAMPIRAN..............................................................................................
93
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Total Konsumsi Susu Tahun 2000-2004 ..................
2
2.
Perkembangan Konsumsi Susu Nasional Tahun 1998-2001 ............
4
3.
Jenis-jenis Struktur Utama Pasar ......................................................
11
4.
Keterkaitan Tingkat Konsentrasi Pasar dengan Kinerja ...................
20
5.
Perusahaan dalam Industri Susu Tahun 2004 ...................................
37
6.
Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2000-2004
45
7.
Perkembangan Produksi Susu Segar di Indonesia Tahun 2000-2004 ..............................................................................
46
Perkembangan Impor Bahan Baku Susu di Indonesia Tahun 2000-2004 ..............................................................................
47
9.
Penyebaran Industri Susu di Indonesia Tahun 2004 .........................
48
10.
Perusahaan dan Status Penanaman Modal Tahun 2004....................
49
8.
11. Beberapa Produsen yang Melakukan Sistem Makloon Tahun 2004........................................................................................
61
12. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 1998-2004 ..
65
13. Tingkat Konsentrasi Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002..
67
14. Skala Efisiensi Minimum Industri Susu Tahun 1998-2004 ..............
69
15. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Susu Tahun 1998-2003 ...........
70
16. Struktur Biaya Input Industri Susu Tahun 1998-2002 ......................
71
17. Harga Rata-rata Beberapa Susu Olahan Tahun 2005........................
74
18. Beberapa Produsen dan Merek Dagang Tahun 2004........................
77
19. Price Cost Marjin Industri Susu Tahun 1998-2002..........................
81
20. Efisiensi-X Industri Susu Tahun 1998-2002.....................................
82
21. Hasil Regresi Persamaan PCM Industri Susu ...................................
83
22. Uji Autokorelasi ................................................................................
85
23. Uji Heteroskedastisitas......................................................................
86
24. Uji Multikolinearitas .........................................................................
87
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja Pasar.....................................
22
2.
Kerangka Pemikiran Konseptual.......................................................
23
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah
satu
tujuan
pembangunan
nasional
adalah
pembangunan
perekonomian yang maju agar terciptanya kestabilan perekonomian bangsa, terberantasnya kemiskinan, serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan nasional
berkaitan erat dengan globalisasi yang
merupakan salah satu aspek pada perekonomian suatu bangsa. Sektor
industri
mempunyai
hubungan
dengan
perkembangan
perekonomian suatu bangsa karena kemajuan sektor industri merupakan salah satu pemicu menuju kestabilan perekonomian. Fakta yang muncul dalam perindustrian salah satunya adalah globalisasi. Aspek globalisasi ini mempunyai tiga dimensi, yaitu idiologi, teknologi dan pasar (aspek ekonomi). Idiologi lebih terkait kepada suatu paham liberalisme atau juga kelembagaan. Teknologi berkaitan dengan teknologi informasi yang maju dan pesat sehingga informasi penting mengenai dunia internasional dapat tersebar luas dengan cepat. Pasar merupakan aspek ekonomi yang berarti pasar bebas yang menyebabkan arus produk, jasa dan kapital dapat dengan mudah keluar masuk dari satu negara ke negara lainnya. Pergeseran struktur perekonomian dari basis pertanian menuju industri mengakibatkan suatu pemikiran bahwa sektor perindustrian merupakan sektor yang berpotensial untuk menghasilkan nilai tambah (value added) terutama bagi banyak perusahaan. Nilai tambah tersebut dapat diperoleh dari banyak faktor antara lain, adanya variasi produk yang beraneka ragam dan berkualitas yang
dihasilkan industri untuk menarik konsumen, teknologi modern yang digunakan untuk menghasilkan produk, serta kapital (modal) untuk menghasilkan profit sebesar-besarnya. Salah satu industri yang muncul karena memberikan nilai tambah bagi konsumen dan produsennya adalah industri susu. Dalam tahun-tahun terakhir ini semakin maraknya persaingan antar perusahaan susu di Indonesia disebabkan oleh perubahan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang sudah maju. Perkembangan pola konsumsi masyarakat terhadap produk susu dapat dilihat melalui peningkatan total konsumsi susu pada setiap tahunnya. Pada Tabel 1 menunjukkan konsumsi susu di Indonesia pada tahun 2000-2004 secara umum terdiri dari 17,10 persen untuk Susu Kental Manis (SKM), 75,41 persen untuk susu bubuk dan 7,49 persen untuk jenis susu cair. Tabel 1. Perkembangan Total Konsumsi Susu Tahun 2000-2004 Jenis Cair SKM Bubuk
2000 79 120,13 177 547,36 799 293,84
Konsumsi (Setara Kiloliter Susu Segar) 2001 2002 2003 2004 84 736,02 89 622,69 95 778,32 103 579,92 189 872,32 208 541,60 217 370,63 240 708,38 853 994,63 916 150,88 949 828,80 1 033 993,60
d(%) 6,97 7,94 6,65
% 7,49 17,10 75,41
Sumber : CIC Consulting, 2005 Industri susu adalah salah satu industri yang mendapat sorotan dari pemerintah sehubungan dengan tingkat kesehatan dan gizi masyarakat di Indonesia. Suatu upaya yang dilakukan pemerintah terhadap industri susu adalah pengembangan Industri Pengolahan Susu (IPS). Tujuan pengembangan Industri Pengolahan Susu adalah untuk meningkatkan keadaan dan status gizi masyarakat guna
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
Indonesia.
Dalam
upaya
pengembangan tersebut maka peran perusahaan sebagai produsen sangat dibutuhkan dalam menyediakan bahan pangan susu olahan berkualitas dan bergizi
tinggi dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi maupun berpenghasilan rendah. Industri susu merupakan salah satu industri yang mampu memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam pembangunan Indonesia yaitu mampu menyediakan produk susu yang bervariasi serta bermutu gizi tinggi. Industri susu juga merupakan salah satu industri yang lebih mengandalkan mutu/ kualitas tinggi. Produk susu mempunyai peranan penting dalam tubuh manusia karena di dalam kandungan susu tersebut terdapat tambahan zat-zat gizi dan vitamin yang berguna bagi perkembangan otak serta organ tubuh lainnya. Susu juga merupakan salah satu sumber pembangun tubuh dan sumber energi untuk kesehatan masyarakat. Pada kenyataannya kebiasaan mengkonsumsi susu belum menjadi sebuah tradisi bagi sebagian besar penduduk Indonesia (Lampiran 1). Beberapa faktor yang menyebabkan sebagian besar penduduk Indonesia belum terbiasa mengkonsumsi susu adalah kurangnya kesadaran diri dalam mengkonsumsi susu serta kurangnya informasi mengenai pentingnya dari produk susu itu sendiri. Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai potensi bagi produsen susu untuk menghasilkan dan mengembangkan produk-produk susu yang berkualitas serta bergizi. Dengan berjalannya waktu, kesadaran masyarakat tentang kesehatan semakin tinggi, sehingga mengakibatkan konsumsi susu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Perkembangan konsumsi susu nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Susu Nasional Tahun 1998-2001 Tahun
Jumlah Penduduk (juta jiwa)
1998 1999 2000 2001
208,00 212,15 216,39 220,70
Konsumsi per kapita (kg/jiwa/tahun) 5,16 7,00 7,56 8,17
Konsumsi Nasional (juta/kg)
(%)
1 073,28 1 485,05 1 635,91 1 803,12
38,37 10,16 10,22
Sumber : Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Departemen Perdagangan, 1998-2001 Seiring dengan berkembangnya industri susu dan
meningkatnya
permintaan akan produk susu di Indonesia maka berdirilah perusahaan-perusahaan susu, beberapa diantaranya adalah PT Nestle Indonesia, PT Friesche Flag Indonesia, PT Sari Husada dan PT Australia Indonesia Milk Industry. Produk susu dapat dengan mudah ditemui di toko-toko maupun supermarket di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini dengan adanya kemajuan usaha dan teknologi, berbagai macam susu juga terdapat di kota-kota kecil. Ada beberapa alasan pertumbuhan industri susu di Indonesia, baik ditinjau dari segi pasar ataupun segi industri. Jika ditinjau dari segi pasar berarti dilihat dari kepentingan konsumen yang mengkonsumsi berbagai macam produk susu. Jika ditinjau dari segi industri berarti memperhatikan para produsen yang dalam hal ini selaku perusahaan susu yang memproduksi susu. Perkembangan besar industri susu ini dapat terlihat dengan semakin pesatnya jumlah perusahaan dan produk-produk baru yang bermutu gizi tinggi untuk meraih pangsa pasar yang lebih tinggi. Pertumbuhan industri susu yang meningkat menyebabkan persaingan antar produsen semakin meningkat pula. Untuk merebut perhatian konsumen susu, para produsen melakukan cara-cara beberapa diantaranya adalah dengan peningkatan produk-produk baru dengan
adanya inovasi dari tahun ke tahun dan dilakukannya promosi berupa iklan di televisi dan media cetak atau dilakukan di berbagai sarana pelayanan kesehatan seperti klinik bersalin. Untuk menghadapi hal tersebut, maka perusahaan yang bergerak di industri susu harus dapat meningkatkan nilai penjualan dan pangsa pasarnya dalam industri. Nilai penjualan dan pangsa pasar adalah salah satu indikator dalam menilai suatu kinerja perusahaan. Beberapa tahun terakhir persaingan antar perusahaan susu semakin tinggi dan ketat, terlebih lagi dengan masuknya produk susu impor ke dalam negeri. Keadaan produsen susu dalam negeri mulai terusik dengan kehadiran beberapa perusahaan susu yang mengkhususkan diri pada produk susu impor. Dengan hadirnya perusahaan susu impor ini maka diperkirakan produk susu impor akan semakin besar pada masa yang akan datang, hal ini dikarenakan pindahnya produksi susu multi nasional ke mancanegara. Beberapa produk susu yang pada awalnya diproduksi dengan sistem sewa produksi (makloon) di pabrik susu yang terdapat di Indonesia secara perlahan dialihkan ke mancanegara yaitu ke Philipina dan Singapura sehingga perpindahan produksi susu multi nasional ke mancanegara akan mempengaruhi perkembangan industri susu dalam negeri. Ketatnya persaingan antar perusahaan susu menyebabkan para produsen lebih mencermati keadaan pasar, misalnya dengan mencermati segmentasi produk berdasarkan umur seperti susu bayi, susu anak, susu dewasa dan susu ibu hamil atau susu ibu menyusui. Kondisi permintaan pasar terhadap kandungan susu yang sempurna untuk pertumbuhan bayi dan anak mendorong para produsen susu untuk memproduksi susu yang mengandung high value ingredient seperti kandungan
DHA, AA, vitamin, kalsium, linoleat, linolenat dan kandungan lainnya. Oleh karena itu kajian mengenai analisis industri susu di Indonesia cukup penting.
1.2 Perumusan Masalah Pesatnya perkembangan industri susu menciptakan suatu kondisi dimana setiap perusahaan saling bersaing satu sama lain melalui persaingan harga, iklan, tekanan dari perusahaan yang baru memasuki pasar dan lain-lain. Persaingan yang ketat merupakan kendala bagi perusahaan-perusahaan dalam mencapai target usahanya. Dengan begitu, kendala tersebut dapat menyebabkan turunnya pangsa pasar perusahaan, sehingga dapat mengurangi perolehan laba bagi perusahaan tersebut. Dengan semakin banyaknya perusahaan susu, kemungkinan adanya persaingan tidak sehat. Adanya persaingan tidak sehat bisa saja terjadi, sebagai contoh perusahaan melakukan praktik-praktik yang menyebabkan perusahaan susu yang lain tidak dapat memasuki pasar, salah satunya dengan melakukan tindakan monopoli dimana perusahaan tersebut berusaha menguasai pasar sepenuhnya. Eksternalitas pasar memungkinkan perusahaan yang mempunyai kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya (competitor eliminator) dengan cara yang tidak adil (unfair conduct). Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa permasalahan industri susu yang muncul untuk dianalisis adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia ? 2. Bagaimana hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian mengenai industri susu adalah : 1. Menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia. 2. Menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Konsep Industri Konsep industri berkaitan erat dengan aspek ekonomi. Hubungan inilah yang memunculkan suatu ilmu dalam ilmu ekonomi yang dinamakan ekonomi industri. Ilmu ekonomi industri adalah suatu disiplin yang terus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi walaupun tetap berbasis pada teori-teori ilmu ekonomi industri terdahulu. Pada awalnya ilmu ekonomi industri muncul sekitar tahun 1930-an. Ilmu ekonomi industri ini menjelaskan permasalahan dalam pasar. Menurut Jaya (2001), ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi yang membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisasi dan bagaimana pengorganisasiaannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku dan kinerja pasar. Menurut Hasibuan (1993), pengertian industri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu mikro dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaanperusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat saling menggantikan (substitusi). Dari segi pembentukkan pendapatan yang cenderung bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Industri merupakan kumpulan dari perusahaan yang sejenis. Definisi perusahaan atau usaha industri menurut Biro Pusat Statistik (BPS, 2002) adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan
ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab atas usaha tersebut. Industri merupakan suatu kegiatan proses pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi ataupun setengah jadi (BPS, 2002). Istilah industri merujuk pada agregasi jumlah perusahaan dalam tingkat regional, nasional dan regional economic integration (free trade area, custom union, common market dan economic union). Dalam ekonomi industri yang menjadi salah satu teori dasar adalah pemahaman terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri, faktor-faktor permintaan dan penawaran yang mempengaruhi industri serta kerangka kebijakan dalam industri dimana perusahaan tersebut berada. Konsep-konsep industri sangat penting untuk diketahui dan dipahami. Konsep industri ini digunakan untuk mengurangi hubungan yang kompleks antara semua perusahaan yang terlibat dalam perekonomian menjadi suatu dimensi yang terkelola (manageable dimensions), memungkinkan untuk menurunkan suatu himpunan yang bersifat umum dimana kita dapat meramalkan tingkah laku kelompok yang saling bersaing yang merupakan pembentuk suatu industri serta memberikan kerangka analisis rintangan dan insentif masuk bagi perusahaan dalam suatu industri untuk mencapai keseimbangan output dan harga (Daryanto, 2004).
2.2 Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri 2.2.1
Struktur Industri Menurut Hasibuan (1993), pengertian struktur sering diidentikan dengan
bentuk atau format tetapi untuk istilah struktur pasar disini adalah bentuk susunan. Struktur pasar merujuk pada jumlah dan ukuran distribusi perusahaan dalam pasar serta mudah atau sulitnya masuk dan keluar dari pasar. Struktur pasar ini menganalisis struktur pasar yang dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun eksternal dan juga mendeskripsikan karakteristik dan komposisi pasar dalam perekonomian. Pasar dapat diartikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang saling bertransaksi, mempertukarkan barang yang dapat disubstitusikan. Melalui pengertian pasar inilah, struktur pasar dapat dinilai dan dikaji secara mendalam. Dalam struktur pasar dapat dijelaskan mengenai tingkat konsentrasi industri, hambatan keluar masuk pasar, diferensiasi produk dan produk homogen, adanya interaksi antara penjual dan pembeli serta informasi mengenai harga dan lainnya. Hasibuan (1993) menjelaskan pula bahwa dalam struktur pasar terdapat elemen-elemen yang menjelaskan pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan untuk masuk (barrier to entry). a. Pangsa Pasar Menurut Shepherd (1979), pangsa pasar menggambarkan besarnya tingkat penjualan relatif perusahaan, yaitu rasio antara besarnya penjualan perusahaan dengan total penjualan industri. Berikut ini disajikan jenis-jenis struktur utama pasar pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis-jenis Struktur Utama Pasar Ciri-ciri Kondisi Utama
Indeks HirschmanHerfindahl (IHH) Jumlah Produsen Entry/ Exit Barrier Tipe Produk Kekuasaan Menentukan Persaingan selain Harga Informasi Profit Efisiensi
Monopoli Memiliki 100% pangsa pasar
Perusahaa n Dominan Menguasa i 50-100% pangsa pasar tanpa pesaing kuat
Oligopoli Gabungan beberapa perusahaa n terkemuka yang pangsa pasarnya 60-100%
Persaingan Monopolisti k Banyak peasaing yang efektif, tidak satupun memiliki lebih dari 10% pangsa pasar
Persainga n Murni Lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti IHH < 0.01
IHH = 1
0.25
0.01
0.01
Satu
Banyak
Sedikit
Banyak
Sangat tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Sangat banyak Sangat rendah
Heterogen
Heterogen
Homogen atau Heterogen
Heterogen
Homogen
Sangat besar
Relatif
Relatif
Sedikit
Tidak ada
Tidak ada
Besar
Besar
Besar
Tidak ada
Sangat terbatas
Cukup terbuka
Terbatas
Cukup Terbuka
Terbuka
Berlebih
Berlebih
Normal
Normal
Cukup Baik
Baik
Kurang baik Sumber : Alistair, 2004
Kurang baik
Agak berlebih Kurang baik
Setiap perusahaan perlu mengetahui dengan pasti batas pasar operasi, artinya banyak pasar setiap jenis produk dari perusahaan tertentu perlu diketahui. Semua perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri dan besarnya antara 0 sampai 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Ada hubungan antara pangsa
pasar dengan keuntungan karena dalam kenyataannya pangsa pasar merupakan tujuan dari setiap perusahaan, dengan demikian pangsa pasar merupakan gambaran keuntungan dari penjualan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang baik akan meraih keuntungan dari penjualan produk. Pola pangsa pasar yang biasanya dijelaskan secara mendalam adalah empat perusahaan utama dari struktur pasar, yaitu monopoli, perusahaan dominan, oligopoli ketat dan persaingan ketat. Pada pasar monopoli memiliki pangsa pasar 100 persen yang artinya satu produsen utama menguasai keseluruhan pangsa pasar. Jenis barang yang diproduksi sangat beragam sehingga dapat menghasilkan profit yang sangat besar. Dengan jumlah produsen yang hanya satu maka kekuasaan untuk menentukan keputusan sangat besar dipegang oleh perusahaan tersebut. Hambatan untuk masuk pasar sangat besar sehingga tingkat persaingannya sangat rendah dengan begitu pasar dapat dikatakan kurang efisien. Dalam perusahaan dominan dapat diketahui bahwa satu pelaku usaha yang mendominasi pasar diantara beberapa atau banyak perusahaan dengan pangsa pasar 50-100 persen. Hambatan untuk masuk pasar cukup tinggi namun informasi yang dibutuhkan cukup terbuka untuk diperoleh. Pasar dominan mempunyai efisiensi yang kurang baik. Pasar oligopoli merupakan gabungan beberapa perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Barang yang dihasilkan dapat berupa satu jenis maupun beragam jenisnya. Hambatan untuk masuk pasar tinggi dan informasinya terbatas. Struktur pasar oligopoli kurang efisien walaupun tingkat persaingan selain harga cukup besar.
