PENGOLAHAN LIMBAH KROMIUM DARI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN METODE BIOSORPSI "Foliatiniv''Hanafl "Staf Pengajar Akademi Kimia Analisis Bogor n. P.Sogiri 283 Bogor 16158 www.aka.ac.id E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Leather tanning industry is potential to produce chromium in the wastewater, especially in the form of Cr (VI). This ion is known to be dangerous to the environment because of its toxicity; therefore, it is needed to develop such a method for this ion removal that should be environmentally friendly. Biosorption using agricultural waste is an alternative method for this purpose. Some biosorbents having adsorption ability of chromium for wastewater are such as Bengal gram, Tamarind based biosorbents, and palm shell charcoal oil based biosorbents. Some factors could affect effectivity of biosorption process, such as pH, contact time, and biosorbent dose. Low pH could increase the efficiency. The longer contact time and the higher biosorbent dose, the higher efficiency. Biosorption efficiency could achieve higher than 90% for pH in the range of2 - 5, contact time in the range of 50 - 180 minutes, and biosorbent dose in the range of 10 - 40 gIL, depending on the type of bios orbent and the method of its modification. At
.§f.'*'
'"''4k'''
:t<"'" A'<'
,t
Keywords: biosorption, chromiuniremoval, Bengal gram biosorbent, palm shell charcoal oil based biosorbent, Tamarind based biosorbent ABSTRAK Industri penyamak~~ kulit dapat menghasilkan limbah krorq, terutama sebagai Cr (VI). Ion krom ini berbahaya bagi lingkungan karena bersifat toksik, sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya. Metode pengolahan yang dapat diterapkan antara lain harus bersifat ramah lingkungan. Biosorpsi menggunakan limbah pertanian merupakan salah satu alternatif metode yang dapat digunakan. Beberapa biosorben yang telah diuji kemampuannya dalam menga~sorp~liol1 krqItl-,anta~~lain adalah biosorben Bengal gram, biosorben berbasis asam jawa, dim 15ibsorben beroa"sis minyak arang tempurung kelapa sawit. Dalam proses biosorpsi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi antara lain, pH, waktu kontak, dan dosis biosorben. pH rendah dapat meningkatkan efisiensi, demikianjuga semakin lama waktu kontak serta semakin besar dosis biosorben, semakin besar pula efisiensi. Efisiensi biosorpsi dapat mencapai lebih dari 90% untuk pH antara 2 - 5, waktu kontak antara 50 - 180 menit, dan dosis biosorben antara 10 - 40 g/L, bergantung padajenis biosorben dan metode modifikasinya. Kata kunci : biosorpsi, pembuangan krom, biosorben Bengal gram, biosorben berbasis minyak arang tempurung kelapa sawit, biosorben berbasis asam jawa
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
PENGANTAR Meluasnya kebutuhan konsumen akan produk-produk dari kulit seperti tas, sepatu, sandal, dan hasil kerajinan lainnya mendorong industri penyamakan kulit berkembang cukup pesat. Dalam proses penyamakan kulit, dibutuhkan lebih dari 100 macam zat kimia yang sering disebut sebagai zat penyamak (tanning agent) yang berfungsi untuk mengubah kulit mentah menjadi kulit yang tersamak. lumlah danjenis zatpenyamak yang digunakan bergantung pada jenis bahan mentah serta karakteristik produk yang diinginkan. Zat penyamak berperan dalam menstabilkan struktur kulit dengan cara membentuk ikatan transversal di antara serat-seratnya. Dengan cara tersebut, kulit diproses menjadi material yang memiliki ketahanan terhadap degradasi fisik dan kimia. Proses penyamakan yang menyeluruh akan menghasilkan produk kulit yang mempunyai karakteristik resistensi, kelunakan, kehalusan, dan wama yang sesuai dengan permintaan pasar (Mercedes, 1999). Garam krom merupakan zat penyamak yang banyak digunakan karena memiliki kinerja yang bagus namun ekonomis dari segi biaya. Permasalahan yang kemudian dijumpai adalah, dalam proses penyamakan tidak semua garam krom yang digunakan terikat pada kulit. Dari garam krom total yang ditambahkan ke dalam tanning bath, hanya sekitar 15 % yang dimanfaatkan
secara efektif, sedangkan
sisanya akan dibuang ke dalam efluen limbah. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kulit dapat mencapai 20 - 80 per metrik ton kulit mentah, dan limbah tersebut dapat mengandung krom sebanyak 100 400 mg/l (World Bank, 1998). Senyawaan krom yang paling stabil dan umum adalah sebagai senyawaan trivalen er (Ill) dan senyawaan heksavalen er (VI). er (VI) merupakan senyawa krom yang paling toksik dan berbahaya bagi makhluk hidup antara lain karena bersifat karsinogenik pada manusia (Kortenkamp, 1996). Karena kadar krom yang dihasilkan dari limbah penyamakan
