Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
Review Proses compounding serat alam-termoplastik di industri Asmuwahyu Saptorahardjo* PT. Inter Aneka Lestari Kimia Jln. Balaraja Barat km 24.5 Tangerang *email korespondensi:
[email protected] Abstrak Terdapat tiga masalah penggunaan serat alam sebagai penguat pada matriks termoplastik yang harus diatasi. Pertama, suhu operasi mesin pengekstrusi perlu dijaga pada suhu relatif rendah. Hal ini berkaitan dengan potensi degradasi suhu serat alam yang bisa membatasi jenis termoplastik sebagai matriks. Kedua, kadar air yang tinggi pada serat alam. Hal ini dapat menyebabkan proses dispersi serat alam pada matriks termoplastik tidak berlangsung secara efektif, bahkan menimbulkan ketidak- stabilan pada dimensi produk akhir. Ketiga, serat alam umumnya bersifat hidrofilik dan polar, sehingga tidak kompatibel dengan matriks termoplastik yang bersifat non-polar. Untuk meningkatkan pembasahan serat, permukaan serat alam perlu dimodifikasi sehingga menjadi lebih hidrofobik atau perlu digunakan aditif compatibiliser pada formulasi bahan compound. Ketiga masalah ini pada praktek di industri diuraikan dalam paper ini. Kata kunci: compounding; mesin pengesktrusi; polimer; serat alam; termoplastik Natural fibre-thermoplastics compounding process on industry There are three major challenges on utilization of natural fiber as reinforcement agent on thermoplastics matrix. First is temperature operation of extruder that require low temperature maintenance. This is due to thermal degradation potency on natural fiber which consequence to the limitation of thermoplastics type as the matrix. Second is high moisture content of natural fiber. The high amount of moisture content on natural fiber lead to ineffective dispersion process as well as unstable dimension of end products. Third is incompatibility between natural fiber which is hydrophilic and polar with thermoplastic that non-polar. In order to increase the wettability of fiber, modification on fiber surface is necessary. Thus fiber become more hydrophobic. Alternative on minimalize the incompatibility is addition of compatibilizer material in compound. Those three challenges on industrial process are described in this paper. Keywords: compounding; extruder; natural fiber; polymer; thermoplastic Pendahuluan Material komposit tersusun atas matriks, fasa kontinyu bermodulus relatif rendah dapat berupa thermoplastik yang diperkuat melalui tertanamnya komponen bermodulus tinggi sebagai fasa diskontinyu. Komponen bermodulus tinggi ini pada umumnya adalah serat yang ikut memikul beban stres, sedangkan matriknya mengikat komponen bersama dan bersifat kontinyu, yaitu mendistribusikan beban pada fiber sesuai dengan fraksi volume komposit. Keunggulan material ini adalah sifat mekaniknya yang kuat, resistensi terhadap korosi, ringan, dan dapat difabrikasi, sehingga menjadikan kebutuhan komposit semakin tumbuh. Kandungan serat alam, seperti selulosa, lignoselulosa, memiliki kerapatan rendah, sekitar 1,41,5 g/cm3, mudah didegradasi, konsumsi energi rendah, dan biaya bahan relatif rendah. Kekuatan lebih rendah bila dibandingkan dengan serat sintetik mekaniknya (lihat di Tabel 1). Sehingga sampai saat ini, aplikasinya bukan untuk menyaingi produk yang telah mempergunakan serat sintetik dengan modulus 12
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
sangat tinggi, namun, karena didorong oleh kebutuhan industri terhadap produk yang makin ringan dan isu lingkungan (Thompson et al., 2009; Saptohardjo, 2015). Serat alam mulai dipertimbangkan untuk mengganti serat gelas pada komponen otomotif juga pada produk konstruksi. Kerapatan serat alam jauh lebih rendah dibanding serat gelas, sehingga diperoleh kenaikan rasio kekuatan terhadap berat pada produk dengan penguat serat alam dibandingkan dengan penguat serat gelas. Tabel 1.Perbandingan kekuatan mekanik serat Kerapatan (g/cm3)