Pada pasar persaingan murni, lebih dari 50 pesaing yang tidak satupun memiliki pangsa pasar yang berarti. Dengan jumlah produsen yang sangat banyak karena hambatan untuk masuk pasar yang sangat rendah yang mengakibatkan para pesaing dengan mudah untuk keluar masuk pasar, para produsen memiliki profit yang normal dan efisiensi yang baik. Dari penjelasan yang ada, dapat diketahui bahwa peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Menurut hipotesa umum menyatakan bahwa adanya hubungan antara pangsa pasar dengan tingkat keuntungannya. Konsep pasar mempunyai kaitan yang erat dengan penelitian ini, maka dari itu dalam penulisan ini dibahas sedikit mengenai pasar. Pasar merupakan kumpulan antara penjual dan pembeli yang saling mempertukarkan barang. Menurut Shepherd (1990) ”pasar” terbagi menjadi dua dimensi yaitu jenis produk dan area geografis. Pasar dibatasi oleh demand conditions dimana pengertiannya meliputi zona pilihan konsumen untuk barang tersebut. b. Konsentrasi Konsentrasi atau pemusatan merupakan gabungan
pangsa pasar dari
perusahaan-perusahaan oligopoli dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kombinasi pangsa pasar perusahaan membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Konsentrasi menunjukkan tingkatan dari oligopoli dimana pangsa pasar merupakan indikator tunggal yang menunjukkan tingkatan kekuatan monopoli dalam skala ordinal dimana membandingkan pangsa pasar yang lebih besar atau lebih kecil pada industri yang sama. Pangsa pasar yang lebih
tinggi besarnya mengarah pada kekuatan monopoli sedangkan pangsa pasar yang lebih kecil menunjukkan hal yang sebaliknya (Jaya, 2001). Menurut Greer (1992), konsentrasi disebabkan oleh 5 faktor, yaitu : 1. Adanya kesempatan dan keberuntungan 2. Adanya penyebab teknis berupa : a. Besar pasar yang dimasuki b. Skala ekonomi c. Kemudahan memperoleh sumber daya d. Tingkat pertumbuhan Pasar 3. Kebijakan pemerintah yang terdiri dari : a. Peraturan b. Pemberian paten, lisensi, tarif dan kuota 4. Kebijakan usaha berupa : a. Merger b. Adanya predatory pricing/ exclusive dealing 5. Diferensiasi produk. Indeks konsentrasi terbagi menjadi dua, yaitu indeks konsentrasi penuh dan indeks konsentrasi parsial. Indeks konsentrasi tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahannya masing-masing. 1. Indeks Konsentrasi Penuh Indeks konsentrasi penuh merupakan presentase pangsa pasar untuk keseluruhan perusahaan dalam satu industri.
Keterbatasan : 1. Terlalu membesar-besarkan peranan perusahaan kecil 2. Berbagai proposi pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan terbesar diketahui, maka Indeks Herfindahl yang dihitung berdasarkan atas data ini hanya sedikit berbeda dengan indeks yang dihitung berdasarkan sumbangan seluruh perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Kelebihan : Terletak pada kemampuannya untuk melihat ketidakseimbangan penyebaran skala perusahaan dalam suatu industri. 2. Indeks Konsentrasi Parsial Indeks konsentrasi parsial merupakan presentase produksi, pangsa pasar atau ukuran-ukuran lainnya yang dikuasai oleh beberapa perusahaan besar dalam satu industri. Keterbatasan : Lebih menggambarkan perusahaan-perusahaan dominan dalam industri sehingga tidak dapat menunjukkan besarnya distribusi antar perusahaan. Kelebihan : Pengukuran dengan cara ini lebih relatif sederhana karena didukung oleh datadata yang tersedia. c. Hambatan untuk Masuk (Barrierss to Entry) Banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi adalah persaingan yang potensial dimana perusahan-perusahaan di luar pasar yang
mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Konsep persaingan potensial dan kemudahan untuk masuk merupakan intuisi sederhana serta telah lama digunakan. Hambatan-hambatan ini mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sama (contoh : paten, franchise) (Jaya, 2001). Pada intinya, hambatan untuk masuk mencakup segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kecepatan pesaing baru. Menurut Shepherd (1979) ada tiga hal hambatan memasuki suatu pasar, yaitu : (1). Hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, baik dalam bentuk perangkat legal maupun dalam kondisi-kondisi berubah dengan cepat, (2). Hambatan yang terbagi dalam beberapa tingkatan yaitu hambatan rendah, sedang serta tinggi dan (3). Hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Shepherd (1979) juga mengemukakan dua jenis hambatan, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk masuk ke dalam pasar yang bersifat dari luar perusahaan. Hambatan eksogen ini terdiri dari modal (capital requirements), skala ekonomi, diferensiasi produk, difersifikasi intensitas penelitian dan pengembangan, investasi yang besar dan integritas vertikal. Hambatan endogen dapat berupa kebijakan harga dari establish firm, strategi penguasaan produk, strategi penguasaan bahan baku, strategi pemasaran produk dan image dari loyalitas merek suatu produk itu sendiri. 2.2.2
Perilaku Industri Perilaku biasanya mengacu pada tingkah laku (tindakan atau aksi)
perusahaan dalam suatu pasar, keputusan yang mereka buat dan cara di mana keputusan itu dibuat (Daryanto, 2004). Menurut teori ekonomi industri, perilaku
industri menganalisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaingnya. Perilaku industri ini terlihat dalam penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijaksanaan produk. Perilaku terbagi menjadi tiga jenis antara lain, perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi. Dalam perilaku pasar dapat dijelaskan mengenai harga dan jumlah yang ditetapkan oleh perusahaan, kolusi dan persaingan yang terjadi antara perusahaan, diskriminasi harga, diferensiasi produk, pengeluaran iklan dan promosi serta pengeluaran riset dan pengembangan. 2.2.3
Kinerja Industri Hasibuan (1993) mengemukakan bahwa kinerja pasar atau industri adalah
hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Menurut para ekonom, kinerja pasar biasanya memusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi. a. Efisiensi Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Baik secara kuantitas fisik maupun nilai ekonomis (harga). Efisiensi terdiri dari dua kategori, yaitu efisiensi internal dan efisiensi pengalokasian. Efisiensi internal biasanya menggambarkan perusahaan yang dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimum dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumber daya ekonomi yang
dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai dari output. b. Kemajuan Teknologi Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, orang dapat membuat suatu karya yang baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang telah ada. Kemajuan teknologi dapat berpengaruh pada produksi, biaya dan harga (Jaya, 2001). c. Keadilan (Equity) Keadilan dalam pendistribusian sangat erat kaitannya dengan efisiensi dalam
pengalokasian.
Keadilan
mempunyai
tiga
dimensi
pokok
yaitu
kesejahteraan, pendapatan dan kesempatan. Kesejahteraan dan pendapatan berkaitan dengan nilai uang. Kesempatan berkaitan dengan peluang yang dimiliki setiap orang. Kinerja pasar atau industri dapat juga dilihat dari pola keuntungan yang didapat dari perusahaan-perusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini digambarkan melalui Price-Cost Margin (PCM).
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis Dalam teori ekonomi industri dijelaskan suatu pola yang disebut structureconduct-performance. Perekonomian di suatu negara tersusun dari kumpulan pasar-pasar individual yang berjumlah banyak, dimana masing-masing pasar tersebut memiliki ciri-ciri tersendiri, baik dari segi struktur, perilaku ataupun kinerjanya. Penting sekali untuk memperhatikan struktur, perilaku dan kinerja
dalam hal memahami kerumitan yang terjadi di pasar terutama pada pasar oligopoli. Pada pola tersebut, struktur pasar suatu industri diasumsikan mempengaruhi tingkah laku perusahaan yang ada di dalamnya dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja. Dalam metode structure-conduct-performance terdapat empat komponen, yaitu : a. Kondisi dasar (Basic condition) yang menggambarkan kondisi permintaan dan kondisi penawaran suatu produk. b. Struktur pasar (Market structure) menganalisis berbagai faktor internal dan eksternal dari suatu pasar, baik itu ukuran distribusi dari perusahaan (pangsa pasar dan konsentrasi), rintangan masuk keluar pasar maupun elemen-elemen lainnya. c. Perilaku pasar (Market conduct) menganalisis tingkah laku perusahaan dalam suatu pasar, serta pengambilan keputusan yang mereka buat meliputi kerjasama dengan pesaing, staretegi melawan pesaing dan advertensi. d. Kinerja pasar (Market performance) berhubungan dengan efisiensi dalam pengalokasian, kemajuan teknologi serta keseimbangan dalam distribusi. Pola hubungan struktur-perilaku-kinerja dapat dibagi menjadi beberapa pandangan yaitu, pandangan Klasik, pandangan Chicago UCLA School, pandangan Behaviourist dan pandangan Potensial Competition. Pandangan klasik menerangkan bahwa struktur pasar mempengaruhi perilaku dan pada akhirnya perilaku akan mempengaruhi kinerja. Pandangan Chicago UCLA School menyatakan bahwa tingkat efisiensi relatif suatu perusahaan merupakan salah satu faktor penentu posisi perusahaan di dalam pasar dan perilaku perusahaan yang
mampu berproduksi lebih efisien dalam menghasilkan profit yang besar. Pandangan Behaviourist menerangkan bahwa perilaku perusahaan merupakan determinan yang lebih kuat dibandingkan dengan struktur. Pandangan Potential Competition merupakan pandangan baru mengenai pola struktur-perilaku-kinerja yang dijelaskan melalui teorinya Baumol (1982) mengenai contestable market. Menurut teori Struktur-Perilaku-Kinerja terdapat suatu hubungan antara struktur dan kinerja industri. Berikut ini digambarkan keterkaitan antara struktur pasar melalui tingkat konsentrasi dan kinerja perusahaan yang berpengaruh pada profit perusahaan. Tabel 4. Keterkaitan Tingkat Konsentrasi Pasar dengan PCM PCM Tinggi Rendah Teori kekuasaan pasar/ Contestable Market/ Tinggi hipotesis efisiensi inefisiensi CR/ HHI Teori kekuasaan/ Rendah Hipotesis efisiensi inefisiensi Sumber : Nurdianto, 2004 Pada Tabel 4, dijelaskan bahwa jika PCM dan tingkat konsentrasi tinggi, maka teori yang berlaku di sini adalah teori kekuasaan pasar atau hipotesis efisiensi. Apabila PCM tinggi dan tingkat konsentrasi rendah maka menunjukkan hipotesis efisiensi saja yang berlaku. PCM rendah dan tingkat konsentrasi tinggi menyebabkan contestable market dan inefisiensi yang artinya teori kekuasaan pasar dan hipotesis efisiensi tidak berlaku. PCM dan tingkat konsentrasi rendah maka teori kekuasaan pasar berlaku dan terjadinya inefisiensi dalam industri. Yang dimaksud dengan teori kekuasaan pasar di sini adalah adanya kekuasaan pasar pada tingkat konsentrasi yang tinggi yang menyebabkan
perolehan
keuntungan yang semakin besar. Hipotesis efisiensi menyatakan bahwa
perusahaan yang efisien, efektif serta inovatif yang mampu meningkatkan konsentrasi suatu perusahaan dan meraih keuntungan besar. Kondisi dasar merupakan aspek-aspek pembentuk jenis pasar atau industri. Kondisi pasar menggambarkan suatu pasar dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi penawaran meliputi bahan baku, teknologi, ketahanan produk, nilai atau berat, sikap bisnis dan organisasi buruh. Faktor-faktor yang ada dalam sisi permintaan adalah elastisitas, tingkat pertumbuhan, substitusi, tingkat pemasaran, cara pembelian dan sifat-sifat siklis dan musiman. Dalam struktur pasar dapat dilihat jumlah pembeli, skala pembeli, diferensisi produk, kondisi entry, konglomerasi, jumlah penjual, kondisi ongkos, integrasi vertikal, integrasi horizontal serta organisasi buruh. Perilaku dapat dijelaskan melalui strategi harga, strategi produk, paksaan, taktik legal, advertensi serta penelitian dan inovasi. Kinerja industri dinilai dari efisiensi alokatif, efisiensi teknis, kemajuan teknologi, pemerataan, kualitas produk, kesempatan kerja dan profit (Gambar 1). Kinerja perusahaan susu dapat digambarkan oleh PCM. Adapun sekilas gambaran mengenai pendekatan structure-conductperformance pasar berikut pada Gambar 1.
Kondisi Dasar Sisi Permintaan Elastisitas Tingkat Pertumbuhan Substitusi Tipe Pemasaran Cara Pembelian Sifat-sifat Siklis dan Musiman
Sisi Penawaran Bahan Baku Teknologi Ketahanan Produk Nilai atau Berat Sikap Bisnis Organisasi Buruh
Struktur Jumlah Pembeli Skala Pembeli Diferensiasi Produk Kondisi Entry Konglomerasi Jumlah Penjual Kondisi Ongkos Integrasi Vertikal Integrasi Horizontal Organisasi Buruh
Perilaku Strategi Harga Strategi Produk Paksaan Taktik Legal Advertensi Penelitian dan Inovasi
Kinerja Efisiensi Alokatif Efisiensi Teknis Pemerataan Kemajuan Teknologi Kualitas Produk Kesempatan Kerja Profit Sumber : Scherer, 1974 Gambar 1. Pendekatan Stuktur-Perilaku-Kinerja Pasar
2.4 Kerangka Konseptual Perkembangan industri susu akan dipengaruhi beberapa faktor yaitu, era globalisasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia. Era Globalisasi berhubungan dengan kemajuan teknologi dan pasar bebas dimana terjadinya persaingan usaha tanpa hambatan-hambatan pasar yang dibatasi tarif ataupun beberapa peraturan lainnya. Perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap produk susu turut mempengaruhi perkembangan industri susu dimana perubahan pola konsumsi masyarakat yang sudah maju mendorong kinerja industri susu untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi. Berikut ini digambarkan bagan kerangka konseptual dari industri susu. Globalisasi Pasar Bebas Kemajuan Teknologi
Pola Konsumsi dan Permintaan Susu
Industri Susu
Struktur Pangsa Pasar Konsentrasi Hambatan Masuk
Perilaku Strategi Harga dan Produk Strategi Promosi
Kinerja Price Cost Margin Efisiensi Utilisasi kapasitas produksi
Persaingan pada Industri Susu di Indonesia Gambar 2. Bagan Kerangka Konseptual
Tingkat keuntungan merupakan motivasi dasar dari perusahaan, maka tingkat keuntungan merupakan salah satu ukuran dalam mengukur kinerja suatu perusahaan. Keberhasilan meningkatkan kinerja akan berpengaruh pada keuntungan yang diraih oleh suatu perusahaan, sehingga antara struktur dan kinerja akan berhubungan satu sama lain. Pada akhirnya hal tersebut akan mempengaruhi perilaku perusahaan yang terjadi dalam persaingan usaha perusahaan susu.
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian
yang
dilakukan
Setiawan
(1992)
tentang
Analisis
Pengembangan Produk Baru Susu Bubuk Instan ”Alpha”. Hasil penelitian Setiawan (1992) menyimpulkan bahwa variabel-variabel yang dipertimbangkan responden dalam memilih dan membeli susu bubuk instan diperoleh melalui kualitas produk, distribusi produk, harga susu serta program promosi dari produk susu itu sendiri, hasil penilaian dari variabel mengenai keputusan untuk memproduksi produk susu bubuk ”Alpha” adalah harga murah, rasa susu biasa dan kekentalan, kelarutan dan nutrisi bagus. Model yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah Analytic Hierarchis Process (AHP). Penelitian berikutnya dilakukan oleh Wihanasari (1993) mengenai Analisis Pengadaan Bahan Baku dan Nilai Tambah Pengolahan Susu pada PT Australia Indonesian Milk Industries, Jakarta. Hasil kesimpulan penelitian Wihanasari (1993) adalah bahan baku yang digunakan PT Indomilk adalah susu segar, susu bubuk skim dan lemak susu, dari analisis nilai tambah diketahui jenis susu olahan
yang memberikan nilai tambah dan keuntungan terbesar per kilogram bahan baku adalah susu pasteurisasi serta pola kebutuhan susu segar dan susu bubuk skim di PT Indomilk cenderung meningkat setiap tahunnya dengan kecenderungan peningkatan pemakaian susu segar lebih besar daripada susu bubuk skim. Model yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah Analisis Peramalan, Analisis Pengendalian Persediaan serta Analisis Nilai Tambah (Metode Hayami). Penelitian Rahmad (1993) tentang Strategi Bauran Produk dan Bauran Harga dalam Pemasaran Susu Pateurisasi pada PT Australia Indonesian Milk Industries. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmad (1993) menyimpulkan bahwa pengembangan produk melalui diversifikasi dan pengembangan kegunaan, peranan strategi harga untuk meningkatkan pangsa pasar kurang begitu ditekankan karena persaingan yang terjadi di pasar adalah persaingan non harga, harga yang ditetapkan PT Indomilk adalah harus di atas harga pesaing untuk mengembangan citra produk yang bermutu tinggi serta peningkatan kegunaan susu pasteurisasi dilakukan untuk menerobos pasar yang belum dijangkau. Metode analisis data yang digunakan adalah Metode Tabulasi Langsung serta model yang digunakan dalam penelitian adalah Analisis Titik Impas (Break Event Point). Kusuma (1997) melakukan penelitian tentang Ekspor-Impor Susu Olahan Indonesia
di
Pasaran
Internasional.
Hasil
penelitian
Kusuma
(1997)
menyimpulkan bahwa ekspor produk susu dalam laju pertumbuhan volume dan nilai ekspor berfluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung menurun, impor susu dalam laju pertumbuhan volume dan nilai impor cenderung stabil, penduduk daerah pedesaan dan perkotaan paling banyak mengkonsumsi susu kental manis
serta pemasaran produk susu olahan memiliki prospek cukup baik di pasar domestik. Penelitian selanjutnya Primaswari (2001) tentang Optimalisasi Produksi Susu Kental Manis pada PT Friesche Vlag Indonesia, Jakarta. Dalam penelitian Primaswari (2001) menyimpulkan bahwa dari semua susu segar yang akan diolah oleh PT FVI mengalami proses pasteurisasi, tingkat produksi susu kental manis pada PT FVI selama periode Februari-April 2000 belum optimal dan dengan berproduksi pada tingkat optimalnya, PT FVI dapat memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada kondisi aktualnya. Ada beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan Setiawan (1992), Wihanasari (1993), Rahmad (1993), Kusuma (1997) dan Primaswari (2001) menggunakan variabel, metode analisis dan tujuan penelitian yang berbeda dengan penulis dimana penulis menggunakan variabel PCM, CR4, produktivitas, efisiensi-X dan growth serta metode analisis yang digunakan adalah metode analisis struktur, perilaku dan kinerja industri. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri susu di Indonesia serta menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja industri susu di Indonesia. Terdapat persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian penulis adalah mempunyai kesamaan dalam meneliti produk susu dari perusahaan susu, tetapi penulis lebih meneliti produk susu secara global yang dihasilkan dari seluruh perusahaan dalam industri susu.
III. METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series (data deret
waktu) tahun 1983-2002. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, CIC Consulting, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), beberapa perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu. Data yang diolah adalah data Rasio Konsentrasi Empat (CR4) perusahaan terbesar, produktivitas, X-efisiensi biaya serta growth (tingkat pertumbuhan barang).