kulit cukup besar dan melebihi baku mutu
lingkungan yang diperbolehkan, maka diperlukan usaha untuk menangani limbah krom tersebut. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan metode yang efektif dalam mengolah limbah krom, antara lain yaitu, presipitasi kimiawi, pertukaran ion, osmosis terbalik, dan ekstraksi pelarut (Rengaraj, dkk., 2001; Yurlova, dkk., 2002; Benito dan Ruiz, 2002). Teknik-teknik tersebut cukup mahal serta memiliki beberapa kekurangan
antara
lain yaitu,
tidak
sempumanya
pembuangan
dari krom,
membutuhkan banyak pereaksi dan energi yang cukup besar, dan menghasilkan
2
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
lumpur toksik atau produk limbah lainnya yang memerlukan sistem pembuangan tersendiri. Oleh karena itu diperlukan metode yang efisien serta ramah lingkungan untuk mereduksi kadar senyawaan krom dalam limbah. Tulisan ini menyajikan pemaparan dari beberapa penelitian (Ahalya, dkk. (2005), Nomanbhay dan Palanisamy (2005), dan Srinivasa, dkk. (2007)) mengenai efektivitas penanganan limbah Cr (VI) menggunakan
metode biosorpsi dengan
biosorben yang berasal dari beberapa produk pertanian. Biosorpsi Efisiensi serta persyaratan ramah lingkungan telah mendorong perhatian yang mendalam di kalangan peneliti terhadap alternatif pengolahan limbah logam berat, termasuk Cr (VI), dengan cara adsorpsi menggunakan Proses
ini dinamakan
biosorpsi.
Viabilitas
biomassa
material biologis.
tidak
mempengaruhi
pengambilan (uptake) logam berat, oleh karena itu proses pengambilan metabolit aktiflainnya tidak mempengaruhi biosorpsi. Berbagai biosorben telah diteliti, antara lain yaitu, rumput laut, lumut, ragi, bakteri, cangkang kepiting, produk-produk pertanian seperti wool, beras, jerami, sabut kelapa, kopi (Dakiky dkk., 2002), limbah teh (Amir dkk., 2005), kulit walnut, serat kelapa (Espinola, dkk., 1999), biomassa pohon gabus (Chubar dkk., 2003), biji Ocimum Basilicum (Melo dan d'Souza, 2004), dedak beras tanpa lemak, kulit beras, kulit kedelai, dan kulit biji kapas (Marshall
dan Champagne,
1995, Teixera dan Zezzi, 2004), dedak gandum,
hardwood (Dalbergia sissoo), serbuk gergaji, kulit kacang polong, kapas, biji mustard (Iqbal dkk, 2002, Saeed dkk., 2002), ampas Bengal gram (Cicer arientinum) (Ahalya, dkk., 2005), dan minyak arang tempurung kelapa sawit yang dimodifikasi dengan kitosan (Nomanbhay dan Palanisamy, 2005), buah asam jawa (Tamarindus indica) (Srinivasa, dkk., 2007). Efisiensi Cr (VI) yang teradsorpsi dirumuskan sebagai :
C, dan Cl masing-masing
merupakan konsentrasi
awal dan konsentrasi
kesetimbangan larutan Cr (mg/l). Secara umum efisiensi proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, pH, waktu kontak, dan dosis adsorben. Tulisan di bawah ini menyajikan rangkuman penelitian tentang pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap efektivitas
3
ISSN 1411-7703
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
beberapa biosorben yaitu, minyak arang tempurung kelapa sawit (Nomanbhay dan Palanisamy, 2005), ampas Bengal gram (Ahalya, dkk., 2005), dan tempurung asam jawa (Srinivasa,
dkk., 2007), dalam mereduksi
kadar Cr (VI) dalam limbah
penyamakan kulit. METODE PENELITIAN Beberapa penelitian yang dirangkum dalam tulisan ini dilakukan dalam beberapa tahapan kegiatan, yaitu preparasi biosorben dan contoh limbah sintetik, biosorpsi krom dari contoh, dan perhitungan
efisiensi biosorpsi. Dalam proses
biosorpsi krom, dibuat variasi pH, dosis adsorben, dan waktu kontak. Pengukuran kadar krom awal dan setelah kesetimbangan
dilakukan untuk setiap perlakuan,
sehingga dapat dihitung efisiensi biosorpsinya serta pengaruh faktor-faktor di atas terhadap efisiensi biosorpsi.
Preparasi Biosorben Secara umum, biosorben dari bahan alam atau limbah pertanian harus diaktivasi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses biosorpsi. Aktivasi dapat dilakukan dengan pemanasan, penambahan asam, atau penambahan basa. Selain aktivasi dengan cara di atas, seringkali suatu biosorben harus dimodifikasi terlebih dahulu untuk mendapatkan struktur yang diinginkan. Modifikasi dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan cara mereaksikan biosorben dengan zat aktiflainnya yang memiliki kapasitas adsorpsi yang baik.