Pemuluran (%)
Kuat Tarik (MPa)
Modulus Elastik (GPa)
Katun
1.5
7.0
40
5.5 -12.6
Jute
1.3
1.5-1.8
39.3-773
26.5
Kenaf
1.45
1.6
930
53
Sisal
1.5
2.0-2.5
511-635
9.4-22
E-glass
2.5
0.5
2000-3500
70
Serat
Diadaptasi dari Ku at al. (2011) Tabel 2. Sifat beragam termoplastik Sifat Kerapatan (g/cm3)
PP
LDPE
HDPE
PS
0.89 - 0.92
0.91-0.92
0.94-0.95
1.04-1.06
Tm (°C)
162- 170
105-110
130-140
-
Kuat Tarik (MPa)
26 - 41.4
40-78
14.5-38
25-69
0.94 - 1.77
0.055-0.38
0.4-1.5
1-2.5
Modulus Elastik (GPa)
Diadaptasi dari Ku at al. (2011) Selain beberapa sifat yang menguntungkan, serat alam memiliki tiga kelemahan utama bila ingin dijadikan komposit dengan termoplastik, yakni: a. Serat alam mudah terdegradasi pada kondisi shear extrusion thermoplastic (Tabel 2). Pada umumnya untuk memproses bahan termoplastik, titik leleh menjadi petunjuk kondisi pemanasan dalam mesin pengekstrusi (extruder). Untuk mempercepat pelelehan dan menurunkan viskositas bahan termoplastik, suhu pada zona kompresi serta daerah supply lelehan, sekitar 50 °C diatas titik leleh. Sehingga kondisi untuk memproses serat alam dengan PP disarankan pada suhu sekitar 215 °C. b. Serat alam bersifat hidrofilik. Kandungan air pada serat alamiah antara 5-10% (Rowell et al., 1997; Clemons & Caufield, 2005). Pemrosesan serat bersama bahan termoplastik dengan kandungan air sebanyak ini akan menyebabkan ketidak-stabilan proses, bahkan produk yang dihasilkan menjadi sangat berpori. c. Serat alam tidak kompatibel dengan termoplastik, sehingga dispersinya buruk. Hal ini diakibatkan oleh serat alam yang memiliki gugus kimia yang polar seperti gugus hidroksil, sehingga tidak kompatibel sebagai campuran termoplastik yang bersifat non polar. Tiga keterbatasan inilah yang harus diatasi untuk menghasilkan komposit dengan kualitas yang konsisten. Pada pemakaian serat alam sebagai penguat pada bahan termoplastik, sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kekuatan mekanik. Lain halnya pada pemakaian termoplastik untuk menggantikan bahan tepung kayu pada WPC (Wood Plastic Composite). Kelemahan kayu yang memiliki sifat hidrofilik dan mudah mengalami serangan jamur dapat diatasi dengan meng-encapsulasi serat kayu dengan material termoplastik yang bersifat hidrofobik. Preparasi tepung kayu ini dapat 13
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
menurunkan secara nyata aspek rasio dari serat selulosa. Pada situasi ini tepung kayu bersifat sebagai pengisi (filler). Degradasi suhu serat alam dan proses compounding dalam mesin pengekstrusi Secara industri, produksi bahan compound serat alam-termoplastik mempergunakan teknik pemrosesan termoplastik yang dikenal sebagai ekstrusi, yakni teknik pencampuran sampai tingkat dispersi yang membuat material tersebut bersifat sebagai komposit. Pada proses ini termoplastik sebagai matriks kontinyu harus meleleh, sedangkan fasa serat perlu terdispersi secara merata, terbenam dengan orientasi matriks seseragam mungkin. Proses pelelehan termoplastik ini mempergunakan dua sumber energi, yakni pemanasan melalui heater di barrel dan pemanasan melalui konversi energi mekanik dalam bentuk putaran (screw) menjadi beban (shear), dan selanjutnya terkonversi menjadi shearing heat, yang akan menaikkan suhu material dalam proses ekstrusi sampai pada tahap pencapaian titik leleh termoplastik. Gambar 1 memperlihatkan skema susunan mesin, mulai dari motor, gearbox, hopper untuk memasukkan material, venting pengeluaran udara, barrel extruder sampai ke waterbath untuk mendinginkan.