3.2 Metode Analisis Model analisis yang digunakan untuk meneliti perkembangan industri susu di Indonesia adalah dengan menggunakan pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja. 3.2.1 Analisis Struktur (Structure) Industri Untuk mengetahui struktur industri susu di Indonesia digunakan alat analisis Rasio Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4). Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran perusahaan-perusahaan yang memimpin pasar terutama empat perusahaan terbesar yang menguasai pasar. Untuk mengetahui rasio konsentrasi, terlebih dahulu menghitung pangsa pasar. Pangsa pasar adalah perbandingan jumlah penjualan dari perusahaan susu terbesar terhadap total penjualan industri susu di
Indonesia. Rasio Konsentrasi adalah penjumlahan dari konsentrasi empat perusahaan terbesar. 4 CR4 = ∑ msi
(1)
i=1 Keterangan : CR4
:
Rasio kosentrasi empat perusahaan terbesar susu di Indonesia
msi
:
Persentase pangsa pasar dari perusahaan ke-i
Dalam mengikuti perkembangan industri, dapat dilihat juga melalui hambatan masuk pasar. Yang dimaksud dengan hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan banyak pesaing bermunculan untuk berpacu dalam mencapai target keuntungan yang diinginkan dan merebut pangsa pasar. Persaingan yang terjadi adalah persaingan yang potensial dimana perusahan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Dengan adanya kesempatan dan peluang dalam melakukan usaha bisnis memungkinkan banyak perusahaan baru yang masuk untuk menguasai pasar. Untuk melihat hambatan masuk ini adalah dengan mengukur skala ekonomis melalui output perusahaan.
MES = Output perusahaan terbesar Output Total
(2)
3.2.2 Analisis Perilaku (Conduct) Industri Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai perilaku industri susu di Indonesia berdasarkan observasi atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui survei dan penelitian kepustakaan. Dalam perilaku dibahas secara selintas adanya diferensiasi produk yang terjadi pada perusahaan susu mengenai produk yang bervariasi yang terdiri dari produk baru dan produk yang sudah ada dan analisis terhadap peranan advertensi. Proses observasi yang dilakukan dengan mengambil contoh empat perusahaan susu yang mempunyai pangsa pasar terbesar. Ada tiga komponen utama yang akan diteliti, yaitu : 1. Persaingan harga jual antara perusahaan susu. 2. Jenis produk barang yang ditawarkan. 3. Promosi penjualan barang. 3.2.3 Analisis Kinerja (Performance) Industri Analisis kinerja yang dilakukan untuk menganalisis kinerja industri susu adalah dengan menggunakan model Price Cost Margin (PCM). PCM ini digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja perusahaan. Adapun kajian mengenai variabel-variabel bebas adalah sebagai berikut : PCM =
Nilai tambah – upah Nilai barang yang dihasilkan
(1)
4 Pangsa Pasar (CR4) = ∑ msi
(2)
i=1 Produktivitas =
Nilai Output
(3)
Nilai Input Tenaga Kerja Efisiensi-X =
Nilai tambah industri
(4)
Nilai Input Growth =
Nilai barang dihasilkan tahun t – nilai barang dihasilkan tahun t – 1
(5)
Nilai barang dihasilkan tahun t – 1
Persamaan yang akan diestimasi adalah : PCMt = bo + b1CR4t + b2Prodt +b3XEfft +b4Growtht+ Ut Keterangan : PCM CR4 Prod XEff Growth U bo b1, b2, b3, b4 t
= = = = = = = = =
Proksi keuntungan perusahaan (persen) Konsentrasi empat perusahaan susu terbesar (persen) Produktivitas (persen) Extra Efisiensi (persen) Tingkat pertumbuhan barang (persen) Unsur sisa (galat) Intersep, merupakan besaran parameter Nilai dugaan besaran parameter. tahun ke-t
Price Cost Margin (PCM) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja industri susu. Four Concentration Ratio (CR4) adalah alat untuk mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total pendapatan penjualan dari industri susu. Produktivitas (Prod) adalah perbandingan antara nilai output dan nilai input tenaga kerja. Extra Efisiensi (XEff) merupakan kemampuan industri susu untuk menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input
perusahaan. Efisiensi ini biaya diukur dengan menggunakan perbandingan antara nilai tambah industri dengan biaya input. Growth adalah pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan. 3.2.4
Uji Statistik dan Ekonometrika Analisis ini menggunakan metode statistik. Pengujian-pengujian yang
dilakukan menggunakan uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebas terikatnya melalui koefisien determinan (R2). Uji ekonometrika yang digunakan adalah uji autokorelasi, uji multikolinear, serta uji heteroskedastisitas. Sebelum semua pengujian dilakukan maka dilakukan terlebih dahulu uji stasioner terhadap data time series untuk menghindari terjadinya regresi palsu. Pengujian stasioner ini dapat dilakukan melalui uji unit root yang dilakukan dengan bantuan komputer. a. Uji F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Uji F ini juga dapat diartikan pengujian yang digunakan untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = ... = bi = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen) H1 : minimal ada salah satu bi ≠ 0 (ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen)
Kriteria uji : Probability F-Statistic < taraf nyata (), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Probability F-Statistic > taraf nyata (), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. b. Uji t Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas atau untuk menguji secara statistik apakah regresi dari masing-masing variabel independen yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = ... = bi = 0 (variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel dependen) H1 : bi ≠ 0 atau bi < 0 atau bi > 0 (variabel independen-i mempengaruhi variabel dependen) Kriteria uji : Probability t-statistic < , maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen-i berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Probability t-statistic > , maka terima H0 dan simpulkan bahwa variabel independen-i tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan. c. Uji Autokorelasi Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil
estimasi model tidak mengandung korelasi serial di antara disturbance term. Pada program E-Views, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*Rsquared pada uji Breusch-Godfrey Correlation LM. Hipotesis : H0 : ρ = 0 H1 : ρ ≠ 0 Kriteria Uji : Probability Obs*R-Squared < , maka tolak H0 Probability Obs*R-Squared > , maka terima H0 Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model., sebaliknya jika H0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model. d. Uji Heteroskedastisitas Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memenuhi ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditujukan oleh probability Obs*R-Squared pada uji White Heteroskedastisitas. Hipotesis : H0 : μ = 0 H1 : μ ≠ 0 Kriteria uji : Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika H0 diterima, maka pada model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
e. Uji Multikolinearitas Asumsi lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya kolerasi yang kuat pada sesama variabel bebas (eksogen). Uji Multikolinearitas ini dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat korelasi yang lebih besar dari І0.8І, maka terdapat gejala multikolinearitas.
3.3
Definisi Operasional Analisis Struktur Perilaku Kinerja menggunakan berbagai macam variabel
yang didefinisikan antara lain : 1. Concentration Ratio (CR4) merupakan alat untuk mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total pendapatan penjualan dari industri susu. 2. Produktivitas merupakan produktivitas yang dihasilkan oleh industri susu. 3. Extra Efisiensi (XEff) merupakan kemampuan industri susu untuk menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input perusahaan. Efisiensi ini biaya diukur dengan menggunakan perbandingan antara nilai tambah industri dengan biaya input. 4. Growth adalah pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan.
Terdapat istilah-istilah yang terkait dalam pengolahan data menurut Biro Pusat Statistik (2002) antara lain : 1. Input adalah biaya antara dalam proses industri yang berupa biaya bahan baku, bahan bakar, barang lainnya di luar bahan baku atau bahan penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri. 2. Output adalah nilai keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri yang berupa barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri, keuntungan jual beli, penambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan lain. 3. Value Added adalah besarnya output dikurangi besarnya nilai input. 4. Produktivitas adalah output dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar atau value added dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar. 5. Efisiensi produksi merupakan rasio input terhadap output.
IV. GAMBARAN INDUSTRI SUSU DI INDONESIA
Perkembangan industri susu di Indonesia sudah cukup berkembang pesat, hal ini dapat diketahui melalui banyak perusahaan susu yang terlibat di dalamnya. Industri susu di Indonesia terdiri dari banyak perusahaan susu yang cukup kompeten untuk bersaing. 4.1
Sejarah Industri Susu di Indonesia Perkembangan industri susu di Indonesia yang sudah cukup lama berawal
dari berdirinya PT Sari Husada pada tahun 1954 di Indonesia. PT Sari Husada ini berdiri karena adanya kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Unicef (PBB) sebagai perwujudan dari program bantuan sosial dunia bagi negara-negara yang sedang berkembang dengan nama perusahaan NV Saridele. Berikutnya pada tahun 1967, berdirilah perusahaan susu yang bernama PT Australia Indonesia Milk Industry (PT Indomilk). Pada mulanya, perusahaan ini berdiri karena adanya kerjasama antara Australia dengan Indonesia dalam bentuk usaha patungan (joint venture). PT Indomilk ini merupakan pioneer industri susu yang menghasilkan jenis Susu Kental Manis (SKM) di Indonesia. Kedua perusahaan susu ini berkembang baik di Indonesia dengan diikuti oleh berdirinya perusahaan-perusahaan susu lainnya. Berdirinya perusahaanperusahaan susu di Indonesia cukup mempengaruhi pasar dalam negeri dan tingkat gizi masyarakat. Pada kenyataannya, Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, mempunyai pasar yang cukup potensial untuk memproduksi komoditi susu. Potensi pasar yang besar ini mendorong perusahaan-
perusahaan masuk ke dalam sektor industri susu. Menurut CIC Consulting (2005), ada 34 perusahaan yang berdasarkan produksi dan kepemilikan merek dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu perusahaan produsen pemegang merek (18 perusahaan), perusahaan pemegang merek non produsen (6 perusahaan), perusahaan pabrikan (4 perusahaan) dan perusahaan importir murni (6 perusahaan). Tabel 5. Perusahaan dalam Industri Susu, 2004 Kelompok 1. Produsen Pemegang Merek
2. Produsen Non Pemegang Merek 3. Pemegang Merek Non Produsen
4. Perusahaan Importir Murni
Nama Perusahaan 1. PT Cita Nasional 2. PT Danone Dairy Indonesia 3. PT Diamond Cold Storage 4. PT Fajar Taurus 5. PT Friesche Flag Indonesia 6. PT Gizindo Prima Nusantara 7. GKSI (PT Industri Susu Alam Murni) 8. PT Greenfields Indonesia 9. PT Indomilk 10. Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) 11. PT Mirota KSM 12. PT Nestle Indonesia 13. PT Netania Kasih Karunia 14. PT Nutricia Indonesia Sejahtera 15. PT Nutrifood Indonesia 16. PT Shangyang Perkasa 17. PT Sari Husada 18. PT Ultra Jaya Milk Industry 1. PT Foremost Indonesia 2. PT Indolakto 3. PT Sugizindo 4. PT Ultrindo Inti Jaya 1. PT Abbot Indonesia 2. PT Mead Johnson Indonesia 3. PT New Zealand Milk Indonesia 4. PT Tempo Scan Pasifik 5. PT Tiga Raksa Satria 6. PT Wyeth Indonesia 1. PT Madusari Nusa Persada 2. PT Mexindo Mitra Perkasa 3. PT Panen Lestari Utama 4. PT Protara Boga Indonesia 5. PT Sukanda Jaya 6. PT Tri Cipta Candra
Sumber : CIC Consulting, 2005
Pada Tabel 5, perusahaan produsen pemegang merek merupakan perusahaan yang memiliki fasilitas produksi susu, termasuk perusahaan merek yang mengemas produknya di Indonesia. Beberapa perusahaan lainnya adalah PT Friesche Flag Indonesia, PT Indomilk, PT Ultra Jaya Milk Industry dan PT Nestle Indonesia. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, beberapa diantaranya mampu menghasilkan produk susu jenis susu cair, susu bubuk dan SKM. Dan perusahaan lainnya hanya mengkhususkan pada satu jenis susu saja. Perusahaan produsen non pemegang merek adalah perusahaan yang hanya memproduksi susu untuk perusahaan lain dan tidak memiliki merek dagang. Perusahaan yang berjumlah empat perusahaan ini beralifiasi dengan perusahaan pemegang merek dagang yang sudah exist. PT Indolakto dan PT Ultrindo beralifiasi dengan PT Indomilk, PT Foremost Indonesia beralifiasi dengan PT Friesche Flag Indonesia, PT Sugizindo beralifiasi dengan PT Sari Husada (CIC Consulting, 2005). Kelompok ketiga adalah perusahaan pemegang merek non produsen yaitu perusahaan yang memproduksi produknya di perusahaan lain dengan sistem sewa produksi (makloon) dan atau yang mengimpor produknya dari mancanegara. Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok ini terdiri dari enam perusahaan. Kelompok terakhir adalah perusahaan importir murni. Perusahaan ini adalah perusahaan importir umum yang mengimpor dan memasarkan produk susu. Perusahaan jenis ini terdiri dari enam perusahaan.
4.2
Gambaran mengenai Produk Susu di Indonesia
4.2.1 Gambaran Produk Susu Susu merupakan produk bahan pangan pelengkap yang bergizi tinggi. Selain itu, susu juga merupakan salah satu sumber pembangun tubuh dan sumber energi baik itu untuk kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam slogan ”Empat Sehat Lima Sempurna” dikatakan bahwa susu merupakan unsur kelima dari kelengkapan gizi masyarakat. Berdasarkan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), susu olahan adalah produk lanjutan dari susu segar yang mengalami proses penambahan atau pengurangan komponen, juga boleh ditambah dengan bahan tambahan makanan lain. Selain itu, susu juga mengalami proses pemanasan atau pendinginan, iradiasi atau perlakuan fisik lainnya. Menurut Ressang dan Nasution dalam Primaswari (2001) dikatakan bahwa susu merupakan bahan makanan yang paling sempurna karena beberapa hal yaitu : (1). Air susu mengandung hampir semua zat-zat gizi yang diperlukan oleh badan. (2). Perbandingan sempurna dari kadar-kadar zat gizi terdapat dalam susu. (3). Zat gizi yang diperlukan dapat dicerna dan diabsorbsi secara sempurna oleh tubuh. (4). Protein dan lemak dalam susu bermutu lebih tinggi daripada protein dan lemak dalam bahan makanan lain. Susu merupakan hasil produk pertanian yang bersifat jumlah dan kualitas berubah, ’bulky’ yang berarti memerlukan penanganan transfer dan pergudangan besar serta ’perisable’ berarti memerlukan penanganan dan biaya proses yang mahal, demand hasil pertanian adalah relatif
inelastis sehingga menimbulkan ketidakstabilan harga produk (Tousley dalam Primaswari, 2001). Sifat susu yang mudah rusak memerlukan tindakan pengamanan susu. Susu perlu mengalami proses perubahan menjadi susu olahan karena susu segar tidak awet dalam penyimpananya. Susu segar mudah sekali basi karena susu segar ini terdiri dari air, kandungan susu, lemak serta bakteri. Bakteri yang berkembang inilah yang menyebabkan kontraksi antara bakteri dengan udara terbuka. Hal ini menyebabkan susu menjadi mudah basi (Setiawan, 1992). Oleh karena itu, agar susu menjadi tahan lama maka susu harus dijaga keawetannya melalui pengolahan susu yang khusus. Pengolahan susu ini dilakukan dengan menggunakan teknologi. Teknologi pengolahan susu merupakan perpaduan antar penerapan ilmu-ilmu dasar dengan ketekhnikan disertai pertimbangan ekonomi dan kesehatan untuk penanganan pasca panen, pengawetan dan pengolahan susu dari sejak dipanen hingga menjadi komoditi yang siap dikonsumsi (Primaswari, 2001). Menurut pertimbangan-pertimbangan di atas dapat dijelaskan tujuan operasional pengolahan susu antara lain : (1). Mengurangi kerugian ekonomi dengan mengadakan perlindungan produk, (2). Menciptakan nilai tambah (value added) pada produk susu, (3). Menyediakan bahan pangan bergizi tinggi untuk masyarakat, (4). Melindungi konsumen terhadap hal-hal yang merugikan dan (5). Meningkatkan kepraktisan dalam penyimpanan bagi konsumen.
Menurut CIC Consulting (2005), secara garis besar produk susu olahan terbagi menjadi dua, antara lain : 1. Susu Setengah Jadi Susu setengah jadi terdiri dari : Skim milk powder, Anhydrous milk fat dan Whole milk powder. Ketiga jenis susu ini merupakan jenis susu yang belum bisa dikonsumsi secara langsung oleh konsumen. Dalam memproduksi produk susu setengah jadi ini digunakan teknologi yang modern. Dari tahun ke tahun perkembangan teknologi pembuatan susu semakin maju sehingga produk susu setengah jadi sudah dapat diproduksi secara langsung oleh industri pengolahan susu di Indonesia. Misalnya dalam pembuatan Susu Kental Manis (SKM) dan susu cair dapat dibuat dari susu segar sebagai bahan bakunya. 2. Susu Olahan Jadi Berdasarkan bentuknya susu olahan jadi terbagi menjadi tiga jenis yaitu : a. Susu Kental yang terdiri dari susu evaporasi dan Susu Kental Manis (SKM). b. Susu Bubuk yang terdiri dari susu formulasi untuk bayi, susu formulasi untuk bayi lanjutan, susu formulasi spesialisasi dan susu full cream.
Pada pasar susu di Indonesia, produk susu terdiri dari bermacam-macam, beberapa diantaranya yaitu : 1. Susu Kental Susu kental merupakan produk hasil pengolahan susu yang diperoleh dengan cara mengurangi (menguapkan) kandungan air susu sehingga kandungan air susu hanya sekitar 40 persen. Dengan kadar ini susu dapat disimpan tahan lama dengan keadaan baik. Apabila hendak diminum, susu kental ini harus dicairkan dengan air panas atau air hangat (Prameswari, 2001). Menurut Hadiwiyoto dalam Prameswari (2001), ada beberapa jenis susu kental antara lain : a. Susu kental tidak manis (evaporated milk), yaitu susu yang diperoleh dengan cara menguapkan sebagian kandungan airnya. b. Susu kental manis (sweetened condensed milk) merupakan susu kental yang diberi tambahan gula. Biasanya susu ini ditambahkan sirup sebanyak 65 persen atau sirup gula yang diberi laktosa. Kandungan gula sekitar 42 persen. Menurut CIC Consulting (2005), definisi Susu Kental Manis (SKM) adalah produk susu yang berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari susu segar yang telah ditambah gula atau hasil arekonstitusi susu bubuk berlemak penuh atau hasil rekombinasi susu bubuk tanpa lemak dengan susu lemak nabati dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan dan bahan lain yang diinginkan. c. Susu krim kental dan susu skim kental
2. Susu Bubuk Menurut CIC Consulting (2005), susu bubuk terdiri dari susu bubuk berlemak dan susu bubuk tanpa lemak. Susu bubuk berlemak (full cream milk powder) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk dan bukan merupakan susu formula. Susu tanpa lemak (skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk. Susu bubuk merupakan produksi dari evaporated milk yang diproses lebih lanjut. Produk ini mengandung 2-4 persen air dan kebanyakan dari susu ini terbuat dari skim milk. Susu bubuk ini dikenal dengan nama dried milk (Prameswari, 2001). Susu bubuk ini terdiri dari tiga jenis, yaitu : a. Susu Formula yang diproduksi untuk dikonsumsi khusus seperti susu untuk bayi, anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang dewasa sesuai dengan kebutuhan konsumsinya. b. Susu Bubuk Full Cream/ Whole Milk. Susu jenis ini diproduksi dengan kadar lemak tinggi. Kadar karbohidrat 100 gram susu full cream cukup tinggi, karena bahan yang menyusun produk selain laktosa juga sukrosa. Kadar lemak bisa mencapai 26-27,5 gram bubuk. c. Susu Skim Non Fat. Susu ini diproduksi dengan lemak yang sedikit tetapi mengandung kadar protein, karbohidrat, vitamin A dan D yang cukup tinggi.