1. Biosorben minyak arang tempurung kelapa sawit (oil palm shell charcoal, OPSC) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nomanbhay dan Palanisamy (2005), biosorben ini dipreparasi dari minyak tempurung kelapa sawit yang telah dikeringkan, dipotong-potong dan dipirolisis dengan temperatur 600°C selama 2 jam. Terdapat 2 jenis OPSC yang digunakan, yaitu OPSC tanpa perlakuan oksidasi serta OPSC yang diberi perlakuan oksidasi menggunakan asam. OPSC jenis kedua ini disebut sebagai AOPSC. Oksidasi dilakukan pada temperatur 110°C selama 24 jam dengan menggunakan oksidator H2S04 2% (v/v). Modifikasi permukaan dari OPSC dan AOPSC masih perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja adsorpsi logam Cr (VI) sehingga dapat menambah nilai ekonomis,
mereduksi
biaya pembuangan
limbah,
serta memberikan
4
ISSN 1411-7703
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
alternatif yang potensial terhadap karbon aktif komersial yang masih relatif mahal. Salah satu pemodifikasi
yang memiliki kapasitas sorpsi yang tinggi
adalah kitosan (2-asetamido- 2-deoksi-/3- D-glukosa-(N -asetilglukosamin).
H
h
pH
H2C,
NaOH
0
Ho/\-9H\
Ho~c~6-...:c.,,"'{)H A t\~ H
c=o
Hl
Deacetylation
n
n
kitin 2-asetamido- 2-deoksi/3-D-glukosa-(N -asetilglukan)
kitosan 2-asetamido-2-deoksi-/3-Dglukosa-(N -asetilglukosamina)
Gambar 1. Konversi kitin menjadi kitosan melalui deasetilasi Dalam percobaan ini, dibuat kombinasi antara OPSC dan kitosan yaitu dengan cara melapisi permukaan OPSC dengan kitosan yang telah dibuat dalam bentuk gel. Proses pelapisan dilakukan dengan menambahkan OPSC ke dalam gel kitosan yang sebelumnya telah diencerkan dan dipanaskan pada temperatur 40° - 50° C. Setelah itu campuran tersebut diagitasi secara mekanis dengan rotary shaker pada 150 rpm selama 24 jam. OPSC dan AOPSC yang dilapisi dengan kitosan masing-masing
dinamakan dengan CCB (chitosan coated beads) dan
CCAB (chitosan coated acid treated beads). 2. Biosorben ampas Bengal gram (Cicer arientinum) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahalya, dkk. (2005), biosorben ini didapatkan dari ampas Bengal gram, yaitu kulit biji dari Cicer arientinum yang diperoleh dari alat penggilingan biji polong-polongan.
Setelah dicuci dan
dididihkan dalam akuades, amp as Bengal gram kemudian dikeringkan pada 105°C selama 24 jam. 3. Biosorben tempurung
buah asamjawa
(Tamarindus
indica)
Bahan baku biosorben ini adalah tempurung buah asam jawa yang diperoleh dari limbah dari pulp asam jawa. Penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa, dkk. (2007) menjelaskan bahwa tempurung ini diaktivasi dengan 2 cara, yaitu yang pertama dengan menambahkan HCI dan yang kedua dengan
5
. ISSN 1411-7703
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
menambahkan asam oksalat. Proses aktivasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 70°e. Kedua biosorben tempurung asam jawa yang telah diaktivasi tersebut (yang kemudian biosorben
disebut dengan H- TS dan 0- TS) dibandingkan
tempurung
dengan
asam jawa yang tidak diaktivasi (CFTS) dalam hal
efisiensi biosorpsinya.
HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN Secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi biosorpsi, yaitu pH, waktu kontak, dan dosis biosorben. 1. Pengaruh pH terhadap biosorpsi pH merupakan parameter yang penting untuk adsorpsi ion logam dari larutan berair karena pH dapat mempengaruhi kelarutan ion logam, konsentrasi counter ion dalam gugus fungsi adsorben, dan derajat ionisasi adsorbat selama reaksi. Cr (VI) dalam larutan berair dapat membentuk anion yang stabil, yaitu Cr20/-, HCr04-, Cr042-, HCr207-, Cr30102-, Cr40132-. Persentase dari masing-masing spesi tersebut bergantung pada pH dan konsentrasi kromium. Pada pH antara 2-6, Cr20/'
dan HCr04- berada dalam kesetimbangan. Pada pH yang lebih rendah,
yaitu < 2, terbentuk spesi Cr30102- dan Cr40132-.
