PENGEMBANGAN MODEL PENJADWALAN PROSES PRODUKSI DI INDUSTRI PERTENUNAN
Giyanto, dan Indrato Harsadi Dosen Fakultas Teknik, Progran Studi Teknik Industri Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang
ABSTRAK
Pola aliran flow shop memerlukan penjadwalan secara flow shop, tetapi pada industri tekstil urutan roses secara flow shop terjadi diantara workstation, sedangkan pada satu workstation terdapat mesin parallel sehingga diperlukan penjadwalan dengan teknik khusus. Penelitian ini membahas pembuatan model penjadwalan untuk industritekstil yang didasarkan pada data yang diperoleh dari suatu pabrik tekstil. Faktor-faktor yang terlibat dalam penelitian ini meliputi jumlah item produk, jumlah, komponen produk, jumlah workstation dan routing-nya, jumlah dan kapasitas mesin, dan metodanya. Model yang dibuat terdiri dari model perhitungan kebutuhan bahan, model penugasan mesin, dan model penjadwalan untuk semua workstation yang ada, sedang pengujian terhadap model yang dibuat dengan memakai data nyata dari suatu pabrik tekstil dan bertujuan untuk melihat performansinya. Hasil pengujian dan analisis yang dilakukan menyatakan bahwa model yang dibuat dalam penelitian ini layak dan dapat digunakan di industri tekstil.
Kata Kunci : Metode Penjadwalan, Jumlah Produksi, Industri Pertenunan
29
I.
PENDAHULUAN Industri tekstil yang mempunyai pola aliran proses secara flow shop (produk selalu
mengukuti tahapan proses yang sama) pada awalnya hanya bekerja secara make to stock (memenuhi persediaan) dengan variasi item yang terbatas. Dengan perkembangan industri yang begitu pesat dan banyaknya saingan, maka untuk bisa bertahan suatu industri tekstil harus siap bekerja secara make to order (memenuhi pesanan) dengan variasi item yang bermacam-macam. Pola aliran proses dalam industri tekstl yang bisa dikategorikan sebagai flow shop terjadi bukan antar mesin melainkan antar unit kerja (work station). Sedangkan pada satu unit kerja (work station) terdapat lebih dari satu mesin yang spesifikasinya bisa sama atau berbeda yang tentunya mengakibatkan performansi tiap mesinnya menjadi tidak sama. Dengan kondisi yang demikian, tentunya diperlukan suatu teknik penjadwalan yang akan memberikan penugasan mesin-mesin dalam satu unit kerja (work station) sekaligus mengintegrasikannya dengan penugasan mesin-mesin di unit kerja (work station) lainnya sambil memberikan urutan job-job yang harus dikerjakan. Kondisi nyata pada industri tekstil dewasa ini adalah : - Dalam satu kurun waktu variasi item dari order yang diterima cukup banyak dengan volume yang bervariasi pula. - Dalam satu work station sejumlah mesin yang ada, mempunyai spesifikasi yang berbeda sehingga performansinyapun tidak sama - Order harus terus mengalir dari satu unit kerja (w s) ke unit kerja (w s) berikutnya. - Belum adanya patokan baku tentang penjadwalan produksi. Dengan demikian kiranya perlu adanya suatu teknik penjadwalan yang lain dengan memperhatikan volume order, spesifikasi mesin di setiap unit kerja (ws) dan aturan-aturan
30
prioritas yang ada, sehingga dapat menghasilkan jadwal yang baik dan bisa menginformasikan tentang waktu awal dan waktu selesainya setiap proses disetiap unit kerja (ws) untuk semua order yang diterima. Penelitian ini dimaksudkan untuk membuat suatu jadwal proses produksi dari data yang diperoleh dari suatu industri tekstil, dengan melihat karakteristik-karakteristik proses yang ada di industri tersebut. Industri tekstil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri pertenunan yang mengolah benang menjadi kain mentah, dengan kekhususan industri pertenunan yang mengolah bahan baku benang yang terbuat dari benang filamen.