3. Susu Cair Susu olahan yang diproduksi lanjutan menjadi jenis susu cair ini terbagi menjadi susu pasteurisasi, susu Ultra High Temperature (UHT) dan susu sterilisasi.
4.3
Kapasitas Industri Susu di Indonesia Menurut
CIC
Consulting
(2005),
kapasitas
produksi
merupakan
kemampuan untuk memproduksi susu olahan yang berasal dari susu segar atau bahan baku susu yang berasal dari impor maupun bahan baku susu dalam negeri melalui proses campur basah (wet mix) ataupun campur kering (dry mix). Kapasitas yang dimiliki oleh industri susu di Indonesia secara keseluruhan sebesar 2.90 juta ton/ juta SKLSS (Setara Kiloliter Susu Segar). Pada Lampiran 3, kapasitas produksi terbesar diduduki oleh PT Sari Husada dengan jumlah 643 ribu ton. Pada posisi kedua diduduki oleh PT Nestle Indonesia sebesar 444 ribu ton. Selanjutnya dengan kapasitas produksi 434 ribu ton, PT Friesche Flag Indonesia menduduki posisi ketiga, diikuti oleh GKSI (250 ribu ton).
4.4
Bahan Baku Susu Bahan baku yang digunakan industri susu di Indonesia adalah sapi perah
yang berasal dari lokal maupun impor. Penyediaan bahan baku susu lokal dan impor saling berkaitan erat antar keduanya. Adanya impor bahan baku susu dikarenakan ketidakmampuan peternak lokal dalam mencukupi kebutuhan susu
untuk bahan baku dalam negeri, artinya impor bahan baku susu ini dapat menutupi kekurangan bahan baku susu dalam negeri. Di lain pihak, adanya impor bahan baku susu ini mengakibatkan banyak peternak sapi perah dalam negeri yang gulung tikar, hal ini dikarenakan para produsen susu dalam negeri yang cenderung menggunakan lebih banyak bahan baku susu impor. Bahan baku susu impor lebih banyak digunakan produsen susu karena harga bahan baku susu impor relatif lebih murah daripada bahan baku susu lokal. 4.4.1
Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia Banyak faktor-faktor penyebab pertumbuhan populasi sapi perah di
Indonesia, beberapa di antaranya adalah faktor modal (kapital), faktor teknis peternakan dan harga susu di tingkat petani. Faktor modal cukup mempengaruhi populasi sapi perah dengan adanya investasi besar yang ditanamkan di sektor peternakan. Yang dimaksud dengan faktor teknis peternakan di sini adalah lebih kepada menggerakan suatu proses dalam memproduksi susu segar yang akan dijadikan bahan baku susu olahan (CIC Consulting, 2005). Tabel 6. Perkembangan Populasi Sapi Perah di Indonesia, 2000-2004 Populasi Tahun 2000 2001 2002 2003 2004*) Rata-rata
Jumlah (Ekor) 354 253 346 998 358 386 373 753 381 635
Laju Perubahan (%) -2,05 3,28 4,29 2,11 1,91
Sumber : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dalam CIC Consulting, 2000-2004 Keterangan : *) sementara Pada periode 2000-2004, perkembangan populasi sapi perah di Indonesia bergerak cukup lamban. Dari tahun ke tahun populasi sapi perah seringkali
mengalami peningkatan tetapi peningkatan yang tidak besar. Dalam kurun waktu perkembangan populasi sapi perah ini rata-rata hanya mengalami peningkatan sebesar 1,91 persen setiap tahunnya. Walaupun pada tahun 2001 mengalami penurunan populasi sapi perah sebesar 2,05 persen (Tabel 6). Penyebab penurunan populasi sapi perah pada tahun 2001 salah satunya dikarenakan dampak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Krisis ekonomi ini berdampak pada penyediaan dan pemeliharaan sapi perah di Indonesia. 4.4.2
Produksi Susu di Indonesia Dengan adanya perkembangan populasi sapi perah yang bergerak lambat
mempengaruhi juga perkembangan produksi susu segar di Indonesia. Setiap tahunnya peningkatan produksi susu segar tidak cukup baik. Rata-rata setiap tahunnya perkembangan produksi susu segar hanya mengalami peningkatan 4,41 persen. Pada tahun 2001, perkembangan produksi susu segar ini mengalami penurunan sebesar 3,17 persen, selanjutnya perkembangan produksi susu mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2003 (Tabel 7). Tabel 7. Perkembangan Produksi Susu Segar di Indonesia, 2000-2004 Produksi Tahun 2000 2001 2002 2003 2004*) Rata-rata
Jumlah (kiloliter) 495 647 479 947 493 375 544 336 586 199
Laju Perubahan (%) -3,17 2,80 10,33 7,69 4,41
Sumber : Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dalam CIC Consulting, 2000-2004 Keterangan : *) sementara
4.4.3
Perkembangan Impor Susu Segar di Indonesia Para peternak lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan susu untuk bahan
baku industri susu dalam negeri sehingga hal ini mengakibatkan impor susu. Banyak peternak sapi perah yang gulung tikar menyebabkan impor susu tidak dapat dihindari. Yang dimaksud dengan impor susu di sini merupakan impor susu yang dilakukan oleh produsen susu maupun para pelaku industri es krim, industri pemakai susu dan lainnya (CIC Consulting, 2005). Pada tahun 2001, impor bahan baku susu sebesar 77,5 ribu ton mengalami penurunan sebesar 15,15 persen dari tahun sebelumnya. Dua tahun kemudian perkembangan impor bahan baku susu mengalami penurunan sebesar 0,39 persen. Pada kenyataannya impor bahan baku susu pada tahun 2002 dan 2003 mengalami penurunan jumlah volume sebesar 0,39 persen. Penjelasan ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Impor Bahan Baku Susu di Indonesia, 2000-2004 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004*) Rata-rata
Jumlah (ton) 91 390,64 77 545,16 78 646,16 78 336,46 87 203,52
Volume Laju Perubahan (%) -15,15 1,42 -0,39 11,32 -0,70
Jumlah (US$ juta) 148,74 163,51 126,04 131,94 159,36
Nilai Laju Perubahan (%) 9,93 -22,92 4,68 20,78 3,12
Sumber : Biro Pusat Statistik diolah oleh CIC Consulting, 2000-2004 Keterangan : *) perkiraan Pada periode 2000-2004, perkembangan impor bahan baku susu cenderung mengalami penurunan. Penyebab menurunnya impor ini diperkirakan karena dipindahnya produksi susu dari susu multi nasional ke mancanegara, walaupun
perkembangan impor bahan baku susu mengalami penurunan, tetapi pada tahun 2004 impor bahan baku susu diperkirakan akan mencapai 87,20 ribu ton.
4.5 Penyebaran Industri Susu di Indonesia Penyebaran industri susu di Indonesia berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh CIC Consulting terhadap industri susu dijelaskan bahwa industri susu hanya terpusat di pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Penyebaran industri susu di sini hanya dititikberatkan pada penyebaran perusahaan-perusahaan yang hanya memiliki mesin produksi saja. Tabel 9. Penyebaran Industri Susu di Indonesia, 2004 Propinsi DI Yogyakarta DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah Jawa Timur
Perusahaan PT Mirota KSM PT sari Husada PT Diamond Cold Storage PT Fajar Taurus PT Foremost Indonesia PT Friesche Flag Indonesia PT Indomilk PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutrifood Indonesia PT Shangyang Perkasa PT Ultrindo Inti Jaya PT Danone Dairy Industry PT Gizindo Prima Nusantara GKSI PT Indolakto KPBS PT Sugizindo PT Ultrajaya Milk Industry PT Cita Nasional GKSI PT Nestle Indonesia PT Netania Kasih Karunia PT Prima Japfa Jaya GKSI
Sumber : CIC Consulting, 2005.
Lokasi Sleman Yogyakarta Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Kerawang Bandung Bandung Sukabumi Bandung Bogor Bandung Semarang Boyolali Pasuruan Pasuruan Malang Pasuruan
Berdasarkan jumlah 24 perusahaan susu yang beroperasi, 9 perusahaan diantaranya beroperasi di DKI Jakarta dan 7 perusahaan beroperasi di Jawa Barat. Perusahaan lainnya tersebar di Jawa Timur berjumlah 4 perusahaan, DI Yogya berjumlah 2 perusahaan dan Jawa Tengah berjumlah 2 perusahaan (Tabel 9). 4.6
Perusahaan Susu dan Status Penanaman Modal Perusahaan susu di Indonesia mempunyai status penanaman modal.
Berdasarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), produsen susu terbagi menjadi dua, yaitu : Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Perusahaan susu PMA adalah perusahaan susu yang modalnya berasal dari luar negeri, sedangkan perusahaan PMDN merupakan perusahaan yang modalnya berasal dari dalam negeri (Tabel 10). Tabel 10. Perusahaan dan Status Penanaman Modal, 2004 Status
Nama Perusahaan PT Danone Dairy Indonesia PT Foremost Indonesia PMA PT Friesche Flag Indonesia PT Nestle Indonesia PT Nutricia Indonesia Sejahtera. PT Diamond Cold Storage PT Indolakto PT Indomilk PMDN PT Sari Husada PT Sugizindo PT Ultrajaya Milk Industry PT Ultindo Inti Jaya. PT Cita Nasional PT Fajar Taurus PT Gizindo Prima Nusantara GKSI (Milk Treatment) PT Greenfields Indonesia PNC KPBS PT Minota KSM PT Netania Kasih Karunia PT Nutrifood Indonesia PT Shangyang Perkasa. Sumber : CIC Consulting, 2005. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Perusahaan PMA berawal dari adanya kerjasama antara modal asing dengan partner di Indonesia. Tetapi pada perkembangannya perusahaan PMA ini dapat dimiliki oleh asing sepenuhnya. Perusahaan PMA terdiri dari 5 perusahaan, beberapa diantaranya adalah PT Nestle Indonesia, PT Friesche Flag Indonesia dan PT Nutricia Indonesia Sejahtera. Perusahaan PMDN di Indonesia cukup berkembang baik. Perusahaan PMDN dapat dikelola sesuai dengan kepemilikan modalnya yaitu oleh swasta murni ataupun koperasi atau BUMN. Perusahaan PMDN ini berjumlah 7 perusahaan beberapa diantaranya adalah PT Sari Husada, PT Indomilk, PT Ultrajaya Milk Industry dan PT Indolakto. Status penanaman modal industri susu di Indonesia ada pula yang bukan termasuk status PMA ataupun PMDN. Perusahaan susu yang digolongkan dalam status non PMA atau non PMDN terdiri dari 10 perusahaan, beberapa diantaranya adalah PT Gizindo Prima Nusantara, GKSI, PT Nutrifood Indonesia, PT Minota KSM dan PT Shangyang Perkasa.
4.7
Merek Lisensi Produk Susu dalam Industri Susu di Indonesia Ada beberapa produk susu di Indonesia yang mempunyai merek lisensi
dari luar negeri. Beberapa diantaranya adalah merupakan produk susu yang unggul dalam pasar dalam negeri. Produk susu yang mempunyai merek lisensi dalam pasar domestik tidak sepenuhnya merupakan perusahaan PMA ataupun perusahaan PMDN. Produk susu yang mempunyai merek lisensi dalam pasar
domestik bisa merupakan perusahaan yang digolongkan dalam status PNC. Merek lisensi produk susu dalam pasar domestik dapat dilihat pada Lampiran 4. Di Indonesia, terdapat pula beragam produk susu impor yang dipasarkan di pasar dalam negeri. Beberapa produk susu merupakan produk yang sudah mempunyai merek lisensi dari luar negeri dalam pasar domestik.
4.8
Kebijakan Persusuan di Indonesia Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ditunjang melalui
peningkatan gizi masyarakat itu sendiri. Peningkatan gizi masyarakat tidak lepas dari peran usaha pertanian dan peternakan di Indonesia. Salah satu upaya peningkatan gizi masyarakat melalui pemenuhan unsur kelima dari kelengkapan gizi makanan yaitu susu. Komoditas susu itu sendiri memiliki peran yang cukup berarti bagi kehidupan. Komoditas susu, selain merupakan upaya pemenuhan sumber protein hewani pada masing-masing individu juga merupakan input dan output bagi para peternak susu dengan menghasilkan susu berkualitas serta menyediakan lapangan pekerjaan bagi ribuan tenaga kerja. Sejarah kebijakan persusuan di Indonesia diawali dengan rantai distribusi persusuan nasional. Keberadaan para peternak susu merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan industri persusuan nasional. Keduanya saling berkaitan erat sehubungan dengan adanya kebutuhan pangan masyarakat melalui rantai distribusi persusuan. Menurut sejarah persusuan di Indonesia, pada tahun 1800-an terjadi impor sapi perah dari Belanda di daerah Grati, Jawa Timur. Adanya sapi perah impor ini menyebabkan suatu usaha pengembangan sapi dengan mutu tinggi
dengan menyilangkan antara sapi perah impor dengan sapi perah lokal. Keberhasilan dari persilangan sapi ini menyebabkan usaha peternakan yang berkembang hingga ke daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di era awal kemerdekaan RI, keberhasilan usaha peternakan sapi perah menarik perhatian pemerintah dengan membentuk Perhewanan dan membuat beberapa milk center di beberapa daerah seperti di Bandung, Boyolali dan Grati. Pada kenyataannya, dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas sapi perah menyebabkan usaha pengembangan sapi perah mengalami kemunduran. Usaha pengembangan sapi perah terus dilakukan sedikit demi sedikit yang pada akhirnya mengalami perubahan diawali dengan adanya investasi Penanaman Modal Asing (PMA) mendirikan Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan pemerintah menerbitkan UU No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. Beberapa perusahaan susu merupakan pelopor dalam pengembangan industri persusuan di Indonesia melalui PMA ini adalah sebagai berikut, PT Indomilk, PT Nestle Indonesia serta PT Friesche Flag Indonesia. Pada tahun 1978, perkembangan peternakan sapi perah rakyat dan koperasi susu di Indonesia mengalami kemajuan yang dimulai dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai kebijakan proteksi produksi susu dalam negeri yang menetapkan IPS untuk menggunakan sebagian bahan baku susu segar yang dihasilkan oleh peternak rakyat dengan adanya kesepakatan tingkat harga yang memadai bagi peternak rakyat. Kemajuan para peternak rakyat didukung dengan adanya iklim yang kondusif dan terbukanya pasar susu segar serta ditunjangnya program pemerintah dengan mengimpor sapi perah dari New Zealand dan
Australia dan penyediaan fasilitas kredit bagi peternak. Menurut Departemen Perdagangan (2004) pada tahun 1978, dalam upaya pemenuhan susu dalam negeri, rasio antara susu segar nasional dan susu impor adalah sekitar 1 berbanding 20. Pada tahun 1982, terjadi kenaikan produksi susu yang menyebabkan adanya friksi berkaitan dengan penyerapan susu segar dalam negeri sehingga pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri (Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian) No.236/ Kpb/VII/1982, No.344/M/SK/1982 dan No.521/Kpts/Um/J/1982 yang mengatur jelas pengkaitan antara impor susu dengan penyerapan susu segar dalam negeri melalui mekanisme Bukti Serap (BUSEP) dan perhitungan rasio susu. SKB ini adalah peraturan perundangan yang melembagakan kebijakan yang telah berjalan sebelumnya. Menindaklanjuti pelaksanaan berikutnya, Menteri Perdagangan mengeluarkan Surat Keputusan mengenai penetapan rasio penyerapan susu dalam negeri dengan impor susu adalah 1 berbanding 7 yang berarti setiap penyerapan 1 ton susu segar dalam negeri diberi izin mengimpor susu sejumlah 7 ton setara susu segar. Peraturan perundangan berupa SKB tersebut diperkuat dengan adanya Instruksi Presiden No.2/1985 mengenai pengembangan persusuan nasional. Beberapa pokok substansi yang terdapat dalam Inpres adalah sebagai berikut : kebijakan impor melalui tata niaga tertentu, modernisasi peternakan sapi perah rakyat melalui wadah koperasi, impor susu sebagai pelengkap dan pendirian pabrik yang mewajibkan mengikutsertakan koperasi untuk terlibat di dalamnya.
Pada akhir tahun 1997, pemerintah Indonesia dan IMF menandatangani Letter of Intent (LOI) yang isinya Pemerintah Indonesia harus mencabut ketentuan yang mensyaratkan adanya rasio penyerapan susu segar dengan impor susu serta impor susu dapat dilakukan oleh importir umum. Padahal pada awal tahun 1997, pemerintah melakukan kesepakatan dengan New Zealand sebagai pemegang Initiating Negotiation Right (INR) dalam komoditas susu mengenai kebijakan rasio susu masih memungkinkan untuk dilaksanakan sampai tahun 2005 dengan syarat rasio yang ada tidak melebihi 1 berbanding 1.6. Sebagai kelanjutan dari LOI, pada tahun 1998, pemerintah menerbitkan Inpres No.4/1998 yang intinya mencabut seluruh peraturan perundangan yang berkaitan dengan persusuan terutama ketentuan mengenai adanya kebijakan penyerapan susu segar dengan impor yang disusul SK Menteri Keuangan tentang penetapan tarif bea termasuk untuk komoditas susu impor. Departemen
Perdagangan
(2004)
mengemukakan
bahwa
setelah
pencabutan semua bentuk perlindungan non tarif yang tertuang dalam SKB tiga Menteri, Inpres No.4/1998 serta berbagai peraturan pelaksanaannya, tidak pernah ada lagi peraturan perundangan yang menjadi landasan bagi pengembangan persusuan kecuali berbagai proyek pemerintah yang memberikan dorongan seperti halnya program perguliran sapi perah, bantuan modal bergulir untuk peralatan koperasi serta beberapa pemerintah lainnya. Dengan tidak berdayanya pemerintah sebagai regulator terutama di bidang persusuan maka para pelaku usaha persusuan ini sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar yang berjalan.