Gambar 1.Skema susunan mesin pengekstrusi (extruder). Suhu proses terbatas pada sekitar 200 0C Rowell et al., 1997; Clemons & Caufield, 2005), meskipun dengan waktu tinggal yang singkat dapat diproses pada suhu diatasnya (Saheb & Jog, 1999). Degradasi suhu serat alam dapat mulai terjadi pada suhu 220 0C, yaitu saat komponen hemiselulosa mulai terurai. Teknik analisis TGA (Thermogravimetric Analysis) dapat mengkonfirmasi suhu degradasi ini (Rowell et al., 1997). Akibat degradasi suhu, terjadi perubahan warna dan timbul masalah organoleptik. Degradasi suhu juga dapat menurunkan kekuatan mekanik dari material komposit yang dihasilkan. Selain itu, dapat menimbukan porositas pada campuran yang diakibatkan oleh evaporasi material organik yang volatil dan evaporasi air dari dalam bahan baku serat. Bila barrel extruder ini dibuka (Gambar 2), didalamnya terdapat sepasang screw yang digunakan untuk melelehkan dan mencampur bahan baku (compounding). Bahan baku yang diumpankan umumnya melalui pengumpanan gravimetrik, yaitu melalui hopper (Gambar 1), sebagai campuran padatan yang bersifat free flowing. Campuran di dalam barrel mulai terdorong oleh screw yang bersifat conveying dari daerah feeder bersuhu relatif rendah ke daerah bersuhu lebih tinggi. Bentuk ulir dan ukuran shaft memberikan efek kompresi, menaikkan shear dan meningkatkan suhu material. Sehingga saat suhu leleh terlewati, dengan segera polimer meleleh dengan cepat. Peristiwa tersebut dapat terjadi pada sepertiga dari panjang screw. Barrel mulai terisi penuh pada daerah dengan kompresi tinggi ini dan mulai memberikan tekanan balik ke arah motor. Untuk mengeluarkan udara yang terbawa pada daerah ini, barel dilengkapi dengan venting. Berikutnya akan 14
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
terjadi proses dispersi serat ke dalam matriks lelehan polimer. Wilayah panjang screw yang diperlukan untuk dispersi serat ini bervariasi, tergantung pada kemudahan serat dibasahi oleh lelehan polimer serta fraksi volume serat. Untuk memberikan efek orientasi pada serat, dengan memanfaatkan sifat tingginya aspek ratio serat, serat dapat dimasukkan ke dalam barrel saat polimer sudah meleleh. Teknik ini dikenal sebagai side feeder. Masuknya serat pada keadaan ini membuat orientasi serat searah aliran polimer. Hal ini berdampak positif karena dapat mengurangi kerusakan serat (memendeknya serat), sehingga dapat meningkatkan kekuatan modulus flexural komposit. Konfigurasi screw juga memungkinkan untuk diatur sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan material volatil dari lelehan. Umumnya, sepertiga terakhir dari konfigurasi screw ini juga dilengkapi venting. Fungsi screw terakhir adalah menghasilkan tekanan tinggi pada lelehan, sekaligus mendorongnya maju seperti pompa untuk melewati lubang die, membentuk strand, yang kemudian dapat didinginkan baik dengan udara dingin maupun pendingin lainya untuk dijadikan butir pelet komposit.