II. SISTEM PRODUKSI DI PT. “X” Jenis produk yang dibuat oleh PT. “X” sangat bervariasi. Variasi jenis produk ini dilukiskan dari nomor corak setiap order yang diterima. Variasi jenis produk ini terjadi karena setiap order yang diterima mempunyai konstruksi kain yang berbeda sedng konstruksi yang berbeda dapat berbeda pula komponennya. Jumlah order yang diterima dalam satu bulan bisa dikatakan banyak, yaitu kurang lebih ada 60 buah order, dengan volume tiap order yang bervariasi. Total volume order yang bisa diterima tergantung dari total kapasitas mesin yang bisa dicapai dalam setiap bulannya. Menurut Baker dalam “Introduction To Sequencing And Scheduling” skema urutan proses yang terjadi di PT. “X” seperti pada Gambar 1, aliran prosesnya bisa digolongkan sebagai general flow shop. Jenis produk, konstruksi kain, komponen benang dan urutan proses terlihat seperti pada Tabel 2, Tabel 4 dan Tabel 3.
31
Mesin-mesin yang dipakai untuk proses produksi di PT. “X” seperti dalam Tabel 1 di bawah.
Tabel 1. Jumlah Mesin-mesin Produksi
No PROSES
Jumlah Mesin
Keterangan
1.
Penteksturan
27 RT bua FT
Mesin semi identik 93 untuk
2.
Penggintiran
123 buah RT
LT dan 30 untuk HT
3.
Pemantapan panas
3 buah ST
4.
Penghanian
4 buah WP
5.
Penganjian
4 buah SZ
6.
Penggulungan beam
4 buah BM
7.
Pertenunan
214 buah WV
Tabel 2 Permintaan Produksi
ORDER
NO CORAK
PANJ. (m)
ASAL
PICK
1
2114041
8880
AG
70
2
21238
16280
E
72
3
21243
12992
AG
58
4
3306
10248
E
62
5
21190
10584
E
70
6
93500
23944
E
66
7
67139
11040
AG
80
32
8
11252
5280
AG
74
9
1119531
9600
AG
76
10
2119531
9600
AG
74
11
3012
20336
E
68
12
11157
8280
AG
73
13
21248
15678
E
66
14
2122231
19344
E
54
15
2722431
5490
E
88
16
4128
76800
AG
44
17
6951761
10320
AG
74
18
6951861
10320
AG
73
19
16005
21716
AG
56
20
21245
9760
AG
78
21
16245
5456
E
69
22
16313
5456
AG
50
23
16312
5192
E
76
24
11245
5280
E
74
25
11246
5280
E
74
26
11248
5280
AG
74
27
11249
5192
E
74
28
11250
5192
AG
74
29
69015
10080
E
74
30
69096
10080
E
84
31
2701431
78080
AG
78
32
59000
38400
AG
42
33
33
27402
29280
AG
64
34
2958
28728
AG
54
35
2725061
9760
E
78
36
21023
28800
E
62
37
21303
5280
AG
74
38
2741331
5368
AG
73
Tabel 3 Proses Produksi NO
BENANG
FT
RT
ST
WIN
WP
SZ
BM
WV
Waste
CORAK 2114041 DT.5
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
21238 TRIO
0
1
1
1
1
0
1
1
0.1
21243 ITY
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
3306 TMY.4
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
330722 TMY.4
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
69291 SR.5
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
21190 DT.5
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
93500 AUDI
1
0
0
1
1
1
1
1
0.08
67139 SU.1
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
14202 WHITE
0
1
0
1
1
1
1
1
0.08
14202 CD
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
14202 CUB
0
1
0
1
1
1
1
1
0.08
14202 NYLL