4.9 Profil Beberapa Perusahaan Susu di Indonesia Berikut ini merupakan profil beberapa perusahaan susu di Indonesia menurut CIC Consulting (2005). 1. PT Australia Indonesia Milk Industry (PT Indomilk) PT Australia Indonesia Milk Industry merupakan perusahaan susu yang berdiri sejak tahun 1967 atas kerjasama (joint venture) antara Australia dengan Indonesia. Perusahaan ini berdiri atas campur tangan Salim Group yang kemudian akhirnya diserahkan kepada BPPN sebagai tindak lanjut penyelesaian (PKPS). Di bawah naungan Holdika Group, perusahaan ini kemudian dijual kepada PT Bakti Maju Bersama Abadi (perusahaan yang 99,5 persen sahamnya oleh PT Perseroan Dagang dan Industri Marison NV pemegang saham pendiri Indomilk). PT Indomilk merupakan perusahaan susu pioneer dari produk susu Susu Kental Manis (SKM) di Indonesia. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Raya Jakarta Bogor, Cijantung (Jakarta Timur). Perusahaan Indomilk mulai beroperasi pada tahun 1968 dengan jumlah karyawan 200 orang, yang 30 tahun kemudian mempunyai 1000 orang karyawan. Ragam produknya yaitu SKM, susu pasteurisasi, susu cair, susu bubuk, susu steril, yogurt dan mentega. Sarana produksi dari perusahaan ini memiliki kapasitas produksi SKM 75 ribu ton, susu bubuk 8,6 ribu ton dan susu cair 3,87 ribu ton. Pada tahun 1985, produk SKM yang pertama kali muncul di Indonesia yaitu produk dari Indomilk dengan merek ENAAK. Pada tahun tersebut, produk susu jenis SKM ENAAK mampu menguasai pangsa pasar terbesar di
pasar dalam negeri. Selanjutnya PT Indomilk mengeluarkan produk Krimer Kental Manis (KKM) merek KREMER, TIGA SAPI dan CRIMA. Produksi susu bubuk dan Ultra High Temperature (UHT) dengan merek INDOMILK. Sejak tahun 1988, SKM Indomilk telah diekspor ke berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Bangladesh, Vietnam, Myanmar, Taiwan, Timur Tengah, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin. 2. PT Nestle Indonesia Pada awalnya PT Nestle didirikan dengan nama PT Food Specialities Indonesia pada tahun 1971. Perusahaan ini berdiri dari usaha patungan antara Nestle Alimentana SA dari Swiss dengan pengusaha pribumi bernama Reinhard Muara Sihombing. Setelah beberapa kali mengalami perubahan modal dan pemilik maka pada Juli 1993 perusahaan berganti menjadi PT Nestle Indonesia. PT nestle Indonesia berkantor pusat di Jalan TB Simatupang, Arkadia Park Office, Wisma Nestle, Jakarta Selatan. Untuk mendukung operasinya dalam industri susu, perusahaan ini mengoperasikan dua fasilitas produksi yang keduanya berlokasi di Jawa Timur, yaitu di Waru (Sidoarjo) dan Kejayan (Pasuruan). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mewajibkan industri susu untuk melakukan kerjasama dengan peternak lokal maka PT Nestle merealisasikan peraturan ini dengan bekerjasama dengan Koperasi Sinar Andandani Ekonomi (SAE) dari Pujon, Malang pada tahub 1975. Sekarang ini seluruh kebutuhan susu segar PT Nestle Indonesia ini dipasok oleh peternak lokal Jawa Timur yang tergabung dengan Gabungan Koperasi Susu Indonesia
(GKSI). Selain memasarkan produk susu, PT Nestle Indonesia menawarkan beraneka ragam produk seperti kopi Nescafe, permen Polo dan Fox’s, bumbu kaldu Maggi, bubur bayi Nestle, Instant Breakfast Cereal Nestle Koko Krunch dan Nestle Corn Flakes, coklat Confectionary Kit Kat dan Nestle e’clair. 3. PT Ultrajaya Milk Industry PT Ultrajaya Milk Industry dengan produk susu ultranya adalah pelopor dalam bisnis produk susu siap minum (steril) dalam kemasan karton (tetrapack). Susu steril merupakan produk perdana dari perusahaan ini yang memulai produksinya pada tahun 1975. Perusahaan yang berstatus PMDN ini berkedudukan di Bandung dan bergerak dalam industri makanan dan minuman. PT Ultrajaya Milk Industry berpusat dan berfasilitas produksi di jalan Raya Cimarene, Padalarang. Sejak tahun 1990 perusahaan ini sudah mulai melakukan penawaran perdana di pasar Bursa Efek Indonesia sehingga menjadi perusahaan yang go publik. Produk komersial perusahaan ini dimulai pada tahun 1975 dengan produk susu steril (UHT) sebagai produk perdananya. Pada perkembangannya, perusahaan ini melakukan diversivikasi produk dengan memperkenalkan beberapa produk baru seperti sari buah yang diproduksi pada tahun 1978 dan teh UHT yang mulai diproduksi pada tahun 1981. PT Ultrajaya Milk Industry juga dikatakan sebagai produsen tunggal keju dalam negeri. Dengan lisensi dari Kraft General Food Internasional Inc. USA maka perusahaan ini mempunyai izin dalam memproduksi keju.
Berbagai macam produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini, diantaranya terdiri dari berbagai jenis minuman susu cair, sari buah, susu kacang, minuman isotonik, keju mentega dan berbagai produk lainnya. Sejak pertengahan 1997 perusahaan ini sudah mampu memproduksi SKM dan susu bubuk. Beberapa merek dagang yang dipakai perusahaan ini adalah ULTRA MILK, BUAVITA, GOGO, SARI ASAM, SKM CAP MANIS, SKM CAP SAPI, KEJU KRAFT dan mentega CORMAN. 4. PT Sari Husada PT sari Husada adalah perusahaan yang tercatat sebagai salah satu dari dua perusahaan industri pengolahan susu dan juga listing di pasar Bursa Efek Indonesia. Sejarah awal pendirian perusahaan ini dimulai dari tahun 1954 dengan nama NV Saridele yang merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Unicef (PBB) sebagai realisasi program bantuan sosial dunia buat negara sedang berkembang. Kemudian pada tahun 1972 terjadi perubahan oleh pemerintah melalui Kimia Farma yang ketika itu merupakan pengelola terakhir NV Saridele menjalin kerjasama dengan PT Tigaraksa dengan sahamnya 55,14 persen dan 44,86 persen untuk mendirikan PT Sari Husada. Produk unggulan PT Sari Husada adalah susu bayi dan susu formulasi lanjutan SGM, di samping bubur bayi SNM, susu untuk ibu hamil atan ibu menyusui LACTAMIL, serta susu bayi dan susu formulasi lanjutan VITALAC dan susu bubuk atau susu rendah lemak produsen. Selain memproduksi merek sendiri, untuk memanfaatkan kelebihan kapasitas
produksi yang dimiliki perusahaan, PT Sari Husada juga memproduksi susu dengan sistem sewa produksi (Makloon) milik beberapa perusahaan lain, diantaranya merek MORINAGA dan CHIL-MIL milik PT Shangyang Perkasa atas lisensi dari Morinaga Milk Industry Co. 5. PT Friesche Flag Indonesia PT Friesche Flag Indonesia adalah perusahaan yang tergabung dalam kelompok usaha ’mantrust’ yang didirikan pada tahun 1968 oleh PT Mantrust Indonesia dengan Cooperative Condensnfabrick Friesland dari Belanda. Saat ini, PT Friesche Flag Indonesia memiliki pabrik di kawasan Cijantung Jakarta Timur dengan kapasitas produksi untuk SKM mencapai 30,5 ribu ton, susu cair sebesar 12 ribu ton dan susu bubuk sebesar 34 ribu ton. Seluruh hasil produksi memakai merek BENDERA, baik itu produk SKM, susu bubuk dan susu cair. Produk andalan dari perusahaan ini adalah produk Susu Kental Manis (SKM) dan susu bubuk dengan merek BENDERA. Melalui produk andalan ini, maka PT Friesche Flag Indonesia berkibar dalam kancah bisnis persusuan. Perusahaan ini menguasai pasaran SKM di Indonesia. Untuk membidik pasar anak maka PT Friesche Flag Indonesia mengeluarkan produk susu bubuk dengan merek dagang BENDERA 123 dan susu cair FRISTI. 6. PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutricia Indonesia Sejahtera merupakan perusahaan yang bersatus PMA dan salah satu perusahaan paling muda dalam jajaran industri pengolahan susu di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada 12 Mei 1987
dengan modal dasar US$ 3,4 juta yang seluruhnya ditempatkan dan disetor penuh. Pendiri dan pemegang sahamnya adalah NV Verenisde Bedrijen Nutricia dari Belanda sebagai mitra asing dan PT Mukti Nugraha Sejahtera sebagai mitra lokalnya. Perusahaan ini awalnya memakloonkan sebagian produknya ke perusahaan lain. PT Nutricia Indonesia Sejahtera membangun pabrik dengan kapasitas 22 500 ton per tahun di Jalan Raya Jakarta Bogor Km 26,6 Jakarta Timur dengan menempati lahan seluas 3 Ha. NUTRILON dan NUTRIMA merupakan merek-merek yang digunakan untuk produk susu formula bayi dan susu formulasi lanjutan perusahaan ini. Selain susu bayi atau formulasi lanjutan, perusahaan ini memasarkan susu untuk ibu hamil dan ibu menyusui NUTRICIA BUNDA dan susu rendah lemak PROTIFAR, produk bubur bayi dengan merek CREME NUTRICIA. Perusahaan susu ini mendistribusikan berbagai macam produknya dengan membidik pasar dalam negeri (lokal) dan pasar luar negeri (ekspor). Untuk pasar lokal, PT Nutricia Indonesia Sejahtera mendistribusikan produknya ke seluruh Indonesia, sedangkan untk pasar luar negeri, perusahaan ini telah mengekspor produk-produknya sejak 10 tahun yang lalu ke beberapa negara yaitu, Malaysia, Philipina, Afrika, Amerika dan beberapa negara Asia lainnya.
4.10 Sistem Sewa Produksi (Makloon) Menurut CIC Consulting (2005), definisi Makloon adalah suatu sistem yang terjadi sebagai akibat dari adanya kelebihan kapasitas produksi yang dimiliki oleh suatu perusahaan, sementara di lain pihak ada perusahaan yang memegang izin atau lisensi yang ingin memproduksi akan tetapi belum memiliki mesin produksi dan secara komersial belum menguntungkan jika harus membangun pabrik baru. Pada situasi yang demikian, sistem sewa produksi menjadi alternatif yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sistem sewa produksi yang lebih dikenal dengan nama Makloon ini seringkali digunakan beberapa perusahaan susu untuk melakukan usahanya. Beberapa perusahaan yang menggunakan sistem ini adalah PT Shangyang Perkasa, PT Wyeth Indonesia, PT New Zealand Milk Industry dan PT Tempo Scan Pasifik (Tabel 11). Tabel 11. Beberapa Produsen yang Melakukan Sistem Makloon, 2004 Pemegang Merek PT Shangyang Perkasa
PT Tempo Scan Pasifik PT Wyeth Indonesia PT New Zealand Milk Industry
Merek Dagang Chil Kid Chil Mil Chil School Morinaga BMT Morinaga NL-33 Power Fit Enercal Nursoy Anchor Wam UHT Andex Boneto UHT Anlene UHT
Sumber : CIC Consulting, 2005
Pabrikan PT Sugizindo PT Sugizindo PT Sugizindo PT Sugizindo PT Ultrajaya Milk Industry PT Sugizindo PT Sugizindo PT Sugizindo PT Industri Susu Alam Murni PT Industri Susu Alam Murni PT Greenfields Indonesia
V. ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI SUSU DI INDONESIA
Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi model persamaan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square). Metode OLS ini digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara linear. Software komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah E-Views 4.1. Dalam mengestimasi parameter regresi yang menggunakan Ordinary Least Square (OLS), haruslah memenuhi tiga asumsi klasik yaitu uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas.
5.1
Analisis Struktur Industri Susu Perjalanan dan sejarah persusuan di Indonesia cukup panjang yang
berawal dari peternak sapi lokal yang mengelola industri persusuan nasional. Pada awalnya pengelolaan hasil ternak sapi ini masih berdasarkan pada masing-masing daerah yang artinya industri persusuan masih belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia. Perkembangan zaman menuntut pemenuhan gizi masyarakat yang sempurna, sehingga permintaan akan susu semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi susu di Indonesia. Sejak akhir tahun 1800-an, impor sapi perah bangsa Fries Holland (FH) dilakukan di daerah Grati, Jawa Timur untuk dilakukan persilangan antara sapi perah FH dengan sapi lokal yang kemudian dipelihara oleh rakyat. Pada zaman kolonial Jepang inilah banyak
perusahaan sapi perah yang diterlantarkan begitu saja oleh pemiliknya yang kemudian dikelola oleh rakyat. Pada saat kemerdekaan Republik Indonesia (RI), pemerintah mulai memberikan perhatian pada industri persusuan lokal dengan membentuk milk center di beberapa daerah penghasil susu antara lain Bandung, Boyolali dan Grati. Milk center di beberapa daerah yang ditunjuk pemerintah ini mendistribusikan hasil susu melalui distributor, subdistributor dan pengecer, salah satunya dapat melalui badan koperasi. Dengan adanya usaha pengembangan sapi perah dengan mengimpor sapi dari Belanda yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas susu dan populasi sapi perah, ternyata tidak menyebabkan kemajuan yang signifikan. Penyebab terhambatnya perkembangan susu dari sapi perah ini berasal dari adanya investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dalam mendirikan Industri Pengolahan Susu (IPS) dan adanya UU No.1/1967 mengenai Penanaman Modal Asing. Perusahaan-perusahaan yang pertama kali menanamkan modalnya di Indonesia antara lain, PT Friesche Flag Indonesia dan PT Food Specialities Indonesia yang lebih dikenal dengan PT Nestle. Sebelum masuknya perusahaanperusahaan susu asing ke Indonesia, pada tahun 1954 sudah berdiri perusahaan susu yang bernama NV Saridele yang sekarang dikenal dengan PT Sari Husada. Pendirian perusahaan susu ini terkait dengan perkembangan industri susu dengan melakukan kerjasama antara pemerintah RI dengan Unicef (PBB) sebagi realisasi salah satu program bantuan bagi negara-negara yang sedang berkembang. Seiring dengan adanya UU mengenai PMA yang mendorong masuknya perusahaan-perusahaan susu asing ke Indonesia, maka perusahaan-perusahaan
susu baru yang lainnya bermunculan. Perusahaan-perusahaan baru yang bermunculan tersebut antara lain, PT Nutricia Indonesia Sejahtera, PT Danone Dairy Milk dan PT Foremost Indonesia. Perkembangan jumlah perusahaan susu di Indonesia menyebabkan bangkitnya industri persusuan nasional dengan ditandai munculnya perusahaan-perusahaan susu yang modalnya berasal dari dalam negeri, yaitu PT Indomilk, PT Sari Husada, PT Ultrajaya Milk Industry dan lain-lain. Pada tahun 1978, untuk memproteksi produksi susu dalam negeri maka pemerintah membuat semacam kebijakan mengenai penggunaan sebagian bahan baku susu dengan susu segar yang dihasilkan oleh peternak rakyat dengan tingkat harga yang telah disepakati. Adanya kebijakan pemerintah tersebut mendorong usaha peternak sapi perah rakyat untuk lebih menekuni usahanya dalam memproduksi susu segar sehingga menyebabkan peningkatan produksi susu segar dalam negeri dalam wadah koperasi. Pada tahun 1998, Indonesia melakukan kesepakatan dengan IMF melalui penghapusan
kebijakan-kebijakan
mengenai
pembatasan
susu.
Dengan
dihapuskannya kebijakan-kebijakan tersebut, maka dalam industri persusuan terjadi persaingan antara perusahaan susu untuk menguasai pangsa pasar. Untuk melihat struktur industri susu di Indonesia, maka diasumsikan melalui output produksi terbesar dari masing-masing perusahaan setiap tahunnya. Analisis Struktur Industri Susu dijelaskan melalui tiga elemen, yaitu pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan untuk masuk.
5.1.1
Pangsa Pasar Pangsa pasar merupakan kecenderungan perusahaan dalam menguasai
pasar susu di Indonesia. Data yang digunakan dalam penghitungan pangsa pasar adalah data output produksi terbesar dari perusahaan-perusahaan susu setiap tahunnya. Tabel 12. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 2000-2002 Tahun 2000
2001
2002
Nama Perusahaan PT FOREMOST INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT SARI HUSADA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT INDOMILK PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT FOREMOST INDONESIA PT SARI HUSADA PT SURYA DAIRY FARM PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT FAJAR TAURUS INDONESIA
Pangsa Pasar (%) 23,58 19,32 12,83 23,90 14,19 17,15 16,31 14,91 25,35 20,40 15,99 14,77
CR4 (%) 79,64
62,56
76,51
Sumber : BPS, 2000-2002 Pada tahun 2000, yang menguasai pangsa pasar industri susu adalah perusahaan Friesche Flag Indonesia dengan nilai perolehan pangsa pasar sebesar 23,90 persen. Pada tahun berikutnya, PT Friesche Flag Indonesia masih menduduki pangsa pasar dengan nilai yang sedikit menurun dari nilai sebelumnya yaitu 17,15 persen. Pada tahun 2002, posisi pangsa pasar digeser oleh PT Surya Dairy Farm dengan nilai 25,35 persen. Penyebab posisi PT Friesche Flag Indonesia yang diambil alih oleh PT Surya Dairy Farm salah satunya diperkirakan karena faktor jumlah penjualan produk yang kalah bersaing (Tabel 12). Pengukuran tingkat konsentrasi industri susu menggunakan Four Concentration Ratio (CR4) melalui penjumlahan empat pangsa pasar perusahaan susu di Indonesia. Pengelompokkan empat perusahaan terbesar ini dicari
berdasarkan klasifikasi susu secara umum yang artinya klasifikasi susu ini tidak berdasarkan jenis susu. Perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam kelompok empat perusahaan terbesar merupakan perusahaan-perusahaan yang memproduksi bermacam-macam jenis susu, yaitu Susu Cair, Susu Kental Manis (SKM) dan Susu Bubuk. Pada Tabel 13, rata-rata dari rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar dari tahun 1983 hingga 2002 cukup tinggi, yaitu sebesar 73,79 persen. Pada tahun 1998, nilai CR4 industri susu di Indonesia sebesar 94,17 persen dimana nilai tersebut merupakan nilai konsentrasi yang sangat besar. Nilai konsentrasi (CR4) yang sangat besar salah satunya dipengaruhi oleh faktor krisis yang terjadi pada tahun 1998, hal tersebut disebabkan oleh pencabutan kebijakan persusuan di Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan susu di Indonesia yang sudah mempunyai posisi kuat berusaha untuk mempertahankan posisinya dalam pasar susu dengan meraih pangsa pasar sebesar-besarnya. Data lengkap rasio konsentrasi empat perusahaan susu terbesar dapat dilihat pada Lampiran 10. Tingkat konsentrasi industri susu yang relatif tinggi ini menggambarkan struktur pasar oligopoli ketat. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, entry condition yang berukuran sedang sampai tinggi dan jenis produk dapat berupa produk homogen maupun heterogen. Industri susu yang memiliki struktur pasar oligopoli ketat mempunyai konsekuensi dimana perusahan-perusahaan susu yang bermain dalam industri susu harus menghasilkan kinerja yang lebih efisien lagi sehingga dapat bersaing sempurna dalam pasar susu.
Tabel 13. Tingkat Konsentrasi Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002 Tahun CR4 (%) 1983 89,13 1984 89,89 1985 79,20 1986 77,22 1987 79,58 1988 61,99 1989 65,30 1990 60,67 1991 68,69 1992 70,74 1993 66,61 1994 69,16 1995 71,24 1996 65,49 1997 61,65 1998 94,17 1999 86,26 2000 79,64 2001 62,56 2002 76,51 Rata-rata 73,79 Sumber : Lampiran 11, 1983-2002
5.1.2
Hambatan Masuk Pasar Sebelum kebijakan persusuan di Indonesia dihapuskan, ada anggapan
bahwa kebijakan tersebut akan menghambat masuknya perusahaan-perusahaan susu baik lokal maupun asing untuk masuk dan menanamkan modalnya dalam industri susu. Sejak tahun 1978 yang merupakan tonggak dari kebijakan proteksi produksi susu dalam negeri, pemerintah terus menerbitkan peraturan mengenai persusuan di Indonesia, salah satunya melalui mekanisme Bukti Serap dan penghitungan rasio susu. Selain itu, kebijakan susu mengenai tarif bea masuk impor susu dan pelaku Importir Terbatas (IT) pun ditetapkan pemerintah sebagai salah satu cara untuk membatasi impor susu.
