Proses Elektrodialisis di Industri Susu Agnes Afikah Teknik Kimia, ITB, Jl. Ganesha No.10 Bandung, Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Elektrodialisis (ED) adalah proses pemisahan elektrokimia dimana spesi bermuatan dipindahkan dari suatu larutan ke larutan lain. Elektrodialisis adalah metode kombinasi dari dialisis dan elektrolisis. Elektrodialisis dapat dilakukan pada dua macam sel utama: sel multimembran untuk pencairan-pemekatan larutan dan aplikasi disosiasi air (membrane phenomena), dan sel elektrolisis untuk reaksi reduksi oksidasi (electrode phenomena). Pada industri susu, prinsip pencairan-pemekatan larutan diaplikasikan sebagian besar dalam proses demineralisasi susu atau produk-produk sampingannya. Penggunaan elektrodialisis dengan membran monopolar adalah pemisahan protein, produksi kaseinat asam dan dalam bioreaktor yang memproduksi asam organik. Penggunaan elektrodialisis sebagai sebuah proses membran juga berkembang karena adanya jenis membran baru yaitu membran bipolar. Membran bipolar dapat mendisosiasi molekul air. Elektrodialisis dengan membran bipolar diaplikasikan pada proses produksi asam latat dari fermentasi produk whey, produksi kasein dan fraksinasi protein whey. Dua aplikasi utama reaksi elektroda adalah koagulasi elektrokimia (EC) untuk presipitasi protein susu, dan elektroreduksi untuk mereduksi ikatan disulfida dalam protein. Fenomena elektrodialisis berpotensi besar untuk diaplikasikan dalam industri susu, dan lebih luasnya, dalam industri makanan. Kata kunci: elektrodialisis, membran bipolar, elektrokimia, ion-exchange, elektroasidifikasi.
1. PENDAHULUAN Elektrodialisis adalah proses berbasis membran dengan gaya dorong beda potensial listrik yang umumnya digunakan untuk memisahkan komponen ionik dari suatu larutan (Wenten dkk, 2010). Pada tahun 1890-an, Maigrot dan Sabates membuat tiga sel untuk melakukan elektrodialisis. Sel tengah dikelilingi dua membran semipermeabel. Membran ini tidak melakukan pemisahan selektif pada migrasi ion melainkan hanya berfungsi sebagai pembatas fisik yang mencegah tercampurnya produk elektrolisis (Jain & Reed, 1985). Proses-proses berbasis membran telah banyak diaplikasikan dalam industri pangan, baik untuk pemurnian, pemekatan, pemisahan, penyediaan air proses, dan pengolahan limbah (Wenten dan Aryanti, 2014). Saati ini, Elektrodialisis juga telah banyak digunakan dalam industri pangan untuk memekatkan, menjernihkan dan memodifikasi makanan. Aplikasi elektrodialisis dalam industri pangan berkembang pesat karena rendah konsumsi energi, desain modular, efisiensi dan kemudahan penggunaan. Pada elektrodialisis multimembran sel, reaksi elektrokimia terjadi pada elektroda dan tidak mengintervensi proses pemisahan. Elektroda pada sistem ini merupakan terminal elektrik yang terendam di dalam elektroilt (untuk mengalirkan arus listrik). Aplikasi ini berbasis pada reaksi redoks elektroda dimana pada anoda terjadi oksidasi dan pada katoda terjadi reduksi (Gardais, 1990). Di Eropa dan Jepang, elektrodialisis mendominasi desalinasi proses melebihi reverse osmosis dan distilasi. Aplikasi membran di industri susu memungkinkan peningkatan kualitas produk susu, pengembangan produk baru, serta meningkatkan efisiensi dan probabilitas proses. Tentu, masih banyak tantangan dalam operasi unit berbasis membran, khususnya berhubungan dengan fouling membran, pencucian, dan parameter efisiensi proses, seperti perolehan, kemurnian dan konsumsi energy (Wenten, 2014).