Spesi yang dominan ini sangat
menentukan dalam proses adsorpsi karena mempengaruhi
kekuatan interaksi
elektrostatik antara adsorb at, yaitu krom, dan adsorben. Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap biosorben Bengal gram (Ahalya dkk., 2005), terlihat bahwa pH optimum untuk adsorpsi Cr (VI) adalah 2 (Gambar 2). Pada pH tersebut, efisiensi adsorpsi Cr (VI) mencapai 99,6 % untuk larutan Cr (VI) 10 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi interaksi yang kuat antara anion kromat (Cr20/,
HCr04-,
Cr30102-,
Cr40132-)
dengan matriks
Bengal gram yang bermuatan negatif. -....
6
ISSN 1411-7703
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
100 80
~ L "CO
60
'"
..Q
(;
'"
"CO III
40
U 20 0 0
3
2
4
6
pH
---+-10 ppm
20 ppm
30 ppm
Gambar 2. Efek pH pada biosorpsi Cr (VI) pada berbagai konsentrasi oleh Bengal gram 10 gL-1 pada 120 rpm dengan waktu kontak 200 menit Untuk biosorben berbasis OPSC, yaitu AOPSC, CCB, dan CCAB (Gambar
3), pH optimum
yang diperoleh
lebih besar (Nomanbhay
dan
Palanisamy (2005). CCAB dan CCB menunjukkan pH optimum yang sama yaitu pada pH sekitar 5, namun dengan efisiensi adsorpsi yang berbeda. Efisiensi adsorpsi CCAB meningkat dari 65% to 92% pada rentang pH dari 1 sampai 5. CCAB dapat mengadsorpsi
lebih efektif daripada
CCB karena pengaruh
penambahan asam pada bahan baku OPSC yang dapat meningkatkan jumlah gugus fungsi bermuatan atom oksigen. Gugus fungsi terse but meningkatkan interaksi elektrostatik antara kitosan dengan OPSC yang bermuatan negatif sehingga menghindarkan
terjadinya
aglomerasi.
Kondisi
seperti ini dapat
meningkatkan ketersediaan sisi aktifkitosan untuk mengadsorpsi Cr (VI). 100 90
~
"'(;' -c:
·u '"
~ '" ;;; >
80 70 60 50 40
0
30
'"
20
E D::
10
0 0
2
4
6
8
10
pH of Chromium solution
I---AOPSC
--= __=AS
I
Gambar 3. Efek pH pada biosorpsi Cr (VI) pada berbagai biosorben berbasis OPSC. Konsentrasi Cr (VI) = 20 mg/mL, kecepatan agitasi 200 rpm, waktu kontak 3jam, dosis biosorben 40 gL-1 7
ISSN 1411-7703
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
100
80
~ "0
-e••
60
0
'"
"0 RI
40
U 20
0
3
2
0
4
6
pH ppm __
-+-10
20 ppm --,lr--30 ppm
Gambar 2. Efek pH pada biosorpsi Cr (VI) pada berbagai konsentrasi oleh Bengal gram 10 gL·1pada 120 rpm dengan waktu kontak 200 menit Untuk biosorben berbasis OPSC, yaitu AOPSC, CCB, dan CCAB (Gambar
3), pH optimum
yang diperoleh
lebih besar (Nomanbhay
dan
Palanisamy (2005). CCAB dan CCB menunjukkan pH optimum yang sama yaitu pada pH sekitar 5, namun dengan efisiensi adsorpsi yang berbeda. Efisiensi adsorpsi CCAB meningkat dari 65% to 92% pada rentang pH dari 1 sampai 5. CCAB dapat mengadsorpsi
lebih efektif daripada
CCB karena pengaruh
penambahan asam pada bahan baku OPSC yang dapat meningkatkan jumlah gugus fungsi bennuatan
atom oksigen. Gugus fungsi tersebut meningkatkan
interaksi elektrostatik antara kitosan dengan OPSC yang bennuatan sehingga menghindarkan
terjadinya
aglomerasi.
Kondisi
negatif
seperti ini dapat
meningkatkan ketersediaan sisi aktifkitosan untuk mengadsorpsi Cr (VI). 100 90
~
80
><.> c:: Q)
70
It= Q)
50
ta >
40
.(3
0
E Q)
ox:
60
30 20 10 0 0
2
4
8
6
10
pH of Ch,.omlum solution
I--AOPSC __
cx::s
=AB I
Gambar 3. Efek pH pada biosorpsi Cr (VI) pada berbagai biosorben berbasis OPSC. Konsentrasi Cr (VI) = 20 mg/mL, kecepatan agitasi 200 rpm, waktu kontak 3jam, dosis biosorben 40 gL"1 7
ISSN 1411-7703
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
pH dapat mempengaruhi efektivitas biosorpsi karena berkaitan dengan derajat protonasi biosorben. Dambies dkk. (2001) telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa pada pH yang tinggi pKa kitosan menurun. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa persen protonasi kitosan semakin menurun dengan naiknya pH (Tabel I). Persen protonasi yang semakin besar mengakibatkan semakin banyaknya gugus NH/. Gugus inilah yang berinteraksi dengan anion kromat, oleh karena itu gugus tersebut berperan besar dalam proses biosorpsi Cr (VI). Tabel 1. Persen protonasi kitosan pada berbagai pH pH 7,3 6,3 5,3 4,3
Persen protonasi (%) 9 50 91 99
Gambar 3 juga memperlihatkan
bahwa AOPSC memiliki efisiensi
adsorpsi yang paling rendah dibanding kedua biosorben berbasis OPSC lainnya. 90 80 "" m E
;:.