Dalam rangka reformasi dan restrukturisasi perekonomian nasional yang bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas industri susu nasional dan kelancaran arus barang, pemerintah kemudian menetapkan Keppres mengenai mekanisme rasio penyerapan susu dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya mekanisme perdagangan susu nasional dilakukan berdasarkan mekanisme pasar. Akan tetapi pada kenyataannya, mekanisme pasar tidak sesuai dengan kenyataannya dimana kesepakatan yang terjadi adalah kesepakatan antara produsen susu. Dalam mekanisme pasar, pemerintah tentu saja tetap menjadi regulator terhadap perkembangan industri susu. Pemerintah dapat mengawasi perkembangan industri susu agar tidak terjadinya iklim persaingan yang tidak sehat, untuk menjaga perilaku-perilaku pasar yang dapat mengeksploitasi pasar. Pemerintah membuka lebar persaingan yang terjadi dalam industri susu di Indonesia. Kesempatan ini menyebabkan perusahan-perusahaan baru lebih mudah untuk masuk dalam industri susu. Dalam persaingan ini, tentu saja hanya pesaing potensial saja yang dapat menguasai pangsa pasar susu. Untuk mempertahankan keberadaan perusahaan susu dalam industri susu, para competitor harus memiliki Minimum Efficiency Scale (MES). Penghitungan MES didapatkan dari perbandingan output perusahaan terbesar dengan output total. Pada Tabel 14, Skala Efisiensi Minimum industri susu tahun 1998 sampai 2002 cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 1998, MES industri susu sebesar 26,87 persen. Di tahun berikutnya MES industri susu mengalami kenaikan hingga senilai 38,75 persen. Pada tahun 2000 MES industri susu cenderung menurun pada nilai 21,35 persen, begiu pula pada tahun berikutnya menjadi 15,22
persen. Pada tahun 2002 MES industri susu mengalami kenaikan yang tidak begitu besar yaitu 20,27 persen. Perubahan MES industri susu ini disebabkan oleh kondisi entry perusahaan susu ke dalam industri susu yang cukup bersaing. Selain persaingan antar perusahaan susu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan nilai MES industri susu mengalami naik turun, antara lain adalah biaya investasi yang besar, penguasaan teknologi atau dan tingkat produksi minimal yang tinggi. Beberapa faktor ini didukung oleh keadaan perekonomian Indonesia yang pada saat itu mengalami krisis. Tabel 14. Skala Efisiensi Minimum Industri Susu Tahun 1998-2002 Tahun MES (%) 1998 26,87 1999 38,75 2000 21,35 2001 15,22 2002 20,27 Rata-rata 24,49 Sumber : BPS, 1998-2002 Menurut Comanor dan Wilson (1967) dalam Lubis (1997), jika MES lebih besar dari 10 persen maka hambatan masuk pada suatu industri tersebut cukup tinggi. Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui nilai rata-rata MES dari tahun 1998 hingga 2002 sebesar 24,49 persen. Dari nilai rata-rata MES dapat diketahui bahwa angka tersebut merupakan patokan output minimal bagi pesaing baru untuk bersaing dalam industri susu. Apabila pesaing baru memasuki industri susu dengan nilai output dibawah nilai MES, maka pesaing tersebut tidak dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang sudah eksis di industri susu tersebut. Pelaku usaha baru yang masuk dalam industri susu dengan nilai output
lebih kecil dari MES akan menanggung biaya unit yang lebih besar untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang mempunyai output besar. Salah satu cara yang dapat dilakukan pesaing baru untuk memasuki industri susu ini adalah dengan menghasilkan output besar yang ditunjang dengan kapasitas produksi yang besar, fasilitas yang menunjang serta modal yang mencukupi. Utilitas kapasitas produksi industri susu dapat dijelaskan pada Tabel 15. Tabel 15. Utilitas Kapasitas Produksi Industri Susu Tahun 1998-2003 Susu Tahun Kapasitas Produksi Produksi Utilitas Kapasitas Produksi (Ton) (Ton) (%) 1998 462 469 360 120 77,87 1999 462 469 352 902 76,31 2000 478 834 383 068 80,00 2001 489 785 411 996 82,60 2002 506 968 423 470 83,53 2003 517 107 444 644 85,99 Rata-rata 81,05 Sumber : Departemen Perdagangan, 1998-2003 Pada tahun 1998, kapasitas produksi industri susu nasional sebesar 462 469 ton dan utilitas kapasitas produksi sebesar 77,87 persen. Pada tahun berikutnya, dengan kapasitas produksi yang tetap, utilitas kapasitas produksinya berubah dengan nilai 76,31 persen. Perubahan utilitas ini disebabkan perubahan produksi susu yang menurun. Tahun 2000, kapasitas produksi meningkat menjadi 478 834 ton yang juga meningkatkan utilitasnya sebesar 80 persen. Di tahuntahun berikutnya, kapasitas produksi yang meningkat menyebabkan peningkatan utilitasnya. Rata-rata utilitas kapasitas produksi industri susu cukup tinggi sebesar 81,05 persen.
Utilitas kapasitas produksi ini berpengaruh pada persaingan usaha dalam industri susu di Indonesia. Peningkatan utilitas kapasitas produksi perusahaan susu yang sudah ada akan mengancam keberadaan pesaing dalam industri susu. Peningkatan utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di pasar bahkan jumlah produk susu ini akan lebih beragam dengan inovasi-inovasi baru yang akan menarik konsumen. Dengan meningkatnya jumlah produk susu, maka akan menyebabkan para pesaing baik yang baru maupun pesaing potensial akan merasa terancam karena rasa cemas akan produknya yang kalah bersaing dengan produk lain yang sudah lebih dikenal. Tabel 16. Struktur Biaya Input Industri Susu Tahun 1998-2002 (dalam ribuan) Biaya Input
Tahun 1998
1999
2000
2001
2002
Bahan Baku dan Penolong
1 225 887 157
1 978 485 460
2 276 751 591
2 947 195 710
3 620 032 284
Bahan Bakar, Tenaga Listrik dan Gas
46 338 605
38 064 255
27 547 554
27 547 554
131 137 314
Barang Lainnya
125 172 719
205 098 636
363 865 666
553 110 509
439 878 563
Pemeliharaan dan Jasa Industri
1 798 038
7 677 260
22 613 734
-
-
Sewa Gedung, Mesin dan Alat-alat
2 673 289
2 673 289
290 530 335
92 038 971
5 730 783
47 023 135
123 233 854
109 562 768
-
-
1 465 082 943
2 355 300
3 090 871 648
3 626 709 108
4 196 778 944
Jasa Non Industri Total
Sumber : BPS, 1998-2002
Industri susu di Indonesia merupakan industri padat modal dimana biaya input bahan baku dan modalnya lebih besar daripada pengeluaran tenaga kerja. Selain itu, industri susu juga merupakan industri padat energi karena dalam biaya inputnya terdapat biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik dan gas. Penjelasan biaya input dapat dilihat pada Tabel 16. Faktor penguasaan sumber daya susu dilihat dari proses produksi susu yang dilakukan pada suatu lokasi pabrik tertentu. Penempatan lokasi pabrik didasarkan pada pertimbangan tertentu baik itu dilihat dari bahan baku yang mendukung produksi susu, biaya transportasi dan lain-lain.
5.2 Analisis Perilaku Industri Susu 5.2.1 Strategi Harga dan Produk Pada Bab 4 telah dijelaskan mengenai kebijakan-kebijakan yang ditatapkan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi pasar susu nasional. Sebelum tahun 1998, kebijakan-kebijakan pemerintah diterapkan dalam industri susu di Indonesia yang berarti pada tahun tersebut pola distribusi dan penetapan harga susu tidak berdasarkan mekanisme pasar yang ada melainkan intervensi pemerintah, walaupun pada penjelasannya tidak diulas secara mendetail penetapan harga susu. Pengaturan persusuan tersebut menyebabkan terbatasnya kompetisi dalam industri susu di Indonesia. Penetapan kebijakan persusuan yang dibuat pemerintah tersebut bertujuan untuk menstabilkan pasokan susu dengan harga susu di Indonesia.
Adanya kebijakan persusuan nasional merupakan hambatan bagi masuknya perusahaan susu baru yang cukup potensial untuk dikembangkan. Pada kenyataannya perusahaan susu nasional kurang berkembang sehingga tidak efisien untuk dikembangkan. Perusahaan susu yang tidak efisien ini mengakibatkan suatu krisis pada persusuan nasional sehingga pendistribusian dan pemasokkan susu ke seluruh daerah Indonesia menjadi terhambat karena adanya krisis supply output yang tidak menentu. Pada tahun 1998 terjadi kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan IMF mengenai penghapusan kebijakan-kebijakan persusuan yang ada. Penghapusan kebijakan persusuan tersebut mengakibatkan perusahaan susu baru mudah memasuki pasar. Kompetisi di mulai dari penghapusan kebijakan persusuan nasional yang pada akhirnya penetapan harga didasarkan pada mekanisme pasar. Strategi harga dan produk merupakan salah satu strategi yang digunakan perusahaan pada suatu industri untuk menghadapi persaingan usaha. Bagi konsumen, harga merupakan faktor penting untuk mengambil keputusan dalam bertransaksi dan memilih produk yang diinginkan. Harga susu di Indonesia dipengaruhi oleh harga bahan baku susu itu sendiri. Di Indonesia, bahan baku susu olahan masih diimpor dari luar negeri walaupun pada kenyataannya bahan baku susu domestik cukup memenuhi kebutuhan Industri Pengolahan Susu (IPS) dan perusahaan-perusahaan susu. Penetapan harga susu juga dipengaruhi biaya input industri susu yang didalamnya termasuk biaya bahan baku, transportasi dan lainnya.
Sejak adanya penghapusan kebijakan persusuan di Indonesia, maka impor susu olahan akan semakin marak sehingga peredaran susu impor tersebut ikut meramaikan perdagangan susu di Indonesia. Berdasarkan harga susu, umumnya susu olahan impor masih lebih mahal daripada susu olahan domestik sehingga susu domestik masih diminati oleh masyarakat. Untuk menghadapi persaingan antara produk susu domestik dan produk susu impor maka banyak perusahaan susu yang melakukan berbagai strategi pengembangan produk melalui inovasiinovasi dengan menggunakan teknologi yang modern. Tabel 17. Harga Rata-rata Beberapa Susu Olahan Tahun 2005 Harga Eceran Jenis dan Nama Susu Setara 1 liter (Rupiah) Susu Cair 11 000 1 375/125 ml Bendera Fristi 10 200 1 275/125 ml Indomilk Kid 11 000 1 375/125 ml Ultra Milk Choco 9 560 1 195/125 ml Yahui Susu Kental Manis 5 080 5 080/klg Cap Bendera 4 775 4 775/klg Indomilk 4 950 4 950/klg Ultra 4 675 4 675/klg Cap Nona-Nestle Susu Bubuk 5 145 15 830/400 gr Nestle-Dancow 9 434 18 875/300 gr Anlene 4 509 13 875/400 gr Indomilk 6 333 15 200/300 gr Produgen Sumber : Departemen Perdagangan, (Indomaret, Alfa, Hero, Matahari), 2005 Perkembangan harga susu di Indonesia ditentukan oleh faktor demand dan supply akan produk susu. Harga susu di dalam negeri sangat bervariasi sesuai dengan jenis susu yang beredar. Berbagai jenis harga susu dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan struktur pasar oligopoli ketat, dimana penetapan harga dalam industri susu yang terjadi adalah interdependensi (saling ketergantungan) antara
pesaing yang satu dengan pesaing lainnya serta mereka saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam pasar oligopoli diketahui bahwa terjadi kesepakatan dalam penyesuaian harga salah satunya mencegah terjadinya pemotongan harga. Dalam melakukan penetapan harga, umumnya perusahaan susu melakukan pengamatan tingkat harga yang ditetapkan pesaing dengan mengasumsikan bahwa semua perusahaan dalam industri susu menetapkan harga yang tinggi. Industri susu mempunyai tujuan dalam menetapkan harga susu di pasar antara lain, agar setiap perusahaan susu dapat mempertahankan kelangsungan dalam mengoperasikan usahanya. Tujuan lain penetapan harga adalah untuk merebut pangsa pasar susu dan meraih keuntungan besar. Strategi penentuan harga selanjutnya dilakukan melalui kesepakatan antara produsen dengan distributor, agen maupun relailer. Strategi penentuan harga yang umum digunakan dari hasil kesepakatan tersebut antara lain, strategi harga psikologis, strategi harga diskon dan startegi harga kompetitif. Beberapa strategi harga psikologis yang digunakan dalam menetapkan harga susu yaitu, multiple unit pricing, price lining dan leader pricing. Strategi multiple unit pricing yang digunakan yaitu strategi penentuan harga susu dengan harga yang murah tetapi mempunyai syarat pembelian produk susu dengan jumlah yang cukup banyak. Strategi price lining adalah strategi penentuan harga susu dengan menetapkan harga yang berbeda pada produk yang berbeda pula. Contohnya, harga susu Dancow berbeda dengan harga susu Bendera, begitupula dengan merek yang lainnya. Strategi leader pricing adalah menetapkan harga susu yang dipamerkan pada suatu etalase toko atau tempat khusus.
Strategi harga diskon terdiri dari cash discount, trade discount dan quantity discount. Strategi cash discount adalah strategi penentuan harga susu dengan memberikan diskon khusus pada produk susu yang dibeli konsumen secara langsung. Strategi trade discount adalah pemberian diskon yang diberikan pada perantara produk susu, contohnya agen susu, supermarket, sehingga distributor susu tersebut dapat menjual harga susu dengan harga kompetitif. Sedangkan strategi quantity discount adalah diskon yang diberikan pada produk susu jika dengan pembelian jumlah besar. Strategi harga kompetitif terdiri dari relative pricing dan follow the leader pricing. Strategi relative pricing adalah penetapan harga susu relatif berdasarkan harga produk pesaing. Sedangkan strategi follow the leader pricing bisa sama diartikan dengan strategi relative pricing tetapi lebih mengikuti kepada harga produk unggulan. Strategi produk yang dijalankan pada industri susu mempunyai strategi yang sama seperti strategi harga, yaitu adanya interdependensi antara pesaing satu dengan pesaing lainnya yang satu sama lain saling mempengaruhi. Pada awalnya setiap perusahaan susu hanya memproduksi satu jenis susu saja. Dengan berkembangnya zaman, permintaan dan selera konsumen yang semakin meningkat, mendorong perusahaan susu untuk memproduksi jenis susu bervariasi. Dalam meningkatkan kualitas dan keragaman susu, para produsen melihat perkembangan
teknologi,
perkembangan
competitor
serta
perkembangan
konsumen. Dengan melihat perkembangan tersebut, para produsen diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan pasar, dapat bertahan pada perkembangan industri serta dapat mencapai tujuan utama perusahaan tersebut. Para produsen susu melakukan inovasi melalui produk dan merek dengan memproduksi susu sesuai dengan jenis. Ada tiga jenis susu yang diproduksi antara lain Susu Cair, Susu Kental Manis (SKM) dan Susu Bubuk. Dari ketiga jenis susu tersebut masih dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan umur konsumen yaitu susu bayi, susu anak, susu dewasa, susu manula serta susu yang diproduksi untuk ibu hamil dan menyusui. Beberapa produsen susu dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Beberapa Produsen dan Merek Dagang tahun 2004 Jenis Produsen Merek Ultra Milk Cair PT Ultrajaya Milk Industry Bendera, Yes PT Friesche Flag Indonesia Indomilk PT Indomilk Dancow, Milo PT Nestle Indonesia SKM PT Friesche Flag Indonesia Krimer, Bendera PT Indomilk Cap Enak,Indomilk PT Nestle Indonesia Milk Maid, Milo PT Ultrajaya Milk Industry Ultra SKM Bayi PT Mead Johnson Indonesia Enfamil, Enfapro Nutrilon, Bebelac PT Nutricia SGM, Vitalac PT Sari Husada Promil, Promise PT Wyeth Indonesia Bendera, Fristi Anak PT Friesche Flag Indonesia Indomilk PT Indomilk Pediasure PT Abbot Indonesia Lactamil, Lactona Ibu hamil dan PT Nestle Indonesia Anmum Menyusui Nutricia PT Nutricia Prenagen PT Sanghyang Perkasa PT Mead Johnson Indonesia Enfa Mama Calcimex Dewasa PT Friesche Flag Indonesia Calci Skim PT Indomilk Nestle PT Nestle Indonesia Sumber : CIC Consulting, 2005 Pemberian merek dagang pada setiap kemasan yang menarik akan menjadi perhatian para konsumen dalam memilih produk yang dikonsumsi. Selain
kemasan dengan berbagai ukuran, variasi rasa pada setiap susu juga akan menarik minat konsumen. Untuk menciptakan produk yang mempunyai posisi kuat di pasaran, maka pada setiap jenis susu diperkaya dengan kandungan-kandungan yang mempunyai komponen High value Ingredient terutama pada jenis susu bayi dan anak.
5.2.2 Strategi Promosi Strategi promosi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penjualan produk dan menarik konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Strategi promosi yang dijalankan perusahaan susu dalam industri susu adalah melalui promosi berbentuk merek, promosi berdasarkan industri atau pasar dan promosi secara politik. Pada realita yang terjadi, strategi yang lebih banyak digunakan adalah strategi promosi berbentuk merek. Dalam usaha peningkatan penjualan produk, strategi promosi ini juga berkaitan dengan strategi harga dan strategi produk. Ketiga strategi tersebut mempunyai tujuan yang sama dalam menjalankan suatu usaha. Kegiatan promosi ini merupakan kegiatan interaksi yang dilakukan oleh produsen kepada konsumen dalam bentuk komunikasi dan informasi sehingga dapat mempengaruhi konsumen untuk menggunakan merek produk tersebut. Strategi promosi dapat dikatakan efektif jika dampak dari promosi tersebut dapat membuat konsumen mengetahui kelebihan dari suatu produk dibandingkan produk lain sehingga dapat mendorong mereka untuk membeli produk
Strategi promosi yang dilakukan dapat melalui iklan (media cetak dan media elektronik), public relation, personal selling dan lain-lain. Iklan merupakan media promosi yang lebih sering digunakan karena lebih mudah dijangkau secara luas baik melalui media cetak maupun media elektronik. Iklan media cetak dibuat semenarik mungkin agar dapat mudah diingat. Iklan yang menarik perhatian konsumen dapat dilihat dari segi tulisan, warna, gambar serta orang yang mengiklankan produk tersebut. Umumnya iklan susu melalui media elektronik akan menggunakan public figure yang sedang terkenal atau yang sudah mempunyai anak. Iklan media elektronik lebih menarik karena lebih real dalam penayangan iklan produk tersebut. Berbagai tayangan iklan susu seperti Dancow, Indomilk, Bendera dan lainnya dapat ditayangkan setiap waktu tanpa ada batasan jam penayangan sesuai dengan perjanjian oleh beberapa pihak terkait. Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk adalah melalui tempat dimana produk tersebut dijual. Cara yang digunakan pada tempat penjualan tersebut biasanya dinamakan product display dimana pada tempat tersebut terdapat media promosi yang membuat konsumen yang melewatinya tertarik untuk membeli produk tersebut. Tempat adanya product display antara lain adalah supermarket, hypermarket, toko, warung dan lain-lain. Selain dengan adanya product display, pihak supermarket menempatkan sales promotion di counter-counter produk susu Dancow, Sustagen dan lain-lain. Dalam melakukan kegiatan promosi, beberapa produsen susu seperti PT Sari Husada yang ikut mensukseskan suatu kongres kesehatan. PT Sari Husada juga mempunyai tim dokter yang memberikan nasihat dalam mempromosikan
produk di berbagai acara kesehatan. Kegiatan promosi tidak berhenti pada tahap itu saja, dengan memberikan undangan gratis kepada para bidan di Indonesia untuk mengunjungi pabrik susu juga merupakan kegiatan promosi yang cukup menunjang keberlangsungan suatu produk. Promosi susu dapat diadakan melalui kegiatan lomba bayi sehat serta pemberian hadiah pada setiap kemasan susu. Banyak produk susu yang menyediakan hadiah pada setiap kemasannya. Hadiahhadiah tersebut dapat berupa mug lucu, Compact Disc (CD) kesehatan dan buku cerita anak. Direct selling pun merupakan salah satu cara mempromosikan produk susu berupa minum susu bersama di sekolah-sekolah atau promosi yang dilakukan pada praktek kerja dokter. Kegiatan promosi lain yang dilakukan produk susu Morinaga adalah berupa kegiatan amal dengan mengumpulkan mainan yang sudah tidak terpakai untuk disumbangkan kepada anak-anak yang kurang mampu atau sedang dilanda bencana. Kegiatan amal ini merupakan bentuk kegiatan sosial yang dapat menarik simpatik konsumen sehingga mendorong konsumen untuk menggunakan produk susu tersebut. Promosi produk susu juga dapat dijalankan melalui bentuk kegiatan perlombaan seperti lomba bayi sehat, bayi cerdas dan lain-lain.