2. PROSES ELEKTRODIALISIS Proses elektrodialisis pertama kali diperkenalkan pada skala komersial untuk desalinasi air payau. Selain elektrodialisis (konvensional), banyak proses-proses berbasis membran penukar ion lainnya yang telah dikembangkan, antara lain elektrodialisis dengan membran bipolar, elektrodeionisasi, reverse elektrodialysis, sel desalinasi microbial, dll (Wenten dkk, 2014a). Pada proses elektrodialisis dan prosesproses elektro-membran lainnya, membran penukar ion merupakan komponen utama yang berperan sebagai kunci pemisahan. Berdasarkan muatannya membran penukar ion dapat dibagi menjadi membran kation, anion, dan bipolar (yang memiliki dua lapis dengan dua muatan yang berbeda). Membran penukar kation dan anion juga diklasifikasikan menjadi membran asam kuat dan basa kuat atau asam lemah dan basa lemah bergantung pada derajat dissosiasi dari gugus bermuatan di dalam larutan. Berdasarkan strukturnya, membran penukar ion komersial dapat dikelompokkan menjadi membran homogen dan heterogen. Pada membran homogen, gugus fungsi terdistribusi lebih merata di banding membran heterogen. Pada membran heterogen, gugus fungsi dibawa oleh partikel resin-resin penukar ion yang telah dihaluskan. Sedangkan polimer matriks yang biasanya bersifat inert membentuk struktur membran (Wenten dkk, 2014b). Membran penukar ion terbuat dari material makromolekul (skeleton) yang mengandung senyawasenyawa yang dapat terionisasi, contohnya resin ionexchange. Saat membrane terendam dalam pelarut yang dapat dipisahkan, seperti air, membrane yang berisi ion dan terikat kuat dengan skeleton, akan ternetralisasi dengan ion-ion bergerak dan muatannya berlawanan (counter ion). Counter-ions yang membawa arus listrik dalam membran bermuatan positif pada membran kation (CEM) dan bermuatan negatif pada membran anion (AEM). Keduanya bertukaran dengan difusi antara membran dan larutan sekelilingnya. Kedua membran ini 1
adalah monopolar yang berarti hanya permeable untuk satu macam ion. Gugus utama sebagai ion antara lain – SO3-, -COO-, -AsO32-, -PO32- untuk membran kation dan gugus alkil ammonium untuk membran anionik (NR3+ , -NHR2+ , -NH2R+). Membran bipolar dapat mendisosiasi air dengan adanya medan listrik. Membran bipolar teridri dari 3 lapisan yaitu (1) lapisan pertukaran anionik, (2) lapisan pertukaran kationik, (3) lapisan transisi hidrofilik. Selektivitas suatu membran adalah hasil dari tolakan elektrostatis, yang biasa disebut Donnan exclusion. Pada CEM (Cation-Exchange Membrane), anion akan ditolak oleh membran dan sedangkan kation akan menembus membran. Transpor spesi ionik melalui membran penukar ion terjadi dikarenakan adanya permeabilitas membran terhadap sepesies tersebut. Permeabilitas suatu membran bervariasi terhadap sifat ion. Beda permeabilitas berhubungan dengan difusi dan interaksi antara larutan dengan membran. Perpindaha ion dipengaruhi oleh difusi yang melalui membran dan difusi melalui film yang terbentuk pada permukaan antara membran dan larutan. Perpindahan massa pada membran ionic merupakan proses yang terdiri dari dua langkah yaitu: penurunan konsentrasi garam pada larutan encer oleh perpindahan ion dari lapisan pembatas membran (Nernst Equation) dan difusi ion ke lapisan yang terdesalinasi parsial (Fick’s First Law). 𝐼 ( 𝑡𝑚−𝑡𝑠) Nernst eq : 𝐽𝑒 = 𝐹 Jefluks ion oleh perpindahan elektron ts jumlah ion transport dalam larutan tmjumlah ion transport dalam membran 𝐷 (𝐶− 𝐶0 ) Fick’s First Law : 𝐽𝐷 = 𝛿 JDFluks ion oleh difusi Dkoefisien difusi Ckonsentrasi larutan C0konsentrasi larutan pada lapisan pembatas δtebal lapisan pembatas
larutan pada lapisan batas CEM diluat dan AEM diluat mendekati 0. Pada kondisi ini, fluks ion oleh difusi mencapai nilai maksimumnya: 𝐷𝐶 𝐽𝐷𝑚𝑎𝑥 = 𝛿 Pada kondisi ini, elektrodialisis mengalami transfer massa optimal. Jika beda potensial dinaikkan melebihi kondisi ini, arus listrik akan meningkat namun tidak untuk transfer massa. Penambahan arus listrik digunakan untuk mendisosiasi molekul air (Brun, 1989; Korngold, 1984). pH pada lapisan batas antara CEM-diluat dan AEM-konsentrat akan meningkat dan menurun pada lapisan batas AEM-diluat dan CEM-konsentrat (Brun, 1989; Jonsson and Boesen, 1984). Pada aplikasi demineralisasi, sel elektrodialisis beroprasi pada 2/3 arus listrik maksimum untuk mencegah pemisahan air (Mafart dan Beliard, 1992). Untuk kasus elektro-asidifikasi dengan elektrodialisis konvensional, arus listrik yang lebih tinggi dari batas maksimumnya harus digunakan untuk menghasilkan polarisasi konsentrasi pada permukaan membran dan larutan. Terdapat tiga model fisik proses disosiasi air yaitu efek Wien kedua, model berbasis fenomena protonasideprotonasi (Simons, 1979) dan model global (Strathmann et al, 1997). Berdasarkan hukum Ohm, konduktivitas elektrolit dalam larutan aqueous meningkat jika dikenakan medan listrik. Hasil observasi Wien, bahwa pada medan listrik yang tinggi, hukum Ohm tidak