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
LEA
34
1123011 TRIO
0
1
1
1
1
0
1
1
0.1
11251 BW.3
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
11251 CD
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
11251 VISCOSE
0
0
0
1
1
1
1
1
0.07
11251 NYLL
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
11251 BW.3
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
67140 SU.1
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
1119531 BW.4
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
1119531 CD
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
1119531 CUB
0
1
0
1
1
1
1
1
0.08
1119531 NYLL
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
2119531 IY
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
2119531 CUB
0
1
1
1
1
0
1
1
0.1
2119531 NYLL
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
67106 SU.1
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
67101 SU.1
1
1
0
1
1
1
1
1
0.11
16310 BB.72
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
16310 BB (CD)
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
16311 BB.72
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
16311 BB (CD)
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
11253 ITY
1
1
0
1
1
0
1
1
0.13
11253 SLUB
0
0
0
1
1
0
1
1
0.08
26130 DTY
0
1
1
1
1
0
1
1
0.1
0
1
1
1
1
0
1
1
0.08
1
1
1
1
1
0
1
1
0.11
3012 MILPA 11157 ITY
35
Tabel 4 Komponen Benang Lusi NO
BENANG
CORAK
DEN
TWIS
IER
T
S/Z
AD
SHRIN
BEAM
CREEL
HELAI
G
2114041 DT.5
180
1200 Z
1.06
0.096
7
1134
7938
21243 TRIO
160
800 S
1
0.064
9
1200
10800
21243 ITY
100
900 S
1.1
0.072
11
856
9416
3306 TMY.4
200
600 S
1
0.048
10
796
7960
330722 TMY.4
200
600 S
1
0.048
10
796
7960
69291 SR.5
175
600 S
1.07
0.048
7
1126
7882
21190 DT.5
180
1200 Z
1.06
0.096
8
1112
8896
93500 AUDI
115
1
0
9
805
7245
67139 SU.1
150
200 S
1.03
0.016
7
1108
7756
14202 WHITE LEA
190
450 Z
1
0.035
3
994
2982
14202 CD
150
150 Z
1.03
0.015
2
917
1834
14202 CUB
100
255 Z
1.1
0.02
1
348
348
14202 NYLL
140
150 Z
1.2
0.015
1
463
463
1123011 TRIO
160
1200 Z
1
0.096
7
1181
8267
11251 BW.3
150
450 Z
1
0.035
4
1101
4404
11251 CD
150
150 Z
1.1
0.015
1
1194
1194
11251 VISCOSE
150
1
0
1
444
444
11251 NYLL
140
150 Z
1.2
0.015
1
298
298
11251 BW.3
150
450 Z
1
0.035
6
1057
6342
67140 SU.1
150
200 S
1.03
0.016
7
1110
7770
125
450 Z
1
0.035
5
1047
5235
1119531 BW.4
0 NT
0 NT
36
1119531 CD
150
150 Z
1.1
0.015
3
977
2931
1119531 CUB
100
255 Z
1.1
0.02
1
248
248
1119531 NYLL
140
150 Z
1.2
0.015
1
246
246
2119531 IY
100
900 Z
1
0.072
9
1105
9945
2119531 CUB
100
900 S
1.1
0.072
1
203
203
2119531 NYLL
140
900 Z
1.2
0.072
1
199
199
67106 SU.1
150
200 S
1.03
0.015
7
1110
7770
67106 SU.1
150
150 Z
1.03
0.015
5
1133
5665
16310 BB.72
300
450 Z
1.03
0.035
2
615
1230
16310 BB (CD)
300
600 Z
1.03
0.048
2
606
1212
16311 BB.72
300
450 Z
1.03
0.035
2
615
1230
16 311 BB (CD)
300
600 Z
1.03
0.048
2
606
1212
11253 ITY
300
450 Z
1.1