·u '"0.. '"u <:
70 60 50 40
0
••e-
30
0 III
"0
'"
20 10 0 0
2
4
6
8
10
pH
I·····•..
CFTS
-11-
HCI treated TS
-.Ir-
Oxalic acid treated Tsl
Gambar4. Efek pH pada biosorpsi Cr (VI) pada berbagai biosorben berbasis asam jawa. Konsentrasi Cr (VI) = 100 mg/l, kecepatan agitasi 200 rpm, waktu kontak 3jam, dosis biosorben 40 gL·1 Untuk biosorben berbasis asam jawa (Gambar 4), efisiensi biosorpsi Cr(VI) yang paling optimum didapatkan pada pH 3 (Srinivasa dkk., 2007).
8
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
Penelitian yang dilakukan oleh Agarwal dkk. (2006) juga menunjukkan hasil yang sama, untuk biosorben tempurung asam jawa. Tempurung asam jawa bersifat kaya akan protein dan asam amino (Marathe dkk., 2002). Dari komposisi senyawa dalam biosorben tersebut, dapat disimpulkan bahwa biosorben asam jawa memiliki gugus fungsi amina yang dapat bermuatan positif (NH3+) apabila mengalami
protonasi.
Dengan
demikian
dapat dipahami
bahwa
efisiensi
biosorben ini akan optimum pada pH rendah. Pada pH tinggi akan terjadi deprotonasi sehingga efisiensi biosorpsi akan menurun. Selain itu kemungkinan akan terjadi kompetisi
antara oksoanion
dari Cr dengan ion OH" dalam
berinteraksi dengan biosorben. 2. Pengaruh waktu kontak terhadap biosorpsi Waktu kontak antara biosorben dengan adsorbat, dalam hal ini yaitu larutan Cr(VI), sangat mempengaruhi efisiensi biosorpsi terhadap Cr(VI). Hal ini berlaku untuk berbagai biosorben, termasuk biosorben Bengal gram, biosorben berbasis OPSC, dan biosorben berbasis asamjawa. Secara umum, pada menit-menit awal, laju biosorpsi meningkat secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh kapasitas permukaan biosorben yang masih cukup besar untuk melakukan pengikatan
dengan logam. Setelah kapasitas
biosorben menjadijenuh, yaitu pada saat terjadi kesetimbangan, laju pengikatan logam dikontrol oleh laju dim ana logam ditransportasikan dari sisi eksterior ke dalam sisi interior dari partikel biosorben.
~ a..t: 0
~
0
III
"C III
U
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
o . 0
50
100
150
200
250
300
350
Time (min)
--+-10 ppm
20 ppm - +-50 ppm ~100
ppm
Gambar 5. Efek waktu kontak pada persentase biosorpsi Cr (VI). Dosis Bengal gram = 10 gL·1, kecepatanagitasi 120 rpm, pH2,0
9
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
Untuk biosorben
ISSN 1411-7703
Bengal gram, waktu kontak yang menghasilkan
efisiensi biosorpsi optimum adalah selama 180 menit untuk larutan Cr (VI) 10, 20, 50, dan 100 ppm (Gambar 5). Waktu optimum ini tidak bergantung pada konsentrasi larutan Cr(VI). Pengaruh konsentrasi Cr(VI) hanya terlihat dari segi efisiensi biosorpsi,
dimana semakin tinggi konsentrasi,
semakin menurun
efisiensi. Efisiensi akan menurun dari 99,65% dalam larutan 10 mg/L menjadi 75% dalam larutan 100 mg/L. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya jumlah
ion yang berkompetisi
untuk mengikat
sisi aktif biosorben,
serta
berkurangnya sisi aktifbiosorben tersebut (Ahalya dkk., 2005). Hasil yang sama juga diperoleh untuk biosorben berbasis OPSC, yaitu CCAB dan CCB (Gambar
6). Efisiensi
pembuangan
krom oleh CCAB
meningkat dari 60% sampai 90% jika waktu kontak naik dari 30 menit menjadi 180 menit. Biosorben AOPSC memberikan hasil yang berbeda, yaitu waktu kontak optimum yang lebih lama (300 menit). Hasil ini mengindikasikan bahwa modifikasi dengan kitosan dapat memberikan gugus fungsi yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan kapasitas pengikatan Cr(VI), dan pada akhimya mempersingkatproses
biosorpsi (Nomanbhay dan Palanisamy (2005).
l
100 ·90
.•...
ee
{r c: Q:
I
i
~
S'(I
11,) @
;'>1) 40
3Q
.11I
Ir
20 1ft
(,
1
I
L_
I,..
lift
T!me(mln)
[-"~CCA6-::;""CCB :;::AOPSC
!