valid untuk larutan elektrolit. Pada elektrolit yang terdisosiasi rendah, mobilisasi ion dan derajat disosiasi meningkan seiring dengan peningkatan densitas medan listrik. Fenomena ini disebut second Wien effect. Model efek kedua Wien untuk membran bipolar menganggap bahwa air pada bipolar junction sebagai elektrolit lemah. Model ini menggunakan Onsager’s theory (1934) untuk kenaikan konstanta laju disosiasi elektrolit lemah karena adanya medan listrik eksternal. Aplikasinya pada membran bipolar dapat ditulis menjadi: 𝐼1 (√−𝑏 0 𝑘𝑑𝐸 = 𝑘𝑑 √2𝑏 dimana 𝑘𝑑𝐸 adalah konstanta laju disosiasi air dipengaruhi oleh medan listrik eksternal, 𝑘𝑑0 sebagai konstanta laju disosiasi air tanpa medan listrik eksternal, 𝐸 dan 𝑏 = 0,9636 𝜀𝑇 2 dimana E adalah medan listrik, T temperature dan 𝜀 adalah permitivitas relatif. Berbagai limitasi dari model efek kedua Wien adalah: secara eksperimental, hasil arus listrik tidak sesuai, teori Onsager dapat diaplikasikan hanya hingga 107-108 Vm1 , rotasi molekul air tidak diperhitungkan. Disosiasi air yang dipercepat juga disebabkan oleh reaksi reversible transfer proton antara gugus bermuatan dan air. Keberadaan gugus ionic menyebabkan konstanta laju disosiasi air lebih tinggi dibandingkan pada solusi bebas. Berdasarkan eksperimen, disosiasi air terjadi sebagian besar di permukaan anion- exchange membranes (Block and Kitchener 1966; Kedem. 1975). Hal ini mengindikasikan bahwa pemisahan air (water
Permeabilitas selektif suatu membran menyebabkan terjadinya polarisasi konsentrasi. Polarisasi konsentrasi menentukan batasan maksimum intensitas arus listrik (Bazinet, 1996; Jonsson and Boesen, 1984). Saat arus listrik dialirkan ke sebuah sel elektrodialisis, variasi profil konsntrasi di sekitar membran berada diantara zona turbuen pada larutan dan membran. Gradien konsentrasi dihasilkan pada lapisan membran dimana difusi menyebabkan adanya fluks komplementer ion-ion yang dibutuhkan untuk menjaga kestabilan arus listrik (Brun, 1989). Pada permukaan antara CEM encer dan AEM ecer, konsentrasi kation dan anion menurun. Sedangkan, pada permukaan antara CEM konsentrat dan AEM konsentrat, konsentrasi kation dan anion meningkat untuk memperkaya garam pada konsentrat. Kenaikan pada beda potensial yang disupply menyebabkan kenaikan pada densitas arus listrik dan gradien konsentrasi lapisan pembatas. Hal ini menyebabkan kenaikan pada driving force dan mengakibatkan naiknya fluks ion sampai konsentrasi 2
splitting) dilaksanakan pada fasa membran. Dengan AEM, disosiasi air menyebabkan protonasi reversible basic groups (weakly). Mekanisme disosiasi air menurut model ini :
air. Proton akan berpindah dengan cepat dibandingkan dengan ion hidroksil. Hal ini akan mengganggu elektronetralitas lapisan transisi dan menyebabkan adanya peningkatan medan listrik dan peningkatan migrasi ion hidroksil, sehingga memperlambat pergerakan proton. Dikarenakan adanya kekasaran permukaan polimer pada lapisan ion-exchange. Terdapat kemungkinan adanya daerah tipis netral (lapisan air) antara lapisan ion-exchange. Adanya daerah ini bergantung pada proses produksi membran bipolar. Pada sel elektrolisis membran, dua tipe proses kimia terjadi di elektroda, yaitu proses faradaic dan nonfaradaic.Proses faradaic untuk aliran listrik dan reaksi non-faradaic untuk arus eksternal. Proses faradaic ditentukan oleh transfer electron di permukaan elektroda-larutan. Oksidasi A A2+ + zemenyebabkan satu atau dua elektron hilang dan reduksi Bn+ + n e- B menyebabkan pengambilan satu atau lebih elektron. Pada anoda terjadi oksidasi dan katoda terjadi reduksi. Elektroda hanya berfungsi sebagai sumber (reduksi) atau rendaman (oksidasi) electron yang ditransfer dari atau ke spesi pada larutan. Transfer ini selalu terjadi pada permukaan elektroda. Level energi Fermi adalah potensial elektrokimia elektron pada elektroda. Level energy larutan atau potensial redoks pada elektroda. Dengan mengubah potensial yang digunakan, yang menyebabkan berubahnya level Fermi, elektroda akan mensupplay electron pada kasus reduksi dan membuang electron pada oksidasi. Proses non-faradaic memperhatikan mekanisme adsorpsi dan desorpsi yang terjadi selama elektrolisis dan memvariasikan struktur permukaan larutanelektroda sehubungan dengan beda potensial yang digunakan dan komposisi larutan (Bard dan Faulkner, 1983). Permukaan antara larutan dan elektroda berfungsi sebagai kondensor, terbuat dari dua plat metal dan dipisahkan oleh material dielektrik. Muatan kondensor terdiri dari electron berlebih pada satu plat dan kekurangan electron pada plat lainnya. Daerah dimana spesi bermuatan dan dipol terorientasi pada permukaan antara larutan dan elektroda disebut electric double layer. Lapisan pertama yang dekat dengan elektroda disebut lapisan internal. Lapisan internal mengandung molekul pelarut dan kadang beberapa spesi yang secara spesifik terabsorb. Ion yang teradsorb kehilangan solvasinya dan mendekat ke elektroda. Bidang yang melalui pusat elektrik dipol dan ion teradsorbsi disebut bidang Helmholtz dalam. Lapisan kedua berisi ion tersolvasi dan ion-ion yang teradsorbsi (tidak spesifik) yang tidak dapat mendekati elektroda pada jarak tertentu. Bidang Helmholtz luar melalu pusat ion-ion ini Lapisan ketiga disebut daerah difusi dimana letaknya diluar dari bidang Helmholtz luar, berekspansi ke larutan pelat. Ketebalan lapisan difusi bergantung pada konsentrasi ion global pada larutan. Reaksi sederhana yang terjadi pada sel elektrolisis adalah transfer massa rektan ke elektroda, transfer electron pada elektroda dan transfer massa produk reaksi ke larutan. Reaksi kompleks yang terjadi adalah transfer