Gambar 2. Screw ganda (twin screw extruder) pada barel dalam keadaan terbuka Masalah kadar air (moisture) Kecenderungan serat alam mengabsorpsi air mengakibatkan ketidakstabilan dimensi komposit, karena dapat mengakibatkan terjadinya swelling pada komponen seratnya. Moisture pada serat perlu diturunkan sekitar 0,1% agar proses pencampuran (compounding) dalam twin screw extruder menghasilkan dispersi yang memadai. Bila proses pembuatan komposit didahului dengan pembuatan pelet compound, dimana air digunakan sebagai pendingin (extrudate), maka modifikasi serat perlu dilakukan. Gugusan hidrofilik pada permukaan serat, yaitu berupa gugus hidroksil yang sangat polar, bisa mengakibatkan proses compounding serat dengan bahan termoplastik (bersifat tidak polar) menghasilkan material tanpa keunggulan sifat mekanik. Tidak adanya proses pembasahan permukaan serat oleh lelehan polimer bisa menyebabkan: a. tidak ada kontak yang rapat (intimate) antara polimer dengan serat mengakibatkan tidak ada proses dispersi serat pada matriks polimer. Terdispersinya serat merupakan syarat mutlak terjadinya proses compounding. Bahkan peningkatan sifat mekanik akan diperbesar bila aliran polimer dalam extruder dapat mengorientasikan serat melalui transfer energi permukaan melalui kontak yang rapat tersebut. b. timbulnya pori-pori pada produk kompositnya. Pendekatan yang perlu dilakukan adalah memodifikasi secara kimiawi gugus hidroksil pada permukaan serat sehingga permukaan serat menjadi lebih hidrofobik. Gugus hidroksil dapat diasetilasi secara kimia, atau dicangkok dengan gugus seperti anhidrida asam. Pemakaian oksidator juga bisa dilakukan untuk memperkaya jumlah selulosa pada serat, misalnya dengan mengoksidasi lignin maupun komponen organik lainnya dalam serat. Tentu saja proses modifikasi sifat permukaan serat alam dengan cara-cara ini menambah biaya bahan utama pada komposit. Sehingga timbul usaha pemrosesan yang sekaligus dapat membebaskan air. Teknik proses yang sudah sering dimanfaatkan adalah proses pencampuran dengan thermokinetic mixer (Rowell et al., 199). Pada dasarny, teknik ini juga memanfaatkan transfer energi kinetik screw seperti twin screw. Namun pada thermokinetic mixer ini, diameter screw dibuat lebih besar, sehingga lebih tepat disebut rotor. Rotor dapat diputar dengan kecepatan sangat tinggi mendekati 5000 rpm, lebih cepat dibanding twin screw yang hanya sekitar 200 15
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
rpm. Pada kondisi ini diharapkan selain proses pencampuran, juga terjadi pengeluaran air yang efektif. Gambar 3 memperlihatkan alat thermokinetic mixer. Dengan teknik ini, compounding cukup dilakukan dalam waktu yang pendek, sekitar 2-3 menit, dan bersifat batch. Proses selanjutnya adalah granulasi.
Gambar 3. Rotor pada mixer termokinetik Compatibiliser serat alam-termoplastik Teknik lain untuk memperbaki pembasahan permukaan serat, karena perbedaan hidrofobisitas serat alam-matriks polimer adalah pemakaian compatibiliser. Compatibiliser umumnya adalah polimer yang memiliki gugus fungsi polar (functional polymer). Pada umumnya gugus fungsi ini dicangkokkan pada polyethylene (PE) atau polypropylene (PE). Pada formulasi tertentu, compatibiliser ini dapat menurunkan tegangan permukaan lelehan polimer, atau menaikkan energi permukaannya. Energi permukaan polimer seperti PE dan PP, sangat rendah (Tabel 3). Kenaikan suhu dapat menaikan energi permukaan, namun tidak cukup unuk membasahi permukaan serat yang polar. Penambahan compatibiliser akan menaikan energi permukaan polimer, sehingga energi permukaannya dapat setara dengan energi permukaan (seperti PET) dan pada gilirannya dapat membasahi permukaan serat. Tabel 3. Energi permukaan bermacam polimer Nama Polimer
Energi Permukaan mN/m (20° C)
LLDPE
35.7
LDPE
35.3
PP
30.1
PIB
33.6
PS
40.7
PET
44.6
Diadaptasi dari Saheb & Jog (1994) Pembasahan permukaan serat oleh lelehan matrix termoplastik dan kestabilan perekatan (adhesivity) antara serat dengan matriks akan mengurangi laju dan jumlah absorpsi air pada fasa-antara serat-matrix. Beberapa macam coupling agent yang populer dipergunakan adalah MAPE (Maleat anhidrida dicangkok ke PE), MAPP (Maleat anhidrida dicangkok ke PP), SMA (Maleat anhidrida dicangkok ke Styrena). Gambar 4 menunjukkan pemakaian silan sebagai coupling agent pada serat kertas–PP (1-2% dari berat total), untuk mendapatkan kenaikan maksimum modulus tarik (Lu et al., 2000). Pemakaian daur ulang polypropylena yang dikombinasikan dengan coupling agent MAPP juga merupakan hal menarik yang telah dilaporkan (Islam & Beg, 2010).
