BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1.
Industri Penyamakan Kulit
Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit wetblue, kulit kras) menjadi kulit jadi (Sri Waskito, 1998). Industri penyamakan kulit dapat dimasukkan dalam industri kimia, karena 90%
dari
proses
penyamakan
menyangkut
dan/atau
mempergunakan bahan-bahan kimia (Balai Penelitian Kulit-Depperin Yogyakarta, 1980) sehingga usaha ini akan menghasilkan limbah cair yang mengandung berbagai polutan organik dari bahan baku dan polutan kimia dari bahan pembantu proses. Di samping itu juga dihasilkan limbah padat dari hasil pembersihan daging, bulu dan gumpalan lemak. Limbah padat juga banyak mengandung kapur, garam dan bahan kimia pembantu dalam proses penyamakan.
3.2. Proses Penyamakan Kulit dan Sumber Limbah
Pada dasarnya penyamakan kulit itu ada 4 macam yaitu penyamakan nabati, penyamakan minyak, penyamakan sintetis dan penyamakan mineral. Penyamakan nabati menggunakan bahan penyamak dari kulit kayu antara lain gambir, akasia, mangrove, quebraco, tara, dll (Sri waskito, 1998). dan cara penyamakan ini tidak menggunakan bahan penyamak yang lain, cukup dengan merendam kulit dalam air yang dicampur dengan bahan penyamak 12
beberapa minggu sampai kulit masak. Dengan demikian limbah utama dari proses penyamakan kulit tersebut adalah bahan-bahan organik yang mudah untuk didegradasi secara biologis (Iswahyuni, 1997 dalam Hatibi, 1998).
Gambar 3.1. Penjemuran Bahan Baku Kulit Akasia dan Proses Penyamakan Nabati Dengan Cara Perendaman.
Penyamakan
Minyak
dilakukan
dengan
menggunakan
bahan penyamak dari minyak ikan. Biasanya sebelum kulit disamak dengan bahan penyamak minyak, terlebih dahulu disamak dengan formalin. Penyamakan sintetis dilakukan dengan menggunakan bahan penyamak sintetis (syntans) yang dibuat dari bahan-bahan kimia organik yaitu merupakan kondensasi asam phenolsultonic dan formaldehyde. Bahan penyamak ini dapat memberikan warna putih atau kuning tua pada kulit jadinya (finish leather). Penyamakan mineral menggunakan bahan penyamak Krom (Cr) dan Aluminium. Bahan penyamak Cr, biasanya menggunakan garam Cr basa yang mempunyai valensi III. Hasil dari proses penyamakn mineral antara 13
lain : kulit upper (kulit boks), kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dan lain-lain (Ir. Sri Waskito, 1998).
Penyamakan kulit mineral terdiri dari 3 tahap yaitu: Beam house, Tanning, dan Finishing (Iswahyuni, 1997 dalam Hatibi,1998). Bahan baku yang digunakan adalah kulit binatang (sapi, kerbau, kambing dll) terutama hasil dari rumah potong hewan (RPH) (KLH, 2002). Berdasarkan Penelitian KLH (2002), secara garis besar proses penyamakan dapat dijelaskan sebagai berikut :
3.2.1. Pra-Penyamakan (Beam house)
Proses yang ada pada pra-penyamakan adalah sebagai berikut:
Pencelupan
kulit
dalam
air
selama
satu
malam
untuk
menghilangkan darah, kotoran, larutan garam dan protein.
Menghilangkan bulu dengan perendaman dalam kapur, proses pengapuran pada prinsipnya untuk menghilangkan bagian kulit yang tidak diperlukan (Sharphouse, 1989 dalam Hatibi, 1998) dan sodium sulfida sebagai bahan pembengkak kulit.
Pengolahan menggunakan kapur kembali (reliming).
Pencukuran dan penghilangan mekanis jaringan ekstra dari sisi daging kulit, selanjutnya pemisahan (menggunakan kapur) 2/3 lapisan atas dari bagian bawah.
Penghilangan kapur dengan menggunakan asam lemah (latic acid) dan pemukulan/bating dengan menggunakan bahan kimia 14
pembantu untuk menghilangkan sisa-sisa bulu dan protein yang hancur.
Pengawetan memakai larutan garam dan asam sulfur untuk pengasaman sampai pH tertentu guna mencegah pengendapan garam-garam krom pada serat kulit.
Gambar 3.2. Bahan baku kulit &
Gambar 3.3. Pencukuran dan
drum Untuk Perendaman
Penghilangan Mekanis Jaringan Ekstra Kulit
3.2.2. Penyamakan (Tanning)
Penyamakan krom dilakukan dengan menggunakan krom sulfat. Proses ini untuk menstabilkan jaringan protein (Collagen) dari kulit.
15
Gambar 3.4. Proses Penyamakan Krom
3.2.3. Pasca Penyamakan (Finnishing)
Proses yang ada pada pasca penyamakan adalah sebagai berikut :
Pressing (sammying) untuk menghilangkan kelembaban kulit segar.
Pencukuran (shaving)
Pewarnaan dan pelembutan kulit yang sudah disamak dengan menggunakan minyak-minyak emulsi (fatliquoring), didahului dengan sekali-sekali penyamakan sekunder menggunakan tanin sintesis (syntans) dan ekstrak penyamakan.