&
dimana B adalah basa netral, BH+ center aktif katalitik (umumnya grup muatan membran anion-exchange), Agrup muatan membran cation-exchange dan AH adalah asam netral. Model global merupakan kombinasi dari efek kedua Wien, protonasi-deprotonasi fenomena dan ketebalan zona reaksi λ. Asumsi-asumsi yang digunakan pada model global: 1. Disosiasi air terjadi pada lapisan transisi membran dan ion terdisosiasi yang keluar dari daerahnya diisi kembali oleh kesetimbangan disosiasi air :
2. Disosiasi air dipercepat oleh medan listrik, sesuai dengan efek kedua Wien. 3. Proton dan ion hidroksil terbentuk dikeluarkan dari daerah transisi dengan migrasi 4. Arus listrik diukur dari fluks migrasi proton atau ion hidroksil 5. Penurunan potensial baik pada lapisan anion dan kation exchange membran bipolar diabaikanm sehingga potensial yang melalui membran bipolar sama dengan yang melalui lapisan transisi. Maka, dengan medan listrik yang lemah, ion-ion garam bermigrasi dari lapisan transisi membran bipolar ke daerah transisi antara dua lapisan ion-exchange. Saat medan listrik meningkat, lapisan transisi tidak lagi mengandung garam dan batas maksimum arus telah tercapai. Batasan densitas arus listrik bergantung pada permselektivitas membran bipolar. Saat arus listrik berlebih dari batas maksimumnya, disosiasi air akan terjadi dan arus listrik dialirkan oleh proton dan ion-ion hidroksil. Proton dan ion-ion hidroksil yang dipindahkan dari daerah transisi diisi kembali oleh kesetimbangan disosiasi air. Sehingga, terbentuk gradien konsentrasi air diantara lapisan transisi dan bagian sebelahnya yang menghasilkan difusi molekul air ke lapisan hidrofilik. Berdasarkan model ini, untuk gugus basa kuat, protonasi terjadi sangat cepat namun deprotonasi terjadi sangat lambat. Untuk gugus asam kuat, semua senyawa tetap terdisosiasi pada benuk deprotonasi. Sehingga, reaksi transfer proton dapat terjadi dan memperkuat disosiasi 3
proton-elektron, reaksi parallel, atau permukaan elektroda yang termodifikasi. Dengan begitu, untuk campuran organic, pertukaran electron menyebabkan terjadinya pembentukan atau pemutusan ikatan kovalen. Ion-ion tersolvasi berpindah dengan kecepatan yang berbeda, bergantung pada muatan dan ukurannya. Selama difusi berlangsung untuk seluruh spesi, migrasi hanya mempengaruhi spesi bermuatan. Transfer massa adalah perpindahan material dari satu titik dalam larutan ke titik lain dan menghasilkan beda potensial antara dua poin tersebut. Transfer massa utama pada reaksi kimia adalah migrasi dan difusi. Selama elektrolisis, total arus adalah jumlah dari kontribusi tiap spesi. Arus dari tiap spesi memiliki komponen difusinya masing-masing dikarenakan gradien konsentrasi dan komponen migrasi masing-masing yang berhubungan dengan gradien potensial elektrik. Jika transfer massa yang melalui lapisan batas elektroda terlalu lambat, maka spesi reaktif akan kurang di permukaan elektroda, sehingga potensial meningkat dan efisiensi arus berkurang. Polarisasi konsentrasi meningkat dengan meningkatnya densitas arus listrik dan menurunnya konsentrasi reaktan hingga mencapai batas maksimum arus. Aplikasi elektodialisis dan prinsip dilusi-konsentrasi pada industry susu sebagian besar terdapat pada demineralisasi susu dan produk sampingan susu.
mengontrol konsentrasi asam propionat dan menjernihkannya. Penggunaan elektrodialisis meningkatkan laju volumetrik produksi asam propionate dari 0,033 ke 2,2 g/Lh dan mengeliminasi inhibisi pertumbuhan mikroorganisme, yang menyebabkan terbentuknya konsentrasi asam berlebih. Produksi asam laktat secara kontinyu dari permeat whey juga terjadi dalam proses pada 3 operasi berbeda dalam bioreaktor, modul UF, dan sel ED. Pad UF, seluruh biomassa didaur ulang dan pemisahan spesi yang massa molekulnya rendah terjadi, sehingga terdapat fermentasi laktosa yang bertindak sebagai agen inhibitor. Produk ini kemudian diekstraksi dan dipekatkan secara kontinyu dengan ED. Proses ini dilakukan dengan kultur campuran Lactobacillus helveicus dan Streptococcus thermophillus. Produktivitas final tanpa ED adalah 17,3 g/Lh dengan konsentrasi asam 40 g/L. Sedangkan, dengan sel ED, konsentrasi final larutan laktat meningkat hingga 130 g/L.