Gambar 6. Efek waktu kontak pada biosorpsi Cr (VI). Konsentrasi Cr (VI) = 20 mg/mL, pH 4, kecepatan agitasi 200 rpm, dosis biosorben 40 gL-1
Waktu optimum yang lebih singkat diperoleh dengan menggunakan biosorben
berbasis asam jawa (Srinivasa
dkk., 2007). Efisiensi biosorpsi
meningkat sampai mencapai optimum pada 120 menit untuk CFTS, 60 menit
10
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
untuk H-TS, dan kurang dari 50 menit untuk O-TS (Gambar 7,8,9). Efisiensi yang lebih besar juga ditunjukkan oleh biosorben yang telah diaktivasi oleh asam, dengan urutan efisiensi sebagai berikut : CFTS
bahwa
aktivasi
asam berperan
dalam
sisi aktifuntuk mengikat logam. Hal ini dapat dilihat dari
spektra FTIR yang menunjukkan bahwa spektra gugus C=O ester aromatik dari CFTS telah menghilang setelah diaktivasi dengan asam (menjadi H- TS dan 0TS). Puncak baru yang muncul menunjukkan
adanya molekul heterosiklik
ortodisubstitusi aromatik, namun puncak ini tidak menunjukkan spektra logam yang teradsorpsi. Hal ini mengindikasikan
adanya kemungkinan
pemutusan
cincin setelah biosorpsi krom. Dengan demikian berarti kapasitas pengikatan dari H- TS dan 0-TS menjadi lebih besar daripada CFTS. Pada akhimya meningkatnya
kapasitas
pengikatan
ini
menyebabkan
tercapainya
kesetimbangan dalam waktu yang lebih singkat. 80
..
70
~
60
E
ii'u f'!
"
50
0f'! <J
40
I::
0
~
~ 0
30
'" " eX 20 10
20
40
60
80
100
120
140
160
Time (min)
I •.
50 pprn
•
100 ppm
"
150 ppm
.•
200 ppm
I
Gambar 7. Efek waktu kontak terliadap biosorpsi Cr (VI) pada biosorben CFTS. Konsentrasi Cr (VI) = 50, 100 150, 200 mg/l, kecepatan agitasi 200 rpm, dosis biosorben 40 gL·1
11
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
100 ,--------------------------------, 90 .!!!80 Cl
e..
70
~ .~ 60
a. ~
50
c: .S! 40 a.
5
30
III
« "
20 10
20
40
60
80
Time (nin)
I•
50 ppm
•
100 ppm
;. 150 ppm
;. 200 ppm
I
Gambar 8. Efek waktu kontak terhadap biosorpsi Cr (VI) pada biosorben H- TS. Konsentrasi Cr (VI) = 50, 100 150, 200 mg/l, kecepatan agitasi 200 rpm, dosis biosorben 40 gL·1 140
u.o
120
Cl E 100
~
n RI
~
..
••
•
•
80
<J
c: 0
60
~•.. 0 III
40
" « 20
20 1 __
40
50 ppm ---
60
80
100
Time (nin) 100 ppm __ 150 ppm __
120
200 ppm
140
160
I
Gambar 9. Efek waktu kontak terhadap biosorpsi Cr (VI) pada biosorben H- TS. Konsentrasi Cr (VI) = 50, 100 150, 200 mg/l, kecepatan agitasi 200 rpm, dosis biosorben 40 gL1
-..
3. Pengaruh dosis biosorben terhadap biosorpsi Pengaruh dosis biosorben Bengal gram terhadap efisiensi biosorpsi dapat dilihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut terlihat bahwa efisiensi 99% tercapai pada penambahan dosis Bengal gram sebanyak 10, 20, dan 40 g/L, masing-masing
untuk larutan dengan konsentrasi 10, 20, dan 50 mg/l Cr(VI)
12
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
(Ahalya
dkk.,
menyebabkan
2005).