Pengeringan dan pencukuran akhir. 16
Pelapisan permukaan dan buffing (finishing)
Limbah cair dan padatan pada usaha ini dihasilkan dari berbagai sumber dan setiap sumber yang ada akan menghasilkan limbah dengan karakteristik yang berlainan. Tim Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), BPPT (2002), melakukan pemetaan sumber dan jenis polutan yang ada pada setiap unit proses yang dapat dilihat pada bagan alir proses penyamakan kulit (Gambar 3.5).
17
INPUT
UNIT PROSES
Kulit
Penggaraman
Bakterisida, abu, soda, air
Perendaman
Kapur, Na2S, air
Penghilangan bulu, pemrosesan dengan kapur
asam laktat, bats, NH4 Cl, air
Garam, asam sulfur, air
OUTPUT/LIMBAH
Limbah cair : garam, kotoran Lb. cair : garam, asam Lb padat : bulu, serpihan kulit Lb. gas : H2S
Pencukuran, penghilangan daging & pemisahan
Lb. padat : sisa cukuran daging
Penghilangan kapur & bating
Lb cair : asam, amonium Lb. gas : amonia Lb. cair : asam, garam
Pengawetan
Persediaan yang diawetkan Krom sulfat, garam, syntan, sodium format, abu soda, bacterisit
Lb. padat : serpihan, bahan pengawet
Penyamakan Krom
Lb. cair : mengandung Cr 3+, garam, syntan, bacterisit, Na format
Pressing
Lb. cair : mengandung Cr 3+, garam, syntan, bacterisit, Na format
Pencukuran Ekstrak penyamakan, syntan, kalsiu format, tepung, lem, titanium dioksida, minyak, air
Pelapisan permukaan
Penyamakan sekunder, pewarnaan, fatliquoring
Lb. padat : mengandung Cr3+ Lb. cair : mengandung Cr 3+, ekstrak penyamakan, syntan, pewarna, gemuk
Pengeringan, pencukuran & pensortiran
Lb. padat : sisa pencukuran mengandung Krom
Finishing
Lb. gas : uap larutan,
PRODUK KULIT
Gambar 3.5. Diagram Alir Proses Penyamakan Kulit Sumber : P3TL, BPPT, 2002
18
3.3. Dampak Pencemaran Industri Penyamakan Kulit
Tim Pencegahan Pencemaran Industri Kulit, Balai Penelitian Kulit Depperin Yogyakarta (1980) dalam makalah diskusinya menyatakan bahwa proses penyamakan mempunyai kaitan-kaitan secara terbuka dengan lingkungan sehingga terjadi interaksi yang cukup mendasar antara kegiatan penyamakan itu sendiri dengan lingkungan. dinyatakan pula bahwa secara garis besar interaksi itu muncul dalam 2 (dua) golongan yaitu yang menyangkut cairan dan yang menyangkut udara (gas).
Interaksi yang menyangkut udara berupa bau yang kurang enak disebabkan proses pembusukan dari zat-zat organis seperti hasil buangan daging (fleshing), pengetaman (shaving) (Depperin Yogyakarta, 1980). Interaksi yang menyangkut air/cairan dampaknya terhadap lingkungan lebih mendasar dan jangka panjang (Depperin Yogyakarta, 1980).
Bahan pencemar yang paling berperan dan sangat besar pengaruhnya terhadap gangguan keseimbangan lingkungan timbul dari digunakannya bahan kimia Krom (Cr) dan sulfida dalam proses penyamakan kulit tersebut (Depperin Kab. Garut, 1998). Dari penelitian para ahli (Sri Waskito, 2008), menyatakan bahwa limbah padat penyamakan kulit yang mengandung Cr III, tidak berdampak negatif pada kesehatan manusia maupun kelestarian lingkungan.
Pada kondisi tertentu Cr valensi 3 tersebut teroksidasi menjadi Cr valensi 6, dalam batasan-batasan tertentu akan 19
berbahaya bagi kesehatan manusia maupun kelestarian lingkungan. Cr IV dapat menyebabkan kerusakan sel jaringan pada tubuh manusia antara lain jaringan jantung, ginjal dan jaringan lendir pada hidung (Sri Waskito, 2007).
Sri Waskito dalam makalahnya juga menguraikan dampak pencemaran Cr III pada air, tanah serta kehidupan dalam tanah dan mikroorganisme dimana Cr III pada air dengan pH normal (7) tidak meracuni ikan, rumput laut dan bakteri yang hidup dalam air; pada tanah Cr III dalam limbah lumpur yang digunakan untuk pertanian tidak akan berdampak buruk bagi tanah itu sendiri, sedangkan tanah yang teraerasi dengan baik akan menyebabkan timbulnya Cr IV dengan potensial rendah; dan pada kehidupan dalam tanah serta mikroorganisme, Cr III dengan konsentrasi 10.000 ppm akan menutup transformasi nitrogen dalam tanah, akibatnya binatang dalam tanah (cacing) ukurannya akan mengecil.
Beban pencemar dominan kedua yaitu berasal dari sulfida (Na2S) ialah adanya bau dan rasa yang tidak enak terhadap air sungai (recipient water). Pengaruh utama bahan pencemar sulfida adalah :
Menurunkan kandungan oksigen utama (DO)
Daya racunnya terhadap kehidupan air akan meningkat dengan menurunnya nilai pH, selain itu jauh lebih penting lagi adalah toksisitas gas H2S terhadap manusia (Depperin Kab. Garut, 1998) 20
Gambar 3.6. Dampak pembuangan limbah di sungai
21