3. DEMINERALISASI EFLUEN SUSU Garam-garam mineral mempengaruhi rasa, fungsi dan nilai dari produk whey. Selama proses demineralisasi, whey yang telah diskimmed dan dipasturisasi dibentuk menjadi konsenratnya. (Higgins and Short, 1980) sebelum dielekorilisis. Johston menemukan efek positif dari pemekatan whey sebelum elektrodialisis yang berhubungan dengan konduktivitasnya. Konduktivitas tinggi dibutuhkan untuk mengoperasikan sistem elektrodialisis, karena akan mengurangi hilang energi saat efisiensi proses meningkat. Sistem dengan konduktivitas tinggi akan menyebabkan skala migrasi ion yang besar dan hambatan listrik yang rendah. 90-95 % demineralisasi dapat dilakukan dengan me- resirkulasi whey dalam sel elektrodialisis. Maksimum laju demineralisasi terjadi pada pH 4,6. Pada proses demineralisasi susu skim, elektrodialisis mereduksi level abu total dan menaikkan rasio kalsium/fosfat dalam bubuk skim milk. Elektrodialisis juga dapat meningkatkan stabilitas susu skim beku (-8°C dari 1-17 wk) dengan pengurangan kalsium lebih dari 40% dan stabilitas konsentrat protein susu skim (53wk) dengan demineralisasi kalsium sebanyak 70%. WPC (35% protein) di demineralisasi dengan elektrodialisis di Jepang dan Amerika. WPC terdesalinasi dicampurkan dengan laktosa dan susu bubuk nonfat (Batchelder, 1986).
Gambar 1. Operasi Membran Bipolar ED dilakukan untuk mengekstraksi asam laktat. Sodium hidroksida juga dihasilkan selama proses terjadi. Produksi asam laktat secara kontinyu menghasilkan kerugian yaitu clogging pada membran UF, menyebabkan restriksi drastic pada aliran permat. Terlebih lagi, daur ulang asam organik dari fermentasi dapat mengeliminasi kation. Fermentasi pada umumnya lebih efisien pada pH yang secara signifikan diatas pKa asam yang terbentuk (Glassner, 1992). Bipolar membran mampu mengeliminasi masalah kation dalam larutan yang timbul karena asam organic. Membran bipolar mampu membuat garam terpisah menjad larutan basa dan garamnya. Membran bipolar digunakan pada proses pemisahan air dan daur ulang asam organic juga mengontrol pH cairan dalam industri susu. ED Bipolar membran digunakan dalam fermentasi dan isolasi asam laktat. Cairan fermentasi di ultrafiltrasi untuk mempertahankan substan berisi kultur bakteri dan protein whey nonhyrolyzed dan agar metrial terlarut dapat lewat, termasuk asam laktat terbentuk pada proses fermentasi. Amoniak digunakan untuk mengontrol pH fermentasi, sehingga asam laktat berada dalam bentuk amonium laktat. Eluat dari pertukaran ion dipekatkan dalam proses ED dua langkah. Langkah pertama menggunakan membran ED konvensional dan langkah kedua ED menggunakan membran bipolar. Pada tahap kedua proses ED, membran bipolar memisahkan garam terbentuk kedalam larutan asam laktat, asam inorganic
4. DEASIDIFIKASI DAN PRODUKSI ASAM Asam propionate diproduksi melalui fermentasi kontinyu sweet whey dalam membran reaktor. Elektrodialisis (0,65 A dan 40 V) digunakan untuk 4
dan ammonium hidroksida. Ammonium laktat dikonversi menjadi ammonium hidroksida dan asam laktat dalam dua aliran terpisah. Keselurahan daur ulang asam laktat tinggi (85-90%), berdasarkan jumlah gula yang ditambahkan ke fermentor. Asam laktat dapat dmurnikan dan dipekatkan ke konsentrasi yang diinginkan menggunakan falling film evaporator vakum multitahap. Perkembangan berbasis proses ini digunakan juga dalam proses isolasi. Setelah ultrafiltrasi, permeat diasamkan sehingga pH nya menjadi dibawah pKa asam laktat. Sehingga, ion laktat bebas bergabung dengan ion hydrogen dan membentuk asam laktat. Larutan asam ini kemudian dibawa ke proses nanofiltrasi atau reverse osmosis untuk mempertahankan ion muatan divalen dan molekul yang lebih besar dari 180 g/mol. Permeat yang tidak mengandung kalsium dan magnesium kemudian dielektrodialisis dimana membran bipolar dan membran yang selektif pada ion memisahkan garam anorganik dari asam laktat. Maka, asam laktat terdaur ulang ke aliran masuk kembali. Konfigurasi ED membran bipolar bervariasi. ED membran bipolar dapat beroperasi menggunakan konfigurasi 3 kompartmen (memisahkan aliran brine, basa dan asam) atau menggunakan konfigurasi dua kompartmen (hanya kation atau anion yang dikeluarkan dari laju alir masuk dan digantikan dengan proton atau ion hidroksida). Proses produksi asam laktat yang telah berkembang ini menjadikannya simple dan tidak mahal serta laju recovery asam laktat yang membutuhkan tahap-tahap yang lebih sedikit. Kelebihan lainnya adalah: Tidak menggunakan senyawa kimia untuk meregenerasi material pertukaran ion Efisiensi operasi tinggi Seluruh efluen aliran dapat di daur ulang Reduksi limbah, hanya Ca/Mg ion dan campuran berwarna ED Membran Bipolar juga digunakan untuk mengontrol keasaman produk susu yang mengandung fasa aqueous. Untuk pengontrolan pH, larutan disirkulasi pada sisi kationik BPM, dimana ion H+ dihasilkan untuk menurunkan pH pada sisi anionik, dimana OH- diroduksi untuk meningkatkan pH. Larutan disirkulasi dalam ED tiga kompartmen (8 – 75 °C). Proses ini menyederhanakan teknologi produksi, mengurangi biaya dan mengeliminasi kemungkinan ledakan. Terdapat tiga tahap pada proses penjernihan limbah produk susu. Tahap pertama, limbah direaksikan dengan basa untuk membuat presipitasi. Tahap kedua, limbah dimasukkan ke dalam reactor fermentasi dan fermentasi broth menyebabkan terjadinya penjernihan kedua. Di dalam fermenter, laktosa dan gula dikonversi menjadi asam laktat menggunakan bakteri asam laktat. Pada tahap ketiga, permeat dimasukkan ke dalam sistem elektroialisis via unit nanofiltrasi atau penukar ion selektif untuk membuang residu kalsium. Pada tahap ini, konsentrasi asam laktat pada limbah direduksi dan limbah yang terproduksi memiliki nilai COD yang sangat rendah. Penggunaan ED membran bipolar juga dapat mengisolasi asam bebas berkonsentrasi tinggi dan memurnikan langsung dari larutan fermentasinya.