0.035
4
1063
4252
11253 SLUB
320
1
0
1
192
192
26130 DTY
150
800 S
1
0.048
9
1200
10800
170
600 S
1
0.048
8
1005
8040
3012 MILPA
0 NT
Beberapa batasan atau aturan yang ditetapkan di PT. “X” dalam melakukan penjadwalan adalah sebagai berikut : Periode penjadwalan dilakukan untuk order yang sudah diterima dalam satu bulan. Perhitungan waktu didasarkan pada hitungn hari Prioritas order yang didahulukan adalah yang berkode AG, baru E, dan kemudian L. Proses-proses yang perlu dijadwalkan adalah proses-proses yang dipakai untuk benangbenang lusi, sedangkan untuk proses benang pakan dilaksanakan pada mesin-mesin lain yang ada dan belum terpakai. 37
Benang Lusi
Benang Lusi
Benang Pakan
Benang Pakan
Benang Lusi Penteksturan
Penteksturan
Penggintiran
Penggintiran
Pemantapan Panas Penghanian Pengajian
Pemantapan Panas Penggulungan Bobin Jumbo
Penggulungan Beam Pertenunan
Kain Mentah Gambar 1 Skema urutan proses di PT. “X”
III. RANCANGAN MODEL PENJADWALAN Rancangan model penjadwalan produksi secara keseluruhan di PT. “X” terdiri dari 3 buah model, yaitu model perhitungan kebutuhan bahan, model penugasan mesin disetiap proses dan model penjadwalan di setiap proses. 3.1. Model Perhitungan Kebutuhan Bahan Kebutuhan bahan baku disetiap proses harus ditentukan terlebih dahulu sebelum membuat penjadwalan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui lamanya proses dari setiap job pada setiap proses yang harus dilewatinya. Kebutuhan bahan ini dihitung berdasarkan spesifikasi produk dan parameter lain yang ditentukan dari karakteristik proses setiap komponen yang ada. Model Matematis Perhitungan Bahan Baku :
38
1. Tuh Lusi FT
= P x D x H x AD x (1 + S) x (1 + W) Kg 9000000
2. Tuh Lusi RT
= P x D x H x (1 + S) x (1 + W) Kg 9000000
3. Tuh Lusi ST 4. Tuh Lusi WP
= Tuh Lusi RT = P x D x H x (1 + W) Kg 9000000
5. Tuh Lusi SZ
= P x B x Ws meter
6. Tuh Lusi BM
= P x B x Wb meter
7. Tuh Lusi WV
= P x Wv meter
Tuh Lusi FT
: Kebutuhan benang lusi proses penteksturan
Tuh Lusi RT
: Kebutuhan benang lusi proses penggintiran
Tuh Lusi ST
: Kebutuhan benang lusi proses pemantapan panas
Tuh Lusi WP
: Kebutuhan benang lusi proses penghanian
Tuh Lusi SZ
: Kebutuhan benang lusi proses penganjian
Tuh Lusi BM
: Kebutuhan lusi proses penggulungan beam
Tuh Lusi WV
: Kebutuhan benang lusi proses pertenunan
P
:
Panjang kain yang dipesan
D
:
Nomor benang dalam satuan Denier
H
:
Jumlah helai benang lusi selebar kain
AD
:
Actual Draft, yaitu faktor regang – an dari benang pada mesin FT
S
:
Shringkage, yaitu faktor penyusutan benang pada mesin RT
W
:
Waste, yaitu limbah total pada seluruh proses
39
Wr
:
Waste/limbah benang dari proses di mesin RT sampai WV (0,1 jika melewati proses penghanian dan 0,07 jika tanpa proses penghanian)
Ws
:
Waste/limbah benang dari proses di mesin SZ sampai WV. (Ws = 0,06)
Wb
:
Waste/limbah benang dari proses di mesin BM sampai WV (Wb = 0,03)
Wv
3.2.