5.3 Analisis Kinerja Industri Susu Indikator yang digunakan untuk menganalisis kinerja industri susu di Indonesia adalah melalui perolehan keuntungan dalam industri susu. Indikator keuntungan industri susu tidak dapat digunakan karena data keuntungan perusahaan maupun industri susu yang tidak dapat dipublikasikan. Untuk
menggantikan data keuntungan perusahaan maka digunakan Price Cost Margin (PCM) sebagai proksi keuntungan dari perusahaan susu. Hasil penghitungan PCM dapat dilihat pada Tabel 19. Pada tahun 1998, industri susu menerima marjin keuntungan sebesar 47,66 persen dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Angka ini cukup besar bagi industri susu di Indonesia. Pada tahun berikutnya, penerimaan marjin keuntungan meningkat menjadi 52,15 persen tetapi di tahun berikutnya keuntungan yang diperoleh menurun drastis menjadi 27,76 persen. Pada tahun 2001, keuntungan yang diperoleh industri susu mulai menunjukkan peningkatan sebesar 3,55 persen menjadi 31,31 persen. Di tahun berikutnya penerimaan marjin keuntungan terus meningkat menjadi 57,51 persen. Rata-rata PCM industri susu di Indonesia mencapai 43,28 persen. Tabel 19. Price Cost Marjin Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 Rata-rata
Nilai Tambah (ribuan Rupiah) 959 789 417 2 113 396 573 1 174 392 910 1 628 330 835 4 063 143 966
Pengeluaran Tenaga Kerja (ribuan Rupiah) 59 071 640 78 583 944 97 608 570 150 328 365 176 332 412
Barang yang Dihasilkan (ribuan Rupiah) 1 890 037 316 3 901 583 379 3 879 551 663 4 720 366 352 6 758 543 365
PCM (%) 47,66 52,15 27,76 31,31 57,51 43,28
Sumber : BPS, 1998-2002 Pengukuran kinerja dapat dilihat juga dari utilitas kapasitas produksi industri susu. Utilitas kapasitas produksi industri susu dapat dilihat pada Tabel 15. Rata-rata utilitas kapasitas produksi industri susu sebesar 81,05 persen. Nilai ratarata tersebut dapat dikatakan tinggi karena produksi susu nasional melebihi setengah dari kapasitas yang terpasang. Dapat disimpulkan kinerja industri susu yang diukur melalui utilitas kapasitas produksi susu cukup optimal.
Hasil perolehan rata-rata utilitas kapasitas produksi susu yang tinggi cukup menjelaskan para produsen susu menggunakan kapasitas susu semaksimal dengan tidak mengesampingkan keseimbangan antara penawaran produksi susu dengan permintaannya. Dengan menjaga keseimbangan antara penawaran produksi dan permintaanya bertujuan untuk menghindari dari kerugian perusahaan. Tabel 20. Efisiensi-X Industri Susu di Indonesia Tahun 1998-2002 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 Rata-rata
Nilai Tambah (000 Rp) 959 789 417 2 113 396 573 1 174 392 910 1 628 330 835 4 063 143 966
Nilai Input (000 Rp) 1 465 082 943 2 355 558 300 3 090 871 648 3 626 709 108 4 196 778 944
Xeff (%) 65,51 89,72 38,00 44,90 96,82 66,99
Sumber : BPS, 1998-2002 Tabel 20 menunjukkan nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi. Pada tahun 1998 nilai efisiensi industri susu mencapai 65,51 persen. Di tahun berikutnya efisiensi mengalami peningkatan menjadi 89,72 persen. Tetapi pada tahun 2000, efisiensi industri susu mengalami penurunan yang cukup besar menjadi 38 persen. Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2001 dan 2002 efisiensi industri susu mengalami peningkatan kembali menjadi 44,90 persen dan 96,82 persen. Rata-rata efisiensi-X industri susu di Indonesia sebesar 66,99 persen.
5.4 Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Susu Pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) menjelaskan bahwa terdapat suatu hubungan antara struktur dan kinerja suatu industri. Struktur industri susu menggunakan alat konsentrasi yang dinamakan rasio konsentrasi
empat perusahaan terbesar (CR4). Indikator yang digunakan dalam menganalisis kinerja industri susu adalah PCM. Keduanya mempunyai hubungan yang berkaitan dimana CR4 merupakan variabel independent dan PCM adalah variabel dependent dari sebuah persamaan tunggal yang digunakan untuk mengetimasi hubungan antara struktur dan kinerja industri susu. Dalam menganalisis hubungan struktur dan kinerja industri susu maka dimasukkan pula variabel-variabel bebas yang ikut mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu produktivitas (prod), efisiensiX (Xeff) dan Growth. Tabel 21. Hasil Regresi Persamaan PCM Industri Susu Variable Coefficient t-statistic C -50,14736 -3,431772 CR4 0,624595 2,947047 PROD 0,004607 1,962809 XEFF(-2) 0,253553 2,391296 GROWTH(-3) 0,254872 3,042560 0,797620 R-squared F-statistic 0,730160 Adjusted R-squared Prob(F-statistic) Durbin-Watson Sumber : Lampiran 9
Prob. 0,0050 0,0122 0,0733 0,0341 0,0102 11,82363 0,000398 2,092664
Dari hasil estimasi di atas dapatlah disusun persamaan regresi Price Cost Marjin (PCM) industri susu di Indonesia sebagai berikut : PCM = -50,14736 + 0,624595 CR4t + 0,004607 PRODt + 0,253553 XEFFt-2 + 0,254872 GROWTHt-3 Berdasarkan hasil pengolahan pada model persamaan PCM, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut yaitu uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji miltikolinearitas. Pengujian tersebut dilakukan untuk melihat ada tidaknya
pelanggaran terhadap asumsi klasik. Apabila dalam pengujian terdapat pelanggaran maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid. Pengolahan data menggunakan software E-Views menghasilkan nilai koefisien determinasi (R-Squared) sebesar 0,797620 yang artinya model regresi yang menggunakan PCM industri susu sebagai variabel dependen mampu menjelaskan 79,76 persen oleh variabel-variabel independen (CR4, prod, Xeff dan growth), sehingga dapat disimpulkan bahwa model persamaan PCM tersebut dapat diterima. Sisa nilai koefisien determinan sebesar 20,238 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari hasil regresi persamaan PCM pada Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa hubungan struktur dan kinerja industri susu adalah positif dimana peningkatan CR4 akan meningkatkan PCM. Secara ekonomi hubungan antara struktur dan kinerja yang positif telah terpenuhi. Hasil estimasi menunjukkan CR4 signifikan pada taraf 10 persen. Nilai koefisien CR4 bernilai positif sebesar 0,624595 yang artinya jika CR4 meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,624595 persen. Pada industri susu di Indonesia terdapat kondisi efisiensi dimana hanya perusahaan-perusahaan yang efisien dan inovatif yang mampu meningkatkan konsentrasi dan meraih keuntungan besar. Koefisien produktivitas (prod) sebesar 0,004607 dan nyata pada taraf 10 persen menunjukkan bahwa jika produktivitas meningkat sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan PCM sebesar 0,004607 persen. Hubungan ini sesuai dengan teori, dimana kenaikan produktivitas industri susu akan meningkatkan PCM industri susu tersebut.
Efisiensi-X (Xeff) pada dua tahun sebelumnya berpengaruh nyata positif terhadap PCM industri susu di Indonesia pada taraf nyata 10 persen, artinya jika terjadi kenaikan Efisiensi-X maka PCM akan naik. Nilai koefisien Efisiensi-X sebesar 0,253553 menunjukkan bahwa jika Efisiensi-X dua tahun sebelumnya meningkat 1 persen, maka diperkirakan PCM naik sebesar 0,253553 persen. Pada kenyataannya, industri susu di Indonesia merupakan industri padat modal dimana biaya input bahan baku dan modalnya lebih besar daripada pengeluaran tenaga kerja. Industri susu juga merupakan industri padat energi karena dalam biaya inputnya terdapat biaya untuk bahan bakar, tenaga listrik dan gas. Apabila perusahaan susu semakin efisien dalam penggunaan biaya input, maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar pula. Growth pada tiga tahun sebelumnya berpengaruh nyata positif terhadap PCM industri susu di Indonesia pada taraf nyata 10 persen, artinya jika Growth sebesar 0,254872 tiga tahun sebelumnya meningkat sebesar 1 persen, maka diperkirakan PCM akan naik sebesar 0,254872 persen. Growth merupakan tingkat pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan perusahaan. Pengaruh peningkatan Growth pada tiga tahun sebelumnya dan peningkatan Efisiensi-X pada dua tahun sebelumnya terhadap peningkatan PCM, salah satunya disebabkan oleh ketidakstabilan perekonomian pada saat proses recovering dari krisis ekonomi. Tabel 22. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0,015696 Probability Obs*R-squared 0,053200 Probability Sumber : Lampiran 9
0,984450 0,973750
Pada Tabel 22 dapat dilihat uji autokorelasi yang dilakukan melalui perangkat E-Views 4.1. Hasil pengujian tersebut dapat diketahui melalui serial correlation LangrangeMultiplier Test yaitu nilai probability obs*R-squared harus lebih besar dari derajat bebasnya (α). Pada Tabel 22 diketahui nilai probability obs*R-squared adalah 0,973750 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 10 persen. Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi. Pengujian heteroskedastisitas yang dapat dilihat pada Tabel 23 bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya variabel pengganggu yang memiliki varians yang sama (homoskedastisitas). Pengujian ini dapat diketahui melalui white heteroskedasticity, dimana nilai probability obs*R-squared pada model persamaan adalah 0,438388 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 10 persen. Dari hasil pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas. Tabel 23. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0,878413 Obs*R-squared 7,949807 Sumber : Lampiran 9
Probability Probability
0,570501 0,438388
Uji Multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 24. Menurut teori yang menyatakan bahwa terdapat gejala multikolineritas jika terdapat suatu hubungan kausalitas pada variabel-variabel independennya. Model persamaan regresi PCM tidak memilki masalah multikolineritas, dimana semua variabel yang digunakan
dalam penelitian ini mempunyai nilai mutlak korelasi yang tidak lebih besar dari 0,8. Tabel 24. Uji Multikolinearitas CR4 1.000000 CR4 0.352123 PROD 0.025585 XEFF_2 0.055471 GROWTH_3 Sumber : Lampiran 9
PROD 0.352123 1.000000 0.210943 0.386323
XEFF_2 0.025585 0.210943 1.000000 -0.148262
GROWTH_3 0.055471 0.386323 -0.148262 1.000000
Berdasarkan pengujian yang dilakukan dan dapat dilihat pada Tabel 22, Tabel 23 dan Tabel 24 maka dapat diketahui bahwa model persamaan PCM tersebut bebas dari masalah autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas sehingga menghasilkan koefisien dugaan terbaik (BLUE). Uji koefisien determinasi dengan nilai R2 sebesar 79,76 persen menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari model persamaan adalah baik, artinya 79,76 persen keragaman PCM dapat dijelaskan oleh hubungan linier dengan variabel-veriabel independennya. Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh pada variabel dependennya. Nilai F-statistic sebesar 11,82363 dengan probabilitas (F-statistic) sebesar 0,000398 yang artinya dari keempat variabel independen dalam model tersebut nyata pada taraf 10 persen. Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian yang dilakukan memperlihatkan bahwa keempat variabel independen yaitu CR4, Produktivitas, Effisiensi-X dan Growth berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen nyata pada taraf 10 persen.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis yang dilakukan pada industri susu di Indonesia, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bentuk struktur pasar yang dimiliki oleh industri susu di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli ketat. Struktur pasar ini menandakan bahwa adanya tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, entry condition yang berukuran sedang sampai tinggi serta jenis produk yang heterogen. 2. Dalam industri susu, penetapan harga susu berdasarkan kesepakatan harga antara pesaing yang satu dengan pesaing lainnya serta mereka saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap perusahaan susu memiliki kebijakan tersendiri mengenai penetapan harga susu yang akan dijual ke publik. Dalam pasar oligopoli diketahui bahwa terjadi kesepakatan dalam penyesuaian harga salah satunya mencegah terjadinya pemotongan harga. 3. Strategi produk yang dilakukan industri susu adalah dengan melakukan diversifikasi dan diferensiasi produk yang berkualitas dan bermutu tinggi. 4. Strategi promosi yang dilakukan pada setiap perusahaan susu di Indonesia adalah melalui strategi berbentuk merek, strategi berdasarkan industri dan strategi berbentuk politik. Tetapi umumnya industri susu melakukan strategi berbentuk merek. Selain itu promosi dilakukan juga melalui iklan (media cetak dan media elektronik), public relation, personal selling dan lain-lain.
5. Dari segi kinerja, industri susu di Indonesia memiliki nilai PCM yang cukup tinggi. Peningkatan utilitas kapasitas produksi akan meningkatkan jumlah produk susu di pasar yang akan menyeimbangkan kelebihan penawaran yang besar. Nilai efisiensi industri susu yang cukup tinggi menggambarkan efisiensi industri susu cukup baik. 6. Berdasarkan hasil regresi, Four Concentration Ratio (CR4) dan Price Cost Margin (PCM) mempunyai hubungan positif dan nyata pada industri susu, sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria secara ekonomi terpenuhi. Ketiga variabel lain (Produktivitas, X-Efisiensi dan Growth) memenuhi kriteria uji ekonomi dimana hubungannya dengan PCM mempunyai pengaruh nyata serta berhubungan positif, artinya jika setiap variabel independen meningkat maka akan meningkatkan nilai PCM industri susu. Model persamaan yang digunakan
dalam
penelitian
ini
bebas
dari
masalah
autokorelasi,
heteroskedastisitas dan multikolinearitas sehingga menghasilkan koefisien dugaan terbaik (BLUE).