Sebagai produk ketiga dalam kasus ini, larutan basa terbentuk, yang mana dapat meningkatkan pH selama pretreatment atau tahap pertama dilakukan. Alternatifnya, larutan basa dapat digunakan untuk meregulasi pH fermenter. 5. PRODUKSI FRAKSI KAYA PROTEIN Dua karakteristik utama ED adalah menurunkan konsentrasi ionic (desalinasi) dan menaikkan konsentrasi ionic (salting out effect). Dua karakteristik ini merupakan basis baru dalam teknologi fraksinasi protein. Keduanya dapat digunakan untuk metode pemurnian dengan mengeiliminasi pengotor yang tidak larut pada kekuatan ion yang rendah ataupun kuat, atau secara sederhana dengan memisahkan protein secara selektif. Pemisahan dapat dilakukan melalui ED dengan penyesuaian pH untuk mencapai titik isoelektrik protein yang secara konsekuen dapat membentuk presipitasinya. Protein yang tidak bermuatan tidak dapat bermigrasi. Metode separasi pangayaan fraksa β-laktoglobulin dan α-laktalbumin dari whey dikembangkan oleh Amundson (1982). Pertama, protein whey dipekatkan dengan UF untuk menghilangkan air, garam, laktosa dan senyawa yang berat molekulnya rendah. pH konsentrat diatur pada pH 4,65 dengan konsentrat HCL atau NaOH sebelum demineralisasi ED untuk mengekstraksi ion molekular rendah. Presipitasi akan terbentuk yang secara garis besar mengandung β-laktoglobulin. Presipitat ini dipisahkan dari fraksi α-laktalbumin dengan sentrifugasi. Dengan metode ini, larutan protein terdesalinasi dengan hilang terlarut minimum. Proses Pearce adalah proses berbasis separasi termal protein whey. Dalam proses ini, whey diproses untuk mereduksi gravitasi spesifik dan kekuatan ioniknya. Kemudan, whey dipanaskan pada temperature 55 – 70 °C selama paling sedikit 30 detik agar agregasi αlaktalbumin terjadi. Kemudian α-laktalbumin diambil kembali dengan sentrifugasi, sedangkan β-laktoglobulin tetap terlarut. Elektroasidifikasi Membran Bipolar (BMEA) menggunakan membran bipolar untuk memecah air dan membran monopolar untuk demineralisasi. Saat arus melewati membran bipolar, konduksi elektrik didapatkan dengan transport H+ dan OH- yang dihasilkan dari elektrodisosiasi air. pH larutan pada sisi kationik akan berkurang. Pada saat yang bersamaan, satu kation terasidifikasi harus melewati membran pertukaran kation unutuk menjaga larutan agar netral, sehingga terjadi demineralisasi. Larutan protein whey terisolasi (WPI) dengan konsentrasi yang berbeda tersirkulasi dalam sepasang konfigurasi sel pada lapisan kationik membran bipolar. Elektro-asidifikasi terjadi dalam proses partaian (batch) menggunakan densitas arus 20 mA/cm2, dan setelah mencapai 60 V, potensial dijaga konstan. Nilai pH larutan menurun dari pH 6,8 ke 4,6. Proses ini mampu memisahkan 98% fraksi βlaktoglobulin murni. ED dan desanilasi BMEA untuk fraksinasi protein memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan metode konvensional. Proses ini mampu memberikan 5
daur ulang garam secara cepat dan terkontrol tanpa melakukan pengenceran produk terlebih dahulu. ED dan BMEA mampu memekatkan garam pada suatu larutan sembari mendesalinasi larutan lainnya.