Meskipun
semakin
ISSN 1411-7703
tinggi
dosis biosorben
dapat
semakin tinggi pula efisiensi biosorpsi, namun laju kenaikan
biosorpsi tidak sebanding dengan kenaikan dosis biosorben. Hal ini disebabkan oleh adanya interferensi antara sisi-sisi aktif pada konsentrasi tinggi. Biosorpsi krom yang lebih tinggi pada dosis biosorben yang lebih rendah disebabkan oleh rasio logam per biosorben yang lebih tinggi. Rasio tersebut menurun dengan naiknya kuantitas biosorben (Puranik dan Paknikar, 1999). Dari Gambar 11 terlihat bahwa untuk biosorben asam jawa efisiensi biosorpsi krom meningkat dengan meningkatnya jumlah biosorben, dan dapat mencapai 93%, 96%, dan 98%, masing-masing untuk CTFS, H- TS, dan 0-TS (Srinivasa dkk., 2007) Sebagaimana untuk biosorben Bengal gram, naiknya efisiensi pada dosis biosorben yang makin tinggi disebabkan oleh makin besamya luas permukaan, sehingga makin banyak pula sisi aktif yang tersedia. Setelah dosis biosorben mencapai 0,25 g, maka akan terjadi kesetimbangan sehingga efisiensi biosorpsi krom tidak meningkat secara signifikan. 100 90 80 ~ e; 70 -0 60 Cl> .0 •..0 50 If) 40 -0 '0" 30 20 10 0 0
10
20
30
40
50
bgh (gll)
~10
ppm
20 ppm
50ppm
Gambar 10. Efek dosis Bengal gram pada biosorpsi Cr (VI) pada pH 2,0, waktu kontak 200 menit, kecepatan agitasi 120 rpm
13
,
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
100 99 98
iij >
97
E
96
0
~ ~
95
0
94 93 92 0.05
0
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
Amount of adosrbent, 9
1-.
eFTS
__to_
H-TS --
0- TS
1
Gambar 11. Efek dosis biosorben berbasis asam jawa terhadap biosorpsi Cr (VI). Konsentrasi Cr (VI) = 100 mg/l, kecepatan agitasi 200 rpm, waktukontak 120 rpm 100 90
~ !;...
80
>.
70
(J
~
60
lE
50
'0 W
7il 40 > o 30
~
110:
20 10
10
15
20
Dose of Adsorbent
I....•....CCAB
...•... CCB __
30
25
35
(g/l) AOPSC
I
Gambar 12. Efek dosis biosorben pada biosorpsi Cr (VI). Konsentrasi Cr (VI) 20 mg/mL, kecepatan agitasi 200 rpm, waktu kontak 3jam, pH 4
=
Seperti po la yang diperoleh pada biosorben yang lain, kenaikan efisiensi biosorpsi untuk biosorben berbasis OPSC juga terjadi pada dosis biosorben yang semakin tinggi (Gambar
12). Pada konsentrasi
Cr(VI) 20 mg/l, efisiensi
maksimum biosorpsi krom adalah sekitar 86% untuk CCAB pada dosis 13,5 g/l, 64% untuk CCB pada dosis 18 g/L, dan 52% untukAOPSC Data ini menunjukkan memberikan
pada dosis 24 g/L.
bahwa di antara biosorben berbasis OPSC, CCAB
efisiensi biosorpsi Cr(VI) yang paling tinggi (Nomanbhay dan
Palanisamy, 2005).
14
3
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu clan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
KESIMPULAN Efisiensi biosorpsi Cr(VI) dipengaruhi
oleh interaksi antara ion logam
sebagai adsorbat dengan sisi aktif pada permukaan biosorben. Pada pH rendah, ion logam berada sebagai anion kromat sehingga efisiensi biosorpsi semakin besar karena adanya interaksi antara anion kromat dan sisi aktifbiosorben yang bermuatan positif. Semakin lama waktu kontak, efisiensi biosorpsi semakin besar sampai waktu tertentu,
dan di atas rentang
waktu terse but efisiensi
meningkatnya jumlah ion yang berkompetisi
akan konstan
k~rena
dan menurunnya jumlah sisi aktif
biosorben. Semakin besar dosis biosorben, efisiensi biosorpsi semakin besar dan pada dosis tertentu akan terjadi kesetimbangan
sehingga efisiensi biosorpsi tidak
meningkat secara signifikan. Efisiensi biosorpsi dapat mencapai lebih dari 90% r
untuk pH antara 2 - 5, waktu kontak antara 50 - 180 menit, dan dosis biosorben antara 10 - 40 g/L, bergantung pada jenis biosorben dan metode modifikasinya. DAFTAR PUSTAKA Agarwal, G. S., Bhuptawat, H.K., Chaudhari, S. 2006. Biosorption of aqueous Cr(VI) by Tamarindus indica seeds. Bioresource Technology, vol.97, no. 7,949-956. Ahalya, N., Kanamadi, R.D., Ramachandra, T'V, 2005. Biosorption of chromium (VI) from aqueous solutions by the husk of Bengal gram (Cicer arientinum). Environmental Biotechnology, vol.8, no.3. Amir, Hossein Mahvi., Dariush, Naghipour., Forugh, Vaezi., Shahrokh, Nazmara. 2005. Teawaste as an adsorbent for heavy metal removal from industrial wastewaters. American Journal of Applied Sciences, vol.2, no.I, 372-375 Bai, Sudha R., Abraham, Emilia. 2003. Studies on chromium (VI) adsorptiondesorption using immobilized fungal biomass. Bioresources Technology, vol. 87, no. 1, 17-26. Benito, Y, Ruiz, M.L. 2002. Reverse osmosis applied to metal finishing wastewater. Desalination, vol.142, no.3, 229-234 Chubar, N., Carvalho, J.R., dan Neiva Correia, M.l 2003. Cork biomass as biosorbent for Cu (ll), Zn (Il) and Ni (Il), Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, vol.230, no.1-3, 57-65 Dakiky, M., Khamis, M., Manassra, A., dan Mereb,M. 2002. Selective adsorption of chromium (VI) in industrial wastewater using low-cost abundantly available adsorbents. Advances in Environmental Research, vol.6, noA, 533-540