6.2 Saran Dari hasil analisis pada industri susu di Indonesia, maka ada beberapa hal yang disarankan untuk perkembangan industri susu, yaitu : 1. Para produsen susu harus meningkatkan kinerja perusahaannya melalui peningkatan efisiensi alokatif dengan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang efisien dan efektif, efisiensi teknis yang digambarkan pada efisiensi internal dimana pengelolaan perusahaan dengan
peningkatan sumber daya manusia, pemerataan distribusi produk susu di seluruh
wilayah
Indonesia,
penggunaan
kemajuan
teknologi
dalam
menghasilkan output, kualitas produk yang bermutu tinggi, perluasan kesempatan kerja serta pencapaian profit perusahaan. 2. Pemerintah perlu memberikan informasi akurat melalui media maupun penyuluhan mengenai produk susu yang layak dikonsumsi atau diberikan kepada masyarakat agar masyarakat dapat memutuskan dan memilih produk susu yang berkualitas dan bermutu tinggi. Informasi dan penyuluhan tersebut dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi poduk susu sebagai makanan pelengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Alistair, A. 2004. Analisis pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja pada Industri Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1983-2002. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Baumol, W. 1982. ”Contestable Markets: An Uprising in Theory of Industry Structure”. American Economics Review 72(1):1-15. Consulting, CIC. 2005. Studi tentang Industri dan Pemasaran Susu di Indonesia. Jakarta. Daryanto, A. 2004. ”Microeconomic Foundation for Indonesian Competition Law and Policy”. Asian Development Bank Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Bogor. Firdaus, G.H. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Bank Umum Syariah di Indonesia (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah. Erlangga. Jakarta. Greer, J. 1975. Conduct of Industrial Companies. Prentice hall. London. Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES. Jakarta. Juwita, I. 2004. Analisis Ekonomi Industri Semen dan Undang-Undang Persaingan Usaha (Skripsi). Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Bogor. Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. PT BPFE. Yogyakarta. Kusuma, R. 1997. Ekspor-Impor Susu Olahan Indonesia di Pasaran Internasional (skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Lubis, A.F. 1997. Struktur dan Kekuatan Pasar: Analisis Panel Industri Pengolahan di Indonesia 1985-1994 (Skripsi). Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Nurdianto, D.A. 2004. Analisis Kolusi Industri Manufaktur Indonesia Tahun 1993-2000. Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Primaswari, Anita. 2001. Optimalisasi Produksi Susu Kental Manis pada PT Friesche Vlag Indonesia (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Rahmad, E. 1993. Strategi Bauran Produk dan Bauran Harga dalam Pemasaran Susu Pateurisasi pada PT Australia Indonesian Milk Industries (skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Scherer, F.M. 1974. Economic of Scale as a Determinant. In H.J. Goldschmid, H.M. Mann and F.W. Weston (eds). Industrial Concentration: The New Learning. Boston: Little Brown. Setiawan, T. 1992. Analisis Pengembangan Produk Baru Susu Bubuk Instan ”Alpha” (Skripsi). Fakultas Ekonomi. Depok. Shepherd, W.G. 1990. The Economic of Industrial Organization. Prentice Hall. New Jersey. Wihanasari, T. 1993. Analisis Pengadaan Bahan Baku dan Nilai Tambah Pengolahan Susu pada PT Australia Indonesian Milk Industries, Jakarta (skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Lampiran 1. Konsumsi Susu Menurut Propinsi Tahun 2000-2004 (ton) 2003
2004 *)
74
8,674
9,624
Pertumbuhan (%) 11.0
23 760 1 949 0 0 23 546 2 500 24 675 195 530 251 841 104 750 5 241 196 946 87 0 0 53 0
24 100 2 116 0 0 24 586 2 500 24 823 187 665 263 662 110 014 5 585 197 458 0 0 0 45 0
2 435 2 583 0 9 957 24 603 188 380 26 588 195 040 281 419 112 468 6 993 235 493 63 0 0 9 0
25 000 2 794 0 10 256 25 077 195 29 949 200 236 281 440 113 817 7 063 238 208 68 0 0 9 0
-99.0 8.2 0 3.0 1.9 -99.9 12.6 2.7 0.0 1.2 1.0 1.0 7.9 0 0 0.0 0
-
9
10
9 610
0 091
5.0
6
13 812
7 620
12 924
13 182
2.0
12 394 4 593 32 014
0 4 593 32 098 0
0 4 600 0 0
7,000 4 646 33 0
7,140 4 692 33 0
2.0 1.0 0.0 0
22 428 -
0 0 0 3 2 298 0
0 0 0 3 2 708 0
0 0 0 0 3 724 0
0 0 0 0 3 725 0
0 0 0 0 0.0 0
Jumlah 929 690 883 758 Sumber : Departemen Perdagangan, 2000-2004 Keterangan : *) Angka Sementara -) Data tidak tersedia
889 934
1 433 091
957 624
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Propinsi
2000
2001
N. Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Bangka Belitung Banten Gorontalo Maluku Utara
61
67
22 840 1 810 9 093 187 2 390 24 672 184 829 287 850 104 224 6 371 213 779 93 56
Tahun 2002
Lampiran 2. Produksi Susu Menurut Propinsi Tahun 2000-2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Propinsi N. Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Papua Bangka Belitung Banten Gorontalo Maluku Utara
(ton) Pertumbuhan (%) 10.96
2000 65
2001 72
Tahun 2002 79
4 615 530 0 11 187
4 622 506 0 0 300
4 639 492 0 24 302
4 658 833 0 29 302
4 675 863 0 29 302
0.36 3.60 0.00 0.00 0.00
0 75 5 094 184 515 78 931 6 888 214 581 64
130 77 6 130 184 833 81 578 4 405 196 946 85 97
117 78 5 795 198 510 80 064 5 299 197 458 68 45
48 78 5 795 207 855 82 906 5 597 235 942 35 16
50 78 5795 246 322 83 901 5 652 238 208 36 14 17
4.17 0.00 0.00 18.51 1.20 0.98 0.96 2.86 6.25
-
-
-
-
-
-
59
65
73
80
83
3.75
32
32
32
32
32
0.00
-
-
-
-
-
-
-
1
232
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
68 -
68 -
38 -
40 -
5.26 -
493 375
553 442
596 303
7.74
Jumlah 498 647 479 947 Sumber : epartemen Perdagangan, 2000-2004 Keterangan : *) Angka Sementara -) Data tidak tersedia
2003 9 198
2004 *) 10 206
Lampiran 3. Kapasitas Produksi Susu menurut Perusahaan Tahun 2004 Produsen
Total (SKLSS) (%) 22.20 643 000 15.32 443 693
1. PT Sari Husada 2. PT Nestle Indonesia 434 174 3. PT Friesche Flag Indonesia 250 000 4. GKSI (Milk Treatment) 226 782 5. PT Indomilk 192 240 6. PT Indolakto 180 000 7. PT Nutricia Indonesia Sejahtera 132 000 8. PT Ultrajaya Milk Industry 99 800 9. PT Foremost Indonesia 92 160 10. PT Gizindo Prima Nusantara 63 000 11. KPBS 40 000 12. PT Mirota KSM 25 000 13. PT Greenfields Indonesia 24 000 14. PT Sugizindo 3 840 15. PT Shangyang Perkasa 3 200 16. PT Netania Kasih Karunia 960 17. PT Nutrifood Indonesia 420 18. PT Diamond Cold Storage 420 19. PT Fajar Taurus 0 20. PT Ultrindo Inti Jaya 0 21. PT Danone Dairy Indonesia 0 22. PT Cita Nasional Total 2 896 188 Sumber : CIC Consulting, 2005.
Cair (kiloliter) 3 000 32 000
SKM (kiloliter) 0 55 872
Bubuk (kiloliter) 80 000 34 700
14.99
65 000
30 489
37 000
8.63
250 000
0
0
7.83 6.64 6.22
3 870 6 000 0
74 880 57 600 0
5 400 6 000 22 500
4.56
20 000
30 000
3.45
5 000
39 500
3.18
0
0
2.18 1.38 0.86
63 000 0 25 000
0 0 0
0.83 0.13
0 0
0 0
0.11
0
0
400
0.03
0
0
120
0.01
420
0
0
0.01 0.00
420 0
0 0
0 n.a
0.00
n.a
0
0
0.00 100
n.a 475 210
0 288 341
0 216 120
5 000 0 11 520 0 0 0 3 000 480
Lampiran 4. Merek Lisensi dalam Pasar Domestik Tahun 2004 Merek Dagang Bear Brand
Pemegang Merek PT Nestle Indonesia
Bebelac Bendera
PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Friesche Flag Indonesia
Calcimex
PT Friesche Flag Indonesia
Carnation
PT Nestle Indonesia
Chil Kid
PT Shangyang Perkasa
Chil Kid Platinum
PT Shangyang Perkasa
Chil Mil
PT Shangyang Perkasa
Chil School
PT Shangyang Perkasa
Dancow
PT Nestle Indonesia
Enercal Enfagrow Enfakid Enfapro Kompleta
PT Wyeth Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Friesche Flag Indonesia
Krimer
PT Friesche Flag Indonesia
Milk Maid
PT Nestle Indonesia
Morinaga BMT
PT Shangyang Perkasa
Morinaga NL-33
PT Shangyang Perkasa
Nestle
PT Nestle Indonesia
Nursoy Nutricia Bunda
PT Wyeth Indonesia PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Nutricia Indonesia Sejahtera
Nutrilon Nutrima
Pemberi Lisensi Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Lyempt B. V Holland Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Wyeth Ayerst Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Friesland Cober co Dairy Food (Holland) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Morinaga Milk Industry (Japan) Morinaga Milk Industry (Japan) Societes des Produits Nestle SA (Switzerland) Wyeth Ayerst Inc. (USA) Nutricia Zoofermeer (Holland) Nutricia Zoofermeer (Holland) Nutricia Zoofermeer (Holland)
Lampiran 4. lanjutan Sobee Plus Sustacal Sustagen Kids Sustagen Mama Sustagen Yunior
PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia PT Mead Johnson Indonesia
Sumber : CIC Consulting, 2005.
Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA) Mead Johnson Inc. (USA)
Lampiran 5. Produk Susu Impor di Pasar Domestik Tahun 2004 Merek Dagang Anchor Andec Anlene Anmum Bear Brand Country Goodness Dumex Dutch Lady
Pemegang Merek PT New Zealand Milk Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT New Zealand Milk Indonesia PT Nestle Indonesia PT Sukanda Jaya
Pemberi Lisensi Mainland Products Limited (New Zealand) Compac Inter Ltd (New Zealand) Compac Inter Ltd (New Zealand) Compac Inter Ltd (New Zealand) Nestle (Thai) Ltd New Zealand Dairy Food
PT Mexindo Mitra Perkasa PT Friesche Flag Indonesia
Dumex Malaysia Sdh Bhd Dutch Lady Milk Industry Bhd (Malaysia) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Abbot Labboratories BV FN Food Malaysia Abbot Labboratories (Ireland) Abbot Labboratories (Ireland) Bristol Myers Squibb (Philipina) Abbot Labboratories (Netherland) Nestle (Philipina) Ltd Nestle (Philipina) Ltd Lidels Group Pte (Australia) National Food Limited (Australia) Nestle Milo SDN BHD
Enfagrow PT Mead Johnson Indonesia Enfakid PT Mead Johnson Indonesia Enfalac PT Mead Johnson Indonesia Enfamama PT Mead Johnson Indonesia Enfamil PT Mead Johnson Indonesia Enfapro PT Mead Johnson Indonesia Ensure F&N Gain
PT Abbot Indonesia PT Aneka Jaya PT Abbot Indonesia
Grow PT Abbot Indonesia Isocol PT Mead Johnson Indonesia Isomil PT Abbot Indonesia Lactogen1 Lactogen2 Lidels
PT Nestle Indonesia PT Nestle Indonesia PT Sukanda Jaya
Mastere Purc PT Sukanda Jaya Milo Actigen PT Nestle Indonesia
Lampiran 5. lanjutan Nan1 Nan2 Nestle Low Fat
PT Nestle Indonesia PT Nestle Indonesia PT Nestle Indonesia
Nursoy Nutrilon Olac
PT Wyeth Indonesia PT Nutricia Indonesia Sejahtera PT Mead Johnson Indonesia
Pediasure
PT Abbot Indonesia
President
PT Protara Boga
Procal Progestemil
PT Wyeth Indonesia PT Mead Johnson Indonesia
Prolene
PT New Zealand Milk Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Mead Johnson Indonesia
Promil Promil Gold Promise Gold Prosobee S-26 S-26 Gold Similac Advence Similac Special Carre Sobee Plus So Natural Sustacal
PT Wyeth Indonesia PT Wyeth Indonesia PT Abbot Indonesia PT Abbot Indonesia
Sustagen HP
PT Mead Johnson Indonesia
Sustagen Kids
PT Mead Johnson Indonesia
Sustagen Mama
PT Mead Johnson Indonesia
Sustagen Yunior
PT Mead Johnson Indonesia
Ucare
PT New Zealand Milk Indonesia PT Tri Cipta Candra
U-Milk
PT Mead Johnson Indonesia PT Sukanda Jaya PT Mead Johnson Indonesia
Sumber : CIC Consulting, 2005.
Nestle Netherland Nestle Suisse SA Netherland Product (New Zealand) Wyeth Nutrician Singapore Nutricia Zoofermeer (Holland) Bristol Myers Squibb (Philipina) Abbot Labboratories (Netherland) Lactalis Internasional (Franche) Wyeth Nutrician Singapore Bristol Myers Squibb (Philipina) Compac Inter Ltd (New Zealand) Wyeth Nutrician Singapore Wyeth Nutrician Singapore Wyeth Nutrician Singapore Mead Johnson BV (Netherland) Wyeth Nutrician Singapore Wyeth Nutrician Singapore Abbot Labboratories BV Abbot Labboratories BV Bristol Myers Squibb (Philipina) So Natural Foods Australia Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Bristol Myers Squibb (Philipina) Compac Inter Ltd (New Zealand) TTS Food Industry (Singapore)
Lampiran 6. Price Cost Margin Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002 Tahun
Nilai Tambah (000 Rp)
1983 55 506 500 1984 39 227 236 1985 45 358 153 1986 48 643 404 1987 38 616 318 1988 117 091 261 1989 80 368 929 1990 103 833 658 1991 161 605 780 1992 195 080 116 1993 241 467 642 1994 285 597 442 1995 326 684 710 1996 455 234 673 1997 450 725 000 1998 959 789 417 1999 2 113 396 573 2000 1 174 392 910 2001 1 628 330 835 2002 4 063 143 966 Sumber : BPS, 1983-2002
Pengeluaran Tanaga Kerja (000 Rp) 6 172 589 6 540 966 9 044 547 8 797 689 11 057 412 13 001 619 16 499 208 18 986 846 29 339 807 31 577 065 21 868 345 34 871 535 35 466 163 40 133 323 52 442 747 59 071 640 78 583 944 97 608 570 150 328 365 176 332 412
Barang yang dihasilkan (000 Rp) 192 723 659 189 074 000 234 798 202 265 224 938 329 708 323 476 575 893 548 661 837 643 574 820 852 117 912 946 950 908 960 989 057 1 189 219 898 1 353 821 818 1 764 107 875 1 857 387 000 1 890 037 316 3 901 583 379 3 879 551 663 4 720 366 352 6 758 543 365
PCM (%) 25,60 17,30 15,50 15,00 8,40 21,80 11,60 13,20 15,50 17,30 22,90 21,10 21,50 23,50 21,40 47,70 52,20 27,80 31,30 57,50
Lampiran 7. Nilai Efisiensi-X Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002 Tahun
Nilai Tambah (000 Rp) 1983 55 506 500 1984 39 227 236 1985 45 358 153 1986 48 643 404 1987 38 616 318 1988 117 091 261 1989 80 368 929 1990 103 833 658 1991 161 605 780 1992 195 080 116 1993 241 467 642 1994 285 597 442 1995 326 684 710 1996 455 234 673 1997 450 725 000 1998 959 789 417 1999 2 113 396 573 2000 1 174 392 910 2001 1 628 330 835 2002 4 063 143 966 Sumber : BPS, 1983-2002
Nilai Input (000 Rp) 134 061 020 148 477 738 189 719 050 210 803 753 278 208 268 350 535 201 469 743 140 544 482 881 694 644 595 754 480 913 725 726 297 935 690 328 1 124 983 000 1 318 258 211 1 414 984 000 1 465 082 943 2 355 558 300 3 090 871 648 3 626 709 108 4 196 778 944
Xeff (%) 41,40 26,42 23,91 23,08 13,88 33,40 17,11 19,07 23,26 25,86 33,27 30,52 29,04 34,53 31,85 65,51 89,72 38,00 44,90 96,82
Lampiran 8. Nilai Produktivitas Industri Susu di Indonesia Tahun 19832002 Tahun
Nilai Output
1983 192 975 287 1984 190 946 272 1985 240 233 382 1986 266 683 345 1987 332 404 399 1988 480 944 978 1989 555 660 053 1990 652 114 676 1991 861 807 545 1992 956 697 100 1993 979 901 223 1994 1 237 424 136 1995 1 477 909 664 1996 1 818 297 699 1997 1 949 531 000 1998 2 486 101 636 1999 4 490 816 788 2000 4 342 814 770 2001 5 320 191 658 2002 8 452 246 306 Sumber : BPS, 1983-2002
Nilai Input TK
Produktivitas (%)
6 172 589 6 540 966 9 044 547 14 797 689 11 057 412 13 001 619 16 499 208 18 986 846 29 339 807 31 577 065 21 868 345 34 871 535 35 466 163 40 133 323 52 442 747 59 071 640 78 583 944 99 608 570 150 328 365 176 332 412
3126,33 2919,24 2656,11 1802,19 3006,17 3699,12 3367,80 3434,56 2937,33 3029,72 4480,91 3548,52 4167,10 2038,95 3717,45 4208,62 5714,67 4359,88 3539,05 4793,36
Lampiran 9. Hasil Regresi Industri Susu di Indonesia Dependent Variable: PCM Method: Least Squares Date: 02/03/06 Time: 14:09 Sample(adjusted): 1986 2002 Included observations: 17 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C -50.14736 14.61267 -3.431772 CR4 0.624595 0.211939 2.947047 PROD 0.004607 0.002347 1.962809 XEFF(-2) 0.253553 0.106032 2.391296 GROWTH(-3) 0.254872 0.083769 3.042560 R-squared 0.797620 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.730160 S.D. dependent var S.E. of regression 7.413507 Akaike info criterion Sum squared resid 659.5210 Schwarz criterion Log likelihood -55.21751 F-statistic Durbin-Watson stat 2.092664 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0050 0.0122 0.0733 0.0341 0.0102 25.27647 14.27154 7.084413 7.329476 11.82363 0.000398
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.015696 Probability Obs*R-squared 0.053200 Probability
0.984450 0.973750
Uji Heteroskedasitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0.878413 Probability Obs*R-squared 7.949807 Probability
0.570501 0.438388
Uji Multikolinearitas CR4 PROD XEFF_2 GROWTH_3
Correlation Matrix CR4 PROD XEFF_2 1.000000 0.352123 0.025585 0.352123 1.000000 0.210943 0.025585 0.210943 1.000000 0.055471 0.386323 -0.148262
GROWTH_3 0.055471 0.386323 -0.148262 1.000000
Lampiran 10. Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Susu Tahun 19832002 Tahun NAMA 1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
PT INDOMILK PT DJOHAN WISATA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA PT INDOMILK, PT DJOHAN WISATA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT DJOHAN WISATA PT INDOMILK PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA PT INDOMILK PT DJOHAN WISATA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT DJOHAN WISATA PT INDOMILK PT GIZINDO PRIMA NUSANTARA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT TIGAKA PT INDOMILK MILK TREATMENT BATU, KOPERASI GKSI/GABUNGAN KOPERASI SUSU INDONESIA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA MILK TREATMENT BATU, KOPERASI PT INDOMILK PT FOREMOST INDONESIA PT INDOMILK PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT INDOMILK PT SARIHUSADA
Pangsa pasar CR4 (%) (%) 18,09 89,13 16,60 13,79 40,64 39,32 89,89 19,36 17,62 13,58 33,13 79,20 13,03 16,66 16,37 31,45 77,22 20,97 13,86 10,94 10,08 79,58 12,76 22,13 34,61 19,26 61,99 11,09 9,22 22,42 11,44 25,66 15,80 12,40 10,08 10,96 26,17 13,47 28,23 21,85 10,33 8,28
65,30
60,67
68,69
Lampiran 10. lanjutan 1992 PT INDOMILK PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO PT NESTLE INDONESIA 1993 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT INDOMILK PT SARIHUSADA 1994 PT FOREMOST INDONESIA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT INDOMILK PT NESTLE INDONESIA 1995 PT FOREMOST INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT INDOMILK 1996 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT INDOMILK PT FOREMOST INDONESIA 1997 PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT FOREMOST INDONESIA PT INDOMILK 1998 PT INDOMILK PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT FOREMOST INDONESIA 1999 PT NESTLE INDONESIA PT SARIHUSADA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT INDOMILK 2000 PT FOREMOST INDONESIA PT NESTLE INDONESIA PT SARIHUSADA PT FRIESCHE FLAG INDONESIA 2001 PT INDOMILK PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT FOREMOST INDONESIA PT SARIHUSADA 2002 PT SURYA DAIRY FARM PT ULTRAJAYA MILK IND & TRAD CO PT FRIESCHE FLAG INDONESIA PT FAJAR TAURUS INDONESIA Sumber : Badan Pusat Statistik, 1983-2002
10,24 20,90 8,07 31,53 26,37 19,47 10,59 10,19 10,33 23,89 17,60 17,34 14,10 16,69 21,45 19,00 18,45 18,02 15,94 13,08 19,81 12,63 14,07 15,14 35,34 28,47 16,28 14,08 13,99 11,39 16,28 44,60 23,58 19,32 12,83 23,90 14,19 17,15 16,31 14,91 25,35 20,40 15,99 14,77
70,74
66,61
69,16
71,24
65,49
61,65
94,17
86,26
79,64
62,56
76,51
Lampiran 11. Nilai Growth Industri Susu di Indonesia Tahun 1983-2002 Tahun
Barang yang dihasilkan (000 Rp) 1983 192 723 659 1984 189 074 000 1985 234 798 202 1986 265 224 938 1987 329 708 323 1988 476 575 893 1989 548 661 837 1990 643 574 820 1991 852 117 912 1992 946 950 908 1993 960 989 057 1994 1 189 219 898 1995 1 353 821 818 1996 1 764 107 875 1997 1 857 387 000 1998 1 890 037 316 1999 3 901 583 379 2000 3 879 551 663 2001 4 720 366 352 2002 6 758 543 365 Sumber : BPS, 1983-2002
Growth (%) 10,85 -1,89 24,18 12,96 24,31 44,54 15,13 17,30 32,40 11,13 1,48 23,75 13,84 30,31 5,29 1,76 106,43 -0,56 21,67 43,18