16
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
Gambar 4. Modulus tarik sebagai fungsi konsentrasi MAPP pada komposit serat (40%, b/b) dari kertas–PP, disadur dari Lu et al. (2000)
Aplikasi A.Tepung kayu –termoplastik pada konstruksi Saat ini pangsa pasar komposit tepung kayu – termoplastik adalah yang paling besar. Jenis filler yang digunakan dalam komposit tersebut, diantaranya adalah hasil ayakan 20-80 mesh dari proses penghalusan kayu untuk kayu pallet, limbah gergajian kayu, limbah industri mebel, atau limbah konstruksi bangunan. Pada umumnya bahan ini tersedia di pasar secara komersial dengan kerapatan bulk sekitar 110-240 kg/m3. Predrying diperlukan untuk menurunkan kandungan moisture dari 6-10% menjadi kurang dari 1%. Tanpa venting, pembentukan uap pada proses compounding dapat menyebabkan komposit menjadi sangat rapuh. Teknik compounding dengan Extruder Twin-Screw Intermeshing dilengkapi dengan venting zone yang dihubungkan dengan pompa vakum terbukti mampu menghasilkan komposit PP (polypropylene) dengan beban tepung kayu sampai 60% (Lu et al., 2000; Islam & Beg, 2010). Material komposit ini selanjutnya dapat diproses dengan profile extrusion maupun injection molding. Mesin lain yaitu, mesin extrusi profil yang memiliki counter-rotating twin srew dapat langsung diberi asupan bahan serat alam sampai 60% tanpa precompounding (Markarian, 2005). Hal ini karena mesin memiliki kemajuan rancangan screw, material mesin yang tahan korosif, adanya konfigurasi venting dan perbaikan piranti dosis. Sebagian besar dari komposit jenis ini dikenal sebagai WPC, banyak dipakai pada selasar maupun penahan erosi (Gambar 5). Tepung kayu, seperti filler mineral, dapat menaikkan kekuatan tarik dan modulus fleksural, namun tidak menambah kekuatan lenturnya. Rasio aspeknya sekitar 10 sampai 20 (Rowell et al., 1997). Pemakaianya terbatas pada bagian konstruksi yang tidak menerima beban berarti.
Gambar 5. WPC sebagai penahan erosi.