digunakan untuk kontrol pH reservoir, sedangkan sisanya dialirkan ke pipa untuk proses produksi. Pada kondisi ini, clotting tidak menyebabkan agregat banyak terbentuk. Namun, micelle (agregat molekul pada bentuk koloid) terbentuk dapat lewat ke larutan koloid. Sehingga, cairan homogeny yang cukup dapat membuat transfer ke tahap-tahap berikutnya terjadi. Elektrolisis air dengan membran monopolar memiliki efisiensi elektrik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan membran bipolar. Susu skim disirkulasi dalam konfiguras tiga pasang sel dan elektroasidifikasi membran bipolar dilakukan melalui proses batch dengan densitas arus 20 mA/cm2. Asidifikasi secara kimia memberikan efek salting-in dari penambahan garam, sedangkan BMEA memindahkan garam melalui demineralisasi elektrokimia, menyebabkan presipitasi protein. Maka, pada pH 4,6, seluruh kasein membentuk presipitasi oleh BMEA, sedangkan tidak seluruhnya membentuk presipitasi pada asidifikasi kimia (Bazinet, 2002). Produk yang dihasilkan oleh BMEA harus mengandung banyak mineral untuk dapat menghasilkan konduktivitas elektrik yang baik agar hambatan global dari sel ED tereduksi. Efesiensi elektrik dari elektroasidifikasi susu skim akan menurun saat tidak terdapat cukup ion-ion bebas, seperti potassium. Penambahan sejumlah garam ke susu skim akan meningkatkan efisiensi elektrik. BMEA adalah alternative baru untuk memproduksi isolasi susu bovine kasein dengan kemurnian yang tinggi. Kekurangan dari BMEA adalah biaya alat yang mahal. Perkembangan teknologi BMEA akan membantu meminimalisir biaya membran bipolar dan sel elektrodialisis. Dua masalah utama penggunaan BMEA pada skala industryi adalah fouling pada pemisah dan membran kationik. Selama BMEA proses terjadi, curd protein terbentuk akan menyebabkan fouling pada pemisah oleh resirkulasi dan akumulasi agregat protein pada pemisah. Pemisah yang digunakan dalam ED untuk BMEA tidak didesain untuk presipitasi protein, karena ketebalan pemisah sangat kecil untuk mengurangi hambatan elektrik.
6. PREPARASI KASEINAT ASAM Dua macam utama kasein yang biasanya diproduksi dalam industry adalah rennet dan asam kasein. Pada produksi asam kasin, tiga prosedur utama yang digunakan berbasis presipitasi isoelektrik kasin oleh zat kimia, pertuaran ion atau fermentasi asidifikasi (Rialland and Barbier, 1980). Teknik lain yang kadang digunakan untuk produksi asam kasein: asidifikasi susu oleh pertukaran ion dan asam, elektrodialisis susu skim diikut asidifikasi, asidifikasi oleh elektrolisis air pada permukaan anion monopolar pada membran pertukaran kation yang disusun dalam sel elektrodialisis dan elektroasidifikasi membran bipolar (Bazinet,2002). Keuntungan menggunakan metode ED adalah produksi whey asam dengan konten mineral tereduksi. Whey asam ini lebih siap untuk diutilisasi dibandingkan dengan whey asam yang diproduksi melalui proses asidifikasi biasa (Southward, 1993; Mulvihill, 1989). Dalam produksi asam kasein, pH susu berkurang ke titik isoelektrik kasein dengan penambahan asam kuat. Konsentrasi H+ meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi klrodia, sulfat, nitrat atau laktat. Untuk menggunakan whey dari produksi hidroklorik kasein, dibutuhkan demineralisasi terlebih dahulu untuk mengurangi muatan mineral. Whey yang terbentuk dari kasein hidroklorik mengandung 12 – 14 % (w/w basis kering) mineral dan sekitar 7 – 8 % klorida. Prosedur industrial yang telah digunakan adalah oleh Laiterie Triballat (1979) yang meliputi coupling ED dengan asidifikasi oleh zat kimia. Susu skim terasidifikasi oleh sel ED dengan proses partaian pada range pH 4,9 – 5,0. Jika pH larutan menurun, pH local dari sebagian susu skim yang berkontak langsung dengan membran kationik akan mencapai titik isoelektrik kasein dan akan berkoagulasi secara langsung. Hal ini menyebabkan pada aplikasi industrialnya, dibutuhkan susu skim yang diproses oleh ED dan di resirkulasi kembali ke sel ED untuk mengontrol penurunan pH. Setelah proses ini selesai, susu akan dipisahkan dari sel ED saat pH mencapai 4,6. Kemudian, produksi whey dilakukan dengan penekanan dan pengeringan untuk memproduksi bubuk kasein. Pada proses ini, disarankan untuk menghindar dari kontaminasi bakteri.Proses ini berjalan pada temperatur antara 4 – 10 °C. Jika temperature diatas 10 °C, susu akan menumpuk pada membran. ED digunakan untuk mempreparasi kaseinat asam dari susu segar (Bolzer, 1985). Setelah dilakukan skimming secara sentrifugal, susu disirkulas ke sel elektrodialisis tiga kompartmen. Kation tereliminasi dan pH larutan menurun karena terbentuknya proton oleh disosiasi molekul air pada permukaan pertukaran ion pada membran. Reservoir utama mengandung kasinat pada pH 2,5 digunakan sebagai pengontrol pH proses. Setelah mengalami proses dengan merubah pH larutan, kaseinat yang sangat asam