:
Waste/limbah benang di mesin WV (Ww = 0,03)
Model Penugasan Mesin
3.2.1 Proses Penteksturan
Benang 1
Mesin 1
Benang 2
Mesin 2
Benang 3
Mesin 3
Benang i
Mesin j Gambar 2. Model Penugasan Mesin FT di Proses Penteksturan
3.2.2 Proses Penggintiran
Benang HT i1 Benang HT i
Benang LT i1
Benang HT i2
Benang LT i
Benang HT im
Benang LT i2
Benang LT in
Gambar 3. Model Penugasan Mesin RT di Proses Penggintiran
40
3.2.3 Proses Pemantapan Panas Mesin 1 Benang i
Mesin 2 Mesin 3
Gambar 4. Model Penugasan Mesin ST di Proses Pemantapan panas
3.2.4
Proses Penghanian, Penganjian dan Penggulungan beam Ketiga proses ini mesin-mesinnya ditempatkan dalam satu kelompok dimana model penugasannya mesinnya sama. Mesin 1 Benang I pada corak h
Mesin 2 Mesin 3 Mesin 4
Gambar 5. Model Penugasan Kelompok Mesin WP, SZ dan BM
3.2.5
Proses Pertenunan Mesin h1
Corak h
Mesin hm Gambar 6. Model Penugasan Mesin WV pada Proses Pertenunan
3.3. Algoritma Penjadwalan Proses Produksi 3.3.1 Penjadwalan Proses Penteksturan 1. Mengelompokkan komponen-komponen benang lusi yang dipakai untuk semua order menurut jenis benangnya, dan dihitung total volume per jenis benangnya. Bi : Jenis benang ke i. 41
Vi : Total volume benang ke i. 2. Menentukan alternatif penugasan mesin yang dipakai untuk memproses benang i. Alternatif ini didapat dari relasi antara jenis benang dengan mesin FT seperti yang terapat dalam model penugasan mesin diproses twisting. Bij : Benang i yang diproses pada mesin j. Kij : Kapasitas mesin j yang dipakai untuk memproses benang i 3. Menentukan waktu proses untuk tiap jenis benang yang diproses pada tiap alternatif mesin. Tij : Waktu proses dari benang jenis i pada mesin j Tij : Vi Kij 4. Menentukan volume jenis benang i yang diproses di mesin j. Vij : Volume jenis benang i yang diproses pada mesin j. Vij : Kij x Tij 5. Menentukan total waktu proses dari semua alternatif mesin yang akan dipakai. TT : Total waktu proses dari keseluruhan alternatif mesin yang dipakai 6. Pemilihan mesin yang akan dipakai dari alternatif mesin yang ada dengan menggunakan model Linier Programing. 7. Hasil Tij dari pemilihan alternatif mesin dengan LP untuk setiap jenis benang dipecah lagi menurut order yang memakai jenis benang yang bersangkutan 8. Apabila satu mesin dipakai untuk memproses lebih dari satu jenis benang, urutan pemakaiannya mesinnya untuk jenis-jenis benang yang sama dan prioritaskan untuk order-order yang berkode asal AG-E-L.
42
9. Menentukan tanggal mulai dan akhir dari proses untuk setiap order. 3.3.2 Penjadwalan Proses Penggintiran 1. Mengelompokkan proses menjadi 2 kelompok proses, yaitu proses untuk benang-benang ber twist tinggi (HT) dan benang-benang yang bertiwist rendah (LT). 2. Menentukan putaran mesin (Rpm) yang akan dipakai untuk setiap jenis benang. Kecepatan putran mesin maksimum yang diijinkan memakai aturan : Untuk benang yang mempunyai twist ≥ 1200 makan Rpm = twist x 30/2. Untuk benang yang mempunyai twist < 1200 makan Rpm = twist x 40/2. 3. Menghitung kapasitas produksi per hari dari mesin yang dipakai untuk tiap jenis benang. Kapasitas produksi Proses HT,K = Rpm x Denier x 60 x 24 x 190 twist
9000000
Kapasitas produksi Proses LT,K = Rpm x Denier x 60 x 24 x 100 twist 9000000 4. Menentukan jumlah mesin untuk tiap jenis benang di tiap kelompok proses (HT & LT). 5. Menghitung waktu proses untuk tiap jenis benang Ti = Vi Ki x Mi 6. Membuat Tabel Pemakaian Mesin RT dengan aturan-aturan :
Penentuan prioritas dengan FCFS (fist come fist service), ini berarti melanjutkan jadwal dari proses penteksturan.