17
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
B. Serat alam pada otomotif Serat alam seperti kenaf memiliki rasio aspek yang tinggi, sekitar 100-200 (Rowell et al., 1997). Komposit serat dengan aspek rasio setinggi tersebut diharapkan memiliki ketangguhan yang dapat digunakan pada material struktur. Aspek rasio yang tinggi menjadi bermanfaat bila serat dapat terdispersi secara merata dan terikat pada matriks termoplastik, juga serat dapat terorientasi secara seragam pada matriks termoplastik. Thermokinetic mixer dianggap paling memadai untuk mendispersi serat dari kertas koran dan serat batang kayu pada polipropilena dan polietilena (Lu et al., 2000; Clemons et al., 2003; Sain et al., 2005). Thermokinetic mixer dilengkapi rotor yang dapat berputar sampai 5000 rpm. Hanya diperlukan waktu selama dua menit untuk mendispersikan serat tersebut sekaligus menaikan suhu sampai 190 0C. Uap air segera terlepas. Pada pendinginan, serat dapat terenkapsulasi. Selesai pencampuran, dapat dilanjutkan dengan granulasi, ataupun langsung dicetak untuk menjadi produk final. Untuk mencegah menurunnya panjang serat akibat shear, dapat ditambahkan aditif pelumas, seperti asam stearat. Dispersi dan ikatan serat-termoplastik dapat diperbaiki dengan coupling agent. Sedangkan pemilihan termoplastik dengan viskositas yang relatif rendah akan memfasilitasi keseragaman orientasi serat pada die maupun mold. Bila aspek rasio serat mencukupi, dispersi merata, ikatan serat-polimer terbentuk dan orientasi serat seragam, maka transfer stress dari polimer ke serat akan berlangsung sempurna. Serat akan menjalankan fungsinya sebagai penguat. Pada aplikasi industri otomotif, komposit serat alam-PP pada awalnya hanya dipakai pada bagian interior mobil. Kesimpulan Serat alam memiliki potensi untuk menggantikan serat gelas. Masalah yang perlu diatasi adalah mengendalikan kadar air pada serat, membuat permukaan serat menjadi lebih hidrofobik serta mendispersikan serat alam pada matriks termoplastik dengan seragam. Teknik pemrosesan dengan ekstrusi twin screw dapat digunakan jika kadar air dari serat sudah dapat ditekan dan lebih rendah dari 0,1%. Penggunaan venting pada twin screw dapat mengeliminasi kadar air tersebut. Pada situasi dimana pengeringan air pada serat menjadi beban biaya, maka thermokinetic mixer dapat dipertimbangkan. Pada kedua pemrosesan tersebut dispersi tetap menjadi tujuan keberhasilan proses. Bahan pembantu, baik berupa compatibiliser seperti poliolefin tercangkok maleat, maupun additif pendispersi seperti Castearat diperlukan. Daftar Pustaka Clemons, C.M. & Caufield, D.F. (2005). In Functional Fillers for Plastic (ed: M. Xanthos), WileyVCH. Clemons, C., Caulfield, D. and Giacomin, A.J. (2003). Impact toughness of cellulose-fiber reinforced polypropylene. Proceed. 7th International Conference on Wood fiber-Plastic Composites, 1191125. Islam, M.R. & Beg, M.D.H. (2010). Effect of coupling agent on mechanical properties of composite from kenaf and recycled polypropylene. National Conference in Mechanical Engineering Research and Post graduate Studies UMP Kuantan Pahang Malaysia, 871-875. Ku, H., Wang, H., Pattarachayakoop, N., Trada, M. (2011). A review on tenile properties of natural fiber reinforced polymer composites. Composite Part B: Engineering, 42 (4): 856-873. Lu, J.Z., Wu, Q., Mac NabbMc, H.S. (2000). Chemical coupling in wood fiber and polymer composites: a review of coupling agents and treatments. Wood Fiber and Science, 32 (1): 88-104. Markarian (2005). Wood-Plastic composite: current trend in materials and processing. Plastic Additive & Compounding, 7: 20-26.
18
Prosiding Seminar Lignoselulosa 2016 Cibinong, 6 Oktober 2016
Rowell, R.M., Sanadi, A.R, Caoulfield, D.F., Jacobson, R.E. (1997). In Lignocellulosic-Plastic Composites (eds: A.L. Leao, F.X. Caravalho and E. Frollini). Brazil. Saheb, D.N. & Jog, J.P. (1999). Natural fiber polymer composites: a review. Advances in Polymer Technology, 18(4): 351-363. Sain, M., Suhara, P., Law, S., Bouilloux, A. (2005). Interface modification and mechanical properties of natural fiber-polyolefin composite product. Journal of Reinforced Plastics and Composites, 24(2): 121-130. Saptorahardjo, A. (2015). Cassava starch-based bioplastic, a potential solution for the microplastic problem, In Microplastic in the Environment, Source, Impact & Solution, Cologne. Thompson, R.C., Moore, C.J., Vom Saal, F.S., Swan, S.H. (2009). Plastics, the environment and human health: current consensus and future trends. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series B: Biological Sciences, 364(1526): 2153-2166.
19