7. KESIMPULAN Susu mengandung campuran senyawa-senyawa kompleks, seperti lemak, protein karbohidrat, vitamin dan mineral. Proses elektrodialisis telah diaplikasikan untuk mengubah, memurnikan, dan memisahkan komponen-komponen susu. Proses berbasis membran telah lebih banyak diaplikasikan dibandingkan dengan elektrolisis. Hal ini karena mekanisme di dalam membran telah dikuasai dan dapat diaplikasikan tanpa adanya kesulitan teknis. Sedangkan, mekanisme proses elektrodialisis merupakan mekanisme kompleks. Aplikasi elektrolisis terbatas karena adanya keterbatasan pengetahuan reaksi redoks yang terjadi pada komposisi makanan yang berbeda. Hal ini karena reaksi redoks saat ditinjau pada tingkat molekular akan mudah namun saat komposisi diubah akan terjadi peningkatan kompleksitas reaksi. Namun, fenomena elektrolisis memiliki potensi yang besar pada industri makanan. 6
DAFTAR PUSTAKA REFERENCES Bazinet, L., Lamarche, F., Labrecque, R., Toupin, R., Boulet, M., and Ippersiel, D. 1996. Systematic study on the preparation of a food grade soyabean protein. Report for the Canadian Electricity Association n 9326 U 987, Research and Development, Montreal. Bazinet, L., Lamarche, F., Ippersiel, D., and Amiot, J. 1999. Bipolar membrane electro-acidification to produce bovine milk casein isolate. J. Agric. Food Chem., 47:5291–5296. Block, M. and Kitchener, J.A. 1966. Polarization phenomena in commercial ion-exchange membrames. J. Electrochem. Soc., 113(9), 947-953. Boyaval, P., Seta, J., and Gavach, C. 1993. Concentrated propionic acid production by electrodialysis. Enzyme Microbe Technology, p.683–686. Brett, C.M.A. and Oliveira-Brett, A.M. 1994. Electrochemistry: Principles, Methods, and Applications. Oxford University Press, New York. Glassner, D. 1992. ED Applications in Biotechnology. In: Proceedings 10th. Annual Membrane Technology Planning Conference. Business Communications, Norwalk, USA. Higgins, J.J. and Short, J.L. 1980. Demineralization by electrodialysis of per- meates derived from ultrafiltration of wheys and skim milk. N. Z. Jl. Dairy Sci. Technol. P. 277–288.
Jonsson, G. and Boesen, C.E. 1984. Polarization concentration in membrane processes. In: Synthetic Membrane Process.. Bedford G., Ed., Academic Press, New York. p. 101–130 Kedem, O. 1975. Reduction of polarization in electrodialysis by ion-conducting spacers. Desalination. 16(1), 105-118. Korngold, E. 1984. Electrodialysis-membranes and mass transport. In: Syn- thetic Membrane Process. Bedford G., Ed., Academic Press, New York. p. 191–220. Korngold, E., De Ko ̈ro s̈ y, F., Rahav, R., and Taboch, M.F. 1970. Fouling of anionselective membranes in electrodialysis. Desalination, p.195–220. Onsager, L. 1934. Deviations from Ohm’s law in weak electrolytes. J. Chemistry Physics, p. 599–615.
Mulvihill, D.M. 1989. Caseins and caseinates: Manufacture. In: Developments in Dairy Chemistry, Vol. 4,.Fox, P.F. Ed. Elsevier Applied Science Publishers, London.
p. 97–129. Pearce, R.J. 1983. Thermal separation of β-lactoglobulin and α-lactalbumin in bovine cheddar cheese whey. Aust. J. Dairy Technol., p.144–149.
Pearce, R.J. 1987. Fractionation of whey proteins. Aust. J. Dairy Technol., 42:75– 78.
Pearce, R.J. 1988. Fractionation of whey proteins. Bull. Int. Dairy Fed., p.150– 153.
Simons, R. 1979a. The origin and elimination of water splitting in ion-exchange membranes during water demineralisation by electrodialysis. Desalination. 28(1), 41-42. Simons, R. 1979b. Strong electric fields effects on proton transfer between membrane-bound amines and water. Nature. Simons, R. 1984. Electric field effects on proton transfer between ionizable groups and water in ion exchange membranes. Electrochim. Acta. 29(2), 151-158. Strathmann, H., Krol, J.J., Rapp, H.-J., and Eigenberger, G. 1997. Limiting current density and water dissociation in bipolar membranes. J. Membr. Sci., 125(1), 123-142. Strathmann, H., Rapp, H. J., Bauer, B., Bell, C. M. 1993. Theoritical and practical aspects of preparing bipolar membranes. Desalination. 125(1), 123-142. Wenten, I.G.; Khoiruddin; Aryanti, P.T.P.; Hakim, A.N.; (2010). “Pengantar Teknologi Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Wenten, I.G., (2014). “Intensifikasi Proses Berbasis Membran.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Wenten, I.G.; Hakim, A.N.; Khoiruddin; (2014 a). “Elektrodialisis.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung Wenten, I.G.; Hakim, A.N.; Khoiruddin; (2014 b). “Peristiwa Perpindahan dalam Membran Penukar Ion.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung. Wenten, I.G.; Aryanti, P.T.P.; (2014). “Teknologi Membran dalam Pengolahan Pangan.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.
7