Apabila dalam 1 hari pemakian keseluruhan mesin melebihi jumlah mesin yang ada maka harus ada proses yang dikurangi mesinnya atau saat mulainya proses diundur.
43
Apabila disuatu hari pemakaian mesin belum optimal, maka bisa ditambahkan pemakian mesin dan mengimbanginya dengan cara mengurangi pemakaian mesin di hari-hari akhir pada job tersebut.
3.3.3
Penjadwalan Proses Pemantapan Panas 1.
Menentukan waktu proses untuk tiap job (jening benang) pada mesin ST (Ti) Ti =
Vi : Volume jenis benang i yang akan diproses (=TuhLusiST) K : Kapasitas produksi per mesin per hari 2.
Membuat Tabel Pemakaian Mesin ST dengan aturan : Penentuan prioritas dengan FCFS, ini berarti meneruskan jadwal dari proses penggintiran. Apabila dalam 1 hari pemakaian mesinnya melebihi kapasitas (3 mesin) maka harus ada yang digeser atau ditunda saat mulai prosesnya. Dalam penggeseran jadwal usahakan untuk tidak menggeser proses yang berurutan harinya, dan prioritaskan pengerjaannya order dari AG, baru E dan L.
3.3.4
Penjadwalan proses Penghanian dan proses Penganjian 1. Menentukan waktu proses tiap job (jenis benang) pada mesin (Ti) Ti = Vi K
: Volume job ke i : Kapasitas produksi per mesin per hari
2. Menentukan saat mulainya waktu proses untuk tiap job. Untuk order (corak) yang sama, walaupun jenis benangnya berbeda usahakan waktu mulainya bersamaan atau berdekatan.
44
3. Membuat Tabel Pemakaian Mesin dengan waktu mulai seperti pada langkah 2 dan waktu prosesnya adalah Ti. Apabila dalam 1 hari pemakaian mesin melebihi kapasitas (4 mesin), maka saat mulai proses harus digeser. Penggeseran bisa maju atau mundur tergantung ketersediaan mesin. 3.3.5
Penjadwalan Proses Penggulungan Beam 1. Menentukan waktu proses (Ti) Ti = Vi K
: Volume job ke i : Kapasitas
2. Menentukan mulai proses untuk tiap job. Untuk nomor order (jenis corak) yang sama, saat mulainya dibuat bersamaan dan diambil tanggal yang paling akhir semua komponen jenis benang yang ada dalam corak tersebut. 3.
Membuat Tabel Pem
4.
akaian Mesin dengan menggunakan langkah 1 dan 2. Apabila dalam 1 hari jumlah proses melebihi kapasitas mesin (4) maka harus ada yang digeser (ditunda) waktu mulainya.
4.3.6
Penjadwalan Proses Pertenunan 1. Menentukan jumlah beam untuk tiap job (order), dinyatakan sebagai Bi. Jumlah beam ini sama dengan volume order dibati dengan volume minimum tiap beamnya, sedang tiap beam volume minimumnya adalah 1000 meter.
Bi = Rounddown 45
2. Menentukan volume job per mesin (Pi) Pi = Vi Bi 3. Menentukan Kapasitas produksi per mesin untuk tiap job, dinyatakan Ki.
4. Menentukan waktu proses untuk tiap job (Ti). Ti = Pi Vi 5. Menentukan saat mulainya proses untuk tiap job dengan memperhatikan : Prioritas pengerjaan dengan FCFS (Fist come first service) Keterbatasan jumlah mesin yang tersedia per hari. Jumlah maksimum mesin yang bisa dipakai untuk tiap order (jumlah beam).