15
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
Dambies, L., Guimon, C., Yiacoumi, S., Guibal, E. 2001. Characterization of metal ion interactions with chitosan by X-ray photoelectron spectroscopy. Colloids and Surfaces, vol.177, 203-214 Espinola, A., Adamian, R., dan Gomes, L.M.B.. 1999. An innovative technology: natural coconut fibre as adsorptive medium in industrial wastewater cleanup. Proceedings of the TMS Fall Extraction and Processing Conference, vol.3, 2057-2066 Iqbal, M., Saeed, A., Akhtar, N. 2002. Petiolar felt-sheath of palm: a new biosorbent for the removal of heavy metals from contaminated water. Bioresources Technology, vol.81,no.2, 153-155 Juang, R.S dan Shiau, R.C. 2000. Metal removal from aqueous solutions using chitosan enhanced membrane filtration. Journal of Membrane Science, vol. 165, no.2, 159-167 Kortenkamp, A., Casadevall, M., Faux, S.P., Jenner,A., Shayer, R.O.J., Woodbridge, N., Obrien, P. 1996. A role for molecular oxygen in the formation of DNA damage during the reduction of the carcinogen chromium (VI) by glutathione. Archive of Biochemistry and Biophysics, vo1.329, no.2, 199-208 Marathe, R.M., Annapure, U.S., Singhal, R.S., Kulkarni, P.R.. 2002. Gelling behaviour of polyose from Tamarindus indica seed kernel polysaccharide, Food Hydrocolloids, vol.16, no.5, 423-426 Marshall, W.E., Wartelle, L.H., Boler, D.E., Toles, C.A.. 2000. Metal ion adsorption by soybean hulls modified with citric : a comparative study, Environmental Technology, vol.21, no.6, 601-607 Melo, M., D'Souza, S.F. 2004. Removal of chromium by mucilaginous seeds of Ocimum Basilicum, Bioresource Technology, vo1.92, no.2, 151-155 Mercedes R.O, MiguelA. M. S, Vicente S. 0, Joaquin F. P, JuanA. N. 1999. Tannery wastewater recycling in leather industries, Project life 00 env/e/000498, Instituto Tecnol6gico del Calzado y Conexas (INESCOP) Niyogi, S., Abraham, E.T., Ramakrishna, S.Y. 1998. Removal of chromium (VI) ions from industrial effluents by immobilized biomass of Rhizopus arrhizus, Journal of Scientific and Industrial Research, vol.57, no. 10-11,809-816 Nomanbhay, S.M., Pa1anisamy, K. 2005. Removal of heavy metal from industrial wastewater using chitosan coated oil palm shell charcoal, Electronic Journal of Biotechnology, vol.8, no.1 Puranik, P.R., Paknikar, K.M. 1999. Biosorption of lead, cadmium, and zink by citrobacter strain MCMB-181 : characterization studies. Biotechnology Progress, voLl5, no.2, 228-237
16
Berkala Penelitian Teknologi Kulit, Sepatu dan Produk Kulit
ISSN 1411-7703
Rengaraj, S., Yeon, K.H., Moon, S.H. 2001. Removal of chromium from water and wastewater by ion exchange resins. Journal of Hazardous Materials, vol.87, no.1-3,273-287 Saeed. A., Iqbal, M., Akhtar, M.W. 2002. Application ofbiowaste materials for the sorption of heavy metals in contaminated aqueous medium. Pakistan Journal of Scientific and Industrial Research, vol.45, no.3, 206-211 Srinivasa, R. P., Ajithapriya, 1., Kachireddy, VN.S.R .. 2007. Biosorption of hexavalent chromium using Tamarind (Tamarindus indica) fruit shell a comparative study. Environmental Biotechnology, vol.1 0, no.3 Teixeria, T, Ricardo, C., Zezzi Arruda, Aurelio, M. 2004. Biosorption of heavy metals using ricemilling by-product. Characterization and application for removal of metals from aqueous solutions. Chemosphere, vol.54, no. 7, 905915 World Bank Group, Tanning and Leather Finishing. 1998. Pollution Prevention and Abatement Handbook, http://www.ifc.orglifcext/enviro.nsf/Content/ EnvironmentalGuidelines. Enviromnent Department, Washington, D.C. Yurlova, L., Kryvoruchko, A., Komilovich, B.. 2002. Removal ofNi(II) ions from wastewater by micellar-enhanced ultrafiltration, Desalination, vol.144, 255260
17