IV. ANALISA MODEL Data untuk pengujian ini diambil dari permintaan produksi yang datang dalam satu bulan. Hasil akhir dari semua perhitungan dan semua langkah-langkah algoritma penjadwalan yang terbentuk tersaji dalam Tabel 5. Penjadwalan dalam seluruh proses ini didasarkan hanya kepada komponen benang lusi, sedangkan komponen benang pakan tidak dibuat jadwalnya. Hal ini ditempuh untuk menjaga keluwesan jadwal proses, maksudnya adalah agar supaya mesin-mesin yang belum dipergunakan dapat dipakai untuk memproses benang pakan.
Tabel 5 Kebutuhan Benang Lusi Nomor Order
Corak
Jenis BENANG
Kebutuhan Benang Lusi FT
RT
ST
46
WP
SZ
BM
WV
1
2114041 DT.5
1818 1653
1653
1653
0
64025
9146
2
21238 TRIO
0 3559
3559
3559
0
150916
16768
3
21243 ITY
1779 1559
1559
1559
0
147199
13382
2109 2033
2033
2033
0
105554
10555
2208
2208
0
87212
10902
221961
21662
4
3306 TMY.4
5
21190 DT.5
2428 2208
6
93500 AUDI
2394
0
0
2394 228426
7
67139 SU.1
1658 1595
0
1594
81917
79598
11371
8
11252 BW.3
641
635
0
635
33581
32630
5438
9
1119531 BW.4
802
795
0
795
50880
49440
9888
9
1119531 CD
581
524
0
524
30528
29664
9888
9
1119531 CUB
0
30
0
30
10176
9888
9888
9
1119531 NYLL
50
41
0
41
10176
9888
9888
0
25
25
25
0
9888
9888
1262 1217
1217
1217
0
88992
9888
34
34
34
0
9888
9888
0 3463
3463
3463
0
167569
20946
10
2119531 CUB
10
2119531 IY
10
2119531 NYLL
11
3021 MILPA
42
12
11157 ITY
1137
996
996
996
0
68227
8528
13
21248 ITY
2516 2353
0
2353
99712
96890
16148
14
2122231 DT.7
2678 2654
0
2654 123028
119546
19924
15
2722431 MS.PT
16
4128 WT.1
17
6951761 CD
17
6951761 CD.MS.72
732
725
0
725
40736
39583
5655
10965 9609
0
9609
0
237312
79104
95
91
0
91
10939
10630
10630
141
0
0
141
10939
10630
10630
47
17
6951761 CUB
17
6951761 NYLL
17
6951761 SR.1
0
15
0
15
10939
10630
10630
13
10
0
10
10939
10630
10630
1245 1153
0
1153
53148
53148
10630
V. KESIMPULAN Model penjadwalan dibuat berdasarkan karakteristik produk da proses dimana terdapat Model Perhitungan Bahan, Model Penugasan Mesin dan Model Penjadwalan. Dari hasil pengujian dan analisis yang dilakukan boleh disimpulkan bahwa model yang berbentuk tersebut dapat dipakai dan dilaksanakan dilingkungan industri tekstil pertenunan benang filamen.
DAFTAR PUSTAKA Belavendram, Nicolo, Quality By Design : Taguchi Techniques for Industrial Experimentation, Great Britain, Prentice Hall International, 1995. Douglas, K (Ed), “Measurement of The Quality Characteristics of Cotton Fibers”, Uster News Bulletin : Customer Information Service, No. 38, PT Daya Indosa Pratama, 1991. Gasperz, Vincent, Statistical Proses Control Manajemen Bisnis Total. Jakarta, Pustaka Utama, 1998.
PT Gramedia
Merril, Gilbert R., Cotton Sizing, Massachusetts, The Murray Printing Company, 1955. Mitra, Amitava, Fundamental of Quality Control and Improvement, New York, MacNillan Publish Company, 1999. N. Sugiarto Hartanto, Shigeru watanabe, “ Teknologi Tekstil “, Edisi Ketiga, Pradnya Paramita 1993. Ross, Philip J.,Taguchi Technique for Quality Engineering, Singapore, McGraw Hill Book Company, 1988. 48